Oleh :
Kelompok 2
Latar Belakang
Penyakit Newcastle disease (ND) dan penyakit flu burung atau Avian
Influenza (AI) di Indonesia telah mewabah hampir diseluruh daerah. Kedua
penyakit tersebut dikelompokkan dalam penyakit menular strategis (Kementan
2013) yang dapat mengancam usaha peternakan serta menimbulkan kerugian yang
sangat besar (Sudarisman 2009). Kejadian penyakit bersifat akut sampai kronis dan
menyerang semua jenis unggas. Pada penyakit ND ayam merupakan unggas paling
peka dibandingkan dengan unggas jenis lainnya (Abdelrahman et al. 2013).
Sedangkan penyakit AI dapat menyerang unggas maupun mamalia termasuk
manusia (Boyce et al. 2008) sehingga disebut sebagai zoonsis.
Penyakit ND disebabkan oleh Avian Paramyxovirus type-1 (APMV), genus
Avulavirus famili Paramyxoviridae, merupakan virus RNA dengan genom serat
tunggal (single stranded) dan polaritas negatif. Famili Paramyxoviridae berbentuk
pleomorfik, biasanya berbentuk bulat dengan diameter 100-500 nm, namun adapula
yang berbentuk filamen dan beramplop. Terdapat sembilan serotype dari avian
Paramyxovirus yaitu APMV-1 sampai APMV-9 (OIE 2002). Berdasarkan tingkat
virulensinya, virus ND dikelompokkan menjadi tiga patotype yaitu; lentogenik
adalah strain virus yang virulensinya kurang, mesogenik adalah strain virus dengan
virulensinya sedang, dan velogenik adalah strain virus ganas. Strain velogenik
dibagi menjadi dua bentuk, bentuk neurotrofik dengan gangguan saraf dan kelainan
pada sistem pernafasan, dan bentuk vicerotrofik yang ditandai dengan kelainan
pada sistem pencernaan (Aldous dan Alexander 2001). Penyebaran virus ini dapat
terjadi secara kontak langsung dari unggas terinfeksi ke unggas sehat lainnya dan
melalui feses yang dieskresikan oleh unggas yang terinfeksi (Kencana et al. 2012).
Gejala klinis non-spesifik yang ditunjukkan oleh ND meliputi; depresi, bulu
rontok, sulit bernafas dengan mulut terbuka, hipertermia, anoreksia, lesu dan
hipotermia sebelum kematian (Cortney et al. 2013). Kerugian akibat penyakit ND
disebabkan karena angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian
(mortalitas) pada ternak unggas yang sangat tinggi. Mortalitas maupun morbiditas
dapat mencapai 50-100% akibat infeksi VND strain velogenik terutama pada
kelompok ayam yang peka 50% pada strain mesogenik, dan 30% pada infeksi virus
strain velogenik (Tabbu 2000).Tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada
virus ND mengakibatkan diperlukan konfirmasi uji untuk meneguhkan diagnonis
penyakit ND untuk segera diberikan pengobatan dan pencegahan penyebaran virus
yang dapat merugikan industri peternakan.
Avian influenza (Ai) atau flu burung disebabkan oleh virus tipe A, subtipe
H5N1 yang dapat menyebabkan penyakit penyakit influenza pada hewan piaraan
seperti unggas dan mamalia termasuk manusia. Berdasarkan tingkat infeksi virus
AI dapat dikelompokkan atas dua infeksi, yaitu highly pathogenic avian influenza
(HPAI) dan low pathogeniv avian influenza (LPAI). Highly pahogenic avian
infuenza merupakan infeksi yang sangat patogen yang dapat menyebabkan angka
kematian sampai 100%. Unggas yang terinfeksi HPAI biasanya akan mati secara
mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis. Gejala yang sering terlihat yaitu
depresi, lemah dan koma. Gejala depresi dapat ditandai dengan bulu kasar, nafsu
makan menurun, diare, gerakan lambat, dan produksi telur menurun. Infeksi HPAI
umumnya disebabkan oleh AI sub tipe H5 dan H7 (Tabbu 2000). Sedangkan pada
infeksi LPAI dicirikan dengan infeksi yang ringan. Kasus yang disertai dengan
kontaminasi oleh agen infeksi patogen yang lain dapat menyebabkan LPAi berubah
patogenitasnya dan tingkat mortalitasnya semakin tinggi (Akoso 2006).
Penyakit ND dan Ai dapat menginfeksi unggas secara bersamaan.
Pemunculam kasus ND dan Ai tidak dapat diduga bahkan sangat sulit dibedakan
karena mempunyai gejala klinis yang sangat mirip. Kedua penyakit tersebut juga
bersifat endemik di Indonesia. Kedua penyakit ini dapat dicegah dengan biosecurity
dan vaksinasi. Deteksi infeksi AI dan ND dapat menggunakan RT-PCR yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas pengujian.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza
Newcastle Disease
Alat dan bahan yang digunakan termasuk 5 ekor ayam, 5 swab steril, 5
minitube berisi broth agar, orbital shaker, Processing plate, Viral Lysis/Binding
Solution, Bead Resuspension Mix, Wash Solution 1, Wash Solution 2, Elution
Buffer, magnetic stand, Plat optik 96 sumuran pada mesin Applied Biosystems 7500
Real Time PCR System. Peralatan yang dipergunakan antara lain mikropipet,
mikrotips, plat mikrotitrasi 96 sumuran berdasar V, spuit 1 cc, spuit 10 cc, sentrifus,
vortex, Biosafety cabinet (BCC) (Esco), refrigerator, freezer dan inkubator.
Processing plate diangkat dari magnetic stand dan 100µL Wash Solution 1
(ditambah isopropanol) ditambah ke setiap sumur sampel kemudian diletakkan
pada orbital shaker untuk 30 detik. Processing plate dikembalikan ke magnetic
stand untuk 1 menit atau sehingga cairan menjadi bening. Processing plate diangkat
dari magnetic stand dan supernatan yang tinggal diaspirasi menggunakan pipette.
Proses pencucian ini diulangi dengan 100µL Wash Solution 2 (ditambah ethanol)
selama 2 kali. Semua supernatan dipastikan dikeluarkan dengan pipette ujung tipis
untuk mendapat hasil RNA yang murni. Processing Plate dipindah ke orbital
shaker selama 2 menit untuk mengevaporasikan sisa alkohol dari Wash Solution 2.
Setiap sumur sampel ditambahkan 50µL Elution Buffer kemudian ke shaker selama
3 menit. Processing plate dipindah ke magnetic stand untuk menarik RNA Binding
Beads selama 1 menit atau sehingga cairan menjadi bening. RNA murni sekarang
adalah supernatan. Supernatan dipindah ke dalam wadah yang bebas-nuclease.
1. Target APMV-1
Master mix PCR dibuat dengan mencampur bahan sebagai berikut: buffer 5
μl, primer forward (10 μM) 0,50 μl, primer reverse (10 μM) 0,50 μl, enzim mix
1,00 μl, probe (5 μM), dan deuxynuclease triphosphate 1,25 μl, RNAse inhibitor
13u. RNA yang berasal dari pooling beberapa sampel diamplifikasi dengan rRT-
PCR untuk penafisan keberadaan virus ND. Primer yang digunakan adalah sebagai
berikut: Matrix forward (M+4100): 5’- AGT GAT GTG CTC GGA CCT TC-3’
dan matrix reverse (M-4220) 5’ CCT GAG GAG AGG CAT TTG CTA-3’. Probe
yang digunakan adalah M+4169 5’ FAM TTC TCT AGC AGT GGG ACA GCC
TGC [TAMRA]-3 (CVL 2007).
Berdasarkan tabel diatas, semua sampel kelompok praktikum pagi dan siang
memiliki hasil negatif yang menunjukkan tidak ada cemaran virus AI dalam
sampel. Sedangkan kontrol positif tetap menunjukkan hasil positif terhadap matrix.
Pemeriksaan sampel diuji dengan metode RT-PCR menggunakan primer yang
spesifik terhadap gen Matriks (M), H5 dan N1. Amplifikasi gen M menggunakan
primer yang telah direkomendasikan.
Amplifikasi RT-PCR akan berjalan sukses tergantung pada desain primer yang
spesifik. Suatu set primer tunggal telah dikembangkan oleh Phipps et al. (2004) untuk
memperoleh amplikon PCR dari virus influenza tipe A. Desain primer yang spesifik untuk
identifikasi subtipe virus AI berdasarkan pada sekuen gen HA yang konsisten diperoleh
dengan menggunakan informasi sekuen asam amino dari gen HA dengan variasi antara 20-
74% untuk subtipe yang berbeda dan variasi hanya 0-9% untuk subtipe yang sama.
Metode molekuler seperti RT-PCR mempunyai banyak kelebihan dalam
mendeteksi virus AI di antaranya adalah mempunyai sensitivitas yang tinggi yang
serupa dengan isolasi virus, memiliki spesifisitas yang tinggi, dapat dikerjakan
dalam jumlah yang besar, dapat digunakan untuk berbagai tipe sampel,
meminimalkan kontak dengan agen infeksius sebab virus inaktif selama proses RT-
PCR dan dengan harga yang cukup realistis (Atmar et al. 1996; Cattoli et al. 2004;
Pregliasco et al. 1998; Spackman et al. 2002).
Berikut merupakan hasil pemeriksaan virus Newcastle Disease dengan
metode RT-PCR :
P1 ND Undet
P2 ND Undet
P3 ND Undet
P4 ND 39,8297
P5 ND Undet
P6 ND Undet
S1 ND Undet
S2 ND Undet
S3 ND Undet
S4 ND Undet
S5 ND Undet
S6 ND Undet
K- pagi ND Undet
K+ ND ND 32,6401
K- sore ND Undet
K+AI ND Undet
KESIMPULAN