Anda di halaman 1dari 80

CRANIOFASIAL GROWTH AND DEVELOPMENT

DEVELOPMENT OF THE OCCLUSION

Prof. Dr. drg. Muh. Harun Achmad, M.Kes., Sp.KGA-(K)KKA, FSASS


Kompleks craniofacial meliputi
kepala, wajah dan rongga mulut

Terdiri dari 22 tulang

8 tulang kepala / cranial


14 tulang facial

Merupakan dasar anatomi kepala dan wajah dengan


berbagai fungsinya
Pre natal period / dalam Post natal period / luar
kandungan kandungan

Craniofacial Growth dan


Development

Gen berpengaruh terhadap diferensiasi dan


Neural crest, brancial
proliferasi jaringan serta dapat juga mengganggu
arches dan continue
dan interupsi tumbuh kembang dari craniofacial

Tahap ringan sampai lanjut tergantung


pathogenesis
Craniofacial Deformation

Congenital disorders and a genetic factors


Ex : Cleft Palate (Imperfect Morphogenesis)
Ex: Mandibular Deformation, club foot, facies cooley
Ex: Microsoma Hemifasial, Clefty Facial
Complex Craniofacial
Abnormalities
Complex Craniofacial Function
Gangguan nutrisi
Mengunyah
Anak yang mengalami craniofacial abnormalities
biasanya mengalami gangguan intake nutrisi
Menelan
Ex: 25% to 73% pasien dengan cleft lip/palate

Pernapasan Respiratory Disorders

Proteksi otak dan organ Bervariasi dan multifactorial, mengalami


sensori gangguan pernapasan 60% to 100%.

Pendengaran, penglihatan, bicara dan


bahasa, perkembangan neurologi
Impact of complex craniofacial disorders

Growth disorders (gangguan pertumbuhan)

Malnutrisi kronis Pertumbuhan tulang yang lambat stunted


Bukan khawatir karena pendek, tetapi otak yang tidak berkembang
stunted Panjang badan/tinggi badan tidak sesuai dengan anak seumurannya

Respiratory Disorders

Dyspnoe dan apnoe, expecially newborns

Developmental Disorders

Cerebral palsy, Intelectual disability, Speech delay, Neurologic Disorders


Poin Indikator Pertumbuhan Anak

1. Panjang/Tinggi Badan terhadap Umur


(P/U) atau (T/U)

2. Berat Badan terhadap Umur (B/U)

3. Berat Badan terhadap Panjang/Tinggi


Badan (B/P) atau (B/T)

4. Indeks Massa Tubuh (BMI) terhadap


Umur (BMI/U)

5. Lingkar Kepala terhadap Umur (LK/U)


Cara Mengukur Lingkar Kepala

1. Melingkarkan alat pengukur pada kepala bayi/anak melewati dahi, menutup alis mata, diatas
kedua telinga, dan bagian kepala yang paling menonjol, kemudian menarik agak kencang
2. Membaca angka pertemuan dengan angka 0
3. Mencatat hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala menurut umur dan jenis kelamin anak
4. Menginterpretasikan hasil pengukuran lingkar kepala dengan kurva WHO
Faktor penyebab complex craniofacial disorders

Genetik

Mutasi gen atau kromosom

Lingkungan

- Prenatal
Nutrisi, aktivitas growth hormon, tekanan intrauterine, penularan infeksi (ex: torch paling sering),
penyakit kronis
- Postnatal
Nutrisi intake, cerebral infection, cerebral hemorrhage (Def Vit K)
- Natal
Birth asphyxia, birth traumatic
Early Detection and Stimulus
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuh Kembang Anak

Saat lahir:
Anak memiliki 25% dari berat otak
dewasa

0 – 2 tahun otak berkembang


sangat cepat sampai 80% dari berat
otak dewasa Brain

6 tahun otak sudah mencapai 95% Somatik


dari berat otak dewasa
Reproduksi
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuh Kembang Anak
Bagaimana Pencegahan Anak yang Potensi/Sudah Mengalami
Gangguan Craniofacial Complex Abnormalities

Maternal Prevention Infection Prevention

- Nutrition of pregnant women - Personal and oral hygiene


- Merokok, alcohol, stress, obat-obatan - Imunisasi
- Prevention of infections (vaksin)
- Genetic counseling Monitoring Growth, Development
and Behavior
Treatment and Intervention

- Perawatan sesuai manifestasi


- A long term treatment planning Child’s Quality of Life
- Holistic Comprehensif Detect Integration
Consult with Pediatrician, Otorinolarigologi (THT), Opthalmologist, Pediatric Dentist,
Radiology, Pediatric Surgery, Neurosurgery, Medical Rehabilitation, Child Psychiatrist
Genetik, Craniofacial Complex Abnormalities dan Sindroma

Pemahaman terkait genetik dan penyakit dari dasar genetik


meningkat selama 30 tahun terakhir. Para ilmuwan
mempelajari terus menerus mengenai urutan genome pada
manusia.
Perubahan stigma
Tujuan

• Memahami penyakit
• Pemahaman tentang factor risiko individu terhadap penyakitnya
• Mendapatkan perawatan yang lebih presisi
• Menyesuaikan strategi pencegahan dan pengobatan pada individu
tersebut

Penyakit yang pernah dianggap dipengaruhi terutama oleh


factor lingkungan, ternyata sekarang berubah dan diketahui
memiliki factor genetic sebagai factor penyebab terbesar
yang membuat keparahan dari suatu penyakit.
Sindroma

Sekelompok tanda dan gejala yang terjadi dan mencirikan kelainan atau kondisi tertentu. Sindroma
banyak terjadi pada anak dimana manifestasi tersebut mempengaruhi gigi dan mulut. Banyak juga
sindroma melibatkan struktur kraniofasial dan dikaitkan dengan anomali gigi.

Carpenter
Syndrome
Kelainan genetic dengan
Down Syndrome craniosynostosis
Pfeiffer Syndrome

Pierre Robin Mandibulofacial dysostosis karakteristik branchial


Syndrome (Treacher Collins Syndrome, Franceschetti Zwahlen Klein arch and oral acral
Syndrome) disorders

Van der Woude Karakteristik orofacial clefting


Syndrome syndromes
Down Syndrome Craniofacial manifestations:
- Brachycephaly: telinga lebih kecil, microdontia,
- Genetik risiko penyakit periodontal lebih tinggi,
- Gangguan trisomy kromosom 21 pertumbuhan gigi sulung lambat, erupsi gigi
- WHO: 8000 anak dengan DS permanen lambat
Estimasi: 1:3000-5000 kelahiran di dunia - Macroglossia, microstomia
- Glossoptosis => obtruksi jalan napas 30% - 55%
Gangguan secara umum: anak dengan DS
- Hypotonia - Disharmoni oklusi 50% pada anak DS
- Intelectual Disability - Midfacial hypoplasia dan mandibular hypoplasia
- Cardiac anomaly sekitar 40%
Treatment considerations:
- Subacute bacterial endocarditis prophylaxis
- Child’s ability to cooperate
- Good oral hygiene habits and oral management
Pierre Robin Syndrome

- Congenital birth defect in craniofacial


- Prevalensi 1 dari 8500 kelahiran
Craniofacial manifestation:
- Underdevelopment jaw (micrognathia)
- Backward displacement of the tongue
(glossoptosis)
- U shaped cleft palate and teeth problem
- Upper airway obstruction
- Hearing impairment

Treatment consideration:
- Jaw and tooth development
- Monitor child growth and development
- Speech
Treacher Collins Syndrome (TCS)

Mutasi gen pada TCOF1 pada kromosom 5q32q33 yang bertanggung jawab sekitar
63% sampai 93% kasus. Warisan genetic ini bersifat autosomal dominan. TCOF1
mengkodekan protein bernama treacle yang memiliki peran utama dalam biogenesis
ribosom. Mutasi autosomal dominan pada POLR1D terjadi pada 6% kasus.
Gangguan secara umum:
- Normal intelligence
- Conductive deafness
- Congenital heart defect
- Pharyngeal hypoplasia

Craniofacial manifestation: Treatment consideration:


- Molar hypoplasia - Good oral hygiene habits and oral
- Lower eyelid management
- Mandibular hypoplasia - Child’s ability to cooperate
- Malformation of external ear - Feeding difficulty
- Cleft palate - Speech and hearing visual theraphy
- Submucous cleft - Sever micrognathia
Treacher Collins Syndrome (TCS)

Telinga
Kraniofasial

• simetris bilateral pada fisura palpebra  malformasi, mikrotia, anotia


• coloboma kelopak mata bawah  atresia dari saluran pendengaran eksternal
• sebagian atau tidak adanya bulu mata  pendengaran berkurang 40% - 50%
• malar hipoplasia dengan atau tanpa celah
zigomatik Temuan radiografi
• hidung menonjol
• mikrognatia  hipoplasia atau diskontinuitas zygoma
• celah langit  malformasi pada tulang pendengaran
 hipoplastik telinga bagian tengah

Gigi
 agenesis
 enamel opacities
Treacher Collins Syndrome (TCS)

Manifestasi rongga mulut

 Celah langit-langit
 Congenital palatopharyngeal incompetence
(agenesis dari palatum lunak, langit-langit lunak
dan lebih pendek, submucosa langit-langit
pendek dan langit-langit lunak tidak bergerak)
 Macrostomia (unilateral atau bilateral)
 Defisiensi otot elevator pada bibir atas
 Tidak ada atau hypoplastic dari kelenjar ludah Gambar penderita mandibulofacial dysostosis. A-C. Seorang
 Hipoplasia faring (penyebab kematian utama remaja laki-laki. Rambut yang memanjang sampai pipi
lateral, simetris bilateral pada fisura palpebra, malar
pada neonatal) hipoplasia, malformasi telinga dan micrognatia.
D. Ayah dan anak perempuannya yang terkena dampak.
E dan F. Celah tulang zygomatic dan coloboma.
Carpenter
Syndrome

Kondisi dari anomaly carpenter syndrome pertama kali


dideskripsikan pada tahun 1901, tetapi belum
ditetapkan secara tegas. Laporan Temtamy pada tahun
1966 dilaporkan 75 kasus carpenter syndrome.

Etiologi

• Autosomal resesif yang diwariskan


• Homozigot mutasi senyawa heterozigot pada
MEGF8 atau mutasi pada gen RAB23, Guanosine
Triphosphate (GTPase) yang mengatur transportasi
vesicular bertanggung jawab untuk sebagian besar
kasus

Karakteristik craniosynostosis Gambar carpenter syndrome.


A-G, Neonatus dan remaja. Perhatikan bentuk kepala
yang tidak biasa (craniosynostosis); orbital dangkal;
clinodactyly; camptodactyly; syndactyly pada tangan;
preaxial polydactyly dan syndactyly pada kaki.
Carpenter
Syndrome

Pertumbuhan Kraniofasial

• Berat badan yang lebih dari normal • brakisefalus dengan synostosis sagittal, metopic, coronal,
ketika lahi dan sutura lambdoid
• Pertumbuhan postnatal yang lebih lambat • supraorbital yang dangkal
mencapai 25 persen • proptosis
• Biasanya pasien mengalami obesitas • temporal menonjol
• nasal bridge datar
Intelektual • lateral displacement pada inner canthi dengan atau tanpa
lipatan epicantha
• alis melengkung
 Menderita disabilitas intelektual • hipoplastik mandibula atau maksila
 IQ berkisar antara 52 hingga 104. • langit-langit sempit dan sangat melengkung
Carpenter
Syndrome Limbs (tungkai)

• brachydactyly pada tangan dengan clinodactyly,


Mata
syndactyly parsial, camptodactyly
• postaxial polydactyly
• opasitas kornea
• kornea tidak berkembang atau • ibu jari yang melebar
mikrokornea • kelainan bentuk angulasi pada lutut
• preaxial atau polydactyly pada sentral kaki dengan
parsial syndactyly
• middle phalanges pada jari tangan atau kaki hilang atau
pendek
• clubfeet

Telinga

• bentuk telinga yang lebih turun


• • malformasi
bentuk telinga yang
bentuk lebih turun
telinga
• malformasi bentuk telinga
Pfeiffer Syndrome

Pfeiffer syndrome dilaporkan oleh Pfeiffer pada tahun 1964 dan sudah banyak dilaporkan pada saat itu.

Kraniofasial Limbs (tungkai)

• brachycephaly dengan craniosynostosis pada • Phalanges distal yang mengalami deviasi ke arah median
sutura koronal dengan atau tanpa sutura pada ibu jari dan jempol kaki
sagittal • proximal phalanx dari ibu jari dan jempol kaki
• multisutural synostosis mengalami delta phalanx
• ocular hypertelorism • small middle phalanges pada jari-jari
• orbital yang dangkal • parsial syndactyly pada jari tangan kedua dan ketiga; dan
• proptosis jari kaki kedua, ketiga, dan keempat
• hidung kecil dengan batang hidung rendah
• maksila sempit
• langit-langit tinggi

Mata

• terjadi strabismus
Pfeiffer Syndrome

Tipe 1

Tipe 1 mempunyai fenotipe klasik yaitu


craniosynostosis, ibu jari dan jempol kaki lebar,
derajat dari syndactyly bervariasi, kecerdasan
anak mendekati normal/normal. Prognosanya
baik

Tipe 2

Dihubungkan dengan cloverleaf skull, ocular


proptosis yang parah, keterlibatan central
nervous system yang parah, siku
ankilosis/sinostosis, ibu jari dan jempol kaki
lebar.

Tipe 3 Gambar dari penderita Pfeiffer Syndrome.


Bayi berumur 1 bulan dengan brachycephaly, dahi
Mempunyai karakteristik yang sama dengan tipe yang tinggi, ocular hypertelorism, jempol lebar dan
2. Tipe 3 tidak memiliki cloverleaf skull. jari kaki yang lebar dengan syndactyly pada kaki.
Carpenter
Syndrome Kelainan genetic
dengan
Pfeiffer Syndrome craniosynostosis

Pertumbuhan bagian midface terpengaruh diakibatkan oleh fusi dari sutura


basis kranial yang menyebabkan hipoplasia pada maksila

• Maksila menjadi sempit dengan palatum yang dalam dan gigi menjadi
crowding
• Mandibula juga sempit
• Basis kranial menyempit
Van Der Woude Syndrome (Lip Pit – Cleft Lip Syndrome)

Awalnya sindroma ini dilaporkan oleh Van der Woude pada tahun 1954, gangguan ini adalah malformasi multiple
yang paling umum terkait dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit. Prevalensi kasus ini adalah 2%,
diperkirakan kasus ini diantara 1 : 35.000 hingga 1 : 100.000 kelahiran.

Etiologi

Autosomal dominant yang diturunkan. Terjadi mutasi pada interferon regulatory factor 6 (IRF6) pada kromosom
1q32.2 dengan kejadian kasus 72%. Mutasi di IRF6 tidak hanya menyebabkan Van der Woude Syndrome tetapi juga
pop-liteal pterygium syndrome. Gangguan ini terjadi mutasi pada grainy head like 3 (GRHL3) pada kromosom
1p36.11 dengan kejadian kasus 10%.
Van Der Woude Syndrome (Lip Pit – Cleft Lip Syndrome)

Abnormalitas kraniofasial Abnormalitas yang kadang muncul

 Adanya lubang pada bibir bawah (80%)  Oral synechiae


 Hipodonsia  Tongue-palate fusion
 Gigi insisif tengah, lateral, kaninus yang  Jari kaki syndactyly
tidak ada
 Bibir sumbing dengan atau tanpa adanya
celah langit
 Celah langit-langit saja
 Celah langit-langit submucosa
 Celah pada uvula

Operasi pengangkatan fistula pada small accessory salivary glands


atau jaringan parotid direkomendasikan karena agar bisa
menghasilkan mucoid yang lebih baik. Kehilangan gigi permanen
merupakan hal yang umum terjadi. Kecerdasan anak normal.
Gambar penderita Van der Woude Syndrome. Gambaran palatal fistula pada pasien
A dan B. Dua anak yang terkena dampak.
Celah palatum bilateral. Pada rahang, pasien ini mengalami hipoplasia maksila
dan fistula pada rahang atas. Pada pasien Van Der Woude
Syndrome diperlukan palatal ekspansi untuk memperlebar
maksila
Cleft / Celah / Celah Orofacial

Pembukaan abnormal atau celah di struktur anatomi yang biasanya tertutup, misalnya
• Bibir sumbing / celah bibir/ cleft lip
• Celah langit-langit / cleft palate

• Cleft lip merupakan kegagalan sebagian bibir atau secara penuh untuk datang
bersamaan di awal kehidupan janin
• Cleft palate ketika bagian dari atap mulut tidak fusi (bergabung) secara normal
selama perkembangan janin sehingga meninggalkan celah diantara rongga
mulut dan rongga hidung
Cleft palate and Cleft lip
• Kelainan bawaan kondisi kongenital (hadir saat lahir karena salah satu kondisi warisan
atau sesuatu yang terjadi selama kehamilan)
• Gangguan pada embriologi perkembangan midface dan rongga mulut bisa juga dapat
dikaitkan dengan malformasi hidung, mata, dan struktur wajah lainnya juga. Ketika
anomali kongenital lainnya terjadi bersamaan dengan celah bibir dan langit-langit,
biasanya memiliki etiologi genetik dan merupakan bagian dari beberapa sindrom
malformasi
• Bibir sumbing muncul dengan lebih serius dalam masalah kosmetik daripada langit-
langit, tapi celah langit-langit hadir dengan fungsi yang bermasalah serius, terutama
berbicara dan pendengaran. Individu lahir dengan kedua bibir sumbing dan celah
langit-langit beresiko untuk masalah dengan estetika, makan, bicara, resonansi, dan
pendengaran.
Epidemiologi
Cleft dapat terjadi secara terpisah atau dalam kombinasi dengan yang lain kelainan atau
sindrom kongenital. Ada lebih dari 400 sindrom yang terkait dengan celah bibir dan langit-
langit.
1 per 1000 kelahiran

• Prevalensi kelahiran juga sangat bervariasi menurut jenis kelamin


• Laki-laki lebih mungkin dilahirkan dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah
langit-langit daripada wanita dengan rasio kira-kira 2 : 1
• Perempuan lebih mungkin dilahirkan dengan celah palatum daripada laki-laki dengan
perbandingan kira-kira 2 : 1
Etiologi Celah
1. Ibu merokok

Ibu merokok selama kehamilan adalah faktor risiko kuat, dengan bukti yang cukup kuat bahwa
American College of Obstetricians and Gynecologists memasukkannya dalam laporan baru-baru ini
tentang risiko utama tembakau dan paparan nikotin selama kehamilan. Diperkirakan 6,1% dari
orofacial cleft dapat dihindari dengan menghentikan ibu yang merokok selama kehamilan Paparan
pasif juga tampaknya adalah faktor risiko.

2. Konsumsi alkohol

Bukti untuk konsumsi alkohol sebagai faktor risiko adalah kurang konsisten, meskipun
mengkonsumsi dalam jumlah besar dalam waktu singkat (misalnya "pesta minuman keras")
tampaknya meningkatkan risiko.
Etiologi Celah
3. Suplemen vitamin

Suplementasi multivitamin selama periode perikonseptual terlibat sebagai pelindung faktor positif
terhadap orofacial cleft meskipun tidak semua penelitian menemukan efek signifikan.

4. Status social ekonomi

Status sosial ekonomi sebagai faktor risiko sulit untuk dipisahkan dengan efek gabungan antara gizi
ibu dan kesehatan serta status lingkungan yang begitu luas
Etiologi Celah
5. Interaksi gen dan lingkungan

Paparan seperti merokok, alkohol, dan folat, mempengaruhi risiko orofacial cleft menunjuk ke potensi
jalur biologis yang mendasari cara di mana dapat berinteraksi, seperti metabolisme folat, metabolisme
retinoid, reseptor asam retinoat pensinyalan, pensinyalan reseptor aril hidrokarbon, pensinyalan reseptor
glukokortikoid, dan biotransformasi dan transportasi. Jalur biologis ini dapat, pada gilirannya, dipengaruhi
oleh variasi genetik. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk mengeksplorasi hipotesis bahwa varian
genetik di gen yang beroperasi di jalur biologis ini memoderasi efek paparan ibu selama kehamilan.

6. Celah akibat genetik

Orofacial cleft menunjukkan agregasi keluarga yang kuat, yang menunjukkan komponen genetik yang
kuat sebagai etiologi. Namun, cara yang mendasari fungsi gen ini untuk mempengaruhi risiko sebagian
besar masih belum diketahui.
Sindroma yang Berhubungan dengan Cleft

• Van der woude syndrome


• CHARGE syndrome
• Ectrodactyly-ectodermal dysplasia-clefting syndrome
• Oral-facial-digital syndrome type 1
• Stickler syndrome type 1
• Kabuki syndrome
• Pierre-robin syndrome.
Diagnosis Cleft

• Diagnosis dapat dibuat pada periode prenatal atau setelah kelahiran


• Kemampuan untuk mendeteksi celah bibir tergantung pada banyak faktor termasuk
volume cairan ketuban, posisi anak, keparahan sumbing, dan keahlian sonografer.
• Celah dari palatum lebih sulit dideteksi dengan sonografi. Akibatnya, celah langit-langit
jarang diidentifikasi sebelum lahir.
• MRI prenatal telah digunakan untuk menggambarkan celah bibir dan langit-langit,
memberikan peningkatan sensitivitas dan spesifisitas jika dibandingkan dengan
sonografi.
• Celah langit-langit dapat didiagnosis pemeriksaan intraoral yang tepat, meskipun celah
submukosa mungkin sulit untuk didiagnosis pada periode natal.
Perkembangan Embriologi
Perkembangan embriologi Tergantung dari pembentukan saraf sel
wajah dan langit puncak (neural crest)

Jika migrasi puncak saraf sel gagal terjadi atau jika migrasi tertunda, hal ini
dapat mempengaruhi pembentukan struktur wajah dan dapat menyebabkan
celah atau lainnya anomali kraniofasial.
Gambar menunjukkan arah penutupan embriologi
garis sutura. Fusi dimulai pada foramen insisivus
dan kemudian berlanjut ke dalam arah anterior untuk
membentuk alveolus melalui fusi garis sutura
incisive bilateral. Penutupan kemudian mulai
membentuk pangkal hidung anterior dan terakhir
bagian atas bibir. Segmen median dan dua bibir
lateral kemudian menyatu, membentuk philtrum dan
garis philtral. Ini melengkapi pembentukan bibir
atas.

• Perkembangan embriologi bibir dan alveolus (gusi atas) dimulai sekitar 6 sampai 7 minggu
kehamilan dan dimulai pada foramen insisivus.
• Perkembangan embriologi palatum dimulai sekitar 8 sampai 9 minggu kehamilan.
Proses fusi dimulai pada incisive foramen dan kemudian berlanjut di antara rak palatal, bergerak ke arah
posterior sepanjang garis sutura palatine median. Ini adalah pembentukan langit-langit keras. Vomer,
membentuk sebagian dari hidung septum, bergerak ke bawah. Kemudian menyatu dengan permukaan
superior langit-langit keras, menyelesaikan pemisahan rongga hidung. Setelah langit-langit keras
terbentuk, velum (palatum lunak) menyatu di garis tengah, membentuk raphe median. Terakhir, uvula
terbentuk. Perpaduan langit-langit keras dan velum (langit-langit lunak) biasanya selesai pada 12 minggu
kehamilan.

Penyebab cleft karena fusi embriologi berasal


dari foramen insisivus ke arah luar (ke depan
untuk alveolus dan bibir dan mundur untuk
langit-langit keras dan velum)
Klasifikasi Cleft
Kernahan dan Stark (1958)

• palatum primer saja,


• hanya palatum sekunder, dan
• palatum primer dan sekunder.
Langit-langit primer mencakup struktur yang berada di depan foramen insisivus.
Langit-langit sekunder meliputi struktur yang berada di belakang insisivus foramen.

Meskipun sistem klasifikasi dasar ini paling sering digunakan oleh para
profesional, modifikasi klasifikasi sistem Kernahan dan Stark kemudian diusulkan
oleh Kernahan (1971). Karena celah bervariasi dalam tingkat keparahan, sistem
ini lebih detail. Ini menggunakan "bergaris-Y" angka sebagai sarana untuk
mengidentifikasi sejauh mana klasifikasi celah
Area 1 dan 4 = bibir
Area 2 dan 5 = alveolus
Area 3 dan 6 = palatum antara alveolus
dan foramen insisivus
Area 7 dan 8 = palatum durum
Area 9 = palatum mole/velum

Merah menunjukkan celah komplit.


Kuning menunjukkan celah inkomplit.
Biru menunjukkan non celah

Gambar A- 4, 5, 6, 7: Celah bibir,


alveolus, dan palatum anterior kiri.
Gambar B- 8, 9: Celah palatum durum
inkomplit (submucous) dan celah
palatum mole komplit.
Gambar C-7, 8, 9: celah palatum
komplit.
Gambar D- 1-9 celah bibir dan palatum
bilateral komplit
Klasifikasi Cleft
Klasifikasi Veau

Klasifikasi celah Veau:


Grup 1, langit-langit lunak/soft palate;
Grup 2, langit-langit keras dan lunak (soft and
hard palate);
Grup 3, bibir dan langit-langit unilateral (kanan
atau kiri) lengkap (complete unilateral right or left
lip dan palate); dan
Grup 4, bibir dan langit-langit bilateral lengkap
(complete bilateral lip dan palate)
Variasi anatomi celah bibir dan langit-langit. (a)
Deformitas bibir pada bibir sumbing unilateral; (b)
kelainan bentuk hidung pada bibir sumbing
unilateral; (c) bibir kelainan bentuk pada bibir
sumbing bilateral; (d) kelainan bentuk hidung pada
bibir sumbing bilateral.
Cleft Palatum Primer
• Celah yang hanya melibatkan jaringan lunak dan otot bibir dianggap celah tidak lengkap
(incomplete cleft) pada langit-langit primer
• Celah ini biasanya digambarkan sebagai celah dari bibir. Celah bibir bisa unilateral (sisi
kanan atau kiri) atau bilateral (kedua sisi). Di dalam kasus yang jarang terjadi, celah bibir
bisa berbentuk mikroform

A. Celah primer unilateral kiri tidak lengkap langit-


langit/Left unilateral incomplete cleft of the
primary palate (bibir sumbing kiri). Celah tidak
sepenuhnya meluas ke lantai dari lubang hidung;
alveolar ridge terpengaruh secara minimal.
B. Celah primer unilateral kanan lengkap langit-langit
primer/Right unilateral complete cleft of the
primary palate (bibir sumbing kanan dan alveolus).
Celah meluas sepenuhnya melalui alveolar.
Gambar A dan B Unilateral incomplete cleft pada
palatum primer (bibir dan alveolus)
Gambar A-D Unilateral complete
cleft pada palatum primer (lip dan
alveolus)
Cleft Palatum Sekunder
• Celah sekunder langit-langit termasuk uvula, velum
(palatum lunak) dan palatum keras
• Celah lengkap dari langit-langit sekunder melibatkan
palatum lunak dan keras. Di dalam kasus seperti itu,
struktur palatal terbuka sepenuhnya dari uvula ke
insisivus foramen. Celah lengkap langit-langit sekunder
juga bisa unilateral atau bilateral.
• Celah langit-langit sekunder tidak meluas sepenuhnya
ke insisisif foramen dianggap tidak lengkap. Celah yang
tidak lengkap mungkin hanya melibatkan uvula dan
langit-langit lunak atau meluas ke bagian langit-langit
keras.
Gambar (A) Unrepaired complete cleft plate (hard palate dan velum).
(B) Celah lebar yang tidak diperbaiki pada langit-langit (langit-langit keras dan velum)
(C) Celah langit yang lebar dan berbentuk lonceng tanpa bibir sumbing adalah ciri khas Pierre Robin
Syndrome
Gambar (A dan B) Pasien dengan celah
bilateral lengkap bibir dan langit-langit (primer
dan langit-langit sekunder)/bilateral complete
cleft of the lip and palate. Perhatikan prolabium,
premaxilla, dan septum hidung.
Gambar Complete cleft of the secondary
plate. Celah melebar dari uvula melewati
palatum keras dan lunak mengarah ke Gambar Incomplete cleft of the
foramen incisive secondary plate. Celah melebar
dari uvula melewati palatum
lunak
Submukus Cleft
Celah submukosa palatum adalah jenis celah yang tidak biasa dari langit-langit sekunder.
Celah langit-langit submukosa adalah cacat bawaan yang mempengaruhi struktur yang
mendasari langit-langit, sedangkan mukosa permukaan mulut utuh.

Gambar 2.13 A. Bifid uvula sebagian dari


celah langit-langit submukosa. B. Bifida
asimetris uvula sebagai bagian dari dari celah
langit-langit submukosa. Perhatikan adenoid
besar pada dinding faring posterior. C. Bifid
uvula sebagai bagian dari celah langit-langit
submukosa. Langit-langit lunak muncul
berbentuk V selama fonasi. Perhatikan amandel
besar.
Gabungan cleft palatum primer dan sekunder

• Seringkali, celah terjadi yang mempengaruhi baik langit-langit primer dan langit-
langit sekunder.
• Jenis tipe celah ini terjadi lebih sering daripada yang terisolasi langit-langit primer
atau sekunder.
• Kadang-kadang, celah bilateral lengkap di satu sisi dan tidak penuh di sisi lain
Gambar A. Celah unilateral lengkap
pada langit-langit primer dan langit-
langit sekunder (bibir dan langit langit
sumbing kiri). B. Celah bilateral
lengkap dari langit-langit primer dan
sekunder (bilateral celah bibir dan
langit-langit). Protusi premaxilaa dan
prolabium. C. Tampilan intra-oral bayi
di gambar B. Perhatikan bahwa
premaxilla melekat pada tulang vomer
tetapi tidak ke salah satu rak palatal.
D. Celah bilateral lengkap bibir dan
langit-langit. Perhatikan erupsi gigi
dari premaxilla.
Gambar Celah bibir dan langit-langit bilateral. Celah lengkap di sebelah kanan
tetapi tidak lengkap di sebelah kiri, dasar lubang hidung utuh.
KESIMPULAN

Early Detection Early Intervention Optimal Growth and Development

• Kelainan genetik yang terjadi sangat bervariasi dan bermanifestasikan pada kraniofasial secara
umum. Dibutuhkan disiplin ilmu dalam penanganan kelainan genetic yang terjadi. Diperlukan
konsultasi genetic agar mengetahui diagnose dan tingkat perawatan serta prognosa dari penyakit
yang dapat membantu perawatan ke depan.
• Celah bibir dan langit-langit adalah cacat lahir yang umum hadir dalam berbagai cara. Ada berbagai
jenis celah, seperti celah langit-langit primer dan celah langit-langit sekunder. Ada juga perbedaan
derajat keparahan, dari uvula bifida hingga sumbing total langit-langit, atau lekukan di bibir ke
bilateral celah lengkap bibir dan alveolus. Celah submukosa adalah jenis celah yang tidak mudah
terlihat karena mempengaruhi struktur yang mendasari velum sementara meninggalkan permukaan
mulut utuh. Ketika celah terjadi, itu adalah akibat gangguan embriologi perkembangan. Banyak
sindrom kraniofasial termasuk celah langit-langit sebagai bagian dari fenotipe.
DEVELOPMENT OF THE OCCLUSION

Oklusi gigi maksila dan mandibula bergantung pada proses perkembangan dalam tiga
dimensi yang melibatkan basis kranial, rahang, dan erupsi gigi. Proses tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik maupun fungsional. Menurut Ranly, perkembangan
oklusi gigi manusia dapat dibagi menjadi 6 periode,
1. Periode dari lahir sampai gigi sulung lengkap (gum pads dan periode gigi sulung)

2. Periode intertransisional pertama 5. Periode transisional kedua

3. Periode transisional pertama 6. Periode gigi dewasa

4. Periode intertransisional kedua


1. Periode dari lahir sampai gigi sulung

Gum Pads
• Saat lahir lengkung gigi rahang atas berbentuk tapal kuda sedangkan
lengkung rahang bawah berbentuk U-shape yang lebih luas. Selaput lendir
rahang atas dan bawah menebal pada bayi yang baru lahir untuk
membentuk gum pads yang menutupi prosesus alveolar yang mengandung
gigi sulung.
• Lengkung alveolar berkembang menjadi dua bagian, yaitu bagian labio-
bukal dan bagian lingual. Bagian labio-bukal berdiferensiasi terlebih
dahulu dan tumbuh lebih cepat. Bagian lingual berdiferensiasi kemudian,
bagian-bagian ini dipisahkan oleh lekuk dental dan lekuk gingival di
sebelah lingualnya. Variasi dalam hubungan gum pads saat lahir tidak dapat
digunakan untuk memprediksi hubungan rahang di masa depan.
1. Periode dari lahir sampai gigi sulung

Periode Gigi Sulung

• Periode ini dimulai sekitar 6 – 8 bulan setelah lahir saat gigi sulung pertama erupsi dan ditandai
dengan pertumbuhan kedua rahang yang cepat. Pertumbuhan ini menentukan tersedianya cukup
ruang pada kedua rahang sehingga gigi sulung dapat erupsi tanpa adanya crowding.
• Setelah usia satu tahun, perkembangan kedua rahang beserta prosesus alveolaris pada regio anterior
terbatas, sedangkan di regio posterior berlanjut terus. Perluasan berlanjut ke dorsal ke arah regio
molar untuk memberikan tempat pada gigi molar yang akan erupsi kemudian. Oklusi disegmen
posterior pertama kali terbentuk sekitar usia 16 bulan, pada saat gigi molar sulung pertama
mencapai kontak oklusal.
2. Periode intertransisional pertama

Periode ini merupakan fase antara erupsi gigi sulung lengkap dan
munculnya gigi permanen pertama yang ditandai oleh sedikit perubahan
intraoral. Urutan erupsi gigi sulung pada periode memiliki ciri khas sebagai
berikut :
• Erupsi gigi insisif sentral sulung rahang bawah
• Erupsi gigi insisif sentral sulung rahang atas
• Gigi insisif lateralis sulung rahang atas
• Gigi insisif lateralis sulung rahang bawah
• Gigi molar pertama sulung rahang atas dan bawah
• Gigi kaninus sulung rahang atas dan bawah
• Diakhiri erupsi gigi molar kedua sulung rahang bawah diikuti dengan erupsi gigi
molar kedua sulung rahang atas
3. Periode transisional pertama

Fase ini ditandai oleh erupsi molar pertama permanen, tanggalnya insisif sulung, serta erupsi dan
munculnya insisif permanen. Pada periode ini, pergantian gigi pertama dimulai sekitar usia 6 tahun.
Kontak permukaan distal molar kedua sulung rahang atas dan rahang bawah sangat mempengaruhi
lokasi dan hubungan molar pertama permanen. Permukaan distal dari molar kedua sulung menuntun
molar pertama permanen ke dalam lengkung gigi. Hubungan mesiodistal antara permukaan distal molar
kedua sulung rahang atas ataupun bawah dapat dikalsifikasikan menjadi tiga tipe yaitu flush terminal
plane, mesial step terminal palne, dan distal step terminal plane.
4. Periode intertransisional kedua

Fase ini dikenal dengan fase yang stabil dan dimulai dari bererupsinya gigi – gigi insisif permanen
secara penuh sampai gigi – gigi posterior mulai berganti, serta berlangsung kira - kira satu setengah
tahun. Gigi molar dan kaninus desidui terdapat diantara gigi insisif permanen dan molar pertama
permanen. Gigi kaninus rahang atas masih bertumbuh di sebelah lateral hidung, sementara akar kaninus
rahang bawah terletak dekat tepi mandibula.
5. Periode transisional kedua

• Fase ini ditandai dengan tanggalnya molar dan kaninus sulung, erupsi gigi premolar dan kaninus
permanen, serta erupsi gigi molar kedua permanen. Pergantian ini berlangsung pada usia 10 sampai
12 tahun.
• Terdapat perbedaan ukuran mesiodistal mahkota gigi kaninus sulung dan molar sulung dengan gigi
kaninus permanen dan premolar yang disebut dengan ruang leeway. Besar ruang leeway pada
lengkung rahang atas 1,8 mm (0,9 mm pada tiap sisi) dan 3,4 mm (1,7 mm di setiap sisi) pada
lengkung rahang bawah. Ruang berlebih ini digunakan oleh molar pertama permanen untuk
membentuk hubungan kelas satu melalui pergeseran mesial.
6. Periode gigi dewasa

Banyak klinikus berpendapat bahwa periode gigi dewasa ialah setelah tanggalnya gigi
sulung terakhir, namun sebenarnya gigi – gigi dianggap lengkap pada usia sekitar dua
puluhan ketika molar ketiga telah erupsi dan menyelesaikan perkembangan akarnya.
Beberapa situasi dapat terjadi pada M1 permanen. Pasien dengan
gigi sulung yang berjarak dan straight terminal plane pada molar
sulung, gigi M1 permanen rahang bawah erupsi sekitar 6 tahun,
dan terjadi pergerakan gigi molar sulung ke arah mesial menutup
celah distal pada gigi kaninus sulung dan mengubah straight flush
terminal plane menjadi hubungan mesial step dan mengurangi
panjang lengkung rahang bawah and gigi molar permanen rahang
atas muncul dalam hubungan klas I. Ini disebut dengan early
mesial shift.

GAMBAR Early mesial shift. Perhatikan ruang perkembangan normal pada fase gigi
bercampur untuk menjadi perkembangan oklusal mesial shift dari gigi mandibula
versus gigi rahang atas.
Pasien pada fase gigi sulung tertutup dan flush terminal plane,
gigi M1 permanen RA dan RB erupsi ke hubungan edge-to-edge
karena tidak adanya ruang tersedia. Sekitar umur 11 tahun ketika
gigi sulung M2 RB eksfoliasi, dan gigi permanen M1 RB migrasi ke
arah mesial dan mengurangi panjang lengkung , mengubah flush
terminal plane menjadi mesial step dan menjadi hubungan klas I
dari gigi permanen molar. Ini disebut sebagai late mesial shift.

Jika gigi M1 permanen RA erupsi sebelum M1 permanen RB,


maloklusi klas II akan terjadi serta pengurangan panjang
lengkung RA akan terjadi

GAMBAR Late mesial shift. Pola ini terlihat ketika ada jarak perkembangan minimal pada
gigi sulung dan awal gigi bercampur.
Jika kariesJikainterproksimal yang
karies interproksimal yangluas berkembang
luas dibiarkan pada
berkembang, rahang
di rahang atas, akan
atas,
terjadi
situasi pengurangan
serupa akan terjadi: panjang
pengurangan lengkungan
panjang lengkunganmenyebabkan
menyebabkan crowdingcrowding
(Gbr. 34-33).

GAMBAR Pengurangan panjang lengkung akibat karies


Jika karies interproksimal yang luas dibiarkan berkembang, di rahang atas,
Jika karies sangat
situasi serupa akan luas
terjadi:dan dilakukan
pengurangan ekstraksi
panjang lengkunganpada gigi M2
menyebabkan sulung RA
crowding
maka akan terjadi crowding seperti gambar di atas
(Gbr. 34-33).

GAMBAR Pengurangan panjang lengkung akibat dari kehilangan dini geraham kedua
rahang atas sulung
DemikianJika
pulakaries
bilainterproksimal
gigi yang yang luas dibiarkan
premature lossberkembang,
pada gigidiM1
rahang atas, RA akan
sulung
situasi serupacrowding
menyebabkan akan terjadi: pengurangan panjang lengkungan menyebabkan crowding
(Gbr. 34-33).

GAMBAR Pengurangan panjang lengkung sebagai akibat dari kehilangan


prematur dari geraham pertama rahang atas sulung
Erupsi gigi yang ektopik pada M1 permanen RA mengakibatkan premature
loss dari M2 sulung RA dan terjadi kekurangan lengkung rahang RA dan
terjadi kurangnya perkembangan tuberositas. Selain crowding pada gigi, juga
menyebabkan hubungan molar Klas II. ).

GAMBAR Pengurangan panjang lengkung akibat ektopik erupsi gigi geraham


pertama permanen rahang atas
B
A

Jika urutan eksfoliasi gigi M2 Jika M2 sulung RB premature


sulung terbalik, molar maksila loss sangat dini, panjang
hilang sebelum molar lengkung RB akan
). berkurang
mandibula maka akan dan menyebabkan crowding
terbentuk maloklusi
). klas II serta leeway space yang
pada gigi permanen M1 dan memanjang
terjadi pengurangan panjang
lengkung dan akan terjadi
crowding pada rahang atas.

GAMBAR Pengurangan panjang lengkung sebagai akibat dari eksfoliasi prematur molar kedua
rahang atas sulung.
B, Pengurangan panjang lengkung sebagai akibat dari kehilangan prematur gigi sulung molar kedua
rahang atas atau rahang bawah
Beberapa situasi yang dapat terjadi pada gigi seri. Idealnya, spacing pada
gigi sulung harusnya mencukupi untuk mengakomodasi gigi insisif permanen
yang berukuran lebih besar ).

GAMBAR Spacing gigi sulung. Agar gigi insisif permanen erupsi dan
mengurangi kemungkinan gigi menjadi crowding
Pada fase gigi sulung yang tidak ada ruang interdental, ketika gigi I2
permanen RB erupsi dan gigi C sulung RB akan migrasi ke lateral. Jadi,
memungkinkan agar gigi I2 permanen RA erupsi pada posisi yang sesuai.
Spasi sekunder juga akan ada ketika I1
). permanen RB erupsi.

GAMBAR Spasi sekunder terjadi ketika gigi insisivus lateral permanen


mandibula muncul.
Jarak interkaninus meningkat lebih banyak pada RA dalam keadaan tertutup
(tidak ada interdental space pada gigi sulung). Sifat yang benar-benar
diturunkan secara genetic pada ukuran
). gigi dan ukuran rahang bawah
tergambar pada I2 permanen RB dan premature loss pada gigi sulung
kaninus.

GAMBAR Erupsi lingual dari mandibula permanen gigi insisivus lateral


sebagai penyebab gigi berjejal dan pengaruhnya terhadap spasi sekunder.
Tanda bintang menunjukkan tidak memadai panjang lengkung untuk erupsi
gigi kaninus
Urutan erupsi yang tidak sesuai menghasilkan gigi berjejal. Contohnya jika gigi M2 erupsi lebih awal,
maka dapat mempengaruhi gigi kaninus RA dan gigi P2 mandibula. M2 RA erupsi di depan gigi M RB
pada 89,11% kasus dan membuat pasien klas II dan).56,5% kasus membuat M1 RA erupsi dengan sesuai.
M2 lebih dapat mengembangkan kondisi Klas II dibanding M1.

GAMBAR Urutan erupsi yang tidak menguntungkan. Geraham kedua permanen


muncul lebih awal, menghalangi ruang untuk kaninus rahang atas dan premolar
kedua rahang bawah
GAMBAR Retensi yang berkepanjangan pada
gigi M2 sulung rahang atas menyebabkan gigi
kaninus permanen berjejal

Gigi M2 sulung untuk menahan migrasi ke arah mesial. Gigi M1 permanen bisa migrasi ke mesial bila
M2 sulung premature loss. Situasi ini krusial untuk premolar yang belum erupsi. Ketika gigi M2 sulung
premature loss, gigi permanen P2 biasanya masih dalam
). dibawah tulang alveolar. Ini menyebabkan M1
permanen tipping ke mesial. Ketika gigi M1 sulung RB premature loss, gigi permanen P1 tidak lagi jauh
terbenam di dalam tulang.

Premature loss gigi M sulung harus dipertimbangkan pembuatan space maintainer. Penggunaan SM
tergantung diagnosis dan rencana perawatan. Jika tidak ada rencana pencabutan gigi permanen maka SM
diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai