Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat, sehingga peralatan sudah menjadi
kebutuhan pokok pada lapangan pekerjaan, artinya peralatan dan teknologi merupakan
salah satu penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk
berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu,akan terjadi dampak negatifnya bila kita kurang
waspada menghadapi bahaya potensial yang mungkin akan timbul (Pusat Kesehatan
Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010).
Hal ini tentunya dapat di cegah dengan adanya antisipasi berbagai risiko, antara lain
kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebkan kecacataan dan kematian.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomi
(Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, 2010).
Sikap kerja merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kenyamanan
kerja. Sikap kerja yang tidak sesuai dapat menyebabkan keluhan fisik seperti rasa nyeri
pada otot dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas.Dimana
keluhan tersebut sering digambarkan sebagai rasa kesemutan, rasa terbakar, mati rasa,
kekakuan, gangguan tidur dan rasa lemah (Humantech, 1995).Gangguan muskuloskeletal
yang muncul dapat merupakan akibat dari pekerjaan yang dilakukan dan dipengaruhi oleh
faktor - faktor resiko yang terbagi dalam empat kelompok yaitu beban, postur, frekuensi
dan durasi pekerjaan (Bridger,2003).
Gangguan muskuloskeletal dapat menimbulkan kerugian bagi pekerja itu sendiri
dan bagi pengusaha. Bila kesehatan pekerja terganggu maka pekerja menjadi tidak
produktif sehingga tidak dapat bekerja dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Bagi perusahaan akan mengalami kerugian dikarenakan hilangnya waktu
kerja dan menurunnya produktifitas serta kualitas dari karyawan, sehingga proses kerja
akan terhambat dan tidak maksimal, selain itu harus mengeluarkan biaya kompensasi
pengobatan dan kerugian lainnya yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan
timbulnya gangguan muskuloskeletal (CTD).

1
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusa masalah yaitu :
1. Apakah pengertian dari gangguan muskuloskeletal ?
2. Apakah faktor penyebab gangguan muskuloskeletal ?
3. Apakah gejala dan keluhan gangguan muskuloskeletal ?
4. Apa sajakah jenis-jenis gangguan muskuloskeletal ?
5. Bagaimana dampak gangguan musculoskeletal?
6. Bagaimana pengukuran Muskuloskeletal Disorder ?
7. Bagaimana upaya pencegahan dan pengendalian gangguan muskuloskeletal ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui definisi gangguan muskuloskeletal
2. Untuk mengetahui faktor penyebab gangguan muskuloskeletal.
3. Untuk memahami gejala dan keluhan gangguan muskuloskeletal.
4. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis gangguan muskuloskeletal.
5. Untuk mengetahui dampak gangguan musculoskeletal.
6. Untuk memahami bagaimana pengukuran Muskuloskeletal Disorder.
7. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengendalian gangguan muskuloskeletal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Review Anatomi Dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal yang akan kita pelajari meliputi; tulang, sendi, dan otot. Beberapa
tulang penting berkaitan dengan proses reproduksi yang harus anda hafal betul adalah; tulang tengkorak
karena berkaitan dengan pemeriksaan fisik kepala bayi baru lahir, tulang belakang, tulang iga dan tulang
dada, tulang gelang panggul, tulang gelang bahu dan tulang anggota gerak.
1. Tulang (osteon)
Struktur tulang terdiri atas dua macam yaitu; tulang padat (compact) biasanya terdapat pada
bagian luar semua tulang dan tulang berongga (spongiosa) biasanya terdapat pada bagian dalam tulang,
kecuali bagian yang digantikan oleh sumsum tulang.
Bila tulang diklasifikasi berdasarkan morfologi (bentuknya), dibagi menjadi lima jenis yaitu ;
tulang panjang/tulang pipa (long bone), tulang pendek (short bone), Tulang tipis/pipih (flat
bone), tulang tidak teratur (irreguler bone) dan tulang sesamoid. Berikut disajikan beberapa contoh
tulang berdasarkan bentuk :

3
Gambar 1.1 Tulang panjang

Gambar 1.2 : tulang pergelangan tangan ( tulang pendek)

Gambar 1.3 : tulang tengkorak ( tulang pipih)

4
Gambar 1.4 : tulang vertebrata (tulang tidak teratur )

No Jenis Tulang Rangka Jumlah


1 Tulang tengkorak 6 buah
2 Tulang wajah 14 buah
3 Tulang telinga dalam 6 buah
4 Tulang lidah 1 buah
5 Tulang belakang (ruas tulang belakang) 26 buah
6 Tulang iga 24 buah
7 Tulang dada 1 buah
8 Tulang gelang bahu 4 buah
9 Tulang anggota gerak/badan atas 60 buah
10 Tulang gelang panggul 2 buah
11 Tulang anggota gerak/badan bawah 60 buah

1. Sendi (Artikulasio)
Saudara sekalian, belajar kita tentang tulang sudah selesai, diharapkan anda mampu memahami
sekaligus hafal betul apa yang sudah anda pelajari. Selanjutnya kita beralih belajar tentang sendi
(artikulasio).
Tentunya anda sudah sering mendengar dan pernah belajar waktu di SMA dulu apa fungsi dari
sendi dan macam-macam sendi. Klasifikasi sendi secara fungsional ada tiga yaitu sendi yang tidak dapat
bergerak (sinartrosis), sendi yang gerakannya minimal (amfiartrosis) dan sendi yang bergerak bebas
(diartrosis). Klasifikasi sendi secara struktural ada dua yaitu; sendi fibrosa (dihubungankan dengan jaringan
fibrosa) seperti sutura, sindesmosis, gomfosis, sendi kartilago (sendi yang dihubungkan dengan jaringan
kartilago) seperti sinkondrosis, simfisis, dan 3) sendi sinovial.
Sedangkan berdasarkan tipe gerakkan yang ditimbulkan, sendi sinovial dapat digolongkan
menjadi; sendi datar, sendi engsel, sendi poros, sendi elipsoid, sendi pelanan, dan sendi peluru.
5
2. Ligamen, Otot, Fasia dan Tendon
Setelah anda belajar sendi, berikut ini anda juga harus memehami anatomi otot dan fungsi otot.
Anda tentu tidak asing lagi dengan istilah ligamen, otot, tendon dan fascia karena sewaktu pelajaran
Biologi di SMA mugkin sudah diterangkan.
Otot dapat dibedakan berdasarkan lokasi, struktur mikroskopis dan kontrol
persyarafannya. Terdapat tiga jenis otot yaitu : otot skelet, otot jantung dan otot polos. Perbedaan
ketiga otot tersebut sebagaimana keterangan berikut ;

a. Otot skelet/otot rangka/otot lurik/otot bergaris/otot seran lintang, dengan karakter:


1) Terdapat pada rangka dan dinamai sesuai dengan tulang yang berhubungan
2) Bergaris
3) Volunter (bekerja dengan pengendalian secara sadar)
b. Otot jantung
1) Membentuk dinding jantung
2) Bergaris
c. Involunter (bekerja di luar kesadaran)Otot polos
1) Terdapat pada dinding struktur interna (visera) antara lain: lambung, kandung kemih,
pembuluh darah dll.Tidak bergaris
2) Involunter (bekerja di luar kesadaran)
Secara makroskopis, otot memiliki bagian-bagian antara lain: 1) Origo, yaitu tempat
perlekatan ujung proksimal pada otot rangka, 2) Venter (badan otot), yaitu bagian tengah dari
otot (di antara ujung proksimal dan distal), dan 3) Insersio, yaitu tempat perlekatan ujung
distal otot pada rangka.

6
Otot memiliki fungsi pokok antara lain :
A. Motion
Yaitu menghasilkan gerakan, baik gerakan seluruh tubuh (berjalan, lari dll.), maupun
gerakan lokal (memegang, mengangguk dll.)
B. Mempertahankan postur
Yaitu fungsi otot rangka dalam berkontraksi untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi tetap, misalnya duduk tegak, berdiri dll.
C. Menghasilkan kalor
Saat berkontraksi otot rangka menghasilkan panas yang sangat penting untuk
mempertahankan suhu tubuh yang normal.
Agar otot dapat berkontraksi, maka diperlukan suatu stimulus. Adapun
urutan prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Stimulus datang dan diterima oleh sel saraf (neuron sensorik) yang selanjutnya diubah
menjadi impuls saraf.
2. Impuls dilanjutkan oleh neuron motorik menuju otot, melalui myoneural
junction (motor end plate) yaitu pertemuan antara neuron motorik dan otot. Pada
tempat ini terdapat sinapsis, tempat penyaluran neurotramsmitter (misalnya
asetilkolin) dari neuron ke otot.
3. Di sinapsis, neurotransmitter meneruskan impuls ke sarkolemma dan akhirnya
kontraksi dimulai.
3. Fungsi Tendon
Tendon adalah setabut kolagen yang melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang
dihasilkan oleh otot yang berkontraksi ke tulang dan dengan demikian menggerakkan tulang.
Sedangkan fungsi ligamen adalah membatasi pergerakan sendi, karena ligamen adalah taut fibrosa
yang kuat antar tulang, biasanya terletak di sendi.
4. Fungsi Tulang
Tulang matur terdiri dari 30% materi organik dan 70% deposit garam. Materi organik terdiri dari
90% serabut kolagen dan 10% proteoglikan. Deposit garam terpenting adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium,kalium bikarbonat,dan ion magnesium.
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan
penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan
oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan stres tulang ( keberadaan osteoblas).
Aktivitas osteoblas ditentukan oleh diet, stimulasi hormonal, dan olahraga. Vitamin D mampu

7
menstimulasi kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas, dan secara tidak langsung
dengan menstimulasi absorpsi kalsium di usus. Peningkatan absorpsi kalsium meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang, dengan demikian peranan vitamin D sangat penting.
Tulangmemilikifungsisebagaiberikut:
1) Kerangka penunjang badan (penopang badan)
3) Pengungkit untuk otot (tempat otot bertumpu)
4) Pelindung alat tubuhtertentu
5) Sebagai tempat pembuatan sel-sel darah (sistem hemopoiesis)
6) Sebagai gudang penyimpanan Calsium dan Phosphor

2.2 Definisi Gangguan Muskuloskeletal


MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis dimana dapat mempengaruhi
fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup sistem saraf,
tendon, otot dan struktur penunjang .bagian tubuh yang menjadi fokus pada penelitian ini
adalah punggung dan bahu.
Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dan
WHO MSDs merupakan gangguan yang disebabkan ketika seseorang melakukan
aktivitas kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan sehingga mempengaruhi adanya
fungsi normal jaringan halus pada sistem Muskuloskeletal yang mencakup saraf, tendon,
otot. MSDs umumnya terjadi tidak secara langsung melainkan penumpukan-penumpukan
cidera benturan kecil dan besar yang terakumulasi secara terus menerus dalam waktu
yang cukup lama.Yang diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga
menimbulkan cidera dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota tubuh.
Musculoskeletal disorders merupakan suatu istilah yang memperlihatkan bahwa adanya
gangguan pada sistem musculoskeletal.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan gangguan muskuloskeletal
(musculoskeletal disorder/MSD) merupakan gangguan pada otot, tendon, sendi, ruas
tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang dapat terjadi secara tiba-tiba
dan akut maupun secara perlahan dan kronis.
Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO)
tahun 2007, Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot,
dan saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman

8
pada otot. Keluhan musculoskeletal dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan
ringan dan postur kerja yang memuaskan.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis.
Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi.
Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau
terpelintir (Merulalia, 2010).
Musculoskeletal disorder adalah gangguan pada bagian otot skeletal yang
disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon (Rizka, 2012).
Berdasarkan pada definisi yang telah diungkapkan dari beberapa sumber,
dapat disimpulkan bahwa musculoskeletal disorders (MSDs) adalah serangkaian
gangguan yang dirasakan pada bagian otot, tendon, saraf, persendian yang
menimbulkan rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat dari aktifitas yang berulang-
ulang (repetitive) dalam jangka waktu yang lama.

MSDs terjadi dengan dua cara:


1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh frekuensi atau periode
waktu yang lama dari usaha otot, dihubungkan dengan pengulangan atau usaha yang
terus menerus dari bagian tubuh yang sama meliputi posisi tubuh yang statis;
2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/berat atau
pergerakan yang tak terduga.

2.2 Epidemiologi Gangguan Muskuloskeletal


World Health Organization (WHO) tahun 2004 memperkirakan prevalensi
keluhan muskuloskeletal pada perawat hampir mencapai 60% dari semua penyakit akibat
kerja pada perawat (Lorusso, 2007).
Menurut data yang diperoleh dari American Nurses Association (ANA) hampir
40% perawat di Amerika Serikat mengalami keluhan muskuloskeletal. Dari data tersebut
12% mengundurkan diri sebagai perawat dan 20% pindah ke unit kesehatan lain.
Beberapa diantaranya mengeluh mengalami penurunan kualitas kerja sebagai perawat
akibat keluhan muskuloskeletal (Castro, 2008).

9
Menurut data Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja Amerika (2001), pada
periode tahun 1996 – 1998 terdapat 4.390.000 kasus penyakit akibat kerja yang
dilaporkan, 64 % diantaranya adalah gangguan yang berhubungan dengan faktor resiko
ergonomi. OSHA (2000) menyatakan sekitar 34 % dari total hari kerja yang hilang karena
cedera dan sakit yang diakibatkan oleh Musculoskeletal Disorders (MSDs) sehingga
memerlukan biaya kompensasi sebesar 15 sampai 20 miliar dolar US.
National Academy of Science (1999) melaporkan lebih 1 juta pekerja kehilangan
jam kerjanya setiap tahun karena MSDs pada punggung dan tangan dan menghabiskan
$15 M per tahun, sedangkan jika dihitung dari biaya tidak langsung seperti berkurangnya
produktivitas, kehilangan pelanggan dan pergantian karyawan, maka total biaya yang
dikeluarkan per tahunnya mencapai $1 triliun atau sekitar 10% dari Gross Domestic
Product Amerika (dalam Melhorn & Wilkinson, 2008).
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008. Laporan lainnya yakni
di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan
pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah NPB,
prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun.
Penelitan Bridger, mengutip data dari NIOSH menyebutkan bahwa sekitar
500.000 pekerja menderita cidera akibat penggunaan tenaga yang berlebih, 20% karena
mendorong dan menarik, 60% disebabkan karena aktivitas mengangkat. Aktivitas manual
handling yang paling sering menyebabkan cidera adalah mengangkat (lifting) dan
membawa (carrying) objek yaitu sebesar 61,3%, dan 60% dari jumlah tersebut menderita
nyeri punggung.
Riset yang dilakukan badan dunia ILO tentang kecelakaan kerja menunjukkan
setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal berkaitan dengan pekerjaan mereka. Angka ini
berarti setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang meninggal per tahun
akibat sakit atau kecelakan kerja. Sementara itu anggaran untuk kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang terbanyak yaitu penyakit muskuloskeletal sebanyak 40%, penyakit
jantung 16%, kecelakaan 16%, dan 19% penyakit saluran pernafasan (ILO, 2003).
Diperkirakan setidaknya 70% manusia menderita sakit punggung, baik kronis
maupun sporadis. Di Negara Inggris dan melaporkan 17,3 juta orang Inggris pernah
mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1 juta mengalami
kelumpuhan akibat nyeri punggung. Di Indonesia diperkirakan angka prevalensi 7,6%
sampai 37%. Masalah nyeri punggung pada pekerja pada umumnya

10
dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 25-60
(Steven, 2005).
Hasil Studi Departemen Kesehatan dalam profil masalah kesehatan di Indonesia
tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40.5% penyakit yang diderita pekerja
berhubungan dengan pekerjaannya. Gangguan kesehatan tersebut dijelaskan dalam
penelitian oleh Sumiati (2007) terhadap 9482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia
ditemukan yang paling banyak adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (16%),
selanjutnya penyakit kardiovaskuler (8%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan
THT (1.5%).
Prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis
oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7
persen (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan
pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen (Riskesdas, 2013).

2.3 Faktor Penyebab Gangguan Muskuloskeletal


Menurut Peter Vi (2004), faktor penyebab keluhan muskuloskeletal antara lain:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion)
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh pekerja
dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti aktivitas
mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban yang berat. Perawat melakukan
aktivitas yang dikategorikan membutuhkan tenaga yang besar, seperti
mengangkat dan memindahkan pasien serta merapikan tempat tidur (bed
making).Mengangkat dan memindahkan pasien dilakukan 5-20 pasien untuk
setiap tugas bergilir yang khusus. Saat bed making membungkuk dan
mengharuskan untuk melakukan peregangan saat memasang sprai ke tempat tidur
(Sardewi, 2006).
2. Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus.
Seperti mencangkul, membelah kayu, angkat-angkat dan sebagainya. Perawat
memiliki aktivitas yang dilakukan berulang-ulangs seperti mengangkat dan
memindahkan pasien, melakukan bed making dan aktivitas kerja lainnya yang
dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relative lama.
3. Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan

11
terangkat, punggung terlalu membungkuk dan sebagainya. Perawat adalah
tenaga medis yang 24 jam berada di dekat pasien, kebutuhan dasar pasien harus
diperhatikan oleh seorang perawat. Tingginya aktivitas yang dilakukan perawat,
sehingga perawat tidak memperhatikan posisi tubuh yang baik saat melakukan
tindakan.
Selain itu terdapat factor penyebab sekunder dari keluhan muskuloskeletal yaitu:
a) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak secara berulang-ulang
dapat menyebabkan nyeri yang menetap.
b) Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c) Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan
kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak
disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Perbedaan besar suhu yang besar antara
lingkungan dan suhu tubuh akan mengakibatkan sebagian energi yang ada di
dalam tubuh akan diigunakan untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan. Apabila
hal ini tidak diimbangi dengan asupan energi yang cukup, suplai energi di otot akan
menurun, terhambati proses metabolisme karbohidrat dan terjadinya
penimbunan asan laktat yang dapat menyebabkan nyeri otot.

Penyebab lain yang berperan dalam terjadinya keluhan muskuloskeletal apabila


dalam melakukan tugas perawat di hadapkan pada beberapa factor risiko dalam
waktu yang bersamaan, yaitu:
a) Umur
Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu pada usia 25-65
tahun. Keluhan biasanya akan mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan akan semakin
meningkat semakin bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah
baya, kekuatan dan ketahanan otot akan meningkat (dryastiti, 2013).

12
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi ingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi
karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan lebih menonjol pada
wanita dibandingkan pria (3:1) sehingga daya tahan otot wanita untuk bekerja
lebih rendah dibandingkan pria.
c) Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi pula
keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas
paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi oksigen menurun. Apabila
perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas kerja dengan beban kerja
yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami kelelahan otot.
d) Kesegaran jasmani
Keluahan otot jarang terjadi pada perawat yang memiliki waktu istirahat yang
cukup, tetapi perawat memiliki system kerja shift malam yang memungkinkan
tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Tingkat kesegaran tubuh yang
rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
e) Kekuatan fisik
Secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang mempunyai
kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Apabila dengan
kekuatan otot yang sama, perawat diberikan beban kerja yang tinggi, maka
cenderung perawat yang memiliki kekuatan yang lebih rendah akan mengalami
cidera otot.
f) Ukuran tubuh (antrometri) : Keluhan muskuloskeletal yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di
dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan.

2.4 Faktor risiko Gangguan Muskuloskeletal


MSDs dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
kejadian cedera yang terdiri dari:
a) Faktor Pekerjaan
Salah satu faktor yang datang dari luar adalah kondisi lingkungan kerja di sekitar
tempat kerja seperti : temparatur, sirkulasi udara, cahaya, kebisingan dan kelembaban

13
yang kesemuanya berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia dan
kondisi pekerjaan agar senantiasa memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja (ILO. 1998).
1. Peregangan Otot
Peregangan otot yang berlebihan Gangguan Muskuloskeletal merupakan
gangguan yang terjadi pada tubuh manusia akibat dari kegiatan tubuh dilakukan
selama bergerak terlalu menerima beban berat yang dapat menyebabkan kelelahan
otot.Proses kerja secara manual lebih memerlukan penggunaan tenaga otot dan
kekuatan otot ditentukan oleh sifat dari sel otot itu sendiri. Kontraksi otot memerlukan
energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Cummings. 2003).
2. Gerakan berulang
Tingkat keparahan risiko tergantung pada frekuensi pengulangan, kecepatan
gerakan atau tindakan, jumlah otot yang terlibat dalam kerja, dan gaya yang
dibutuhkan. Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan
dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka
dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat
dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas
sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Bridger (1995) menyatakan bahwa aktivitas berulang, pergerakan yang cepat
dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor mengalami
sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan beberapa kali
terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi
karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa memperolah
kesempatan untuk relaksasi.
Dalam Humantech (1995), posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko
apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalm semenit dan
sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan
kaki. Gerakan lengan dan tangan yang dilakukan secara berulang-ulang terutama pada
saat bekerja mempunyai risiko bahaya yang tinggi terhadap timbulnya CTDs.
3. Postur kerja
Penyimpangan dari postur kerja yang ideal dari lengan pada sisi siku batang
tubuh, lengan, dengan pergelangan tangan lurus.Postur janggal biasanya termasuk
meraih ke belakang, memutar, dan jongkok.Jika postur yang canggung selama

14
bekerja, ada peningkatan risiko cidera.Semakin sendi bergerak jauh dari posis netral,
kemungkinan cedera semakin besar.
Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu. Bridger (1995)
menyatakan bahwa postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh
dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan
pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang
menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat
menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini
mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan
lain-lain. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat
berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama. Pekerjaan yang
dikerjakan dengan duduk dan berdiri, seperti pada pekerja kantoran dapat
mengakibatkan masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan
darah di kaki jika kehilangan kontrol yang tepat.
4. Beban angkut
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat
beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen
Kesehatan (2009) mengangkat beban sebainya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-
laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18) sebesar 12-15 kg. Beban angkut
adalah ektifitas pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja meliputi beban fisik
maupun beban mental. Akibat beban angkut yang terlalu berat atau kemampuan fisik
yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau
penyakit akibat kerja.
Beban angkut fisiologis dapat didekati dari banyaknya O2 yang digunakan
tubuh, jumlah kalori yang dibutuhkan, nadi kerja/menit, kecepatan penguapan
berkeringat. mengangkat suatu beban yang terlalu berat dapat mengakibatkan Diskus
pada tulang belakang serta dapat menyebabkan kelelahan karena adanya peningkatan
yang disebabkan oleh tekanan pada diskus intervertebralis. Beban dapat diartikan
sebagai muatan (berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan
dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari kapasitas
kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat
barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back
pain dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa

15
hernia diskus lebih sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan
postur membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000).
Dalam berbagai penelitian dibuktikan cedera berhubungan dengan tekanan
pada tulang akibat membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa semakin besar
tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan menghasilkan
tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang. Pembebanan fisik yang
dibenarkan adalah pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja
maksimum tenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam
kerja yang berlaku.semakin berat beban maka semakin singkat pekerjaan.(Suma’mur,
1989).
5. Posisi kerja
Posisi alamiah sehingga tidak menimbulkan sikap paksa yang melampaui
kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean &Kroemer, 2000).Sikap tidak alamiah ini
terjadi karena interaksi antara pekerja dan alat kerja yang kurang berimbang atau alat
kerja yang digunakan kurang sesuai dengan antropometri pekerja.Sikap kerja tidak
alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiahnya.Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula
terjadi keluhan otot skeleta. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena
ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen. 1993)
6. Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja,
kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi
manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan
melebihi kapasitas fisik pekerja.Selain itu, ada pula yang menyebut durasi manual
handling yang berisiko adalah > 10 detik (Humantech. 1995).Sedangkan dalam
REBA, aktivitas yang berisiko adalah 1 menit jika ada satu atau lebih bagian tubuh
yang statis.
7. Genggaman
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh,
pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan
menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi,
dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut

16
Suma’mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang
dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari
tersebut harus dihindarkan.

2.5 Gejala Gangguan Muskuloskeletal


MSDs ditandai dengan adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri, bengkak,
kemerah-merahan, panas, mati rasa retak atau patah pada tulang dan sendi dan
kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan, susah untuk
digerakkan. MSDs diatas dapat menurunkan produktivitas kerja, kehilangan waktu
kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap.Untuk
memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa menggunakan Nordic Body Map
(NBM) dengan cara melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit. Dengan melihat dan
menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan
otot skeletal yang dirasakan oleh para pekerja.
Gejala keluhan muskuloskeletal dapat menyerang secara cepat maupun lambat
(berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada tiga tahap terjadinya MSDs yang
dapat diidentifikasi yaitu:
Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
inibiasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada kinerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performa kerja;
Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika
bergerak secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan
pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.

Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai dengan


keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan
penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak
nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa
panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak,
panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga ditengah malam dan rasa untuk memijit

17
tangan, pergelangan dan lengan.
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku
2. Bahu tersa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak.
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7. Jari menjadi kehilangan mobitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta
kehilangan kepekaan.
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas.

2.6 Keluhan Gangguan Muskuloskeletal


Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan MSDs
atau cedera pada system musculoskeletal (Grandjean, 1993). Secara garis besar
keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan oto yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus
berlanjut.

Selain itu, menurut Humantech (1995), keluhan yang menggambarkan


keparahan penyakit MSDs terbagi menjadi:
a. Tahap 1
Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja tetapi setelah beristirahat yang cukup tubuh
akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.

18
b. Tahap 2
Keluhan rasa nyeri tetap ada setelah waktu semalam, istirahat, timbul gangguan
tidur, dan sedikit mengurangi performa kerja.
c. Tahap 3
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat, nyeri dirasakan saat bekerja, saat
melakukan gerakan yang repetitive, tidur terganggu, dan kesulitan dalam
menjalankan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
inkapasitas.

2.7 Jenis-jenis Gangguan Muskuloskeletal


Adanya gangguan muskuloskeletal yang diakibatkan oleh cidera pada saat bekerja
yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara bekerja. Sehingga menyebabkan
kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian.Sedangkan arti gangguan
musculoskeletal sendiri adalah penyakit yang menimbulkan rasa nyeri
berkepanjangan. Gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan
dapat terjadi bilamana ada ketidak cocokan antara kebutuhan fisik kerja dan
kemampuan fisik tubuh manusia.
Jenis-jenis keluhan Keluhan muskuloskeletal antara lain:
a. Sakit Leher : Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang
mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau
kaku leher.
b. Nyeri Punggung : Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk
gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis,
ataupun spasme otot.
c. Carpal Tunnel Syndrome : Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan
dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus.
Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan
penekanan pada nervus medianus.
d. Thoracic Outlet Syndrome : Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu,
lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa
pada daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang
meninggalkan leher tertekan.

19
Thoracic outlet syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan
diatas atau maju kedepan.
e. Tennis Elbow : Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon
ekstensor, tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar
ke pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan
tekanan pada tendon ekstensor.
f. Low Back Pain : Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah
lumbal yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh
membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini
berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis,
dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.

Gangguan Kesehatan Pada Muculoskeletal Tiap Bagian Tubuh


1) Cidera Pada Tangan
Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari
pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada
tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari
peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitive
berpengaruh pada cidera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et
al, 1997). Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa
prevalensi CTS ditemukan sebbesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitive
yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997).
a. Tendinitis
Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat
pada masing-masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin
berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang
tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan
tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika
ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala
yang dirasakan antara lain Pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak
aktif seperti pada siku dan lutut yang disertai dengan pembengkakan. Kemerah-
merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut

20
beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antatra lain adalah Industri perakitan
automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur.
b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya.
CTS merupakan Gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi
syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang
terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya
antara lain Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti
terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat,
melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. Faktor
risiko yang dapat menyebabkan CTS Manual handling, postur, getaran, repetisi,
force/ gaya yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, suhu. Pekerjaaan yang
berpotensi adalah pekerjaan Mengetik dan proses pemasukan data, kegiatan
manufaktur, perakitan, penjahit dan pengepakan/ pembungkusan.
c. Trigger finger
Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat menggunakan alat kerja yang
memiliki pelatuk) dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari
dan mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.
d. Epicondylitis
Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan
dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan
tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbbow.
e. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS).
Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh
getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke
tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic
vasospastic diseases atau fenomena Raynaud’s kedua. Gejala dari HAVS adalah Mati
rasa, gatal-gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan
berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam
keadaan dingin. Faktor yang berisiko menyebabkan HAVS diantaranya adalah
Getaran, durasi, frekuensi, intensitas getaran, suhu dingin. Pekerjaan yang birisiko
adalah Pekerjaan konstruksi, petani atau pekerja lapangang, perusahaan automobil

21
dan supir truk, penjahit, pengebor, pekerjaan memalu, gerinda, penyangga, atau
penggosok lantai.
2) Cidera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam
penyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti merentang
lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama
dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan
yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya
menyatakan bahwa kejadian cidera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur
janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
a. Bursitis.
Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada
pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti
mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang
lama.
b. Tension Neck Syndrome.
Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot-ototnya
disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini
mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar
ke bagian leher.
3) Cidera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban
yang menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau
jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika
dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada
otot dan sendi (NIOSH, 2007). Menurut Ablett (2001) dalam Santoso (2004), terdapat
80% orang dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena
berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.
a. Low Back Pain.
Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, intervertebral
disc dari lumbar spine (tulang belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot
tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus
(discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang

22
termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka
diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture)
atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah Sakit di bagian tertentu yang
dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot.
Sakit daritingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit
berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika
mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi.
Faktor risiko yang dapat menimbulkan LBP adalah Pekerjaan manual yang berat, postur
janggal, force/ gaya,beban objek,getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
Pekerjaan yang berisiko antara lain Pekerja lapangan atau bukan lapangan, pelayan,
operator,tekhnisian dan manajernya, profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan
dengan tulis-menulis dan pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling, penjahit dan
perawat.
b. Penyakit musculoskeletal
Yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan
tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut
(bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan
dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan
sakit (tendinitis).
Cedera yang biasa timbul pada Sistem Muskuloskeletal :
a. Sprain dan Strain

Sprain dan Strain adalah 2 tipe kerusakan atau cidera jaringan lunak. Dalam
Bahasa Indonesia kedua istilah ini sering diterjemahkan sebagai satu kata yang sama,
yaitu ‘keseleo’ dan/atau ‘terkilir’ namun sebenarnya ada perbedaan arti. Sprain adalah
cidera pada sendi yang melibatkan robeknya ligamen dan kapsul sendi.

23
Sementara strain adalah cidera otot atau tendon (urat). Untuk keduanya
tindakan pertama adalah RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) atau Istirahat, Es
Kompresi, Elevasi).
Cidera jaringan lunak dapat terjadi mendadak (akut) atau memburuk perlahan-
lahan (kronis). Proses penyembuhan membutuhkan 2 sampai 12 minggu, tergantung
dari tingkat kerusakan jaringan, tindakan awal dan perawatan yang sedang dilakukan,
usia serta kesehatan pasien secara umum.
Sprain, Sendi disambung menjadi satu dan dikuatkan oleh jaringan ikat yang
disebut ligamen. Seluruh sendi diselimuti oleh selaput berisi cairan lubrikasi yang
merawat sendi serta memberikan bantalan ekstra terhadap goncangan. Sprain adalah
cidera sendi yang biasanya melibatkan robek ringan (trauma mikro) pada ligamen dan
kapsul sendi. Bagian tubuh yang biasanya mengalami sprain adalah jempol,
pergelangan kaki, dan pergelangan tangan.
Strain, Otot menempel pada sendi dengan bantuan jaringan ikat yang disebut
tendon. Strain adalan cidera pada tendon atau pada otot itu sendiri. Betis,
selangkangan, dan hamstring (otot paha belakang) adalah area yang biasa mengalami
strain.
Jaringan lunak terbuat dari kumpulan serat. Otot dan tendon mengandung sel-
sel yang memonitor tingkat kontraksi dan peregangan. Dengan aktifitas sehari-hari,
otot dan tendon menggunakan kontraksi ringan untuk melawan peregangan yang
berlebihan. Namun gerakan mendadak dengan intensitas kuat dapat memberikan
tekanan terlalu intens pada jaringan. Serat lalu meregang melebihi kapasitasnya dan
robek. Pendarahan dari pembuluh darak akibat perobekan inilah yang menyebabkan
ada bengkak.

Gejala
Mereka yang terkena sprain atau strain akan mengalami:
•Rasa sakit
•Bengkak
•Rasa kaku
•Pengurangan kemampuan atau fungsi bagian tubuh yang cidera

24
Tingkat Cidera

•Tingkat I – sejumlah serat robek dan anggota tubuh yang terkena cidera terasa sedikit
sakit dan bengkak, tapi fungsi dan kekuatan dari anggota tubuh tersebut tidak
berkurang.
•Tingkat II – serat yang robek lebih banyak dan area cidera terasa lebih sakit dan
bengkak, dengan pengurangan fungsi dan kekuatan.
•Tingkat III – jaringan lunak robek seluruhnya, dengan pengurangan fungsi dan
kekuatan secara signifikan. Tingkat III seringkali membutuhkan tindakan operasi.
Beberapa langkah sebagai tindakan pertolongan pertama bila mengalami
sprain atau strain adalah:
•Hentikan aktifitas
•Istirahatkan anggota tubuh yang cidera
•Letakan es pada area yang cidera selama 15 menit setiap dua jam. Gunakan handuk
diantara kulit dengan es.
•Kompresi atau perban secara ketat area cidera, mengarah dari bawah keatas.
•Elevasi (angkat) anggota tubuh yang cidera agar lebih tinggi dari posisi jantung.
•Hindari aktifitas olahraga, konsumsi alcohol dan pijat atau urut area cidera karena
dapat memperburuk pembengkakan.
Jika gejala memburuk dalam 24 jam, kunjungi dokter. Cidera Akibat Aktifitas
Berlebih Beberapa orang, seperti atlit atau mereka yang berolahraga secara rutin,
cenderung mengalami sprain dan strain kronis, atau cidera overuse (aktifitas berlebih).
Cidera overuse akan makin parah seiring berjalannya waktu, menimbulkan rasa sakit
dalam beraktifitas dan jika dihiraukan akan tetap terasa sakit bahan ketika istirahat.
Faktor penyebab cidera overuse adalah teknik olahraga yang salah, struktur tubuh
yang tidak ideal, atau melakukan aktifitas olahraga terlalu sering tanpa jeda istirahat
yang cukup.
Perawatan, Kerusakan jaringan lunak membutuhkan beberapa minggu untuk
sembuh, tergantung dari tingkat keparahan dan kesehatan tiap individu. Diperlukan
tindakan yang tepat segera setelah cidera terjadi untuk memastikan proses
penyembuhan berjalan secara cepat. Kunjungi dokter bila anggota tubuh yang cidera
tidak dapat berfungsi atau jika rasa sakit dan bengkak tidak berkurang setelah
beberapa hari.

25
Tindakan perawatan yang dapat dilakukan adalah:
•Rehabilitasi gerakan, dengan panduan dokter atau ahli kesehatan, untuk
mempercepat penyembuhan, meningkatkan kekuatan, dan fleksibilitas.
•Terapi elektro.
•Obat pengurang rasa sakit (konsultasi dengan dokter sebelum mengkonsumsi obat
apapun karena beberapa jenis obat dapat memperlambat proses penyembuhan
kerusakan jaringan lunak)
•Pada sprain atau strain Tingkat II, periode imobilisasi anggota tubuh yang terkena
cidera mungkin diperlukan.
Tindakan operasi mungkin diperlukan bagi kasus cidera yang parah dimana
jaringan benar-benar robek. Operasi berguna untuk menyatukan kembali bagian
jaringan. Setelah operasi, kasus cidera Tingkat III memerlukan periode pemulihan
yang signifikan untuk mengembalikan fungsi dan kekuatan anggota tubuh tersebut.
Seperti layaknya cidera apapun, langkah terbaik adalah untuk mengunjungi dokter
untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.

b. Dislokasi

Dislokasi terjadi saat salah satu tulang bergeser dari sendi atau posisi yang
semestinya. Dislokasi dapat terjadi pada sendi manapun, namun yang tersering adalah
sendi bahu, jari, siku, lutut, dan panggul. Sendi yang pernah mengalami dislokasi
memiliki faktor risiko lebih besar untuk mengalami dislokasi berulang.
Dislokasi disebabkan oleh suatu trauma yang tidak seimbang yang terjadi
akibat terbentur, terjatuh, tertabrak, atau bentuk trauma lainnya.

26
Beberapa gejala dislokasi yang dapat dirasakan penderita, antara lain:
1) Kejanggalan bentuk sendi.
2) Pembengkakan, lebam, atau kemerahan pada sendi.
3) Sulit atau tidak dapat menggerakkan sendi.
4) Nyeri saat sendi berusaha digerakkan.
5) Mati rasa atau rasa kesemutan pada daerah sekitar sendi.
Beberapa faktor risiko yang memungkinkan seseorang mengalami dislokasi,
antara lain:
1) Olahraga, seperti basket, sepak bola, senam, atau gulat.
2) Kecelakaan kendaraan bermotor.
3) Keturunan, yang dipengaruhi kondisi ligamen yang lebih lemah sejak lahir.
4) Orang lanjut usia, oleh karena lebih cenderung mudah jatuh.
5) Anak-anak, oleh karena melakukan aktivitas fisik yang tinggi.
Prinsip penanganan yang dilakukan dokter pada kasus dislokasi adalah sebagai
berikut:
1) Reduksi, yaitu suatu tindakan untuk mengembalikan tulang ke posisi semula.
2) Imobilisasi, yaitu suatu tindakan untuk menghambat gerak sendi dengan
menggunakan penyangga sendi, seperti gips, selama beberapa minggu. Tindakan
ini dilakukan setelah tulang dikembalikan ke posisi semula.
3) Operasi, yaitu suatu tindakan yang dilakukan jika tulang tidak dapat dikembalikan
ke posisi semula atau jika terdapat kerusakan pembuluh darah, saraf, atau ligamen
yang berdekatan dengan sendi yang mengalami dislokasi.
4) Rehabilitasi, yaitu suatu program yang dijalani penderita setelah penyangga sendi
dilepas, untuk memulihkan jangkauan gerak dan kekuatan sendinya.
Beberapa langkah penanganan lainnya yang dapat dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan, antara lain:
1) Mengistirahatkan sendi yang mengalami dislokasi, dengan tidak banyak
menggerakkan sendi yang cedera dan menghindari gerakan yang memicu rasa
nyeri.
2) Mengonsumsi obat pereda nyeri, seperti ibuprofen, jika diperlukan untuk
meredakan rasa nyeri yang menimbulkan ketidaknyamanan.

27
3) Mengompres sendi dengan es pada 1-2 hari pertama untuk mengurangi nyeri dan
peradangan, serta mengompres sendi dengan air hangat pada hari-hari selanjutnya
untuk membantu melemaskan otot-otot yang tegang dan nyeri.
4) Melatih sendi yang mengalami dislokasi secara bertahap, dimulai dengan latihan
ringan sesuai anjuran dokter, untuk mencegah kekakuan sendi.

Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dislokasi, antara lain:


1) Kerusakan saraf dan pembuluh darah di daerah sekitar sendi.
2) Robeknya otot, ligamen, dan jaringan lunak yang menghubungkan otot dengan
tulang pada sendi yang dislokasi.
3) Peradangan pada sendi yang mengalami dislokasi.
4) Meningkatnya risiko cedera kembali pada sendi yang mengalami dislokasi.
Pencegahan dislokasi terutama dengan menghindari trauma pada sendi. Oleh
karena itu, lakukan pergerakan dengan hati-hati dan aman. Sendi yang pernah
mengalami dislokasi dapat mengalami dislokasi kembali di kemudian hari, sehingga
harus lebih waspada dalam melakukan pergerakan.

c. Fraktur

28
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008 )
Jenis Fraktur
a) Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b) Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c) Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d) Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan
tulang.
e) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
f) Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
g) Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
h) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
i) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulangoleh ligamen atau tendo pada daerah
perlekatannnya.
Etiologi
a) Trauma
b) Gerakan pintir mendadak
c) Kontraksi otot ekstem
d) Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
Manifestasi Klinis
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma,
dan edema
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

29
Komplikasi
a) Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b) Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat
dari keadaan normal.
c) Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

30
2.8 Dampak Gangguan Muskuloskeletal
Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan yaitu
(Pheasant, 1991):
a. Pada askpek produksi yang berkurangnya output, kerusakan material, prodk yang
akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline atau target produksi,
pelayanan yang tidak memuasakan, dan lain-lain.
b. Biaya yang timbul akibat absensi perkerja yang akan menyebabkan penurunan
keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang menggantikan pekerjaan
yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi.
c. Biasa pergantian pekerjaan (turnover) untuk recruitment dan pelatihan.
d. Biaya asuransi.
e. Biaya lainnya (opportunity cost).

Sementara itu, menurut Bird (2005), MSDs dapat menjadi suatu


permasalahan penting karena dapat :
a. Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot rangka.
b. Menurunkan produktivitas kerja.
c. MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah penyakit
akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi.
d. Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan proporsi
yang semata-mata akibat hubungan kerja.
e. Penurunan kewaspadaan.
f. Meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan.
Diperlukan suatu upaya pencegahan untuk meminimalisasi timbulnya MSDs
pada lingkungan kerja.upaya pencegahan tersebut dapat mempunyai manfaat berupa
penghematan biaya, meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja dan
meningkatkan kesehatan para karyawan.
Berikut upaya yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.

31
2.9 Askep Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian
Pengkajian primer
 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk
 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /
atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut

Pengkajian sekunder
 Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas
 Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
 Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
 Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saatcidera
 spasme/ kram otot

32
 Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal

Diagnosis keperawatan dan Intervensi


a) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitasr fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan: kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperaawatan
Kriteria hasil:
1) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2) Mempertahankan posisi fungsinal
3) Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
4) Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
2) Tinggikan ekstrimutas yang sakit
3) Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan
tak sakit
4) Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika
bergerak
5) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6) Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan
beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan
aktivitas
7) Ubah psisi secara periodik
8) Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b) Nyeri berhubungan dengan spasme otot , pergeseran fragmen tulang


Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

33
Kriteria hasil:
1) Klien menyatajkan nyeiberkurang
2) Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Tekanan darahnormal
4) Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1) Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3) Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
hiburan
4) Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5) Jelaskanprosedu sebelum memulai
6) Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
7) Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam,
imajinasi visualisasi, sentuhan
8) Observasi tanda-tanda vital
9) Kolaborasi : pemberian analgetik

c) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka , bedah perbaikan


Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
1) Penyembuhan luka sesuaiwaktu
2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi:
1) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
2) Monitor suhu tubuh
3) Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
4) Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
5) Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6) Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
7) Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8) Kolaborasi emberian antibiotik.

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan gangguan
muskuloskeletal (musculoskeletal disorder/MSD) merupakan gangguan pada
otot, tendon, sendi, ruas tulang belakang, saraf perifer, dan sistem vaskuler yang
dapat terjadi secara tiba-tiba dan akut maupun secara perlahan dan kronis.
Faktor risiko gangguam muskuloskeletal adalah faktor pekerjaan, faktor individu,
faktor lingkungan dan faktor psikosoasial.
Prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia berdasarkan pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis atau
gejala yaitu 24,7 persen (Riskesdas, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal
tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2
persen (Riskesdas, 2013).
Berikut upaya yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.
3. Mencodongkan punggung saat mengangkat beban.
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) dalam Tarwakal , et al (2004), tindakan ergonomik untuk
mencegah adanya sumber penyakit adalah memalui dua cara yaitu Rekayasa Teknik (
desain stasiun dan alat kerja) dan Rekayasa Menejemen ( kriteria dan organisasi kerja).

3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada perusahaan atau tempat kerja untuk selalu
menerapkan prinsip ergonomis untuk mencegah gangguan muskuloskeletal.
Kemudian menyarankan dalam melakukan kajian terhadap metode penilaian
gangguan muskuloskeletal harus lebih rinci lagi, agar penanganan yang dilakukan
untuk gangguan muskuloskeletal dapat teratasi dengan baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rendy Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta
: Nuha Medika

Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Muskuloskeletal).
Ed,1. Cet, 1. Yogyakarta : Deepublish.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara. Edisi IV, Jakarta : PT. Gramedia.
Pustaka Utama.

Suratun. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta
: EGC.
Susi Hanifah K, 2012. Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Pasien Patah Tulang Berobat
Ke Pengobatan Tradisional Ahli Tulang Di Sumedang. Bandung: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjadjaran.

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed,2. Jakarta :
Salemba Medika.

36
37
3

Anda mungkin juga menyukai