Disusun oleh :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga
tercurah untuk Nabi danteladan kita, Muhammad SAW, juga untuk seluruh
keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan
ihsan sampai hari kiamat.
Karena proses pembuatan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka kami membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik
demi perbaikan di masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
2.3 Stroke............................................................................................................25
BAB IV PENUTUP...............................................................................................40
1.1 Kesimpulan..............................................................................................40
1.2 Saran........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kerja Hormon Gastrointestinal, Rangsang untuk Sekresi, dan Tempat
Sekresi....................................................................................................................14
4
BAB I PENDAHULUAN
1
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan disfungsi motilitas yaitu
ansietas, pemberian makanan enteral, intoleransi makanan, imobilitas, dan
lain-lain. Adalah stroke merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan
oleh terhambatnya aliran darah ke otak dan dapat mengakibatkan kematian.
Stroke menjadi penyebab kematian ketiga di dunia setelah jantung dan kanker
sehingga diperlukan pengobatan dan perawatan yang cepat, tepat, dan cermat.
Dampak yang sering terjadi pada pasien stroke adalah terjadinya konstipasi
yang dapat disebabkan oleh kurangnya mobilisasi berhubungan dengan
adanya penurunan kemampuan mobilitas fisik pasien.
Konstipasi pada pasien stroke dapat menyebabkan terjadinya valsava
manuver dan herniasi yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu,
penanganan konstipasi harus disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing
pasien dengan memperhitungkan lama dan intensitas konstipasi untuk
terjadinya defekasi dengan cara tindakan keperawatan mandiri yang alamiah
seperti dilakukannya mobilisasi, masase abdomen, dan diberikan minum air
hangat, karena penggunaan obat-obatan laksatif dalam jangka waktu yang
lama juga akan berefek tidak baik pada organ-organ pencernaan dalam seperti
usus besar akan kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang peka terhadap
rangsangan yang diberikan oleh laksatif maupun rangsangan untuk BAB.
1.2 Tujuan
2
1.2.5 Untuk dapat memberikan intervensi dan implementasi pada pasien
stroke dengan disfungsi motilitas gastrointestinal: konstipasi dengan
berdasarkan pada Evidence Base Practice.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
5
Gambar 2.2 Anatomi Lambung
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah
panjangnya kira-kira 2/3 dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan
melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi
dan absorbsi. Usus halus dibagi kedalam tiga bagian anatomis yaitu bagian atas
disebut duodenum, bagian tengah yeyunum, dan bagian bawah disebut ileum.
Duktus koledokus, yang memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi
pankreas, mengosongkan diri ke dalam duodenum pada ampula vater.
Pertemuan antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan
duodenum, disebut seikum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal yang
berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah
refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini terdapat appendiks
veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen,
segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan
segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari
dua bagian yaitu kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anus. Jalan
keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal
dan eksternal.
6
Sirkulasi Darah Saluran Pencernaan
7
Dalam kondisi normal aliran darah dalam setiap daerah traktus
gastrointestinal dan dalam setiap lapisan dinding usus secara langsung
berhubungan dengan tingkat aktivitas setempat. Sebagai contoh, selama absorbsi
aktif zat makanan, aliran darah di dalam vili dan daerah submukosa yang
berdekatan meningkat sebanyak delapan kali lipat. Demikian juga, aliran darah
dalam lapisan otot dinding usus meningkat bersamaan dengan peningkatan
aktivitas motorik dalam usus. Sebagai contoh, setelah makan aktivitas motorik,
sekretorik, dan absorbsi semuanya meningkat, demikian juga aliran darah sangat
meningkat namun kemudian kembali turun ke tingkat istirahat setelah 2-4 jam
kemudian. Penyebab peningkatan aliran darah selama peningkatan aktivitas
gastrointestinal diantaranya adalah :
1. Beberapa zat vasodilator dilepaskan dari mukosa traktus intestinal selama
proses pencernaan. Sebagian besar zat vasodilator ini adalah hormon
peptida termasuk kolesistokinin, peptida intestinal vasoaktif, gastrin, dan
sekretin. Hormon-hormon ini juga mengontrol aktivitas motorik dan
sekretorik spesifik dari usus.
2. Beberapa kelenjar gastrointestinal juga melepaskan dua kinin, kallidin, dan
bradikinin ke dalam dinding usus, pada saat yang bersamaan ketika kelenjar
mengeluarkan zat-zat yang lain ke dalam lumen. Kinin-kinin ini merupakan
vasodilator kuat yang diyakini menyebabkan peningkatan vasodilatasi
mukosa yang terjadi sepanjang sekresi.
3. Penurunan konsentrasi oksigen dalam dinding usus dapat meningkatkan
aliran darah intestinal paling sedikit 50-100%. Karena itu, peningkatan
kecepatan metabolik mukosa dan dinding usus selama aktivitas usus mungkin
menurunkan konsentrasi oksigen hingga cukup untuk menyebabkan
vasodilatasi. Penurunan oksigen dapat juga menimbulkan peningkatan
adenosin sebanyak empat kali lipat, suatu vasodilator terkenal yang dapat
menimbulkan peningkatan aliran.
Countercurrent Aliran Darah dalam vili menyebabkan aliran arteri ke
dalam vilus dan aliran vena keluar dari vilus berada dalam arah yang berlawanan
8
satu sama lain. Oleh karena pengaturan pendarahan ini, sebagian besar oksigen
darah berdifusi keluar dari arteriol secara langsung masuk ke dalam venula yang
berdekatan tanpa terbawa dalam darah ke ujung-ujung vili. Dalam kondisi normal,
pirau oksigen dari arteriol ke venula ini tidak berbahaya bagi vili, tetapi pada
keadaan sakit ketika aliran darah ke usus menjadi sangat terbatas seperti pada
syok sirkulasi, defisit oksigen pada ujung vili dapat menjadi sangat besar sehingga
ujung vili atau bahkan seluruh vili mengalami kematian akibat iskemik dan dapat
mengalami disintegrasi.
Pengontrolan saraf terhadap aliran darah gastrointestinal dilakukan oleh
saraf parasimpatis yang menjalar ke lambung dan kolon bagian bawah akan
meningkatkan aliran darah setempat yang pada saat bersamaan rangsangan ini
juga meningkatkan sekresi kelenjar. Peningkatan aliran ini kemungkinan
merupakan akibat sekunder peningkatan aktivitas kelenjaar dan tidak sebagai efek
langsung perangsangan saraf. Sebaliknya Perangsangan saraf simpatis memberi
efek langsung pada hampir seluruh traktus gastrointestinal yang menyebabkan
vasokonstriksi yang kuat pada arteriol dengan penurunan aliran darah yang besar.
Setelah beberapa menit mengalami vasokonstriksi, aliran sering kembali
mendekati normal melalui mekanisme yang disebut “autoregulatory escape”.
Artinya, mekanisme vasodilator metabolik lokal yang ditimbulkan oleh iskemia
meniadakan vasokonstriksi simpatis, mengembalikan ke arah normal aliran darah
bahan makannan yang penting ke kelenjar-kelenjar gastrointestinal dan otot.
Makna utama vasokonstriksi simpatis dalam usus adalah bahwa
vasokomstriksi tersebut membuat aliran darah gastrointestinal dan aliran darah
splanknik lain tertutup dalam waktu singkat selama kerja fisik yang hebat, ketika
otot rangka dan jantung membutuhkan peningkatan aliran darah. Juga, pada syok
sirkulasi, saat semua jaringan vital tubuh dalam keadaan bahaya kematian sel
karena tidak adanya aliran darah terutama otak dan jantung, perangsangan
simpatis dapat mengurangi aliran darah splanknik dari sangat singkat sampai
berjam-jam.
Perangsangan simpatis juga menyebabkan vasokonstriksi kuat pada vena-
vena intestinal dan mesenterik bervolume besar. Hal ini menurunkkan volume
9
vena-vena ini, dengan demikian memindahkan sejumlah besar darah ke bagian
lain sirkulasi.
10
dan kemudian bersatu dalam pleksus suubmukosa untuk membantu mengatur
sekresi intestinal lokal, absorbsi lokal, dan kontraksi otot submukosa lokal yang
menyebabkan bberbagai tingkat pelipatan mukosa gastrointestinal.
11
saraf parasimpatis ini menimbulkan peningkatan umum aktivitas seluruh sistem
saraf enterik.
Perangsangan simpatis biasanya menghambat aktivitas traktus
gastrointestinal. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal
berasal dari medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serat
preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula memasuki
rantai simpatis yang terletak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serat
ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion
seliaka serta berbagai ganglion mesenterika. Kebanyakan badan neuron simpatis
postganglionik berada di ganglia ini, dan serat-serat postganglionik lalu menyebar
melalui saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada
dasarnya menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat
dengan rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem
parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan
norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit.
Pada umumnya perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem saraf parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan
pengaruhnya melalui dua cara :
1. Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin
untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa yang
tereksitasi oleh norepinefrin).
2. Pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi norepinefrin pada
neuron-neuron seluruh sistem saraf enterik.
Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi gerakan motor
usus begitu hebat sehingga benar-benar dapat menghentikan pergerakan makanan
melalui traktus gastrointestinal.
Serat saraf sensorik aferen banyak mempersarafi usus, beberapa
diantaranya mempunyai badan sel di dalam sistem saraf enterik itu sendiri dan
beberapa pada akar dorsal ganglia medula spinalis. Saraf-saraf sensorik ini dapat
dirangsang oleh iritasi mukosa usus, peregangan usus yang berlebihan, atau
12
adanya zat kimia yang spesifik dalam usus. Sinyal-sinyal yang dikirimkan melalui
serat-serat tersebut kemudian dapat menimbulkan eksitasi atau pada beberapa
keadaan lain, inhibisi gerakan intestinal atau sekresi intestinal.
Refleks-Refleks Gastrointestinal
13
Pengaturan Hormon Terhadap Motilitas Gastrointestinal
14
1. Gerakan Propulsif – Peristaltik
Gerakan propulsif (mendorong) dasar pada traktus gastrointestinal adalah
peristaltik. Suatu cincin kontraksi timbul di sekitar usus dan kemudian
bergerak maju. Hal ini analog dengan meletakkan jari-jari seseorang
mengelilingi sebuah tabung tipis yang teregang dan kemudian
mengkonstriksikan jari-jari tersebut dan menggesernya maju sepanjang
tabung.
Peristaltik merupakan sifat bawaan yang dimiliki oleh banyak saluran
sinsitium otot polos, perangsangan pada titik manapun dalam usus dapat
menyebabkan munculnya cincin kontraksi dalam otot sirkular, dan cincin ini
kemudian menjalar sepanjang saluran usus (peristaltik juga terjadi di dalam
duktus biliaris, duktus kelenjar, ureter, dan banyak saluran otot polos lain
dalam tubuh).
Rangsangan umum untuk peristaltik usus adalah distensi usus. Yaitu, bila
sejumlah besar makanan terkumpul pada titik manapun dalam usus,
peregangan dinding usus akan merangsansg sistem saraf enterik untuk
menimbulkan kontraksi dinding usus 2-3 cm di belakang titik tersebut, dan
timbul sebuah cincin kontraksi yang menimbulkan gerakan peristaltik.
Peristaltik timbul secara lemah atau tidak terjadi sama sekali pada bagian
manapun dari traktus gastrointestinal yang tidak mempunyai pleksus
mienterikus secara kongenital. Demikian pula, akan terjadi penekanan hebat
atau penghambatan total peristaltik pada seluruh usus bila seseorang diobati
dengan atropin untuk melumpuhkan ujung-ujung saraf kolinergik dan pleksus
mienterikus. Oleh karena itu, peristaltik yang efektif memerlukan sebuah
pleksus mienterikus yang aktif.
Secara teoritis, peristaltik dapat terjadi ke arah manapun dari titik
perangsangan, tetapi secara normal hilang dengan cepat ke arah orad (ke arah
mulut), sementara yang menuju anus terus berlangsung sampai jarak yang
cukup jauh. Penyebab pasti penjalaran terarah peristaltik ini tidak pernah
dipastikan, walaupun kemungkinan terutama akibat dari fakta bahwa pleksus
mienterikus itu sendiri telah “dipolarisasikan” ke arah anus yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
15
Refleks peristaltik dan “Hukum Usus”. Bila suatu segmen traktus intestinal
dirangsang oleh distensi dan dengan demikian menimbulkan peristaltik,
cincin kontraksi yang menimbulkan peristaltik secara normal mulai bergerak
sedikit pada sisi oral segmen yang teregang dan bergerak ke arah segmen
yang teregang, mendorong isi usus ke arah anus sejauh 5-10 cm sebelum
menghilang. Pada waktu yang bersamaan, usus kadang-kadang berelaksasi
beberapa sentimeter ke arah anus, yang disebut relaksasi reseptif, sehingga
memungkinkan makanan terdorong lebih mudah ke arah anus daripada ke
arah mulut. Pola yang kompleks ini tidak terjadi bila tidak ada pleksus
mienterikus. Oleh karena itu, kompleks ini disebut refleks mienterikus atau
refleks peristaltik. Refleks peristaltik ditambah gerakan peristaltik ke arah
anus disebut “hukum usus”.
2. Gerakan Mencampur
Pada beberapa tempat, kontraksi peristaltik sendiri menyebabkan sebagian
besar pencampuran. Hal ini khususnya terjadi bila gerakan maju isi usus
dihambat oleh sebuah sfingter sehingga gelombang peristaltik kemudian
hanya dapat mengaduk isi usus dan bukan mendorongnya ke depan. Pada saat
lain kontraksi konstriktif intermitten lokal terjadi setiap beberapa sentimeter
dalam dinding usus. Konstriksi ini biasanya berlangsung hanya 5-30 detik,
kemudian konstriksi yang baru akan timbul pada tempat lain dalam usus, jadi
proses :mencacah” dan “memotong” isi usus pertama kali di sini dan
kemudian di tempat lain. Gerakan peristaltik dan konstriktif dimodifikasi
dalam berbagai bagian traktus gastrointestinal untuk mendorong dan
mencampur dengan baik.
16
Gambar 2. 4 Potongan melintang usus yang khas
17
dapat segera berjalan dari satu serat ke serat berikutnya dalam setiap berkas, tetapi
penjalaran ini berlangsung secara lebih cepat di sepanjang berkas daripada di sisi
berkas.
Setiap berkas serat otot polos sebagian dipisahkan dari yang lain oleh
jaringan ikat longgar, tetapi berkas otot tersebut bersatu dengan yang lain pada
banyak titik, sehingga dalam keadaan sebenarnya setiap lapisan otot mewakili
kisi-kisi cabang berkas otot polos. Oleh karena itu, setiap lapisan otot berfungsi
seperti sinsitium, yaitu bila terbentuk sebuah potensial aksi dimanapun dalam
massa otot, potensial aksi biasanya berjalan ke semua arah dalam otot. Jarak yang
ditempuh bergantung pada eksitabilitas otot, kadang-kadang potensial aksi ini
terhenti setelah berjalan hanya beberapa milimeter, dan pada saat lain setelah
beberapa sentimeter atau bahkan setelah seluruh panjang dan tebal traktus
intestinal.
Otot polos traktus gastrointestinal hampir terus-menerus tereksitasi oleh
aktivitas listrik intrinsik yang lambat melalui membran serabut otot. Aktivitas ini
memiliki dua tipe dasar gelombang listrik : gelombang lambat dan gelombang
paku. Selain itu, tegangan potensial membran istirahat otot polos gastrointestinal
dapat diubah-ubah menjadi tingkat yang berbeda-beda, dan keadaan ini dapat pula
menjadi pengaruh penting terhadap pengaturan aktivitas motorik traktus
gastrointestinal.
1. Gelombang lambat
Sebagian besar kontraksi gastrointestinal berlangsung secara berirama dan
irama ini terutama ditentukan oleh frekuensi dari apa yang disebut
“gelombang lambat” dalam potensial membran otot polos. Penyebab pasti
gelombang lambat tidak sepenuhnya dimengerti, walau gelombang lambat itu
tampaknya disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara sel otot polos dan
sel khusus, yang disebut sel interstisial Cajal, yang diyakini berfungsi sebagai
pacemaker listrik untuk sel otot polos. Sel-sel interstisial ini membentuk
suatu jaringan satu sama lain dan tersisip diantara lapisan otot polos, dengan
kontak mirip sinaps ke sel otot polos. Sel interstisial Cajal menjalani
perubahan siklik pada potensial membran akibat kanal ion yang unik yang
18
secara berkala membuka dan menghasilkan aliran masuk (pacemaker) yang
dapat membangkitkan aktivitas gelombang lambat.
Gelombang lambat biasanya tidak menyebabkan kontraksi otot secara
tersendiri pada bagian besar traktus gastrointestinal, kecuali mungkin di
lambung. Sebaliknya gelombang itu terutama merangsang munculnya
potensial paku yang intermitten, dan potensila paku ini kemudian merangsang
terjadinya kontraksi otot.
2. Potensial paku
Potensial paku merupakan potensial aksi yang sebenarnya. Potensial ini
timbul secara otomatis bila potensial membran istirahat otot polos
gasstrointestinal menjadi lebih positif dari sekitar -40 milivolt (potensial
adalah antara -50 dan -60 milivolt). Pada otot gastrointestinal, potensial paku
berlangsung 10-40 kali lebih lama seperti halnya potensial aksi di serat sraf
yang besar, setiap gelombang paku gastrointestinal berlangsung selama 10-20
milidetik.
Perbedaan penting lain antara potensial aksi otot polos gastrointestinal dan
potensial aksi di serat-serat saraf adalah cara potensial tersebut dibangkitkan.
Pada serat-serat saraf, potensial aksi hampir seluruhnya disebabkan oleh
masuknya ion-ion natrium yang berlangsung cepat melalui kanal natrium ke
bagian dalam serat-serat. Pada serat-serat otot polos gastrointestinal, kanal
yang bertanggung jawab untuk potensial aksi agak berbeda, yaitu kanal ini
khususnya mengijinkan sejumlah besar ion kalsium untuk masuk bersama
dengan sejumlah kecil ion natrium, dan karena itu disebut kanal kalsium-
natrium. Kanal ini terbuka dan tertutup jauh lebih lambat daripada kanal
natrium cepat pada serat-serat saraf besar. Lambatnya pembukaan dan
penutupan kanal kalsium – natrium menimbulkan potensial aksi lebih lama.
Juga pergerakan sejumlah besar ion kalsium ke bagian dalam serat otot
selama potensial aksi memainkan suatu peranan penting dalam menimbulkan
kontraksi serat-serat otot intestinal.
Selain potensial gelombang lambat dan paku, tingkat dasar voltase
potensial membran istirahat. Bila potensial menjadi kurang negatif, yang
disebut depolarisasi membran, serat otot menjadi lebih mudah dirangsang.
19
Bila potensial menjadi lebih negatif, yang disebut hiperpolarisasi, serat-serat
otot menjadi kurang mudah dirangsang.
Beberapa faktor yang menyebabkan depolarisasi membran artinya, yang
dapat membuat membran lebih peka rangsang adalah : peregangan otot,
perangsangan oleh asetilkolin yang dilepaskan dari ujung-ujung saraf-saraf
parasimpatis, dan perangsangan oleh beberapa hormon gasstrointestinal
khusus.
Faktor-faktor penting yang membuat potensial membran lebih negatif
yaitu hiperpolarisasi membran dan membuat serat otot kurang peka rangsang
adalah pengaruh norepinefrin atau epinefrin pada membran serabut, dan
perangsangan saraf-saraf simpatis yang terutama mensekresi norepinefrin
pada ujung-ujungnya.
Kerja Lambung
20
1. Untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi.
2. Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan.
Sekresi lambung juga mengandung enzim pepsin yang penting untuk
memulai pencernaan protein,. Faktor intrinsik juga disekresi oleh mukosa gaster.
Senyawa ini berkombinasi dengan vitamin B12 dalam diet sehingga vitamin dapat
diabsorbsi di dalam ileum. Tidak adanya faktor intrinsik menyebabkan vitamin
B12 tidak dapat diabsorbsi dan mengakibatkan anemia pernisiosa.
Tabel 2.2 Enzim Pencernaan Utama
Enzim Sumber Enzim Kerja Pencernaan
Kerja enzim yang mencerna karbohidrat
Ptialin (amilase saliva) Kelenjar saliva Zat pati→dekstrin, maltosa, glukosa
Amilase Pankreas Zat pati→dekstrin, maltosa, glukosa
Dekstrin→maltosa, glukosa
Maltase Mukosa usus Malltosa→glukosa
Sukrosa Mukosa usus Sukrosa→glukosa, fruktosa
Laktosa Mukosa usus Laktosa→glukosa, galaktosa
Kerja enzim yang mencerna protein
Pepsin Mukosa lambung Protein→polipeptida
Tripsin Pankreas Protein dan polipeptida→polipeptida,
dipeptida, asam amino
Aminopeptidase Mukossa usus Polipeptida→dipeptida, asam amino
Dipeptida Mukosa usus Dipeptida→asam amino
Kerja enzim yang mencerna lemak (Trigliserida)
Lipase faringeal Mukosa faring Trigliserida→asam lemak, digliserida,
monogliserida
Steapsin Mukosa gaster Trigliserida→asam lemak, digliserida,
monogliserida
Lipase pankreas Pankreas Trigliserida→asam lemak, digliserida,
monogliserida
Sumber: Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, hal. 986
21
sfingter ileosekal,
eksitasi kolon,
konstriksi sfingter
gastroesofagus
Kolesistokinin Lemak dalam duodenum Kandung empedu Melepaskan
empedu ke dalam
duodenum
Pankreas Meningkatkan
produksi enzim-
kaya sekresi
pankreas
Lambung Sedikit Menghambat
menghambat kontraksi lambung
sekresi lambung
Sekretin pH kimus duodenum di Lambung Sedikit
bawah 4-5 menghambat
sekresi lambung
Pankreas Meningkatkan
prooduksi
bikarbonat-kaya
getah pankreas
Pengatur lokal
Histamin Tidak jelas, zat dalam Kelenjar lambung Meningkatkan
makanan produksi asam
lambung
Sumber: Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, hal. 987
22
pencernaan protein, amilase yang membantu dalam pencernaan zat pati, dan lipase
yang membantu dalam pencernaan lemak.
Empedu (disekresi oleh hepar dan disimpan di dalam kandung empedu)
membantu mengemulsikan lemak yang dicerna, sehingga membuatnya mudah
untuk dicerna dan diabsorbsi.
Sekresi kelenjar usus terdiri dari mukus, yang menyelimuti sel-sel dan
melindungi mukoisa dari serangan oleh asam hidroklorida , hormon, elektrolit,
dan enzim. Hormon, neuroregulator, dan regulator lokal ditemukan di dalam
sekresi usus, berfungsi menngontrol laju sekresi usus dan mempengaruhi motilitas
gastrointestinal.
Ada dua tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus halus. Kontraksi
segmentasi, yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi
usus ke belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk. Peristaltik usus,
mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Kerja Kolon
Dalam waktu 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum
terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup
ileosekal. Katup ini yang secara normal tertutup, membantu mencegah isi kolon
mengalir kembali ke usus halus. Pada setiap gelombang peristaltik, katup terbuka
secara singkat dan memungkinkan sebagian isinya masuk ke kolon.
Aktivitas peristaltik yang lemah, menggerakkan isi kilonik dengan
perlahan sepanjang saluran. Transpor lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien
terhadap air dan elektrolit. Gelombang perilstaltik kuat intermitten mendorong isi
untuk jarak tertentu.
23
Gambar 2. 5 Gambar Anatomi Kolon
Defekasi
24
2.3 Stroke
25
membutuhkan bantuan untuk ambulasi, 71% memiliki gangguan dalam
kemampuan bekerja sampai tujuh tahun.
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Hendro Susilo, 2000).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Jadi, dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhambatnya aliran darah ke
otak dan dapat mengakibatkan kematian.
Klasifikasi stroke dapat dibedakan menurut patologi dan serangannya, yaitu:
1. Stroke Haemoragik
Stroke haemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et al,
1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
PIS terjadi karena pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak
(Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, serebri yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya).
26
Tabel 2.4 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan
Subarakhnoid
Hemiparase ++ +/-
Sumber: Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan
2. Stroke Nonhaemoragik
Dapat berupa iskhemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskhemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
27
Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
Kejang +/- +
Muntah - +
Kadang sedikit
Kaku kuduk - ++
Tanda kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
28
Rontgen + Kemungkinan pergeseran glandula
pineal
Lumbal pungsi:
Tekanan Normal Meningkat
Warna Jernih Merah
3
Eritrosit <250/mm >1000/mm3
Arteriografi
Oklusi Ada pergeseran
Sumber: Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan
Lokasi Arteri Serebral Tengah Arteri Serebral Anterior Arteri Serebral Posterior
29
Perubahan sensoris Perubahan hemisensoris Gangguan hemisensoris Hilangnya difusi sensoris
kontralateral kontralateral (talamus)
Perubahan visual atau Hemianopia homonimus Deviasi mata ke arah bagian Disfungsi pupil (bagian
okular yang terkena batang otak)
Ketidakmampuan untuk
menggerakkan mata ke arah Hilangnya kemampuan
bagian yang terkena menafsirkan gerakan,
nistagmus
Kebutaan kortikal
Hemianopia homonimus
Gagap
Disleksia
Perubahan mental Penurunan daya ingat Kebingungan, amnesia Penurunan daya ingat
Kehilangan kecerdasan
mental
Inkontinensia
30
Ataksia ipsilateral
Bunyi abnormal pada Tinitus, hilang pendengaran Tinitus, hilang pendengaran Sendawa atau batuk
arteri karotis (Carotid
bruits) Vertigo Vertigo
31
Sumber: Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan
32
BAB III RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d konstipasi e.c immobilisasi pada pasien stroke
NURSING OUTCOME
SKALA OUTCOME 1 2 3 4 5
KESELURUHAN
Indikator:
33
makanan
34
aspirasi
101528 Hematokrit 1 2 3 4 5 NA
Indikator:
35
101514 Distensi perut 1 2 3 4 5 NA
101516 Regurgitasi 1 2 3 4 5 NA
36
101531 Dispepsia 1 2 3 4 5 NA
101532 Mual 1 2 3 4 5 NA
101533 Muntah 1 2 3 4 5 NA
101534 Hematemesis 1 2 3 4 5 NA
101535 Diare 1 2 3 4 5 NA
101536 Konstipasi 1 2 3 4 5 NA
Monitor tanda dan gejala konstipasi Untuk mengetahui lebih dini sehingga tidak terjadi konstipasi
37
Monitor (hasil produksi) pergerakan usus (feses), meliputi frekuensi, Jikaa terjadi penurunan gerakan usus, konsistensi keras, berbentuk feses yang kering, warna
konsistensi, bentuk, volume, dan warna, dengan cara yang tepat coklat
Konsultasikan dengan dokter mengenai penurunan frekuensi bising usus Untuk mendapatkan terapi segera, takutnya terjatuh ke dalam kontipasi
Jelaskan mengenai masalah dan rasionalisasi tindakan pada pasien Pasien tidak kaget/takut, pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan sehingga tidak
malu
Idenntifikasi faktor-faktor (misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet) yang Untuk mencegah terjadinya konstipasi dan apabila sudah terjadi konstipasi dapat dilakukan
menyebabkan/berkontribusi terjadinya konstipasi tindakan kolaborasi dengan dokter untuk mendapatkan terapi laksatif untuk melunakkan
feses, menganjurkan klien mobilisasi sehingga peristaltik usus terangsang, diet rendah serat
untuk melancarkan saluran pencernaan
Buatlah jadwal untuk BAB dengan cara yang tepat Merangsang BAB dan membiasakan BAB keluar dengan rutin
Dukung peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi Asupan cairan yang kurang dapat menyebabkan penyerapan cairan pada feses sehingga feses
kering. Apabila kondisi edema paru, asupan cairan dibatasi
Evaluasi jenis pengobatan yang memiliki efek samping pada gastrointestinal Untuk menghindari dan mencegah terjadinya distress gastrointestinal
38
Instruksikan pada pasien/keluarga pada diet tinggi serat dengan cara yang Diet tinggi serat yang berlebihan akan menyebabkan diare karena terjadi peningkatan dari
tepat bising usus
Instruksikan paien/keluarga mengenai hubungan antara diet, latihan, dan Makanan tinggi serat mempermudah proses pemcernaan, dibantu dengan asupan cairan untuk
asupan cairan terhadap kejadian konstipasi. melembekkan/melunakkan feses, dan latihan untuk merangsang pergerakan usus
Sarankan penggunaan laksatif dengan cara yang tepat. Ajarkan Laksatif berfungsi untuk melembabkan feses dan memudahkan pengeluarannya
pasien/keluarga mengenai kurun waktu dalam menyelesaikan terjadinya
konstipasi
Lakukan enema/irigasi dengan tepat Melunakkan feses sehingga pengeluaran feses lebih mudah
Berikan petunjuk kepada pasien untuk dapat berkonsultasi dengan dokter jika Konstipasi dapat segera diatasi
konstipasi masih tetap terjadi
Evaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi yang telah dikonsumsi Dapat menghindarkan makanan-makanan yang dapat menyebabkan terjadinya konstipasi
39
NCP DISFUNGSI MOTILITAS GASTROINTESTINAL: KONSTIPASI
NO DIAGNOSIS KEPERAWATAN INTERVENSI IMPLEMENTASI
1. Konstipasi 1. Manajemen konstipasi 1. Memonitor tanda dan gejala konstipasi.
2. Memonitor (hasil produksi) pergerakan usus (feses), meliputi frekuensi,
konsistensi, bentuk, volume, dan warna dengan cara yang tepat.
3. Memonitor bising usus.
4. Mengkonsultasikan dengan dokter mengenai penurunan/peningkatan bising
usus.
5. Menjelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi tindakan pada pasien.
6. Mengidentifikasi faktor-faktor (misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet)
yang menyebabkan atau berkontribusi pada terjadinya konstipasi.
7. Membuat jadwal untuk BAB dengan cara yang tepat.
8. Mendukung peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi.
9. Mengevaluasi jenis pengobatan yang memiliki efek samping pada
gastrointestinal.
10. Menginstruksikan pasien/keluarga pada diet tinggi serat dengan cara yang
tepat.
11. Mengevaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi yang telah dikonsumsi.
12. Memberikan petunjuk kepada pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika
40
konstipasi masih tetap terjadi.
13. Melakukan enema atau irigasi dengan tepat.
14. Menginformasikan kepada pasien mengenai prosedur untuk mengeluarkan
feses secara manual jika diperlukan.
A. Judul Jurnal : PENGARUH MOBILISASI DINI SIM KANAN KIRI TERHADAP KONSTIPASI PADA PASIEN
STROKE INFARK DI RUANG ICU RSUD dr. H. MOHAMMAD ANWAR SUMENEP
Metode
P (Problem) : Konstipasi pada pasien stroke
I (Intervensi) : Mobilisasi
C (Comparison) :-
O (Outcome) : Motilitas usus bergerak, BAB keluar
V-I-A
V I A
¿ Hasil penelitian pada kelompok kontrol saat Berdasarkan hasil penelitian untuk intervensi
1. α ¿ α α¿ α =0,05 se pre test didapatkan bahwa seluruh responden keperawatan mobilisasi (sim kanan-kiri) dapat
(100%) tidak defekasi dan saat post test diterapkan pada pasien stroke yang mengalami
α α =0,05 se α Validitas Seleksi : Pasien
didapatkan hampir seluruhnya (80%) penurunan motilitas usus (disfungsi motilitas usus)
stroke, populai penelitian ini adalah semua pasien stroke yang responden mengalami defekasi. Sedangkan akibat dari penurunan kesadaran yang mengalami
dirawat di ruang ICU. Sampel yang digunakan dalam penelitian
41
ini adalah 20 orang, yaitu 10 orang kelompok perlakuan dan 10 pada kelompok perlakuan, saat pre test tirah baring lama di instalasi Rumah Sakit.
orang lagi kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan didapatkan bahwa seluruh responden (100%)
dengan cara Non Probability sampling dengan teknik purposive tidak defekasi dan pada saat post test sebagian
sampling. besar (70%) responden mengalami defekasi.
2. Validitas Informasi : Penelitian ini dilakukan pada bulan
Hasil analisa data menunjukkan bahwa p value
Agustus-September 2016, desain penelitian yang dipakai adalah
= 0,025 dengan hingga nilai p< yang berarti
Quasy Experiment, dengan rancangan Non Equivalent Control
ada pengaruh mobilisasi sim kanan-kiri
Group. Tindakan yang dilakukan yaitu mobilisasi sim kanan-kiri
terhadap konstipasi pada pasien stroke infark di
tiap 2 jam dalam 12 jam dengan 6 kali perubahan. Instrumen
Ruang ICU RSUD dr. H. Moh. Anwar
penelitian yang dipakai adalah Standar Operasional Prosedur
Sumenep.
(SOP) mobilisasi, lembar check list dan lembar observasi. Hasil
pengukurannya adalah adanya defekasi dimasukkan dalam
lembar observasi. Data yang diperoleh kemudian diberi kode dan
dianalisis menggunakan uji statistik chi square.
3. Validitas Perancu : Pengeluaran defekasi pada pasien
stroke tergantung pada kualitas dan kuantitas perlakuan
mobilisasi. Hasil analisa data menggunakan uji statistik Chi
square menunjukkan bahwa p value 0,025 dengan =0,05,
sehingga p yang berarti ada pengaruh mobilsasi kanan – kiri
pada pasien stroke.
4. Validitas Analisis : Data yang sudah terkumpul kemudian
dilakukan analisa data. Analisa data menggunakan uji statistik
Chi square dengan 0,05). Hasil penelitian pada kelompok kontrol
saat pre test didapatkan bahwa seluruh responden (100%) tidak
defekasi dan saat post test didapatkan hampir seluruhnya (80%)
responden mengalami defekasi. Sedangkan pada kelompok
perlakuan, saat pre test didapatkan bahwa seluruh responden
(100%) tidak defekasi dan pada saat post test sebagian besar
(70%) responden mengalami defekasi. Hasil analisa data
42
menunjukkan bahwa p value = 0,025 dengan hingga nilai p<
yang berarti ada pengaruh mobilisasi sim kanan-kiri terhadap
konstipasi pada pasien stroke infark di Ruang ICU RSUD dr. H.
Moh. Anwar Sumenep.
5. Validitas Eksterna : Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 20 orang (10 orang kelompok perlakuan dan
10 orang kelompok kontrol). Dilakukan mobilisasi sim kanan-
kiri tiap 2 jam. Waktu untuk diberikan perlakuan mulai pukul
08.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB (mobilisasi dilakukan
secara intensif selama 2 jam dalam 12 jam dengan 6 kali
perubahan posisi sim kanan-kiri. Dalam satu hari dilakukan
observasi sebanayak 4 kali.
B. Judul Jurnal : MENGATASI KONSTIPASI PASIEN STROKE DENGAN MASASE ABDOMEN DAN
MINUM AIR PUTIH HANGAT
Metode
P (Problem) : Konstipasi
I (Intervensi) : Masase Abdomen
C (Comparison) : Masase abdomen dan minum air putih
O (Outcome) : M otilititas usus bergerak, BAB keluar
V-I-A
V I A
1. α =0,05 ¿ α =0,05 ¿ α =0,05 ¿ Validita Proses defekaasi terhadap ketiga kelompok Dapat dijadikan sebagai evidence based practice
43
s Seleksi : Populasi penelitian ini adalah pasien stroke dengan iskhemi dilihat dari waktu terjadinya defekasi antara dalam asuhan keperawatan medikal bedah dalam
yang sudah tujuh hari serangan stroke, tekanan darah dalam rentang kelompok intervensi I dan II dengan nilai p= memberikan intervensi keperawatan pada pasien
120/80-150/100, dan tidak memiliki tanda-tanda peningkatan tekanan 0,015, dan dari frekuensi defekasi antara stroke yang mengalami konstipasi dan emberikan
intrakranial sebelum, selama, dan sesudah intervensi. kelompok intervensi II dan kelompok manfaat untuk digunakan sebagai pencegahan
2. Validitas Informasi : Penelitian ini merupakan penelitian
kontrol dengan nilai p= 0,000. Pada dan pengobatan alami sehingga penggunaan
kuantitatif menggunakan metode Quasi eksperiment pendekatan post
penelitian ini didapatkan perbedaan waktu obat-obatan laksatif dapat dihindarkan.
test only non equivalent control group design. Untuk melihat perbedaan
terjadinya proses defekasi yang signifikan
proses defekasi antar kelompok menggunakan analisis beda lebih dari
antara kelompok intervensi I dengan
dua mean digunakan uji ANOVA atau uji F. Dengan t-test independent
kelompok intervensi II, bahwa ada
didapatkan ada perbedaan waktu terjadinya defekasi di antara tiga
perbedaan yang bermakna antara perlakuan
kelompok (p=0,015; .
masase abdomen dengan masase abdomen
3. Validitas Perancu : Data yang sudah terkumpul kemudian
dan air putih hangat terhadap waktu
dilakukan analisis data. Untuk melihat perbedaan proses defekasi antar
terjadinya defekasi (p=0,015; . Juga pada
kelompok menggunakan analisis beda lebih dari dua mean digunakan
kelompok intervensi II dan kelompok
uji ANOVA atau uji F.
4. Validitas Analisis : Data yang terkumpul kemudian dilakukan kontrol, terdapat perbedaan yang bermakna
analisis data. Sebelum dilakukan uji statistik di setiap kelompok antara perlakuan masase abdomen dan
dilakukan uji normalita data. Untuk mengatasi drop out, dilakukan minum air hangat dengan intervensi yang
koreksi sampel menggunakan formula sederhana: n= n(1-f), f (10% atau standar terhadap frekuensi defekasi
0,1). Karena semua data berdistribusi normal maka dilanjutkan uji (p=0,000; . Berdasarkan hasil tersebut maka
statistik parametrik dengan uji t-test paired (Dependent t-test) pada H0 ditolak, yang artinya terdapat pengaruh
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Untuk analisis perbedaan masase abdomen dan minum air hangat
antara nilai motilitas usus dan perbedaan waktu terjadinya defekasi pada terhadap motilitas usus sehingga
kelompok kontrol dan perlakuan pasien stroke dilakukan uji t-test mempercepat proses terjadinya waktu
independent. defekasi.
5. Validitas Eksterna : Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 47 orang (14 orang kelompok intervensi I dimana responden
diberikan masase abdomen dengan teknik swedish selama 15-20 menit,
16 orang kelompok intervensi II dimana responden diberikan masase
44
abdomen dengan teknik swedish selama 15-20 menit kemudian diberi
tambahan minum air hangat sebanyak 500 ml, dan 17 orang kelompok
kontrol yang mendapatkan intervensi yang biasa dilakukan di ruangan
seperti menganjurkan makan makanan mengandung serat, memenuhi
kebutuhan cairan, aktivitas dalam bataas yang dapat ditoleransis dan
dengan bantuan obat laksatif. Penganbilan sampel dilakukan dengan
pendekatan purposive sampling.
45
BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan
46
Oleh karena itu dengan mobilisasi, masase abdomen, dan ditambah
dengan minum air hangat yang malalui beberapa penelitian sangat
berpengaruh terhadap proses defekasi secara alami tanpa harus
menggunakan obat-obatan, diharapkan dapat diterapkan sebagai tindakan
keperawatan mandiri pada pasien stroke dengan tirah baring
(immobilisasi) untuk mengatasi masalah disfungsi motilitas
gastrointestinal: konstipasi.
1.2 Saran
47
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather, PhD, RN, FNI, Kamitsuru, Shigemi, PhD, RN, FNI. 2015.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
48
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika
Puspitasari, Dian Ika, Hannan, Mujib, Su’udiyah. 2017. Pengaruh Mobilisasi Dini
Sim Kanan Kiri Terhadap Konstipasi Pada Pasien Stroke Infark Di Ruang
ICU RSUD dr. H. Mohammad Anwar Sumenep (The Effectiveness of Early
Mobilization Left-Right Sim to Constipation on Stroke Patient in the
Intensive Care Unit dr. H. Moahammad Anwar Sumenep Public Hospital).
Jurnal Ners dan Kebidanan, Vol. 4, No.2
49