Anda di halaman 1dari 28

Tadarus berasal dari asal kata darosa-yadrusu, yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah,

mengkaji, dan mengambil pelajaran. secaa singkatnya tadarus al-qur'an yaitu membaca
mempelajari al-qur'an. https://brainly.co.id/tugas/10293364

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah kamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril sebagai suatu mu’jizat yang paling agung. Bahwasanya Allah yang
maha agung serta mulia mempunyai para ahli dari golongan manusia. Dikatakan
“siapakah mereka ya Rasulallah?” Rasulullah SAW. Bersabda: ahlu al-Qur’an, mereka
adalah ahlullah yang telah dikhususkan dan telah diistimewakan uleah Allah.
Allah SWT. Tidak akan menerima suatu amal perbuatan kecuali perbuatan itu
dilakukan dengan ikhlas, tulus serta benar maksud ketulusan atau kemurniannya suatu
perbuatan itu sendiriadalah sesuatu yang dituntut untuk dilakukan semata pada Allah
SWT sedangkan kebanaran suatu perbuatan yakni sesuai dengan dasar-dasar tujuan
syar’I
Oleh karena itu bagi pembaca al-Qur’an hendaknya melakukan serta menyiapkan
suatu yang berhubungan dengan adab-adab ketika membaca al-Qur’an, karena selain
kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan benar,
belajar ilmu tajwid, kita harus belajar dan mengetahui belajar dan mengatahui
adab(tata krama) ketika membaca al-Qur’an
B. Rumusan Masalah
1. Adab-adab ketika membaca Al-Qur'an
2. Perbedaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara
ketika membaca Al-Qur'an
3. Perbandingan antara membaca dari mushaf dan membaca dari hafalan
4. Hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca Al-Qur'an
5. Perselisihan Ulama' tentang lebih utama manakah membaca sedikit
dengan tartil atau membaca cepat dan banyak tanpa tartil
C. Tujuan
Semoga dengan terselesainya makalah ini dapat membarikan manfaat, menambah
wawasan dan pengetahuan semua khususnya teman-teman PBA faculty
D. Manfaat
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita tentang al-
Qur’an, selain kita mengetahui metode membaca al-Qur’an kita juga dapat mengetahui
adab-adab (tata krama) dalam membaca al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
b. Adab-adab ketik membaca al-Qur’an diantaranya
1.disunahkan untuk berwudlu dalam membaca al-Qur’an karena itu adalah dzikir
yang paling utama. Rasulullah saw membenci jika ada orang yang berdzikir
epada Allah kecuali dalam keadaan suci. Seperti yang telah ditetapkan dalam
hadis
2. disunahkan membaca ditempat yang bersih lebih utamanya dimasjid, dan ada
sekelompok ulama yang memakruhkan membaca al-qur’an dikamar mandi dan
dijalanan
3. disunahkan untuk duduk sambil menghadap kiblat dengan khusuk, tenang dan
menunudukkan kepala ‫الجي‬
4. disunahakan untuk bersiwak sebagai bentuk pengagungan dan pensucian. Ibnu
Majah telah meriwayatkan dari Ali secara maukuf dan al-Bazar dengan sanad
yang baik secara merfuk. “sesungguhnya mulut-mulut kalian itu adalah jalan bagi
al-Qur’an, maka bersihkanlah dengan siwak”.
5. disunahkan untuk membaca tauwud sebelum membaca al-Qur’an. Seperti
firmanb Allah………………………….. yan artinya “jika kamu membaca al-
Qur’an mintalah perlindungan dari Allah dari godaan syetan yan terkutuk”.
Beberapa pendapat tentang bacaan ta’awud
1. Imam Nawawi berkata bacaan atau sifatnya ta’awud yang terpilih adalah
‫ اعوذ با هللا من الشيطان الرجيم‬dan beberapa ulama salaf menambahi dengan‫السميع العليم‬
2. menurut Humaid bin Qois ‫اعوذ با هللا القا در من الشيطان الغادر‬
3. dari beberapa kaum ‫اعوذ باهللا العظيم من الشيطان الرجيم‬
4. menururt Abi Salman ‫اعوذ باهللا القوي من الشطان الغوي‬
5. dari yang lainnya‫الجيم ان هللا هو السميع العليم اعوذ باهلل من الشيطان‬
6. disunahkan tertil dalam membaca al-qur’an seperti firman Allah ‫ورتل القران‬
‫(ترتيل‬dan bacalah al-Qur’an dengan tartil)
7. disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tadabbur (merenungi dan
memahami). Dan ini adalah rtujuan yamng paling utama dan perintah yang
paling penting dengan demikian hati akan menjadi lapang dan bersinar. Seperti
dalam firman Allah yang artinya “kitab yang aku turunkan kepada mereka agar
mereka merenungkan ayat-ayatnya”.
8. disunahkan untuk menangis ketika membaca al-qur’an dan berusaha
untuk menangis bagi orang yang tidak mampu menangis, bersedih dan khusuk.
Seperti firman Allah ‫ويخرون لالذقان يبكون‬dalam shohih Bhukhori Muslim ada hadis
tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW. Dan didalamnya disebutkan
: maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air mata.
Didalam Sya’b karya Baihaki dari Saad bin Malik seca marfuk “sesungguhnya
al-Qur’an itu diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya
maka menangislah, dan jika tidak bisa maka berpura-puralah menangislah.
9. disunahkan untuk menghiasi al-Qur’an dengan suara yan bagus, karena
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan yang liannya “hiasilah al-Qur’an
itu dengan suara-suara kalian”. Dan didalam lafadz ad-Daromi “perbaikilah al-
Qur’an dengan suara-suara kalian sesungguhnya suara yang baik itu akan
menambah al-Qur’an itu menjadi baik”
al-Bazar dan yang lainnya meriwayatkan sebuah hadis “bagusnya suara itu
adalah hiasan al-Qur’an”.
Tentang hal ini ada banyak hadis yang shahih jika suaranya tidak bagus maka
dia berusaha untuk memperbaikinya semampunya dengan menjaga agar tidak
keluar dari batas(berlebih-lebihan)
Adapun membaca dengan menyanyi-nyanyikan maka IamamSyafi’I
menegaskan dalam al-Mukhtashor bahwa itu tidak apa-apa dan dari riwayat
Rabi’ al-Jaizi bahwa itui makruh.
10. disunahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tafhim, berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Hakim ‫نزل القران بالتفخيم‬al-Halimi berkata “sesungguhnya
maknanya al-Qur’an adalah dengan membacanya seperti suara orang laki-laki,
tidak melembutkannya seperti suara wanita. Dia berkata “tidak termasuk
kedalamn bagian ini adalah imlah yang dipilih oleh beberapa imam qiraah. Dan
boleh jadi al-Qur’an itu diturunkan dengan tafhim, kemudian setelah itu datang
ruhsoh untuk membacanya dengan imalah pada tempat-tempat yang layak
untuk dibaca dengan iamalah”.
11. disunahkan untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan meningalkan gurauan
atau pembicaraan pada saat ada yang membacanya. Allah berfirman: “jika al-
Qur’an dibacakan maka dengarkanlah dan diamlah semoga kalian diberi
rahmat”.
12. disunahkan untuk mengucapkan takbir mulai dari surat ad-Dukha sampaiakhir
al-Qur’an inilah cara membaca penduduk Makkah.
13. lebih utama adalah membaca al-Qur’an seperti urutan dalam mushaf. Adapun
membaca al-Qur’an dari akhir keawal maka sepakat dilarang karena hal itu
mengurangi beberapa kemu’jizatannya dan menghilangkan hikamh urutan-
urutannya. Adapun mencampur satu surat dengan yang lainnya maka al-Halimi
menganggap bahwa meninggalkan hal ini adalah adab.
14. disunahkan untuk melakukan sujud ketika membaca ayat sajdah yang terdapat
dalam empat belas surat: dalam surat al-A’raf, al-Isra’, mariam dll. Adapun
yang terdapat dalam surat Syad maka dianjurkan maksudnya bukan
detegaskan untuk melakukan sujud. Dan ada sebagian ulama yang
menambahkan akhir surat al-Khijr ini diriwayatkan oleh Ibnu Faris dalam
kitab Ahkamnya.
15 disunahkan untuk berrpuasa pada hari khatam al-Qur’an ini diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Dawud dari beberapa tasbi’in, dan juga disunahakan agar keluar4ga
dan sahabat-sahabatnya hadir pada waktu itu. Tabrani meriwayatkan dari Anas
bahwa jika dia menghatamkan al-Qur’an maka dia mengumpulkan keluarganya
dan berdoa.
16 disunahkan untuk segera membaca doa setelah khatam al-Qur’an, karena ada
hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dan yang lainnya dari Irbadl bin Sariah
secara marfu’ : barang siapa yang menghatamkan al-Qur’an maka baginya ada
doa yang akan dikabulkan.
17 disunahkan ketika selesai mengkhatamkan al-Qur’an untuk segara mengulangi
membaca dari awal, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Turmidzi dan
yang lainnya: sebaik-baik amal disisi Allah adalah yang samp[ai dan yang
berangkay yaitu, yang membaca al-Qur’an dari awalnya setelah hatam maka
dia berangkat dari awal.
B. Pendapat para ulama tentang mengeraskan suara ketika membacxa al-Qur’an
ada beberapa hadis yan memerintahkan untuk mengeraskan suara ketika membaca al-
Qur’an dan ada hadis yang memerintahkan untuk memebaca dengan lirih
diantara yang pertama adalah hadis shahih Bukhori Muslim: “Allah tidak mengizinkan
untuk suatu hal seperti Dia mengizinkan kepada seoran nabi yang bagus suaranya
untuk menyanyikan al-Qur’an dengan suara keras”.
yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu dawud, Turmidzi dan Nasa’I :
“orang yang membaca al-Qur’an dengan keras seperti orang yang terang-terang dalam
bersedekah, dan oran yan g membaca al-Qur’an dengan lirih aseperti orang yang
merahasiakan sedekah”.
An-Nawawi berkata : “pengumpulan dari dua hadis ini adalah bahwa membaca al-
Qur’an dengan lirih adalah lebih baik, jika ditakutkan adanya riya, atau orang yang
sedang melakukan shalat atau orang yang tidur merasa terganggu dengan bacaan
kerasnya. Dan membaca dengan suara keras adalah lebih baik pada waktu yan lainn
ya. Karna perbuatan untuk mengeraskan itu untuk memperbanyak amal, karena
faidahnya akan melimpah pada para pendengar, membangunkan hati pembaca itu
sendiri, menarik perhatiannya untuk berfikir, dan pendengarannya kearahnya,
menghilangkan rasa kantuk dan menambah semangat. Dan pengumpulan seperti nini
dikuatkan oleh sebuah hadis Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Abu Sa’id:
Rasulullah SAW. Beriktikaf di dalam masjid maka beliau mendengar para sahabat
membaca al-Qur’an dengan keras, maka beliauo membuka takbir dan berkata:
“ingatlah kalian bahwa semua ini sedang bermunajad kepada tuhan kalian. Maka
janganlah kalian saling menggangngu dan janganlah saling meninggikan suara untuk
membaca”.
Sebagian dari mereka berkata : disunahkan untuk membaca dengan keras pada suatu-
waktu dan membaca dengan lirih diwaktu yang lain. Karena membaca dengan lirih itu
kadang-kadang merasa bosan dan menjadi semangat dengan suara yang keras. Dan
yan membaca dengan suara yang keras itu kecapaian dan beristirahat dengan bacaan
yan lirih.
C. Perbandingan antara membaca dari mushaf dan dari hafalan
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada membaca dari hafalan karena
melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An-Nawawi berkata
“demikianlah yang dikatakan oleh sahabat-sahaba kami dan para ulama salaf dan aku
tidak melihat adanya perbedaan pendapat”. Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu
berbeda-beda dari orang yant sartu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari
mushaf jika seorang itu bis akhusu’ dan merenungkannya pada saat dia membaca dari
mushaf dan dari hafalannya. Dan dipilih membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa
membaca dengan dan lebih dapat merenungkannya dari pada dia membaca dari
mushaf maka ini pendapat yang lebih baik
D. perselisihan ulama tentang lebih utama membaca sedikit dengan tartil atau
membaca dengan cepat dan banyak
Telah brbuat baik sebagian dari imam kita mereka berkata: sesungguhnya pahala
membaca al-Qur’an dengan tartil itu pahalanya lebih banyak, pahala dan bacaanya
yang banyak itu lebih banyak jumlahnya karena dalam setiap huruf itu terkandung
sepuluh kebaikan.
Didalam Burhad krya az-Zarkasi : kesempurnaan tartil adalah dengan membaca
tafhim pada lafadz-lafadznya dan membaca jelas huruf-hurufnya agar setiap huruf
tidak dimasukan kedalam huruf yang lainnya. Ada yang mengatakan hal itu tingkat
kerendahannya dan yang paling sempurna adalah membacanya sebagaimana
kedudukannya jika membaca ayat-ayat ancaman maka dia melafdzkannya seperti iti,
jika membacanya ayat pengagungan maka dia melafadzkan seperti itu
E. Hal-hal yang dimakruhkan dan tidak diperbolehkan ketika membaca al-Qur’an
1) tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasaarab) secara
mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar
salat.
2) tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil
Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan
pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna
3) dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi
meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa
membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya.
Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta
kepada manusia dengannya
4) dimakruhkan untuk mengatakan “aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan
tentang ayat ini” karena ada hadis dari Bukhori Muslim yang lelarang tentang
hal itu
5) dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-
Halimi berkata : karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh
pembicaraan yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat
yang shahih: Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai
selesai. Demikian juga makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau
memandan hal-hal yang remeh dan sia-sia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) beberapa adab ketika membaca al-Qur’an diantaranya: disunahkan untuk
wudlu, membaca ditempat yang suci, bersiwa’, menghadap kiblat, dll
2) perbedaaan pendapat tentang mengeraskan suara dan melirihkan suara ketika
membaca al-Qur’an, kemudiab Imam Nawawi berkata bahwa pengumpulan
kedua hadis itu bahwasanya membaca dengan lirih itu lebih baik jika
dikhawatirkan akan riya, mengganggu orang yang sedang shalat dan tidur.
Adapun membaca dengan suara keras itu juga lebih baik pada waktu yang
lainnya, karena membaca dengan keras itu banyak faidahnya seperti:
memperbanyak amal, menghilangkan rasa ngantuk, dan menambah semangat.
3) membaca dari mushaf itu lebih baik dari pada membaca dari hafalan. Namun
terdapat salah satu pendapat yabg menyatakan bahwa membaca dari hafalan
itu lebih baik dari pada membaca dari mushaf
4) perselisihan ulama tentang lebih utama maakah membaca sediit dengan tartil
ataukah membaca dengan cepat dan banyak tanpa tartil
5) hal-hal yang dilarang dan dimakruhkan ketika membaca al-Qur’an seperti
membaca dengan bahasa ‘ajam, membaca al-Qur’an sebagai sumber rizki
B. Hikmah
Kita dapat mengetahui adab (tatakrama) dalam membaca al-Qur’an, dapat
mengetahui keutamaan antara membaca dari mushaf dan membaca dari hafalan
selain kita mengetahui cara-cara atau metode membaca al-Qur’an dengan baik dan
benar
C. Saran
Harapan kami selaku pemakalah, semoga dengan terselesainya makalah ini
dapat menjadikan para pembaca, khususnya teman-teman PBA fakulty supaya
dapat meningkatkan dan lebih giat lagi dalam membaca al-Qur’an yang pastinya
sesuai dengan metode, tajwid, serta adab-adab (tatakarama dalam membaca al-
Qur’an)
DAFTAR PUSTAKA
As-Syuyuti, Imam Jamaluddin, 2006. samudra ulumul qur’an jilid I, Surabaya : Bina
ilmu
Al-Maliki, Muhammad bin Alawi, 1986. zubdatul Ithqon, Makkah: Darus Syuruq

https://pandidikan.blogspot.co.id/2010/05/adab-membaca-al-quran.html

Tadarus berasal dari kata "Tadrusun" yang artinya mengkaji atau mempelajari, jadi tadarus
Al'Qur'an artinya mengkaji dan mempelajari Al'Qur'an. Membaca (wa qari') dan mempelajari
Al'Qur'an terutama dibulan Ramadhan yang disebut sebagai bulan Al'Qur'an akan
mendapatkan sejumlah keutamaan yaitu :

Seseorang akan mendapatkan ciri sebagai seorang beriman. Allah SWT berfirman yang
artinya: "Orang-orang yang telah kami berikan Al-kitab kepadanya, mereka membacanya
dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya" (QS. Al-Baqarah : 121)

Dibuatkan dinding perantara dari orang-orang yang tidak beriman, Allah SWT berfirman
yang artinya: Dan apabila kamu membaca Al'Qur'an niscaya kami adakan antara kamu dan
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup (QS.
Al-Israa : 45)

Mendapatkan obat jiwa dan rahmat. Allah SWT berfirman yang artinya: Dan kami turunkan
dari Al'Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman..."
(QS.Al-Israa : 82).

Mendapatkan ketenangan jiwa lahir batin. Allah SWT berfirman yang artinya: Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al'Qur'an yang berupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang, gemetar karenya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya,
kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan Kitab itu dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang
disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun (QS Az-Zumar : 23).

Sementara itu, di dalam hadis-hadis diterangkan bahwa wa qari' (pembaca) Al'Qur'an akan
mendapatkan sejumlah keutamaan lain, yaitu:

Mendapatkan syafaat dari Al'Qur'an itu sendiri. Nabi SAW bersabda yang artinya: Bacalah
Al-Qur'an, nanti di hari kiamat ia akan datang memberikan syafaat kepada pembacanya
(HR.Muslim).
Mendapatkan predikat umat terbaik. Nabi SAW bersabda yang artinya: Sebaik-baiknya orang
diantara kamu adalah orang yang belajar Al'Qur'an dan mengajarkannya (HR.Bukhari
Muslim).

Terhindar dari penyakit piku, Nabi SAW bersabda yang artinya: Barang siapa yang membaca
Al'Qur'an (secara terus menerus) tidak akan terjerumus kedalam kepikunan (HR. Muslim)

Mendapatkan pengakuan
Allah SWt sebagai Ahlulah (keluarga Allah SWT). Rasulullah SAW menerangkan bahwa
"Allah SWT mempunyai dua keluarga yaitu Ahlulah-Qur'an (pembacanya) dan orang-orang
terkemukanya. "(HR. Nasa'i dan Ibnu Majah).

Mendapatkan ketentraman. Nabi SAW bersabda yang artinya: tidaklah berkumpul suatu
kaum di rumah Allah untuk membaca dan mempelajari kitab Allah di antara mereka,
melainkan turun kepada mereka ketentraman, mereka dikelilingi oleh para malaikat dan Allah
SWT membanggakan mereka di sisi-Nya (HR. Muslim).

Mendapatkan kebajikan yang banyak. Nabi SAW bersabda yang artinya: Barang siapa
membaca satu huruf Al'Qur'an kepadanya satu kebajikan dan satu kebajikan sepuluh kali
lipat, aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf lam satu huruf dan
mim satu huruf. (HR. Tarmidzi).

Mendapatkan martabat yang tinggi di akhira. Nabi SAW menerangkan bahwa ; orang yang
membaca Al'Qur'a, di akhirat disuruh lagi membacanya; dan martabanya adalah akhir
bacaannya (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dan Tirmidzi).

Mendapatkan kedekatan dengan para malaikat. Nabi SAW berasabda yang artinya: Orang
yang mahir membaca Al'Qur'an bersama malaikat. Nabi SAW bersabda yang artinya: orang
yang mahir membaca Al'Qur'an bersama malaikat yang mulia lagi baik orang yang membaca
Al'Qur'an terbata-bata karena sulit akan mendapatkan dua pahala (HR. Bukhari Muslim).

Memdapatkan predikat orang yang taat. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya
bersabda yang artinya: Barang siapa yang membaca Al'Qur'an seratus ayat di malam hari
tercatat sebagai orang yang taat dan terjauh daripada lalai (HR. Hakim dan Ibnu Huzaimah).

Mendapatkan anugrah paling utama yang didapatkan oleh orang yang berdo'a. Nabi
Muhammad SAW menerangkan bahwa: Barang siapa yang sibuk membaca Al Qur'an
sehingga tidak sempat berdo'a maka Aku (kata Allah SWT) akan memberikan kepadanya apa
yang paling utama akan aku berikan kepada mereka yang berdoa.
https://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/08/keutamaan-membaca-dan-tadarus-al-
quran.html

Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya diperkuat olehkemajuan ilmu
pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah s.a.w.
untuk m e n g e l u a r k a n m a n u s i a d a r i s u a s a n a y a n g g e l a p m e n u j u y a n g
t e r a n , s e r t a membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w.
menyampaikan al-Qur’an itu kepada para sahabatnya – orang-orang Arab asli –
sehingga
merekad a p a t m e m a h a m i n ya b e r d a s a r k a n n a l u r i m e r e k a . A p a b i l a m e r e k a
mengalamik e t i d a k j e l a s a n d a l a m m e m a h a m i s u a t u a y a t , m e r e k a m e
n a n y a k a n k e p a d a Rasulullah s.a.w.
1
Terkait dengan mukjizat yang relevansinya menunjukkan kehebatan mukjizatal-Qur’an.
Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunankalimat di mana salah
satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab.Merupakan tantangan dahsyat
dan bukti bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah.Kesadaran akan historisitas dan
kontekstualitas pemahaman manusia
padag i l i r a n n ya a k a n b e r s i n g g u n g a n d e n g a n r a n a h a l -
Q u r ’ a n d a n p e m a k n a a n n ya . Sebenarnya secara umum disepakati oleh umat
Islam bahwa al-Qur’an adalahsakral, karena ia adalah Kalamullah yang diturunkan
melalui Rasulullah. Namunketika melihat fakta bahwa al -Qur’an memakai bahasa
Arab, berbagai informasiyang disajikan di dalamnya banyak yang memakai logika
budaya Arab, kemudian berbagai istilah yang dipakai di dalamnya juga
menggunakan terminologi
yanga k r a b d i k a l a n g a n o r a n g A r a b s a a t i t u , m a k a m u n c u l l a h b e r b a g a i k a
jian dan
1
Manna Khalil al-Qattan,
STUDI ILMU-ILMU QUR’AN
, Jakarta:Litera AntarNusa,2007, hlm. 1
1

pembahasan tentang status original al-Qur’an, sejauh manakah al-


Q u r ’ a n i t u berdimensi ilahiah dan sejauh mana ia berdimensi manusiawi.Telah banyak
kajian bahkan perdebatan terhadap persoalan ini, bukan hanya para orientalis Barat yang
‘berpihak’ yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu tidak memiliki sisi ilahiah sama
sekali, karena ia ciptaan Muhammad. Tetapi juga darikalangan Islamolog
kontemporer yang berasal dari kalangan umat Islam
sendiri.S a l a h s e o r a n g I s l a m o l o g k o n t e m p o r e r y a n g s a n g a t d i k e n a l
d e n g a n i s u kontroversial bahwa al-Qur’an adalah produk budaya adalah tokoh intelektual
dariMesir, Nasr Hamid Abu Zayd. Dia adalah professor bahasa Arab dan Studi al -
Qur’an di Universitas Kairo Mesir. Selain itu
i a j u g a m e n j a d i d o s e n t a m u d i Universitas Leiden, Belanda, mulai tahun 1995 sampai
sekarang.P r o y e k u t a m a N a s h r H a m i d A b u Z a y d s e b e n a r n y
a a d a l a h p r o y e k pendobrakan manipulasi pemahaman teks yang banyak
terjadi dalam
peradabanI s l a m . P r o y e k b e s a r i n i t a m p a k a n t a r a l a i n d a l a m t u l i s a n n ya ya
ng berjudul
Mafhum al-Nash
. Menurutnya, peradaban Islam dapat dikatakan sebagai perdabanteks karena dengan berporos
pada teks (al-Qur’an)-lah dinamika peradaban Islam bergulir. Lebih jauh ternyata dalam
pengamatan Abu Zayd, para ulama’
terdahulut e r l a l u b e r l e b i h a n d a l a m m e n y i k a p i t e k s , s e h i n g g a s
e c a r a t i d a k s a d a r memunculkan pemahaman yang dikotomis antara teks dan
realitas. Teks sebagai pedoman yang sakral di satu sisi dengan realitas kehidupan
sebagai obyek dari pedoman tersebut di sisi yang lain. Pemahaman semacam ini membawa
implikasiyang tidak ringan, karena ada kalanya dalam kondisi tertentu dalam diri seseorang
atau sekelompok orang, maka untuk menyelamatkan kepentingan-
kepentingantersebut teks dijadikan sarana untuk memberikan legitimasi dan
justifikasinya.Dengan mengajukan sebuah pertanyaan utama ”Apakah pengertian
teks itudan bagaimana memahaminya?” ia mencoba untuk
mengatasi pemutarbalikan pemahaman teks. Lebih jauh dalam metodologinya i a
menggunakan semiotikad a n h e r m e n e u t i k a . D e n g a n d u a a l a t b e d a h i n i l a h i a
m e n yi m p u l k a n b a h w a a l - Qur’an adalah
Cultural Product
,
al-Muntaj al-Saqafi
atau produk budaya.Isu yang dilontarkan oleh Abu Zayd ini menantang kesepakatan
umum dikalangan umat Islam akan sakralitas eksistensi al-Qur’an ia menyatakan bahwa al-
Q u r ’ a n ya n g a d a d i h a d a p a n k i t a s a a t i n i a d a l a h
p r o d u k b u d a ya . T e n t u s a j a p e r n ya t a a n s e m a c a m i n i m e n g u n d a n g r e a k s i
y a n g t i d a k r i n g a n , b a h k a n d e m i pandangannya ini Abu Zayd harus
menanggung resiko diceraikan dari isterinyasebagai konsekuensi dari pemurtadan
yang ditimpakan atas dirinya.
2
D a s a r p e m i k i r a n A b u Z a yd s e b e l u m m e n yi m p u l k a n s t a t u s a l -
Qur’an inis e b e n a r n y a a d a l a h p e m b a g i a n n y a t e r h a d a p d u a f a s e t e k
s a l - Q u r ’ a n y a n g menggambarkan dialektika teks dengan realitas sosial
budayanya:1 . F a s e k e t i k a a l -
Qur’an membentuk dan mengkostruksikan diri secarastruktural dalam si
s t e m b u d a ya y a n g m e l a t a r i n ya , d i m a n a a s p e k k e b a h a s a a n m e r u p a k a n s a l
a h s a t u b a g i a n n ya . F a s e i n i l a h ya n g k e m u d i a n d i s e b u t p e r i o d e keterbentuka
n
(marhalah al-tasyakkul)
yang menggambarkan teks al-Qur’an.
2
Ia harus menjalani vonis pengadilan sebagai orang yang murtad, menceraikan
istrinya,meninggalkan Kairo, dan menjadi ilmuwan yang ”hidup” di negeri orang
selama kurang lebih 6tahun. Untuk kisah lengkapnya minus perjalanan hidupnya
di Leiden, tempat ia mendapatkansuaka sebagai dosen tamu, lihat Abu Zaid, al-Qawl al-
Mufid fi Qadiya Abu Zaid, Kairo: MaktabaMadbuli, 1995. Kini, ia telah mendapatkan
hak-nya kembali sebagai ilmuwan yang terhormat setelah kunjungannya ke Kairo
tahun 2003 mendapatkan sambutan luar biasa, baik dari kalanganakademisi, pers, maupun
pejabat pemerintah.
3

2. Fase ketika al-Qur’an membentuk dan mengkonstruksikan ulang


sistem budayanya, yaitu dengan menciptakan sistem kebahasaan khusus yang
berbedadengan bahasa induknya dan kemudian memunculkan pengaruh
dalam sistemk e b u d a y a a n n y a . D a l a m f a s e i n i , A b u Z a y d m e n y e b u t n
y a s e b a g a i p e r i o d e pembentukan
(marhalah al-tasykil)
. T e k s y a n g s e m u l a m e r u p a k a n p r o d u k kebudayaan, kini berubah
menjadi produsen kebudayaan.
3
Al-
Q u r ’ a n k e t i k a d i w a h yu k a n A l l a h k e p a d a M u h a m m a d t e n t u m e m a k a i b a h
a s a ya n g d a p a t d i m e n g e r t i o l e h u m a t d i m a n a i a d i t u r u n k a n . S e h u b u n g a n
dengan proses pewahyuan al-
Q u r ’ a n y a n g b e r l a n g s u n g d i A r a b , m a k a d i a menggunakan bahasa Arab
sebagai pengantar makna yang terkandung dalam teks
ketuhanan
. Untuk itu, pemahaman al-Qur’an sebagai teks al-Qur’an tidak dapatdipisahkan
dari masyarakat dan perdaban bangsa Arab. Ringkasnya, al -Qur’anyang kita lihat
dan kita baca sekarang merupakan teks budaya yang dipengaruhioleh
perkembangan peradaban Arab pada saat itu (
marhalah al-tasyakkul
) , d a n selanjutnya teks ini berfungsi menuntun menuju satu budaya yang baru,
yaitu budaya Islam (
marhalah al-tasykil
).Pada hakikatnya dengan konsepnya ini Abu Zayd ingin mengatakan bahwaketika
diwahyukan kepada Muhammad yang hidup di Jazirah Arab dengan
segala b u d a ya d a n t r a d i s i n ya , i t u b e r a r t i a l -
Q u r ’ a n m e m a s u k i w i l a ya h k e s e j a r a h a n manusia, maka merupakan
keniscayaan bagi al-Qur’an untuk memakai struktur d a n t a t a - b a h a s a d a n t a t a -
b u d a ya A r a b u n t u k m e n ya m p a i k a n m i s i R i s a l a h n ya melalui Muhammad.
Namun pada kenyataannya pernyataan Abu Zayd ini malah
3
Nasr Hamid Abu Zayd, Mafhum an-Nash: Dirasah fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: al-
Markaz al-Saqafi, 1994), 24-25.
4
mengundang berbagai serangan terhadap dirinya. Diantara yang menjadi
bahan’serangan’ terhadap Abu Zayd adalah pernyataannya dalam salah satu
kitabnya,
Naqd Khitab ad-Diny
, b a h w a b e g i t u w a h y u d i t u r u n k a n p e r t a m a k a l i , m a k a i a berubah status
dari sebuah teks ketuhanan (
nash Ilahi
) menjadi teks manusiawi(
nash Insani
), karena begitu masuk kesejarahan manusia, maka ia berubah dari w a h y u (
tanzil
) menjadi sebuah pemahaman dan penafsiran (
ta’wil
) . O r a n g pertama yang melakukan perubahan dari
tanzil
menjadi
ta’wil
ini tentu saja adalahRasul sendiri, sehingga harus dipilah tegas perbedaan antara
pemahaman Rasultentang teks dan sifat dasar teks tersebut yang merupakan wahyu Tuhan:
4
padahalal-Qur’an yang sampai kepada kita saat ini jelas melalui Rasulullah
Muhammad.Dengan pernyataannya inilah kemudian Abu Zayd dituduh
mengingkari aspek ketuhanan al-Qur’an dan menganggapnya sebagai teks manusia.B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diutarakan di atas, terlihat bahwa tawaran studi
‘Ulūm al-Qur’ān
sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Nashr

Hamid
Abus
Zayd
merupakan bidang kajian yang sangat menarik dan menantang. Atas dasar itulah penulis
berusaha untuk menelitinya lebih dalam.Dalam penelitian ini Penulis hanya akan membatasi
pada kajian tentang status( e k s i s t e n s i ) A l -
Q u r ’ a n ya n g a k a r m a s a l a h n ya t e r l e t a k p a d a k o n s e p s i
Wahyu
menurut
Nashr

Hamid
Abu
Zayd
.
4
Nasr Hamid Abu Zayd,
Naqd al-Khitab al-Diny
, (Kairo: Sina li al-Nasyr, 1994), hlm.126.
5
Untuk lebih mempermudah proses penelitian, secara rinci permasalahan yangakan dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
:1 . B a g a i m a n a k a h k o n s e p s i y a n g d i p a k a i N a s h r H a m i d A b u Z a y d
d a l a m memandang otentitas al-Qur’an yang berakar pada konsepsi
Wahyu
?2 . B a g a i m a n a k a h i m p l i k a s i ya n g d i t i m b u l k a n a t a s i n t e r p r e t a s i
N a s r H a m i d Abu Zayd tentang otentitas al-Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islamsecara general pada kontemporer ini ?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan secara esensial penyusun dalam membaha s penelitian dengan
judulsebagaimana tersebut di atas adalah ingin
mengetahui bagaimanakah pemikirantentang
Wahyu
yang dipakai Nashr Hamid Abu Zayd serta implikasi apakah yangtimbul atas interpretasi
Nashr Hamid Abu Zayd dalam memandang otentitas al -Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islam secara general pada saat ini.A d a p u n s e c a r a
makro
, d e n g a n a d a n y a p e n e l i t i a n i n i b a g i p e n y u s u n memberikan
beberapa manfaat dan kegunaan, yaitu di antaranya
:1 . P e r s ya r a t a n b a g i p e n yu s u n d a l a m r a n g k a m e n g a k h i r i k u l i a h p r o g r a m
sarjana (sebagai salah satu syarat bagi penyusun untuk memperoleh
gelar S a r j a n a P e n d i d i k a n I s l a m d a n S a r j a n a T h e o l o g i I s l a m ) p a d a F a k u l t a
s T a r b i ya h d a n U s h u l u d d i n S e k o l a h T i n g g i I s l a m S yu b b a n u l W a t h o n Mage
lang Jawa
Tengah.2 . S e b a g a i s u m b a n g s i h p e n y u s u n k h u s u s n y a k e p a d a A l m a m
a t e r d a n masyarakat pada umumnya dengan harapan semoga bermanfaat khususnya6
Untuk lebih mempermudah proses penelitian, secara rinci permasalahan yangakan dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
:1 . B a g a i m a n a k a h k o n s e p s i y a n g d i p a k a i N a s h r H a m i d A b u Z a y d
d a l a m memandang otentitas al-Qur’an yang berakar pada konsepsi
Wahyu
?2 . B a g a i m a n a k a h i m p l i k a s i ya n g d i t i m b u l k a n a t a s i n t e r p r e t a s i
N a s r H a m i d Abu Zayd tentang otentitas al-Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islamsecara general pada kontemporer ini ?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan secara esensial penyusun dalam membahas penelitian dengan
judulsebagaimana tersebut di atas adalah ingin
mengetahui bagaimanakah pemikirantentang
Wahyu
yang dipakai Nashr Hamid Abu Zayd serta implikasi apakah yangtimbul atas interpretasi
Nashr Hamid Abu Zayd dalam memandang otentitas al -Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islam secara general pada saat ini.A d a p u n s e c a r a
makro
, d e n g a n a d a n y a p e n e l i t i a n i n i b a g i p e n y u s u n memberikan
beberapa manfaat dan kegunaan, yaitu di antaranya
:1 . P e r s ya r a t a n b a g i p e n yu s u n d a l a m r a n g k a m e n g a k h i r i k u l i a h p r o g r a m
sarjana (sebagai salah satu syarat bagi penyusun untuk memperoleh
gelar S a r j a n a P e n d i d i k a n I s l a m d a n S a r j a n a T h e o l o g i I s l a m ) p a d a F a k u l t a
s T a r b i y a h d a n U s h u l u d d i n S e k o l a h T i n g g i I s l a m S yu b b a n u l W a t h o n Mage
lang Jawa
Tengah.2 . S e b a g a i s u m b a n g s i h p e n y u s u n k h u s u s n y a k e p a d a A l m a m
a t e r d a n masyarakat pada umumnya dengan harapan semoga bermanfaat khususnya6
Untuk lebih mempermudah proses penelitian, secara rinci permasalahan yangakan dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut
:1 . B a g a i m a n a k a h k o n s e p s i y a n g d i p a k a i N a s h r H a m i d A b u Z a y d
d a l a m memandang otentitas al-Qur’an yang berakar pada konsepsi
Wahyu
?2 . B a g a i m a n a k a h i m p l i k a s i ya n g d i t i m b u l k a n a t a s i n t e r p r e t a s i
N a s r H a m i d Abu Zayd tentang otentitas al-Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islamsecara general pada kontemporer ini ?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan secara esensial penyusun dalam membahas penelitian d engan
judulsebagaimana tersebut di atas adalah ingin
mengetahui bagaimanakah pemikirantentang
Wahyu
yang dipakai Nashr Hamid Abu Zayd serta implikasi apakah yangtimbul atas interpretasi
Nashr Hamid Abu Zayd dalam memandang otentitas al -Qur’an terhadap
konsensus
pemikiran Islam secara general pada saat ini.A d a p u n s e c a r a
makro
, d e n g a n a d a n y a p e n e l i t i a n i n i b a g i p e n y u s u n memberikan
beberapa manfaat dan kegunaan, yaitu di antaranya
:1 . P e r s ya r a t a n b a g i p e n yu s u n d a l a m r a n g k a m e n g a k h i r i k u l i a h p r o g r a m
sarjana (sebagai salah satu syarat bagi penyusun untuk memperoleh
gelar S a r j a n a P e n d i d i k a n I s l a m d a n S a r j a n a T h e o l o g i I s l a m ) p a d a F a k u l t a
s T a r b i ya h d a n U s h u l u d d i n S e k o l a h T i n g g i I s l a m S yu b b a n u l W a t h o n Mage
lang Jawa
Tengah.2 . S e b a g a i s u m b a n g s i h p e n y u s u n k h u s u s n y a k e p a d a A l m a m
a t e r d a n masyarakat pada umumnya dengan harapan semoga bermanfaat khususnya6
s e b a g a i p e r t i m b a n g a n s t
u d i k o m p a r a t i f d a l a m m
e l a k u k a n p e n e l i t i a n pengkajian
keilmuan keIslaman untuk masa mendatang.
D. Telaah Pustaka
Perdebatan tentang status al-Qur’an sebenarnya bukan perdebatan yang
baru.P e r d e b a t a n s e r u p a i n i
d a p a t d i b a n d i n g k a n d e n
g a n p e r d e b a t a n y a n g t e r
j a d i d i kalangan
M utaklim
k l a s i k t e n t a n g a p
a k a h a l -
Q u r ’ a n i t u Q o d i m
a t a u k a h M a k h l u q ( b a
r u ) . P e r d e b a t a n k l a s i k
i n i b a h k a n m e l a h i r k a n s
e b u a h f e n o m e n a m e m i l u k a n , y a
i t u
mihnah
o l e h k e l o m p o k
M u’tazilh
y a n g d i d u k u n g p e n g u a s a untuk memaksakan pandangannya
bahwa al-Qur’an itu makhluq atau baru.Dalam wacana
‘U
lūm al-Q
ur’ān,
konsep
Wahyu
merupakan tema yang mutlak untuk dikaji karena ia merupakan bagian integral dari metode
dan cara memahamidan menafsirkan al-Qur'an. Bahkan
Nashr

Hamid
Abu
Zayd
memandang temai n i l a h p i j a k a n d a s a r b a g i t e m a
‘Ulūm al-Qur’ān
y a n g l a i n s e l a i n k o n s e p t e k s d a n wahyu.
5
Selain dua alasan diatas, motivasi penulis untuk melakukan penelitian inil e b i h
l a n j u t j u g a m u n c u l k a r e n a d i d a s a r k a n
p a d a a l a s a n k o n s e p
Asbāb al-Nuzūl
m e r u p a k a n s e b u a h
k o n s e p a t a u t e m a k a j i a n
y a n g s a n g a t p e n t i n g d a n
m e n a r i k u n t u k d i p e l a j a r i k a r e n a
d a r i d u l u s a m p a i s e k a r a n g p e r d e b a t a n
m e n g e n a i h a l i t u tidak pernah
selesai.D a l a m b e b e r a p a p a r a g r
a f b u k u a u t o b i o g r a f i y a
n g d i t u l i s N a v i d K e r m a n
i , s a h a b a t s e t i a A b u Z a y d
b e r k e b a n g s a a n J e r m a n , N a s h r – b e g i t u
A b u Z a y d b i a s a disapa – sempat berujar.
5
N a s h r H a m i d A b u Z a y d
,
M afhum
al-
N
ash
:
Dirasah

fi

Ulum al-Qur’an
,Op.Cit.,
hal. 115
7

” D e r K o r a n i s t e i n r e l i g i o s e s W e r k ,
e i n b u c h d e r R e c h t l e i t u n g , w i e A b d u h
e s a u s d r u c k t . A b e r w i e g e l a n g e n w i r
z u r R e c h t l e i t u n g ? W i e m u s s e n w i r d e n
T e x t v e r s t e h e n , u m z u i h r z u
g e l a n g e n ? W i r m u s s e n i h r
d e k o d i e r e n . . D e r K o r a n i s t e i n e
B o t s c h a f t , d i e i h r e n K o d e u n d i h r e n
K a n a l h a t . D e r K o d e i s t d i e a r a b i s c h e
S p r a c h e . Z u r D e k o d i e r u n g b e d a r f i c h
d e r T e x t a n a l y s e ,
d i e m e h r a l s n u r P h
i l o l o g i e i s t . S i e
b e h a n d e l t d e r K
o r a n a l s e i n e n p o
e t i s c h s t r u k t u r i e r t e n T e x t .
D e s w e g e n g e h o h r t d e r K o r a n n o c h
n i c h t z u r G a t t u n g d e r Poesie. Er bleibt ein religioser Text
mit unterschiedlichen Funktionen.”
6
( a l - Q u r ’ a n a d a l a h “ k a r y a k e a g a m a a n ” ,
k i t a b p e t u n j u k ,
s e p e r t i y a n g p e r n a h d i k a t a k a n A b d u h .
T e t a p i b a g a i m a n a k i t a b i s a m e n c a p a i
p e t u n j u k
i t u ? B a g a i m a n a s e h a r u s n y a
k i t a m e m a h a m i t e k s , a g
a r p e t u n j u k t e r s e b u t b i
s a d i r a i h ? . K i t a
h a r u s “ m e n t a f s i r k a n n y a ” . A l -
Q u r ’ a n a d a l a h p e s a n T u h a n y a n g memiliki kode
dan “saluran”, yakni berupa bahasa Arab. Untuk meretas
kodey a n g d i g u n a k a n , s a y a
m e m b u t u h k a n a n a l i s i s t e
k s y a n g l e b i h d a r i s e k e
d a r f i l o l o g i . A n a l
i s i s i n i m e n e m p a
t k a n a l -
Q u r ’ a n s e b a g a i t
e x p o e t i k y a n g t e r s
t r u k t u r . O l e h k a r e n a n y a
, a l -
Q u r ’ a n t i d a k m a s u k k a t e
g o r i t e k s p u i s i , sebaliknya ia tetap sebagai
teks keagamaan yang memiliki banyak fungsi). P e r l u d i p a h a m i
b a h w a A b u Z a y d s a n g a t a k r a b d e n g a n
p e m i k i r a n H e i d e g g e r dengan teori hermeneutikanya,
7
Hans George Gadamer dengan pertemuan
denganA d a m e l a l u i b a h a s a s e
r t a h e r m e n e u t i k a f i l o s o
f i s n y a ,
8
S c h l e i e r m a c h e r d e n g a n lingkaran hermeneutisnya,
9
s e r t a E m i l i o B e t t i d e n g a n p e n e m p a t a n
h e r m e n e u t i k s e b a g a i i l m u h u
m a n i o r a ,
d i e H e r m e n e u t i k
a l s a l l g e m e i n e M
e t h o d i k d e r Geistw
nchaf
m e r u p a k a n f a k t a y a n g t a k t e r b a n t a h .
N a m u n , k e a k r a b a n Abu Zayd dengan para filosof bahasa
ini mendorongnya untuk melihat kembali keh a s a n a h t u r a t s
d e n g a n m a k s u d m e l i h a t e l e m e n - e l e m e n
k r i t i s d a l a m
p e m i k i r a n f i l s a f a t b a h a s a d
a n s a s t r a . R u p a n y a , i a
b e r h a s i l m e n e m u k a n m u t
i a r a - m u t i a r a dalam karya klasik, terutama pada al-Jahiz
(w. 255 H), al-Qadi Abdul Jabbar (w.417 H) dan Abdul Qahir al-Jurjani (w. 471 H). Di
sinilah letak signifikansi karya
6
N a s h r H a m i d A b u Z a y d , E i n L e b e n m i t
d e m I s l a m : e r z a h e l t v o n N a v i d
K e r m a n i , Freiburg, Herder 2001, 100.
7
Heidegger, Vom Wesen der Wahrheit, Franfurt: Klotermann 1967, 27.
8
G a d a m e r , W a h r h e i t u n d M e t h o d : G r u n d
z u g e e i n e r
p h i l o s o p h i s c h e n H e r m e n e u t i k , Tuebingen 1960,
476.
9
Schleiermacher, Hermeneutik und Kritik. Mit einem Anhang
sprachphilosophischer Texte Schleiermacher, (ed.), Manfred Frank, Frankfurt 1995, 35-36.
8
A b u Z a y d , y a k n i u n t u k
m e m b a n g k i t k a n s e m a n g a t
i n t e l e k t u a l d e n g a n m e l
i h a t kepada khazanah turats sebagai pangkal pemikiran kritis dan orientasi
pembacaankontemporer.S e m e n t a r a , r e f e r e n s i l a i n
y a n g b e r b a h a s a I n d o n e s i a y a n g
j u m l a h n y a s a n g a t banyak sekali terdapat dalam buku-buku yang
membahas secara global mengenaikumpulan tema-tema ulum al-Qur’an. Formatnya hampir
sama dengan kitab-kitab‘
Ulūm al-Qur’ān
diatas, yakni kajian mengenai
A sbāal-N
uzū
merupakan bagiand a r i p e m b a h a s a n ‘
U l ū m a l - Q u r ’ ā n
s e c a r a u m u m , h a l i n i d i
s e b a b k a n k a r e n a k e b a n y a k a n
r e f e r e n s i t e n t a n g k a j i a n ‘
Ulūm al-Qur’ān
yang berbahasa Indonesiam e r u p a k a n h a s i l t e r j e m a h a n
d a r i k i t a b - k i t a b y a n g b e r b a h a s a A r a b ,
s e p e r t i
Studilmu-ilmu al-Qur’an
k a r y a M a n n a ’
K hali
al-
Qattan
. M e s k i p u n p e n u l i s t i d a k menutup mata adanya
beberapa kitab yang asli karangan orang Indonesia sendiriseperti, karya Teungku Hasby as-
Shieddieqy
10
yang berjudul
Ilmu-ilmu al-Qur'an
,Q u r a i s y S h i h a b d e n g a n
j u d u l
M e m b u m i k a n a l - Q u r ’ ā n
11

d a n l a i n - l a i n - - y a n g k a l a u p u n d i t e l i t i
s e c a r a c e r m a t m e n g e n a i m u a t a n d a n
i s i n y a
k e b a n y a k a n j u g a t i d a k j a u h b e
r b e d a d e n g a n b u k u d a n
k i t a b
y a n g t e l a h d i s e b u t d i a t
a s - - . H a l i n i disebabkan karena hasil karya mereka
kebanyakan juga menyadur dari kitab-kitabyang berbahasa
Arab.M e n g e n a i s k r i p s i ,
d i l i n g k u n g a n S T A I A
( S e k o l a h T i n g g i A g a m a I s l a m A l -
H u s a i n ) M a g e l a n g — t e m p a t P e n u l i s
m e n i m b a r e t o r i k a a g a m a , y a n g
m e n u l i s tentang konsep dan rekonstruksi
Wahyu
s e t a h u P e n u l i s b e l u m a d a , b u k a n
h a n y a k a r e n a s e m a t a
m a s i h t e r b i l a n g k
a m p u s b a r u , n a m u
n k a r e n a j u g a d a r
i s e g i
10
T e u n g k u H a s b y a s -
S h i e d d i e q y ,
S e j a r a h P e n g a n t a r I l m u -
i l m u a l - Q u r ' a n / T a f s i r ,
(Jakarta : Bulan Bintang, Cet. XIV, 1992)
11
Quraisy Shihab, “
Membumikan” al-Qur’ān,
(Bandung : Mizan, Cet. XV, 1997)
9

m a y o r i t a s s u m b e r d a y a m
a n u s i a ( B a c a : M a h a s i s w
a , r e d ) a d a l a h p a r a p e n g
a j a r , s e h i n g g a l e b i h t e r
t a r i k d a n c e n d e r u n g p a d
a k a j i a n t e n t a n g P e n d i d
i k a n s e s u a i dengan
basic
mereka.
E . K e r a n g k a
T e o r i t i k
K e g e l i s a h a n A b u
Z a y d b a h w a s e r i n
g k a l i t e r j a d i m a n
i p u l a s i t e k s y a n g
d i l a k u k a n u m a t I s l a m d e m i
m e n d a p a t k a n l e g i t i m a s i a t a s b e r b a g a i
k e p e n t i n g a n p o l i t i s d a n o t o r i t a r i a n i s t
i k , s e h a r u s n y a j u g a
m e n j a d i k e g e l i s a h a n
s e m u a u m a t I s l a m . K a r e n a h a l s e m a c a m
i t u t e l a h m e n j a d i m a k l u m d i k a l a n g a n
u m a t I s l a m . S a k r a l i s a s i y a n g
b e r l e b i h a n d a n t i d a k p a d a t e m p a t n y a
y a n g m e n g a t a s n a m a k a n agama dan kitab suci sudah seharusnya
mulai dikritisi, demi dinamika yang sehatdalam peradaban Islam sendiri.Mengapa tafsir –
dalam bahasa Abu Zayd adalah
ta’w
il
– atas teks
keagamaani t u s a n g a t p e n t
i n g ? S e b e l u m m a s
u k k e d a l a m p e r t
a n y a a n t e r s e b u t ,
p e r l u d i k e m u k a k a n p a n d a n g a n
d i a t e n t a n g a l -
Q u r ’ a n . I a b e r p e n d a p a t b a h w a a l -
Q u r ’ a n a d a l a h t e k s y a n g
b e r u p a b a h a s a (
nasshun lughawiyyun
) . D e n g a n b e r p e n d a p a t d e m i k i a n i a
t i d a k b e r m a k s u d b a h w a
m e n y e d e r h a n a k a n b a h w a p e r a d a b a n
A r a b I s l a m I s l a m i t u h a n y a p e r a d a b a n
t e k s s a j a . M a k s u d p e r n y a t a a n t e r s e b u t
a d a l a h b a h w a p e r a d a b a n A r
a b I s l a m i t u t i d a k m u n g
k i n m e l u p a k a n s e n t r a l i t
a s t e k s . M e n u r u t n y a , p r i
n s i p - p r i n s i p , i l m u -
i l m u d a n j u g a k e b u d a y a
a n A r a b I s l a m i t u t u m b u h
d a n b e r d i r i d i a t a s t e k s .
12
N a m u n d e m i k i a n , t e k s t i d a k a k a n
b i s a a p a - a p a k a l a u t i d a k a d a c a m p u r
t a n g a n d a r i m a n u s i a . A r t i n y a , t e k s
t i d a k a k a n
m a m p u m e n g e m b a n g
k a n p e r a d a b a n
d a n k e i l m u a n
I s l a m A r a b a
p a b i l a i a t i d
a k
12
Nasr Hamid Abu Zayd, 9.
10

m e n d a p a t k a n s e n t u h a n d
a r i p e m i k i r a n m a n u s i a .
D a l a m p a n d a n g a n d e m i k i
a n , dengan kata lain agama sebagai teks tidak akan berfungsi apabila
keberadaannyat i d a k d i p i k i r k a n m a
n u s i a . K a r e n a n y a , i a b e
r p e n d a p a t b a h w a p e r k e m
b a n g a n p e r a d a b a n I s l a m
i t u s a n g a t t e r g a n t u n g k
e p a d a r e l a s i d i a l e k t i s
a n t a r a m a n u s i a d e n g a n d i m e n s i
r e a l i t a s n y a p a d a s a t u s i s i , d a n t e k s
p a d a s i s i y a n g l a i n n y a . A l -
Q u r ’ a n d a l a m p e r a d a b a n
k i t a i n i m e m i l i k i p e r a
n a n y a n g t i d a k m u n g k i n
k i t a melupakannya.Apabila teks keagamaan itu menjadi kunci bagi peradaban,
maka
ta’w il
(cara p e m a h a m a n ) a d a l a h h a l y a n g s a n g a t
p e n t i n g d a l a m k e r a n g k a i n i . D e n g a n
k a t a l a i n , t e k s k e a g a m a a n t e r s e b u t
h a n y a a k a n m e m i l i k i m a k n a a p a b i l a
a d a k e g i a t a n yang disebut dengan istilah
ta’w il
. Dalam hal ini Abu Zayd sengaja menggunakani s t i l a h t a ’ w i l
s e b a g a i g a n t i i s t i l a h t a f s i r k a r e n a
b e b e r a p a a l a s a n ; p e r t a m a , i s t i l a h tafsir pada
mulanya digunakan untuk makna ”yang jelas” (
al-w dih
) dan ”terang”(
al-byin
) , d a n i n i s u d a h d i c a k u p d a l a m
i s t i l a h t a ’ w i l y a n g b e r a r t i g e r a k a n
h a t i y a n g b e r s i f a t p e n g e t a h u a n ; k e d u a ,
i s t i l a h t a ’ w i l a d a l a h i s t i l a h y a n g
d i g u n a k a n o l e h u l a m a - u l a m a a w a l
s e p e r t i M u h a m m a d I b n J a r i r a l -
T h a b a r i d a l a m k i t a b n y a J a m i ’ a l - B a y a n
a l a T a ’ w i l A y y i a l - Q u r ’ a n d e m i k i a n
j u g a y a n g d i t u n j u k k a n d i dalam keteranga Imam
Sibawaih, seorang Imam besar dalam bidang ilmu Nahwu,s e l a i n i s t i l a h
t a ’ w i l m e m a n g m e m i l i k i m a k n a y a n g
l e b i h d a l a m d i b a n d i n g k a n tafsir.
13
S e l a n j u t n y a A b u
Z a y d m e n y a t a k a n
a p a b i l a k e b u d a y a
a n A r a b I s l a m i t u
m e m b e r i k a n
t e k s Q u r ’ a n i s e m a c a m k e l e b i h a n ,
d a n m e n j a d i k a n t a ’ w i l s e b a g a i
13
Nashr Hamid Abu Zayd, Isykaliyyatul al-Qia’ah wa Aliyyatul al-Ta’wil, al-Markazal-Tsiqafi
al-Arabi: Beirut, 1996, h. 192.
11

y a n g A b u Z a y d c o b a b a n g u n a d a l a h
m e m p e r t e m u k a n
ta’w
il
(
tafsir bi al-ra’yi
)dalam Islam dan hermeneutika yang menurutnya merupakan kecenderungan yang juga ada
dalam tradisi penafsiran Islam.
14
Ia menyatakan,”Al-Hermeneutika – idzan – qadliyyatun wa jadidatun fi nafs al-
wakti,w a h i y a f i t a r k i z i h a ’
a l a a l a q a t i a l -
m u f a s s i r b i a l -
n a s h l a i s a t q a d l i y y a t a n
k h a s a t a n b i a l - f i k r i a l - g h a r b i ,
b a l h i y a q a d l i y y a t u n l a h a w u j u d u h a
a l - m u l i h f i turasina al-arabi al-qadim wa al-hadis ’ala al-sawa.”
15
T e r j e m a h a n n y a , H e r m e n e u t i k a –
k e m u d i a n – a d a l a h d i s k u r s u s l a m a d a n
s e k a l i g u s b a r u . T i t i k b a h a s a n d i a
t e n t a n g r e l a s i p e n a f s i r a n d a n t e k s
i t u b u k a n h a n y a d i s k u r s u s d a l a m
p e m i k i r a n B a r a t , a k a n t e t a p i
d i s k u r s u s y a n g wujudnya juga ada dalam tradisi Arab baik Arab lama
maupun sekarang.M e n g a p a h e r m e n e u t i k a B a r a t ?
A b u Z a y d m e l i h a t b a h w a s i s t e m
p e n a f s i r a n y a n g d i s e d i a k a n o l e h
t r a d i s i I s l a m t i d a k m e n c u k u p i u n t u k
m e m b a c a t e k s - t e k s Islam dalam realitas kekinian. Persoalan-
persoalan bacaan (
isykaliyyatul qira’ah
)t e r u t a m a y a n g b e r a s a l a
d a r i t a n t a n g a n s o s i o l o g
i s d a n h i s t o r i s t i d a k m
a m p u d i j a w a b d e n g a n m e n g g u n a k a n
c a r a b a c a k o n v e n s i o n a l . D a n h a r u s
d i a k u i s e c a r a m e t o d o l o g i s ,
p e r k e m b a n g a n i l m u p e n a f s i r a n d a l a m
t r a d i s i I s l a m m e m a n g
t i d a k b e r j a l a n d e n g
a n b a i k , b a h k a n
b i s a d i k a t a k a n t e
l a h m a n d e g . U p a y
a - u p a y a p e m b a h a r u a n m e m a n g
s e d a n g d i l a k u k a n m i s a l n y a o l e h
A r k o u n , t e t a p i a l a t y a n g digunakan sudah tidak bisa
bergantung pada
ulm al-qur’an
secara
konvensional.S e c a r a u m u m , p r o y e k
h e r m e n e u t i k a A b u Z a y d
i n i m e n g a n d u n g d u a h a l
; pertama adalah bertujuan untuk menemukan makna asal (
daltuh-siy
)dari sebuah teks dengan menempatkannya pada sebuah konteks sosio-
hitorisnya.K e d u a a d a l a
h b e r t u j u a n u
n t u k m e n g k l a r
i f i k a s i k e r a n
g k a s o s i o -
k u l t u r a l
14
N a s h r H a m i d A b u Z a y d , I s k a l i y y a t a l -
Q i r a ’ a h w a A l i y y a t a l - T a ’ w i l , M a r k a z
a l - Tsiqafi al-Arabi: Beirut, 1994, Cet. III, h. 14.
15
Ibid.
13

k o n t e m p o r e r d a n t u j u a n -
t u j u a n p r a k t i s y a n g m e n
d o r o n g d a n m e n g a r a h k a n p
enafsiran.
16
B e r p i j a k d a r i p e r s o a l a n
b a h a s a d a l a m k h a z a n a h
t u r a t s d i a t a s , A b u
Z a y d kemudian mengembangkan diskusinya tentang
majaz
, metafor. Hal ini ia lakukanm e n g i n g a t
m e t a f o r m e r u p a k a n s a l a h s a t u
e l e m e n p e n t i n g d a l a m
p e r b i n c a n g a n m e n g e n a i t e k s k
e a g a m a a n , k h u s u s n y a d a
l a m s e n i p e m a h a m a n n y a ,
A r t d e s V
ersthn
, y a n g m e l i b a
t k a n p l u r a l i t
a s p e n a f s i r a n
. S e p e r t i p e m
b a h a s a n s e b e l u m n y a
, A b u Z a y d t i d a k m e l e w
a t k a n p e r d e b a t a n k o n s e p
t u a l a n t a r t e o l o g mengenai eksistensi
metafor dalam bahasa secara umum, dan pada khususnya
teksk e a g a m a a n . P e r b e d a a n
i n i t i d a k b i s a d i l e p a s k
a n d a r i m a d z h a b t e o l o g i
s y a n g dianut, dan secara garis besar dapat dipilah menjadi tiga kelompok,
yakni
pertama
adalah kecenderungan Mu’tazilah yang menjadikan
majaz
s e b a g a i s e n j a t a u n t u k memberikan interpretasi terhadap
teks-teks yang tidak sejalan dengan dasar-
dasar p e m i k i r a n m e r e k a .
Kedua
a d a l a h k e l o m p o k
D z a h i r i y a h y a n g
m e n e n t a n g p e m a h a m a
n a p a p u n t e r h a d a p t e k s
y a n g m e l a m p a u i l a h i r i a h
b a h a s a . M e r e k a m e n o l a k i n t e
r p r e t a s i t e r h a d a p h a l - h a l y a n g t i d a k
j e l a s d a l a m t e k s a l - Q u r ’ a n ,
d a n t e k s -
t e k s t e r s e b u t m e r
e k a a n g g a p s e b a g
a i m o n o p o l i A l l a
h s e m a t a u n t u k m e n
g e t a h u i n y a . B a h k a n m e r e k a m e n o l a k
a d a n y a m a j a z t i d a k h a n y a d a l a m a l -
Q u r ’ a n t e t a p i j u g a d a l a m b a h a s a .
S e d a n g k a n y a n g
ketiga
kelompok Asy’ariyyahy a n g b e r u s a h a m e m p o s i s i k a n
d i r i s e c a r a m o d e r a t d i a n t a r a
k e l o m p o k - k e l o m p o k y a n g b e r l e b i h -
l e b i h a n d i d a l a m m e n g g u n a k a n
majaz
d a l a m m e n a f s i r k a n t e k s , dengan kelompok yang menolak
adanya
m
ajz
.
16
Lihat Charles Hirschkind.
14

Pemilahan atas tiga kelompok ini kemudian menjadi pijakan Abu Zayd
dalamm e r a m b a h w i l a y a h k e b a h a s a a n a l -
Q u r ’ a n s e c a r a
l e b i h i n t e n s i f . B a g i n y a , t e k s k e a
g a m a a n – a l -
Q u r ’ a n –
b a n y a k y a n g
m e t a f o r i s , s e
h i n g g a p e n a f s
i r a n terhadapnya menghasilkan keragaman. Dalam aspek tertentu,
terutama
pandanganr a s i o n a l t e r h a d
a p t e k s k e a g a m a a
n , A b u Z a y d m i r i
p -
m i r i p d e n g a n p e m
i k i r M u ’ t a z i l a h . B e b e
r a p a t u l i s a n n y a , A b u Z a
y d b a n y a k ” m e m b e l a ” a r
g u m e n t a s i k e l o m p o k r a s i o n a l i s
d a l a m ” m e m p e r l a k u k a n ” t e k s
k e a g a m a a n . S a l a h s a t u n y a a d a l a h
p e n i l a i a n d i a t e r h a d a p m a d z h a b
M u ’ t a z i l a h y a n g m e m a n d a n g
h u b u n g a n a n t a r a m a n u s i a -
b a h a s a d a n t e k s s u c i s e
b a g a i r e l a s i y a n g
thinkable
. M a n u s i a sebagai obyek dan sasaran teks, sedangkan bahasa
merupakan konvensi
manusiak a r e n a i a m e r e f l e k s i k
a n k o n v e n s i s o s i a l a t a s
h u b u n g a n a n t a r a s u a r a
d e n g a n m a k n a . B a h a s a , d
i s i s i l a i n , t i d a k m e n g
a c u s e c a r a l a n g s u n g k e p
a d a r e a l i t a s , sebaliknya, realitas-lah yang dikonsepsi
dan disimbolkan dalam bunyi bahasa.Meski ada kecenderungan rasionalis dalam corak
pemikiran Abu Zayd, ia
jugat i d a k m e n g i n g k a r
i p r e s t a s i y a n g d
i l a k u k a n o l e h k e l
o m p o k S u n n i . H a l
i n i ditunjukkan oleh kutipan Abu Zayd terhadap teolog Sunni, Ibn Qutaiba
(w.276),tentang pembelaan Ibn Qutaiba terhadap eksistensi metafor, sebagai
berikut:” M e r e k a y a n g m e n y e r a
n g
majaz
a l -
Q u r ’ a n k a r e n a a l a s a n b a
h w a
m
ajz
merupakan kebohongan; karena ’dinding tidak memiliki keinginan’ dan ’kampungtidak dapat
bertanya’. Pendapat ini merupakan salah satu kebodohan mereka yangs a n g a t
n a i f , d a n s e k a l i g u s m e n u n j u k k a n
b e t a p a j e l e k n a l a r m e r e k a d a n
b e t a p a sedikit pengetahuan mereka. Andaikata
m ajz
merupakan kebohongan, dan semuat i n d a k a n y a n g
d i n i s b a t k a n k e p a d a s e l a i n h e w a n
a d a l a h k e l i r u , t e n t u n y a s e b a g i a n 15

adarus Al-Qur'an
RDAY, 28 SEPTEMBER 2013 14:07
KKA
3720
Ramadhan adalah bulan penuh berkah, karena di dalamnya diturunkan permulaan Al-
Quran. “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang haqq dan yang bathil).
” (Qs. Al-Baqarah [2]: 185). Maka, malam turunnya Al-Quran itu disebut pula dengan
malam kemuliaan atau Lailatul Qadr. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada
malam kemuliaan (lailatul qadr).” (Qs. Al-Qadr [97]: 1)
Setiap Ramadhan, Malaikat Jibril AS dan Nabi Muhammad SAW saling membacakan Al-
Quran silih berganti terhadap ayat-ayat yang telah diturunkan: Jibril membaca, Rasul
menyimaknya, silih berganti. Inilah tradisi tadarus pertama. Pada tahun wafatnya Rasul,
Allah SWT mengutus Jibril turun dua kali selama bulan Ramadhan untuk bertadarus dengan
Rasul, seolah menyiratkan bahwa Allah SWT ingin memastikan bahwa seluruh ayat-ayat Al-
Quran yang telah diwahyukan benar-benar dihafal, dikuasai dan dimengerti oleh kekasih-Nya
itu.

Tradisi tadarus ini diteruskan oleh kaum muslimin sepanjang waktu hingga kini. Masjid,
mushola dan surau bergemuruh lantunan ayat-ayat Al-Quran pada musim Ramadhan; ada
yang mampu mengkhatamkannya sekali, dua kali, tiga kali, dan bahkan ada yang sampai 30
kali mengkhatamkan Al-Quran selama Ramadhan dengan asumsi sehari 30 juz.

Membaca Al-Quran termasuk kegiatan ibadah, karena menurut Rasul huruf-hurunya saja jika
dibaca mengandung pahala. Namun demikian, hendaknya kaum muslimin tidak berhenti pada
bacaan saja, tetapi mestinya naik pada level memahami, menelaah dan mempelajari
kandungan makna yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran.

Kegiatan membaca saja disebut tilawah. Sedangkan lebih luas lagi, membaca dan menelaah
disebut qiraah. Maka, ayat pertama yang turun, “iqra”, sesungguhnya tidak sekedar
membaca dalam arti harfiah mengeja huruf-huruf melainkan membaca dalam pengertian
memahami, menelaah dan menganalisa. Adapun “tadarus” berasal dari akar kata “da-ra-
sa” yang artinya belajar. Maka, di dalam tadarus tidak saja terkandung pengertian membaca,
tetapi juga menelaah dan mempelajari. Kaum muslimin sekarang ini umumnya masih berada
pada level tilawah, meskipun kegiatannya bertajuk tadarus.
Pada level tilawah ini pun masih banyak kaum muslimin yang bacaan Al-Quraannya belum
standar, baik dari segil makharijul huruf maupun kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah
tajwid. Ada yang terbata-bata membacanya, namun ada pula yang sangat cepat sampai-
sampai tidak jelas bacaannya, padahal dalam tilawah jelas-jelas kita diperintahkan untuk
membacanya dengan tartil, yaitu benar, jelas dan bagus. Nabi SAW pernah ditegur langsung
oleh Allah SWT karena terburu-buru menirukan bacaan sebelum Jibril selesai
membacakannya. “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Quran karena
hendak cepat-cepat menguasainya.” (Qs. Al-Qiyamah [75]: 16)

Banyak kaum muslim yang telah puluhan tahun membaca Al-Quran namun belum juga fasih.
Padahal, jika ditekuni, menurut pengalaman umum belajar Al-Quran standar dengan guru
hanya memerlukan waktu 2 sampai 3 bulan, atau sekitar 16 sampai 24 kali pertemuan dengan
durasi tiap pertemuan 1 jam. Jika alasannya adalah tidak sempat waktu, sibuk dan banyak
pekerjaan, maka sungguh mengada-ada; mereka belum menganggap Al-Quran bagian penting
dalam hidupnya.

Banyak juga anak-anak muslim yang fasih berbahasa Inggris, Mandarin, Jerman dan bahasa-
bahasa asing lainnya, ahli dalam matematika, komputer dan musik serta beragam
keterampilan lainnya, namun terbata-bata dalam bacaan Al-Qurannya. Artinya, masih banyak
para orang tua muslim yang mengursuskan anak-anaknya membaca Al-Quran tidak seserius
mengursuskan mereka untuk matematika, bahasa Inggris, komputer, musik dan lain
sebagainya. Bagi banyak orang tua muslim bahasa Inggris, komputer, matematika, musik dan
aneka keterampilan itu dianggap penting untuk bekal masa depan anak, namun mereka lupa
bahwa Al-Quran juga bagian dari masa depan, yaitu masa depan di akhirat. Justru, Al-Quran
ini dapat menolong anak itu sendiri dan orang tuanya kelak di akhirat.

Rasulullah SAW berkali-kali menegaskan bahwa Al-Quran akan menjadi syafaat pada hari
kiamat nanti bagi orang yang gemar membacanya. Bahkan, dalam sebuah hadis, Rasul
menuturkan bahwa Allah memiliki keluarga di dunia ini. Para sahabat bertanya, siapakah
yang dimaksud dengan keluarga itu. “Ahli Al-Quran” jawab Rasul. (HR. Hakim) Ahli Al-
Quran adalah orang yang akrab dengan Al-Quran baik dengan membacanya, menelaah,
maupun mengamalkan kandungannya.
Karena umumnya kaum muslimin masih pada level tilawah, maka pantas saja jika puluhan
tahun membaca Al-Quran dan puluhan kali mengkhatamkannya, namun tidak ada yang
membekas dalam hati maupun perilaku. Bagaimana mungkin membaca Al-Quran ratusan kali
tetapi cara pandang, gaya dan sikap hidupnya tidak berubah? Berarti Al-Quran memang
hanya sekedar bacaan, belum mampu menjadi
petunjuk (hudan), cahaya (nur), penjelas (bayyinat), pembeda (furqan), apalagi menjadi
obat(syifaa’).
Maka, mulailah menjadikan Al-Quran bagian penting dalam hidup kita. Tadarus Al-Quran
kita pada bulan Ramadhan ini harus menjadi momentum bagi kita untuk memahami,
menelaah dan mengamalkan kandungan ayat-ayatnya. “Dan sesungguhnya telah Kami
mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”
(Qs. Al-Qamar [54]: 17)

https://www.scribd.com/doc/25110675/Bab-i-Pendahuluan-a-Latar-Belakang-Al-qur-
anhttp://tazakka.or.id/index.php/artikel/tausyiah-ustadz-anang/436-memaknai-tadarus-al-
quran

Anda mungkin juga menyukai