Craniofasial Growth and Development Development of The Occlusion
Craniofasial Growth and Development Development of The Occlusion
Respiratory Disorders
Developmental Disorders
1. Melingkarkan alat pengukur pada kepala bayi/anak melewati dahi, menutup alis mata, diatas
kedua telinga, dan bagian kepala yang paling menonjol, kemudian menarik agak kencang
2. Membaca angka pertemuan dengan angka 0
3. Mencatat hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala menurut umur dan jenis kelamin anak
4. Menginterpretasikan hasil pengukuran lingkar kepala dengan kurva WHO
Faktor penyebab complex craniofacial disorders
Genetik
Lingkungan
- Prenatal
Nutrisi, aktivitas growth hormon, tekanan intrauterine, penularan infeksi (ex: torch paling sering),
penyakit kronis
- Postnatal
Nutrisi intake, cerebral infection, cerebral hemorrhage (Def Vit K)
- Natal
Birth asphyxia, birth traumatic
Early Detection and Stimulus
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuh Kembang Anak
Saat lahir:
Anak memiliki 25% dari berat otak
dewasa
• Memahami penyakit
• Pemahaman tentang factor risiko individu terhadap penyakitnya
• Mendapatkan perawatan yang lebih presisi
• Menyesuaikan strategi pencegahan dan pengobatan pada individu
tersebut
Sekelompok tanda dan gejala yang terjadi dan mencirikan kelainan atau kondisi tertentu. Sindroma
banyak terjadi pada anak dimana manifestasi tersebut mempengaruhi gigi dan mulut. Banyak juga
sindroma melibatkan struktur kraniofasial dan dikaitkan dengan anomali gigi.
Carpenter
Syndrome
Kelainan genetic dengan
Down Syndrome craniosynostosis
Pfeiffer Syndrome
Treatment consideration:
- Jaw and tooth development
- Monitor child growth and development
- Speech
Treacher Collins Syndrome (TCS)
Mutasi gen pada TCOF1 pada kromosom 5q32q33 yang bertanggung jawab sekitar
63% sampai 93% kasus. Warisan genetic ini bersifat autosomal dominan. TCOF1
mengkodekan protein bernama treacle yang memiliki peran utama dalam biogenesis
ribosom. Mutasi autosomal dominan pada POLR1D terjadi pada 6% kasus.
Gangguan secara umum:
- Normal intelligence
- Conductive deafness
- Congenital heart defect
- Pharyngeal hypoplasia
Telinga
Kraniofasial
Gigi
agenesis
enamel opacities
Treacher Collins Syndrome (TCS)
Celah langit-langit
Congenital palatopharyngeal incompetence
(agenesis dari palatum lunak, langit-langit lunak
dan lebih pendek, submucosa langit-langit
pendek dan langit-langit lunak tidak bergerak)
Macrostomia (unilateral atau bilateral)
Defisiensi otot elevator pada bibir atas
Tidak ada atau hypoplastic dari kelenjar ludah Gambar penderita mandibulofacial dysostosis. A-C. Seorang
Hipoplasia faring (penyebab kematian utama remaja laki-laki. Rambut yang memanjang sampai pipi
lateral, simetris bilateral pada fisura palpebra, malar
pada neonatal) hipoplasia, malformasi telinga dan micrognatia.
D. Ayah dan anak perempuannya yang terkena dampak.
E dan F. Celah tulang zygomatic dan coloboma.
Carpenter
Syndrome
Etiologi
Pertumbuhan Kraniofasial
• Berat badan yang lebih dari normal • brakisefalus dengan synostosis sagittal, metopic, coronal,
ketika lahi dan sutura lambdoid
• Pertumbuhan postnatal yang lebih lambat • supraorbital yang dangkal
mencapai 25 persen • proptosis
• Biasanya pasien mengalami obesitas • temporal menonjol
• nasal bridge datar
Intelektual • lateral displacement pada inner canthi dengan atau tanpa
lipatan epicantha
• alis melengkung
Menderita disabilitas intelektual • hipoplastik mandibula atau maksila
IQ berkisar antara 52 hingga 104. • langit-langit sempit dan sangat melengkung
Carpenter
Syndrome Limbs (tungkai)
Telinga
Pfeiffer syndrome dilaporkan oleh Pfeiffer pada tahun 1964 dan sudah banyak dilaporkan pada saat itu.
• brachycephaly dengan craniosynostosis pada • Phalanges distal yang mengalami deviasi ke arah median
sutura koronal dengan atau tanpa sutura pada ibu jari dan jempol kaki
sagittal • proximal phalanx dari ibu jari dan jempol kaki
• multisutural synostosis mengalami delta phalanx
• ocular hypertelorism • small middle phalanges pada jari-jari
• orbital yang dangkal • parsial syndactyly pada jari tangan kedua dan ketiga; dan
• proptosis jari kaki kedua, ketiga, dan keempat
• hidung kecil dengan batang hidung rendah
• maksila sempit
• langit-langit tinggi
Mata
• terjadi strabismus
Pfeiffer Syndrome
Tipe 1
Tipe 2
• Maksila menjadi sempit dengan palatum yang dalam dan gigi menjadi
crowding
• Mandibula juga sempit
• Basis kranial menyempit
Van Der Woude Syndrome (Lip Pit – Cleft Lip Syndrome)
Awalnya sindroma ini dilaporkan oleh Van der Woude pada tahun 1954, gangguan ini adalah malformasi multiple
yang paling umum terkait dengan bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit. Prevalensi kasus ini adalah 2%,
diperkirakan kasus ini diantara 1 : 35.000 hingga 1 : 100.000 kelahiran.
Etiologi
Autosomal dominant yang diturunkan. Terjadi mutasi pada interferon regulatory factor 6 (IRF6) pada kromosom
1q32.2 dengan kejadian kasus 72%. Mutasi di IRF6 tidak hanya menyebabkan Van der Woude Syndrome tetapi juga
pop-liteal pterygium syndrome. Gangguan ini terjadi mutasi pada grainy head like 3 (GRHL3) pada kromosom
1p36.11 dengan kejadian kasus 10%.
Van Der Woude Syndrome (Lip Pit – Cleft Lip Syndrome)
Pembukaan abnormal atau celah di struktur anatomi yang biasanya tertutup, misalnya
• Bibir sumbing / celah bibir/ cleft lip
• Celah langit-langit / cleft palate
• Cleft lip merupakan kegagalan sebagian bibir atau secara penuh untuk datang
bersamaan di awal kehidupan janin
• Cleft palate ketika bagian dari atap mulut tidak fusi (bergabung) secara normal
selama perkembangan janin sehingga meninggalkan celah diantara rongga
mulut dan rongga hidung
Cleft palate and Cleft lip
• Kelainan bawaan kondisi kongenital (hadir saat lahir karena salah satu kondisi warisan
atau sesuatu yang terjadi selama kehamilan)
• Gangguan pada embriologi perkembangan midface dan rongga mulut bisa juga dapat
dikaitkan dengan malformasi hidung, mata, dan struktur wajah lainnya juga. Ketika
anomali kongenital lainnya terjadi bersamaan dengan celah bibir dan langit-langit,
biasanya memiliki etiologi genetik dan merupakan bagian dari beberapa sindrom
malformasi
• Bibir sumbing muncul dengan lebih serius dalam masalah kosmetik daripada langit-
langit, tapi celah langit-langit hadir dengan fungsi yang bermasalah serius, terutama
berbicara dan pendengaran. Individu lahir dengan kedua bibir sumbing dan celah
langit-langit beresiko untuk masalah dengan estetika, makan, bicara, resonansi, dan
pendengaran.
Epidemiologi
Cleft dapat terjadi secara terpisah atau dalam kombinasi dengan yang lain kelainan atau
sindrom kongenital. Ada lebih dari 400 sindrom yang terkait dengan celah bibir dan langit-
langit.
1 per 1000 kelahiran
Ibu merokok selama kehamilan adalah faktor risiko kuat, dengan bukti yang cukup kuat bahwa
American College of Obstetricians and Gynecologists memasukkannya dalam laporan baru-baru ini
tentang risiko utama tembakau dan paparan nikotin selama kehamilan. Diperkirakan 6,1% dari
orofacial cleft dapat dihindari dengan menghentikan ibu yang merokok selama kehamilan Paparan
pasif juga tampaknya adalah faktor risiko.
2. Konsumsi alkohol
Bukti untuk konsumsi alkohol sebagai faktor risiko adalah kurang konsisten, meskipun
mengkonsumsi dalam jumlah besar dalam waktu singkat (misalnya "pesta minuman keras")
tampaknya meningkatkan risiko.
Etiologi Celah
3. Suplemen vitamin
Suplementasi multivitamin selama periode perikonseptual terlibat sebagai pelindung faktor positif
terhadap orofacial cleft meskipun tidak semua penelitian menemukan efek signifikan.
Status sosial ekonomi sebagai faktor risiko sulit untuk dipisahkan dengan efek gabungan antara gizi
ibu dan kesehatan serta status lingkungan yang begitu luas
Etiologi Celah
5. Interaksi gen dan lingkungan
Paparan seperti merokok, alkohol, dan folat, mempengaruhi risiko orofacial cleft menunjuk ke potensi
jalur biologis yang mendasari cara di mana dapat berinteraksi, seperti metabolisme folat, metabolisme
retinoid, reseptor asam retinoat pensinyalan, pensinyalan reseptor aril hidrokarbon, pensinyalan reseptor
glukokortikoid, dan biotransformasi dan transportasi. Jalur biologis ini dapat, pada gilirannya, dipengaruhi
oleh variasi genetik. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk mengeksplorasi hipotesis bahwa varian
genetik di gen yang beroperasi di jalur biologis ini memoderasi efek paparan ibu selama kehamilan.
Orofacial cleft menunjukkan agregasi keluarga yang kuat, yang menunjukkan komponen genetik yang
kuat sebagai etiologi. Namun, cara yang mendasari fungsi gen ini untuk mempengaruhi risiko sebagian
besar masih belum diketahui.
Sindroma yang Berhubungan dengan Cleft
Jika migrasi puncak saraf sel gagal terjadi atau jika migrasi tertunda, hal ini
dapat mempengaruhi pembentukan struktur wajah dan dapat menyebabkan
celah atau lainnya anomali kraniofasial.
Gambar menunjukkan arah penutupan embriologi
garis sutura. Fusi dimulai pada foramen insisivus
dan kemudian berlanjut ke dalam arah anterior untuk
membentuk alveolus melalui fusi garis sutura
incisive bilateral. Penutupan kemudian mulai
membentuk pangkal hidung anterior dan terakhir
bagian atas bibir. Segmen median dan dua bibir
lateral kemudian menyatu, membentuk philtrum dan
garis philtral. Ini melengkapi pembentukan bibir
atas.
• Perkembangan embriologi bibir dan alveolus (gusi atas) dimulai sekitar 6 sampai 7 minggu
kehamilan dan dimulai pada foramen insisivus.
• Perkembangan embriologi palatum dimulai sekitar 8 sampai 9 minggu kehamilan.
Proses fusi dimulai pada incisive foramen dan kemudian berlanjut di antara rak palatal, bergerak ke arah
posterior sepanjang garis sutura palatine median. Ini adalah pembentukan langit-langit keras. Vomer,
membentuk sebagian dari hidung septum, bergerak ke bawah. Kemudian menyatu dengan permukaan
superior langit-langit keras, menyelesaikan pemisahan rongga hidung. Setelah langit-langit keras
terbentuk, velum (palatum lunak) menyatu di garis tengah, membentuk raphe median. Terakhir, uvula
terbentuk. Perpaduan langit-langit keras dan velum (langit-langit lunak) biasanya selesai pada 12 minggu
kehamilan.
Meskipun sistem klasifikasi dasar ini paling sering digunakan oleh para
profesional, modifikasi klasifikasi sistem Kernahan dan Stark kemudian diusulkan
oleh Kernahan (1971). Karena celah bervariasi dalam tingkat keparahan, sistem
ini lebih detail. Ini menggunakan "bergaris-Y" angka sebagai sarana untuk
mengidentifikasi sejauh mana klasifikasi celah
Area 1 dan 4 = bibir
Area 2 dan 5 = alveolus
Area 3 dan 6 = palatum antara alveolus
dan foramen insisivus
Area 7 dan 8 = palatum durum
Area 9 = palatum mole/velum
• Seringkali, celah terjadi yang mempengaruhi baik langit-langit primer dan langit-
langit sekunder.
• Jenis tipe celah ini terjadi lebih sering daripada yang terisolasi langit-langit primer
atau sekunder.
• Kadang-kadang, celah bilateral lengkap di satu sisi dan tidak penuh di sisi lain
Gambar A. Celah unilateral lengkap
pada langit-langit primer dan langit-
langit sekunder (bibir dan langit langit
sumbing kiri). B. Celah bilateral
lengkap dari langit-langit primer dan
sekunder (bilateral celah bibir dan
langit-langit). Protusi premaxilaa dan
prolabium. C. Tampilan intra-oral bayi
di gambar B. Perhatikan bahwa
premaxilla melekat pada tulang vomer
tetapi tidak ke salah satu rak palatal.
D. Celah bilateral lengkap bibir dan
langit-langit. Perhatikan erupsi gigi
dari premaxilla.
Gambar Celah bibir dan langit-langit bilateral. Celah lengkap di sebelah kanan
tetapi tidak lengkap di sebelah kiri, dasar lubang hidung utuh.
KESIMPULAN
• Kelainan genetik yang terjadi sangat bervariasi dan bermanifestasikan pada kraniofasial secara
umum. Dibutuhkan disiplin ilmu dalam penanganan kelainan genetic yang terjadi. Diperlukan
konsultasi genetic agar mengetahui diagnose dan tingkat perawatan serta prognosa dari penyakit
yang dapat membantu perawatan ke depan.
• Celah bibir dan langit-langit adalah cacat lahir yang umum hadir dalam berbagai cara. Ada berbagai
jenis celah, seperti celah langit-langit primer dan celah langit-langit sekunder. Ada juga perbedaan
derajat keparahan, dari uvula bifida hingga sumbing total langit-langit, atau lekukan di bibir ke
bilateral celah lengkap bibir dan alveolus. Celah submukosa adalah jenis celah yang tidak mudah
terlihat karena mempengaruhi struktur yang mendasari velum sementara meninggalkan permukaan
mulut utuh. Ketika celah terjadi, itu adalah akibat gangguan embriologi perkembangan. Banyak
sindrom kraniofasial termasuk celah langit-langit sebagai bagian dari fenotipe.
DEVELOPMENT OF THE OCCLUSION
Oklusi gigi maksila dan mandibula bergantung pada proses perkembangan dalam tiga
dimensi yang melibatkan basis kranial, rahang, dan erupsi gigi. Proses tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor genetik maupun fungsional. Menurut Ranly, perkembangan
oklusi gigi manusia dapat dibagi menjadi 6 periode,
1. Periode dari lahir sampai gigi sulung lengkap (gum pads dan periode gigi sulung)
Gum Pads
• Saat lahir lengkung gigi rahang atas berbentuk tapal kuda sedangkan
lengkung rahang bawah berbentuk U-shape yang lebih luas. Selaput lendir
rahang atas dan bawah menebal pada bayi yang baru lahir untuk
membentuk gum pads yang menutupi prosesus alveolar yang mengandung
gigi sulung.
• Lengkung alveolar berkembang menjadi dua bagian, yaitu bagian labio-
bukal dan bagian lingual. Bagian labio-bukal berdiferensiasi terlebih
dahulu dan tumbuh lebih cepat. Bagian lingual berdiferensiasi kemudian,
bagian-bagian ini dipisahkan oleh lekuk dental dan lekuk gingival di
sebelah lingualnya. Variasi dalam hubungan gum pads saat lahir tidak dapat
digunakan untuk memprediksi hubungan rahang di masa depan.
1. Periode dari lahir sampai gigi sulung
• Periode ini dimulai sekitar 6 – 8 bulan setelah lahir saat gigi sulung pertama erupsi dan ditandai
dengan pertumbuhan kedua rahang yang cepat. Pertumbuhan ini menentukan tersedianya cukup
ruang pada kedua rahang sehingga gigi sulung dapat erupsi tanpa adanya crowding.
• Setelah usia satu tahun, perkembangan kedua rahang beserta prosesus alveolaris pada regio anterior
terbatas, sedangkan di regio posterior berlanjut terus. Perluasan berlanjut ke dorsal ke arah regio
molar untuk memberikan tempat pada gigi molar yang akan erupsi kemudian. Oklusi disegmen
posterior pertama kali terbentuk sekitar usia 16 bulan, pada saat gigi molar sulung pertama
mencapai kontak oklusal.
2. Periode intertransisional pertama
Periode ini merupakan fase antara erupsi gigi sulung lengkap dan
munculnya gigi permanen pertama yang ditandai oleh sedikit perubahan
intraoral. Urutan erupsi gigi sulung pada periode memiliki ciri khas sebagai
berikut :
• Erupsi gigi insisif sentral sulung rahang bawah
• Erupsi gigi insisif sentral sulung rahang atas
• Gigi insisif lateralis sulung rahang atas
• Gigi insisif lateralis sulung rahang bawah
• Gigi molar pertama sulung rahang atas dan bawah
• Gigi kaninus sulung rahang atas dan bawah
• Diakhiri erupsi gigi molar kedua sulung rahang bawah diikuti dengan erupsi gigi
molar kedua sulung rahang atas
3. Periode transisional pertama
Fase ini ditandai oleh erupsi molar pertama permanen, tanggalnya insisif sulung, serta erupsi dan
munculnya insisif permanen. Pada periode ini, pergantian gigi pertama dimulai sekitar usia 6 tahun.
Kontak permukaan distal molar kedua sulung rahang atas dan rahang bawah sangat mempengaruhi
lokasi dan hubungan molar pertama permanen. Permukaan distal dari molar kedua sulung menuntun
molar pertama permanen ke dalam lengkung gigi. Hubungan mesiodistal antara permukaan distal molar
kedua sulung rahang atas ataupun bawah dapat dikalsifikasikan menjadi tiga tipe yaitu flush terminal
plane, mesial step terminal palne, dan distal step terminal plane.
4. Periode intertransisional kedua
Fase ini dikenal dengan fase yang stabil dan dimulai dari bererupsinya gigi – gigi insisif permanen
secara penuh sampai gigi – gigi posterior mulai berganti, serta berlangsung kira - kira satu setengah
tahun. Gigi molar dan kaninus desidui terdapat diantara gigi insisif permanen dan molar pertama
permanen. Gigi kaninus rahang atas masih bertumbuh di sebelah lateral hidung, sementara akar kaninus
rahang bawah terletak dekat tepi mandibula.
5. Periode transisional kedua
• Fase ini ditandai dengan tanggalnya molar dan kaninus sulung, erupsi gigi premolar dan kaninus
permanen, serta erupsi gigi molar kedua permanen. Pergantian ini berlangsung pada usia 10 sampai
12 tahun.
• Terdapat perbedaan ukuran mesiodistal mahkota gigi kaninus sulung dan molar sulung dengan gigi
kaninus permanen dan premolar yang disebut dengan ruang leeway. Besar ruang leeway pada
lengkung rahang atas 1,8 mm (0,9 mm pada tiap sisi) dan 3,4 mm (1,7 mm di setiap sisi) pada
lengkung rahang bawah. Ruang berlebih ini digunakan oleh molar pertama permanen untuk
membentuk hubungan kelas satu melalui pergeseran mesial.
6. Periode gigi dewasa
Banyak klinikus berpendapat bahwa periode gigi dewasa ialah setelah tanggalnya gigi
sulung terakhir, namun sebenarnya gigi – gigi dianggap lengkap pada usia sekitar dua
puluhan ketika molar ketiga telah erupsi dan menyelesaikan perkembangan akarnya.
Beberapa situasi dapat terjadi pada M1 permanen. Pasien dengan
gigi sulung yang berjarak dan straight terminal plane pada molar
sulung, gigi M1 permanen rahang bawah erupsi sekitar 6 tahun,
dan terjadi pergerakan gigi molar sulung ke arah mesial menutup
celah distal pada gigi kaninus sulung dan mengubah straight flush
terminal plane menjadi hubungan mesial step dan mengurangi
panjang lengkung rahang bawah and gigi molar permanen rahang
atas muncul dalam hubungan klas I. Ini disebut dengan early
mesial shift.
GAMBAR Early mesial shift. Perhatikan ruang perkembangan normal pada fase gigi
bercampur untuk menjadi perkembangan oklusal mesial shift dari gigi mandibula
versus gigi rahang atas.
Pasien pada fase gigi sulung tertutup dan flush terminal plane,
gigi M1 permanen RA dan RB erupsi ke hubungan edge-to-edge
karena tidak adanya ruang tersedia. Sekitar umur 11 tahun ketika
gigi sulung M2 RB eksfoliasi, dan gigi permanen M1 RB migrasi ke
arah mesial dan mengurangi panjang lengkung , mengubah flush
terminal plane menjadi mesial step dan menjadi hubungan klas I
dari gigi permanen molar. Ini disebut sebagai late mesial shift.
GAMBAR Late mesial shift. Pola ini terlihat ketika ada jarak perkembangan minimal pada
gigi sulung dan awal gigi bercampur.
Jika kariesJikainterproksimal yang
karies interproksimal yangluas berkembang
luas dibiarkan pada
berkembang, rahang
di rahang atas, akan
atas,
terjadi
situasi pengurangan
serupa akan terjadi: panjang
pengurangan lengkungan
panjang lengkunganmenyebabkan
menyebabkan crowdingcrowding
(Gbr. 34-33).
GAMBAR Pengurangan panjang lengkung akibat dari kehilangan dini geraham kedua
rahang atas sulung
DemikianJika
pulakaries
bilainterproksimal
gigi yang yang luas dibiarkan
premature lossberkembang,
pada gigidiM1
rahang atas, RA akan
sulung
situasi serupacrowding
menyebabkan akan terjadi: pengurangan panjang lengkungan menyebabkan crowding
(Gbr. 34-33).
GAMBAR Pengurangan panjang lengkung sebagai akibat dari eksfoliasi prematur molar kedua
rahang atas sulung.
B, Pengurangan panjang lengkung sebagai akibat dari kehilangan prematur gigi sulung molar kedua
rahang atas atau rahang bawah
Beberapa situasi yang dapat terjadi pada gigi seri. Idealnya, spacing pada
gigi sulung harusnya mencukupi untuk mengakomodasi gigi insisif permanen
yang berukuran lebih besar ).
GAMBAR Spacing gigi sulung. Agar gigi insisif permanen erupsi dan
mengurangi kemungkinan gigi menjadi crowding
Pada fase gigi sulung yang tidak ada ruang interdental, ketika gigi I2
permanen RB erupsi dan gigi C sulung RB akan migrasi ke lateral. Jadi,
memungkinkan agar gigi I2 permanen RA erupsi pada posisi yang sesuai.
Spasi sekunder juga akan ada ketika I1
). permanen RB erupsi.
Gigi M2 sulung untuk menahan migrasi ke arah mesial. Gigi M1 permanen bisa migrasi ke mesial bila
M2 sulung premature loss. Situasi ini krusial untuk premolar yang belum erupsi. Ketika gigi M2 sulung
premature loss, gigi permanen P2 biasanya masih dalam
). dibawah tulang alveolar. Ini menyebabkan M1
permanen tipping ke mesial. Ketika gigi M1 sulung RB premature loss, gigi permanen P1 tidak lagi jauh
terbenam di dalam tulang.
Premature loss gigi M sulung harus dipertimbangkan pembuatan space maintainer. Penggunaan SM
tergantung diagnosis dan rencana perawatan. Jika tidak ada rencana pencabutan gigi permanen maka SM
diperlukan.