COLOR CHANGES
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
Wahyu Septian (8381) Reina Parardhya (8406)
Winadi Suryanata (8397) Amira Fadhyla (8420)
Meliana Ganda W (8413) Dyaning Meita (8434)
Monika Denta (8427) Aulia Robbian (8448)
Setyaningsih (8441) Osa Amila Hafiyyah (8464)
Maria Felicitas Ajeng (8473) Sabdayana (8480)
Galih Puspitaningrum (8493) Dian Novita (8408)
Amadea Winata (8531) Bonafius Primario (8552)
Annisa Nabila (8555)
Nadia Dwi Widya (8592)
Sanguinaria-Induced Leukoplakia
Ekstrak sanguniaria digunakan sebagai bahan adisi pada obat kumur dan
pasta gigi. Ternyata, ekstrak sanguinaria ini memiliki efek samping pada
mulut, dimana ditemukan leukoplakia pada mukosa dan gingiva.
Lesi sering ditemukan pada vestibulum maxila dan gingiva cekat. Area
leukoplakia terlihat sangat kontras dengan daerah sehat disekitarnya.
Secara histopatologi, ditemukan keratosis dengan pola verrukoid.
Sampai saat ini masih belum ditemukan perawatan yang cocok untuk lesi
ini. Biopsi kadang dapat dilakukan namun belum bisa menghilangkan lesi
sepenuhnya. Selain itu, menghentikan penggunaan pasta gigi atau obat
kumur yang mengandung ekstrak sanguinaria.
3. INFECTIOUS WHITE LESIONS AND WHITE AND RED LESIONS
Candidiasis
Candidiasis merujuk kepada kondisi penyait yang disebabkan oleh Jamur
Candida. Penyakit ini dapat diklasifikasikan berdasarkan:
- Onset dan durasi, yaitu akut dan kronis
- Penampakan klinis, terdiri atas:
o Warna, bisa eritematus maupun atropik
o Lokasi, seperti median rhomboid glositis, denture stomatitis,
multifocal candidiasis, dan angular chelitis.
- Penampakan lesi pada kulit yang berhubungan dengan lesi oral, seperti
lesi mukokutaneus
- Hubungan dengan penderita immunocompromise.
Berikut ini adalah beberapa jenis candidiasis yang umum dijumpai:
- Acute Pseudomembranous Candidiasis
Merupakan suatu prototipe lesi yang diakibatkan oleh Candida.
Merupakan suatu infeksi superfisial yang menyerang epitel sehingga
akan terjadi penampakan bintik-bintik putih pada mukosa. Lesi ini
akan mudah dikelupas namun pada dewasa akan mengakibatkan area
aritema maupun ulser ringan. Sedangkan pada bayi dan anak-anak,
biasanya lesi ini dapat dikelupas dengan tanpa bekas. Diagnosis
penyakit ini cukup mudah karena prevalensinya cukup tinggi,
karakteristik penampakan, dan sifat mudah dikelupas.
Semua daerah mukosa rongga mulut dapat terkena oleh infeksi ini.
Terdapat gejala prodromal yaitu indra pengecapan yang terasa tidak
enak hingga hilangnya rasa dalam pengecapan dengan waktu singkat.
Biasanya resiko terjadinya peyakit ini akan meningkat apabila sedang
dalam masa perawatan dengan antibiotik berspektrum luas atau
penderia penyakit immunodefisiensi.
Faktor-faktor predisposisi penyakit ini adalah:
Perubahan yang nyata terhadap flora bakteri.
Iritan lokal yang kronis.
Penggunaan obat kortikosteroid
Oral hygiene yang buruk.
Kehamilan
Immunodeffincy
Malasorbsi dan malposisi
Pada pemeriksaan histologis dengan bantuan mikroskop maka akan
terlihat tampakan reaksi inflamasi di lapisan superfisial, dengan
hiperkeratosis dan ulserasi pada permukaannya. Ulkus tersebut dilapisi
oleh eksudat fibrinoid.
4. ERYTHROPLAKIA
Eritroplakia sering terjadi pada perokok kronis. Merupakan lesi berwarna
merah, terasa seperti beludru, dan relatif datar. Lesi ini jarang ditemukan
dibandingkan leukoplakia namun lebih berbahaya karena epiteliumnya sangat
atipikal dan memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami transformasi
kea rah keganasan.
Eritroplakia merupakan karsinoma sel skuamosa yang invasive, kebanyakan
didapati pada tepi lateral lidah dan dasar mulut, meski jarang namun bisa
mengenai palatum dan dorsum lidah. Terbentuk pulau – pulau tumor invasive
melalui pembuluh limfa danmengenai kelenjar getah bening supramohiaod
dan servikal.
7. FORDYCE’S GRANULES
Mukosa mulut banyak sekali mengandung glandula sebasea tubuloacinar yang
kecil dan besar (disebut fordyce granule khususnya di daerah bibir dan
mukosa bukal, kadang di daerah palatum, gingiva, dan lidah. Secara
histologis, keadaan ini identik dengan kelenjar sebasea di kulit, tetapi tidak
ada folikel rambutnya. Terjadi dalam 80% - 95% dari populasi dewasa dan
anak-anak muda dan bukan merupakan struktur ektopik ataupun adenoma,
tetapi merupakan suatu kelenjar adnexal mukosa mulut yang normal, yang
frekuensinya bervariasi dan juga sesuai usia. Jarang dijumpai dalam keadaan
histopatologis sekalipun pseudokista kecil terisi keratin dari duktus kelenjar
sebasea di dalam mulut yang analog dengan milia di kulit.
Secara klinis, plak submukosal kecil dan berwarna putih kekuningan akan
terlihat, hanya bila plak tersebut besar sekali dan hampir berkonfluensi, maka
baru dipertimbangkan bermakna diagnostik. Kadang-kadang berkeratinisasi
dari vermillion border bibir (batas merah bibir) dianggap mengganggu maka
dapat diangkat melalui pembedahan. Jika tidak, maka tidak dilakukan terapi.
Jumlah fordyce granule meningkat seiring pertambahan usia dan tidak
berhubungan dengan aterosklerosis sistemik / kegiatan merokok.
8. BOWEN’S DISEASE
Penyakit Bowen adalah skuamosa lokal karsinoma sel intraepidermal dari
kulit yang dapat berlanjut menjadi karsinoma invasif selama bertahun-tahun.
Penyakit Bowen juga terjadi pada mukosa genital pria dan wanita dan (jarang)
di mukosa rongga mulut sebagai lesi, erythroplakic leukoplakic atau
papillomatous.
Penyakit Bowen terjadi paling umum pada kulit sebagai akibat menelan
arsenik. muncul perlahan-lahan sebagai sebuah patch eritematosa membesar
dengan sedikit sedikit menjadi ganas.
Gambaran histologis sangat karakteristik dengan epitel menunjukkan kerugian
yang signifikan dari polaritas seluler dan orientasi, mitosis meningkat dan
abnormal, inti hyperchromatic beberapa yang sangat atipikal dan
pleomorfisme selular. Sel keratinisasi individu pada tingkat yang berbeda dari
epitel terlihat. Lesi jenis ini sering dikaitkan dengan kanker viseral.
Karena kemiripan klinis dan histologis antara penyakit Bowen dan eritroplakia
(bercak merah dari membran mukosa yang mengandung histologis epitel
sangat displastik atau karsinoma intraepitel), pertanyaannya adalah apakah
mereka merupakan penyakit yang sama. Berdasarkan perbandingan lisan
erythroplakias dengan lesi oral penyakit Bowen, mereka merupakan kelaianan
yang berbeda
Sebuah displasia epitel nodular, jinak dan virus terkait dengan gambar
histologis menyerupai penyakit Bowen (papulosis bowenoid) terjadi pada
mukosa genital orang dewasa muda yang aktif secara seksual dan pada
beberapa permukaan mukosa mulut pada kesempatan langka.
Smoker’s Melanosis
Pigmentasi oral akan meningkat secara signifikan pada perokok berat.
Paparan terhadap polycyclic amine (seperti nikotin dan benzpyrenes) telah
menunjukkan stimulasi produksi melanin oleh melanosit yang juga
diketahui terikat kuat pada nikotin. Produksi melanin pada oral mukosa
seorang perokok adalah suatu bentuk respon proteksi terhadap substansi-
substansi berbahaya dari rokok.
Penampakan klinis dapat melibatkan permukaan mukosa manapun, akan
tetapi paling sering melibatkan anterior fasial gingiva. Orang-orang yang
mengalami tanda seperti ini biasanya merupakan perokok aktif. Perokok
dengan pipa biasanya menunjukkan pigmentasi di commisural dan mukosa
bukal. Reverse smokers menunjukkan alterasi di palatum keras.
Biopsi pada area yang terlibat pada penderita smoker’s melanosis
memperlihatkan peningkatan pada pigmen melanin di lapisan sel basal
permukaan epitelium. Bahkan kumpulan pigmen melanin incontinent
terlihat bebas di antara jaringan ikat superfisial dan melanophages yang
tersebar. Penghentian merokok menghasilkan penghilangan bertahap dari
area yang terpigmentasi selama lebih dari 3 tahun.
Pigmented Lichen Planus
Lichen planus adalah penyakit yang biasanya ditandai dengan adanya lesi
putih pada mukosa oral. Kadang-kadang, lichen planus yang tererosi dapat
disertai dengan melanosis yang menyebar. Lesi terlihat sebagai patch putih
yang dilapisi dengan macular foci coklat. Peningkatan dari melanogenesis
ini distimulasi dengan adanya infiltrasi pada lapisan sel basal oleh
limfosit-T yang berkontribusi dalam degenerasi sel basal.
Endocrinopathic Pigmentation
Dalam gangguan endokrin, penyebab hiperpigmentasi adalah
oversecretion ACTH, hormon yang merangsang pembentukan melanosit.
Pada penyakit Addison, insufisiensi adrenokortikal berkembang sebagai
konsekuensi dari infeksi granulomatosa pada korteks atau kerusakan
korteks autoimun. Seperti penurunan hormon steroid, loop umpan balik
dirangsang dengan sekresi ACTH oleh kelebihan neurohypophysis.
Dengan penurunan mineralokortikoid dan glukokortikoid, pasien
mengalami hipotensi dan hipoglikemia.
Pada sindrom Cushing, hiperaktif adrenokortikal diamati, dan jika
aktivitas tersebut disebabkan oleh sekresi korteks adenoma atau
hiperplasia adrenal kortikal asal, ACTH sekresi akan ditutup.
Sindrom Cushing mungkin dikasrenakan hipertensi dan hiperglikemia
dan mungkin menunjukkan edema wajah ("moon face"). Dalam kedua
kasus, kulit mungkin tampak kecokelatan, dan gingiva,
palatum, mukosa bukal dan mungkin bernoda kotor. Perubahan-perubahan
dalam pigmentasi adalah karena akumulasi butiran melanin sebagai
konsekuensi dari peningkatan hormon-dependent Melanogenesis.
Penyakit Endocrinopathic harus dicurigai bila pigmentasi melanotik lisan
disertai dengan kulit berwarna coklat. Penentuan steroid dan ACTH serum
akan membantu diagnosis, dan pigmen akan hilang begitu tepat terapi
untuk masalah endokrin.
HIV Oral Melanosis
HIV-seropositif pasien dengan infeksi oportunistik mungkin memiliki
keterlibatan adrenocortical oleh berbagai parasit, yang memanifestasikan
tanda dan gejala penyakit Addison.27-29 pasien tersebut mengalami
hiperpigmentasi progresif dari kulit, kuku, dan selaput lendir. Pada
kenyataannya, paling seropositif HIV pasien dengan multifokal difus
makula coklat pigmentations dari mukosa bukal menunjukkan tidak
adanya penyakit adrenokortikal. Pigmentasi tidak dapat dikaitkan dengan
obat pada populasi ini karena kasus telah dicatat pada individu yang
memiliki belum menerima obat yang bisa jadi terlibat.
Dengan demikian, etiologi tetap tidak bisa dideterminasikan.Seperti telah
disebutkan, pigmentasi menyerupai sebagian besar makula difus lain
pigmentations dibahas sejauh ini; mukosa bukal adalah yang paling sering
terkena situs, tetapi pada gingiva, palatum, dan lidah juga mungkin
terlibat. Seperti semua melanoses menyebar, terkait HIV pigmentasi
adalah mikroskopis ditandai dengan pigmen melanin basilar, dengan
inkontinensia ke submukosa yang mendasarinya.
Peutz-Jeghers Syndrome
Dalam Peutz-Jeghers syndrome, pigmentasi oral khas dan biasanya
patognomonik. Beberapa fokus makula coklat melanotik terkonsentrasi
tentang bibir sedangkan kulit wajah yang tersisa kurang mencolok
involved. Makula muncul sebagai bintik-bintik atau ephelides, biasanya
berukuran <0,5 cm . Lesi dapat terjadi di lidah anterior, bukal mukosa, dan
mukosa permukaan bibir. Ephelides juga terlihat pada jaridan tangan.
Lesi pada daerah perioral dasarnya pathognomonic meskipun pada
individu yang memiliki kulit difus ephelides (seperti berambut merah
terang complected individu), sebuah diagnosis yang salah bisa dibuat.
Secara histologi, lesi ini menunjukkan Melanogenesis basilar tanpa
proliferasi melanositik.
Epidemiologi
Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang
paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan
wanita 2%. Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya
terjadi pada usia di atas 50 tahun. Di Amerika Serikat prevalensi kanker
mencapai 34.000 kasus baru per tahun.
Etiologi
Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di
Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu
termasuk merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol
dengan rokok bersama-sama secara signifikan memiliki resiko yang lebih
tinggi daripada digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok
menggunakan pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker
mulut dibandingkan dengan merokok kretek.
Gambaran Klinis
Nodula berwarna seperti kulit normal, permukaannya halus tanpa ada krusta
atau ulkus dengan tepi yang berbatas kurang jelas. Nodula kemerahan dengan
permukaan yang papilomatosa atau verukosa, menyerupai bunga kol. Ulkus
dengan kusta pada permukaannya, tepi meninggi, berwarna kuning
kemerahan. Dalam perjalanan penyakitnya lesi akan meluas dan mengadakan
metastase ke kelenjar limfe regional atau organ-organ dalam.
Lokasi
Lokasi kanker dapat terjadi pada semua tempat di rongga mulut, antara lain
mukosa bukal, Processus alveolar dan gingiva rahang atas, Processus alveolar
dan gingiva rahang bawah, palatum durum, lidah, dasar mulut.
1. Pemeriksaan subjektif :
a. CC : Kesulitan makan
Pasien mengeluh kesulitan makan karena pengecapan terganggu.
b. PI
o sensasi mulut terbakar
o pengecapan terganggu
o mudah lelah dan kesemutan
o pasien belum ada tindakan medikasi
o mudah lupa
o sulit menjawab pertanyaan
c. PDH : -
d. PMH
o tidak ada alergi
o tidak ada yang mencurigakan
o tidak dalam perawatan medikasi dokter
e. Riwayat social
o merokok
o minum minuman keras
o tidak mengonsumsi keju, susu, dan ikan.
2. Pemeriksaan objektif :
a. Intra oral
o mukosa pucat
o bibir kering
o permukaan dorsal dan lateral lidah halus, hyperemia dan nyeri
o bagian dalam pipi dan lidah tampak lebih merah
b. Ekstra oral : tidak ada kelainan
3. Differensial Diagnosis
a. Atropi Glositis
b. Chronic Atrophy Candidiasis
c. Anemia Makrositik Megaloblastik Pernisiosa
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Terjadi hipersegmentasi inti neutrofil
b. Anti-intrinsic Factor Antibodies tidak terdeteksi
No. Komponen Normal Pemeriksaan Keterangan
1 RBC 3,8 – 5,1 cells/µL 1,63 cells/µL Dibawah normal
2 Hb 12-15 g/dL 7,2 g/dL Dibawah normal
3 MCV 80-94 fL 144 fL Diatas normal
4 Hmt 34-47 % 23,4% Dibawah normal
5 RDW 11-15 % 25% Diatas normal
6 Asam Folat 3-13 ng/mL 7,73 ng/mL Normal
7 Cobalamin 133 pmol/L 71,8 pmol/L Dibawah normal
5. Diagnosis Final
Diagnosis final yang ditegakkan pada pasien wanita berusia 45 tahun tersebut
adalah adanya perubahan warna lesi, yaitu lesi merah sebagai manifestasi
penyakit sistemik anemia makrositik megaloblastik pernisiosa.
6. Pembahasan
Pada kasus dijelaskan bahwa pada pemeriksaan darah tepi terdapat
hipersegmentasi inti neutrofil. Hal itu merupakan suatu cri khas pada anemia
megaloblastik. Anemia megaloblastik memiliki dua jenis, dan kami memilih
anemia megaloblastik pernisiosa karena penyakit tersebut merupakan suatu
kelainan yang diakibatkan oleh defisiensi kobalamin. Hal ini sesuai dengan
kasus yang menunjukkan angka kobalamin yang di bawah normal (Kumar,
dkk, 2003).
Pada penyakit tersebut terdapat suatu gangguan atau kelainan tambahan,
yaitu demielinisasi saraf. Sehingga akan terjadi suatu gangguan pada sistem
saraf (Kumar, dkk, 2003). Hal ini dapat dihubungkan dengan kasus yang
menerangkan bahwa pasien sering mengeluhkan kesemutan pada rahang.
Pada penderita defisiensi kobalamin (vitamin B 12) akan memiliki
manifestasi oral yang biasanya melibatkan mukosa bibir dan lidah. Pada
daerah bibir, biasanya terjadi angular chelitis, dan bibir nampak pecah-pecah.
Sedangkan pada daerah lidah, akan ada penampakan yang halus, mengkilap,
dan gundul akibat atrofi papilla lidah. Warna lidah akan berubah menjadi lebih
pucat atau kemerahan dan bisa terjadi pembengkakan atau pengkerutan lidah.
Selain itu, daerah mukosa oral yang lain akan terasa nyeri dan berwarna
kemerahan. Lesi oral yang eritematus juga sering nampak (Neville, dkk,
1998). Manifestasi oral tersebut cocok dengan yang terjadi pada lidah pasien
yang permukaan dorsal dan lateralnya halus, hiperemi, dan terasa nyeri ,serta
mukosa dalam pipi yang kemerahan dan nyeri.
Pasien memiliki keluhan pengecapan terganggu. Hal ini dapat
dihubungkan dengan keadaan papilla lidah yang atropi. Lidah akan kehilangan
fungsi pengecapan karena organ pengecapan terletak pada papilla, lebih
tepatnya yaitu pada gemma gustatoria (Juncqueira, 2007).
Tanda-tanda pada penderita penyakit anemia megaloblastik pernisiosa
adalah pucat, lemah, mudah lelah, nafas pendek, sakit kepala, palpitasi,
bahkan sinkop. Selain itu, ada respon neuromuskular yang nampak, yaitu
parastesi, hilangnya keseimbangan, dan berkurangnya kepekaan terhadap
getaran dan posisi (Neville, dkk, 1998). Hal ini sesuai dengan keluhan pasien
yang merasa mudah lelah dengan aktivitas ringan (fatigue) dan mengalami
kesemutan pada rahang sebelah kiri. Selain itu, akibat adanya gangguan pada
sistem saraf, maka menyebabkan pasien merasa susah menjawab pertanyaan
sederhana dan mudah lupa.
Faktor intrinsik yang tidak terdeteksi, mengarah pada kecurigaan kelainan
fungsi dan produksi dari faktor intrinsik. Hal tersebut menyebabkan adanya
defisiensi vitamin B12 karena terjadi malasorbsi. Selain itu, pasien juga tidak
mengkonsumsi susu, keju, dan daging sehingga mengarah kepada kecurigaan
kekurangan intake vitamin B. Hal ini akan berakibat pada anemia pernisiosa
12 (Kumar, dkk, 2003).
a. Patofisiologi
Anemia megaloblastik pernisiosa terjadi akibat kekurangan penyerapan
kobalamin (vitamin B 12). Hal tersebut biasanya terjadi akibat adanya
hambatan penyerapan pada saluran pencernaan. Penyerapan ini
dipengaruhi oleh adanya fungsi faktor intrinsik yang tidak berjalan secara
normal. Etiologi utama dari penyakit ini adalah kelainan absorbsi
(malabsorbsi). Etiologi dengan kekurangan intake B12 sangat jarang
terjadi kecuali pada vegetarian. (Kumar, dkk, 2003). Pada kasus dijelaskan
bahwa pasien tidak mengkonsumsi keju, susu, dan daging. Hal ini
mengindikasikan pasien bisa saja kekurangan intake vitamin B 12 yang
sumbernya berasal dari produk hewani. Di sisi lain, hasil pemeriksaan
darah tepi pasien menunjukkan faktor intrinsik yang menurun dari normal,
sehingga hal ini juga mengindikasikan adanya penurunan absorbsi dari
vitamin B12.
Berkurangnya efektifitas fungsi dari faktor intrinsik disebabkan oleh
gastrectomy, yang dapat menyebabkan kehilangan sel yang memproduksi
faktor intrinsik,reseksi usus yang merupakan tempat absorbsi kompleks
faktor intrinsik-vitamin B12, dan penyakit-penyakit yang melibatkan ilem
bagian distal, seperti regional enteritis, tropical sprue, dan Whipple
disease(Kumar, dkk, 2003). Namun, pada kasus dijelaskan bahwa pasien
tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Sehingga penyebab faktor
intrinsik tidak terdeteksi belum diketahui.
Pada metabolismenya, vitamin B12 membutuhkan senyawa folat. Apabila
terjadi defisiensi folat, maka akan mempengaruhi folat. Namun, vitamin B
12 secara independen dari metabolisme folat, mempengaruhi sistem saraf.
Hal ini kemudian dihubungkan dengan adanya neuropati pada anemia
pernisiosa (defisiensi vitamin B 12) walaupun secara biokimia belum ada
penjelasan lebih lanjut. Kekurangan vitamin B 12 berdampak pada
demielinisasi cornu lateral dan posterior medulla spinalis. Kelainan saraf
yang terjadi tidak menggambarkan keparahan tingkat anemia ataupun
sebaliknya (Kumar, dkk, 2003).Hal tersebut sesuai dengan skenario kasus.
Pada kasus dapat diketahui bahwa pasien mengalami parastesi dan
keadaan mudah lelah, sehingga kemungkinan pasien telah mengalami
kelainan saraf.
Pada dasarnya, akibat defisiensi vitamin B 12 ini tidak spesifik. Bisa
mengarah ke anemia, jaundice, kongenital heart failure, dan lain
sebagainya (Kumar, dkk, 2003).
b. Tes yang dijalani untuk mendiagnosa adanya anemia pernisiosa:
(1) Kadar vitamin B 12 pada serum rendah
(2) kadar folat normal atau melebihi normal
(3) histamine-fast gastric achlorhydria (akibat hilangnya sel parietal
lambung)
(4) serum anti-IF antibodies
(5) ketidakmampuan untuk mengabsorbsi oral-dose kobalamin (the
Schilling test)
(6) megaloblastic anemia moderat sampai parah
(7) leukopenia dengan hipersegmentasi inti granulosit
(8) adanya respon dramatis akibat adanya administrasi vitamin B12 secara
peroral.
Dari kasus, pada poin ke 1, 2, 4, dan 7 sudah memenuhi. Setelah dilakukan
analisis pustaka dan kasus memiliki kecocokan tanda dan gejala, sehingga
dapat anemia megaloblastik pernisiosa dapat menjadi suatu diagnosis kerja
untuk merawat pasien. Gambaran dorsal lidah pada penderita anemia
megaloblastik pernisiosa:
Manifestasi penyakit ini pada rongga mulut antara adalah adanya glossitis,
yaitu permukaan lidah yang licin, berwarna merah terang, adanya sensasi rasa
terbakar dan rasa gatal pada lidah (Pindborg, 1991; Field & Longman, 2003).
a. Atropi Glositis
Pada pasien yang mengalami defisiensi vitamin B12 atrofik glositis akan
disertai dengan rasa sakit, keitis angularis, dan stomatitis aptosa rekuren.
(Lewis& Lamey, 1994)
Dari pemeriksaan social history, pasien tidak mengkonsumsi ikan, keju,
serta susu. Seperti yang kita ketahui, sumber asam folat hewani antara lain
dari keju dan susu. Sementara sumber vitamin B12 antara lain dari ikan.
Oleh karena itu, dapat diperkirakan pasien mengalami defisiensi asam
folat dan juga vitamin B 12 yang merupakan penyebab dari anemia
megaloblastik, dimana penggambarannya di oral dapat berupa atropi
glositis.
b. Chronic Atrophi Candidiasis (Tipe Median Rhomboid Glositis)
Berdasarkan uraian di atas, yaitu atrofi glositis dan atrofi candidiasis kronis
merupakan lesi merah manifestasi penyakit sistemik anemia makrositik
megaloblastik pernisiosa, maka diagnosis final yang ditegak adalah terjadi
perubahan warna pada lesi, yaitu lesi merah sebagai manifestasi penyakit sistemik
anemia makrositik megaloblastik pernisiosa.
7. Treatment Planning
Penanganan glossitis tergantung dari penyebabnya. Berdasarkan pemeriksaan
penunjang, penyebab glositis adalah defisiensi gizi, maka diperlukan
supplement yang memadai, seperti pemberian vitamin B12. Pembengkakan
dan rasa tidak nyaman di mulut diatasi dengan pemberian kortikosteroid.
Obat kumur yaitu campuran setengah teh baking soda dan dicampur dengan
air hangat akan membantu keadaan ini. Kebersihan rongga mulut, dengan
penggunaan sikat gigi, dental floss dan membersihkan lidah selepas makan,
harus diusahakan untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan bahan obat atau
makanan yang merangsang iritasi lidah sebaiknya dihindari, termasuk
makanan yang panas dan mengandung alkohol. Berhenti merokok dan
penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Indikasi rawat inap pasien glossitis
adalah bila lidah sudah menghalangi jalan napas oleh proses enlargement.
BAB V
MAPPING CONCEPT
BAB VI
KESIMPULAN
Kelainan yang sering tampak pada rongga mulut adalah lesi pada mukosa
mulut. Lesi memiliki banyak variasi, salah satunya berdasarkan warna lesi. Pada
kasus disebutkan bahwa pipi dan lidah pasien tampak lebih merah. Hal ini
menandakan adanya lesi merah. Lesi merah merupakan salah satu manifestasi dari
penyakit sistemik. Dari pemeriksaan penunjang diperoleh kesimpulan bahwa
pasien menderita anemia makrositik megaloblastik pernisiosa. Sehingga sebagai
benang merah, diagnosis final yang ditegakkan yaitu terdapat lesi merah (contoh
atropi glositis dan atrofi kandidiasis kronis) sebagai manifestasi penyakit sistemik
anemia makrositik megaloblastik pernisiosa. Treatment planning yang dapat
dilaksanakan adalah pemberian vitamin B12, edukasi kesehatan gigi, upaya
mengurangi konsumsi alkohol dan tembakau serta kontrol plak.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Aslinia F, Mazza JJ, Yale SH. 2006. Megaloblastic Anemia and Other Causes of
Macrocytosis. Clin Med Res. 4 (3): 236-241
Bruch JM, Treister NS. 2009. Clinical Oral Medicine and Pathology. Springer:
New York
Chandra S, et al. 2007. Oral Medicine. Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd: New Delhi. India
Field A & Longman L. 2003. Tyldesley's Oral Medicine. 5th ed. London: Oxfor
Universiy Press.
Gayford JJ and Haskell R. 1979. Clinical Oral Medicine. Bristol: John Wright &
Sons LTD
Greenberg MS, Glick M. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis & Treatment
10th Edition. Ontario: BC Decker. Inc.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17808/3/Chapter%20II.pdf
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003. Robbins Basic Pathology, 7th edition.
Missouri:Elsevier.
Langlais RP, Miller CS. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim. Alih bahasa. Susetyo, Budi. Jakarta: Hipokrates
Lynch MA, Brightman JV, Greenberg MS. 1993. Ilmu Penyakit Mulut Diagnosis
dan Terapi edisi delapan Jilid 1. Binarupa Aksara : Jakarta Barat
Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. II (1):
140-145
Mitchell, RN. 2006, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robins & Cotran Ed 7.
EGC : Jakarta.
Neville, BW et al. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Saunders
Company: Philadelphia
Pindborg. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tangerang : Bina Rupa Aksara.
Sonis. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed. Philadelphia: W.B
Saunders Company