Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang

bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf

trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit dan organ

mata1

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 %

diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus.2 Penyakit ini cukup berbahaya karena

dapat menimbulkan penurunan visus. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada

pasien usia tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun

seiring dengan bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system

imun seluler. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi

(HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia tua.3

Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di

daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel,

dapat mengalami supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. 4 Bila

cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76 %.

Jika saraf ini tidak terkena maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%.

1
Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain sakit mata, mata merah,

penurunan visus dan mata berair. Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari

manifestasi nyeri dan gambaran ruam dermatom serta adanya riwayat menderita cacar

air. Penatalaksanaan infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,

kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika terjadi

komplikasi mata seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis dapat diberikan steroid topical

dan siklopegik. Pengobatan akan optimal bila dimulai dalam 72 jam dari onset ruam

kulit.2

1.2 TUJUAN

Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran

definisi, klasifikasi, etiologi, insidensi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,

diagnosis, serta penatalaksaan herpes zoster oftalmika.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS

Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri

dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria),

pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot

pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua

rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-

gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan

mudah.

Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus, cabang maxillaris dan

mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus maxillaris memberikan inervasi

sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva. Cabang mandibularis memberikan

persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan gingiva. Variasi nervus yang

memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana gigi

tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang

maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal

dari cabang mandibularis nervus trigeminus.6

Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan

kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus

3
trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik

kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di medial.

Gambar : Anatomi Ganglion Gasseri

Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami)

utama yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:

1. Nervus oftalmikus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus

paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki

rongga tengkorak melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus

merupakan divisi pertama dari trigeminus dan merupakan saraf sensorik.

Cabang-cabang n. opthalmicus menginervasi kornea, badan ciliaris dan

iris, glandula lacrimalis, conjunctiva, bagian membran mukosa cavum

nasal, kulit palpebra, alis, dahi dan hidung.Nervus opthalmicus adalah

nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus opthalmicus muncul

4
dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek dan rata

kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous,

di bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika

memasuki cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus

opthalmicus bercabang menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan

nasociliaris.6

2. Nervus maksilaris, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas,

bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir

hidung.Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen

rotundum.Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus

sensorik. Ukuran dan posisinya berada di tengah-tengah nervus

opthalmicus dan mandibularis. N. maxillaris bermula dari pertengahan

ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk pleksus dan datar dan

berjalan horizontal ke depan keluar dari cranium menuju foramen

rotundum yang kemudian bentuknya menjadi lebih silindris dan

teksturnya menjadi lebih keras. N. maxillaris lalu melewati fossa

pterygopalatina, menuruni dinding lateral maxilla dan memasuki cavum

orbital lewat fissure orbitalisinferior. Lalu melintasi fissure dan canalis

infraorbitalis dan muncul di foramen infraorbital.6

5
Gambar : Percabangan dari Ganglion Gasseri

3. Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa

pipi, lidah, sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus

internus dan selaput otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui

foramen ovale.Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare

Gasseri. Dalam ganglion semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion

unipolar.6

Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior,

mengincervasi gigi dan gingiva rahang bawah, kulit pada regio temporal,

auricular, bibir bagian bawah, bagian bawah wajah, musculus mastikasi,

dan membran mukosa lidah 2/3 anterior.6

6
Gambar Nervus Mandibularis dan Distribusinya

II.2 HERPES ZOOSTER OFTALMIKA

II.2.1 Definisi

Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes

Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken

pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex,

Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus.2

Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela

Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus

tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang

7
paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan

periokular.2

Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis

infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom

N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan

folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi

palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra

secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.

Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya,

sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya tergolong

jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang berakibat

kebutaan.4

Gambar Herpes Zoster Oftalmika

II.2.2. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di

dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus

8
sensori ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten.

Varicella zoster, yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang

tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster

dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita

lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang

dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik.

Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi

ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung

saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mata, dan mengadakan replikasi setempat

dengan membentuk sekumpulan vesikel.2,3,4

II.2.3. Morfologi

Menurut Morfologi Herpes Zoster, dapat berbiak dalam bahan jaringan

embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit.

Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel

penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap

virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau

imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus.

II.2.4. Epidemiologi

Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan

dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat

9
varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang

menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang

menderita varisela atau herpes zoster.

II.2.5. Insidensi

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 %

diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus.2

II.2.6. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini terbagi dua yaitu faktor

kondisi penurunan dan faktor reaktivasi. Pada kondisi penurunan imun, diantaranya

adalah usia tua, HIV, Kanker dengan penggunaan kemoterapi, penggunaan steroid

lama. Sedangkan pada faktor reaktivasi adalah trauma lokal, drmam, sinar UV, udara

dingin, penyakit sistemik, stres dan emosi. Faktor predisposisi tidak selalu

memunculkan gejala kembali, namun hanya meningkatkan peluang terjadinya herpes

zoster oftalmika ini

II.2.7. Patogenesis

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion

kraniali. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah

persarafan dang ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion

anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan

motorik.

10
Seperti herpes virus lainnya, VZV (varicella zoster virus) menyebabkan

infeksi primer (varisela/cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya

diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi

primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi

pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-

limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada

orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. 3,4

Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise,

dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai

mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten

mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian

hari. HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang

diperoleh selama masa anak-anak.

Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae.

Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion.

Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe

sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi

penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.5

11
Gambar : Patogenesis virus dalam sel target penderita.

Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang

menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal

ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan.

Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling

banyak terkena.6,7

Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya

akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda

Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan

12
penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai

gangguan penglihatan.

Gambar : Tanda Hutchinson.

II.2.8. Manifestasi klinik

Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit

varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa

nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi rasa nyeri ini

kadang-kadang dapt berlangung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.Lesi Herpes

zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Herpes zoster

biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu rasa gatal,

sakit yang menusuk, parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivitas muncul di
4,6,7,8
sepanjang lintasan syaraf yang terkena.

13
Pada awal terjadinya infeksi, seseorang akan mengalami fase prodromal

dengan gejala- gejala seperti nyeri lateral sampai mengenai mata, demam, malaise,

sakit kepala, serta kaku kuduk. Gejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita,

terutama pada anak-anak, dan timbul 1 - 2 hari sebelum terjadi erupsi. Kemudian

disusul gejala yang timbul yaitu masa erupsi. Akan timbul gejala dermatitis, nyeri

pada mata, lakrimasi, perubahan visus, mata merah unilateral, dan bisa terjadi defek

pada seluruh bagian mata tergantung beratnya infeksi

Gejala tersebut muncul secara spesifik. Berikut akan dijabarkan organ-organ yang

spesifik timbul fase erupsi karena infeksi Herpes zoster.

1. Kulit

Herpes zoster dikarakteristik oleh sakit dan sensasi lokal kulit lain (seperti

terbakar, geli, dan gatal), sakit kepala, tidak enak badan dan (paling sering)

demam, biasanya muncul ruam zoster (2–3 hari). Ruam menyebar ke seluruh kulit

yang terkena, berkembang menjadi papula, vesikel (3-5 hari) dan tahap krusta (7-

10 hari), memerlukan 2-4 minggu untuk sembuh. Lesi baru berlanjut muncul

untuk beberapa hari. Kelainan kulit hanya setempat dan hanya mengenai sebelah

bagian tubuh saja, yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersyarafi oleh

satu syaraf sensorik. Syaraf yang paling sering terkena adalah C3, T5, L1, dan L2,

dan syaraf trigeminal.1,4,12,17

14
Gambar : Ruam Kulit pada Herpes Zoster Ophtalmicus

2. Rongga Mulut

Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa

nyeri yang hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga

sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan

cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur.4

Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari divisi nervus

trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan area sekitar

eritema, akhiran yang kasar pada midline. Vesikel bernanah dan bentuk pustula

selama 3 sampai 4 hari.15,17 Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal

terlibat, maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang

kedua (nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir

dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang

dikenai adalah lidah, mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.4 Lesi-lesi

intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah sekali.

Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif

15
unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan

divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan mengakibatkan ulserasi

palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak keluar dari raphe palatum.1,4,8

Gambar Ruam Herpes Zoster di Rongga Mulut

Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih kecil yang

tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila infeksi

mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapt menimbulkan iridosiklitis disertai

sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder. Komplikasi lain adalah

paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic. 2,4,5

3. Mata

a. Palpebra

HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya

pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak,

yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien

16
akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema

dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain.

Gambar : Ruam pada infeksi Herpes Zoster

b. Konjungtiva

Konjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO.

Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan

kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu.

Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari.

17
c. Sklera

Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa

menetap selama beberapa bulan.

d. Kornea

Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada

kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya

sesuai dengan kekebalan tubuh pasien. Komplikasi pada kornea bisa

berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah

nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat

erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.7

Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan

biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan

uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali

kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada

HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok

dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak

sudah sembuh.7

Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel.

Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini

mengandung virus. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut

dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma

18
kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan

astigmatisme.

Gambar : Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein.

Gambar : Defek epitel dan infeksi sekunder varicella-zoster virus.

19
e. Traktus uvea

Sering juga terjadi uveitis sebagai komplikasi, akibatnya, sering

menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit

ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.

f. Retina

Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan

perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis

optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer.

II.2.9. Diagnosis banding

Tidak sulit mendiagnosis herpes zoster oftalmikus, karena bentuk khas yaitu

perjalanan pada nervus trigeminus. Namun bisa juga dibandingkan dengan beberapa

penyakit. Diagnosis banding herpes zoster oftalmikus antara lain bell’s palsy, luka

bakar, episkliritis, erosi kornea persisten pada herpes simpleks.2

II.2.10. Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari adanya riwayat menderita

cacar air, manifestasi nyeri dan gambaran ruam kulit seperti vesikel dengan

karakteristik distribusi sesuai dermatom. Jika gambaran lesi kulit tidak begitu jelas

maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium. Tekhnik polymerase chain

reaction (PCR) adalah tekhnik pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena

dapat mendeteksi varicella-zoster virus DNA yang terdapat dalam cairan vesikel.

20
Kultur virus juga dapat dilakukan namun sensitifitasnya rendah. Pemeriksaan lain

yaitu direct immunofluorescence assay.7

II.2.11. Penatalaksanaan

Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,

kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika tidak diobati

dengan adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang

kronik, nyeri yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam

pengelihatan.7,8

1. Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang

akut.2,9 Yang termasuk antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini

signifikan untuk menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan

pembentukan vesikel, mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis

dan mengurangi neuralgia pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam onset

ruam. Yang sering digunakan adalah asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari

diikuti 2-3 minggu kemudian.6,7,8 Jika kondisi pasien berat dianjurkan dirawat

dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam selama 8-10 hari.

2. Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotic. Terapi

local untuk lesi pada mata seperti keratitis, iridosiklitis, dan skleritis dapat

digunakan steroid topical dan siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder

dapat digunakan antibiotic tetes atau salep.

21
3. Pemberian kortikosteroid diberikan sebagai pencegahan komplikasi-

komplikasi di mata. Pada semua jenis herpes zoster diberikan kortikosteroid

sistemik untuk mengurangi neuralgia, juga neuralgia post herpetikum. Obat

yang sering digunakan adalah prednisone dengan dosis 20-60 mg per hari

dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3 minggu dan dilakukan tapering off bila

gejala berkurang terutama pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun.2,5

4. Analgesik seperti asetaminopen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID

untuk mengontrol rasa nyeri. Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang

direkomendasikan di antaranya Gabapentin dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg

sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3

hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari.

5. Artificial tears untuk lubrikasi kornea dan konjungtiva terutama pada

neurotrodik keratopati dan defek epithelial persisten. Pada pasien dengan

sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan tindakan keratoplasti.2,5

II.2.12. Komplikasi

1. Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh

Gordon dan Tucker, demikian juga encephalitis dan hemiplegi walaupun

jarang ditemukan tetapi pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena

penjalaran virus ke otak.

2. Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang

ada hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya

22
disertai dengan penurunan sensibilitas kornea dan kadang-kadang oedema

kornea yang ringan. Dapat juga timbul vesikel-vesikel di conjunctiva tetapi

jarang terjadi ulserasi. Pernah dilaporkan adanya kanaliculitis yang ada

hubungannya dengan zoster.

3. Kornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak

khas dengan batas yang tidak tegas , tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat

menyerupai herpes simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis

profunda yang bersifat khronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah

kelainan kulit sembuh. Akibat kekeruhan comea yang terjadi maka visus akan

menurun.

4. Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena

kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan

cabang dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze

dan cornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis

ataupun berdiri sendiri. Iritis biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat,

pada yang berat kadang-kadang disertai dengan hypopion atau secundair

glaucoma. Akibat dari iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang

biasanya sektoral. Pada beberapa kasus dapat disertai massive iris atropi

dengan kerusakan sphincter pupillae.

5. Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya

merupakan lanjutan dari iridocyclitis. Pada sclera akan terlihat nodulus

dengan injeksi lokal yang dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya

23
laesi di kulit. Nodulusnya bersifat khronis, dapat bertahan beberapa bulan,

bila sembuh akan meninggalkan sikatrik dengan hyperpigmentasi. Skleritis ini

dapat kambuh lagi.

6. Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV

dapat sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi

totalis dua bulan setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari

otot-otot extra-oculer ini mungkin karena perluasan peradangan dari N

Trigeminus di daerah sinus cavemosus. Timbulnya paralyse biasanya dua

sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari zoster dirasakan, walaupun

ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot yang pazalyse pada

umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan kemudian.

7. Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang

ditemukan. Kelainan tersebut berupa choroiditis dan perdazahan retina, yang

umumnya disebabkan adanya retinal vasculitis.

8. Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat

menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa

skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus

sampai menjadi buta. 3,6,7

II.2.13. Prognosis

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada

tindakan perawatan secara dini. Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa

24
dan anak-anak dengan perawatan secara dini. Prognosis ke arah fungsi vital

diperkirakan ke arah baik dengan pencegahan paralisis motorik dan menghindari

komplikasi ke mata sampai kehilangan penglihatan. Jika tidak diberikan terapi secara

tepat, maka dapat terjadi komplikasi yang bisa mengganggu pengelihatan yang

bersifat irreversibel. Prognosis kosmetikum pada mata penderita tersebut baik karena

bengkak dan merah pada mata dapat hilang. Pada kulit dapat menimbulkan makula

hiperpigmentasi atau sikatrik. Gejala sisa yang mungkin masih ada biasanya berupa

post-herpetik neuralgia, dapat diatasi dengan analgesik.7,8

25
BAB III

PENUTUP

 Herpes zoster ophtalmicus adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus herpes zoster.

 Infeksi herpes zoster memiliki predileksi di ganglion saraf. Kemudian menjalar

sesuai dengan serabut saraf. Pada kasus herpes zoster oftalmikus ganglion yang

diserang adalah ganglion Gasseri.

 Bersifat self limitting disease namun harus diterapi secara tepat untuk mencegah

komplikasi. Biasa menyerang pada segala usia. Faktor yang memperberat

diantaranya adalah immunocompromize, HIV dan anak-anak

 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan oftalmologi

 Tatalaksana meliputi terapi medikamentosa berupa obat antiviral, steroid,

analgesik, dan atibiotik jika terjadi infeksi sekunder.

 Komplikasi tersering adalah kelainan pada kornea yang menyebabkan adanya

kekeruhan dan menurunkan visus. Meski demikian, komplikasi dapat terjadi di

hampir seluruh bagian mata.

 Prognosis umumnya baik apabila penatalaksanaan dilakukan secara cepat dan

tepat.

26
DAFTAR PUSTAKA

1.American Academy of Ophtalmology. External cornea and disease. Section 8.

2005-2006.

2.Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya

Medika. 1995 : 112, 336.

3.Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada penyakit mata.

Diakses darihttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf.

Oktober 2006.

4.Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari www.fpnotebook.com.

January 13, 2008.

5.Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari www.optometry.co.uk.

November 16, 2001.

6.Maria M Diaz. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article. Desember 10, 2009.

7.Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari

http://www.medicinenet.com/herpeseye/. November 2009.

8.Shaikh S. Evaluation and management of herpes zoster. Diakses dari:

www.aafp.org. November 1, 2002.

27

Anda mungkin juga menyukai