Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM AE2130

UJI IMPAK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah AE2130

Tanggal Praktikum : Jumat, 11 Oktober 2019


Tanggal Pengumpulan : Jumat, 18 Oktober 2019

Disusun oleh :
ANDAFFATAMA PRIDHANIE SALIM
13618067
REG 1

PROGRAM STUDI TEKNIK DIRGANTARA


FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................... i


Daftar Gambar .................................................................................. ii
Daftar Tabel ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1


1.1.Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2.Tujuan .......................................................................................... 2
1.3.Rumusan Masalah ...................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................... 3
2.1. Sifat Material ............................................................................... 3
2.2. Prosedur Praktikum ................................................................... 4
BAB III PENGOLAHAN DATA ..................................................... 7
3.1. Hasil Pengamatan ....................................................................... 7
3.2. Pengolahan hasil pengamatan ................................................... 8
BAB IV ANALISIS ........................................................................... 11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 13
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 13
5.2. Saran............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 15


LAMPIRAN ....................................................................................... 16

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Notch pada spesimen .......................................................................... 4


Gambar 2. Patahan pada temperatur yang berbeda ............................................... 4
Gambar 3. Pemasangan spesimen pada alat uji .................................................... 5
Gambar 4. Alat uji Charpy ................................................................................... 5
Gambar 5. Grafik H vs T Alumunium .................................................................. 9
Gambar 6. Grafik H vs T Baja .............................................................................. 9
Gambar 7. Grafik H vs T Alumunium dan Baja ................................................... 10
Gambar 8. Alat uji Charpy ................................................................................... 16
Gambar 9. Jarum penunjuk energi ....................................................................... 16
Gambar 10. Pemanasan spesimen ......................................................................... 16
Gambar 11. Pendinginan spesimen ....................................................................... 16
Gambar 12. Peletakkan spesimen ........................................................................ 17
Gambar 13. Spesimen setelah diuji ....................................................................... 17

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data pengamatan alumunium ................................................................. 7


Tabel 2. Data pengamatan baja ............................................................................. 7
Tabel 3. Data pengamatan alumunium dengan nilai impak .................................. 8
Tabel 4. Data pengamatan baja dengan nilai impak ............................................. 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Pemilihan material merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu yang lama
dan merupakan suatu proses yang esensial dalam manufaktur suatu barang. Dalam hal
pemilihan material untuk pesawat terbang, material yang dipilih harus memiliki sifat-
sifat yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan pada tiap komponen pesawat terbang.
Terdapat banyak sifat material yang krusial dan perlu diketahui secara mendalam.
Salah satunya adalah kemampuan material menyerap energi dari suatu proses. Sifat ini
dinamakan Resilience dan Toughness, perbedaan antara keduanya adalah Resilience
merupakan banyaknya energi yang diserap di daerah elastis suatu material sedangkan
Toughness merupakan banyaknya energi yang dapat diserap material samapi titik
material tersebut gagal atau mengalami fracture.
Pengujian yang dilakukan untuk menentukan banyaknya energi yang dapat diserap
suatu material adalah dengan cara melakukan uji impak. Uji ini dilakukan dengan cara
memberikan material pembebanan secara cepat (rapid loading). Energi yang terlibat
dalam uji ini utamanya adalah energi kinetik dan potensial. Proses penyerapan energi
ini akan diubah dalam bentuk respon material berupa deformasi plastis, efek histeritis,
gesekan, dan efek inersia. Uji ini juga dilakukan dalam variasi temperatur, sifat
material dapat berubah dengan cara diberi perlakuan panas atau dingin. Pada uji ini,
perubahan temperatur spesimen akan dilakukan dengan cara memanaskan dan
mendinginkan spesimen. Pengujian impak ini juga dapat digunakan untuk mengamati
keuletan ataupun kegetasan suatu material secara akurat dengan kondisi yang berbeda-
beda. Pengujian ini juga berdasarkan standar internasional yang dideskripsikan secara
detail dalam ASTM E23-12C.

1
1.2Tujuan
1.2.1 Membandingkan penampakan patahan material spesimen yang berbeda di
berbagai rentang temperatur pada uji impak
1.2.2 Mencari besarnya energi yang diserap dan temperatur pengujian impak
dengan cara menghitung nilai impak
1.3Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan energi yang diserap oleh spesimen terhadap temperatur?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Sifat Material


Pada praktikum kali ini, sifat material yang akan dibahas dan ditinjau lebih lanjut
dan secar detil adalah Toughness, Resilience, dan Ductility. Pertama adalah Toughness,
ini merupakan suatu sifat yang menunjukkan kemampuan suatu material dalam
menyerap energi sampai material mengalami kegagalan atau fracture. Pembebanan
yang digunakan pada pengujian sifat ini bisa menggunakan beban statis dan juga beban
dinamis. Pada pengujian kali ini beban yang akan digunakan adalah beban dinamis
dimana beban tersebut akan memberikan laju deformasi yang cepat kepada spesimen.
Spesimen yang akan digunakan adalah baja dan alumunium, pada tiap spesimen akan
diberikan suatu notch yakni titik penanda dimana titik tegangan maksimum akan terjadi
pada spesimen saat diberikan pembebanan. Kedua adalah Resilience, pada dasarnya
sifat material ini mirip dengan Toughness namun dibatasi hingga daerah elastis saja.
Jika Toughness adalah kemampuan material menyerap energi hingga fracture,
Resilience adalah kemampuan material untuk menyerap energi hingga batas titik elastis
pada kurva tegangan-regangan. Terakhir adalah Ductility, sifat material ini
didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap deformasi, baik deformasi
elastis maupun deformasi plastis. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan Toughness dan
Resilience, hal tersebut disebabkan karena jika suatu material dapat menyerap energi
dengan baik (Toughness tinggi), maka material tersebut akan menjadi lebih ductile atau
ulet. Sedangkan jika material tidak dapat menyerap energi dengan baik (Toughness
rendah), maka material tersebut akan menjadi brittle atau getas. Inti dari ketiga sifat
tersebut adalah ketahanan material terhadap deformasi hingga titik patah atau fracture-
nya. Material yang lebih getas akan memiliki toughness yang lebih rendah
dibandingkan material yang lebih ulet. Pada pengujian ini, ulet atau getasnya suatu

3
material dapat dilihat dari notch yang ada pada spesimen. Saat spesimen diberi beban,
notch bisa mengalami fracture dan patahannya akan terlihat dengan jelas secara
kualitatif.

Gambar 1. Notch pada spesimen

Gambar 2. Patahan pada temperatur yang berbeda

2.2. Prosedur Praktikum


Praktikum kali ini akan dilaksanakan menggunakan salah satu dari metode untuk
uji impak. Metode yang digunakan adalah metode charpy, metode ini sering digunakan
di berbagai negara salah satunya adalah Amerika Serikat. Pada metode ini, spesimen
yang sudah ada notch akan dihitung terlebih dahulu dimensinya. Panjang, lebar, tebal,
serta jarak dari notch ke alas dari spesimen. Alat metode charpy ini menggunakan
prinsip kekekalan energi dalam penggunaannya. Pendulum dijatuhkan dari ketinggian
h dan akan memberikan energi kepada spesimen dan akan diubah menjadi energi

4
kinetic. Tidak semua energi potensial akan diserap oleh spesimen, namun akan
pendulum akan naik hingga ketinggian h’ sehingga alat uji akan membaca energi yang
diserap oleh spesimen melalui perubahan energi potensial dari pendulum.

Gambar 3. Pemasangan spesimen pada alat uji

Gambar 4. Alat uji charpy

5
Prosedur praktikum secara ringkas adalah sebagai berikut:
2.2.1. Siapkan spesimen yang akan diuji, spesimen berupa alumunium dan baja.
2.2.2. Ukur dimensi spesimen menggunakan jangka sorong
2.2.3. Beri tanda pada spesimen sebagai penanda spesimen yang diberi perlakuan
panas atau dingin
2.2.4. Alumunium dan baja 1 diuji pada suhu ruangan, alumunium dan baja 2
serta 3 diuji pada suhu 400C dan 800C, alumunium serta baja 4 dan 5 diuji
pada suhu -200C dan -400C.
2.2.5. Untuk alumunium dan baja 2 serta 3 dipanaskan menggunakan kompor
sedangkan alumunium dan baja 4 serta 5 didinginkan menggunakan
nitrogen cair
2.2.6. Siapkan alat uji charpy agar bisa digunakan untuk praktikum
2.2.7. Letakkan spesimen dengan peletakkan sesuai dengan standar yakni notch
berada di tengah
2.2.8. Atur posisi lengan pendulum sehingga jarum penunjuk pendulum berada
pada angka 300 Joule
2.2.9. Putar jarum penunjuk energi pada pendulum sampai menunjukkan angka
300 Joule
2.2.10. Lepas pendulum hingga mengenai spesimen lalu tarik tuas rem agar
pendulum berhenti
2.2.11. Lakukan proses yang sama untuk tiap spesimen alumunium dan baja
2.2.12. Catat jarum penunjuk energi pada alat setelah pengereman dilakukan.

6
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1. Hasil pengamatan


Terdapat 5 spesimen alumunium dan baja dengan dimensi seperti yang tertera pada
tabel. Berikut merupakan tabel untuk tiap bahan pada saat praktikum.

Tabel 1. Data pengamatan Alumunium


P L T H T Luas (LxH) Energi
Bahan
o
mm mm mm mm C mm2 Joule
Aluminium 1 60.81 9.52 9.49 8.32 25 79.2064 26
Aluminium 2 61.44 9.49 9.52 8.29 40 78.6721 18
Aluminium 3 61.49 9.46 9.48 8.41 80 79.5586 60
Aluminium 4 62.41 9.38 9.44 8.52 -20 79.9176 14
Aluminium 5 62.55 9.51 9.52 8.11 -40 77.1261 20

Tabel 2. Data pengamatan Baja

P L T H T Luas (LxH) Energi


Bahan o
mm mm mm mm C mm2 Joule
Baja 1 61.82 10.14 10.04 8.52 25 86.3928 78
Baja 2 61.79 10.19 9.94 8.63 40 87.9397 88
Baja 3 60.9 10.23 10.10 8.64 80 88.3872 82
Baja 4 61.79 10.1 10.06 8.77 -20 88.577 32
Baja 5 62.4 10.06 10 8.75 -40 88.025 7

7
3.2. Pengolahan hasil pengamatan
Dari angka-angka yang sudah dicatat pada saat praktikum, nilai impak (H) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝐸
𝐻=
𝐴

E = Energi yang diserap oleh spesimen


A = Luas permukaan di bawah notch

Tabel 3. Data pengamatan alumunium dengan nilai impak


P L T H T Luas (LxH) Energi H
Bahan o
mm mm mm mm C mm2 Joule J/mm2
Aluminium 1 60.81 9.52 9.49 8.32 25 79.2064 26 0.3282
Aluminium 2 61.44 9.49 9.52 8.29 40 78.6721 18 0.2287
Aluminium 3 61.49 9.46 9.48 8.41 80 79.5586 60 0.7541
Aluminium 4 62.41 9.38 9.44 8.52 -20 79.9176 14 0.2751
Aluminium 5 62.55 9.51 9.52 8.11 -40 77.1261 20 0.2593

Tabel 4. Data pengamatan baja dengan nilai impak

P L T H T Luas (LxH) Energi H


Bahan
o
mm mm mm mm C mm2 Joule J/mm2
Baja 1 61.82 10.14 10.04 8.52 25 86.3928 78 0.9028
Baja 2 61.79 10.19 9.94 8.63 40 87.9397 88 1.0006
Baja 3 60.9 10.23 10.10 8.64 80 88.3872 82 0.9277
Baja 4 61.79 10.1 10.06 8.77 -20 88.577 32 0.3612
Baja 5 62.4 10.06 10 8.75 -40 88.025 7 0.0795

8
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 3 dan 4, dapat dibuat sebuah hubungan antara
nilai impak dengan temperatur untuk kedua spesimen. Berikut merupakan grafik H vs
T untuk kedua bahan pada spesimen.

H vs T Alumunium
0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

Gambar 5. Grafik H vs T Alumunium

H vs T Baja
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

Gambar 6. Grafik H vs T Baja

9
Dari data yang sudah diperoleh juga dapat dibuat suatu perbandingan antara material
alumunium dan baja, berikut merupakan grafik H vs T yang membandingkan antara
kedua material.

H vs T Alumunium dan Baja


1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

Gambar 7. Grafik H vs T Alumunium dan Baja

10
BAB IV
ANALISIS

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum yang sudah dilakukan. Diketahui


bahwa pada grafik alumunium nilai impak bahan tersebut meningkat sedikit dari
temperatur -400C sampai temperatur 400C, lalu mengalami penurunan yang cukup
besar dan diakhiri dengan naiknya nilai impak pada temperatur 800C. Dapat dilihat
bahwa semakin rendah temperatur suatu bahan atau material maka nilai impak nya akan
mengecil. Hal tersebut berkaitan erat dengan kemampuan menyerap energi suatu bahan
atau yang lebih dikenal sebagai Resilience dan Toughness. Pada temperatur yang
rendah, struktur mikro material akan berubah sedemikian rupa sehingga kekuatannya
akan berubah dan kemampuan menyerap energinya juga berkurang. Pada temperatur
yang tinggi, struktur mikro material akan berubah sehingga kekuatannya akan berubah
dan kemampuan menyerap energinya bertambah. Pada percobaan spesimen ke-3
alumunium di suhu 400C terdapat perbedaan yang signifikan dikarenakan kurangnya
kalibrasi pada alat dan juga pada spesimen. Spesimen belum diletakkan dengan standar
yang sesuai sehingga menghasilkan hasil angka nilai impak yang berbeda. Hasil dari
uji pada alumunium ini adalah patahnya spesimen untuk semua percobaan kecuali pada
spesimen ke-3, spesimen tersebut tidak patah dan sisanya gagal dan patah.
Berdasarkan grafik baja, nilai impak bahan tersebut meningkat dari temperatur
-400C sampai 400C lalu menurun pada temperatur 800C. Baja dapat menyerap energi
lebih besar pada suhu yang lebih tinggi dan menyerap energi yang lebih rendah pada
suhu yang rendah. Sama hal nya dengan alumunium, struktur mikro baja berubah
dengan adanya perlakuan panas kepada baja tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya perlakuan panas atau dingin pada suatu bahan material, maka akan
terjadi perubahan struktur mikro dari material tersebut dan hal itu akan mengakibatkan
perbedaan Toughness dan Resilience pada material. Namun pada praktikum kali ini,

11
hasil pengamatan yang sudah dilakukan berbeda dengan hasil referensi. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh ketidakpastian alat ukut, salah peletakkan spesimen pada alat
uji, dan lain-lain. Hasil dari uji pada baja adalah patahnya semua spesimen baik yang
telah diberi perlakuan ataupun yang tidak diberi perlakuan panas dan dingin.
Grafik pada gambar 7 menjelaskan mengenai perbandingan nilai impak baja dan
alumunium. Dapat dilihat bahwa nilai impak baja lebih besar seiring dinaikkannya
suhu baja tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena baja memiliki susunan materi atau
atom yang berbeda dengan alumunium. Baja merupakan gabungan besi dan karbon,
oleh karena itu kekuatan baja menjadi lebih kuat dari alumunium. Jadi baja akan lebih
susah untuk mengalami kegagalan atau fracture dibandingkan dengan alumunium.
Berhubungan dengan nilai impak, baja akan menyerap energi lebih banyak daripada
alumunium sehingga dapat disimpulkan bahwa Toughness dan Resilience dari baja
akan lebih besar daripada alumunium.
Ductility juga berhubungan dengan besarnya Toughness dan Resilience, semakin
besar Toughness dan Resilience maka Ductility akan semakin besar juga. Ductility
merupakan ketahanan material terhadap deformasi baik elastis ataupun plastis,
sehingga jika suatu material memiliki Toughness yang tinggi maka material tersebut
akan memiliki Ductility yang tinggi juga. Jika suatu material disebut material yang
ductile maka material tersebut disebut sebagai material yang ulet, sedangkan jika
material tersebut disebut sebagai material yang brittle maka material tersebut disebut
sebagai material yang getas.
Jika kita bandingkan hasil pengujian ini dengan referensi yang didapat dari
berbagai sumber terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Banyak faktor yang dapat
memengaruhi perbedaan tersebut, dimulai dari ketidakpastian alat ukur saat
pengukuran dimensi spesimen berlangsung. Lalu terdapat juga kemungkinan struktur
dari spesimen yang berubah dari struktur awal yang seharusnya sehingga memengaruhi
hasil uji. Terdapat juga kemungkinan kesalahan dalam peletakkan spesimen di alat uji
yang berakibatkan pada tidak pas nya permukaan impak dengan pendulum. Idealnya
adalah saat terjadi impak, pendulum mengenai bagian spesimen tepat di notch sehingga
nilai impak yang didapat adalah angka yang lebih akurat.

12
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji dan pengamatan yang sudah dilakukan, beberapa hal yang
dapat disimpulkan, yaitu:
5.1.1. Temperatur benda memengaruhi Toughness dan Resilience suatu material,
semakin tinggi suhunya semakin banyak energi yang dapat diserap oleh
material
5.1.2. Semakin tinggi temperatur spesimen, semakin besar harga impak dari
spesimen tersebut
5.1.3. Nilai impak dari alumunium pada temperatur yang diuji adalah sebagai
berikut:
5.1.4. Nilai impak dari baja pada temperatur yang diuji adalah sebagai berikut:
5.1.5. Ductility dipengaruhi oleh temperatur material, semakin besar temperatur
material maka spesimen akan semakin ulet dan sebaliknya jika temperatur
nya rendah maka spesimen akan semakin getas

5.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diberi agar pada uji berikutnya dapat dilakukan dengan
lebih akurat adalah sebagai berikut:
5.2.1. Saat pengukuran spesimen sedang berlangsung, minimalisir kesalahan pada
alat ukur dan juga human error agar mendapatkan nilai paling akurat
5.2.2. Saat peletakkan spesimen pada alat uji pastikan spesimen sudah berada pada
tempat yang seharusnya sehingga hasil yang didapat pada alat uji merupakan
hasil yang akurat

13
5.2.3. Pada pengukuran suhu juga sebaiknya dilakukan di lingkungan yang lebih
kondusif agar perubahan suhu tidak menjadi faktor yang membuat hasil uji
sangat besar perbedaannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Callister, William D. Materials Science and Engineering: An Introduction, edisi


ke-7, John Wiley & Son Inc. Halaman 223-227
2. ASTM E 23
3. Dieter G.E. Mechanical Metalurgy, SI Metric Edition. Edisi ke-4, halaman 471-
488
4. W.D. Callister and D.G. Rethwisch. “Materials Science and Engineering: An
Introduction.” 7th Edition. 2007. Halaman 345-349
5. Hughes, Steven E. A Quick Guide to Wielding and Weld Inspection, Chapter 6.
[Internet]. 2009. Halaman 67-87. (doi number : https://doi.org/10.1016/B978-1-
84569-641-2.50006-4).

15
LAMPIRAN

Gambar 8. Alat uji Charpy Gambar 9. Jarum penunjuk energi

Gambar 10. Pemanasan spesimen Gambar 11. Pendinginan spesimen

16
Gambar 12. Peletakkan spesimen Gambar 13. Spesimen setelah diuji

17

Anda mungkin juga menyukai