Anda di halaman 1dari 5

Delapan Kunci Sukses

Implementasi SPMI pada


Satuan Pendidikan

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam peingkatan mutu


pendidikan di Indonesia adalah banyak sekolah yang belum
mencapai 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Oleh
karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan, Kemdikbud menerbitkan Permendikbud Nomor 28 tahun
2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) Dasar dan
Menengah.

Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu


Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang
terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang
mengatur segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan
dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis,
terencana dan berkelanjutan."

Lalu pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa "Sistem Penjaminan Mutu


Internal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang selanjutnya
disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan unsur yang
terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan
penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin
terwujudnya pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui
Standar Nasional Pendidikan."

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah salah satu bentuk


penjaminan mutu pendidikan. SPMI dilakukan oleh setiap sekolah.
Sejak tahun 2016 hal ini sudah digulirkan di seluruh provinsi di
Indonesia. Ada sekolah-sekolah yang dijadikan sekolah model
(sekmod), lalu sekmod-sekmod tersebut memiliki sekolah imbas
(sekim) sebagai upaya agar semangat penjaminan mutu bisa lebih
cepat menyebar.

Pada pelaksanaan SPMI, sekolah melakukan siklus penjaminan yang


terdiri dari lima tahap, yaitu (1) pemetaan mutu, (2)
perencanaan pemenuhan mutu, (3) pelaksanaan pemenuhan mutu, (4)
audit pelaksanaan pemenuhun mutu, dan (5) penyusunan strategi
pemenuhan mutu yang baru.

Pemetaan mutu dilakukan oleh sekolah melalui Evaluasi Diri


Sekolah (EDS). Instrumen EDS bisa menggunakan instrumen yang
telah dibuat oleh pemerintah atau membuat sendiri. Perencanaan
pemenuhan mutu merujuk kepada hasil pemetaan mutu. Disusun
berdasarkan skala prioritas, mana indikator atau subindikator
mutu pada pada standar yang paling lemah, lalu dimasukkan ke
dalam Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Kerja Anggaran
Sekolah (RKAS).

Audit pelaksanaan pemenuhan mutu atau disebut juga dengan


monitoring dan evaluasi (monev) dilaksanakan untuk memastikan
bahwa pelaksanaan pemenuhan mutu sesuai dengan rencana yang
telah dibuat. Monitoring dilaksanakan bersamaan dengan proses
pelaksanaan pemenuhan mutu. Hasilnya lalu dievaluasi di akhir
kegiatan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan atau
penyusunan program tindak lanjut pascamonev. Adapun strategi
pemenuhan mutu yang baru dilakukan jika kegiatan pemenuhan mutu
yang lama telah selesai dilaksanakan.

Dalam konteks literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),


maka proses SPMI erat sekali dengan kedua hal tersebut. Dalam
konteks literasi, SPMI menuntut Tim Penjaminan Mutu Pendidikan
(TPMPS) untuk mengetahui tugas pokok dan fungsinya masing-
masing, mempelajari mekanisme dari tahapan-tahapan pelaksanaan
SPMI, dan belajar untuk mendokumentasikannya.

Tertib administrasi menjadi salah satu tujuan dari pelaksanaan


SPMI, karena sekolah kadang sudah melaksanakan berbagai program
peningkatan mutu tapi kurang teradministrasikan atau
terdokumentasikan dengan baik, sehingga kadang kesulitan ketika
suatu saat membutuhkan data. Pelaksanaan SPMI mendorong warga
sekolah melek literasi administrasi dan manajemen sekolah agar
mereka memiliki visi yang sama untuk meningkatkan mutu sekolah.

Pendidik dan tenaga kependidikan yang terlibat dalam SPMI juga


didorong untuk menulis praktik terbaik (best practice). Hal ini
selain bertujuan untuk membagikan pengalaman-pengalaman
terbaiknya dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi
dalam proses penjaminan mutu, sehingga diharapkan bisa
menginspirasi orang lain, juga melatih mereka untuk berlatih
menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI), karena menulis KTI masih
menjadi kendala bagi sebagian besar pendidik dan tenaga
kependidikan. Banyak yang kesulitan naik pangkat karena
tekendala menulis KTI.

Dalam konteks pendidikan karakter, ada nilai-nilai yang


ditanamkan dari pelaksanaan SPMI, antara lain : (1) sadar budaya
mutu, (2) kolaborasi dan sinergi, (3) berjiwa pembelajar, (4)
kerja keras, (5) komunikasi efektif, (6) berjiwa reflektif.

Pertama, sadar budaya mutu.Saat ini, mutu menjadi suatu hal yang
sangat penting dalam membangun daya saing. Ada perusahaan yang
maju pesat karena kreatif, inovatif, dan terus meningkatkan
mutu, baik mutu produk, maupun mutu layanan. Tetapi ada juga
yang colapsbahkan bangkrut karena tidak kreatif, inovaif, dan
tidak mampu menjaga mutunya.

Begitupun dengan sekolah. Saat ini diakui atau tidak, persaingan


sekolah untuk meraih kepercayaan masyarakat semakin ketat.
Masyarakat, utamanya yang relatif berpendidikan menengah ke atas
semakin kritis dalam menilai mutu sekolah. Ada sekolah yang
diburu oleh masyarakat, bahkan sebelum datang tahun pelajaran
baru, sudah banyak yang mendaftar dan waiting list,tetapi ada
sekolah jumlah muridnya semakin menurun, bahkan terpaksa ditutup
karena sudah tidak mampu lagi beroperasional.

Agar sekolah mampu bertahan dan diminati masyarakat, maka harus


terus meningkatkan mutunya, baik mutu pendidik dan tenaga
kependidikan, mutu sarana dan prasarana, mutu pembelajaran, mutu
kegiatan ekstrakurikuler, maupun mutu lulusannya. Mutu sekolah
setidaknya terlihat dari prestasi sekolah, baik prestasi
akademik maupun nonakademik.

Kedua, kolaborasi dan sinergi. Proses penjaminan mutu di sekolah


tidak hanya mengandalkan pihak-pihak tertentu saja, tetapi
memerlukan peran serta atau partisipasi semua warga sekolah,
mulai dari kepala sekolah, guru, staf, dan komite sekolah.
Dengan kata lain perlu ada kolaborasi dan sinergi diantara semua
pihak. Adapun TPMPS menjadi leading sectoryang menangani
pelaksanaan berbagai program penjaminan mutu di sekolah. Tanpa
bantuan dari semua warga sekolah, peran TPMPS tidak akan
optimal.

Kata kuncinya adalah KOMITMEN bersama. Komitmen mudah untuk


diucapkan, tetapi dalam pelaksanaannya sulit karena dihadapkan
pada tantagan dan godaan. Oleh karena itu, perlu kesadaran semua
pihak terkait untuk menghormati dan melaksanakan komitmen yang
telah disepakati. Pada awal pelaksanaan SPMI, setiap sekolah
membuat komitmen dan fakta integritas yang ditandatangani oleh
semua warga dan dipampang di dinding sekolah. Dan pertanyaannya
adalah apakah komitmen itu ditindaklanjuti dengan aksi nyata
atau tidak?

Ketiga, berjiwa pembelajar.Pelaksanaan SPMI di sekolah dapat


disikapi secara positif, yaitu semua warga sekolah didorong
untuk belajar mekanisme penjaminan mutu. Disamping membaca
berbagai sumber belajar, mereka pun dapat mengundang orang yang
paham tentang penjaminan mutu ke sekolah, atau berdikusi dengan
sesama rekan terkait dengan penjaminan mutu. Dengan demikian,
maka sekolah menjelma menjadi organisasi pembelajar. Sekolah
sebagai organisasi pembelajar akan menumbuhkan iklim yang
kondusif dalam peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan.

Keempat, kerja keras.Untuk mewujudkan sekolah yang bermutu,


tentunya memerlukan kerja keras semua pihak. Pengorbanan
pastinya juga perlukan. Minimal pengorbanan waktu dan tenaga,
tidak dipungkiri juga pengorbanan biaya. Ibarat menanam pohon
jati, hasil dari kerja keras kadang tidak dapat dirasakan dalam
waktu dekat, tetapi perlu waktu lama untuk merasakannya.

Kelima, komunikasi efektif.SPMI merupakan kerja tim, bukan kerja


yang dilakukan oleh segelintir orang. Dalam pelaksanaannya
memerlukan komunikasi efektif antarberbagai pihak yang terkait.
Saling pengertian dan saling memahami mutlak diperlukan. Warga
sekolah tidak saling mengandalkan dalam melaksanakan pekerjaan,
dan tidak saling menyalahkan ketika ada masalah, tetapi
dievaluasi mengapa masalah tersebut terjadi? Apa penyebabnya?
Dan apa alternatif solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan
masalah?

Keenam, berjiwa reflektif.Penjaminan mutu merupakan sebuah


siklus yang berlangsung secara berkelanjutan. Dari satu siklus
ke siklus berikutnya perlu dilakukan refleksi, mana hal yang
sudah tercapai, dan mana yang belum tercapai. Sejauh mana
pelaksanaan komitmen yang telah dibuat? apakah sudah
dilaksanakan oleh semua warga sekolah atau masih ada yang perlu
diingatkan dan mendapatkan pembinaan?

Refleksi juga perlu dilakukan agar semua warga sekolah dapat


merenungkan sejauhmana peran dan kontribusinya dalam proses
penjaminan mutu di sekolah. Kadang-kadang merefleksikan sendiri
lebih nyaman dibandingkan dengan diingatkan oleh orang lain,
karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang egois, sulit
untuk menerima kritik orang lain.

Berdasarkan kepada uraian di atas, dapat diambil sebuah benang


merah bahwa SPMI bukan hanya sekedar proses peningkatan mutu,
tetapi sarat akan makna yang dapat diambil oleh semua warga
sekolah, khususnya dalam literasi dan pendidikan karakter.
Literasi dan pendidikan karakter adalah dua hal yang universal
dan independen, bisa dikaitkan dengan berbagai hal, termasuk
dalam pelaksanaan SPMI. Dan pertanyaannya adalah apakah semua
warga sekolah mau mengambil pelajaran atau tidak? Apakah masih
ada warga sekolah yang memiliki pola pikir bahwa SPMI hanya
merepotkan dan menambah pekerjaan baru serta kurang peduli? Ini
yang perlu dievaluasi bersama.

Anda mungkin juga menyukai