Geriatri Hipertensi
Geriatri Hipertensi
KEPERAWATAN GERONTIK II
Disusun Oleh :
Kelompok
Deshy Lia S. (09060035)
Muhamad Ghufron (09060059)
Indriawati I. (09060022)
Diah Nurul H. (090600
Nina dwi A. (090600
Muhammad Tong (08060125)
2012
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan tujuan
memenuhi tugas Keperawatan Gerontik II.
1. Team dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik selaku dosen pembimbing mata kuliah.
2. Teman – teman dan berbagai pihak yang telah membantu terselasaikannya makalah ini.
Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini , para pembaca dapat memahami dan
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan untuk
mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri
menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.
2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian hipertensi pada lansia
2.2 Klasifikasi hipertensi pada lansia
2.3 Etiologi hipertensi pada lansia
2.4 Patofisiologi hipertensi pada lansia
2.5 Tanda dan gejala hipertensi pada lansia
2.6 Pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia
2.7 Komplikasi hipertensi pada lansia
2.8 Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
2.9 Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke,
dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir, 2006).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena
hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya
yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat
keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak.
Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani
perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan
waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu pada
batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi penderita
hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas
tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat
menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006).
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti
tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin pula
ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup perubahan –
perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan
baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit
hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti penyakit parenkhim
ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).
Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan
memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat
disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu.
Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat.
Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling mendukung untuk
mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan
sampai mencegah terjadinya komplikasi. (Bahrianwar,2009).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi
apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun
2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
5
Menular yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan
akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes, 2007).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa
langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian
hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi,
akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah
setempat (local area specific); mengembangkan (investasi) sumber daya manusia
dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi,
antara lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung
dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan
sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan
mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi,
pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu
mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara
keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati,
bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh
observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka
pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir
ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada
lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling
penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak
data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat
mengurangi mortalitas dan morbiditas.
6
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu hipertensi pada lansia?
1.2.2 Apa saja klasifikasi hipertensi pada lansia?
1.2.3 Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia?
1.2.4 Seperti apa patofisiologi hipertensi pada lansia?
1.2.5 Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia?
1.2.7 Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia?
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi pada
lansia.
1.4 Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga
kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Hipertensi pada lansia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi
lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler,
feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu
sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.
8
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat
dibedakan:
Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12%
penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring
bertambahnya umur.
Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14%
penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring
bertambahnya umur.
Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th,
lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.
9
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi
berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita
setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini
sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.
b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang
yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang
yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara
khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,
karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering
terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009)
mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk
samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,
dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian
diri.
c. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi.
10
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan
kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan
meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat
memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh
darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-
30% memiliki berat badan lebih.
2. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan
risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat
dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.
3. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
11
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
5. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan
organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.
6. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung
75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi
meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga
akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
12
2.4
2.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada Lansia
Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak
memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau
tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
13
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.
m. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.
n. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
14
asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan
tekanan darah atau kadar angiotensin II.
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina
dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri
dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan
optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak
hipertensi pada pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit
kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan
salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan ’keleyengan’,
kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi
manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati.
Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara
sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana
perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan
perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard).
Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan
mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan
kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan
kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan
spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang
ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau
transient ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa
retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada
retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa
penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam,
fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.
15
Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus
adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada
penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan
hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian
disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi
terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga
sering terjadi pada pasien-pasien ini.
16
Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :
a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
b. Interaksi obat
c. Efek samping obat.
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi
penderita adalah :
a. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler.
b. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer.
c. Organ yang rusak karena hipertensi.
Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat
antihipertensi, yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulkan intoleransi
5. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita.
6. Memungkinkan penggunaan obat dalam jangka panjang
17
Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah untuk Dewasa *
BP Classification SBP DBP Lifestyle Initial Drug Therapy
(mmHg) (mmHg Modificati Without With Compelling
* )* on Compelling Indication
Indication
Normal < 120 and < 80 Encourage
Prehypertension 120-139 or 80-89 Yes No Drug(s) for
antihypertensive compelling
indicated indications. ‡
Stage I 140-159 or 90-99 Yes Thiazide-type Drug(s) for the
Hypertension diuretics for most. compelling
May consider indications. ‡
ACEI , ARB, BB Other
, CCB or antihypertensive
combination. drugs (diuretics,
Stage II ≥ 160 ≥ 100 Yes Two-drug ACEI, ARB, BB,
Hypertension combination for CCB) as needed.
†
most (usually
thiazide-type
diuretic and ACEI
or ARB or BB or
CCB)
SBP : Systolic Blood Pressure
DBP : Diastolic Blood Pressure.
Drug abbreviations : BP :
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB : Angiotensin Receptor Blocker
CCB : Calsium Channel Bloker.
BB : Beta-Bloker
* Treatment determined by highest BP category.
†
Initial combined therapy should be used cautiously in those at risk for orthostatic
hypotension.
‡
Treat patients with chronic kidney disease or diabetes or BP goal < 130/80 mmHg
18
2.8.1 Konsep Penatalaksanaan Hipertensi Terkini
Joint National Committee VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru
yaitu :
a. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah
diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan nonfarmakologis
dengan cara modifikasi gaya hidup.
b. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaan
secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik atau bisa juga
diberikan obat dari golongan lain.
c. Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan penanganannya harus
dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah
diastoliknya tidak.
d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi,
salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.
e. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk
mencapai tekanan darah ± 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang
diinginkan.
f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretic
masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi
yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung.
Bila hipertensi yang terjadi tanpa disertai dengan komplikasi atau penyakit
penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah. Penatalaksanaan untuk hipertensi
dibagi menjadi :
1. Non Farmakologis atau modifikasi gaya hidup.
2. Farmakologis
19
A. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi :
Kriteria Indeks Massa Tubuh
Kriteria IMT (kg/m2)
Kurang <18,5
Normal 18,5-24,9
Obesitas 30,0-34,9
20
activity such as brisk walking (at least 30
min per day, most days of the week)
Moderation of Limit consumption to no more than 2 2-4 mmHg
alcohol drinks (1 oz or 30 ml ethanol; e.g. 24 oz
consumption beer, 10 oz wine, or 3 oz 80-proof
whiskey) per day in most men and to no
more thsn 1 drink per day in women and
lighter weight persons
DASH, Dietary Approaches to Stop Hypertension
* For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking.
† The effects of implementing these modifications are dose and time dependent, and could
be greater for some individuals.
B. Farmakologis :
Obat-obat Antihipertensi :
1. Diuretik
Cara kerja : meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga volume
plasma dan cairan ekstrasel.
Untuk terapi jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi
perifer.
Terdapat beberapa golongan, yaitu :
a. Diuretik Tiazid dan sejenisnya (paling luas digunakan) , contoh :
- Hidroklorotiazid (HCT) – tab 25 dan 50 mg
- Klortalidonn – tab 50 mg
- Bendroflumentiazid – tab 5 mg
- Indapamid – tab 2,5 mg
- Xipamid – tab 20 mg
b. Diuretik kuat :
a. Furosemid – tab 40 mg
c. Diuretik hemat kalium :
a. Amilorid – tab 5 mg
b. Spironolakton – tab 25 dan 100 mg
Efek samping : hipotensi dan hipokalemia.
21
2. Penghambat Adrenergik
Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jantung, serta
menurunkan sekresi renin
Kontraindikasi bagi pasien gagal jantung kongestif
Terdiri dari golongan :
- penghambat adrenoreseptor α / α –bloker : terazosin, doxazosin,
prazosin
- penghambat adrenoreseptor β / β-bloker : propanolol, asebutolol,
atenolol, bisoprolol
- penghambat adrenoreseptor α dan β : labetalol
- adrenolitik sentral : klonidin, metildopa, reserpin, guanfasin
3. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang
akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah
Yang termasuk golongan ini adalah natrium nitroprusid, hidralazin,
doksazosin, prazosin, minoksidil, diaksozid.
Yang paling sering digunakan adalah natrium nitroprusid dengan efek
samping hipotensi ortostatik.
5. Antagonis Kalsium
Mempunyai efek mengurangi tekanan darah dengan cara menyebabkan
vasodilatasi perifer yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang nyata
dan retensi cairan yang kurang daripada vasodilator lainnya.
Preparat yang biasa digunakan seperti nifedipin, nikardipin, felodipin,
amilodipin, verapamil dan diltiazem.
6. Antagonis Reseptor Angiotensin II (AIIRA / ARB)
22
Merupakan golongan obat antihipertensi terbaru, tidak mempengaruhi
produksi Angiotensin II tetapi memblok di tempat kerja pada organ target.
Kelebihannya adalah tidak menimbulkan batuk karena tidak mempengaruhi
metabolisme bradikinin.
Proses apoptosis dan regenerasi jaringan juga tetap berlangsung karena
reseptor tidak dipengaruhi.
Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat
kelainan target organ. Oleh karena fungsi ginjal telah menurun dan terdapat gangguan
metabolisme obat, sebaiknya dosis awal dimulai dengan dosis yang lebih rendah. Pada
hipertensi tanpa komplikasi golongan diuretik dosis rendah (HCT 12,5 – 25 mg atau
setara) yang dikombinasi dengan diuretik hemat kalium dapat diberi sebagai
pengobatan awal. Obat anti hipertensi lain dapat diberikan atas indikasi spesifik.
Pada pasien dengan payah jantung, obat penghambat ACE dan diuretik
merupakan obat pilihan pertama. Tetapi pada pemberian diuretika sering menimbulkan
efek hipokalemia dan hiponatremia karena kedua mineral tadi ikut terbuang bersama
urine.
Pada pasien pascainfark miokard, pemakaian penyebat β yang kardioselektif
dianjurkan. Akan tetapi pada umumnya pemakaian penyekat β tidak begitu disukai oleh
karena menimbulkan perburukan penyakit vaskuler perifer dan bronkospastik.
Penghambat α merupakan pilihan pada pasien dengan dislipidemia dan hipertrofi
prostat, akan tetapi harus hati-hati terhadap efek hipotensi ortostatik, karena hal ini
dapat menyebabkan lansia jatuh bahkan sampai mengalami komplikasi fraktur.
23
Antagonis kalsium jangka panjang cukup efektif, terutama karena mempunyai
efek natriuretik dan dianjurkan pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Pada
pasien dengan diabetes dan proteinuria diindikasikan pemakaian obat penghambat
ACE.
Obat simpatolitik sentral seperti metildopa, klonidin dan guanfasin walaupun
efektif, pemakaiannya kurang dianjurkan pada usia lanjut karena efek samping sedasi,
mulut kering dan hipotensi ortostatik. Dan obat-obat yang mempunyai pengaruh pada
susunan saraf pusat, α dan ß bloker dapat mengakibatkan depresi serta penurunan
kesadaran/fungsi kognitif.
Pemberian antihipertensi pada lansia harus hati-hati karena pada lansia terdapat :
Penurunan refleks baroreseptor sehingga meningkatkan risiko hipotensi ortostatik.
Gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya
sedikit penurunan tekanan darah sistemik.
Penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obat.
Pengurangan volume intravaskular sehingga sensitif terhadap deplesi cairan.
Sensitivitas terhadap hipokalemi sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot.
Pemberian obat juga harus dipikirkan mengenai penyakit komorbid yang ada pada
lansia itu. Jangan sampai obat antihipertensif yang kita beri mempunyai efek
samping yang dapat memperberat gejala penyakit komorbid.
24
5. Memotivasi para tenaga kesehatan untuk berusahamenurunkan tekanan darah
pasien hipertensi.
6. Menggunakan obat antihipertensi yang dapat ditoleransi dengan baik dan yang
dapat dimakan sekali sehari.
Terapi Kombinasi
Biasanya bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran,
maka perlu ditambahkan obat ke-2 dengan dosis rendah dahulu dan tidak meningkatkan
dosis obat pertama. Hal ini adalah upaya untuk memaksimalkan efek penurunan
tekanan darah dengan efek samping seminimal mungkin. Pada penelitian HOT, terapi
kombinasi diperlukan pada sekitar 70% penderita. Dalam JNC-VII, para ahli bahkan
menganjurkan terapi antihipertensi kombinasi langsung pada penderita yang ada pada
stadium 1. Walaupun dosis campuran tetap banyak disediakan oleh pabrik farmasi,
upaya titrasi dosis secara individual dianggap lebih baik. Berikut diberikan pedoman
yang dianut oleh para ahli hipertensi di Inggris yang disebut sebagai The Birmingham
Hypertension Square.
Nasihat nonfarmakologik :
garam, berat badan, alkohol,
olahraga, rokok
Bloker Kanal
Kalsium golongan
dihidropiridine β-Bloker
25
Mulai terapi pada kotak manapun dan gunakan terapi tambahan dengan obat yang
ditunjuk oleh panah. Obat-obatan pada kotak yang berdekatan memiliki efek
antihipertensi tambahan, aksi yang saling melengkapi dan biasanya ditoleransi dengan
baik.
26
yang
memperberat
kondisi klien.
Kolaborasi Analgetik
dengan dokter menurunkan
dalam nyeri dan
pemberian obat menurunkan
analgetik, anti rangsangan
ansietas, saraf simpatis.
diazepam dll.
27
lingkungan dan memfokuskan
perasaan perhatian
sekitar saat pada factor
makanan mana pasien
dimakan. telah/dapat
mengontrol
perubahan.
Kolaborasi Memberikan
dengan ahli konseling dan
gizi sesuai bantuan
indikasi. dengan
memenuhi
kebutuhan
diet individual
28
dalam dada, kelelahan
toleransi berat dan
aktivitas kelemahan,
yang dapat berkeringat,
diukur. pusing atau
pingsan.
Dorong Konsumsi
memajukan oksigen
aktivitas/tolera miokardia
nsi perawatan selama
diri. berbagai
aktivitas dapat
meningkatkan
jumlah
oksigen yang
ada.
Kemajuan
aktivitas
bertahap
mencegah
peningkatan
tiba-tiba pada
kerja jantung.
Berikan Teknik
bantuan sesuai penghematan
kebutuhan dan energi
anjurkan menurunkan
penggunaan penggunaan
kursi mandi, energi dan
menyikat sehingga
gigi/rambut membantu
dengan duduk keseimbangan
dan suplai dan
29
sebagainya. kebutuhan
oksigen.
30
atrium,
perkembanga
n ICS3
menunjukan
hipertropi
ventrikel dan
kerusakan
fungsi, adanya
krakels,
mengidapat
mengindikasi
kan kongesti
paru sekunder
terhadap
Amati warna terjadinya
kulit, atau gagal
kelembaban, jantung
suhu, dan masa kronik.
pengisian
kapiler. Adanya pucat,
dingin, kulit
lembab dan
masa
pengisian
Berikan kapiler lambat
lingkungan mencerminka
yang nyaman, n
tenang, kurangi dekompensasi
aktivitas atau /penurunan
keributan curah jantung.
ligkungan,
batasi jumlah Membantu
pengunjung untuk
dan lamanya menurunkan
tinggal. rangsangan
simpatis,
Anjurkan meningkatkan
teknik relaksasi.
relaksasi,
panduan
imajinasi dan
distraksi.
Dapat
menurunkan
rangsangan
yang
Kolaborasi menimbulkan
dengan dokter
stress,
31
dalam membuat efek
pembrian terapi tenang,sehing
anti hipertensi ga akan
dan diuretik. menurunkan
tekanan darah.
Menurunkan
tekanan darah.
BAB III
32
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi
pada populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah satu karakteristik
hipertensi pada usia lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid)
dan komplikasi organ target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal,
gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah
sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia lanjut harus
juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat anti
hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan
dengan penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Chobanian A . 2003. JNC VII Report 18th Annual Scientific Meeting and
Exposotion of American Society of Hypertension. New York, USA.
2. Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar
Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
3. Geratosima, Salma 2004. Buku Ajar GERIATRI (ilmu kesehatan usia lanjut)
edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Ganiswarna S., et al. 1995. Farmakologi & Terapi Edisi 4. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
5. Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta :
EGC.
6. Stocklager, Jaime L. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatric Edisi 2. Jakarta :
EGC.
7. Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka.
8. Nugroho, Wahjudi. 2000 . Keperawatan Gerontik . Jakarta : EGC.
9. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ve
d=0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F1
23456789%2F19074%2F5%2FChapter%2520I.pdf&ei=FxSCUPTKEuciAeXsI
DwAQ&usg=AFQjCNEirKwyg_Z55lpLGGwhFxTq-efDKA
34