Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan
Oleh Kelompok 7 :
1.Nurhayati (213118045)
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya,makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan
bagi para pembaca untuk bidang ilmu pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Konsep Dasar Keperawatan dalam penulisan makalah ini,penulis berusaha menyajikan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca. Penulis menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karenanya,
penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-rekan
pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan yang senantiasa membimbing
penulis dalam menyusun makalah ini, dan untuk rekan-rekan yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.Amin.
PENDAHULUAN
Sementara itu, kendati dilarang, baik oleh KUHP, UU, maupun fatwa MUI atau
majelis tarjih Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia
tetap tinggi dan mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar dilakukan
oleh para remaja.
Dalam kasus aborsi yang dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai conselor
atau peran dan fungsi perawat yang lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas
etik keperawatan yang ada untuk membantu pasien menghadapi pilihan yang telah
dipilih (aborsi).
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Etika bagi perawat adalah suatu pedoman yang digunakan dalam pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan etis baik dalam area praktek, pendidikan,
administrasi maupun penelitian. Etika keperawatan menghasilkan informasi tentang
moral, perawat yang peka terhadap masalah yang dihadapi, perawat yang
bertanggung-gugat dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan etis
dalam praktik keperawatan (Kiera, 2007). Kemampuan untuk membuat suatu
keputusan yang merupakan sesuatu yang esensial dalam praktik keperawatan
profesional (Fry, 2002). Dalam praktiknya sehari-hari perawat berhubungan dengan
pasien yang beraneka ragam dengan status kesehatan dan permasalahan yang
berbeda-beda. Perawat juga kadangkala terlibat dalam sebuah permasalahan yang
membingungkan untuk mengambil keputusan disebut dengan masalah etika atau
dilema etik dimana dalam pembuatan keputusan tidak ada yang benar dan salah
sehingga membuat perawat menjadi bingung. Beberapa dilema etik yang sering
dialami perawat salah satunya adalah aborsi (Suhaemi, 2003).
Abortus telah menjadi salah satu masalah etika. Berbagai pendapat baik yang
pro maupun kontra. Abortus secara umum dapat diartiakan sebagai penghentian
kehamilan secara spontan. Pihak yang pro mengatakan bahwa aborsi adalah
mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan pihak
antiaborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak
bersalah (Harman, 2000). Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi
atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus
Provocatus Criminalis” . Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi
dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja
mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena
itu abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan
seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara “ abortus
yang disengaja” dan “abortus spontan” (Suhaemi, 2003)..
Prinsip etika keperawatan merupakan asas, kebenaran yang jadi pokok dasar atau
patokan seorang perawat untuk berpikir, bertindak membuat keputusan yang
mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan
dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip etika
keperawatan sehingga kejadian pelanggaran etika dapat dihindarkan.
Dalam memberikan setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu berpedoman pada
nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan.
Prinsip utamanya adalah moral dan etika keperawatan. Untuk menghindari kesalahan
dalam pelaksanaan peran ini maka perawat harus berpegangan pada prinsip-prinsip etik
keperawatan yang meliputi:
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara
rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai
hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang
klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari. Jadi, apa yang dilaksanakan oleh
perawat harus didasarkan pada tanggung-jawab moral dan profesi dan merahasiakan
apapun tentang pasien kecuali jika sebagai saksi dalam kasus hukum ().
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat
dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
i. Respek
1) Teleologik
Pendekatan teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan fenomena dan akibatnya,
dimana seseorang yang melakukan pendekatan terhadap etika dihadapkan pada
konsekuensi dan keputusan – keputusan etis. Secara singkat, pendekatan tersebut
mengemukakan tentang hal – hal yang berkaitan dengan the end justifies the ineans
(pada akhirnya, yang membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang
diambil untuk kepentingan medis). Contoh : seorang perawat yang harus menghadapi
kasus kebidanan karena tidak ada bidan dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat
memberikan pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya demi keselamatan pasien.
2) Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi
menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan
kedua dilarang’.
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
a) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban
b) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu
sudah dinilai baik
c) Niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum
moral universal
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif
kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi
dan tempat.
b) Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat
apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah
akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak.
2.1.2 Aborsi
1. Pengertian Aborsi
Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU
Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.
Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin
lahir selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran
prematur.
Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan biasanya
mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda, termasuk
mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui janin memiliki
kelainan (Perry&Potter,2010).
2. Jenis Aborsi
1. Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Aborsi ini
dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan
dari uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim
belum melebar (tanpa dilatasi serviks).
2. Abortus insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada
kehamilan kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih
didalam rahim, dan ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi
serviks)
3. Abortus inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum
20 minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim
4. Abortus kompletus, semua hasil konsepsi(pembuahan) sudah di keluarkan
5. Abortus provokatus
Berbeda dengan abortus spontanea yang prosesnya tiba-tiba dan tidak diharapkan tapi
tindakan abortus harus dilakukan. Maka pengertian aborsi atau abortus jenis
provokatus adalah jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau kira-kira
sebelum berat janin mencapai setengah kilogram.
1. Abortus habitualis
Abortus habitualis termasuk abortus spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi
berturut-turut tiga kali atau lebih.
1. Missed abortion
Kematian janin yang berusua sebelum 20 minggu, namun janin tersebut tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih, dan terpaksa harus dikeluarkan. Missed
abortion digolongkan kepada abortus imminens.
1. Abortus septik
3. Penyebab Aborsi
1. Umur
Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon
ibu yang merasa masih terlalu muda secara emosional,fisik belum matang, tingkat
pendidikan rendah dan masih terlalu tergantung pada orang lain masalah umur yang
terlalu tua untuk mengandungpun menjadi penyebab abortus
Jarak kehamilan yang terlalu rapat menjadi alasan abortus, karena jika tidak dilakukan
abortus akan menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik, bahkan menimbulkan
pendarahan hal itu disebabkan karena keadaan rahim yang belum pulih benar
1. Paritas ibu
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup (anak) yang dimiliki wanita. Resiko paritas
tinggi , banyak wanita melakukan abortus.
Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan besar akan dilakukan abortus
lagi . penyebabnya yang lainnya masih banyak, seperti calon ibu yang memiliki
penyakit berat hingga takut bila ia melahirkan anaknya, anaknya akan tertular penyak
it pula, ada juga masalah ekonomi banyak anak banyak pengeluaran dan lain
sebagainya.
Selain penyebab di atas, aborsi juga dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
4. Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang
wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak
merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat
menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena
tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang
akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang
ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya.
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya.
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat
hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom
Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions
Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti
berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi
perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa
bersalah tersebut dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitustres yang
disebabkan karena gangguan situasi psikologis (Hidayat, 2007).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan sebanding. Dalam
dilemma etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang
etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Seorang anak gadis berusia 18 tahun datang ke IGD dengan perdarahan. Hasil
wawacara wanita tersebut berusaha menggugurkan kehamilannya karena hamil diluar
nikah, karena takut diketahui oleh orangtuanya. Orangtuanya pasti akan marah
terhadap perbuatan yang dilakukannya karena telah melakukan tindakan yang
mempermalukan orangtua. Akibatnya wanita tersebut melakukan segala cara untuk
menggugurkan kehamilannya. Perdarahan hebat yang terjadi pada wanita sangat
beresiko bagi ibu dan janin yaitu kematian. Disisi lain dokter dan perawat mengalami
dilema dalam mengalami kasus ini. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan kuret atau mengeluarkan janin tersebut yang tidak bisa
dipertahankan dan menyelamatkan ibu dari perdarahan hebat. Sebagai perawat yang
bertugas diruang persalinan tersebut tindakan yang dapat dilakukan agar disuatu hari
anda sebagai perawat tidak tanggung gugat oleh keluarga ataupun hukum .
Kasus aborsi di atas merupakan kasus aborsi illegal. Karena dilakukan atas dasar malu
atau takut terhadap keluarga pelaku, bukan dari saran dokter karena janin memiliki
kelainan atau membahayakan kesehatan si ibu. Selain itu, proses aborsi yang dilakukan
pun tidak sesuai bidang kedokteran dengan meminum pil sakit kepala bercampur
minuman bersoda.
Berdasarkan asas etik keperawatan, kasus aborsi yang telah disebutkan di atas
diperbolehkan sesuai dengan asas etik autonomy (otonomi) yang dimiliki pelaku
aborsi. Pelaku aborsi boleh memilih dan memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa
paksaan sebab keputusan itu adalah hak dia. Tetapi, melanggar asas beneficience
(berbuat baik / manfaat). Karena kasus di atas bukanlah merupakan tindakan yang baik
dan tidak memberikan manfaat apa pun, sekalipun alasannya karena takut atau malu
atas janin yang dikandungnya pada keluarga dan orang lain.
Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang
tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan
kehilangan, kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah (Perry&Potter, 2010).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Saran penulis, seorang perawat yang sedang merawat klien yang akan
melakukan aborsi, hendaknya ciptakan suasana yang membuat klien dapat berdiskusi
secara terbuka tentang aborsi, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asas-asas yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
o Magnis, Franz Dr. Suseno. 1989. Etika Dasar/ Masalah-masalah pokok filsafat
moral, Yogyakarta : Pustaka Filsafat.
o Mansjoer, Arif., Kuspuji T.,dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.
Jakarta:Media Aesculapius.
Sumber Online: