( Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah belajar dan pembelajaran
matematika jurusan pendidikan matematika kelas 2c )
Disusun Oleh:
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
ABSTRAK
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
ABSTRAK.............................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
A. Biografi ................................................................................................................... 3
B. Tujuan pembelajaran ............................................................................................. 6
C. Teori Taksonomi Bloom ......................................................................................... 7
D. Revisi Taksonomi Bloom ........................................................................................ 13
E. Teori belajar Humanisme ....................................................................................... 15
F. Penerapan Teori Belajar Humanisme ................................................................... 19
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 23
B. Saran ...................................................................................................................... 23
iv
BAB I
Pendahuluan
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini, kami akan membahas
mengenai beberapa masalah, di antaranya :
1) Bagaimana tujuan pembelajaran menurut Taksonomi Bloom dan
Krathwohl?
2) Bagaimana konsep teori dari Taksonomi Bloom?
3) Bagaimana hasil revisi dari Taksonomi Bloom oleh Krathwohl?
4) Bagaimana konsep teori belajar humanism?
5) Bagaimana penerapan terhadap pembelajaran matematika?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui tujuan pembelajaran menurut Taksonomi Bloom dan
Krathwohl.
2) Untuk mengetahui konsep dari Taksonomi Bloom.
3) Untuk mengetahui hasil revisi Taksonomi Bloom oleh Krathwohl.
4) Untuk mengetahui konsep belajar humanism.
5) Untuk mengetahui penerapan terhadap pembelajaran matematika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI
1
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, Diakses pada tanggal 22 Maret 2019
pukul 18.40 WIB.
2
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 88.
3
Menjadi pemeriksa di universitas sejak tahun 1943 kemudian ia mengakhiri
jabatannya itu di tahun 1959.
Tak dipungkiri ia juga merupakan tokoh seorang pengajar di University of
Chicago pada Jurusan Pendidikan di awali di tahun 1944 yang selepas itu ia pun
ditunjuk sebagai Distinguished Service Professor pada tahun 1970. Di akhir
hayatnya, ia pernah menjabat sebagai Chairmah of Research and Development
Committeesnof the College Entrance Examination Boar dan The President of the
American Educational Research Association. 3bahkan ia ditunjuk juga sebagai
penasihat bagi pemerintahan negara lain yakni Israel, India dan beberapa bangsa dari
pemerintah lain. Dan akhirnya ia meninggal pada 13 September 1999.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S.
Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya salah
satunya Krathwol. Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational
Objective Cognitive Domain”. Dan pada tahun 1964 terbitlah karya “Taxonomy of
Educational Objective, Affective Domain”, dan karyanya yang berjudul “Handbook
on Formative and Summatie Eauation of Student Learning” pada tahun 1971 serta
karyanya yang lain “Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini
mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah
kawasan): kognitif, afektif dan psikomotor.4
3
Sumber: https://www.defantri.com/2017/06/Taksonomi-Bloom-apa-dan-bagaimana-
menggunakannya.html Sejarah Taksonomi Bloom Prgrf. 4, diakses pada tanggal 22 Maret 2019 pukul
20.25 WIB.
4
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), hal. 149.
4
He was the director of the Bureau of Educational Research at
Michigan State University and was also a past president of the American Educational
Research Association where he served in multiple capacities, as a member of the
research advisory committee for the Bureau of Research of the USOE and as regional
chairman of the board of trusties of the Eastern Regional Institute for Education.
Translate:
Maka dari itu teori dari kedua tokoh ini disatukan karena mereka menulis
“Taksonomi Tujuan Pendidikan” secara garis besar bersmaan dengan konsepnya, tak
lepas mereka dilansir di berbagai buku dengan Teori Bloom dan Krathwohl.
5
Sumber: https://upclosed.com/people/david-krathwohl/terj. Iga Kireina. Diakses pada tanggal 22
Maret 2019 pukul 21.30 WIB
5
The Taxonomy of Educational Objectives is a framework for classifying
statements of what we expect or intend students to learn as a result of instruction. The
framework was conceived as a means of facilitating the exchange of the items among
faculty at various universities in order to create banks of items, each measuring the
same educational objective. Benjanin S. Bloom, the Associate Director of The Board
of Examinations of The University of Chicago, initiated the idea, hopping that it
would reduce the labor of preparing annual comprehensive examinations. To aid in
his effort, he enlisted a group of measurenent specialists from a cross the United
States, many of whom repeatedly faced the same problem. This group met about
twice a year beginning in 1949 to consider progress, make revisions, and plan the
next steps. Their final draft was publushed in 1956 under the title, Taxonomy of
Educational Objectives : The Classification of Educational Goals. Handbook I :
Cognitive Domain (Bloom, Engelhart, Furst, Hill, & Krathwohl, 1956).
Hereafter, this is referred to as the to as the original Taxonomy. The revision of this
framework, which is the subject of issue of Theory Intk Practice, was developed in
much the same manner 45 years later (Anderson, Krathwohl, et al., 2001). Hereafter,
this is referred to as the revised Taxonomy.6
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan pembelajara. Karena tujuan merupakan sesuatu yang
dicari dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan suatu perilaku
yang hendak dicapai atau dapat dikerjakan oleh peserta didik pada tingkat dan
kondisi tertentu. Tujuan pembelajaran lebih diarahkan kepada Taksonomi
6
Krathawohl, D. R. (2002). A Revision Of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory Into Practice,
Vol. 41, No. 4.
6
Bloom dan Krathwol. Mereka membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga
kawasan yaitu :
C. Taksonomi Bloom
7
1. Cognitive domain (ranah kognitif) mencakup perilaku-perilaku
menitikberatkan kepada aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Avektive domain (ranah afeksi) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
3. Psychomotor domain (ranah psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motoric seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoprasikan mesin. 7
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
sub kategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari
tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah
laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif,
untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga
diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
1. Ranah kognitif
Pada dasarnya kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam
berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahamo, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi dalam ranah kognitif itu terdapat
enam aspek atau jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah samapai
dengan jenjang yang paling tinggi.
Berikut adalah keenam jenjang ranag kognitif :
7
M. Andi Setiawan, Belajar dan Pembelajaran, Uwais Inspirasi Indonesia, 2017, Ponorogo, hlm. 23-
25.
8
Evaluation
Synthesis
Analysis
Application
Comprehension
Knowledge
9
4) Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian bagian atau faktor-faktor
yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
5) Sintesis (Synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan
kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses
yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstuktur atau berbentuk pola baru.
6) Evaluasi (Evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi
dalam ranah kognitif dalam Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi
disini merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap
suatu kondisi, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan
maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan
patokan-patokan atau kriteria yang ada.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif
tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi kedalam
lima jenjang, yaitu :
1) Penerimaan (Receiving/ Attending) Penerimaan atau Receiving adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah : kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang dating dari luar. Receiving atau attenting juga sering
diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka
10
bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka,
dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau
mengidentifikasikan diri dengan nilai itu.
2) Tanggapan (Responding) Tanggapan atau Responding mengandung arti
“adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya
salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi dari pada jentang Receivin
3) Penghargaan (Valuing) Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai
atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek. Dalam
kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilaikonsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran
yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah
baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian.
4) Pengorganisasian (Organization) Memgatur atau mengorganisasikan
artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru
yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai
lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik berdasarkan nilai-nilai (Characterization by a value or value
complex) ini lebih mengacu kepada karakter dan daya hidup seseorang.
Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi,
sosial dan emosi jiwa. Yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dsimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya
dan telah mempengaruhi emosinya. Pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk waktu yang
11
lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menjadi lebih konsisten, menetap dan lebih mudah diperkirakan.8
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik, dan kemapuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,
ketepatan, jarak, cara atau teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah
psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
1) Persepsi merupakan kemampuan menggunakan syaraf sensorik dalam
menginterprestasikannya dalam memperkirakan sesuatu. Contoh :
menurunkan suhu AC saat merasa suhu ruangan panas.
2) Kesiapan merupakan kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental,
fisik, dan emosi, dalam menghadapi sesuatu. Contoh : melakukan
pekerjaan sesuai urutan, menerima kelebihan dan kekurangan seseorang.
3) Reaksi yang diarahkan adalah kemampuan untuk memulai keterampilan
yang kompleks dengan bantuan atau bimbingan dengan meniru dan uji
coba. Contoh : mengikuti arahan dari instruktur.
4) Reaksi natural (mekanisme) kemampuan untuk melakukan kegiatan pada
tingkat keterampilan tahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan
siswa akan terbiasa melakuakn tugas rutinnya. Contoh : menggunakan
computer.
5) Reaksi yang kompleks merupakan kemampuan untuk melakukan
kemahirannya dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari
kecepatan, ketepatan, efisiensi dan efektivitasnya. Semua tindakan
dilakukan secara spontan, lancer, cepat, tanpa ragu. Contoh : keahlian
bermain piano.
6) Adaptasi meupakan kemampuan mengembangkan keahlian, dan
memodifikasi pola sesuai dengan yang dibutuhkan. Contoh : melakukan
8
Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran, Lembaga Responsible Development International
Indonesia, 2016, Bogor, hlm. 18-22.
12
perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak terduga tanpa
merusak pola yang ada.
7) Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan pola baru yang
sesuai dengan kondisi atau situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi
masalah dengan mengeksplorasi kreativitas diri. Contoh : membantu
formula baru, inovasi, produk baru.
1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi.
2. Perubahan hamper terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level
masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan
mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahan-perubahan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering
(mengingat).
2) Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding
(memahami).
3) Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).
4) Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).
5) Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi
dengan perubahan mendasa, yaitu creating (mencipta).
6) Pada level 6, evaluation turun posisinya menjadi level 5, dengan
sebutan evaluating (menilai).
13
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Krathwohl pada ranah kognitif terdisi dari
enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis,mengurai), evaluating (menilai), dan
creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam
merumuskan tujuan belajar yang kita kenal dengan istilah C1 samapai dengan
C6. Perubahan istilah dan pola level taksonomi Bloom dapat digambarkan
sebagai berikut :
Creating
Evaluating
Analyzing
Applying
Understanding
Remembering
Apply
Understand
14
Remember
Revisi Ranah Kognitif, meliputi :
9
Retno Utari, TAKSONOMI BLOOM, Jurnal Pusdiklat KNPK, 2011
15
Menurut teori humanistik,proses belajar harus dimulai dan ditunjukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.Oleh sebab itu,teori
belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
filsafat,teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi
belajar.Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang
proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.
16
dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya berfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
17
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai
suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan
freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual,
humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang
lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama
pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia,
bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan atara motivasi manusia dan
motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow
menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia
lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan
dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
18
masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik.
10
Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran, Lembaga Responsible Development International
Indonesia, 2016, Bogor, hlm, 125.
19
akan terbentuk suatu pengetahuan baru. Misal,seorang guru meminta
siswanya untuk menentukan jumlah n suku bilangan asli yang pertama yaitu 1
+ 2 + 3 +...+ n. Untuk mengarahkan siswa dalam pengenalan struktur, maka
guru dapat membantunya dengan memberikan masalah yang lebih sederhana
yaitu jumlah 10 suku bilangan asli yang pertama 1 + 2 + 3 + ... + 10. Dengan
demikian, diharapkan siswa dengan mudah dapat melihat strukturnya yaitu 10
+ 1 = 9 + 2 = 8 + 3 = 7 + 4 = 6 + 5. Sehingga 1 + 2 + 3 + ... + 10 = ( 10 + 1 )
+ ( 9 + 2 ) + ( 8 + 3 ) + ( 7 + 4 ) + ( 6 + 5 ) = 11 + 11 + 11 + 11 + 11 = 5 x 11
= 10/2 x ( 10 + 1 ). Akhirnya siswa akan menemukan bahwa 1 + 2 + 3 + ... + n
= ( n + 1 ) + ( n-1 + 2 ) + ( n-2 + 3 ) + ... + (( n – n + 1)+ n) = n ( n + 1 ).
20
seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi
peembelajaran,serta pengembangan alat evaluasi, kearah pembentukan
manusia yang dicita-citakan. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara
sestematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan
pembelajaranyang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi
belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang
dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi
siswa. Hal ini tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar
belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari
siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial.11
Segitiga Tumpul
Segitiga Lancip
Dari tugas tersebut siswa diharapkan dapat membuat dalam bentuk gambar
aneka ragam penyusun suatu bangun datar disertai dengan nama bangun
penyusunnya.
11
Lembaga Rogers dalam Snekbcker,1974 Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran,
Responsible Development International Indonesia, 2016, Bogor, hlm, 406-408.
21
menentukan bidang tersebut besera ukurannya sehingga ukurannya tepat
144cm2 . Siswa juga diberikan contoh jajargenjang yang mempunyai panjang
alas 18 cm dan tingginya 8 cm serta segitiga siku-siku dengan alas 24 cm dan
tinggi 12 cm.
8cm
12 cm
18 cm 24 cm
Siswa dikategorikan berkemampuan tinggi jika dapat membuat lebih dari tiga
bidang berbeda dengan jenis rumus berbeda juga, membuktikan bahwa
luasnya 144 cm2, dan memberikan jawaban berbeda dari siswa lainnya. Proses
berpikir kreatif akan dianalisis dari mulai bagaimana siswamenetukan bangun
datar, ukurannya, bagaimana mereka membuktikan bahwa luasnya 144 cm2
serta bagaimana mereka menentukan alternatif jawaban.12
12
Dini Kinati Fardah, Analisis Proses dan Kemapuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika
Melalui Tugas Open-Ended, Jurnal Kreano, 2012, Semarang.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
23
mengerti bakat apa yang berpotensi untuk di asah dalam dirinya, dan tidaklah
sulit untuk dikembangkan terus sampai dewasa kelas. Mungkin kita
sedikitnya mengikuti cara mendidik negara barat, dengan tidak menerapkan
sistem bahka kognitif lah yang menentukan kecerdasan anak. Walaupun
sistem pendidikan di Indonesia seperti itu mungkin kita harus lebih sensitif
terhadap bimbingan sampingan dalam menerapkan metode Bloom, dengan
adanya extrakulikuler atau menciptakan sarana untuk bakat baik seni maupun
komunikasi. Bagaimanapun anak adalah anugrah terindah yang telah Tuhan
berikan untuk kita bimbing sampai ia paham dan bisa berpijak pada diri nya
sendiri
24
Daftar Pustaka
Fardah, D. K. (2012). Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam
matematika Melalui Tugas Open-Ended. Journal Kreano.
Sumber: https://www.defantri.com/2017/06/Taksonomi-Bloom-apa-dan-bagaimana-
menggunakannya.html Sejarah Taksonomi Bloom Prgrf. 4, diakses pada tanggal 22
Maret 2019 pukul 20.25 WIB.
25
26