Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

UPAYA KESEHATAN GIGI DAN MULUT

PUSKESMAS KLAKAH

PERIODE TANGGAL 22 APRIL 2019- 18 MEI 2019

Oleh:

NAMA : ADE IRNIAWATI

NIM : 162303101003

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

KAMPUS LUMAJANG

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

UPAYA KESEHATAN GIGI DAN MULUT

A. PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN MEDIK GIGI (ORAL URGENT


TREATMENT/OUT)
Pelayanan kesehatan dalam menghilanhkan nyeri gigi dan mulut serta
penatalaksanaan infeksi gigi-mulut dan trauma gigi dilakukan dalam penanganan
kegawatdaruratan medic gigi ( Oral Urgent Treatment/OUT) yang meliputi:
1. Tindakan mengurangi rasa sakit melalui tindakan pemberian obat-obatan
dan perawatan penambalan gigi
2. Pertolongan pertama infeksi gigi dan mulut serta trauma gigi dan jaringan
penyangga
3. Rujukan untuk kasus-kasus yang kompleks
B. INDIKASI
1. Infeksi Rongga Mulut
Infeksi rongga mulut yang paling sering membutuhkan penanganan dalam
situsi kegawatdaruratan medic gigi adalah abses gigi. Keadaan ini terjadi akibat
gigi berlubang yang tidak dirawat dan/atau akibat penyakit periodontal. Selain
abses gigi, kasus yang membutuhkan penangan kegawatdaruratan adalah pulpitis
akut, gingivitis, periodontitis dan perikoronitis akut.
2. Trauma Gigi dan Jaringan Penyangga
Alasan paling sering kedua bagi anak-anak dan dewasa untuk datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan gigi dalam penananganan kegawatdaruratan medik adalah
karena membutuhkan perawatan trauma gigi. Jenis trauma gigi yang paling sering
terjadi adalah fraktur email dan fraktur email-dentin. Penelian menunjukkan
prevalensi trauma gigi yang dak terawat pada anak-anak sampai usia 15 tahun
adalah berkisar antara 7-50% bergantung pada usia dan lokasi. Data ini
menunjukkan bahwa dibutuhkan penanganan yang lebih terorganisir dalam
memberikan perawatan trauma gigi pada fasilitas pelayanan kesehatan gigi
pemerintah. Diketahui bahwa komplikasi jangka panjang dari trauma tersebut
adalah kemaan pulpa, resorpsi akar serta tulang alveolar.

C. UNIT PENGOBATAN GIGI DAN MULUT

Pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat/penderita yang berkunjung ke


Puskesmas adalah pelayanan medik yang bersifat dasar kedokteran gigi berdasarkan
kebutuhan meliputi upaya pengobatan/pemulihan dan rujukan dengan tidak
mengabaikan upaya peningkatan/pencegahan/perlindungan.

1. Pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut

Pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmaspada dasarnya


diselenggarakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:

a. Pembinaan/pengembangan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam


upaya pelihara diri (self care), melalui pengembangan upaya kesehatan yang
bersumber pada otoaktivitas masyarakat dengan pendekatan UKGM (Usaha
Kesehatan Gigi Masyarakat)
b. Pelayanan asuhan pada kelompok rentan, seperti pada anak sekolah (UKGS
= Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) dan pada kelompok ibu hamil/menyusui,
anak prasekolah. Pelayanan medik gigi dasar, di Puskesmas dilaksananakan
terhadap masyarakat baik yang datang mencari pengobatan maupun yang
dirujuk oleh BPG (Balai Pengobatan Gigi)

Sebagai pusat pengembangan kesehatan, pembinaan peran serta masyarakat dan


pusat pelayanan kesehatan masyarakat, Puskesmas harus melakukan kegiatan sebagai
berikut:

a. Mendorong masyarakat untuk mengenal masalah kesehatan


b. Memberi petunjuk kepada masyarakat tentang cara memanfaatkan sumber
daya setempat yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna
c. Memberikan bantuan yang bersifat teknis, bahan-bahan serta rujukan kepada
masyarakat.
d. Mengadakan kerja sama dengan sektor lain yang terkait Memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok.

Tujuan pembangunan kesehatan nasional adalah meningkatkan kesadaran,


kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya untuk mencapai itu maka diselenggarakan
upaya kesehatan secara menyeluruh,berjenjang dan terpadu .

1. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan


meningkatkan kemampuan tenaga medis atau dokter dalam
pelayanannya,misalnya pelayanan dokter gigi dalam pencegahan penyakit
gigi, menemukan secara dini kasus gigi dan mulut serta melakukan tindakan
pengobatan yang adekuat, pemberantasan penyakit gigi dan mulut yang
menyebabkan cacat.
2. Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,merata, dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat serta menggunakan teknologi tepat guna dan
menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas, guna mencapai
derajat kesehatan yang optimal.

Banyak puskesmas yang masih belum mempunyai fasilitas yang memadai


untuk pelayanan kesehatan masyarakat,diantaranya adalah puskesmas Sumbersari.
Peralatan kedokteran gigi masih banyak yang masih belum dimiliki puskesmas, oleh
karena puskesmas biasanya hanya memberikan perawatan - perawatan
dasar/ringan,sehingga banyak kasus yang dirujuk atau ditangani secara
minimal.Peningkatan kinerja merupakan salah satu upaya untuk mempercepat
tercapainya Indonesia Sehat 2010. Kinerja adalah penampilan hasil karya personal
dalam suatu organisasi, dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok
kerja personal.Kinerja Dokter gigi di Puskesmas merupakan karya suatu organisasi
dan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kesehatan masyarakat terutama
dibidang kesehatan gigi dan mulut.

Menurut Sarwono menyatakan pengetahuan yang dimiliki oleh individu


merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk mencari dan meminta upaya
pelayanan kesehatan. Dinyatakan pula bahwa semakin tinggi pengetahuan individu
tentang akibat yang ditimbulkan oleh suatu penyakit, maka semakin tinggi upaya
pencegahan yang dilakukan. Kesadaran masyarakat untuk menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya menyebabkan penyakitpenyakit gigi dan mulut dapat ditangani
sesegara mungkin, sehingga kemungkinan gigi tersebut untuk dicabut sebagai pilihan
terakhir perawatan dapat diminimalisir, jumlah penambalan gigi akan lebih besar
dibandingkan dengan jumlah pencabutan.

Menurut Trisnantoro, faktor umur sangat mempengaruhi permintaan konsumen


terhadap pelayanan kesehatan preventif dan kuratif. Fenomena ini terlihat pada pola
demografi di negara-negara maju yang pola permintaan pelayanan kesehatan gigi
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok berubah menjadi masyarakat tua.
Kelompok umur dewasa muda mempunyai umur yang lain, disebabkan karena
kelompok umur ini mempunyai kebutuhan akanperawatan kesehatan gigi yang lebih
tinggi, berdasarkan pola kecendrungan menderita karies gigi tahap awal dan gejala
awal dari kelainan jaringan gingiva, sebaliknya pada umur tua yang banyak menderita
kehilangan gigi asli ternyata kurang menyadari kebutuhan perawatan gigi pada
giginya,sehingga mengakibatkan rendahnya permintaan akan perawatan gigi pada
usialanjut.

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia perlu mendapat perhatian serius
dari tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat gigi sebagaimana hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa prevelensi
nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9%, sebanyak 14 provinsi mempunyai
prevelensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional. Penyakit gigi dan mulut
menduduki urutan pertama dari 10 besar penyakit yang paling sering dikeluhkan
masyarakat Indonesia. Persepsi dan perilaku masyarakat Indonesia terhadap
kesehatan gigi dan mulut masih buruk. Ini terlihat dari besarnya angka karies gigi dan
penyakit mulut di Indonesia yang cenderung meningkat.

Hasil studi morbiditas SKRT ( survey kesehatan rumah tangga)-surkenas


(survey kesehatan nasional) 2001 menunjukkan bahwa secara umum antara penyakit
yang dikeluhkan dan tidak dikeluhkan, prevelensi penyakit gigi dan mulut adalah
yang tertinggi meliputi 60% penduduk. Sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun
prevelensi penyakit gigi dan mulut adalah 33% dan meningkat dengan bertambahnya
umur.

Departemen kesehatan telah memprogramkan upaya promotif dan preventif


untuk anak usia sekolah melalui usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS). Upaya
promotif dan preventif paling efektif dilakukan dengan sasaran anak sekolah dasar,
karena perawatan kesehatan gigi harus dilakukan sejak dini dan dilakukan secara
kontinyu agar menjadi suatu kebiasaan. Usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) adalah
salah satu usaha pokok puskesmas yang termasuk dalam usaha kesehatan sekolah
(UKS). Termasuk di dalam program UKGS adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan
gigi dan mulut pada murid-murid sekolah dasar, yaitu meliputi dental health
education dan pemeriksaan gigi dan mulut.

Rendahnya pemanfaatan pekalayanan kesehatan gigi bagi anak usia sekolah


disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Menurut konsep pedodontic treatment
Triangle , pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi anak ditemukan oleh interaksi dari
tiga komponen yaitu anak sebagai penerima layanan, petugas kesehatan sebagai
motivator dan penyedia layanan serta orang tua sebagai motivator dan pengambil
keputusan dalam perawatan gigi anak. Ditinjau dari teoi Lawrence Green,
terbentuknya perilaku individu dipengaruhi oleh tiga factor yaitu factor predisposisi
yang meliputi pengetahuan, sikap, tradisi,sistem nilai, tingkat pendidikan, sosial
ekonomi, factor pemungkin meliputi ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan,
akses pelayanan, mutu pelayanan, dan factor penguat meliputi sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama,petugas kesehatan dan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kesehatan.

Penyakit gigi dan mulut yang paling sering diderita adalah karies gigi dan
penyakit periodontal, karena prevelensi dan insedensinya tinggi disemua tempat.
Penyakit gigi yang saat ini memiliki tingkat prevelensi tinggi pada anak usia sekolah
diindonesia salah satunya adalah penyakit gigi dan mulut yaitu 74,4%, akibat
kurangnya pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut.Hampir seluruhanak dengan
karies gigi yang tidakdirawat menyebabkan rendahnya massaindeks tubuh anak,
anemia, kurang tidurdan berujung pada menurunnya kualitashidup anak tersebut.

Hasil RISKESDAS 2007,menyatakan bahwa masalah kesehatan gigi dan


mulut di Provinsi Bali pada tahun 2007 adalah 22,5%, yang menerima perawatan
dari tenaga medis gigi sebanyak 42,4%,dan 1,7% kehilangan gigi aslinya.
Penduduk Provinsi Bali sebesar 86,2% telah menyikat gigi setiap hari.
Berdasarkan waktu menyikat gigi dilaporkan bahwa : penduduk yang menyikat
gigi pada pagi atau sore hari sebesar 74,4%, menyikatgigi sesudah makan
pagi16,1%,menyikat gigi saat bangun pagi 31,5%,menyikat gigi sebelum tidur
malam 44,4%, dan sembarang waktu sebesar2,5%.Penyakit gigi dan mulut akan
berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak dan hasil belajar anak.Usia
anak sekolah dasar dikatakan rentan terhadap kesehatan gigi dan mulut
karena pada usia 6-12 tahun terjadi peralihan atau pergantian gigi,dari gigi
susu/sulung ke gigi permanen/tetap Anak usia 12 tahun pada umumnyaakan
meninggalkan sekolah dasar,sehingga merupakan usia yang mudah dijangkau,
oleh karena itu usia 12 tahundigunakan sebagai usia untuk memantau karies gigi
secara global(global cariesmoni toringage)untuk dibandingkan secara internasional
Penyelenggaraan kesehatan gigi sebagai salah satu kegiatan pokok yang
dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut.Kegiatan
tersebut terutama ditujukan kepada golongan rawan terhadap gangguan kesehatan
gigi yaitu anak prasekolah dan anak sekolah dasar, sertaditujukan kepada
keluarga dan masyarakat berpenghasilan rendah, baikdi pedesaan maupun di
perkotaan

D. Permasalahan Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut

dikelompokkan menjadi 4 (empat) aspek, yaitu :


1. Kebijakan

Kesehatan gigi dan mulut masih belum cukup mendapat perhatian dari
masyarakat, karena masyarakat belummemahami pentingnya kesehatan gigi dan
mulut untuk mendukung fungsi pengunyahan, bicara dan estetik serta sangat besar
pengaruhnya pada life cycle. Hal ini berakibat kesehatan gigi dan mulut tidak menjadi
prioritas bagi sebagian besar masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu menyusun
kebijakan dan program kesehatan gigi dan mulut yang terintegrasi mengingat dampak
penyakit gigi dan mulut pada kesehatan umum.

2. Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Jumlah tenaga kesehatan gigi dan mulut dirasakan masih kurang, karena
penyebaran tenaga yang ada belum merata. Masih banyak Puskesmas dan Rumah
Sakit belum memiliki tenaga kesehatan gigi dan mulutnya sesuai dengan standar yang
berlaku.

3. Sarana, Prasarana dan Pembiayaan

Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan gigi masih terbatas, baik pengadaan
yang sumber dana APBN maupun APBD. Hal ini terbukti masih banyak Puskesmas
dan Rumah Sakit belum memiliki alat kesehatan gigi dan mulut yang memadai.
Kondisi ini dipengaruhi pula harga alat dan bahan kesehatan gigi yang mahal, serta
perencanaan pengajuan pengadaan alat kesehatan gigi yang masih kurang. Pola
pembiayaan baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih sangat kurang,
terutama pembiayan UKM.

4. Kerjasama dari para pemangku kepentingan terkait.

Perlunya peningkatan peran serta pemangku kepentingan yang terkait dalam


pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Berdasarkan UU kesehatan No.23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera


dari badan, jiwa,dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Dalam program pembangunan nasional Indonesia, tujuan
pembangunan kesehatan nasional adalah mewujudkan Indonesia sehat tahun 2020.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dilakukan upaya kesehatan menyeluruh
terpadu dan merata yang dapat diterima dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan peran aktif dari masyarakat tersebut. Arahan ini mencakup bidang
kesehatan gigi, bahwa upaya kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan dengan memacu
meningkatkan kemandirian masyrakat untuk menolong dirinya sendiri dalam
memelihara kesehatan gigi.

Perawatan gigi dan mulut bukan hanya untuk mengobati gigi sakit dan
bermasalah, tapi juga untuk memperbaiki penampilan, gigi yang pada akhirnya akan
menciptakan rasa percaya diri yang tinggi. Seiring berjalannya waktu meningkatnya
kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi dan mulut akan menimbulkan kepuasan
pada diri setiap pasien.

Kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut aadalah


perbandingan antara persepsi terhadap pelayanan yang diterima dengan harapannya
sebelum mendapatkan pelayanan. Apabila harapannya terpenuhi, berarti pelayanan
tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan juga akan menimbulkan
kepuasan yang tinggi. Kebutuhan dan harapan terhadap pelayanan yang cepat dan
tepat, biaya pengobatan yang murah, tenaga medis yang terampil serta sikap yang
ramah dan komunikatif adalah sebagian pelayanan kesehatan yang mampu memenuhi
tuntunan tersebut.

Status atau derajat kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar
ditentukan oleh berbagai faktor seperti : pengetahuan dan perilaku orang tua,
lingkungan dan pelayanan kesehatan, untuk mengatasi masalah kesehatan terutama
kesehatan gigi anak sekolah tersebut perlu mendapatkan perhatian serta penanganan
sebagai satu kesatuan. Untuk menunjang upaya kesehatan agar mencapai derajat
kesehatan optimal (hidup sehat), upaya di bidang kesehatangigi dan mulut juga perlu
mendapatkan perhatian terutama anak sekolah dasar melalui wadah UKGS di setiap
sekolah dasar. Penyelenggaraan kesehatan gigi sebagai salah satu kegiatan pokok
yang dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Kegiatan
tersebut terutama ditujukan kepada golongan rawan terhadap gangguan kesehatan
gigi yaitu anak pra sekolah dan anak sekolah dasar, serta ditujukan kepada keluarga
dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik di pedesaan maupun diperkotaan .
program usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) adalah suatu komponen dari usaha
kesehatan sekolah (UKS) dan merupakan strategi klinis pelayanan kesehatan gigi dan
mulut bagi anak sekolah. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh
kembang anak.

E. USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah bagian Integral dari Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara
terencana pada para siswa terutama siswa sekolah tingkat dasar (STD). Dalam suatu
kurun waktu tertentu dan diselenggarakannya upaya ini secara berkesinambungan
melalui paket UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) Usaha yaitu Paket Minimal, Paket
Standar, dan Paket Optimal. Di bawah ini ada beberapa penjelasan mengenai paket
UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) yaitu:

1. Paket Minimal UKGS Tahap I yang meliputi


a. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi mulut.
b. Pencegahan penyakit gigi mulut.
2. Paket Standar UKS Yaitu UKGS tahap II yang meliputi
a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi mulut.
b. Pendidikan/ penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
c. Pencegahan penyakit gigi dan mulut.
d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas 1 SD.
e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit.
f. Pelayanan medic gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai dengan kelas
VI (care on demand),
g. Rujukan bagi yang memerlukan.

3. Paket Optimal UKS yaitu UKGS Tahap III yang meliputi:

a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi mulut
b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi mulut,
c. Pencegahan penyakit gigi mulut,
d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I,
e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit,
f. Pelayanan medic gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai dengan kelas
VI (care on demand),
g. Pelayanan medic gigi dasar sesuai kebutuhan (treatment need) pada kelas
terpilih.

Menteri Kesehatan RI menyampaikan, “Kemenkes melakukan Kebijakan dan


Pengembangan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut antara lain melalui upaya
promosi, pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi dasar di Puskesmas dan
Puskesmas pembantu (pustu). Upaya promosi,

Pencegahan dan pelayanan kesehatan gigi perorangan di RS. Upaya promosi,


pencegahan dan pelayanan kesehatan di sekolah melalui Usaha Kesehatan Gigi
Sekolah (UKGS) dari tingkat TK sampai SMA yang terkoordinir dalam UKS”.
Pemerintah sedang mengembangkan berbagai macam UKGS inovatif. Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dalam bentuk Usaha Kesehatan Gigi
Masyarakat (UKGM); serta kemitraan kesehatan gigi dan mulut baik di dalam
maupun di luar negeri (PDGI, 2011). Buruknya perilaku kesehatan gigi masyarakat
dapat dilihat dari tingginya persentase masyarakat yang menyakini semua orang akan
mengalami karies gigi (79,16%), gigi tanggal pada usia lanjut (73,61%), karies gigi
sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), penyakit gigi tidak berbahaya (59%), dan
perawatan gigi menimbulkan rasa sakit (31,94%). Keyakinan ini akan berpengaruh
buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan gigi. Begitu halnya dengan
kebiasaan menyikat gigi presentase masyarakat yang menyikat gigi pada waktu yang
tepat (sesudah makan) sangat rendah (27,50%). Keyakinan gigi sembuh sendiri
mungkin penyebab hanya sedikit masyarakat yang berobat ke sarana pelayanan
kesehatan gigi (10%) (Tampubolon, 2006). Faktor yang mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut pada masyarakat, baik sebagai pemberi pelayanan (provider) maupun
pengguna (costumer), menurut konsep Blum tahun 1974 yang dipengaruhi oleh 4
faktor utama yakni: Lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan
(Hereditas). Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Antisari (2005), perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi
status kesehatan gigi dan mulut.

F. PENATALAKSANAAN KASUS KEGAWATDARURATAN GIGI DAN


MULUT
1. Abses gigi
a. Definisi:
Pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan di
sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi. Abses gigi yang dimaksud
adalah abses pada pulpa dan periapikal.
b. Penyebab:
Abses ini terjadi dari infeksi gigi yang berisi cairan (nanah) dialirkan ke gusi
sehingga gusi yang berada di dekat gigi tersebut membengkak.
c. Gambaran Klinis:
Pada pemeriksaan tampak pembengkakan disekitar gigi yang sakit. Bila abses
terdapat di gigi depan atas, pembengkakan dapat sampai ke kelopak mata,
sedangkan abses gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai ke pipi.
Abses gigi bawah menyebabkan bengkak sampai ke dagu atau telinga dan
submaksilaris. Pasien kadang demam, kadang tidak dapat membuka mulut
lebar. Gigi goyah dan sakit saat mengunyah.
d. Diagnosis:
Pembengkakan gusi dengan tanda peradangan di sekitar gigi yang sakit.
e. Penatalaksanaan:
1) Pasien dianjurkan berkumur dengan air garam hangat.
2) Jika abses meluas dapat diberikan:

Dewasa : Amoksisilin 500 mg dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam

Anak : Amoksisilin 10-15 mg/kgbb, setiap 6-8 jam

3) Simtomatik: Parasetamol atau ibuprofen atau asam mefenamat

Dewasa : 500 mg setiap 6-8 jam

Anak : 10-15 mg/kgbb, setiap 6-8 jam

4) Bila tidak ada dokter gigi, maka dirujuk ke dokter gigi untuk penanganan
selanjutnya sesuai dengan indikasi.

5) Bila ada dokter gigi dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi dokter gigi.

f. KIE

1) Tujuan penatalaksanaan: menyembuhkan infeksi, menghilangkan gejala,


mencegah komplikasi

2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut, menggosok gigi setiap


setelah makan pagi dan sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal
2x setahun, makan makanan yang berserat dan berair.

3) Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.

2. Pulpitis Akut

a. Definisi:
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri,
merupakan reaksi terhadap toksin bakteri pada karies gigi.
b. Penyebab:
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah pembusukan gigi,
penyebab kedua adalah cedera. Pulpa terbungkus dalam dinding yang keras
sehingga tidak memiliki ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi
peradangan. Yang terjadi hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi.
Peradangan yang ringan jika berhasil diatasi, tidak akan menimbulkan
kerusakan gigi yang permanen. Peradangan yang berat bisa mematikan pulpa.
Meningkatnya tekanan di dalam gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar,
sehingga bisa melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya.
c. Gambaran Klinis:
1) Gigi yang mengalami pulpitis akan nyeri berdenyut, terutama malam hari.
Nyeri ini mungkin menjalar sampai ke daerah sinus dan pelipis (pulpitis
gigi atas) atau ke daerah telinga (pulpitis gigi bawah).
2) Bila kemasukan makanan, karena rangsangan asam, manis, atau dingin
akan terasa sakit sekali. Sakit saat mengunyah menunjukkan bahwa
peradangan telah mencapai jaringan periapikal.
3) Gigi biasanya sudah berlubang dalam dan pulpa terbuka.
d. Diagnosis:
Nyeri dan tanda peradangan.
e. Penatalaksanaan:
1) Bila tidak ada tenaga kesehatan gigi, lubang gigi dibersihkan dengan
ekskavator dan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas dan
dimasukkan pellet kapas yang ditetesi eugenol.
2) Berikan analgetik bila diperlukan:

Dewasa : parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari, atau analgesik lainnya seperti


ibuprofen atau asam mefenamat

Anak : parasetamol 10-15 mg/kgBB 3 – 4 x sehari

3) Bila sudah ada peradangan jaringan periapikal, lihat Abses gigi

Dirujuk ke dokter gigi untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan indikasi.

f. KIE:

1) Tujuan penatalaksanaan: menyembuhkan infeksi, menghilangkan gejala,


mencegah komplikasi

2) Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut, menggosok gigi setiap


setelah makan pagi dan sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi
minimal 2x setahun, makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan
buah).
3. Gingivitis

a. Definisi:

Gingivitis adalah infl amasi gingiva marginal atau radang gusi.

b. Penyebab:

Radang gusi ini dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun faktor sistemik.
Faktor lokal diantaranya karang gigi, bakteri, sisa makanan (plak),
pemakaian sikat gigi yang salah, rokok, tambalan yang kurang baik. Faktor
sistemik meliputi Diabetes Melitus (DM), ketidakseimbangan hormon (saat
menstruasi, kehamilan, menopause, pemakaian kontrasepsi), keracunan
logam, dan sebagainya.

c. Gambaran Klinis:

- Pasien biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa
nyeri, hanya kadang terasa gatal.

- Pada pemeriksaan gusi tampak bengkak, berwarna lebih merah dan mudah
berdarah pada sondasi. Kebersihan mulut biasanya buruk.

- Ginggivitis herpes biasanya disertai gejala herpes simpleks. Tanda di gusi


tidak disertai bau mulut.

- Salah satu bentuk radang gusi adalah perikoronitis yang gejalanya lebih
berat: demam, sukar membuka mulut.

d. Diagnosis:

Peradangan pada gusi.

e. Penatalaksanaan:

- Pasien dianjurkan untuk memperbaiki kebersihan mulut dan berkumur


dengan 1 gelas air hangat ditambah 1 sendok teh garam, atau bila ada dengan
obat kumur iodium povidon setiap 8 jam selama 3 hari.

- Bila kebersihan mulut sudah diperbaiki dan tidak sembuh, rujuk ke Rumah
Sakit untuk perawatan selanjutnya. Perlu dipikirkan kemungkinan sebab
sistemik.

- Perikoronitis memerlukan antibiotik selama 5 hari: amoksisilin 500 mg


setiap 8 jam.
- Di rujuk ke dokter gigi untuk penanganan selanjutnya yaitu membersihkan
karang gigi.

f. KIE:

- Tujuan penatalaksanaan: menyembuhkan infeksi, menghilangkan gejala,


mencegah komplikasi

- Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut, menggosok gigi setiap


setelah makan pagi dan sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal
2x setahun, makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).

- Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.

- Alasan rujukan: bila kebersihan mulut sudah diperhatikan dan penyakit tidak
sembuh, perlu dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan selanjutnya.

4. Periodontitis

a. Definisi:

Peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam yang merupakan


lanjutan dari peradangan gingiva.

b. Penyebab:

Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan


karang gigi (tartar) diantara gigi dan gusi. Akan terbentuk kantong diantara
gigi dan gusi, dan meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang
dibawahnya. Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas
oksigen yang mempermudah pertumbuhan bakteri sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan gigi tersebut tanggal.

c. Gambaran Klinis:

- Perdarahan gusi

- Perubahan warna gusi

- Bau mulut (halitosis)

d. Diagnosis:

Nyeri pada gingiva

e. Penatalaksanaan:
- Karang gigi, saku gigi, impaksi makanan dan penyebab lokal lainnya harus
dibersihkan/diperbaiki.

- Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg setiap 8


jam selama 5 hari.

- Pasien dianjurkan berkumur selama ½ - 1 menit dengan larutan povidon


1%, setiap 8 jam.

- Bila sudah sangat goyah, gigi harus sudah dicabut.

- Analgesik jika diperlukan.

f. KIE

- Tujuan penatalaksanaan: menyembuhkan infeksi, menghilangkan gejala,


mencegah komplikasi.

- Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut, menggosok gigi setelah


makan pagi dan sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal 2x
setahun, makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).

- Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.

5. Perikoronitis Akut

a. Definisi:

Peradangan jaringan lunak sekitar mahkota gigi yang sedang erupsi, terjadi
pada molar ketiga yang sedang erupsi.

b. Penyebab:

Bengkak pada gusi di sekitar mahkota gigi akibat dari penumpukan plak dan
sisa makanan diantara gigi dan gusi.

c. Gambaran Klinis:

- Perdarahan gusi

- Perubahan warna gusi

- Bau mulut (halitosis)

d. Diagnosis:
Adanya riwayat sakit gigi yang sedag erupsi khususnya molar tiga,
peradangan di gusi sekitar mahkota gigi.

e. Penatalaksanaan:

- Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg setiap 8


jam selama 5 hari.

- Pasien dianjurkan berkumur selama ½ - 1 menit dengan larutan povidon


iodin1%, setiap 8 jam.

- Pemberian parasetamol 500 mg 3 - 4 x sehari atau analgesik lain seperti


ibuprofen atau asam mefenamat.

- Bila tidak ada dokter gigi, maka dirujuk ke dokter gigi untuk penanganan
selanjutnya sesuai dengan indikasi.

- Bila ada dokter gigi dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi dokter gigi.

f. KIE

- Tujuan penatalaksanaan: menyembuhkan infeksi, menghilangkan gejala,


mencegah komplikasi.

- Pencegahan: menjaga kebersihan gigi dan mulut, menggosok gigi setiap


setelah makan pagi dan sebelum tidur, memeriksakan ke dokter gigi minimal
2x setahun, makan makanan yang berserat dan berair (sayur dan buah).

- Jangan mengunyah hanya pada satu sisi gigi.

6. Trauma gigi dan jaringan penyangga

a. Definisi:

Trauma gigi adalah hilangnya kon􀆟 nuitas jaringan keras gigi dan atau
periodontal karena sebab mekanis.

b. Penyebab:

Penyebab trauma gigi paling sering adalah jatuh saat bermain, berolahraga,
kecelakaan lalu lintas dan perkelahian.

c. Gambaran Klinis:

- Perdarahan gusi
- Pembengkakan/luka pada wajah

d. Diagnosis:

Adanya riwayat benturan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung,
trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai
gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan
yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi
rahang atas dengan kekuatan tekanan besar dan tiba-tiba.

e. Penatalaksanaan:

- Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut.
Jaringan lunak harus dirawat dengan baik.

- Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu


mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan
anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah
bakteri.

- Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profi laksis bila terdapat


luka pada jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar
maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.

- Simptomatik: pemberian parasetamol 500 mg 3 – 4 x sehari, atau analgetik


lainnya ibuprofen atau asam mefenamat.

- Bila tidak ada dokter gigi, maka dirujuk ke dokter gigi untuk penanganan
selanjutnya sesuai dengan indikasi.

- Bila ada dokter gigi dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut sesuai kompetensi dokter gigi.

f. KIE:

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyembuhkan infeksi, menghilangkan


gejala dan mencegah komplikasi.

G. TENAGA KESEHATAN PELAKSANA

Dokter gigi dan perawat gigi sesuai dengan kompetensi masing-masing


berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak ada tenaga
kesehatan gigi, dapat dilakukan oleh dokter umum yang telah memperoleh pelatihan.
H. INSTRUMEN/ALAT

Peralatan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

- Set instrumen gigi dasar

- Satu set Tang pencabutan

- Bein (dua buah)

- Kursi atau tempat tidur/sofa dengan sandaran kepala

- Bangku untuk pekerja kesehatan gigi dan asistennya

- Meja untuk instrumen dan obat-obatan

- Sumber cahaya yang idealnya tidak sepenuhnya mengandalkan pasokan listrik

- Baskom cuci

-wadah penyimpanan air jika air mengalir tidak tersedia

- panci tekan dan sumber panas untuk sterilisasi instrument

I. PENCEGAHAN KARIES GIGI MELALUI PEMBERIAN PASTA GIGI


MENGANDUNG FLUOR AFFORDABLE FLUORIDE TOOTHPASTE (AFT)

1. Evidence Based

Pengurangan karies menggunakan fluor paling baik akan diperoleh jika


diaplikasikan secara topikal. Pasta gigi mengandung fluor adalah cara aplikasi yang
efi sien terutama bila digunakan minimal dua kali sehari. Pada umumnya pasta gigi
yang beredar di indonesia mengandung fluor sesuai dengan yang disarankan badan
POM. Penambahan fluor pada pasta gigi kurang mendapat perhatian dari publik
dibanding penambahan fluor pada air minum. Fluoridasi air adalah pendekatan untuk
populasi yang lebih luas tapi pelaksanaannya tergantung pada infrastruktur suatu
negara. Terdapat laporan tentang khasiat anti-karies dengan cara menyikat gigi
dengan pasta gigi mengandung fluor dua kali sehari.

Promosi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sehari-hari dengan menyikat


gigi menggunakan pasta gigi mengandung fluor adalah persyaratan utama konsep
BPOC atau Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut. Diperlukan dukungan
agar tersedianya pasta gigi mengandung fl uor yang terjangkau dan efektif bagi
masyarakat. Pendekatan semacam ini bukan hanya pertimbangan teoritis tetapi dapat
dikembangkan di negara-negara berpenghasilan rendah. Adanya dukungan
pemerintah dan tersedia pasta gigi mengandung fluor dengan harga terjangkau dan
efektif di Nepal yang menyebabkan penurunan dramatis prevalensi karies pada anak-
anak. Di Indonesia pernah dilakukan penelitian oleh Adyatmaka (1993) mengenai
pemakaian pasta gigi dengan harga terjangkau di provinsi Kalimantan Barat.

Menyikat gigi dengan pasta gigi mengandung fluor harus dimulai pada usia
dini. Semakin cepat orangtua memperkenalkan sikat gigi dengan pasta mengandung fl
uor maka anak akan mempunyai risiko rendah terserang karies di masa mendatang.

Melalui penelitian community trial selama 4 tahun pada anak-anak sekolah di


Brazil yang diberikan pasta gigi yang dibagi berdasarkan kelompok yang
mengandung berbagai konsentrasi fluor. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada
kelompok yang diberikan pasta gigi dengan konsentrasi fluor 1300ppm memperoleh
keuntungan karies protektif dua kali lipat dibandingkan dengan kelompok yang
diberikan pasta gigi dengan konsentrasi hanya 1000ppm.

2. Penggunaan pasta gigi mengandung fluor yang terjangkau dan efektif di


masyarakat

Penggunaan pasta gigi mengandung fluor dianggap paling efisien dalam


mengontrol karies gigi. Namun agar efektif, kandungan fluor dalam pasta gigi harus
tersedia dalam konsentrasi yang memadai untuk berkontak dengan permukaan gigi.

Pasta gigi yang terjangkau biasanya dihitung dengan waktu kerja yang
dibutuhkan untuk membeli 100 ml pasta gigi, di Myanmar tiga jam bekerja untuk
membeli satu tube pasta gigi, sedangkan di Belanda dengan waktu enam menit dapat
membeli satu tube pasta gigi. Di Myanmar harga satu tube pasta gigi sama dengan
sekali makan, sedangkan di Belanda harga satu tube pasta gigi sama dengan harga 1/6
dari satu kali makan. Di Indonesia misalnya upah minimum adalah Rp. 900.000 per
bulan di bagi 24 hari kerja menjadi Rp. 37.500 per hari. Satu hari kerja sama dengan
delapan jam berarti Rp. 4.687. Harga satu tube pasta gigi mengandung fl uor di
Indonesia sama dengan harga ½ kali makan.

Instruksi yang jelas mengenai penggunaan pasta gigi secara efisien, termasuk
jumlah optimal pasta gigi yang digunakan, metode berkumur yang benar serta saran
untuk mengawasi anak menyikat gigi harus tertera dalam kemasan pasta gigi.

Menyikat gigi dengan pasta gigi mengandung fluor harus diupayakan sejak
usia dini. Memasyarakatkan sikat gigi dengan pasta gigi berfl uor dalam bentuk sikat
gigi bersama dapat dilaksanakan pada kegiatan UKGM (Usaha Kesahatan Gigi
Masyarakat) misalnya di Posyandu, PAUD (Pendidikan anak usia Dini) dan UKGS
(Usaha kesehatan Gigi Sekolah) .

Sebelum melaksanakan kegiatan ini perlu didahului dengan pelatihan


tenaga/kader dan guru. Kegiatan ini dimasukkan dalam kegiatan PHBS (Program
Hidup Bersih Sehat) dan diintegrasikan dalam upaya-upaya kesehatan pokok lainnya
di Puskesmas (Kesehatan Ibu Anak/ KIA, Gizi, Kesling, Posbindu, dan PKPR).
Untuk masyarakat yang masih menyikat gigi dengan menggunakan cara-cara
tradisional yang diduga kurang efektif dalam pencegahan karies gigi perlu dilakukan
pendekatan dan edukasi agar mereka menganti dengan menggunakan sikat gigi dan
pasta gigi berfluor.

3. Penggunaan pasta gigi mengandung fluor secara efektif

Edukasi kebersihan mulut harus memasukkan anjuran kebiasaan menyikat gigi


dengan pasta gigi yang mengandung fluor. Penelitian menunjukkan terdapat
hubungan antara efektifitas fluor dalam mencegah karies gigi serta cara menyikat gigi
yang benar. Dua faktor terpenting adalah frekuensi menyikat gigi dan berkumur
hanya satu kali setelah menyikat gigi. Direkomendasikan untuk menyikat gigi dua
kali sehari karena cara ini meningkatkan efektivitas fluor dibandingkan dengan
menyikat gigi sekali sehari.

Berkumur setelah menyikat gigi mengurangi efektivitas fluor karena akan


mengurangi jumlahnya di permukaan gigi sampai konsentrasi di bawah optimal.
Kebiasaan tidak berkumur atau berkumur sekali saja setelah menyikat gigi diikuti
dengan membuang sisa pasta gigi sangat direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI, D. J. (2012). Pedoman Paket Dasar Pelayanan Kesehatan


Gigi Dan Mulut . Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kiswaluyo. (2012). pelayanan kesehatan gigi di puskesmas . Bagian ilmu kesehatan


Gigi masyarakat fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember , 1-2.

Rieza Zulfahmi Taftazani, L. R. (2015). Analisi Program Kegiatan Usaha Kesehatan


Gigi Sekolah (UKGS) DiPuskesmas Halmahera. Kesehatan Gigi , vol.02 No 1
.

Vivin Sumanti, T. W. (2013). Faktor yang berhubungan dengan partisipan orang tua
dalam perawatan kesehatan gigi anak di puskesmas Tegallalang. public health
and preventive medicine archive, volume 1,nomor 1 .

Dr gita maya koemara sakti, M. (2019). Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kesehatan
Gigi Dan Mulut . Jakarta .

I Nyoman Wirata, A. A. (2016). PERBEDAAN DERAJAT KESEHATAN GIGI


DAN MULUTPADA SISWA SD DENGAN PROGRAM UKGS AKTIF
DANTIDAK AKTIF DIWILAYAH KERJA
PUSKESMASDENPASARUTARA. 125Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan, Vol. 3 No. 2, hal :124-136.

Mariane Sembel, H. O. (2014). Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap


Perawatan Gigi Dan Mulut Di Puskesmas Bahu . Jurnal e-Gigi (eG), Volume
2,Nomor 2.

Rieza Zulfahmi Taftazani, L. R. (2015). Analisi Program Kegiatan Usaha Kesehatan


Gigi Sekolah (UKGS) DiPuskesmas Halmahera. Kesehatan Gigi , vol.02 No 1
.

Vivin Sumanti, T. W. (2013). Faktor yang berhubungan dengan partisipan orang tua
dalam perawatan kesehatan gigi anak di puskesmas Tegallalang. public health
and preventive medicine archive, volume 1,nomor 1 .

Monica Sherlyta, R. W. (2017 ). Tingkat Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa Sekolah
Dasar Negeri Di Desa Tertinggal Kabupaten Bandung . J ked Gi Urpad ,
29(1);69-76.

Cuila Rahayu.Sri widiati, D. N. (2014). HUBUNGAN ANTARA


PENGETAHUAN,SIKAP,DAN PERILAKU TERHADAP
PEMELIHARAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN
STATUS KESEHATAN PERIODONTAL PRA LANSIA DI POSBINDU
KECAMATAN INDIHIANG KOTA TASIKMALAYA . Maj ked Oi ,
21(1):27-32.

Chen X, Du MQ, Fan M, Mulder J, Huysmans MCDNJM, Frencken JE. Caries


preventive eff ect of sealants produced with altered glassionomer materials
atier 2 years. Dental Materials 2012;

De Amorim RG, Leal SC, Frencken JE. Survival of ART Sealants and ART
restorations: A meta-analysis. Clin Oral Invest 2011; epub

Departemen Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.


Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Indonesia.

Frencken J.E. (2011). Minimal Intervention Dentistry for managing dental caries: The
ART approach. Department of Global Oral Health College of Dental Science
University of Nijmegen. The Netherlands.

Frencken J.E. (2011). Public Oral Health. Department of Global Oral Health College
of Dental Science University of Nijmegen. The Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai