Anda di halaman 1dari 6

DISFAGIA

ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Gizi Kondisi Kritis

oleh :
Kelompok 14

Fitriani Gunawan P17331119417


Seconingsih P17331119432

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN GIZI
D-IV ALIH JENJANG
2019
1. Pengertian Disfagia
Disfagia berasal dari bahasa Yunani dys (sulit) dan phagein (memakan).
Definisi disfagia yang paling umum adalah kesulitan dalam menggerakkan
makanan dari mulut ke dalam lambung. Disfagia juga diartikan sebagai
perasaan “melekat” atau obstruksi pada tempat lewatnya makanan melalui mulut,
faring atau esophagus.

2. Etiologi dan Patofisiologi Disfagia


Normalnya, bolus makanan yang ditelan bergantung pada, (1) ukuran bolus
makanan yang ditelan, (2) diameter lumen lintasan untuk gerakan menelan, (3)
kontraksi peristaltik, (4) inhibisi deglutisi, termasuk relaksasi normal sfingter
esofagus bagian atas dan bawah pada saat menelan. Menurut penyebabnya,
disfagia dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Disfagia Mekanis
Disebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar, penyempitan intrinsik
atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan untuk gerakan menelan. Pada orang
dewasa normal, lumen esofagus dapat mengembang hingga diameter 4 cm.
Pada orang yang mengalami disfagia, diameter lumen esofagus tidak
mampu mengembang lebih dari 1,3 cm dan beresiko juga pada seseorang
yang diameter lumen esofagusnya tidak dapat mengembang lebih dari 2,5
cm.
b) Disfagia Motorik
Disfagia Motorik dapat disebabkan oleh kesulitan dalam memulai gerakan
menelan atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat inhibisi
deglutisi yang disebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos
esofagus.

3. Faktor Risiko Disfagia


Faktor risiko disfagia sangat beragam, diantaranya yaitu :
 Geriatri
 refluks asam lambung
 stroke
 kanker kepala dan leher
 trauma kepala
 sclerosis lateral amyotropik
 palsy pseudobulbar
 Alzheimer
 myasthenia gravis

Persentase terbanyak adalah pada stroke sebesar 81%, diikuti kanker kepala
dan leher 45%.

4. Manajemen Gizi pada Disfagia


Disfagia biasanya merupakan gejala penyerta dari penyakit lain. Salah satu
penyakit yang sering disertai disfagia adalah Stroke / cedera serebrovaskular.
Makadari itu, pada pasien stroke harus dilakukan skrining fungsi menelan dan
malnutrisi. Adapun alur skrining fungsi menelan dan nutrisi pada pasien stroke
dapat dilihat pada bagan berikut :

Ketika datang ke RS :

 Skrining menelan sebelum diberi makanan, cairan


atau obat per oral
 Skrining malnutrisi menggunakan perangkat yang
valid (mis., MUST)

Mulai berikan penunjang gizi jika Jika ada gangguan menelan, rujuk
pasien kekurangan gizi atau berisiko pasien ke ahli dalam 24-72 jam
menderita malnutrisi

Mulai pemberian makan melalui  Kaji kembali dan pertimbangkan


slang jika pasien tidakmampu untuk melakukan pemeriksaan
memenuhi kebutuhan gizinya dan menggunakan instrumen
mengasup cairan peroral. Pemberian  Rujuk untuk meminta saran diet
makan melalui
slang atau
diettermodifikasi
selama 3 hari
Gambar 1. Skrining menelan dan nutrisi bagi pasien stroke yang dirawat di rumah
sakit. (sumber : NICE (2008) Stroke. Clinical Guideline 68.
http://guidance.nice.org.uk/CG68/Guidance.

Apabila dari hasil skrining menelan ternyata pasien mengalami gangguan menelan,
makan perlu diperhatikan hal-hal berikut dalam pemberian dietnya :

1) Mengubah tekstur makanan


Sebelum melakukan perubahan tekstur makanan, pakar terapi wicara dan
bahasa harus mengkaji apa saja yang aman ditelan oleh setiap pasien untuk
dikeleompokkan menggunakan pengelompokkan deskriptif standar.
a. Thin puree dysphagia dref / diet disfagia bubur encer
b. Thick puree dysphagia dref / diet disfagia bubur kental
c. Diet disfagia pre-mashed (pra-pure)
d. Diet disfagia fork mashable
2) Pemberian makanan melalui slang
Pasien disfagia yang diberi makan melalui slang adalah mereka yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan gizinya per oral serta mereka yang
kesadarannya menurun.
3) Jangka panjang
Biasanya, disfagia akan membaik dalam kurun waktu 6 bulan. Maka dari itu,
status kemampuan menelan pasien perlu dipantau secara rutin.

Penatalaksanaan diet pada pasien yang mengalami Disfagia terdapat pada


National Dysphagia Diet (NDD) dimana makanan diberikan secara bertahap
sesuai tingkat keparahan dyspepsia. Terdapat 4 tingkat makanan cair yang
kekentalannya diturunkan bertahap, serta 3 tingkat makanan padat.

(a) Tingkat I NDD diberikan pada pasien dengan disfagia sedang sampai
berat dimana terdapat gangguan bicara, terjadi gangguan menelan
pada fase oral dan menurunnya kemampuan untuk melindungi jalan
napas. Pasien diberikan bubur dan makanan yang memiliki tekstur
seperti puding. Makanan dengan tekstur lebih kasar tidak diperbolehkan.
Cairan yang dapat diberikan dengan tingkat kekentalan spoon-thick.
(b) Tingkat II NDD diberikan makanan transisi dengan tekstur yang lebih
padat daripada bubur, tetapi masih memiliki tekstur yang lembut.
Diberikan pada pasien yang memiliki kemampuan mengunyah dan
mengalami disfagia oropharyngeal ringan sampai sedang. Cairan dapat
diberikan sampai tingkat kekentalan nectar-thick.
(c) Tingkat III NDD diberikan makanan transisi untuk diet biasa, tekstur
hampir sama dengan makanan biasa kecuali makanan yang sangat
keras, renyah, dan lengket. Makanan tetap dalam bentuk potongan kecil.
Cairan dapat diberikan hingga tingkat kekentalan honey-thick. Diet ini
untuk pasien disfagia orofaring ringan.

Jika pasien yang diberi makan melalui tube feeding dapat menghabiskan
75% makanan via oral selama 3 hari berturut-turut, maka pemberian makan
melalui tube feeding dapat dihentikan.
Penatalaksanaan peberian makan pada penderita disfagia pada dasarnya
sama. Akan tetapi perhitungan kebutuhan gizi pasien disesuaikan dengan
penyakit utama yang diderita dan kondisi fisik, klinis pasien.
REFERENSI

DISFAGIA PADA PASIEN STROKE DAN TATALAKSANA NUTRISINYA. Dr.


Syahda Suwita, M.Gizi, SpGK http://yankes.kemkes.go.id/read-disfagia-
pada-pasien-stroke-dan-tatalaksana-nutrisinya-5257.html diakses pada
hari Jumat, 3 Oktober 2019 (08:12).

Gandy, Joan Webster et al. 2011. Gizi & Dietetika. Terjemahan oleh dr. Mario Sadar
Bernito Hutagalung. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Isselbacher et al. 2015. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1. Terjemahan


Oleh Prof. Dr. Ahmad. H. Asdie, Sp.PD-KE. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai