Dasar Teori IV Kompartemen
Dasar Teori IV Kompartemen
Absorbsi adalah transfer suatu obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah.
Kecepatan dan efisiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian. Untuk intra vena,
absorbsi sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik.
Pemberian obat dengan sirkulasi lain hanya bisa menghasilkan absorbsi yang parsial dan
karena itu merendahkan ketersediaan hayati. Tergantung pada sifat-sifat kimianya, obat-
obat bisa diabsorbsi dari saluran cerna secara difusi pasif atau transpor aktif (Mycek,
2004).
Jika obat diberikan secara suntikan intravena, maka obat masuk ke dalam darah
dan secara cepat terdistribusi ke jaringan. Penurunan konsentrasi obat dalam plasma dari
waktu ke waktu (yaitu kecepatan eliminasi obat) dapat diukur dengan mengambil sampel
darah secara berulang. Pada awalnya seringkali konsentrasi menurun dengan cepat,
namun kemudiankecepatan penurunan berkurang secara progresif. Kuva tersebut disebut
eksponensial, dan hal ini berarti pada waktu tertentu terdapat eliminasi fraksi konstan
obat dalam suatu satuan waktu. Banyak obat menunjukkan suatu penurunan eksponensial
dalam konsentrasi plasma karena kecepatan kerja proses eliminasi obat biasanya
proporsional terhadap konsentrasi obat dalam plasma yang terlibat adalah (Michael ,
2006) :
1. Eliminasi melalui urin oleh filtrasi glomerulus
2. Metabolisme, biasanya oleh hati
3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya dieliminasi memalui empedu.
Volume distribusi yang nyata adalah hitungan nilai yang menggambarkan sifat
distribusi obat. Vd adalah volume yang dibutuhkan untuk membuat dosis yang diberikan
jika dosis itu didistribusikan dengan merata pada konsentrasi yang diukur di dalam
plasma (Olson, 2002).
Kurva kadar plasma – waktu dihasilkan dengan mengukur konsentrasi obat
dalam cuplikan plasma yang diambil pada berbagai jarak waktu setelah pemeberian
suatu produk obat. Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada koodinat
kertas grafik rektangular terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma. Selama obat
mencapai sirkulasi umum sistemik, konsentrasi obat dalam plasma akan naik sampai
maksimum. Pada umumnya absorbsi suatu obat terjadi lebih cepat dari pada eliminasi.
Selama obat diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik, obat didistribusikan ke semua
jaringan dalam tubuh dan juga secara serentak dieliminasi. Eliminasi suatu obat dapat
tercapai melalui ekskresi atau biotransformasi atau kombinasi dari keduanya (Shargel,
2012).
Waktu kerja obat sama dengan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
MEC (Minumum Effective Consentration). Intensitas efek farmakologik adalah sebanding
dengan jumlah reseptor obat yang ditempati, yang dicerminkan dalam pengamatan, di
mana konsentrasi obat salam plasma lebih tinggi menghasilkan respons farmakologik
yang lebih besar, sampai maksimum. Lama kerja obat adalah selisih waktu antara waktu
mula kerja obat dan waktu yang diperlukan obat turun lagi ke MEC. Waktu yang kadar
puncak dalam plasma adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentarsi obat
maksimum dalam plasma yang secara kasar sebanding dengan laju absorbsi obat rata –
rata. Kadar puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum obat biasanya dikaitkan
dengan dosis atau tetapan laju absorbsi dan eliminasi obat. Sedangkan AUC dikaitkan
dengan jumlah obat yang terabsorbsi secara sistemik (Shargel, 2012).
Dengan infus intravena yang kontinue, kecepatan obat masuk ke dalam tubuh
adalah tetap. Dalam kebanyakan kasus eliminasi obat adalah first order artinya suatu
fraksi obat yang tetap dibersihkan persatuan waktu. Oleh karena itu, kecepatan keluarnya
obat dari tubuh meningkatkan secara proporsional bila konsentrasi plasma meningkat dan
pada setiap saat selalu proporsional terhadap konsentrasi obat dalam plasma (Mycek,
2004).
Dengan model farmakokinetik yang kompleks dapat digunakan program
computer untuk menghitung semua parameter menjadi jumlah titik data, seharusnya
selalu melebihi jumlah parameter dalam model. Model farmakokinetik berguna untuk :
1. Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urin pada berbagai pengaturan
dosis.
2. Memperkirakan model kemungkinan akumulasi obat dan atau metabolit-metabolit.
3. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual
4. Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktifitas farmakologik atau toksikologik.
5. Menilai perbedaan laju atau tingkat availabilitas antara formulasi (bioekivalen).
6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi atau
eliminasi obat.
7. Menjelaskan interaksi obat. (Syukri, 2002)
Tubuh kita dapat dianggap sebagai ruang yang besar yang terdiri dari beberapa
kompartimen (bagian) berisi cairan, dan antar kompartemen tersebut dipisahkan oleh
membrane sel. Kompartemen yang terpenting adalah antara lain saluran lambung usus,
system peredaran darah, ruang ekstra sel, ruang intra sel dan ruang cerebrospinal dan
sumsum tulang belakang. Resorbsi, distribusi dan ekskresi obat di dalam tubuh pada
hakikatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena semua proses ini
tergantung dari lintasan obat melalui serangkaian membrane sel tersebut (Tan. H. T,
2002).
Jenis – jenis model farmakokinetik tubuh manusia. Model 1 kompartemen.
Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen tempat obat menyebar
dengan seketika dan merata ke selruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu
sederhana sehingga untuk kebanyakan obat kurang tepat (Ganiswarna, 1995) .
Model 2 kompartemen. Tubuh dianggap terdiri atas kompartemen sentral dan
kompartemen perifer. Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai jaringan yang
banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar – kelenjar endokrin.
Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot,
kulit, dan jaringan lemak. Model 2 kompartemen ini pada prinsipnya sama dengan model
kompartemen 1, bedanya hanya dalam proses distribusi karena adanya kompartemen
perifer, eliminasi tetap dari kompartemen sentral. Model ini ternyata cocok untuk banyak
obat (Ganiswarna, 2005).
Model 3 kompartemen, Kompartemen perifer dibagi atas kompartemen perifer
yang dangkal dan kompartemen perifer yang dalam. Model mana yang cocok untuk suatu
obat dan dapat diperkirakan dari profil kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu
(Ganiswarna, 2005).
Respon biologis terhadap suatu obat, merupakan suatu hasil interaksi antara obat
dengan molekul-molekul yang penting secara fungsional dalam sistem hidup atau
reseptor. Respon disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu proses biologis yang ada
sebelum pemberian obat. Besar respon berhubungan dengan konsentrasi obat yang
dicapai pada tempat obat tersebut bekerja. Konsentrasi ini tergantung pada banyaknya
dosis obat yang diberikan, besarnya absorbsi dan distribusi ke tempat tersebut dan laju
serta besarnya obat yang dieliminasikan di dalam atau dari tubuh (Ansel, 1989).
Selama obat mencapai sirkulasi umum (sistemik), konsentrasi obat dalam plasma
akan naik sampai maksimum. Pada umumnya absorbsi suatu obat terjadi lebih cepat
daripada eliminasi. Selama obat diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistrmik, obat
didistribusikan kesemua jaringan dalam tubuh dan juga secara serentak dieliminasi.
Eliminasi sutu obat dapat terjadi melalui ekskresi atau biotransformasi atau kombinasi
dari keduanya (Shargel, 2012).
Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, apabila obat
tersebut melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membrane sel mempunyai
struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel and
Yu, 1998). Secara praktis, makna klinik dari parameter-parameter tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tetapan kecepatan absorpsi (Ka)
Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni masuknya obat
ke dalam sirkulasi sistemik dari tempat absorpsinya. Bila terjadi hambatan dalam
proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebih kecil. Satuan dari parameter ini
adalah fraksi persatuan waktu (jam-1 atau menit-1).
2. Waktu mencapai kadar puncak (tmax)
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya/memanjangnya t max.
3. Kadar puncak (Cmax)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma. Cmax
ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang diberikan
cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan aman apabila kadar
puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM).
4. Tetapan kecepatan eliminasi(Kel)
Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah proses-
proses kinetik mencapai keseimbangan. Nilai ini menggambarkan proses eliminasi,
walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin proses absorpsi dan distribusi
masih berlangsung.
5. Waktu paro eliminasi (t1/2)
Waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi
sistemik berkurang menjadi separonya. Rumusnya adalah 0,693/Kel.
6. Luas daerah di bawah kurva vs. waktu (AUC)
Nilai AUC (Area Under Curve) dapat dihitung pada berbagai periode pengamatan,
sesuai kebutuhan. Nilai ini menggambarkan derajad absorpsi, yakni berapa banyak
obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Bila intensitas efek obat sangat
erat kaitannya dengan kadar, secara tidak langsung nilai ini juga akan menggambarkan
durasi dan intensitas efek obat. (Joenoes, Z. N. 2002)
Bentuk model yang menerangkan kinetik obat setelah pemberian ekstravaskuler adalah:
Persamaan yang merangkan perubahan kadar obat dalam darah, plasma, serum, atau
sampel hayati lainnya pada tiap waktu (Ct) adalah:
Dari persamaan terebut dapat diketahui bahwa semakin cepat atau banyak obat
yang diabsorpsi masuk ke dalam system sirkulasi atau semakin besar dosis, maka
semakin cepat dan tinggi kadar obat di dalam darah. Demikian sebaliknya, semakin
banyak obat yang terdistribusi ke dalam jaringan, semakin rendah kadar obat di dalam
darah (Hakim, L., 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Ansel.,Howard., C. 2004. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.
Devissaguet., Aiache. 1982. Farmaseutika 2 Biofarmasi Edisi ke-2. Tehnique et
Documentation 11 Rue Lavoiser . Air langga University Press
Ganiswarna., 2005. Farmakologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Hakim, L, 2011, Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta : PT Bursa Ilmu.
Joenoes, ZN, 2002, Arsprescribendi jilid 3, Airlangga University Press: Surabaya.
Michael., J., Neal. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi ke Lima. Penerbit Erlangga
PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Mycek., 2004. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika. Jakarta.
Olson James. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hal 5
Shargel, 1998, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga
University Press.
Shargel, Leon. 2012. Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan. Air Langga University.
Jakarta.
Syukri.,Y. 2002. Biofarmasetika. UI Press. Yogyakarta.
Tan., H., Tjay dan Kirana Rahardja. 2002. Obat – Obat Penting. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Waldon, D.J., 2008, Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc., One
Kendall Square, Building 1000, USA.