Anda di halaman 1dari 3

Kultur Meristem

Meristem adalah jaringan yang bersifat embrionik dalam tubuh tumbuhan, dan merupakan
asal dari jaringan permanen. Sel-sel baru yang terbentuk oleh meristem mengalami berbagai
diferensiasi sehingga terbentuk ciriciri jaringan dewasa. Suatu meristem dapat berasal dari satu sel
atau dari sekelompok sel (Esau, 1 976). Jaringan meristem apikal tunas dan akar berdiameter sekitar
0.1 mm dengan panjang sekitar 0.25 mm (Slack and Tufford, 1995).

Aktivitas meristematik dari jaringan meristem diatur oleh sinyal fisiologi dan lingkungan, sehingga
meristem tidak aktif pada kondisi yang tidak menguntungkan, tetapi tetap memiliki potensi untuk
pertumbuhan (Fosket, 1994). Berdasarkan arah bidang pembelahan sel pada meristem, maka
jaringan ini dibagi atas dua daerah, yaitu tunika yang terdiri dari lapisan terluar yang menyelubungi
kelompok sel di bawahnya (korpus), (Gambar 1)

Gambar 1. Diagram apeks pucuk Pisum (kapri). A. Gambar yang menunjukkan sel.
B. Bagian tafsiran dari (A). (Esau, 1976)

Bidang pembelahannya terutama antiklinal. Dalam korpus, pembelahan terjadi ke semua arah. Ini
dikenal dengan teori tunika korpus (Esau 1976). Struktur jaringan apikal tunas memiliki primordia
daun dan daun-daun muda, tersusun dari sel-sel yang tidak dapat dibedakan, tetapi umumnya
dikelompokkan menjadi zona-zona yang berbeda-beda (Kartha, 1981). Jaringan meristematik yang
digunakan untuk kultur meristem dapat berupa meristem apikal atau meristem tunas aksiler
(Hannann et al, 1990). Eksplan meristem digunakan untuk mengurangi jaringan kultur
terkontaminasl (Sherwood, 1996) dan mendapatkan sejumlah tanaman normal, serta dapat
dijadikan eksplan yang bebas virus dengan ukuran untuk kultur sekitar 0.1-0.5 mm (Chu and Kurtz,
1990). Seperti yang dinyatakan oleh Hannann et al. (1990) meristem dengan ukuran 0.10-0.15 mm
dapat mengeliminasi 100% virus. dari penelitian yang menggunakan kultur meristem juga dapat
diperoleh pengetahuan tentang peranan nutrisi dan hormon terhadap diferensiasi serta
pertumbuhan embrio somatik maupun tunas melalui organogenesis, selain itu dapat juga
diaplikasikan untuk menyimpan plasma nutfah (Sahrawat and Chand, 2001). Eksplan meristem yang
digunakan dalam kultur jaringan dapat berupa meristem apikal atau meristem tunas aksiler. Kultur
meristem ini digunakan untuk mengurangi jaringan kultur terkontaminasi dan mendapatkan
sejumlah tanaman normal, serta dapat dijadikan eksplan yang bebas virus. (Akbar et al., 2003)
Prosedur Pelaksanaan Kultur Meristem

A. Penyiapan jaringan steril

Bagian puncak tunas dipotong sepanjang 3 - 5 cm dari tanaman asalnya. Lalu dibilas dengan etanol
70%, Kemudian dicelupkan dalam larutan natium hipoklofit 7% atau dalam larutan pemutih 50%
selama 5-10 menit. Setelah itu dicuci 5 - 6 kali dengan air aquades steril (Akbar et al., 2003).

B. Pemotongan ujung meristem

Pemotongan harus dilakukan secara aseptik. Hilangkanlah lapisan daun bagian luar dengan pisau
steril sampai puncak meristem terlihat. Ambillah bagian puncak meristem tersebut, kemudian
tanamlah pada medium agar. Inkubasikan kultur meristem tersebut dalam lemari pertumbuhan
dengan suhu 15 – 240’C ( Sherwood, 1996).

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur Meristem

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur meristem dalam regenerasi kultur
jaringan, diantaranya ukuran eksplan meristem, jenis media tumbuh, jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh, dll.

Ukuran meristem tunas akan menentukan kemampuannya untuk bertahan dalam


medium hara walaupun pada kondisi optimum. Apabila pucuk meristem diisolasi
bersama daun primordia dan bagian jaringan prokambiumnya, daya hidupnya lebih
besar. Untuk kebutuhan perbanyakan, umumnya menggunakan meristem bersama
daun primordiannya. Sebaliknya, apabila tujuannya untuk menghilangkan infeksi virus
sistemik, meristem harus bebas dari daun primordia dan ukuran pucuk tidak boleh
melampaui 0,1 - 0,5 mm (Rout et al., 1998). Medium MS ternyata bermanfaat untuk
kultur meristem dari berbagai spesies tumbuhan. Pada kultur meristem dari empat
genotip friticum aestivum L. potensi regenerasinya rata-rata 80 — 90% apabila
dikulturkan di dalam medium MS yang mengandung 2 dan 4 mg/L 6_ benzylaminopurin
(BAP) berkombinasi dengan 0,5 mg/L asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-1)) (Ahmad et
al., 2002). Demikian juga mikropropagasi kultur meristem Zingiber oficinales cv. V3S18
diperlukan medium MS padat (Murashige and Skoog, 1962) yang ditambahkan 4,0 mg/L
BAP, 1,0 mg/L asam indol-3- asetat (IAA), dan 100 mg/L adenin sulfat. Namun untuk
memperoleh plantlet normal dapat diperoleh cukup dengan medium 1/2 MS yang hanya
ditambahkan 1,0 mg/L asam indole-3-butirat OBA) (Rout et al., 1998)

kombinasi sitokinin dan auksin hanya menghasilkan pertumbuhan tunas. Akan


tetapi dalam banyak hal, sitokinin, auksin dan asam giberelat tampaknya diperlukan untuk
pengembangan tumbuhan normal. Namun pada kultur meristem tidak menutup
kemungkinan berhasil juga pada medium lain. Demikian juga jenis zat pengatur tumbuh
dapat berpengaruh pada potensi regenerasi kultur meristem. Keberhasilan kultur meristem
dalam regenerasi tumbuhan normal tidak hanya tergantung kepada jenis media, komposisi
medium, jenis dan konsentasi zat pengatur tumbuh, serta kondisi lingkungan yang tepat,
tetapi juga pada ukuran meristem tunas eksplan.
Ahmad, A., H. Zhong, W. wang, and M.B. Sticklen. 2002. Shoot apical meristem: In vitro regeneration
MMMand morphogenesis in wheat (friticum aestivum L.). In vitro Cell. Dev, Biol. Plant. 38:163-167.

Akbar, M.A., B.K. Kannakar, and S.K. Roy. 2003. Callus Induction and High-Frequency Plant
mmmRegeneration of Pineapple (Ananas comosus (L.) Mem). Plant Tissue Cult. 13(2): 109-110

Chu, I.Y.E. and S.L. Kurtz. 1990. Micropropagation of floriculture crops. McGraw-Hill, Sydney,
Tokyo, Toronto. P.V. Ammirato et al. Handbook of plant cell culture. P. 127-159. Vol. 5.

Esau, K. 1976. Plant anatomy. New Delhi, Bangalore, Bombay, Calcutta. Wiley Eastem Ltd.

Fosket, D.E. 1994. Plant growth and development: A molecular approach, San Diego, New York,
Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto. Academic Press, Inc.

Hannann, H.T., D.E. Kester, and F.T. Davies. 1990. Plant propagation: Principles and practices. Fifth
edition. Englewood Cliffs. Prentice-Hll International Inc.

Kartha, K, K. 1981. Meristem culture and cryopreservation methods and applications. p. 181-209. ln
aaaaaT.A. Thorpe (ed.) Plant tissue culture: Methods and applications in agricultur. Montrea,
mmmSydney, Tokyo. Academic Press Inc.

Rout, G.R., P. Das, S. Goel, and S.N. Raina. 1998. Genetic Stability Of Micropropagated Plants
Aaaaaof Ginger. Bot. Bull. Acad. Sin. 39:23-27.

Sahrawat, A.K. and S. Chand. 2001. Continuous Somatic Embryogenesis And Plant Regeneration
From Hypocotyl Segments Psoralea Corylifolia Linn. An Endangered And Medicinally Important
Fabaceae Plant. Curr. Science. New York. Oxford Univ. Press. 10:13-28

Sherwood, JL. 1996. Virus-free plants. Plant cell culture: A practical approach. Second Edition. New York.
Oxford Univ. Press. p. 135-145.

Anda mungkin juga menyukai