Anda di halaman 1dari 2

Berani Bersuara, Bukan Bertindak Sara

Berpendapat adalah menyampaikan sebuah gagasan atau pikiran seseorang kepada orang lain
atau bahkan kepada publik. Sebagai negara demokrasi, Setiap orang dibebaskan untuk menyampaikan
pendapatnya di muka umum dan bahkan di era perkembangan teknologi ini orang memiliki lebih banyak
cara untuk menyampaikan “pendapat”-nya. Namun, dalam kebebasan berpendapat di jaman ini, masih
banyak orang yang menyalahgunakan hak nya dalam berbicara untuk menyebarkan kebencian atau
menjatuhkan orang lain secara individual atau bahkan kultural (Perbuatan SARA). Pencegahan dalam
penyalah gunaan hak berpendapat ini harus dilakukan, oleh dari negara (dari peraturan atau undang-
undang) dan dari kesadaran oleh para individual itu sendiri.

 Penyalahgunaan Kebebasan Berpendapat.

Kebebasan dalam berbicara kadang disalah gunakan dengan sengaja oleh berbagai pihak atau
individu. Hal ini disebabkan oleh orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan diri sendiri. Contoh,
sebuah tokoh politik akan menjatuhkan lawan politiknya dengan sebuah postingan-postingan yang
menjelek-jelekan lawan politiknya, atau seseorang yang kesal terhadap orang lain lalu orang itu akan
memposting sesuatu yang menghina orang itu, secara langsung ataupun tidak langsung. Ada juga
beberapa kasus dalam berpendapat yang secara tidak sengaja menyinggung pihak lain.

Salah satu contoh kasus SARA yang terjadi di Indonesia seperti kasus yang dialami oleh Martinus
Gulo pada bulan Maret 2018. Martinus terjerat pasal 28 Ayat (2) UU ITE atas postingan di akun
facebooknya yang menghina Nabi Muhammad Saw dan dihukum 4 tahun di penjara. Contoh yang lain
nya ialah kasus penghinaan suku Batak yang dilakukan oleh Faisal Abdi Lubis, hakim memutuskan
hukuman selama 1 tahun 6 bulan.

Memang peraturan di Indonesia untuk mencegah hal ini masih kurang ketat, sehingga berbagai
pihak dapat menemukan berbagai celah untuk menghindari aturan tersebut. Tapi, apakah pemerintah
harus benar-benar membatasi kita dalam menyampaikan pendapat, sehingga setiap individu memiliki
etika berpendapat?

 Pencegahan SARA

Upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran kebencian dengan membuat undang-undang


SARA, yang di atur dalam UUD Negara Indonesia. Salah satunya ialah undang-undang nomor 40 tahun
2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Di dalam pasal ini tertulis tentang hal-hal yang di
kategorikan sebagai tindakan SARA dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp
500.000.000 (Lima ratus juta rupiah). Pemerintah juga telah membuat undang-undang untuk juga
mengatur pendapat orang dalam berpendapat lewat social media seperti Twitter, Whatsapp dan
Facebook, yaitu di undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Namun, Penerapan pasal-pasal ini harus lebih tepat, sehingga sangat efektif dalam proses penegakan
keadilan, namun di sisi lain tidak memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mencegah SARA? Tidaklah cukup jika hanya pemerintah
yang berusaha untuk mencegah SARA, tapi sebagai individu yang bijak, kita harus menyadari batas-batas
dalam berpendapat. Memang berpendapat itu seharusnya bebas dan tidak dibatasi, namun sebagai
mahluk sosial, kita juga harus tetap menghargai lawan bicara kita ataupun menjaga etika dalam
memposting sebuah postingan. Berbeda pendapat adalah hal yang wajar, maka hargailah pendapat
orang lain.

Sebaiknya, kita tidak memposting seseuatu yang dapat menyinggung orang lain, pastikan
penggunaan kata yang digunakan bukanlah kata-kata yang kasar atau tidak beretika. Juga, sebaiknya kita
memeriksa kembali akan kebenaran dari postingan-postingan orang lain. Selain itu, kita juga harus
mengerti akan tata kerama dalam berkomunikasi, karena hal ini sangat berdampak akan reaksi orang
dalam berkomentar akan komentar anda. Hal ini juga termasuk dengan gerak-gerik anda saat berbicara
dengan orang lain, seperti jangan lah mengalihkan perhatian anda saat berbicara dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai