PENDAHULUAN
1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusa masalah yaitu :
1. Apakah pengertian dari gangguan muskuloskeletal ?
2. Apakah faktor penyebab gangguan muskuloskeletal ?
3. Apakah gejala dan keluhan gangguan muskuloskeletal ?
4. Apa sajakah jenis-jenis gangguan muskuloskeletal ?
5. Bagaimana dampak gangguan musculoskeletal?
6. Bagaimana pengukuran Muskuloskeletal Disorder ?
7. Bagaimana upaya pencegahan dan pengendalian gangguan muskuloskeletal ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem muskuloskeletal yang akan kita pelajari meliputi; tulang, sendi, dan otot. Beberapa
tulang penting berkaitan dengan proses reproduksi yang harus anda hafal betul adalah; tulang tengkorak
karena berkaitan dengan pemeriksaan fisik kepala bayi baru lahir, tulang belakang, tulang iga dan tulang
dada, tulang gelang panggul, tulang gelang bahu dan tulang anggota gerak.
1. Tulang (osteon)
Struktur tulang terdiri atas dua macam yaitu; tulang padat (compact) biasanya terdapat pada
bagian luar semua tulang dan tulang berongga (spongiosa) biasanya terdapat pada bagian dalam tulang,
kecuali bagian yang digantikan oleh sumsum tulang.
Bila tulang diklasifikasi berdasarkan morfologi (bentuknya), dibagi menjadi lima jenis yaitu ;
tulang panjang/tulang pipa (long bone), tulang pendek (short bone), Tulang tipis/pipih (flat
bone), tulang tidak teratur (irreguler bone) dan tulang sesamoid. Berikut disajikan beberapa contoh
tulang berdasarkan bentuk :
3
Gambar 1.1 Tulang panjang
4
Gambar 1.4 : tulang vertebrata (tulang tidak teratur )
1. Sendi (Artikulasio)
Saudara sekalian, belajar kita tentang tulang sudah selesai, diharapkan anda mampu memahami
sekaligus hafal betul apa yang sudah anda pelajari. Selanjutnya kita beralih belajar tentang sendi
(artikulasio).
Tentunya anda sudah sering mendengar dan pernah belajar waktu di SMA dulu apa fungsi dari
sendi dan macam-macam sendi. Klasifikasi sendi secara fungsional ada tiga yaitu sendi yang tidak dapat
bergerak (sinartrosis), sendi yang gerakannya minimal (amfiartrosis) dan sendi yang bergerak bebas
(diartrosis). Klasifikasi sendi secara struktural ada dua yaitu; sendi fibrosa (dihubungankan dengan jaringan
fibrosa) seperti sutura, sindesmosis, gomfosis, sendi kartilago (sendi yang dihubungkan dengan jaringan
kartilago) seperti sinkondrosis, simfisis, dan 3) sendi sinovial.
Sedangkan berdasarkan tipe gerakkan yang ditimbulkan, sendi sinovial dapat digolongkan
menjadi; sendi datar, sendi engsel, sendi poros, sendi elipsoid, sendi pelanan, dan sendi peluru.
5
2. Ligamen, Otot, Fasia dan Tendon
Setelah anda belajar sendi, berikut ini anda juga harus memehami anatomi otot dan fungsi otot.
Anda tentu tidak asing lagi dengan istilah ligamen, otot, tendon dan fascia karena sewaktu pelajaran
Biologi di SMA mugkin sudah diterangkan.
Otot dapat dibedakan berdasarkan lokasi, struktur mikroskopis dan kontrol
persyarafannya. Terdapat tiga jenis otot yaitu : otot skelet, otot jantung dan otot polos. Perbedaan
ketiga otot tersebut sebagaimana keterangan berikut ;
6
Otot memiliki fungsi pokok antara lain :
A. Motion
Yaitu menghasilkan gerakan, baik gerakan seluruh tubuh (berjalan, lari dll.), maupun
gerakan lokal (memegang, mengangguk dll.)
B. Mempertahankan postur
Yaitu fungsi otot rangka dalam berkontraksi untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi tetap, misalnya duduk tegak, berdiri dll.
C. Menghasilkan kalor
Saat berkontraksi otot rangka menghasilkan panas yang sangat penting untuk
mempertahankan suhu tubuh yang normal.
Agar otot dapat berkontraksi, maka diperlukan suatu stimulus. Adapun
urutan prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Stimulus datang dan diterima oleh sel saraf (neuron sensorik) yang selanjutnya diubah
menjadi impuls saraf.
2. Impuls dilanjutkan oleh neuron motorik menuju otot, melalui myoneural
junction (motor end plate) yaitu pertemuan antara neuron motorik dan otot. Pada
tempat ini terdapat sinapsis, tempat penyaluran neurotramsmitter (misalnya
asetilkolin) dari neuron ke otot.
3. Di sinapsis, neurotransmitter meneruskan impuls ke sarkolemma dan akhirnya
kontraksi dimulai.
3. Fungsi Tendon
Tendon adalah setabut kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang
dihasilkan oleh otot yang berkontraksi ke tulang dan dengan demikian menggerakkan tulang.
Sedangkan fungsi ligamen adalah membatasi pergerakan sendi, karena ligamen adalah taut fibrosa
yang kuat antar tulang, biasanya terletak di sendi.
4. Fungsi Tulang
Tulang matur terdiri dari 30% materi organik dan 70% deposit garam. Materi organik terdiri dari
90% serabut kolagen dan 10% proteoglikan. Deposit garam terpenting adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium,kalium bikarbonat,dan ion magnesium.
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan
penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan
oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan stres tulang ( keberadaan osteoblas).
Aktivitas osteoblas ditentukan oleh diet, stimulasi hormonal, dan olahraga. Vitamin D mampu
7
menstimulasi kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas, dan secara tidak langsung
dengan menstimulasi absorpsi kalsium di usus. Peningkatan absorpsi kalsium meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang, dengan demikian peranan vitamin D sangat penting.
Tulangmemilikifungsisebagaiberikut:
1) Kerangka penunjang badan (penopang badan)
3) Pengungkit untuk otot (tempat otot bertumpu)
4) Pelindung alat tubuhtertentu
5) Sebagai tempat pembuatan sel-sel darah (sistem hemopoiesis)
6) Sebagai gudang penyimpanan Calsium dan Phosphor
8
pada otot. Keluhan musculoskeletal dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan
ringan dan postur kerja yang memuaskan.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis.
Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi.
Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau
terpelintir (Merulalia, 2010).
Musculoskeletal disorder adalah gangguan pada bagian otot skeletal yang
disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon (Rizka, 2012).
Berdasarkan pada definisi yang telah diungkapkan dari beberapa sumber,
dapat disimpulkan bahwa musculoskeletal disorders (MSDs) adalah serangkaian
gangguan yang dirasakan pada bagian otot, tendon, saraf, persendian yang
menimbulkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat dari aktifitas yang berulang-
ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang lama.
9
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada
periode tahun 1996 – 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan, 64 % diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor resiko
ergonomi. OSHA (2000) menyatakan sekitar 34 % dari total hari kerja yang hilang karena
cedera dan sakit yang diakibatkan oleh Musculoskeletal Disorders (MSDs) sehingga
memerlukan biaya kompensasi sebesar 15 sampai 20 miliar dolar US.
National Academy of Science (1999) melaporkan lebih 1 juta pekerja kehilangan
jam kerjanya setiap tahun karena MSDs pada punggung dan tangan dan menghabiskan
$15 M per tahun, sedangkan jika dihitung dari biaya tidak langsung seperti berkurangnya
produktivitas, kehilangan pelanggan dan pergantian karyawan, maka total biaya yang
dikeluarkan per tahunnya mencapai $1 triliun atau sekitar 10% dari Gross Domestic
Product Amerika (dalam Melhorn & Wilkinson, 2008).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008. Laporan lainnya yakni
di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan
pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah NPB,
prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun.
Penelitan Bridger, mengutip data dari NIOSH menyebutkan bahwa sekitar
500.000 pekerja menderita cidera akibat penggunaan tenaga yang berlebih, 20% karena
mendorong dan menarik, 60% disebabkan karena aktivitas mengangkat. Aktivitas manual
handling yang paling sering menyebabkan cidera adalah mengangkat (lifting) dan
membawa (carrying) objek yaitu sebesar 61,3%, dan 60% dari jumlah tersebut menderita
nyeri punggung.
Riset yang dilakukan badan dunia ILO tentang kecelakaan kerja menunjukkan
setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal berkaitan dengan pekerjaan mereka. Angka ini
berarti setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang meninggal per tahun
akibat sakit atau kecelakan kerja. Sementara itu anggaran untuk kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang terbanyak yaitu penyakit muskuloskeletal sebanyak 40%, penyakit
jantung 16%, kecelakaan 16%, dan 19% penyakit saluran pernafasan (ILO, 2003).
Diperkirakan setidaknya 70% manusia menderita sakit punggung, baik kronis
maupun sporadis. Di Negara Inggris dan melaporkan 17,3 juta orang Inggris pernah
mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1 juta mengalami
kelumpuhan akibat nyeri punggung. Di Indonesia diperkirakan angka prevalensi 7,6%
sampai 37%. Masalah nyeri punggung pada pekerja pada umumnya
10
dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 25-60
(Steven, 2005).
Hasil Studi Departemen Kesehatan dalam profil masalah kesehatan di Indonesia
tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40.5% penyakit yang diderita pekerja
berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan tersebut dijelaskan dalam
penelitian oleh Sumiati (2007) terhadap 9482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia
ditemukan yang paling banyak adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (16%),
selanjutnya penyakit kardiovaskuler (8%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan
THT (1.5%).
Prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7
persen (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan
pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen (Riskesdas, 2013).
11
terangkat, punggung terlalu membungkuk dan sebagainya. Perawat adalah
tenaga medis yang 24 jam berada di dekat pasien, kebutuhan dasar pasien harus
diperhatikan oleh seorang perawat. Tingginya aktivitas yang dilakukan perawat,
sehingga perawat tidak memperhatikan posisi tubuh yang baik saat melakukan
tindakan.
Selain itu terdapat factor penyebab sekunder dari keluhan muskuloskeletal yaitu:
a) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak secara berulang-ulang
dapat menyebabkan nyeri yang menetap.
b) Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c) Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan
kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak
disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Perbedaan besar suhu yang besar antara
lingkungan dan suhu tubuh akan mengakibatkan sebagian energi yang ada di
dalam tubuh akan diigunakan untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan. Apabila
hal ini tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup, suplai energi di otot akan
menurun, terhambati proses metabolisme karbohidrat dan terjadinya
penimbunan asan laktat yang dapat menyebabkan nyeri otot.
12
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi ingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi
karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan lebih menonjol pada
wanita dibandingkan pria (3:1) sehingga daya tahan otot wanita untuk bekerja
lebih rendah dibandingkan pria.
c) Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi pula
keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas
paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi oksigen menurun. Apabila
perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas kerja dengan beban kerja
yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami kelelahan otot.
d) Kesegaran jasmani
Keluahan otot jarang terjadi pada perawat yang memiliki waktu istirahat yang
cukup, tetapi perawat memiliki system kerja shift malam yang memungkinkan
tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Tingkat kesegaran tubuh yang
rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
e) Kekuatan fisik
Secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai
kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Apabila dengan
kekuatan otot yang sama, perawat diberikan beban kerja yang tinggi, maka
cenderung perawat yang memiliki kekuatan yang lebih rendah akan mengalami
cidera otot.
f) Ukuran tubuh (antrometri) : Keluhan muskuloskeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan.
13
yang kesemuanya berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia dan
kondisi pekerjaan agar senantiasa memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja (ILO. 1998).
1. Peregangan Otot
Peregangan otot yang berlebihan Gangguan Muskuloskeletal merupakan
gangguan yang terjadi pada tubuh manusia akibat dari kegiatan tubuh dilakukan
selama bergerak terlalu menerima beban berat yang dapat menyebabkan kelelahan
otot.Proses kerja secara manual lebih memerlukan penggunaan tenaga otot dan
kekuatan otot ditentukan oleh sifat dari sel otot itu sendiri. Kontraksi otot memerlukan
energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Cummings. 2003).
2. Gerakan berulang
Tingkat keparahan risiko tergantung pada frekuensi pengulangan, kecepatan
gerakan atau tindakan, jumlah otot yang terlibat dalam kerja, dan gaya yang
dibutuhkan. Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan
dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka
dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat
dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas
sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Bridger (1995) menyatakan bahwa aktivitas berulang, pergerakan yang cepat
dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor mengalami
sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan beberapa kali
terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi
karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa memperolah
kesempatan untuk relaksasi.
Dalam Humantech (1995), posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko
apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan
sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan
kaki. Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada
saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs.
3. Postur kerja
Penyimpangan dari postur kerja yang ideal dari lengan pada sisi siku batang
tubuh, lengan, dengan pergelangan tangan lurus.Postur janggal biasanya termasuk
meraih ke belakang, memutar, dan jongkok.Jika postur yang canggung selama
14
bekerja, ada peningkatan risiko cidera.Semakin sendi bergerak jauh dari posis netral,
kemungkinan cedera semakin besar.
Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu. Bridger (1995)
menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh
dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan
pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang
menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat
menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini
mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan
lain-lain. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat
berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama. Pekerjaan yang
dikerjakan dengan duduk dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat
mengakibatkan masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan
darah di kaki jika kehilangan kontrol yang tepat.
4. Beban angkut
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat
beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen
Kesehatan (2009) mengangkat beban sebainya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-
laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18) sebesar 12-15 kg. Beban angkut
adalah ektifitas pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja meliputi beban fisik
maupun beban mental. Akibat beban angkut yang terlalu berat atau kemampuan fisik
yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau
penyakit akibat kerja.
Beban angkut fisiologis dapat didekati dari banyaknya O2 yang digunakan
tubuh, jumlah kalori yang dibutuhkan, nadi kerja/menit, kecepatan penguapan
berkeringat. mengangkat suatu beban yang terlalu berat dapat mengakibatkan Diskus
pada tulang belakang serta dapat menyebabkan kelelahan karena adanya peningkatan
yang disebabkan oleh tekanan pada diskus intervertebralis. Beban dapat diartikan
sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan
dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas
kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat
barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back
pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa
15
hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan
postur membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000).
Dalam berbagai penelitian dibuktikan cedera berhubungan dengan tekanan
pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa semakin besar
tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan
tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang. Pembebanan fisik yang
dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja
maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam
kerja yang berlaku.semakin berat beban maka semakin singkat pekerjaan.(Suma’mur,
1989).
5. Posisi kerja
Posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang melampaui
kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean &Kroemer, 2000).Sikap tidak alamiah ini
terjadi karena interaksi antara pekerja dan alat kerja yang kurang berimbang atau alat
kerja yang digunakan kurang sesuai dengan antropometri pekerja.Sikap kerja tidak
alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiahnya.Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula
terjadi keluhan otot skeleta. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena
ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen. 1993)
6. Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja,
kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi
manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan
melebihi kapasitas fisik pekerja.Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual
handling yang berisiko adalah > 10 detik (Humantech. 1995).Sedangkan dalam
REBA, aktivitas yang berisiko adalah 1 menit jika ada satu atau lebih bagian tubuh
yang statis.
7. Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh,
pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan
menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut
16
Suma’mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang
dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari
tersebut harus dihindarkan.
17
tangan, pergelangan dan lengan.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku
2. Bahu tersa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak.
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta
kehilangan kepekaan.
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas.
18
b. Tahap 2
Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul gangguan
tidur, dan sedikit mengurangi performa kerja.
c. Tahap 3
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat bekerja, saat
melakukan gerakan yang repetitive, tidur terganggu, dan kesulitan dalam
menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
inkapasitas.
19
Thoracic outlet syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan
diatas atau maju kedepan.
e. Tennis Elbow : Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon
ekstensor, tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar
ke pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan
tekanan pada tendon ekstensor.
f. Low Back Pain : Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah
lumbal yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh
membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini
berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis,
dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.
20
beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antatra lain adalah Industri perakitan
automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur.
b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya.
CTS merupakan Gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi
syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang
terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya
antara lain Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti
terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat,
melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. Faktor
risiko yang dapat menyebabkan CTS Manual handling, postur, getaran, repetisi,
force/ gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, suhu. Pekerjaaan yang
berpotensi adalah pekerjaan Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan
manufaktur, perakitan, penjahit dan pengepakan/ pembungkusan.
c. Trigger finger
Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang
memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari
dan mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
d. Epicondylitis
Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan
dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan
tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbbow.
e. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS).
Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh
getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke
tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic
vasospastic diseases atau fenomena Raynaud’s kedua. Gejala dari HAVS adalah Mati
rasa, gatal-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan
berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam
keadaan dingin. Faktor yang berisiko menyebabkan HAVS diantaranya adalah
Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin. Pekerjaan yang birisiko
adalah Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangang, perusahaan automobil
21
dan supir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau
penggosok lantai.
2) Cidera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam
penyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang
lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama
dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan
yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya
menyatakan bahwa kejadian cidera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur
janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
a. Bursitis.
Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada
pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti
mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang
lama.
b. Tension Neck Syndrome.
Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot-ototnya
disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini
mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar
ke bagian leher.
3) Cidera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban
yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau
jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika
dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada
otot dan sendi (NIOSH, 2007). Menurut Ablett (2001) dalam Santoso (2004), terdapat
80% orang dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena
berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.
a. Low Back Pain.
Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, intervertebral
disc dari lumbar spine (tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot
tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus
(discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang
22
termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka
diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture)
atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah Sakit di bagian tertentu yang
dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot.
Sakit daritingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit
berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika
mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi.
Faktor risiko yang dapat menimbulkan LBP adalah Pekerjaan manual yang berat, postur
janggal, force/ gaya,beban objek,getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
Pekerjaan yang berisiko antara lain Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan,
operator,tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan
dengan tulis-menulis dan pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling, penjahit dan
perawat.
b. Penyakit musculoskeletal
Yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan
tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut
(bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan
dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan
sakit (tendinitis).
Cedera yang biasa timbul pada Sistem Muskuloskeletal :
a. Sprain dan Strain
Sprain dan Strain adalah 2 tipe kerusakan atau cidera jaringan lunak. Dalam
Bahasa Indonesia kedua istilah ini sering diterjemahkan sebagai satu kata yang sama,
yaitu ‘keseleo’ dan/atau ‘terkilir’ namun sebenarnya ada perbedaan arti. Sprain adalah
cidera pada sendi yang melibatkan robeknya ligamen dan kapsul sendi.
23
Sementara strain adalah cidera otot atau tendon (urat). Untuk keduanya
tindakan pertama adalah RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) atau Istirahat, Es
Kompresi, Elevasi).
Cidera jaringan lunak dapat terjadi mendadak (akut) atau memburuk perlahan-
lahan (kronis). Proses penyembuhan membutuhkan 2 sampai 12 minggu, tergantung
dari tingkat kerusakan jaringan, tindakan awal dan perawatan yang sedang dilakukan,
usia serta kesehatan pasien secara umum.
Sprain, Sendi disambung menjadi satu dan dikuatkan oleh jaringan ikat yang
disebut ligamen. Seluruh sendi diselimuti oleh selaput berisi cairan lubrikasi yang
merawat sendi serta memberikan bantalan ekstra terhadap goncangan. Sprain adalah
cidera sendi yang biasanya melibatkan robek ringan (trauma mikro) pada ligamen dan
kapsul sendi. Bagian tubuh yang biasanya mengalami sprain adalah jempol,
pergelangan kaki, dan pergelangan tangan.
Strain, Otot menempel pada sendi dengan bantuan jaringan ikat yang disebut
tendon. Strain adalan cidera pada tendon atau pada otot itu sendiri. Betis,
selangkangan, dan hamstring (otot paha belakang) adalah area yang biasa mengalami
strain.
Jaringan lunak terbuat dari kumpulan serat. Otot dan tendon mengandung sel-
sel yang memonitor tingkat kontraksi dan peregangan. Dengan aktifitas sehari-hari,
otot dan tendon menggunakan kontraksi ringan untuk melawan peregangan yang
berlebihan. Namun gerakan mendadak dengan intensitas kuat dapat memberikan
tekanan terlalu intens pada jaringan. Serat lalu meregang melebihi kapasitasnya dan
robek. Pendarahan dari pembuluh darak akibat perobekan inilah yang menyebabkan
ada bengkak.
Gejala
Mereka yang terkena sprain atau strain akan mengalami:
•Rasa sakit
•Bengkak
•Rasa kaku
•Pengurangan kemampuan atau fungsi bagian tubuh yang cidera
24
Tingkat Cidera
•Tingkat I – sejumlah serat robek dan anggota tubuh yang terkena cidera terasa sedikit
sakit dan bengkak, tapi fungsi dan kekuatan dari anggota tubuh tersebut tidak
berkurang.
•Tingkat II – serat yang robek lebih banyak dan area cidera terasa lebih sakit dan
bengkak, dengan pengurangan fungsi dan kekuatan.
•Tingkat III – jaringan lunak robek seluruhnya, dengan pengurangan fungsi dan
kekuatan secara signifikan. Tingkat III seringkali membutuhkan tindakan operasi.
Beberapa langkah sebagai tindakan pertolongan pertama bila mengalami
sprain atau strain adalah:
•Hentikan aktifitas
•Istirahatkan anggota tubuh yang cidera
•Letakan es pada area yang cidera selama 15 menit setiap dua jam. Gunakan handuk
diantara kulit dengan es.
•Kompresi atau perban secara ketat area cidera, mengarah dari bawah keatas.
•Elevasi (angkat) anggota tubuh yang cidera agar lebih tinggi dari posisi jantung.
•Hindari aktifitas olahraga, konsumsi alcohol dan pijat atau urut area cidera karena
dapat memperburuk pembengkakan.
Jika gejala memburuk dalam 24 jam, kunjungi dokter. Cidera Akibat Aktifitas
Berlebih Beberapa orang, seperti atlit atau mereka yang berolahraga secara rutin,
cenderung mengalami sprain dan strain kronis, atau cidera overuse (aktifitas berlebih).
Cidera overuse akan makin parah seiring berjalannya waktu, menimbulkan rasa sakit
dalam beraktifitas dan jika dihiraukan akan tetap terasa sakit bahan ketika istirahat.
Faktor penyebab cidera overuse adalah teknik olahraga yang salah, struktur tubuh
yang tidak ideal, atau melakukan aktifitas olahraga terlalu sering tanpa jeda istirahat
yang cukup.
Perawatan, Kerusakan jaringan lunak membutuhkan beberapa minggu untuk
sembuh, tergantung dari tingkat keparahan dan kesehatan tiap individu. Diperlukan
tindakan yang tepat segera setelah cidera terjadi untuk memastikan proses
penyembuhan berjalan secara cepat. Kunjungi dokter bila anggota tubuh yang cidera
tidak dapat berfungsi atau jika rasa sakit dan bengkak tidak berkurang setelah
beberapa hari.
25
Tindakan perawatan yang dapat dilakukan adalah:
•Rehabilitasi gerakan, dengan panduan dokter atau ahli kesehatan, untuk
mempercepat penyembuhan, meningkatkan kekuatan, dan fleksibilitas.
•Terapi elektro.
•Obat pengurang rasa sakit (konsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat
apapun karena beberapa jenis obat dapat memperlambat proses penyembuhan
kerusakan jaringan lunak)
•Pada sprain atau strain Tingkat II, periode imobilisasi anggota tubuh yang terkena
cidera mungkin diperlukan.
Tindakan operasi mungkin diperlukan bagi kasus cidera yang parah dimana
jaringan benar-benar robek. Operasi berguna untuk menyatukan kembali bagian
jaringan. Setelah operasi, kasus cidera Tingkat III memerlukan periode pemulihan
yang signifikan untuk mengembalikan fungsi dan kekuatan anggota tubuh tersebut.
Seperti layaknya cidera apapun, langkah terbaik adalah untuk mengunjungi dokter
untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.
b. Dislokasi
Dislokasi terjadi saat salah satu tulang bergeser dari sendi atau posisi yang
semestinya. Dislokasi dapat terjadi pada sendi manapun, namun yang tersering adalah
sendi bahu, jari, siku, lutut, dan panggul. Sendi yang pernah mengalami dislokasi
memiliki faktor risiko lebih besar untuk mengalami dislokasi berulang.
Dislokasi disebabkan oleh suatu trauma yang tidak seimbang yang terjadi
akibat terbentur, terjatuh, tertabrak, atau bentuk trauma lainnya.
26
Beberapa gejala dislokasi yang dapat dirasakan penderita, antara lain:
1) Kejanggalan bentuk sendi.
2) Pembengkakan, lebam, atau kemerahan pada sendi.
3) Sulit atau tidak dapat menggerakkan sendi.
4) Nyeri saat sendi berusaha digerakkan.
5) Mati rasa atau rasa kesemutan pada daerah sekitar sendi.
Beberapa faktor risiko yang memungkinkan seseorang mengalami dislokasi,
antara lain:
1) Olahraga, seperti basket, sepak bola, senam, atau gulat.
2) Kecelakaan kendaraan bermotor.
3) Keturunan, yang dipengaruhi kondisi ligamen yang lebih lemah sejak lahir.
4) Orang lanjut usia, oleh karena lebih cenderung mudah jatuh.
5) Anak-anak, oleh karena melakukan aktivitas fisik yang tinggi.
Prinsip penanganan yang dilakukan dokter pada kasus dislokasi adalah sebagai
berikut:
1) Reduksi, yaitu suatu tindakan untuk mengembalikan tulang ke posisi semula.
2) Imobilisasi, yaitu suatu tindakan untuk menghambat gerak sendi dengan
menggunakan penyangga sendi, seperti gips, selama beberapa minggu. Tindakan
ini dilakukan setelah tulang dikembalikan ke posisi semula.
3) Operasi, yaitu suatu tindakan yang dilakukan jika tulang tidak dapat dikembalikan
ke posisi semula atau jika terdapat kerusakan pembuluh darah, saraf, atau ligamen
yang berdekatan dengan sendi yang mengalami dislokasi.
4) Rehabilitasi, yaitu suatu program yang dijalani penderita setelah penyangga sendi
dilepas, untuk memulihkan jangkauan gerak dan kekuatan sendinya.
Beberapa langkah penanganan lainnya yang dapat dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan, antara lain:
1) Mengistirahatkan sendi yang mengalami dislokasi, dengan tidak banyak
menggerakkan sendi yang cedera dan menghindari gerakan yang memicu rasa
nyeri.
2) Mengonsumsi obat pereda nyeri, seperti ibuprofen, jika diperlukan untuk
meredakan rasa nyeri yang menimbulkan ketidaknyamanan.
27
3) Mengompres sendi dengan es pada 1-2 hari pertama untuk mengurangi nyeri dan
peradangan, serta mengompres sendi dengan air hangat pada hari-hari selanjutnya
untuk membantu melemaskan otot-otot yang tegang dan nyeri.
4) Melatih sendi yang mengalami dislokasi secara bertahap, dimulai dengan latihan
ringan sesuai anjuran dokter, untuk mencegah kekakuan sendi.
c. Fraktur
28
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008 )
Jenis Fraktur
a) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b) Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c) Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d) Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan
tulang.
e) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
f) Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
g) Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
h) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
i) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulangoleh ligamen atau tendo pada daerah
perlekatannnya.
Etiologi
a) Trauma
b) Gerakan pintir mendadak
c) Kontraksi otot ekstem
d) Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
Manifestasi Klinis
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma,
dan edema
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
29
Komplikasi
a) Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat
dari keadaan normal.
c) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
30
2.8 Dampak Gangguan Muskuloskeletal
Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan yaitu
(Pheasant, 1991):
a. Pada askpek produksi yang berkurangnya output, kerusakan material, prodk yang
akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline atau target produksi,
pelayanan yang tidak memuasakan, dan lain-lain.
b. Biaya yang timbul akibat absensi perkerja yang akan menyebabkan penurunan
keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang menggantikan pekerjaan
yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi.
c. Biasa pergantian pekerjaan (turnover) untuk recruitment dan pelatihan.
d. Biaya asuransi.
e. Biaya lainnya (opportunity cost).
31
2.9 Askep Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian
Pengkajian primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /
atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut
Pengkajian sekunder
Aktivitas/istirahat
kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi
Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
Tachikardi
Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
Cailary refil melambat
Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Kesemutan
Deformitas, krepitasi, pemendekan
kelemahan
Kenyamanan
nyeri tiba-tiba saatcidera
spasme/ kram otot
32
Keamanan
laserasi kulit
perdarahan
perubahan warna
pembengkakan lokal
Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
2) Tinggikan ekstrimutas yang sakit
3) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan
tak sakit
4) Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika
bergerak
5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan
beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan
aktivitas
7) Ubah psisi secara periodik
8) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
33
Kriteria hasil:
1) Klien menyatajkan nyeiberkurang
2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Tekanan darahnormal
4) Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
hiburan
4) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5) Jelaskanprosedu sebelum memulai
6) Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
7) Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan
8) Observasi tanda-tanda vital
9) Kolaborasi : pemberian analgetik
Intervensi:
1) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
2) Monitor suhu tubuh
3) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
4) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
5) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
7) Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8) Kolaborasi emberian antibiotik.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan gangguan
muskuloskeletal (musculoskeletal disorder/MSD) merupakan gangguan pada
otot, tendon, sendi, ruas tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang
dapat terjadi secara tiba-tiba dan akut maupun secara perlahan dan kronis.
Faktor risiko gangguam muskuloskeletal adalah faktor pekerjaan, faktor individu,
faktor lingkungan dan faktor psikosoasial.
Prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau
gejala yaitu 24,7 persen (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal
tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2
persen (Riskesdas, 2013).
Berikut upaya yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.
3. Mencodongkan punggung saat mengangkat beban.
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) dalam Tarwakal , et al (2004), tindakan ergonomik untuk
mencegah adanya sumber penyakit adalah memalui dua cara yaitu Rekayasa Teknik (
desain stasiun dan alat kerja) dan Rekayasa Menejemen ( kriteria dan organisasi kerja).
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada perusahaan atau tempat kerja untuk selalu
menerapkan prinsip ergonomis untuk mencegah gangguan muskuloskeletal.
Kemudian menyarankan dalam melakukan kajian terhadap metode penilaian
gangguan muskuloskeletal harus lebih rinci lagi, agar penanganan yang dilakukan
untuk gangguan muskuloskeletal dapat teratasi dengan baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Rendy Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta
: Nuha Medika
Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Muskuloskeletal).
Ed,1. Cet, 1. Yogyakarta : Deepublish.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara. Edisi IV, Jakarta : PT. Gramedia.
Pustaka Utama.
Suratun. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: EGC.
Susi Hanifah K, 2012. Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Pasien Patah Tulang Berobat
Ke Pengobatan Tradisional Ahli Tulang Di Sumedang. Bandung: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed,2. Jakarta :
Salemba Medika.
36
37
3