Anda di halaman 1dari 9

ADVOKASI KONSELING KOMUNITAS

PADA ANAK KORBAN KEKERASAN

M. Wahyu Kurniadi

Bimbingan dan Konseling


Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract. In this article, I will explain the violence experienced by


children. What are the factors that cause violence to occur. As a
community counselor what should we do. How advocacy services
will be provided to children who are victims of violence. Better
handling will involve various parties so that the service process
can run more effectively

Keywords: Counseling Community, Child Abuse, Victim of


Violence
PENDAHULUAN

Kekerasan adalah kata yang sudah akrab ditelinga kita. Persepsi yang pertama

kali terpikirkan oleh kita ketika mendengar kata “Kekerasan” adanya pelaku,

korban, dan tindak fisik yang merugikan orang lain. Kekerasan bisa saja terjadi

disetiap kalangan masyarakat, baik itu masyarakat biasa ataupun pejabat-pejabat di

pemerintah. Kekerasanpun dapat menimpa siapa saja baik itu laki-laki atau

perempuan, anak-anak atau orang dewasa.

Setiap hari kita pasti ada mendengar berita atau membaca di media massa

tentang kasus kekerasan seperti penyiksaan, pemukulan, penganiayaan, pelecehan

seksual, hingga adanya kasus pembunuhan yang dilakukan terhadap anak. Ironisnya

pelaku tindak kekerasan terkadang melibatkan orang terdekat, baik itu keluarga

sendiri seperti ayah atau ibu, saudara ataupun masyarakat sekitar tempat tinggal

anak berada. Anak-anak yang menjadi koraban kekerasan hingga kini belum

mendapatkan penanganan atau pelayanan yang dibutuhkan.

Di Indonesia masalah yang memang sering diperbincangkan adalah tindak

kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan

bentuk tindakan yang dapat mempengaruhi kejiwaan anak. Kekerasan terhadap

anak dapat diartikan sebagai perilaku yang sengaja maupun tidak sengaja ditujukan

untuk melukai anak, baik berupa serangan fisik maupun mental. Tindak kekerasan

terhadap anak, memang sering sekali terjadi di masyarakat. Namun demikian untuk

pembuktiannya dari segi hukum, ternyata tidaklah semudah kita membalik telapak
tangan. Dalam berbagai kasus yang kita ketahui bahwa trauma fisik akibat tindak

kekerasan terhadap anak dapat hilang setelah 48 jam kecuali tindak kekerasan itu

menimbulkan bekas luka yang serius dan parah, baik itu fisik atau mental (Suyanto,

2010: 96).

PEMBAHASAN

Lewis & Bradley (Dalam Lewis, 2011) Layanan advokasi dirancang untuk

melayani dua tujuan dasar: (a) meningkatkan rasa pribadi dan kekuasaan klien dan

(b) mendorong perubahan lingkungan. Kompetensi advokasi adalah bagian integral

dari konseling komunitas. Ketika konselor mengetahui faktor-faktor eksternal yang

bertindak sebagai penghambat perkembangan individu, mereka dapat memilih

untuk merespons melalui advokasi. Peran advokasi klien sangat penting ketika

individu atau kelompok rentan tidak memiliki akses ke layanan yang sangat mereka

butuhkan (Lewis, Arnold, House, & Toporek, 2002, hal. 1).

Advokasi atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah advocacy adalah

suatu bentuk tindakan yang menjurus pada pembelaan, dukungan atau suatu bentuk

rekomendasi. Advokasi juga diartikan sebagai suatu bentuk upaya persuasi yang

mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi serta rekomendasi

tindak lanjut mengenai suatu hal/kejadian. Istilah advokasi lebih dikenal dengan

kata pendampingan. Pendampingan adalah suatu proses menjalin relasi antara

pendamping dengan klien dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat

dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi untuk kepentingan klien


dalam Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Kementerian Sosial RI.

2017).

Pada kasus anak yang menjadi korban dari kekerasan, pendampingan yang

dibutuhkan sang anak bisa saja dalam hal memperkuat atau mengembalikan kondisi

fisik dan mental sebelum terjadi kekerasan. Walaupun pada dasarnya membutukan

waktu yang tidak sebentar. Idealnya, proses konseling dapat mengarahkan klien ke

arah pemberdayaan diri. Namun terkadang, klien menghadapi hambatan yang tidak

dapat mereka atasi dengan sendiri. Ketika itu terjadi, konselor komunitas dapat

sangat membantu dengan menggunakan keterampilan dan status di masyarakat

untuk berbicara atas nama klien mereka.

Kasus kekerasan terhadap anak dapat disebabkan beberapa faktor penyebab.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak terbagi atas faktor internal dan

faktor eksternal (Nandang, 2016). Faktor keluarga ini tidak hanya berkaitan dengan

korban kekerasan, tetapi juga pelaku kekerasan. Terkadang pelaku kekerasan

berasal dari keluarga sendiri, baik yang dilakukan oleh orang tua ataupun saudara.

Faktor keluarga ini biasanya berhubungan dengan kondisi ekonomi keluarga dan

kondisi keluarga itu sendiri. Selain faktor ekonomi, faktor keharmonisan keluarga

juga menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak. Keluarga yang tidak

harmonis cenderung terjadi kekerasan, baik dilakaukan oleh orang tua maupun

saudara. Ayah dan ibu yang tidak harmonis cenderung bersikap tidak peduli dengan

anak-anaknya. Karena mereka sibuk dengan permasalahan yang dihadapinya.


Sementara faktor eksternal lebih mengarah kepada pengaruh lingkungan pergaulan

dan perkembangan teknologi.

Konseling dalam lingkup komunitas memiliki potensi fleksibilitas yang

tinggi dalam hal pemberian intervensi (Lewis, Toporek, & Ratts, 2010), termasuk

di antaranya adalah dengan memfasilitasi pelaksanaan advokasi dan perubahan

sosial tingkat makro. Untuk melaksanakan secara efektif peran advokat klien,

konselor harus dapat mempertimbangkan (1) Sistem layanan dan pendidikan yang

relevan atas nama klien dan siswa, (2) Bantu klien mendapatkan akses ke sumber

daya yang dibutuhkan, (3) Identifikasi hambatan untuk kesejahteraan individu dan

kelompok, (4) Kembangkan rencana awal untuk menghadapi hambatan, (5)

Identifikasi sekutu potensial untuk menghadapi hambatan, (6) Melaksanakan

rencana tindakan (Lewis, 2011).

Pengembangan komunitas dilakukan dengan melakukan kolaborasi

sistemik antar setiap komponen pendukung yang ada dalam komunitas (Lewis,

Lewis, Daniels, & D'Andrea, 2011). Adanya campur tangan institusi untuk

membantu anak korban kekerasan juga menjadi bantuan yang sangat bermanfaat

untuk perkembangannya. Keterlibatan institusi, baik pemerintah maupun

masyarakat dalam menangani kekerasan terhadap anak mempunyai peran masing-

masing sesuai dengan kebutuhan dari anak korban kekerasan.


Proses pemberian layanan konseling kepada anak yang menjadi koraban

kekerasan bisa menggunakan tahapan pada gambar diatas. Pada setiap titik,

konselor dan klien harus menentukan tidak hanya perubahan seperti apa - individu,

lingkungan, atau keduanya - yang paling efektif akan menyelesaikan masalah yang
dihadapi tetapi juga seberapa siap individu atau orang lain yang signifikan dalam

lingkungan untuk perubahan tersebut. Jadi, mereka harus bertanya tidak hanya

perubahan apa yang mungkin terjadi tetapi juga perubahan apa yang lebih disukai.

Konselor yang menggunakan model konseling komunitas tidak perlu memilih

antara memperkuat sumber daya pribadi individu atau menghadapi kondisi

lingkungan; mereka tidak perlu memilih antara menjadi penasihat atau agen

perubahan lingkungan. Justru sebaliknya, semua peran yang ada itu malah akan

terus berinteraksi untuk mencapai tujuan. Ketika klien menyadari bahwa lebih dari

perilaku mereka sendiri harus berubah, mereka belajar untuk menghadapi secara

aktif sistem yang memengaruhi kehidupan mereka. Akibatnya, sikap dan perilaku

mereka juga berubah.

PENUTUP

Kekerasan terhadap anak memerlukan perhatian semua pihak. Hal ini

dikarenakan kekerasan terhadap anak mempunyai dampak yang luas dan berjangka

panjang. Trauma yang akan dihadapi anak akan selalu dibawa sepanjang

kehidupannya. Kekerasan pada anak sangat berdampak pada kehidupan mereka

nanti dewasa. Karena mereka akan selalu teringat apa saja yang telah dirasakan dan

akhirnya berdampak pada mental mereka apabila kekerasan yang mereka alami

sangat parah.

Permasalahan kekerasan yang dialami oleh anak tidak lepas dari tanggung

jawab keluarga, baik itu orang tua ataupun saudara. Karena bisa saja hal yang
dirasakan oleh anak-anak ini adalah dampak dari perilaku mereka. Bantuan segera

sangat diperlukan untuk memperbaiki para calon generasi penerus bangsa ini.

Melakukan kolaborasi dengan institusi juga menjadi jalan keluar lain dalam

melakukan advokasi konseling. Meminta bantuan dari sumber daya lain juga akan

mempermudah perbaikan yang dialami anak korban kekerasan.

Proses advokat yang dilakukan juga jangan melupakan bagian bagian

pentingnya seperti (1) Sistem layanan dan pendidikan yang relevan atas nama klien

dan siswa, (2) Bantu klien mendapatkan akses ke sumber daya yang dibutuhkan,

(3) Identifikasi hambatan untuk kesejahteraan individu dan kelompok, (4)

Kembangkan rencana awal untuk menghadapi hambatan, (5) Identifikasi sekutu

potensial untuk menghadapi hambatan, (6) Melaksanakan rencana tindakan.


DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Sosial RI. 2017. Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

http://www.kemsos.go.id. Diakses 12 Mei 2019.

Lewis, J. A., Toporek, R. L., & Ratts, M. (2010). Advocacy and Social Justice:

Entering the Mainstream of the Counseling Profession. In M. Ratts, R. L.

Toporek, & J. A. Lewis, ACA Advocacy Competencies: A Social Justice

Framework for Counselors (pp. 239– 244). Alexandria, VA: American

Counseling Association.

Lewis, Judith A., dkk. 2011. Community Counseling: A Multicultural-Social

Justice Perspective, Fourth Edition: Brooks/Cole Cengage Learning.

Mulyana, Nandang, Risna Resnawaty, Gigin Basar. Penanganan Anak Korban

Kekerasan. Bandung: Widya Padjadjaran, 2017

Suyanto, Bagong. 2011. Masalah Sosial Anak, Jakarta : Kencana

Anda mungkin juga menyukai