Anda di halaman 1dari 30

PEMBELAJARAN METODE TAKSONOMI BLOOM DAN KRATHWOL

DALAM TEORI HUMANISTIK

( Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah belajar dan pembelajaran
matematika jurusan pendidikan matematika kelas 2c )

Dosen Pengampu: Dr. Gelar Dwirahayu M.Pd.

Disusun Oleh:

Naelun Maziyatul Maolidah 11180170000066

Maulidina Rahayu 11180170000081

Iga Kireina 11180170000091

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memeberikan


rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Pembelajaran
Metode Taksonomi Bloom dan Krathwol dalam Teori Humanistik ” dapat
terselesaikan dengan baik.

Penulisan makalah ini dibuat sebagaimana memenuhi tugas


diskusi pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika di Jurusan
Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan makalah ini
penulis banyak kekurangan baik di pengetahuan, materi maupun teknik
penulisan, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis, maka dari itu kritik
dan saran sangat di harapkan dalam penulisan makalah ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu


mata kuliah Belajaran dan Pembelajaran Matematika yaitu Dr. Gelar
Dwirahayu M.Pd., Kelompok 9, serta rekan-rekan yang telah memberikan
dukungan dalam penyelesaian makalah ini. Semoga dengan adanya makalah
ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

ii
ABSTRAK

Ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah menjadi hal yang asing


di era globalisasi saat ini, pengetahuan sudah menjadi zona luas terhadap
anak dan tidaklah sulit untuk didapatkan melalui buku, wawasan, maupun
internet. Di dunia pendidikan kini telah menerapkan metode pembelajaran
paling tidak sedikitnya penyampaian yang sudah sesuai dengan
perkembangan zaman salah satunya menerapkan contoh pembelajaran
menurut teori Bloom dan Krathwol. Tulisan ini lebih fokus terhadap
perubahan Taksonomi Bloom, dimana evaluasi urutan taksonomi lama
terdapat pada urutan akhir berubah menjadi urutan kelima dalam revisi
Taksonomi dan sintesis dalam taksonomi berubah menjadi mencipta, serta
perubahan juga terdapat pada sub kategori. Tulisan ini juga membahas
tentang teori belajar humanistik, serta penerapan teori humanistic pada
pembelajaran matematika.

Kata Kunci: Pengajaran, Pembelajaran, Taksonomi Bloom, dan Revisi


Taksonomi.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
ABSTRAK.............................................................................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3

A. Biografi ................................................................................................................... 3
B. Tujuan pembelajaran ............................................................................................. 6
C. Teori Taksonomi Bloom ......................................................................................... 7
D. Revisi Taksonomi Bloom ........................................................................................ 13
E. Teori belajar Humanisme ....................................................................................... 15
F. Penerapan Teori Belajar Humanisme ................................................................... 19

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 23

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 23
B. Saran ...................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 25

iv
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Di zaman sekarang ini banyak sekali masyarakat yang tidak paham
akan pentingnya metode dalam mendidik, terutama untuk para pengaja/r,
pengetahuan mereka sejak zaman dahulu mendidik dengan cara kuno hanya
memberi tanpa mempelajari psikologi pada setiap anaknya, padahal jika
mereka tau mengenai psikologi maka akan terjadi kekuatan Tarik menarik
antara siswa dan pengajar, yaitu kepahaman bagi siswa tersebut.
Di Indonesia belajar dan pembelajaran guru terhadap siswa sangatlah
minim, oleh karenanya mahasiswa fakultas keguruan diberi tanggung jawab
lebih terutama untuk mengubah konsep belajar itu sendiri, agar terjadinya
perubahan cara belajar mengajar antara guru dan murid, akan terciptanya
suasana saling Tarik menarik / saling membutuhkan dan tidak meremehkan
satu sama lain.
Selain mempelajari mengenai ilmu dan konsep guru juga mendapat
ilmu tentang psikologi pada anak dan pada akhirnya guru bisa mengantisipasi
sifat anak yang berbeda dengan konsep belajar yang berbeda.
Teori belajar Bloom dan Krathwohl masuk kedalam metode Humanistik.
Yaitu metode yang menerapkan pembelajaran berdasarkan kemampuan
manusia itu sendiri, membaca karakter dan bakat yang ada pada manusia itu
sendiri, dan dalam mempelajarinya kita hanya tinggal menerapkan dan
mengembangkan apa yang semestinya dikembangkan pada siswa tersebut.
Oleh karena itu kita sebagai calon pendidik (guru) harus mengetahui
masalah pendidikan dan mulai menerapkan sistem kerja baru dan mempelajari
cara pembelajaran yang baik dan benar berdasarkan psikologi anak, karena
kita harus mengetahui kemampuan masing-masing pada pribadi anak agar
dapat mencapai pada pembelajaran yang maximal.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini, kami akan membahas
mengenai beberapa masalah, di antaranya :
1) Bagaimana tujuan pembelajaran menurut Taksonomi Bloom dan
Krathwohl?
2) Bagaimana konsep teori dari Taksonomi Bloom?
3) Bagaimana hasil revisi dari Taksonomi Bloom oleh Krathwohl?
4) Bagaimana konsep teori belajar humanism?
5) Bagaimana penerapan terhadap pembelajaran matematika?

C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui tujuan pembelajaran menurut Taksonomi Bloom dan
Krathwohl.
2) Untuk mengetahui konsep dari Taksonomi Bloom.
3) Untuk mengetahui hasil revisi Taksonomi Bloom oleh Krathwohl.
4) Untuk mengetahui konsep belajar humanism.
5) Untuk mengetahui penerapan terhadap pembelajaran matematika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI

A.1 BENJAMIN SAMUEL BLOOM

Lansford Pennysylvania adalah tempat


dimana tokoh perintis teori Bloom ini lahir, ia
bernama Benjamin Samuel Bloom, Yakni lebih
tepatnya pada tanggal 21 Februari 1913. Dimana
semasa hidupnya ia mencari sebuah penjelasan
mengenai pembelajaran terhadap anak dimasa
pendidikan, kemudian ia disebut sebagai psikolog
pendidikan dari Amerika Serikat pada umurnya
yang ke-86.
Asal mula namanya menjadi Taksnomi Bloom di karenakan merajuk pada
taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disoleh
Benjamin S. Bloom pada tahun 1956.1
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan
nomos yang berarti ilmu pengetahuan.2
Benjamin S. Bloom ini menempuh pendidikan di Pennsylvania State
University dan mendapatkan gelar sarjana dan magister pada tahun 1935. Kemudian
melanjutkan lagi di University of Chicago dengan gelar doktor di bidang pendidikan
pada maret 1942 dan berhasil membuat perubahan besar dalam sistem pendidikan di
India. Sambil ia menyelesaikan pendidikannya ia juga mengikuti keanggotaan staff
Boar of Examination di University Of Chicago pada tahun 1940 sampai 1943.

1
Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, Diakses pada tanggal 22 Maret 2019
pukul 18.40 WIB.
2
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 88.

3
Menjadi pemeriksa di universitas sejak tahun 1943 kemudian ia mengakhiri
jabatannya itu di tahun 1959.
Tak dipungkiri ia juga merupakan tokoh seorang pengajar di University of
Chicago pada Jurusan Pendidikan di awali di tahun 1944 yang selepas itu ia pun
ditunjuk sebagai Distinguished Service Professor pada tahun 1970. Di akhir
hayatnya, ia pernah menjabat sebagai Chairmah of Research and Development
Committeesnof the College Entrance Examination Boar dan The President of the
American Educational Research Association. 3bahkan ia ditunjuk juga sebagai
penasihat bagi pemerintahan negara lain yakni Israel, India dan beberapa bangsa dari
pemerintah lain. Dan akhirnya ia meninggal pada 13 September 1999.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S.
Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya salah
satunya Krathwol. Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational
Objective Cognitive Domain”. Dan pada tahun 1964 terbitlah karya “Taxonomy of
Educational Objective, Affective Domain”, dan karyanya yang berjudul “Handbook
on Formative and Summatie Eauation of Student Learning” pada tahun 1971 serta
karyanya yang lain “Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini
mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah
kawasan): kognitif, afektif dan psikomotor.4

A.2 DAVID R. KRATHWOHL

Tokoh ini merupakan siswa dari


Benjamin S. Bloom. Ia bernama David Reading Bloom .
David lahir pada 14 mei 1921, dan dijuluki sebagai
Psikolog Pendidikan di Amerika.

3
Sumber: https://www.defantri.com/2017/06/Taksonomi-Bloom-apa-dan-bagaimana-
menggunakannya.html Sejarah Taksonomi Bloom Prgrf. 4, diakses pada tanggal 22 Maret 2019 pukul
20.25 WIB.
4
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), hal. 149.

4
He was the director of the Bureau of Educational Research at
Michigan State University and was also a past president of the American Educational
Research Association where he served in multiple capacities, as a member of the
research advisory committee for the Bureau of Research of the USOE and as regional
chairman of the board of trusties of the Eastern Regional Institute for Education.

While studying with Benjamin Bloom, he co-authored the Taxonomy of Educational


Objectives, (also known as Bloom's Taxonomy) a critical publication on education
and has also edited, authored and co-authored several books in regards to education.
He received the Hannah Hammond Professor of Education Emeritus at Syracuse
University and has made significant contributions to the field of educational
psychology. 5

Translate:

Dia adalah direktur Biro Penelitian Pendidikan di Michigan State University


dan juga pernah menjadi presiden dari American Educational Research Asosiasi di
mana ia bertugas dalam berbagai kapasitas, sebagai anggota komite penasihat
penelitian untuk Biro Penelitian USOE dan sebagai ketua dewan dewan daerah dari
Eastern Regional Institute for Education.

Saat belajar dengan Benjamin Bloom, ia ikut menulis Taksonomi Tujuan


Pendidikan, (juga dikenal sebagai Taksonomi Bloom) publikasi kritis tentang
pendidikan dan juga telah mengedit, menulis dan ikut menulis beberapa buku tentang
pendidikan. Ia menerima Profesor Hannah Hammond dari Pendidikan Emeritus di
Universitas Syracuse dan telah memberikan kontribusi signifikan pada bidang
psikologi pendidikan.

Maka dari itu teori dari kedua tokoh ini disatukan karena mereka menulis
“Taksonomi Tujuan Pendidikan” secara garis besar bersmaan dengan konsepnya, tak
lepas mereka dilansir di berbagai buku dengan Teori Bloom dan Krathwohl.

5
Sumber: https://upclosed.com/people/david-krathwohl/terj. Iga Kireina. Diakses pada tanggal 22
Maret 2019 pukul 21.30 WIB

5
The Taxonomy of Educational Objectives is a framework for classifying
statements of what we expect or intend students to learn as a result of instruction. The
framework was conceived as a means of facilitating the exchange of the items among
faculty at various universities in order to create banks of items, each measuring the
same educational objective. Benjanin S. Bloom, the Associate Director of The Board
of Examinations of The University of Chicago, initiated the idea, hopping that it
would reduce the labor of preparing annual comprehensive examinations. To aid in
his effort, he enlisted a group of measurenent specialists from a cross the United
States, many of whom repeatedly faced the same problem. This group met about
twice a year beginning in 1949 to consider progress, make revisions, and plan the
next steps. Their final draft was publushed in 1956 under the title, Taxonomy of
Educational Objectives : The Classification of Educational Goals. Handbook I :
Cognitive Domain (Bloom, Engelhart, Furst, Hill, & Krathwohl, 1956).

Hereafter, this is referred to as the to as the original Taxonomy. The revision of this
framework, which is the subject of issue of Theory Intk Practice, was developed in
much the same manner 45 years later (Anderson, Krathwohl, et al., 2001). Hereafter,
this is referred to as the revised Taxonomy.6

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan pembelajara. Karena tujuan merupakan sesuatu yang
dicari dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan suatu perilaku
yang hendak dicapai atau dapat dikerjakan oleh peserta didik pada tingkat dan
kondisi tertentu. Tujuan pembelajaran lebih diarahkan kepada Taksonomi

6
Krathawohl, D. R. (2002). A Revision Of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory Into Practice,
Vol. 41, No. 4.

6
Bloom dan Krathwol. Mereka membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga
kawasan yaitu :

1. Kawasan kognitif : kawasan kognitif erat kaitannya dengan segi proses


mental yang diawali dari tingkat pengetahuan hingga evaluasi. Ranah ini
terdiri atas enam tingkatan yaitu : (1) tingkat pengetahuan, (2) tingkat
pemahaman, (3) tingkat penerapan, (4) tingkat analisa, (5) tingkat sintesis,
(6) tingkat evaluasi.
2. Kawasan afektif : kawasan afektif erat kaitannya dengan sikap, nilai-nilai
ketertarikan, penghargaan, dan penyesuaian peraasan social. Kawasan
dibagi menjadi lima hal yaitu : (1) kemauan menerima, (2) kemauan
menanggapi, (3) berkeyakinan, (4) penerapan hasil, (5) ketekunan dan
ketelitian.
3. Kawasan psikomotor : kawasan psikomotor terkait dengan keterampilan
yang bersifat manualatau motoric. Kawasan psikomotor terbagi atas
beberapa bagian yaitu : (1) persepsi, (2) kesiapan melakukan tugas, (3)
mekanisme, (4) respon terbimbing, (5) kemahiran, (6) adaptasi, (7)
organisasi.

C. Taksonomi Bloom

Berdasarkan pada pembahasn sebelumnya pembelajaran menekankan


pada suatu perubahan. Ketika tercipta perubahan maka dapat diketahui bahwa
ada hasil dari pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Bloom merupakan salah
satu ahli yang mengkaji hasil pembelajaran dalam dunia pendidikan, dan
konsep yang dikemukakan oleh Bloom bernama Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom membagi tujuan pendidikan kedalam tiga domain, yaitu
sebagai berikut :

7
1. Cognitive domain (ranah kognitif) mencakup perilaku-perilaku
menitikberatkan kepada aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Avektive domain (ranah afeksi) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara
penyesuaian diri.
3. Psychomotor domain (ranah psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motoric seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoprasikan mesin. 7

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
sub kategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari
tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah
laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif,
untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga
diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

1. Ranah kognitif
Pada dasarnya kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam
berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Menurut Bloom, segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahamo, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi dalam ranah kognitif itu terdapat
enam aspek atau jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah samapai
dengan jenjang yang paling tinggi.
Berikut adalah keenam jenjang ranag kognitif :

7
M. Andi Setiawan, Belajar dan Pembelajaran, Uwais Inspirasi Indonesia, 2017, Ponorogo, hlm. 23-
25.

8
Evaluation

Synthesis

Analysis

Application

Comprehension

Knowledge

Gambar.1 Urutan Takstonomi Bloom

1) Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk


mengingat-ngingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, rumus-rumus, dana sebagainya, tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan disebut
sebagai proses berpikir yang paling rendah.
2) Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan untuk mengerti atau
memahamisesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata
lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya
dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.
3) Aplikasi (Application) adalah kemampuan menggunakan atau menerapkan
materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut
penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan
berpikir yang lebih tinggi dari pada pemahaman.

9
4) Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan
suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian bagian atau faktor-faktor
yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
5) Sintesis (Synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan
kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses
yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstuktur atau berbentuk pola baru.
6) Evaluasi (Evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi
dalam ranah kognitif dalam Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi
disini merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap
suatu kondisi, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan
maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan
patokan-patokan atau kriteria yang ada.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif mencakup watak prilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif
tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi kedalam
lima jenjang, yaitu :
1) Penerimaan (Receiving/ Attending) Penerimaan atau Receiving adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah : kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang dating dari luar. Receiving atau attenting juga sering
diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka

10
bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka,
dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau
mengidentifikasikan diri dengan nilai itu.
2) Tanggapan (Responding) Tanggapan atau Responding mengandung arti
“adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya
secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya
salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi dari pada jentang Receivin
3) Penghargaan (Valuing) Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai
atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek. Dalam
kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau
menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilaikonsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran
yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah
baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian.
4) Pengorganisasian (Organization) Memgatur atau mengorganisasikan
artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru
yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai
lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik berdasarkan nilai-nilai (Characterization by a value or value
complex) ini lebih mengacu kepada karakter dan daya hidup seseorang.
Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi,
sosial dan emosi jiwa. Yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dsimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya
dan telah mempengaruhi emosinya. Pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk waktu yang

11
lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya
menjadi lebih konsisten, menetap dan lebih mudah diperkirakan.8
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik, dan kemapuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,
ketepatan, jarak, cara atau teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah
psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
1) Persepsi merupakan kemampuan menggunakan syaraf sensorik dalam
menginterprestasikannya dalam memperkirakan sesuatu. Contoh :
menurunkan suhu AC saat merasa suhu ruangan panas.
2) Kesiapan merupakan kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental,
fisik, dan emosi, dalam menghadapi sesuatu. Contoh : melakukan
pekerjaan sesuai urutan, menerima kelebihan dan kekurangan seseorang.
3) Reaksi yang diarahkan adalah kemampuan untuk memulai keterampilan
yang kompleks dengan bantuan atau bimbingan dengan meniru dan uji
coba. Contoh : mengikuti arahan dari instruktur.
4) Reaksi natural (mekanisme) kemampuan untuk melakukan kegiatan pada
tingkat keterampilan tahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan
siswa akan terbiasa melakuakn tugas rutinnya. Contoh : menggunakan
computer.
5) Reaksi yang kompleks merupakan kemampuan untuk melakukan
kemahirannya dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari
kecepatan, ketepatan, efisiensi dan efektivitasnya. Semua tindakan
dilakukan secara spontan, lancer, cepat, tanpa ragu. Contoh : keahlian
bermain piano.
6) Adaptasi meupakan kemampuan mengembangkan keahlian, dan
memodifikasi pola sesuai dengan yang dibutuhkan. Contoh : melakukan

8
Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran, Lembaga Responsible Development International
Indonesia, 2016, Bogor, hlm. 18-22.

12
perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak terduga tanpa
merusak pola yang ada.
7) Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan pola baru yang
sesuai dengan kondisi atau situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi
masalah dengan mengeksplorasi kreativitas diri. Contoh : membantu
formula baru, inovasi, produk baru.

D. Revisi Taksonomi Bloom

Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Andeson


Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki
taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan
tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi
Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi :

1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi.
2. Perubahan hamper terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level
masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan
mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahan-perubahan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering
(mengingat).
2) Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding
(memahami).
3) Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).
4) Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).
5) Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi
dengan perubahan mendasa, yaitu creating (mencipta).
6) Pada level 6, evaluation turun posisinya menjadi level 5, dengan
sebutan evaluating (menilai).

13
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Krathwohl pada ranah kognitif terdisi dari
enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami), applying
(menerapkan), analyzing (menganalisis,mengurai), evaluating (menilai), dan
creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam
merumuskan tujuan belajar yang kita kenal dengan istilah C1 samapai dengan
C6. Perubahan istilah dan pola level taksonomi Bloom dapat digambarkan
sebagai berikut :

Creating

Evaluating

Analyzing

Applying

Understanding

Remembering

Gambar.2 Revisi Takstonomi Bloom

Beberapa keritikan muncul kepada penggabaran piramida. Kritik lain


mengatakan bahwa higher level (Menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta)
sebenarnya bersifat setara sehingga bentuk segitiga menjadi seperti dibawah
ini. (Anderson and Krathwohl, 2001 : dalam wikipedia)

Analyzing Evaluating Creating

Apply

Understand

14
Remember
Revisi Ranah Kognitif, meliputi :

1. Mengingat, kemampuan menyebutkan kembali informasi/ pengetahuan


yang tersimpan dalam ingatan.
2. Memahami, kemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian
atau makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan,
tertulis, maupun grafik/ diagram.
3. Menerapkan, kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan
konsep dalam situasi tertentu.
4. Menganalisis, kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa
komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh
pemahaman atas konsep tersebut secara utuh.
5. Mengevaluasi, kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan
norma, kriteria atau patokan tertentu.
6. Mencipta, kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk
baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil.9

E. TEORI BELAJAR HUMANISME


1. Pengertian Humanisme

Pengertian humanistic yang beragam membuat batasan-batasan


aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti
pula.sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata
humanistic dalam pendidikan.Dalam artikel “What is Humanistik Education?”
,Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah,kelas,atau guru dapat dikatakaan
bersifat humanistik dalam beberapa kriteria.Hal ini menunjukan bahwa ada
beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pedidikan.Ide mengenai
pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

9
Retno Utari, TAKSONOMI BLOOM, Jurnal Pusdiklat KNPK, 2011

15
Menurut teori humanistik,proses belajar harus dimulai dan ditunjukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri.Oleh sebab itu,teori
belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
filsafat,teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi
belajar.Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang
proses belajar dalam bentuk yang paling ideal.

Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam


peristiwa belajar,sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si
belajar,maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dimilikinya.Teori humanistik berpendapat bahwa teori
belajar apapun dapat dimanfaatkan,asal tujuannya mampu memanusiakan
menusia yaitu mencapai aktualisasi diri,pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar,serta optimal.

Teori humanistik bersifat sangat eklektik yaitu memnfaatkan atau


merangkumkan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan karena tidak
dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic


Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan
behavioristik.Menurut Abraham,yang terpenting dalam melihat manusia
adalahpotensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi
pengembangan kepribadian manusia dairpada berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa
Freud.Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh , yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif.Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia

16
dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya berfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi


positif yang terdapat dalam domain efektif,misalnya keterampilan
membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain,bagaimana
mengajarkan kepercayaan,penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang
lain, kejujuran interpersonal,dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya
adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan
sehai-hari.

Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan


yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang
membantu anak didik untuk meningkatkan keemampuan dalam membuat,
berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.
Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas
mengenai perilaku manusia.”Berapa banyak hal yang dilakukan manusia? Dan
bagaiman aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan lebih baik?

Melihat hal-hal baik yang diusahakan oleh para pendidik humanistik,


tanpa bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia
pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu
perkembangan,sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan
emosi.Jdi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakteristik yang sangat kuat
yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan
merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan
mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar
menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan
humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitik
beratkan kognisi.

17
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai
suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia atau dengan
freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual,
humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang
lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama
pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia,
bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan atara motivasi manusia dan
motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow
menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia
lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan
dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.

Menurut aliran humanistik, pada pendidik sebaiknya melihat


kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik
melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang,
untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekolah harus berhati-hati supaya tidak
membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum
mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar
sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa
untuk memnuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai
konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada
behavisiorisme.

Secara singkatnya, pendekan humanistik dalam pendidikan


menekankan pada perkembangan positif pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup
kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditunjukan untuk memperkaya diri, menikati keberadaan hidup dan juga

18
masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik,belajar dianggap berhasil jika si pelajar


memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang perilakunya,bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siwa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada daalaam diri mereka.10

F. PENERAPAN TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Contoh Penerapan Teori Humanistik pada Pembelajaran Matematik

Menurut pandangan penganut psikologi humanisme, persepsi manusia


tidak hanya sebagai kumpulan stimulus yang berpengaruh langsung terhadap
pikiran. Contoh penerapan teori humanisme pada pembelajaran matematika.
Pikiran manusia menginterprestasikan semua informasi. Informasi yang
masuk dalam pikiran selalu dipandang memiliki prinsip pengorganisasian
tertentu, artinya pengenalan terhadap suatu sensasi tidak secara langsung
menghasilkan suatu pengetahuan, tetapi terlebih dahulumenghasilkan
pemahaman terhadap struktur sensasi tersebut.

Pemahaman terhadap struktur sensasi atau masalah itu akan


memunculkan pengorganisasian struktur sensasi itu ke dalam konteks yang
baru dan lebih sederhana lebih mudah dipahami atau dipecahkan. Kemudian

10
Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran, Lembaga Responsible Development International
Indonesia, 2016, Bogor, hlm, 125.

19
akan terbentuk suatu pengetahuan baru. Misal,seorang guru meminta
siswanya untuk menentukan jumlah n suku bilangan asli yang pertama yaitu 1
+ 2 + 3 +...+ n. Untuk mengarahkan siswa dalam pengenalan struktur, maka
guru dapat membantunya dengan memberikan masalah yang lebih sederhana
yaitu jumlah 10 suku bilangan asli yang pertama 1 + 2 + 3 + ... + 10. Dengan
demikian, diharapkan siswa dengan mudah dapat melihat strukturnya yaitu 10
+ 1 = 9 + 2 = 8 + 3 = 7 + 4 = 6 + 5. Sehingga 1 + 2 + 3 + ... + 10 = ( 10 + 1 )
+ ( 9 + 2 ) + ( 8 + 3 ) + ( 7 + 4 ) + ( 6 + 5 ) = 11 + 11 + 11 + 11 + 11 = 5 x 11
= 10/2 x ( 10 + 1 ). Akhirnya siswa akan menemukan bahwa 1 + 2 + 3 + ... + n
= ( n + 1 ) + ( n-1 + 2 ) + ( n-2 + 3 ) + ... + (( n – n + 1)+ n) = n ( n + 1 ).

Teori humanistic sering dikritik karena sukar diterapkan dalam


konteks yang lebih praktis. Karena dianggap lebih dekat dengan bidang
filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan,
sehingga sukar dalam menerjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang
lebih konkret dan praktis. Namun, karena sifatnya yang ideal,yaitu
memanusiakan manusia,maka teori humanistik mampu memberikan arah
terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan
tersebut.

Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan


pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu
manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri.

Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam


memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya
pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan
dilakukan untuk mencapai tujuannya. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-
taksonomi tujuan uang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik
dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat
membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran

20
seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi
peembelajaran,serta pengembangan alat evaluasi, kearah pembentukan
manusia yang dicita-citakan. Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara
sestematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan
pembelajaranyang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi
belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang
dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi
siswa. Hal ini tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar
belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari
siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial.11

Selain contoh penerapan dalam bidang matematika diatas guru juga


dapat memberikan tugas kepada siswa untuk membuat bangun datar lainnya
serta bangun penyusunnya sebanyak mungkin. Misalnya :

Segitiga Tumpul

Segitiga Lancip

Dari tugas tersebut siswa diharapkan dapat membuat dalam bentuk gambar
aneka ragam penyusun suatu bangun datar disertai dengan nama bangun
penyusunnya.

Permasalahan kedua yang diberikan adalah sebuah bangun datar


memiliki luas 144 cm2 , tetapi bangun tersebut tidak diketahui apakah persegi,
persegi panjang, jajargenjang, atau bangun datar lainnya. Siswa diminta untuk

11
Lembaga Rogers dalam Snekbcker,1974 Nur Rizkiyah, Teori Belajar Dan Pembelajaran,
Responsible Development International Indonesia, 2016, Bogor, hlm, 406-408.

21
menentukan bidang tersebut besera ukurannya sehingga ukurannya tepat
144cm2 . Siswa juga diberikan contoh jajargenjang yang mempunyai panjang
alas 18 cm dan tingginya 8 cm serta segitiga siku-siku dengan alas 24 cm dan
tinggi 12 cm.

8cm
12 cm

18 cm 24 cm

Siswa dikategorikan berkemampuan tinggi jika dapat membuat lebih dari tiga
bidang berbeda dengan jenis rumus berbeda juga, membuktikan bahwa
luasnya 144 cm2, dan memberikan jawaban berbeda dari siswa lainnya. Proses
berpikir kreatif akan dianalisis dari mulai bagaimana siswamenetukan bangun
datar, ukurannya, bagaimana mereka membuktikan bahwa luasnya 144 cm2
serta bagaimana mereka menentukan alternatif jawaban.12

12
Dini Kinati Fardah, Analisis Proses dan Kemapuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika
Melalui Tugas Open-Ended, Jurnal Kreano, 2012, Semarang.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi kesimpulan dari teori Taksonomi Bloom ini, yaitu adalah


pembelajaran dengan 3 metode yang berbeda. Baik itu dari Ranah Kognitif,
Ranah Afeksi, dan Ranah Psikomotor nya. Masing-masing ranah tersebut
terdiri dari subkategori, Ranah Kognitif : pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah Afektif : penerimaan, tanggapan,
Penghargaan, Pengorganisasian, dan Karakteristik berdasarkan nilai-nilai.
Ranah Psikomotorik : persepsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi
natural, adaptasi, dan kreativitas. Krathwohl bersama dengan peneliti lainnya
meneliti ulang Taksonomi Bloom. Krathwohl mengubah subkategori dalam
ranah kognitif, antara lain : mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Pada hakikatnya setiap manusia bertalenta di lain-lain bidang


kecerdasan, tetapi itu semua tidak akan berjalan tanpa adalah pengasahan
bakat, kemampuan ataupun cara berfikir manusia itu sendiri, jadi tidak bisa
semua di pukul rata bahwa kecerdasan hanya dilihat dari kemampuan
berfikirnya. Pada teori Bloom juga diajarkan bagaimana mendidik anak
dalam kemampuan anak itu sendiri, dan bagaimana cara mengembangkannya.

B. Saran

Sebagai mahasiswa calon pendidik nantinya, alangkah baiknya kita


menerapkan pembelajaran Bloom, karena dengan seperti ini anak akan

23
mengerti bakat apa yang berpotensi untuk di asah dalam dirinya, dan tidaklah
sulit untuk dikembangkan terus sampai dewasa kelas. Mungkin kita
sedikitnya mengikuti cara mendidik negara barat, dengan tidak menerapkan
sistem bahka kognitif lah yang menentukan kecerdasan anak. Walaupun
sistem pendidikan di Indonesia seperti itu mungkin kita harus lebih sensitif
terhadap bimbingan sampingan dalam menerapkan metode Bloom, dengan
adanya extrakulikuler atau menciptakan sarana untuk bakat baik seni maupun
komunikasi. Bagaimanapun anak adalah anugrah terindah yang telah Tuhan
berikan untuk kita bimbing sampai ia paham dan bisa berpijak pada diri nya
sendiri

24
Daftar Pustaka

Fardah, D. K. (2012). Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam
matematika Melalui Tugas Open-Ended. Journal Kreano.

Krathawohl, D. R. (2002). A Revision Of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory


Into Practice, Vol. 41, No. 4.

Rizkyah, N. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Lembaga Responsible


Development International Indonesia.

Setiawan, M. A. (2017). Belajar dan Pembelajaran . Ponorogo: Uwais Inspirasi


Indonesia.

Utari, R. (2011). Taksonomi Bloom. Jurnal Pusdiklat KNPK.

Winkle, W. S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Yaumi, M. (2013). Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, Diakses pada tanggal 22


Maret 2019 pukul 18.40 WIB.

Sumber: https://www.defantri.com/2017/06/Taksonomi-Bloom-apa-dan-bagaimana-
menggunakannya.html Sejarah Taksonomi Bloom Prgrf. 4, diakses pada tanggal 22
Maret 2019 pukul 20.25 WIB.

Sumber: https://upclosed.com/people/david-krathwohl/terj. Iga Kireina. Diakses pada


tanggal 22 Maret 2019 pukul 21.30 WIB

25
26

Anda mungkin juga menyukai