Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASKEP AMPUTASI

OLEH :
NAMA : SRI SILFITRAH

PRODI : S1 KEPERAWATAN

SEMESTER : V (LIMA)

STIKES MARENDENG MAJENE


TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah ini. Makalah ini saya
buat dalam memenuhi tugas mata kuliah ”KMB II”. Makalah ini saya buat untuk membantu
memahami tentang “ASKEP AMPUTASI ” baik teori maupun Asuha Keperawatan yang di buat
berdasarkan contoh kasus.
Dengan adanya makalah ini, para pembaca diharapkan mampu mengembangkan danmenambah
pengetahuan mereka disamping adanya buku – buku referensi dan makalah yang lain,makalah ini
bukan suatu hasil yang sempurna, dengan adanya waktu - waktu yang akan datangdiperlukan proses
perbaikan dan penyempurnaan.
Apabila Makalah ini terdapat kekurangan - kekurangan, maka saya sebagai penyusun makalah
ini mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca.Harapan kami semoga makalah ini berguna
bagi semua pembaca.
Kritik dan saran yangmembangun sangat saya harapkan untuk pembelajaran berikutnya.Terima
kasih.

Majene, 5 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................


KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………...
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Amputasi ..................................................................................................
B. Etiologi……………………………………………………………..
C. Jenis Amputasi .........................................................................................................
D. Teknik Amputasi……………………………………………….
E. Manisfestasi Klinis…………………………………………………………………………..
F. Komplikasi Amputasi………………………………………………………………………

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian…………………………………………………………………….
B. Analisa data…………………………………………………………….
C. Diagnosa Keperawatan.………………………………….…………………..
D. Intervensi ……………………………………………………………..
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan
untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki
kualitas hidup pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka
pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif
dalam rencana rehabilitasi (Suzanne & Brenda,2001).
Kejadian amoutasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yakni kecelakaan (23%),
penyakit (74%) dan kelainan genital (3%). Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 jumlah
pasien yang di amputasi. Sementara International memperkirakan bahwa di tahun 2010,
jumlah amputasi di seluruh dunia mencapai angka 450 juta, sedangkan pada tahun 2011
menunjukan jumlah yang di amputasi di Asia tenggara terdapat 46 juta. Kemudian timor Leste
Jumlah pasien yang di amputasi pada tahun 2010-2012 adalah 2010 total pasien 26 kaus
(36.1%), total pasien yang di amputasi tahun 2011 adalah 30 orang (41.7)% dan total
pasien 2012 jumlah kasus 16 orang (22.2 %)( Demografy Healht Surfey (DHS)). Menurut
data statistik Hosbital Nacional Guido Valadares total pasien amputasi pada tahun 2010
sampai 2012 baik karena penyakit diabetes Milites ,penyakit kronis lain dan faktor
kecelakaan seperti trauma yang terdapat pada di ruang bedah laki dan bedah
wanita adalah total kasus 64 orang.
Dikarenakan dampak yang terjadi setelah dilakukannya tindakan amputasi. Oleh karena
itu, untuk menekan tingkat terjadinya tindakan amputasi yang disebabkan oleh penyakit
maupun faktor lain, kewaspadaan sangat diperlukan. Baik kewaspadaan dalam konsumsi
makanan maupun kewaspadaan dalam menjaga diri. Sehingga hal ini dapat menekan
terjadinya tindakan amputasi.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
amputasi?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Post
Amputasi
2. Tujuan khusus
Setelah melakukan penyusunan makalah ini penulis berharap mampu:
a. Memperoleh data pengkajian pada klien dengan masalah amputasi.
b. Menegakkan diagnosa pada klien dengan masalah amputasi.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah amputasi.
d. Melaksanakan implementasi keparawatan pada klien dengan masalah amputasi.
e. Melaksanakan evaluasi pada klien dengan masalah amputasi.

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat oleh pihak-pihak berikut.
1. Bagi Mahasiswa
a. Teori
Memberikan pengetahuan lebih bagi mahasiswa mengenai
b. Praktek
Memberikan kemampuan lebih bagi mahasiswa dalam melaksanakan tindakan pada
klien dengan masalah amputasi.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Amputasi


Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic, digunakan
untuk menghilangkan gejala,memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki
kualitas hidup pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka
pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif
dalam rencana rehabilitasi (Suzanne & Brenda,2001).
Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa
sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan system
kardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi pasien berupa
penurunan citra- diri (Harnawatiaj, 2008).
Kehilangan sebagian alat gerak akan menyebabkan ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas. Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal,
seperti penyakit, factor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alat
gerak tubuh manusia ini disebut dengan amputasi (D. Jumeno).
Jadi,amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan memisahkan bagian
tubuh sebagian atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu kegiatan
amputasi biasanya dilakukan dikarenakan oleh beberapa hal antara lain seperti penyakit,
factor bawaan lahir ataupun kecelakaan.

2.2 Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi/penyebab dilakukannya amputasi
didasari oleh beberapa hal, antara lain:
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien
dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

6
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.

2.3 Jenis Amputasi


Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan oleh beberapa
hal yakni:
1. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta
memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
2. Amputasi berdasarkan level:
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan maupun tangan
kiri, hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lain yang melibatkan tangan.

b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-
jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi
yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu:
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga terdapat Partial
Foot amputation yang meliputi:
 Chopart (midtarsal amputation)

7
 Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
 Amputasi metatarsal
 Disartikulasi metatarsophalangeal

2.4 Teknik Amputasi


Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)) proses amputasi dapat dilakukan
menjadi 2 cara yakni:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar lika bersih dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi. Operasi dilakukan hanya satu kali. Penanganan post operasi
yakni pembalutan yg rigid dan pemasangan prostesis sementara. Kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Hematoma
b. Infeksi
c. Nekrosis
d. Kontraktur
e. Neuroma
f. Sensasi phantom
2. Metode tertutup (flap amputasi/ Definitive Amputation)
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
di amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada
karena trauma amputasi. Metode tertutup dibagi menjadi 2:
a. Definitive end-bearing amputation
Digunakan pd level dimana→beban tubuh bertumpu ujung stump.
b. Definitive non-end-bearing amputation. Beban tubuh tdk bertumpu pd ujung stump.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini antara lain:
a. Penggunaan torniket
Sangat membantu (kecuali pd tungkai yg iskemik)
b. Level Amputasi
Berhubunan dengan prostesis yg tersedia(dulu)
c. Flap dari kulit

8
Penting dibanding dgn level amputasi
d. Otot
Otot2 dipotong kurang lebih 5 cm distal dari level tulang yg diamputasi.
e. Syaraf
Ahli bedah yang terbaik yang telah melakukan operasi setelah dibebaskan dari
jaringan sekitar, syaraf ditarik ke distal & dipotong.
f. Pembuluh darah
Dipisahkan kemudian diligasi dua kali.
g. Tulang
Tonjolan tulang yg tdk dapat tertutup jaringan lunak sekitar harus direseksi.
h. Penggunaan drain

2.5 Manifestasi Klinis


1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving
process).

2.6 Komplikasi Amputasi


Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Smeltzer, 2002) antara lain:
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk kulit dan
lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu diperhatikan
adanya mobilisasi jaringan parut.

9
Sebelum luka insisi sembuh sempurna, sebuah whirlpool sering membantu pada
penyembuhan luka yang lambat atau pada luka yang sedang didraining. Hidroterapi
dapat dilakukan selama 20-30 menit satu atau dua kali sehari.
Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang larut air atau
preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut pada jaringan lunak bagian
distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas permukaan atau ujung
tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak sebanyak 4 kali sehari
sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut sebelum penggunaan prosthesis.
Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan sentuhan ringan dan kemudian
tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga timbul rasa tidak
nyaman yang ringan.
Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya dengan
mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa lalu basuh
dengan air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok.
Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi antibiotik.
Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
3. Masalah tulang
a. Osteoporosis.
Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan pembebanan pada
sistem skeletal (by passing weight bearing).
b. Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan tekanan
pada kulit).
c. Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama. Diterapi dengan
mengkoreksi panjang prosthesis.
4. Perubahan berat badan
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan
atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket prostetik tetap konstan
sementara alat gerak yang tersisa dapat berfluktuasi, maka perubahan berat badan 5 lb

10
saja dapat menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk sebuah prostetik dan
akan menyebabkan timbulnya masalah kulit.
5. Kontraktur sendi/deformitas
Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena
membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan mempertahankan
pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami
perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk melakukan
ambulasi.
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah lutut yang
dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini dapat timbul
karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka waktu lama dalam kursi
roda.
Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
a. Positioning
Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak bawah yang tidak
diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus mungkin untuk
jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara bertahap berbaring
telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-mula
dipertahankan selama 10 menit yang kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3
kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi
telungkup terasa tidak nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.
Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka
puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk. Fleksi lutut
yang lama harus dihindari.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal
alat gerak yang diamputasi.
Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah
deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas
dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari
latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada
awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi

11
sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan
menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila
menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan ikat akan
menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada awalnya, nyeri dapat
dihilangkan dengan memodifikasi socket. Neuroma dapat pula diinjeksi secara lokal
dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40 mg triamcinolone actonide
(Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan terapi ultrasound. Phenolisasi
neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka waktu yang lama. Desensitasi
neuroma dapat dilakukan juga dengan melakukan tapping dan vibrasi. Eksisi dengan
phenolisasi dan silicone capping telah disarankan untuk beberapa kasus.
7. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu sensasi yang
timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti
dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan
perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan.
Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba
untuk berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom
sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa
dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari
telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada puntung.
Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satunya adalah
teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan bagian integral dari tubuh,
maka akan secara berkelanjutan memberikan sensory cortex rasa taktil, propriosepsi,
dan terkadang stimuli nyeri yang diingat sebagian besar di bawah sadar sebagai bagian
dari body image. Setelah amputasi, persepsi yang diingat tersebut akan menimbulkan
phantom sensation.
8. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar
phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap
serta menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun.

12
Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada
beberapa pasien amputasi.
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasidalam
korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi
yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat. Sering
dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan apakan gangguan
emosional mendahului atau merupakan akibat darinya.
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak, tidak perlu
dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam bentuk kontak dengan punting atau
dengan suatu “trigger area” pada batang tubuh, kontak dengan alat gerak kontralateral,
atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu oleh suatu fungsi otonomik seperti miksi,
defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok sigaret.
Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk seperti
cramping, electric shock like discomfort, crushing, burning, atau shooting dan dapat
bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam suatu siklus yang berdurasi
beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri seperti diputar atau
distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti menggenggam tangan dengan kuku
menekan ke dalam telapak tangan.
Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif. Pasien
sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk merawat
puntungnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan
cara telah dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti penggunaan prostetik, injeksi lokal
pada trigger points, penggunaan transcutaneous nerve stimulation (TNS), interferential,
akupunktur, ultrasound, perkusi secara manual ataupun elektris, operasi dan
penggunaan bahan kimia untuk simpatektomi,
modifikasi tingkah laku serta konseling psikososial.
9. Edema
Edema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan yang lambat dan
akan membuat fitting prostetik menjadi sulit.
Edema dapat dicegah dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan total-
contact sockets, terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan elastic bandaging,
plaster cast, air bags atau Unna dressing (dibuat seperti cast dengan mempergunakan

13
impregnated gauzed yang tersedia secara komersial) atau dapat pula dengan cara
immediate fit rigid dressing.
Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump board serta peninggian ujung
tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan membantu mengontrol edema.
Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol edema pada punting
a. Bandaging
Bandaging merupakan suatu cara yang kontroversial terutama pada pasien dengan
penyakit vaskuler, karena bandaging yang buruk akan menyebabkan kerusakan pada
puntung.
b. Massage puntung
Centripetal massage membantu mengurangi edema, memperbaiki sirkulasi dan
mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan pasien untuk melatih puntungnya.
10. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi
Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak diamputasi
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi dan sirkulasinya.
Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan sampai tidak terdapat
dahak dan pasien dapat berambulasi.

2.7 PATHWAY AMPUTASI

Infeksi DM, hipertensi, dsb Kerusakan pembuluh


kapiler

Trauma/injury
Penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan
Fraktur multiple
Proliferasi sel abnormal
combutio, dsb
Iskemik
Tumor maligna
Kerusakan
Nefrosis
jaringan/ekstremitas yang
tidak mungkin Tumor ganas di ekstremitas
diperbaiki/disembuhkan Terbentuknya gangren (atas/bawah)

Resiko infeksi Tindakan operasi/bedah Amputasi

14
Kehilangan salah satu Amputasi
anggota tubuh/ekstremitas

Kehilangan anggota tubuh


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan
fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan
kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas
atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur,
dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap dan kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
 Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
 Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi
orang lain, perasaan putus asa, tidak berdaya
 Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
 Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
 Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang lain

1.2 Analisa Data

No. DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

15
1. Batasan Karakteristik : Amputasi Nyeri Akut
Ds :
- Keluhan tentang Pasca Bedah
nyeri dengan
menggunakan Respon Sistemik
standar skala nyeri
- Px melaporkan Insisi Bedah
adanya perilaku
nyeri (antisipasi) Luka Operasi
dan perubahan
aktivitas Terputusnya Kontinuitas
Do : Jaringan
- Px tampak
diaforesis
- Px tampak gelisah
- Wajah px tampak
menyeringai karena
nyeri
- Px tampak
melindungi bagian
yang nyeri

2. Batasan karakteristik : Amputasi Gangguan Citra Tubuh


Ds :
- Px mengatakan Tindakan operasi/bedah
selalu mengingat
fungsi anggota Luka operasi
tubuh yg diamputasi
pada masa lalu Kecacatan
- Px mengatakan
gangguan fungsi Kehilangan anggota
tubuh ekstremitas
- Px mengatakan
selalu memikirkan
tentang penampilan
px kedepannya

Do :
- Px tampak menolak
menyentuh bagian
tubuh yang
diamputasi
- Px tampak
menyembunyikan
bagian tubuh yang
diamputasi
- Px tampak terus
memantau bagian

16
tubuh yang di
amputasi

3. Batasan Karakteristik : Amputasi Hambatan Mobilitas fisik


Ds :
Tindakan Operasi/bedah
- Px mengatakan
Pasca Bedah
gangguan saat
bergerak pada Kehilangan salah satu
anggota tubuh/ekstremitas
bagian tubuh yang
diamputasi
- Px mengatakan
ketidaknyamanan
saat bergerak
Do :
- Px tampak
gangguan saat
menggerakkan
bagian tubuh yang
diamputasi
- Px tampak memiliki
keterbatasan
rentang gerak
- Px tampak lambat
saat menggerakkan
bagian tubuh yang
di amputasi.
1.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot
2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh

17
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh

1.4 Intervensi
1. Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan luka amputasi pasca pembedahan
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka nyeri dapat berkurang
sampai hilang
b. Kriteria Standart :
- Pasien menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Wajah pasien tampak rileks dan tenang
- Mampu tidur / istirahat dengan tepat
- Pasien memahami nyeri fantom dan mampu / mengerti cara menghilangkan
INTERVENSI RASIONAL
1. Catat lokasi dan intensitas 1. Membantu dalam evaluasi
nyeri, selidiki karakteristik kebutuhan dan keefektifan
nyeri. intervensi perubahan dapat
mengindikasikan terjadinya
komplikasi.
2. Tinggikan bagian yang sakit 2. Mengurangi terbentuknya odem
dengan meninggikan kaki dengan peningkatan aliran balik
tempat tidur/ mengunakan vena menurunkan kelelahan otot
bantal guling untuk amputasi – otot tekanan kulit / jaringan.
tungkai atas.
3. Mengetahui sensasi nyeri
3. Berikan informasi tentang memungkinkan pemahaman
sensasi fantom tungkai dan fenomena normal ini yang dapat
penggunaan alat untuk terjadi segera / beberapa minggu
menghilangkan nyeri. pasca operasi. Sensasi fantom
tidak dapat teratasi dengan obat
tradisional.
4. Meningkatkan relaksasi,
4. Berikan tindakan meningkatkan kemampuan
kenyamanan (mis: ubah koping dan menurunkan

18
posisi) dan aktifitas terjadinya nyeri fantom tungkai.
terapeutik. Dorong
penggunaan teknik 5. Meningkatkan sirkulasi,
manajemen stress. menurunkan tegangan otot.
5. Berikan pijatan lembut pada
puntung sesuai toleransi bila
balutan telah dilepas 6. Menurunkan nyeri / spasme otot.
kolaborasi. 7. Memberikan rangsangan saraf
6. Berikan obat jenis analgetik, terus menerus blok transmisi
relaksan otot. sesasi nyeri.
7. Pertahankan Tens bila 8. Meningkatkan relaksasi oto,
menggunakan. meningkatkan sirkulasi perbaikan
odem.
8. Berikan pemanasan lokal
sesuai indikasi.

2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit yang terluka
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien terkontrol/
terkurangi sampai hilang tanda – tanda infeksi dan infeksi tidak terjadi
b. Kriteria Standart :
- Mencapai penyembuhan tepat waktu
- Bebas drainase purulen atau eritema
- Tidak demam atau tidak muncul tanda – tanda infeksi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan teknik aseptik 1. Meminimalkan kesempatan
bila mengganti balutan / introduksi bakteri.
merawat luka. 2. Deteksi dini terjadinya infesi
2. Inspeksi balutan dan luka, memberikan kesempatan untuk
perhatikan karakteristik intervensi tepat waktu dan
drainase. mencegah komplikasi lebih
serius.

19
3. Pertahankan potensi dan 3. Meningkatkan penyembuhan
pengurangan drainase secara luka dan menurunkan resiko
rutin. infeksi.
4. Tutup balutan dengan plastik 4. Mencegah kontaminasi pada
bila menggunakan pispot / bila amputasi tungkai bawah.
inkontenensia. 5. Meningkatkan penyembuhan
5. Buka puntung terhadap udara, kebersihan, meminimalkan
pencucian dengan sabun kontaminasi.
ringan.
6. Peningkatan suhu dapat
6. Awasi tanda – tanda vital menunjukkan sepsis.

Kolaborasi 7. Mengidentifikasi adanya infeksi


7. Ambil kultur luka / drainase / organisme khusus.
dengan tepat. 8. Antibiotik spetrum luas dapat
8. Berikan antibiotik sesuai digunakan secara profilatik atau
indikasi. terapi antibiotik mungkin
disesuaikan tehadap organisme
terhadap organisme khusus.

3. Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota ekstremitas


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka dapat meningkatkan
mobilitas pada tingkat yang paling mungkin
b. Kriteria Standart :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ketidakmampuan 1. Dengan mengetahui derajat

20
bergerak klien yang ketidakmampuan bergerak klien
diakibatkan oleh prosedur dan persepsi klien terhadap
pengobatan dan catat immobilisasi akan dapat
persepsi klien terhadap menemukan aktivitas mana saja
immobilisasi. yang perlu dilakukan.
2. Pergerakan dapat meningkatkan
2. Latih klien untuk aliran darah ke otot, memelihara
menggerakkan anggota pergerakan sendi dan mencegah
badan yang masih ada. kontraktur, atropi.
3. Dengan ambulasi demikian klien
dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang
3. Tingkatkan ambulasi klien perlu digunakan oleh klien dan
seperti mengajarkan juga untuk memenuhi aktivitas
menggunakan tongkat dan klien.
kursi roda. 4. Pergantian posisi setiap 3 – 4
jam dapat mencegah terjadinya
4. Ganti posisi klien setiap 3 – 4 kontraktur.
jam secara periodic. 5. Membantu klien untuk
5. Bantu klien mengganti posisi meningkatkan kemampuan
dari tidur ke duduk dan turun dalam duduk dan turun dari
dari tempat tidur. tempat tidur.

21
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan fisik, perawat perlu juga mengetahui
aspek psikososial yang ditimbulkan karena aspek tersebut lebih sering dijumpai. Amputasi
akan mengubah gambaran tubuh dan harga diri. Proses selanjutnya dapat diikuti melalui
proses kehilangan.
Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1. Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis, diabetes melitus)
2. Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor (cedera remuk),
cedera termal, luka bakar, tumor, infeksi (gangren, osteomieliis kronis) dan kelainan
kongenital.
3. Tindakan amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian besar tubuh.
Metodenya terbuka dan tertutup. Teknik terbuka dilakukan pada klien dengan infeksi
yang mengembang, kemudian dipasang drainase agar kulit bersih. Kulit ditutup
setelah infeksi teratasi (sembuh). Teknik tertutup, kulit penutup ditarik sampai ke
bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit. Tindakan amputasi meliputi:
a. Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari jari-jari kaki akan
mempengaruhi keseimbangan menekan waku berjalan. Makin besar tingkatan
amputasi, makin besar energi yang diperlukan untuk mobilisasi.
b. Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas menimbulkan masalah yang
spesifik, dan dapat mengenai tubuh bagian kiri atau kanan. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperi makan, minum, mandi berpakaian, dan
mengendarai mobil. Pertahankan bagian yang masih dapat berfungsi dengan
baik. Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri fantom puntung,
neuroma dan fleksi kontraktur.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai
amputasi harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus dieselaraskan sedemikan rupa
sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri berharga. Mobilitas atau kemampuan fisik

22
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari berubah dan pasien perlu belajar
bagaimana menyesuaikan aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan
penggunaan alat bantu dan bantuan mobilitas. Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien,
perawat, dokter, pekerja sosial, psikologis, ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional)
dan membantu pasien mencapai derajat fungsi tertinggi yang mungkin dicapai dan
parisipasi dalam aktivitas hidup.

4.2 Saran
Guna penyempurnaan makalah ini,saya sangat mengharapkan kritik dan serta saran
dari Dosen Pembimbing beserta teman-teman kelompok lain.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.


Jakarta: EGC.
Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online), diakses: 21 April
2013.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed-3. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9 jakarta :
EGC
Kun, Saputra. 2013. Asuhan Keperawatan pasien Dengan
Amputasi.http://www.kamusakep.blogspot.com (online), diakses: 21 April 2013.
Makassar. 2011. Askep Amputasi. http://sebastianamegarezky-
makassar.blogspot.com(online), diakses: 21 April 2013.
Huda Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Ed.Revisi jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
(D. Jumeno; Harnawatiaj, 2008; Suzanne & Brenda,2001).

24

Anda mungkin juga menyukai