PENDAHULUAN
1
Atas kehebatan yang diraihnya, wayang terbukti menyajikan cerita-
cerita yang menarik. Cerita wayang sendiri bersumber dari kitab-kitab tua seperti
Ramayana dan Mahabarata. Wayang juga memiliki gaya tersendiri ketika akan
dipentaskan, ada yang disebut wayang tradisi dan ada pula yang disebut wayang
kontemporer. Makalah ini akan memaparkan kritik sastra terhadap salah satu
gaya perwayangan yaitu gaya kontemporer.
sewaktu; pada masa kini; dewasa ini . Artinya, wayang kontemporer ini ialah
pertunjukan wayang yang hadir sesuai zaman yang sedang terjadi. Gaya
perwayangan kontemporer memang belum terlalu familiar, namun wayang
kontemporer sebenarnya telah memiliki penggemarnya sendiri. Gaya kontemporer
ini adalah bentuk variasi yang terbilang unik, mengapa demikian? Karena bentuk
kontemporer melibatkan kreativitas seorang dalang dalam memainkan
wayangnya. Tak banyak dalang yang bisa memainkan cerita wayang dengan gaya
ini. Wayang ini disajikan sesuai dengan minat yang ada di masyarakat, sehingga ia
tidak statis namun dinamis. Selain itu, ketika cerita wayang kontemporer
ditampilkan oleh dalang kerap kali sang dalang menyelipkan isu-isu yang terkini
dalam masyarakat, gunanya untuk menarik perhatian masyarakat yang
menontonnya.
2
disebut kakawin. Unsur-unsur formal bentuk puisi ini,ialah: metrum, bait, dan
pupuh. Metrum berpedoman pada panjang-pendek vokal dan jumlah suku kata
dalam satu larik. Satuan puisi adalah bait yang terdiri dari empat larik. Sejumlah
baik yang sama metrumnya membentuk satu pupuh (Soeharto
Mangkusudarmo,1997)
a. Tujuan Teoritis
3
3. Memberikan suatu kritik sastra terhadap cerita wayang “Indrawijaya”.
b. Tujuan Praktis
Teori yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah teori kritik
sastra Strukturalis yaitu teori yang memandang bahwa kritik sastra harus berpusat
pada karya sastra itu sendiri tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan
pembaca sebagai penilmat, hal-hal yang disebut ektrinsik seperti data-data
biografi, psikologi, sosiologi, dan sejarah. (Riung,dkk. Teori-teori kritik sastra.
https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/teori-teori-kritik-sastra/. Diakses
pada 20/12/2017)
4
bersamaan penonton diberikan pamflet yang berisi tentang sinopsis cerita
“Indrawijaya”. Data diperoleh juga dari analisis “Indrwaijaya” yang telah
dilakukan oleh Soeharto Mangkusudarmo saat Seminar Gugur Gunung ke-
7 Sastra Jawa FIB UGM. Setelah data semua terkumpul, maka
dilaksanakan penulisan kerangka atas unsur intrinsik yang terkandung.
3. Metode analisis
5
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui apa saja unsur intrinsik yang akan dianalisis, maka
berikut ini adalah sinopsis cerita wayang kontemporer “Indrawijaya”
1
Dikutip dari makalah yang dibagikan dalam rangka kegiatan Gugur Gunung 7 Mahasiswa Sastra
Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, pada hari Kamis, 2 November 2017 di
Ruang Mutimedia, Margono, FIB. Makalah ini merupakan bagian Bab III Analisis Struktur
“Kakawin Indrawijaya: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Analisis Struktur”, Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada 1997, hlm 103-114, ditulis oleh Soeharto Mangkusudarmo.
6
Awalnya dimulai dari keirihatian Batara Datra (Brahma) terhadap
Dewa Indra. Batara Datra menciptakan raksasa berkepala tiga yang dinamakan
Trisirah dengan tujuan untuk menghancurkan surga. Trisirah digambarkan sebagai
raksasa yang sangat sakti, ganas, dan mengerikan. Trisirah kemudian memasuki
hutan untuk melakukan tapa untuk menyiapkan dirinya merebut Indraloka (surga
Indra). Mengetahui niatnya, Indra mengutus para Widadari (bidadari) untuk
menggoyahkan dan menganggu Trisrah dalam tapanya. Mereka merayu-rayu
Trisirah dengan gerakan-gerakan yang mengundang nafsu birahi, tak hanya itu
mereka juga menggenakan busana yang terbuka untuk memancing Trisirah untuk
menimbulkan rasa cinta. Namun hal yang dilakukan Indra ini tak juga berhasil,
Trisirah tak tergoda sama sekali dengan bidadari-bidadari itu. Karena kegagalan
para bidadari untuk merayunya Dewa Indra pun kemudian memutuskan untuk
turun tangan dengan membunuh Trisirah dengan pertempuran yang sangat
dasyhat. Trisirah pun tampak telah terkalahkan oleh Indra namun ternyata tidak,
mayat Trisirah justru terlihat bergerak dan memunculkan sinar yang sangat terang
hingga angkasa. Ini membuat para dewa ketakutan, kemudian Indra pun memiliki
siasat membujuk Wismakarma untuk membantunya. Indra membunuh Trisirah
dengan Bajra dan Wiswakarma memotong ketiga kepala Trisirah dengan
kapaknya, akhirnya Trisirah pun mati.
7
kemudian Indra bisa keluar dari tubuh Wreta. Wisnu kemudian menjadi tahu akan
kelemahan Wreta, ia menyuruh Indra untuk berpura-pura menjadi teman
akrabnya. Wreta disambut dalam pesta di pinggir laut, ditengah-tengah pesta
Wreta ternyata terlena ia dibunuh Indra dengan menggunakan buih ombak laut
yang ternyata telah dimasuki oleh Wisnu. Kematian ini membuat para dewa
bersorak-sorak bahagia karena mereka berhasil mengalahkan seorang musuh.
Tetapi kemudian Indra merasa berdosa, ia telah menghianati sahabatnya sendiri.
Indra kemudian memutuskan untuk pergi dan menghilang, ia terus menangisi
Wreta.
8
Tema merupakan pokok pikiran suatu cerita yang dapat kita ketahui
setelah seseorang membaca atau menonton keseluruhan cerita tersebut. Dalam
cerita “Indrawijaya” ini Madya Megriwu memutuskan untuk menuliskan karyanya
dengan tema Pertarungan Dasyhat antara Indrawijaya dengan Trisirah, Wretaa,
dan Pupuh. Tema ini dibuktikan dari beberapa adegan yang memperlihatkan
bahwa adanya pertarungan diantara mereka. Berikut kutipannya:
Kutipan 1
Kutipan 2
Trisirah :”Indra...Indra...., aja ta gumuyu aku mbok padake apa aa, nadyan ta
kowe dewa aku durung mati ora bakal kasor kawibawan ku majuo eee”
Perkataan itu bermaksud Trisirah menantang Indra bahwa ia tak kan bisa
mengalahkannya.
Kutipan 3
Kutipan 4
9
Wrta :“ahhhhh, bojleng-bojleng iblis laknat pada jag-jag’an, heh indra,
patrapmu kurang tata ee”
Tema yang kita temui dalam cerita ini sebenarnya sudah sangat
menarik, namun pada cerita ini tema tersebut memunculkan suatu pandangan
bahwa kebanyakan cerita perwayangan hanya melulu pada pertarungan. Oleh
karena itu, tema tersebut sebaiknya sedikit dikembangkan lagi menjadi tema yang
lebih menarik bagi masyarakat banyak.
Alur adalah salah satu hal penting yang membangun suatu cerita. Alur
adalah keseluruhan jalan cerita yang dirangkai dalam suatu cerita. Alur atau plot
yang disajikan dalam cerita wayang “Indrawijaya” adalah alur maju atau progresif
dimana ceritanya dibawa dari perkenalan menuju masalah yang muncul kemudian
memuncak, mereda, dan akhirnya terselesaikan. Terbukti dalam cerita ini Indra
dihadapkan dengan 3 musuh yang berkelanjutan.
Kutipan 1
10
“Dalah minangka purwakaning carita panglawanging dongeng ringgit,
Sang Hyang Brahma wus anyipta sawijining putra memuji hangasta bokor
kencana angidung japa mantra bumi.....” (Perkenalan)
Kutipan 2
“Kacarita dalah nalika samana wus ngaglah sang dedya trisirah kang
mensah semedi ngancik trimadyachandra, ananing semedi amung bisa
kasembadan ta apa kang dadi gegayuhanira kang cinipta tetungguling
nata ing suralaya, kocap sedakep juga sang Hyang Indra.....”
Kutipan 3
Dijelaskan bahwa Indra tertelan oleh Raksasa Wreta, sehingga membuat para
dewa ketakutan, konflik disini mulai memanas.
Kutipan 4
Kutipan 5
11
“wus paripurna dwaraning carita, caritaning kawijayan Indra. amung
dudu sejatiningkawijayan kang den cinipta lamun rasa pangrasa kuciwa,
layung wedananira denya kang ilang memanise, gegambaran mendah apa
ta kang wus kinarya dening sariraning wus minger ing keblateng jawata.”
Cerita ini diakhiri dengan penyelesaian Indra kecewa pada dirinya sendiri yang
menghianati sahabatnya Wreta.
Alur dalam cerita ini merupakan alur yang mudah ditebak dari awal,
terlihat bahwa Indra nantinya akan menang dan berakhir bahagia. Sebab, dalam
awal cerita dipaparkan bahwa tokoh memiliki kekuatan yang sangat sakti karena
dibantu kekuatan para dewa lainnya. Walau begitu, alurnya sangat seru karena
terjadi tiga pertarungan, dimana tokoh utama mengalami masa kemenangan dan
sempat hampir jatuh.
Berikut ini ialah tokoh dan penokohan yang terlibat dalam cerita
wayang kontemporer “Indrawijaya”
Kutipan 1
Indra :”ee putraku ngger kulup, mara gage tumuli pangestuku iki tanpanana
wiswakarma.”
12
Kutipan 2
2. Brahma :Seorang dewa yang digambarkan punya sifat yang mudah iri,
semena-mena, dan serakah serta ganas. Ia bahkan menciptakan raksasa yang
kejam.
Kutipan
Kutipan
Trisirah :”Indra...Indra...., aja ta gumuyu aku mbok padake apa aa, nadyan ta
kowe dewa aku durung mati ora bakal kasor kawibawan ku majuo eee”
4. Widadari 1 :Ia ditugaskan untuk merayu Trisirah. Tokoh ini memiliki watak
yang selalu bersemangat, tidak mudah putus asa, dan penuh tekad
Kutipan 1
13
Kutipan
Widadari 2 :”lah kados pundi, kula sampun ngagem dodot gedhe, sampun yahut ,
anggen kula ngguda nggih sampun top, punika nggih dereng saget
nini dewi.”
6. Widadari 3 & 4 :Tokoh ini mempunyai karakter sikap yang pesimis terhadap
dirinya sendiri. Dia ditugaskan merayu Trisirah.
Kutipan
Kutipan
8. Wrata/ Wreta :Tokoh yang satu ini ialah musuh kedua dari Indra, ia memiliki
kekuatan yang amat sakti, wataknya ganas, kasar, dan mengerikan. Namun
memiliki sisi lugu yang mudah dibohongi.
9. Bathara Bayu :Ia memilki watak yang drengki. Ia juga sedikit pesimis
Kutipan
10. Narada : Tokoh ini adalah dewa yang membantu Indra, maka sifatnya cerdik
dan rela tolong menolong
Kutipan
14
Narada :”jeneng kita minangka dewaning angin tak jaluk anggawe turuning
raksasa wrta, mengko yen tutuke si wrta wus mengo kaya lawanging
guwa dak jaluk jeneng kita kabeh pada mulur ilate supaya anakku si
endra bisa metu ngger.”
11. Wisnu :Dewa yang membantu Indra membunuh sang raksasa Wreta dengan
memasuki buih (ombak) air laut. Ia lah yang memberikan siasat agar Indra
berpura-pura menjadi sahabat Wreta, iapun yang menyuruhnya untuk
menghianati Wreta. Sifatnya ialah cerdik, namun licik.
Kutipan
Latar atau setting adalah Lokasi atau tempat, waktu, maupun suasana
yang berkaitan dengan peristiwa dalam suatu cerita. Latar ialah unsur penting
yang akan memberikan gambaran suasana, tempat, atau waktu yang sedang
terjadi, sehingga kesannya cerita itu hidup.
Tempat :
15
1. Latar yang tersaji dalam cerita ini ialah di Hutan atau Alas, memang
biasanya wayang berlatar belakang di Alas.
2. Kemudian makna yang tersirat bahwa terjadi suatu dialog dan musyawarah
yang dilakukan para dewa. Oleh karena itu, pastilah dialog dan musyawarah
itu dilaksanakan di khayangan atau angkasa.
Kutipan
Waktu :
1. Senja Hari ketika para dewa sedang berpesta di pinggir laut
Kutipan
“kacarita ewa semana wus ngancik sandhyakala ora awan ora bengi
ananing gisiking samudra, yaksendra wrta arsa dahar caos kembul
bujana andrawina, siung kang angengisis culaning warak kemah-
kemah arsa dhahar ingkung....”
Suasana :
16
1. Suasana yang digambarkan ialah tegang dimana pertarungan terjadi sangat
dasyhat.
Kutipan
Indra vs wrta(*tokoh asli keluar)
Wrta :”ahhhhh, bojleng-bojleng iblis laknat pada jag-jag’an, heh indra,
patrapmu kurang tata ee”
Amanat yang terkandung dalam cerita ini ialah Kita janganlah berbuat
serakah dan mudah iri hati. Sesuatu yang dilandaskan dengan kejahatan tak akan
berhasil karena kebenaran pasti menuntutnya. Selain itu janganlah kita melanggar
atau mengkhianati orang lain karena tak hanya menyesal tapi perasaan dosa akan
selalu mengikutinya. Jadilah orang yang bijak, jadilah cerdas namun berakhlak
baik. Jangan tiru sifat jelek para musuh, jadikan sebuah cerminan dan pelajaran
untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
17
peperangannya mereka menggunakan 4 cara diplomasi. Dalam peperangannya
dengan Trisirah, Indra menggunakan strategi dana dan danda. Dalam peperangan
kedua, Indra menggunakan cara danda dan saman. Selanjutnya peperangan
terakhirnya dengan Nasuha ia menggunakan cara bheda. Dengan keempat cara ini,
Indra selalu berhasil memenangkan pertarungannya. Dalam cerita ini
tergambarkan kehidupan manusia jaman sekarang, dimana orang-orang
berkompetensi untuk meraih peringkat yang paling baik. Sama halnya dengan
Indra yang terus memperjuangkan kedudukannya menjadi raja di Surga. Tema
cerita ini adalah peperangan. Cerita ini menyajikan alur, tokoh, penokohan, dan
alur yang menarik untuk diikuti. Nilai-nilai kehidupan juga dapat diambil dari
cerita ini, tujuannya untuk memotivasi diri menjadi yang lebih baik dan
mengambil pelajaran yang ada dalam cerita itu. Mengenai kritik sastra bisa
ditemui dalam setiap judul pembahasan diharapkan penonton dan pembaca
lainnya juga dapat berfikir secara obyektif dalam memberikan kritik serta
penilaian terhadap karya “Indrawijaya” ini.
3.2 Saran
1. Sebaiknya cerita ini lebih dipublikasikan lagi, kemenarikan cerita ini pasti
akan membuat orang lain menarik. Hanya saja, publikasi mengenai cerita
wayang “Indrawijaya” yang satu ini belum terlalu terkenal.
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
A. Naskah
B. Acuan
19
Nurgiyantoro, Burhan. 2003. Wayang dalam Fiksi Indonesia.
Humaniora.Vol.XV, No.1
20