Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM HIDROLOGI

PERMEABILITAS

Kelompok C1 :
M. Haikal Setiawan 270110170011
Rinaldy M. Yusuf 270110170012
Nurul Rizma F. 270110170013
M. Ariq Budipraja 270110170014
M. Hudzaifah 270110170015
Dias Maharani 270110170031
Thufail Zulfiqar R. 270110170032
Ahmad Husaeni 270110170034
Amira Rahmah 270110170035

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
1. Pendahuluan
a. Latar belakang
Marta dan Adidarma (1983) menyebutkan tentang definisi atau
pengertian hidrologi, ia mengatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang terjadinya distribusi juga pergerakan air, baik itu
diatas maupun di bawah permukaan bumi, menyangkut reaksi sifat
fisika maupun kimia air terhadap kehidupan serta lingkungan. Dalam
pengkajiannya, terdapat du acara, berupa sisi kualitatif maupun
kuantitatif. Istilah dalam pengkajian ini didasarkan dalam acuan berupa
kajian geometri, dimensi, parameter ataupun karakteristik akuifer
(Ruchiyat S, 1999).
Fokus dari hidrogeologi kuantitatif didasarkan pada aliran air,
terlepas dari media ataupun arah aliran itu sendiri. Pembahasan ini,
berkaitan dengan hidrolika air tanah yang membahsa mengenai sifat dan
perilaku aliran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu
parameter dalam hidrolik air tanah (akuifer), yaitu permeabilitas.
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada
periode tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan
menurut Hakim dkk. (1986) permeabilitas tanah adalah menyatakan
kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur dengan menggunakan
air dalam waktu tertentu. Menurut pengertian tersebut, dalam bidang
hidrogeologi, permeabilitas menjadi acuan baik atau tidaknya batuan
untuk menyimpan dan meloloskan air tanah (Ground Water ). Oleh
karena hal itu, diadakannya praktikum mengenai pencarian sampel dan
pengujian permeabilitas ini, didasarkan dalam pengetahuan dan bentuk
aplikatif mengenai zona resapan airtanah, yang memiliki kaitan erat
dengan permeabilitas.

b. Tujuan
- Dapat melakukan metode perhitungan permeabilitas batuan dengan
Hukum Darcy
- Dapat memahami faktor yang mempengaruhi perhitungan
permeabilitas
- Dapat melakukan uji permeabilitas menggunakan alat permeater
dengan metode falling head

2. Isi
a. Administrasi daerah penelitian

Daerah penelitian kami berada di Desa Cilayung. Desa Cilayung


merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Jatinangor.
Lokasinya berada di bagian paling utara wilayah Kecamatan Jatinangor
dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Sukasari dan Kecamatan
Tanjungsari. Jarak dengan pusat kecamatan sekitar empat kilometer.
Berdasarkan data Kecamatan Jatinangor dalam Angka tahun 2014,
Desa Cilayung memiliki status sebagai pedesaan dengan klasifikasi
sebagai desa swakarsa. Secara topografis wilayah Desa Cilayung
merupakan daerah perbukitan yang berada di kaki Gunung Manglayang.
Wilayah Desa Cilayung menjadi daerah tertinggi di wilayah Kecamatan
Jatinangor. Ketinggian wilayah dimana kantor desa berada sekitar 845
meter di atas permukaan laut. Secara geografis, Desa Cilayung dibatasi
oleh wilayah-wilayah sebagai berikut: Desa Sindangsari dan Desa
Mekarsari (keduanya berada di wilayah Kecamatan Sukasari) di sebelah
utara, Desa Sukarapih Kecamatan Sukasari dan Desa Kutamandiri
Kecamatan Tanjungsari di sebelah timur, Desa Kutamandiri Kecamatan
Tanjungsari dan Desa Cileles di sebelah selatan serta Desa Sindangsari
Kecamatan Sukasari di sebelah baratnya. Secara administratif, Desa
Cilayung terbagi ke dalam tiga buah dusun yaitu Dusun I, Dusun II dan
Dusun III. Sementara jumlah Rukun Warga dan Rukun Tetangganya
masing-masing sejumlah 11 RW dan 31 RT.
Masih berdasarkan sumber data yang sama, Desa Cilayung
memiliki luas wilayah sebesar 348 hektar. Luas wilayah tersebut terbagi
ke dalam beberapa peruntukan yaitu sebagai lahan pertanian, lahan
pemukiman dan lahan lainnya. Yang dipergunakan sebagai lahan
pertanian sebesar 175 hektar. Lahan pertaniannya terbagi ke dalam dua
jenis yaitu lahan pesawahan dan lahan non-pesawahan. Luas lahan
pesawahannya sebesar 45 hektar. Lahan pertanian bukan pesawahan
atau termasuk lahan ladang, huma dan perkebunan seluas 130 hektar.
Seluas 93 hektar dipergunakan sebagai lahan pemukiman dan
pekarangan. Sisanya seluas 93 hektar dipergunakan untuk keperluan
lainnya seperti lahan fasilitas umum.
Masih berdasarkan sumber data yang sama, pada tahun 2013 Desa
Cilayung memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.929 jiwa. Dilihat dari
jumlah penduduknya, Desa Cilayung merupakan desa dengan jumlah
penduduk terkecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk desa
lainnya yang berada di wilayah Kecamatan Jatinangor. Rincian
penduduknya adalah sebanyak 2.526 orang berjenis kelamin laki-laki
ditambah 2.403 orang berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala
keluarganya sebanyak 1.563 KK. Kepadatan penduduk Desa Cilayung
sebesar 1.426 orang untuk tiap kilometer luas wilayahnya. Jadi bisa
disebutkan bahwa Desa Cilayung memiliki kepadatan penduduk terkecil
jika dibandingkan dengan kepadatan penduduk desa lainnya yang
berada di Kecamatan Jatinangor. Hal ini sesuai dengan penggunaan
lahan yang sebagian besar dipergunakan sebagai lahan pertanian jika
dibandingkan dengan lahan pemukiman.

b. Kondisi Geologi daerah penelitian


P.H Silitonga (1973), dalam Peta Geologi Lembar Bandung, telah
menguraikan geologi wilayah studi dan sekitarnya secara regional.
Berdasarkan peta tersebut diketahui bahwa batuan yang tersingkap di
wilayah studi hanya terdiri dari satu satuan geologi yaitu produk
gunungapi muda / young Volcanic product (Qyu) yang merupakan
endapan gunungapi muda yang tak teruraikan satuan ini terdiri atas pasir
tufaan, lapilli, breksi, lava, dan aglomerat. Sebagian berasal dari
Gunung Tangkubanparahu dan sebagian dari Gunung Tampomas. Dapat
terlihat antara Sumedang dan Bandung, batuan ini membentuk
datarandataran kecil dan bagian-bagian yang rata dengan bukit-bukit
rendah yang tertutup oleh tanah yang berwarna abu-abu kuning dan
kemerah-merahan, batuan-batuan ini termasuk ke dalam Batuan
Gunungapi yang berumur Kuarter.
Secara umum daerah Jatinangor memperlihatkan topografi
perbukitan dengan elevasi terendah sekitar 700 mdl dan elevasi tertinggi
sekitar 1812,5 mdpl. Titik puncak elevasi tertinggi berada di Gunung
Manglayang yang berada di baratlaut daerah penelitian. Sementara
elevasi terendah terdapat di Selatan daerah penelitian yaitu pada daerah
Cikeruh. Berdasarkan kondisi topografi, sifat litologi, analisis
morfometri, morfografi, dan morfogenetik di daerah penelitian, maka
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan geomorfologi yaitu: 1.
Satuan geomorfologi kaki gunungapi. 2. Satuan geomorfologi lereng
gunungapi. 3. Satuan geomorfologi puncak gunungapi
Secara stratigrafi daerah Jatinangor dibagi ke dalam lima satuan
dengan kemunculan paleo soil sebagai kontak ketidakselarasan serta
terhentinya suatu hubungan stratigrafi yang khas dan terjadi perubahan
sifat fisik litologi. Hubungan stratigrafi antar masing-masing satuan
bersifat menjemari. Pada awalnya satuan breksi jatuhan piroklastik di
kala Pleistosen Tengah terendapkan paling bawah dan pada bagian timur
dibatasi oleh sesar Cikeruh. Hampir bersamaan terendapkan pula satuan
breksi sisipan lava di bagian timur satuan breksi jatuhan piroklastik yang
dibatasi oleh sesar Cikeruh
Gambar 1. Peta geologi regional daerah penelitian, sebagian dari Peta
Geologi Lembar Bandung (modifikasi dari P.H. Silitonga, 1973

Pada kala Pleistosen atas terendapkan satuan breksi jatuhan


piroklastik 1 yang menindih satuan breksi jatuhan piroklastik Hampir
secara bersamaan pula pada bagian timur satuan breksi jatuhan
piroklastik terendapkan satuan aglomerat dan dibatasi oleh sesar
Cikeruh. Pada kala Pleistosen atas sampai holosen terendapkan satuan
breksi aliran piroklastik. Satuan ini merupakan satuan termuda dalam
daerah penelitian. Dalam posisi stratigrafinya satuan ini terdapat pada
elevasi teratas dan menindih satuan breksi jatuhan piroklastik

Hidrogeologi Regional
Berdasarkan Peta Hidrogeologi Regional Indonesia Lembar
Bandung, yang disusun oleh Soetrisno S (1983), cekungan airtanah
daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 (dua) wilayah, yaitu wilayah
airtanah dengan luah sumur kurang dari 5 liter/detik dengan
keterdapatan akifer produktifitas sedang serta penyebaranya yang
cukup luas, akifer dengan keterusan sangat beragam, kedalaman muka
airtanah pada umunya dalam, debit sumur umumnya kurang dari 5
liter/detik. Wilayah ini menempati bagian Selatan daerah studi dengan
luasan ± 60%

Gambar 2. Peta Hidrogeologi Regional Daerah Penelitian, sebagian dari


Lembar Bandung (modifikasi dari Soetrisno S., 1983)

Wilayah kedua adalah wilayah airtanah yang pada beberapa tempat


merupakan akifer produktif, akifer dengan keterusan sangat beragam
pada umumnya airtanah dangkal di wilayah ini tidak dimanfaatkan
karena kedudukan muka airtanahnya cukup dalam, wilayah ini pada
beberapa tempat ditemui mataair, wilayah ini menempati bagian Utara
daerah studi dengan luasan ± 40%. Kedua wilayah ini tersusun dari
endapan volkanik tak teruraikan yang merupakan endapan gunung api
muda terdiri dari campuran endapan gunungapi lepas dan padu dengan
permeabilitas batuan rendah sampai sedang.

c. Hasil uji permeablitas


Permeabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu batuan
untuk mengalirkan fluida (Todd, 2005). Dalam bidang hidrogeologi
fluida yang dimaksud berupa air. Ketika suatu batuan memiliki nilai
permeabilitas tinggi, maka batuan tersebut akan mudah untuk dilewati
oleh air. Begitu pun sebaliknya ketika batuan memiliki nilai
permeabilitas rendah maka batuan tersebut akan sulit untuk dilewati air.
Permeabilitas memiliki satuan panjang per waktu atau umumnya ditulis
dalam cm/s.
Pengukuran permeabilitas dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode, baik di lapangan maupun di studio. Untuk praktikum
kali ini, kami menggunakan permeameter atau tabung Darcy dengan
metode Falling Head.
Kelengkapan alat uji permeabilitas adalah sebagai berikut :

Alat Gambar
Alat permeameter dengan Metode
Falling Head
Sampel uji (I)

Wajan dan Kompor

Tabung uji
Material kedap air (lilin dan malam)

Prosedur pelaksanaan uji permeabilitas menggunakan alat permeameter dan


metode falling head adalah sebagai berikut:

1. Persiapkan sampel batuan dengan bentuk silinder seukuran atau kurang


dari pipa paralon sebagai tempat sampel uji.
2. Ukur dimensi sampel uji seperti diameter (d) dan tinggi sampel (L).
3. Apabila diameter sampel uji kurang dari diameter pipa paralon, maka
diperlukan material kedap air antara sampel uji dan pipa paralon
sehingga air mengalir hanya melewati sampel uji.
4. Masak lilin hingga mencair lalu tunggu hingga cairan lilin sedikit
mendingin. Masukkan ke dalam plastik untuk memudahkan pengisian
celah antara sampel uji dengan pipa paralon menggunakan cairan lilin.
5. Masukkan pipa paralon yang telah berisi sampel uji ke dalam tabung uji.
Jika terdapat celah, maka diperlukan material kedap air, yaitu malam,
untuk mengisi celah antara pipa paralon dan tabung uji.
6. Setelah tidak ada lagi celah antara pipa paralon dan tabung uji, maka
pasang tabung uji pada alat permeameter.
7. Persiapkan alat tulis dan lembar pengamatan.
8. Masukkan air pada tabung buret, biarkan air turun hingga masuk ke
dalam tabung uji dan memenuhi pori-pori batuan hingga keadaan jenuh.
Cara mengetahui jika batuan sudah dalam keadaan jenuh adalah dengan
mengecek tetesan air yang keluar apakah sudah konstan atau belum, atur
timer dalam waktu beberapa detik dan hitung tetesan yang keluar,
lakukan 2-3 kali, jika jumlah tetesan air yang keluar sama, maka
keadaan batuan sudah jenuh.
9. Apabila air sudah keluar dari alat permeameter secara konstan melalui
batuan, maka lakukan perhitungan waktu (t) dan penurunan muka air (h1
dan h2).
10. Tentukan nilai penurunan muka air dan catat berapa waktu (t) yang
dibutuhkan untuk air turun dari ketinggian awal (h1) sampai ketinggian
akhir (h2). Pada praktikum kali ini kelompok kami (A3) menyepakati
untuk ketinggian awal yaitu 70 cm dan ketinggian akhir 65 cm.
11. Lakukan 4x pengukuran dan hitung rata-rata waktu (t) penurunan muka
air.
12. Setelah pengukuran selesai dilakukan, maka bersihkan alat permeameter
seperti pada keadaan sebelumnya.
13. Lalu hitung nilai permeabilitas dengan menggunakan rumus di bawah
ini:

T
L d A H1 H2 K
N Litolo T1 T2 T3 T4 rata-
a (cm2) (cm (cm (cm (cm (cm (cm/
o gi (s) (s) (s) (s) rata
) ) 3) ) ) s)
(s)
Tuf 111,29 15,8 16.2 17.0 17.5 18.3 17.2 0.51
1 8,5 4,5 70 65
Kasar 73 9 1 2 6 7 9 6
𝑎. 𝐿 h1
k = 𝐴 . 𝑡 In (ℎ2) (ASTM D5084-03)

a = Luas permukaan buret (cm2)


L = Tinggi sampel (cm)
A = Luas permukaan sampel (cm2)
H1 = Tinggi air awal pembacaan (cm)
H2 = Tinggi air akhir pembacaan (cm)
t = Waktu (s)
k = Permeabilitas (cm/s)

Perhitungan nilai permeabilitas

Litologi Tuf Kasar

111,2973 . 8,5 70
𝑘= 𝑙𝑛 ( ) = 0,255
15,89 . 17,29 65

3. Penutup
a. Kesimpulan

- Permeabilitas dalam ilmu hidrogeologi adalah acuan baik atau


tidaknya suatu batuan atau tanah untuk menyimpan dan
meloloskan air tanah (groundwater).
- Berdasarkan hasil perhitungan di daerah penelitian kami
didapatkan nilai permeabilitas dari litologi tuf kasar adalah 0,516

b. Saran
- Dalam pengambilan sample batuan sebaiknya diambil lebih besar
dari paralon agar saat di potong tidak terlalu menyisakan ruang.
- Pada saat batuan dimasukan kedalam paralon, lilin menutupi
seluruh ruang yang ada pada sisi batuan dan jangan sampai
menutupi permukaan atas maupun bawah batuan.
- Pemasangan plastisin dan karet penutup harus kuat agar tidak
terjadi kebocoran saat diisi air
- Pengukuran permeabilitas harus konsisten dengan air pada buret.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada 20 Oktober 2019 dari
http://sumedangtandang.com/direktori/detail/desa-cilayung.htm
Ruchiyat, S, Arismunanda; Wahyudin. 1999. Penyelidikan Hidrogeologi
Cekungan Airtanah Balilkpapan. Kalimantan Timur. Direktorat Geologi Tata
Lingkungan
Todd, D.K.; Mays. L. W. 2005. Groundwater Hydrology Third Edition. John
Wiley & Sons, Inc, USA.
ASTM (AMERICAN STANDARD TEST METHOD)

Anda mungkin juga menyukai