Materi Seminar Kelainan Bawaan PDF
Materi Seminar Kelainan Bawaan PDF
Indonesia
21 Maret 2017
Sindrom
Down
Sejak dalam
kandungan,
Kelainan Kelainan
kongenital = struktur
malformasi/ atau Saat lahir,
atau
anomali fungsional
kongenital yang terjadi:
Setelah
lahir
Jenis Gangguan Morfologi
Lingkungan
• Obat-obatan, alkohol,
merokok
• Penyakit ibu: DM,
Infeksi
Genetik • Nutrisi: asam folat
• Defek
Kromosom Genetik dan
• Cacat Gen Lingkungan -
Multifaktorial
Kelainan
Tidak Bawaan
Diketahui
Kelainan Bawaan Diduga bila didapatkan:
Kecenderungan perdarahan
Penyakit metabolik (regressi motorik dan/ atau perilaku, bau badan tidak biasa,
penyakit berat yang tidak diketahui sebabnya).
Kelainan Kromosom
Sindrom Down
Trisomi 21
Turner syndrome
Cacat Gen
Dominan Ressesif
Akondroplasia Thalassemia
Sindrom Crouzon, Hiperplasia Adrenal
Apert Kongenital
Osteogenesis Imperfekta
Terkait Kromosom X:
Kelumpuhan Otot
Duchenne/ Becker
Hemofilia
Akondroplasia Sindrom Crouzon Hiperplasia Adrenal Kongenital
Jumlah Pasien
Jumlah Pasien
53
45
34
20 23
16
6 6 10
1 1 2 2 1 1 3 5 1 3
0
10
80
20
30
40
50
60
70
90
Aceh
Sumatra Utara
Sumatra Barat
Sumatra Selatan
Jambi
Lampung
Riau
Banten
Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI. Yogyakarta
Bali
Sulawesi Selatan
Jumlah Pasien
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
Osteogenesis Imperfekta - FOSTEO
Jumlah Pasien
Multifaktorial
Jumlah Kasus HK
143
104 109
93
48 48 46
36
25
5 12 9 8
1 2 1 1 1 1 1
Lingkungan
• Makan sehat, dan menjaga berat badan ideal: Variasi buah-buahan dan sayur, vitamin
dan mineral: asam folat cukup
• Hindari bahan berbahaya: alkohol, merokok
Ibu hamil:
Imunisasi
• Rubella
Skrining neonatal:
HK, HAK, gangguan
pendengaran, defek jantung
3
KEMATIAN BALITA (Grafik Garis)
Persentase Kematian karena KELAINAN BAWAAN (grafik batang)
Berdasarkan Regional WHO dan Income Negara
180.0 35.0%
160.0
30.0%
140.0
5 mortality rate (per 1,000 births)
100.0 20.0%
80.0 15.0%
60.0
10.0%
40.0
5.0%
20.0
Under-5
0.0 0.0%
Legend
Countries income: H= High, UM=Upper-Middle, LM=Lower-Middle , L=Low
WHO Regions: AFR=Africa, AM= Americas, EM=Eastern Mediterranean, EUR=Europe, SEA=South East Asia; WP=Western Pacific
90.0 60%
5 mortality rate (per 1,000 births)
60.0 40%
50.0
30%
40.0
30.0 20%
Under-5
20.0
10%
10.0
0.0 0%
Source:
World Health Statistics 2011 http://www.who.int/whosis/whostat/2011/en/index.html
SEARO , Bangkok March 2012 - Strategies for preventing birth defects Mastroiacovo – Botto | 5
5
AKN/AKB
=57%
AKN/AKB
=56% AKN/AKB
=59%
SDKI
2013 (26 prov): KN/KB = 78%, kematian periode neonatal akibat kel bawaan 10%
Sumut KN/KB = 73%, kematian periode neonatal akibat kel bawaan 1%
Penyebab Kelainan Bawaan
5.1% malaria
6.1%
Tahun 2007
18.2% gangguan gizi
lain-lain
Penyebab Kematian Neonatus
Riskesdas, 2007
18,1%
Riskesdas 2007: Birth defect 5,7% dari total kematian Bayi, 4,8%
dari total kematian Balita
2. KEBIJAKAN
Prevention and control of
birth defects in SEAR
11
Penyebab dan Faktor Risiko Kelainan Bawaan
Sekitar 50% kelainan bawaan tidak diketahui penyebabnya, namun ada sejumlah penyebab dan faktor risiko
yang diketahui yaitu:
1. Faktor sosioekonomi:
kemiskinan merupakan faktor risiko yang penting. Sekitar 94% kelainan bawaan berat terjadi di negara
berkembang dengan prevalensi malnutrisi yang cukup tinggi dan paparan terhadap zat/faktor yang menambah
risiko terjadinya gangguan pertumbuhan janin, terutama infeksi dan alkohol. Usia ibu hamil yang terlalu tua
juga dapat meningkatkan risiko gangguan kromosom, seperti sindrom Down;
2. Faktor genetik:
perkawinan antar-saudara (konsanguinitas) meningkatkan prevalensi kelainan bawaan yang jarang dan
meningkatkan hampir dua kali risiko kematian pada neonatal dan anak, gangguan intelektual, disabilitas dan
kelainan bawaan berat pada perkawinan dengan sepupu;
3. Infeksi: sifilis dan rubella merupakan penyebab penting kelainan bawaan di negara berkembang;
4. Status gizi ibu:
defisiensi iodium dan asam folat (meningkatkan risiko NTD), obesitas, atau diabetes mellitus berhubungan
dengan beberapa kelainan bawaan;
5. Faktor lingkungan:
paparan ibu hamil terhadap pestisida, obat, alkohol, tembakau dan bahan psikoaktif lainnya, zat kimia
tertentu, vitamin A dosis tinggi pada kehamilan muda, bekerja/tinggal di daerah pembuangan
sampah, tambang atau di daerah dengan dosis tinggi radiasi akan meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan
kelainan bawaan.
PROGRAM PENCEGAHAN KELAINAN BAWAAN
1. Pemberian Tablet Fumarat Ferosus + Asam Folat bagi remaja putri (20%
dari sasaran tahun 2017) dan minimal 90 tablet Fe bagi ibu hamil
2. Imunisasi Rubella bagi bayi usia 9 bulan sd anak 15 tahun. Dimulai pada
September 2017 dilakukan bagi sasaran di pulau Jawa dan tahun 2018 pada
sasaran di luar pulau Jawa.
3. Mempromosikan aktifitas fisik mulai dari balita, anak usia
sekolah, remaja, dewasa termasuk senam ibu hamil dan lansia
4. Mempromosikan makan ikan, buah dan sayur
5. Meminum obat atas indikasi dan saran dokter
6. Teliti dalam mengkonsumsi makanan
7. Mencegah pencemaran lingkungan, baik dalam rumah tangga maupun
penceraran akibat aktifitas produksi pabrik, pertambangan dan pertanian
8. Melakukan pemeriksaan kesehatan minimal 6 bulan sekali. Antenatal
care pada ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan.
9. Mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah
Surveilans Kelainan Bawaan Berbasis RS di 28 RS
Sentinel
RSUD dr.
Zainoel Abidin
RS Kandou
RSUD Kota
RS Mohammad
Balikpapan
Hosein
RS U RSUD
Pariaman Jayapura
RSUD
3. RSUPN Dr. Cipto M Undata
4.RSAB Harapan kita
5.RS Hermina Jatinegara
6.RSIA Budi Kemuliaan
2. RSUP Dr. M. 7.RS Bunda Menteng 13. RSUP Dr
Djamil Wahidin S
RSUD Kab
RSUD dr. Brebes
Adjidarmo RSUP dr.
Kariadi RSUP Sanglah
8.RSUP Dr. Hasan
Sadikin RS Prov
NTB
9. RSUP Dr. RSUD dr.
RSUD Kulon Progo Sardjito 11. RSU Dr. Saiful RSUD Patut
Sutomo Anwar Patuh Patju
Tujuan Surveilans Kelainan Bawaan
Tujuan umum : menyediakan data dan informasi kejadian kelainan
bawaan sebagai masukan dalam pengendalian dan penanggulangan
kelainan bawaan
Tujuan khusus Surveilans Kelainan Bawaan di Indonesia adalah:
1. Mendapatkan data dasar mengenai kejadian kelainan bawaan
2. Mengidentifikasi populasi yang at increased risk terhadap
kelainan bawaan
3. Monitor tren dalam prevalens kelainan bawaan
4. Mengidentifikasi adanya kluster kelainan bawaan di populasi
5. Mengetahui faktor risiko terhadap terjadinya kelainan bawaan
6. Mengestimasi kebutuhan pelayanan terhadap kelainan bawaan
7. Menentukan program atau intervensi yang tepat untuk
menurunkan prevalensi kelainan bawaan dan kematian neonatal
8. Memberikan dasar untuk penelitian epidemiologi dan program
pencegahan
PRIORITAS KELAINAN BAWAAN
PRIORITAS PENCEGAHAN dan PRIORITAS SURVEILANS
TATALAKSANA
1 NTD 1. Spina bifida
2. Anencephaly
3. Meningo/Encephalocele
Meningo/Encephalocele
2 Oro-
Oro-facial clefts 4. Cleft palate
5. Cleft lip
6. Cleft lip and palate
3 Thallasaemia Genital
7. Hypos
Hypospadia
8. Epispadia
4 CRS 9. Congenital Cataract
5 Congenital Syphilis 10. Atreasia ani
6 Club foot Musculo sceletal
11. Talipes equinovarus
12. Omphalocele
13. Gastroschizis
14. Extremitas reduction
7 Congenital Hypothyroid 15. Conjuncted twin
16. Microcephaly
Sebaran Penambang Emas Skala Kecil
di Indonesia
GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT
PENGERTIAN
Suatu tindakan yang sistematis dan terencana
yang dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen bangsa
dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan
berperilaku sehat untuk
meningkatkan kualitas hidup
TUJUAN
Mempraktekkan pola
hidup sehat sehari-
hari
Menyediakan : kurikulum
pendidikan, fasilitas Akademisi Dunia Usaha Organisasi Masyarakat
olahraga, sayur dan
buah, fasilitas
kesehatan, transportasi, K Pemerintah
awasan Tanpa Pusat dan
Rokok, taman untuk Daerah
beraktivitas, Iklan Layanan
Masyarakat, car free
day, dsb
Pelaksanaan Germas Hidup Sehat
Memberlakukan Memeriksa
Kawasan Tanpa kesehatan secara
Rokok rutin
Pendekatan keluarga
Puskesmas
UKBM:
Posyandu, PAUD, UKS, Poskestr
en, Upaya Kes Kerja, Posbindu
PTM, dll
25
PENDEKATAN KELUARGA
CARA KERJA PUSKESMAS YG TDK HANYA MENYELENGGARAKAN
PELAYANAN KESEHATAN DI DLM GEDUNG, MELAINKAN JUGA
KELUAR GEDUNG DG MENGUNJUNGI KELUARGA2 DI WILAYAH
KERJANYA (TDK HANYA MENGANDALKAN UKBM YG ADA)
PENDEKATAN PELAYANAN YG MENGINTEGRASIKAN UKP & UKM
SECARA BERKESINAMBUNGAN
DG TARGET KELUARGA
DIDASARI DATA & INFORMASI DARI PROFIL KES KELUARGA
DG TUJUAN:
1. MENINGKATKAN AKSES KELUARGA THD PELAYANAN KES YG
KOMPREHENSIF
2. MENDUKUNG PENCAPAIAN SPM KAB/KOTA & SPM PROVINSI
3. MENDUKUNG PELAKSANAAN JKN
4. MENDUKUNG TERCAPAINYA PROGRAM INDONESIA SEHAT
26
Indikator Keluarga Sehat
A Program Gizi, Kesehatan Ibu & Anak:
1 Keluarga mengikuti KB
2 Ibu bersalin di faskes
3 Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
4 Bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan
5 Pertumbuhan balita dipantau tiap bulan
B Pengendalian Peny. Menular & Tidak Menular:
6 Penderita TB Paru berobat sesuai standar
7 Penderita hipertensi berobat teratur
8 Gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan
C Perilaku dan kesehatan lingkungan:
9 Tidak ada anggota keluarga yang merokok
10 Keluarga memiliki/memakai air bersih
11 Keluarga memiliki/memkai jamban sehat 27
0.76 Philippines unsuccessful subtalar releases: short term results. Accessed online
Mittal R, Sekhon A, Singh G, Thakral H () The presence of congenital orthopaedic anomalies in a rural
0.9 India
community. International Orthopaedics 17 (1): 11-12
Yamamoto H (1979) A clinical, genetic and epidemiologic study of congenital club foot. Journal of Human
0.87 Japan
Genetics 24 (1): 37-44
AUSTRONESIA
Papua New Culverwell A, Tapping C (2009) Congenital Talipes Equinovarus in Papua New Guinea: a difficult yet
2.7
Guinea potentially manageable situation. International Orthopaedics (SICOT) 33: 521-526
Australia: Carey M, Bower C, Mylvaganam A, Rouse I (2003) Talipes equinovarus in Western Australia. Paediatric
3.49
Aboriginal Perinatal Epidemiology 17 (2): 187-194
INSIDENS CLUBFOOT DI INDONESIA
–
– –
–
“
“ ”
han Surveillance Kelainan Bawaan Kemenkes II (19 RS) Agt 2016 dan pelatihan III (9 RS) Pebruari
sumber dan fasilitator
–
ospital and other healthcare networks
RSUD Dumai (Riau), RSU Balikpapan (Kaltim), RSUD Lombok Barat (NTB), RSUP DOK II Jayapura
(Papua), RSUD Undata (Sulteng), RSUD Brebes( Jateng),
Jateng RSUP Dr. Zaenal Abidin (Aceh), RS. Saiful
Anwar (Malang), RSUD Lebak (Banten) , RSAB Harapan Kita (Jakarta)
Status Terkini
Data hasil penelitian periode 2010-2015 menunjukkan bahwa prosentase kelainan bawaan lahir di RSAB Harapan
dalah 14,38% (1.742/12.110).. Jumlah kelainan bawaan lahir terdiri dari 1.157 kasus bayi lahir dalam (9,55%) dan
kasus bayi rujukan (4,85%).
DATA PERBANDINGAN 15 KBL BAYI LAHIR DALAM RS DAN TOTA
KASUS PADA SURVEILANS KEMENKES SEJAK SEPTEMBER 2013
Jumlah kasus KBL di RSAB Harapan Kita lebih tinggi dibandingkan di RS lain (21,92%).
Jumlah 15 KBL dibandingkan dengan seluruh kasus KBL dalam RS sebesar 13,42%.
Distribusi Jenis KBL
HKWCH Birth Defects Team
Leadership:
Dr. dr. Jo Edy Siswanto Sp.A(K),
Sp.A Chairman
Dr. dr. Lydia Pratanu MS, Executive Secretary
dr.
r. Gatot Abdurrazak, SpOG (vice chairman)
dr. Alexandra, SpBA (BDs program services)
drg. Syafrudin Hak, SpBM(K),
SpBM MPH, PhD (Dev/research)
Pemajanan/paparan Limbah B3 di
Lingkungan
SSPLT /SKPLT
NO SEKTOR
Tahun 2016
1 PEM 13
2 MAJA 5
3 NON INSTITUSI 1
26%
Sludge Oil
0%
COCS
72%
Save the
Children
Lebong Jambi-
Jambi-Bengkulu, Halmahera Utara, Bombana, Nusa Tenggara
Barat, Banyuwangi, Pongkor, Kalimantan Selatan (Pegunungan
Meratus), Papua
Contoh
Upaya Pemutusan Mata Rantai Peredaran
Merkuri dan Batu Cinnabar
Hasil survey lapangan di Kab. Sukabumi
Pengukuran konsentrasi merkuri di udara menggunakan alat portabel
Jerome J405. Hasil rata-rata: 102,07 µg/m3
Pengukuran kandungan merkuri di tanah menggunakan alat XRF. Hasil
rata-rata: 1.827,64 ppm
Hasil pengukuran kadar merkuri dalam tubuh pelaku pengolahan
batu cinnabar di Kab. Sukabumi
Kadar Merkuri
Sampel
Rambut (mg/l) Kuku (ppm)
Sampel 1 9,57 2,657
Sampel 2 9,31 1,765
Sampel 3 0,70 2,062
Sampel 4 56,18 16,302
Sampel 5 13,39
Sampel 6 4,18
Rata-rata 15,55 5,70
Baku mutu (IPCS) 1 – 2 mikrogram/l
Baku mutu (WHO) 1 – 2 mg/kg
PROGRAM PRIORITAS NASIONAL
TAHUN 2017
“Penghapusan Penggunaan Merkuri untuk Pengolahan
Emas Skala Kecil (Zero Merkuri)”
Pembangunan fasilitas pengolahan emas non merkuri di
3 lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)
Penghapusan B3 yang dilarang
dipergunakan (PCBs)
Gambar 2. Distribusi
Gambar 1. Distribusi
1033 industri yang
3015 sampel yang
dilakukan inventory
disampling
Kajian Kelayakan Adopsi Mobile Technology
Pemusnahan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) di
Indonesia
1
AGENDA
I. Pendahuluan
II. Keamanan Obat dan Pangan
III. Penutup
2
BAB 1 : Pendahuluan
Definisi
Obat: Bahan atau paduan bahan termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi dan menyelidiki Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi,untuk manusia (UU No 36 th 2009 ttg Kesehatan), Obat
berdasarkan UU Kesehatan mencakup juga kosmetika
Pangan: segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman
Keamanan Pangan: kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
( UU N0 18 th 2012 ttg Pangan)
3
Bahan kimia adalah semua materi berupa unsur, senyawa tunggal (substance),
campuran (mixture) dan atau sediaan (preparation) yang berasal dari sumber
daya alam atau proses produksi yang berwujud padat, cair atau gas, tidak
termasuk bahan radioaktif, residu bahan kimia, intermediet yang tidak
diisolasi serta bahan kimia dalam organisme hidup yang tidak diisolasi
sudah diubah menjadi, semua materi berupa unsur, senyawa tunggal ,
dan/atau campuran campuran yang berwujud padat, cair atau gas
Sistem Harmonisasi Global tentang Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia
(Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals)
adalah sistem global yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk menstandarisasi kriteria dan mengharmonisasikan
sistem klasifikasi bahaya bahan kimia serta mengkomunikasikan informasi
tersebut pada label dan Lembar Data Keselamatan
Bahan berbahaya: zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat merugikan kesehatan dan lingkungan secara
langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun, karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, iritasi dan sensitisasi (PerMenKes Nomor :
472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Kimia Berbahaya Bagi
Kesehatan)
Produk berbahaya: produk yang berpotensi menimbulkan bahaya (mis Produk
PKRT) tentative 4
Oxidizers Flammables Explosives
Organic Peroxides Self Reactives Self Reactives
(Type B, C&D, E&F) (Type B, C&D, E&F) (Type A, B)
Pyrophorics Organic Peroxides
Self-Heating (Type A, B)
Emits Flammable Gas
G
H
S
Acute Toxicity (Severe) Corrosives Gases under
pressure pic
to
gram
IMPOR EKSPOR
PENYIMPANAN
PRODUKSI TRANSPORTASI
PEMUSNAHAN PENGGUNAAN
6
KETERANGAN
IPCS : International Programme for Chemical Safety
kerja sama dari berbagai badan dunia spt UNEP, UNITAR,
ILO dll
Daur hidup bahan kimia: mulai dibuat digunakan
dimusnahkan atau di daur ulang
Di tangani oleh berbagai sektor sesuai dengan posisi
bahan kimia tersebut
Di Internasional penanganan bahan kimia
dikelompokkan berdasarkan jenis bahan kimianya dan
dituangkan dalam konvensi dan Indonesia menjadi salah
satu parties (penanda tangan)
Misalkan : konvensi Stockholm senyawa POPs,
konvensi Minamata senyawa merkuri, konvensi
Rotterdam perdagangan bahan kimia dll 7
KETERKAITAN KEAMANAN BAHAN KIMIA
(CHEMICAL SAFETY)
SAFETY) DGN ASPEK LAIN
Misuse bk terlarang dlm pangan
Penggunaan BTP berlebi
Risk assessment migrasi zat
kontak pangan dr kemasan pangan ADI
Residu pestisida TDI
RASFF FOOD Konsep Gizi
SAFETY
3
Kontaminasi bahan kimia
pestisida dan
ke dalam rantai pangan,
AGRICULTURE residu pestisida
antara lain senyawa
dalam pangan
kimia POPs, logam berat
SKEMA PROSES Pengkajian DAN
PENGELOLAAN RISIKO BAHAN KIMIA
IDENTIFIKASI
BAHAYA
KARAKTERISASI
Pengkajian RISIKO RISIKO
KLASIFIKASI
RISIKO
ANALISIS RISIKO
PENGELOLAAN RISIKO
PENGURANGAN
RISIKO
PEMANTAUAN
RISIKO
9
Kajian risiko didefinisikan sbg proses yang terdiri dari 4 elemen :
.. Identifikasi bahaya (Hazard identification)
.. Karakterisasi bahaya (Hazard characterisation)
.. Kajian paparan (Exposure assessment)
.. Karakterisasi risiko (Risk characterisation)
Identifikasi bahaya dan karakterisasi bahaya dimulai dari
identifikasi suatu senyawa kimia yg menyebabkan efek
merugikan thd kesehatan dan penterjemahan keparahannya
(dosis-respons) dan mekanisme biologi thd efek tersebut.
Komponen karakerisasi bahaya td studi toksikologi dan
perbedaan efek terhadap kesehatan juga profil menyeluruh dari
bahan termasuk kemungkinan produk degradasinya. Sepanjang
manusia tidak terpapar, baik melalui pangan, udara atau
sumber lainnya risiko tidak akan muncul.
Karakterisasi risiko menggabungkan informasi bahaya
terhadap kesehatan (misalnya toksisitas bahan) yang berasal
dari publikasi ilmiah dan paparannya
Kajian paparan tidak dapat didefinisikan dengan baik tanpa
Inhalasi (terhirup)
Kontak kulit (topikal)
Absorpsi melalui mulut/ saluran
pencernaan (tertelan)
Catatan :
Tingkat bahaya relatif pd konsentrasi dan waktu ttt :
INHALASI > TERTELAN > TOPIKAL
Ko/w besar : penetrasi ke dlm tubuh lbh mudah (Mis.
pestisida organoklorin - DDT dan eldrin)
INHALASI mrpk rute paparan utama di tempat kerja
11
Air, tanah dan udara
Manusia
Bahan berbahaya Tumbuhan dan hewan
Kontak langsung
12
KLASIFIKASI POTENSI PAPARAN BAHAN KIMIA
Bahaya utama
Kecelakaan
Lepas kendali dlm skala kecil
obat
kosmetika
Disengaja
bahan tambahan pangan
pestisida
Dapat diantisipasi di tempat kerja
langsung konsumer
lingkungan
Tidak disengaja
13
Estimasi paparan
Kondisi penggunaan
Konsentrasi atau dosis
Konsentrasi yg scr
toksikologik tdk
menimbulkan efek R = Risk (Risiko)
merugikan kesehatan H = Hazard (bahaya_
E = Exposure (paparan)
(ADI atau TDI)
14 14
KURVA HUB DOSIS-RESPONS
LOAEL
LD50 Dose
NOAEL : Dosis tertinggi yg tdk menimbulkan efek merugikan kesehatan secara signifikan yg
teramati pd populasi
LOAEL : Dosis terendah yg menimbulkan efek merugikan kesehatan secara signifikan yg
teramati pd populasi
15
Paradigma Paracelsuss the dose makes the poison
HUBUNGAN DOSIS-RESPONS (2)
Kuantifikasi hub. atr dosis/ paparan BK dgn besarnya
efek/ respons
Data diperoleh dari studi eksperimen di lab, studi
eksperimen di lapangan atau studi epidemiologi pd
manusia/ ekosistem
Dapat menentukan nilai LD50 senyawa kimia
Digunakan untuk menetapkan besarnya NOAEL dan asupan
harian yg dapat diterima (ADI) atau TLV dgn cara
ekstrapolasi
Umumnya berbentuk sigmoidal
Efek toksik yg berbeda dari suatu BK menghasilkan hub.
atr dosis dan respons yg berbeda (Mis. paparan jangka
pendek benzen pd konsentrasi tinggi dpt menimbulkan
efek mematikan (efek akut) dan paparan jangka panjang
pd dosis relatif rendah dapt menginduksi terjadinya
16
kanker (efek kronik)
Dasar pelaksanaan kajian paparan:
Pertama adalah didasarkan pada berapa banyak zat yang dikonsumsi
orang setiap hari selama masa hidupnya
Kedua, berdasarkan studi sientifik yang dapat menunjukan berapa
banyak zat yang dimakan tiap hari adalah dalam jumlah yang aman
Jawaban dari kedua pertanyaan diatas dapat diketahui dari perhitungan
menggunakan paparan harian terestimasi- estimated daily intake (EDI)
dan asupan harian yang dapat diterima - acceptable daily intakes
(ADI)/asupan harian yang dapat ditoleransi - tolerable daily intake (TDI)
Kajian paparan didefinisikan oleh WHO sebagai evaluasi kualitatif
dan/atau kuantitatif yang diasup (dikonsumsi) berupa bahan biologis,
kimiawi atau fisik melalui pangan atau dari paparan lainnya dari sumber
yang relevan - the qualitative and/or quantitative evaluation of the
likely intake of biological, chemical and physical agents via food as
well as exposures from other sources if relevant. (WHO, 1997
Codex 2003)
Risiko bahan kimia yang menimbulkan efek merugikan terhad ap
kesehatan ditetapkan dengan 2 hal yaitu toksisitas dan paparan,
sehingga kajian paparan sering dinyatakan sebagai estimasi kuantitaf
paparan, bersama2 dengan evaluasi kualitatif dari kejadian
supporting. Seringnya atau praktis tidak mungkin mengukur paparan
secara langsung , sehingga estimasi kuantitatif bisanya didasarkan
pada model yang diprediksi
SENYAWA YANG PERLU DIPERHATIKAN
(yang ada dlm kehidupan sehari2)
Migration
< 0.05 mg/kg (minimum dossier) :
3 Mutagenicity studies in vitro (test for gene mutations in bacteria; test for
induction of gene mutation in mammalian cells; test for induction of
chromosomal aberrations in mammalian cells)
0.05< Migration < 5 mg/kg (intermediate dossier) :
3 Mutagenicity studies in vitro (as above) : 90-day oral toxicity studies (in 2
species) : Data to demonstrate the absence of potential for accumulation in
man
5 < Migration < 60 mg/kg (full dossier)
3 Mutagenicity studies in vitro (as above) : 90-day oral toxicity studies (in 2
species)
: Studies on absorption, distribution, metabolism and excretion
: Studies on reproduction (1 species) and developmental toxicity (2 species)
: Studies on long-term toxicity
Polimer sisntetis mempunyai BM tinggi (5000-1jt D), sehingga efek
biologisnya dapat diabaikan (inert), tetapi pada pembuatannya menjadi
artikel ditambahkan aditif yang menimbulkan potensi paparan pada manusia.
Bahan yang bermigrasi dari plastik meliputi monomer dan starting
substances, katalis, solven dan aditif (antioxidants, antistatics, antifogging
agents, slip additives, plasticizers, heat stabilisers, dyes and pigments)
Paparan yang berasal dari migrasi dari kemasan pangan, biasanya sangat
rendah yaitu pada kadar < 10 ppb sampai 60 ppm dalam pangan
Syarat uji toksisitas tergantung pada paparan, hubungan struktur dan
aktifitas dan kadang efek terhadap lingkungan. Salah satu evaluasi
berdasarkan toksisitas, tingkat paparan data toksikologi yang ada adalah spt
Tabel 2. Hanya klas 0-4 dalam tabel diijinkan , menjadi bagian dari ECs so-
called positive list.
LOGAM BERACUN
Logam
Logam
Logam Logam dengan
Logam Esensial
Beracun yang Toksisitas
Beracun yang dengan
Kurang berhubungan
Penting Potensi
Penting dengan Terapi
Beracun
Kromium (Cr)
Arsen (As) Besi (Fe)
Aluminium (Al) Barium (Br)
Timbal (Pb) Seng (Zn) Emas (Au)
Merkuri (Hg) Selenium (Se)
Nikel (Ni)
23
BAHAYA LOGAM BERACUN
Arsen . Kulit . Mengikat sufhidril fungsi Kulit berwarna, kanker kulit, . British antilewisite,
. Paru enzim terganggu gangrene penisilamin, dmsa,
. Ginjal . Mengikat enzim dlm siklus . Sirosis hati, dmps
. Kandung empedu Kreb Karsinogen klas 1
.nekrosis lambung, saluran
pencernaan
Kadmium . Tulang Ion Cd+2 menghambat ensim Menyebabkan tulang lunak Quinamic acid
. Ginjal metabolik lisosom proteinuria dan gagal ginjal, pada
. Hati anak2 menyebabkan
. Plasenta hilangnya mineral tulang
. Paru dan menjadi rapuh, serta
. Otak gagal ginjal parah
. Kulit
. Paru
. Ginjal
. Kandung kemih
Kromium . Saluran . Cr(VI) merusak ginjal, hati dan . Kanker paru . Ca EDTA.
(VI) pencernaan sel darah melalui reaksi . Iritasi saluran pernafasan .BAL. Sediaan
. Hidung, oksidasi . Merusak hati dan ginjal mengandung
tenggorokan, paru . Cr (IV) dan Cr(V) berikatan (kronis) tiosulfat
. Ginjal langsung dengan DNA .Karsinogenik gol 1
. Hati
Merkuri . Paru Mengganggu pembelahan sel Teratogenik, bayi dengan BAL
(Hg), metil . SSP dengan menghambat fungsi saraf tdk normal, retardasi
merkuri . Ginjal enzimatik mental, autis, gangguan
. Hati jalan , pendengaran
24
Logam Organ Sasaran Mekanisme kerja Bahaya Antidotum
beracun
Timbal (Pb) . Gigi . Menghasilkan radikal reaktif yg . Gangguan mental dan - Ca EDTA
.. Tulang merusak DNA kecerdasan pd anak - BAL
. SSP mengganggu ensim yang .Menembus plasenta dan
. Jantung berperan dlm pembuatan gula terdapat dlm asi
. Sistem endokrin . Mengikat sulfhidril . Keracunan timbal
. Sistem imun . Me mimic logam lain .encepalopati timbal
. Ginjal . Mengganggu pelepasan
. Hati glutamat
. Alat reproduksi
.
25
PENGATURAN DI INDONESIA
(SNI Maninan Anak)
Saat ini terdapat SNI 00-0000-2004
Dalam SNI tsb, untuk bahan kimia diatur batas logam berat yaitu
Barium(Ba) 25 10
Telah dilakukan pelarangan penggunaan Aldrin, Furan, Heptaklor dan Heksaklorbenzen dalam produk kosmetik dan
tertuang dalam Peraturan Ka BPOM No HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika.
Dalam Peraturan Ka BPOM HK 03 1 23 07 11 6664 tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan juga
telah dilakukan pelarangan penggunaan Heksaklorbenzen sebagai pelarut tinta printing
Telah diterbitkan peraturan Ka BPOM NoHK.00.06.1.52.4011 ttg Penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan
kimia dalam makanan, menetapkanBatas maksimum Dioksin (2,3,7,8-TCDD) dalam (pg WHO-PCDD/FTEQ/
g lemak)
1. Daging olahan 3
2. Hati olahan 6,1
3. Ikan olahan 3 (pg/g berat basah)
4. Susu olahan, termasuk lemak mentega 3
5. Telur olahan 0,91
6. Minyak dan lemak 1,82
7. Serealia 0,46
III. METODOLOGI KAJIAN PAPARAN
Pemilihan metode untuk melakukan kajian paparan ditentukan
oleh tujuan pelaksanaan, sifat alami bahan kimia dan
sumber data yang tersedia
Ketika mengestimasikan paparan bahan kimia, terdapat 4
petunjuk dasar yang harus diikuti:
Harus ada estimasi untuk mencapai tujuan (the estimate should be
appropriate for the purpose)
Estimasi harus dikaji ketepatannya (the estimate should have an
assessment of accuracy)
Asumsi yang dibuat harus jelas (any underlying assumptions
should be stated clearly and)
Kelompok populasi kritis harus diperhitungkan ketika kelompok
tersebut memeberikan efek yang tidak proporsional terhadap suatu
bahan kimia (critical groups of the population should be taken into
account when these groups are disproportionally affected by the
chemical)