Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makalah

Kekayaan seni dan budaya Indonesia merupakan daya tarik yang


dimiliki oleh negara tercinta kita. Dalam setiap daerahnya, seni di Indonesia
memiliki ciri khas yang memperindah keragaman budaya tanah air.
Keanekaragaman tersebut memberikan banyak nilai plus yaitu keunggulan-
keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya, hal ini dikarenakan Indonesia
menyuguhkan panorama lengkap akan kebudayaan yang bervariasi dan menarik.
Tak khayal, negara lain menginginkan memiliki kekayaan akan budaya seperti
kita. Mayarakat Indonesia tentunya bangga dengan khasanah yang ia miliki, salah
satunya akan seni yang terkenal hingga mancanegara yaitu wayang.

Wayang adalah salah satu jenis pertunjukan yang mempertontonkan


adegan drama bayangan boneka dibalik layar yang dimainkan oleh seseorang
yang disebut Dalang dan dengan diiringi musik yang berasal dari gamelan.
Wayang sendiri berasal dari tanah Jawa, keberadaannya yang telah ada sejak
jaman dahulu masih terlestarikan hingga sekarang, hal ini karena dukungan dan
minat yang tinggi dari masyarakat. Merupakan suatu kebanggaan yang harus kita
syukuri karena wayang merupakan suatu prestasi budaya yang mendunia.
Hebatnya lagi, wayang kini telah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari
UNESCO sebagai berikut:

“a Masterpiece of the oral and intangable heritage of humanity”


(UNESCO,2003). (Cerita wayang merupakan hasil karya seni yang
adiluhung, monumental, dan amat berharga, bukan saja karena
kehebatan cerita, keindahan penyampaian, ketegasan pola karakter,
melainkan juga nilai filosofi dan “ajaran-ajaran”-nya yang tidak
ternilai dan masih saja relevan dengan keadaan kini) (Mulyono,1989)1.
1
Burhan, Nurgiyantoro. 2003. Wayang dalam Fiksi Indonesia. Humaniora.Vol.XV, No.1

1
Atas kehebatan yang diraihnya, wayang terbukti menyajikan cerita-
cerita yang menarik. Cerita wayang sendiri bersumber dari kitab-kitab tua seperti
Ramayana dan Mahabarata. Wayang juga memiliki gaya tersendiri ketika akan
dipentaskan, ada yang disebut wayang tradisi dan ada pula yang disebut wayang
kontemporer. Makalah ini akan memaparkan kritik sastra terhadap salah satu
gaya perwayangan yaitu gaya kontemporer.

Kontemporer menurut KBBI adalah pada waktu yang sama; semasa;

sewaktu; pada masa kini; dewasa ini . Artinya, wayang kontemporer ini ialah
pertunjukan wayang yang hadir sesuai zaman yang sedang terjadi. Gaya
perwayangan kontemporer memang belum terlalu familiar, namun wayang
kontemporer sebenarnya telah memiliki penggemarnya sendiri. Gaya kontemporer
ini adalah bentuk variasi yang terbilang unik, mengapa demikian? Karena bentuk
kontemporer melibatkan kreativitas seorang dalang dalam memainkan
wayangnya. Tak banyak dalang yang bisa memainkan cerita wayang dengan gaya
ini. Wayang ini disajikan sesuai dengan minat yang ada di masyarakat, sehingga ia
tidak statis namun dinamis. Selain itu, ketika cerita wayang kontemporer
ditampilkan oleh dalang kerap kali sang dalang menyelipkan isu-isu yang terkini
dalam masyarakat, gunanya untuk menarik perhatian masyarakat yang
menontonnya.

Makalah ini didasari atas keminiman masyarakat yang mengetahui


wayang kontemporer, hal ini juga membuat kurangnya penelitian tentang wayang
kontemporer. Sebagai seorang mahasiswa yang dituntut kreatif, kali ini saya
sebagai peneliti akan menganalisis dengan melakukan kritik sastra terhadap
sebuah judul fragmen wayang kontemporer yaitu “INDRAWIJAYA”. Sebagai
penjelasan singkat, kritik sastra adalah Suatu kecaman atau tanggapan, kadang
disertai uraian dan pertimbangan baik buruk suatu hasil karya, pendapat, dsb
(KBBI).

Teks wayang kontemporer “Kakawin Indrawijaya” adalah hasil karya


sastra yang ditulis oleh Madya Megriwu dalam bentuk puisi Jawa Kuna yang

2
disebut kakawin. Unsur-unsur formal bentuk puisi ini,ialah: metrum, bait, dan
pupuh. Metrum berpedoman pada panjang-pendek vokal dan jumlah suku kata
dalam satu larik. Satuan puisi adalah bait yang terdiri dari empat larik. Sejumlah
baik yang sama metrumnya membentuk satu pupuh (Soeharto
Mangkusudarmo,1997)

Berdasarkan latar belakang diatas maka ditentukan judul “Kritik


Sastra Terhadap Pertunjukan Wayang Kontemporer INDRAWIJAYA”

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas,


permasalahan yang akan dipecahkan dan dikaji dalam penelitian dengan topik
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanahkah sinopsis cerita wayang “Kakawin Indrawijaya”?

2. Bagaimana dengan unsur intrinsik yang terkandung dalam teks naskah


wayang kontemporer “Indrawijaya”?

3. Bagaimana dengan kritik sastra terhadap wayang kontemporer


“Indrawijaya”?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini menganalisis teks sastra wayang “Indrawijaya” yang


ditulis oleh Madya Megriwu. Oleh sebab itu ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai. Adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Teoritis

1. Mendeskripsikan sinopsis cerita wayang “Kakawin Indrawijaya” dengan


bahasa Indonesia yang baik dan benar

2. Mendeskripsikan dan menganalisis unsur intrinsik yang terkandung dalam


teks naskah wayang kontemporer “Indrawijaya”

3
3. Memberikan suatu kritik sastra terhadap cerita wayang “Indrawijaya”.

b. Tujuan Praktis

1. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat yang menonton


atau membacanya

2. Menghibur masyarakat dari pertunjukan wayang kontemporer


“Indrawijaya”

3. Memberikan kegunaan terhadap pembaca ataupun penonton yaitu untuk


mengajarkan nilai-nilai kehidupan untuk menata kehidupan yang lebih
baik.

1.4 Teori Penelitian

Teori yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah teori kritik
sastra Strukturalis yaitu teori yang memandang bahwa kritik sastra harus berpusat
pada karya sastra itu sendiri tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan
pembaca sebagai penilmat, hal-hal yang disebut ektrinsik seperti data-data
biografi, psikologi, sosiologi, dan sejarah. (Riung,dkk. Teori-teori kritik sastra.
https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/teori-teori-kritik-sastra/. Diakses
pada 20/12/2017)

1.5 Metode Penelitian

Pada pengkajian wayang kontemporer “Indrawijaya” digunakan tiga


macam teknik metode penelitian. Berikut adalah metode-metodenya :

1. Metode pengumpulan data

Sumber data yang akan dianalisis adalah teks “Kakawin Indrawijaya”.


Data diperoleh dari teks naskah “Indrawijaya” yang diberikan langsung
oleh dalang Ki Aji Carito. Selain itu data diperoleh dari rekaman video
pertunjukan wayang kulit Ki Aji Carito dengan lakon “Indrawijaya” yang
diselenggarakan oleh Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya, UGM serta disaat

4
bersamaan penonton diberikan pamflet yang berisi tentang sinopsis cerita
“Indrawijaya”. Data diperoleh juga dari analisis “Indrwaijaya” yang telah
dilakukan oleh Soeharto Mangkusudarmo saat Seminar Gugur Gunung ke-
7 Sastra Jawa FIB UGM. Setelah data semua terkumpul, maka
dilaksanakan penulisan kerangka atas unsur intrinsik yang terkandung.

2. Metode terjun langsung ke lapangan/ studi kasus

Sebelumnya peneliti telah melihat pertunjukan wayang kontemporer


Indrawijaya pada acara Gugur Gunung ke tujuh yang diadakan pada hari
Sabtu, 11 November 2017 yang lalu di Balairung Gedung Pusat UGM.
Pada waktu itu pertunjukan ini dibawakan oleh seorang dalang yang
bernama Ki Aji Carito alias Trisula Aji Manohara. Selain itu peneliti juga
menghadiri Seminar Nasional Gugur Gunung 7 dengan judul
“Indrawijaya: Kakawin Sebagai Refleksi Masa Lalu Untuk Masa Depan”
dengan pengisi seorang dosen UGM yang membuat tesis mengenai
“Kakawin Indrawijaya: Suntingan teks, Terjemahan, dan Analisis
Struktur” oleh Drs.Soeharto Mangkusudarmo,M.Hum.

3. Metode analisis

Dalam makalah ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan


pendekatan obyektif. Metode deskriptif adalah metode yang
mendiskripsikan suatu peristiwa atau cerita, sedangan pendekatan obyektif
adalah pendekatan yang mementingkan penilaian obyektif, artinya relatif
dan melihat penilaian orang lain. Pada penelitian ini awalnya
mendeskripsikan tentang sinopsis teks “Indrawijaya”, selanjutnya
menganalisis data yang telah ada, meliputi unsur intrinsik yang terkandung
dalam cerita baik itu tema, tokoh, penokohan, plot, dan sebagainya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

Kakawin Indrawijaya ditulis oleh Madya Megriwu dengan bentuk


puisi Jawa Kuna atau disebut Kakawin (KI.XVI.1-2). Wayang kontemporer
“Indrawijaya” sempat dipertontonkan sebagai perwujudan bentuk drama atau
sastra lakon. Diwujudkan dengan dialog dan berisi tentang konflik manusia atau
tokoh dalam kehidupan.

Wayang kontemporer dengan lakon“Indrawijaya” ini dibagi menjadi


tiga episode yaitu Episode pertama adalah pertarungan Indra terhadap Trisirah,
Episode kedua ialah pertarungan Indra terhadap Wreta, dan Episode terakhir
adalah pertarungan Indra terhadap Nasuha. Namun dalam pertunjukan wayang
kontemporer oleh Ki Aji Carito hanya dipaparkan dua episode saja. Disebutkan
bahwa cerita ini mengusung judul “Indrawijaya: Saman, Bheda, Dana, Danda”
artinya Saman adalah negosiasi, Bheda adalah memecah belah, Dana adalah suap,
dan Danda adalah serangan terbuka. Itulah strategi perang untuk mengalahkan
musuh oleh Indra dengan cara-cara diplomasi (Kalyanov,1979:306)2.

Setiap pertunjukan lakon atau drama, pastilah karya tersebut


mengandung unsur-unsur yang membangunnya, salah satunya adalah unsur
intrinsik baik itu tema, alur, tokoh, penokohan,dlsb. Dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai unsur intrinsik yang dimiliki cerita “Indrawijaya”

Untuk mengetahui apa saja unsur intrinsik yang akan dianalisis, maka
berikut ini adalah sinopsis cerita wayang kontemporer “Indrawijaya”

1
Dikutip dari makalah yang dibagikan dalam rangka kegiatan Gugur Gunung 7 Mahasiswa Sastra
Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, pada hari Kamis, 2 November 2017 di
Ruang Mutimedia, Margono, FIB. Makalah ini merupakan bagian Bab III Analisis Struktur
“Kakawin Indrawijaya: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Analisis Struktur”, Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada 1997, hlm 103-114, ditulis oleh Soeharto Mangkusudarmo.

2.1 Sinopsis cerita “Indrawijaya” (lengkap)

6
Awalnya dimulai dari keirihatian Batara Datra (Brahma) terhadap
Dewa Indra. Batara Datra menciptakan raksasa berkepala tiga yang dinamakan
Trisirah dengan tujuan untuk menghancurkan surga. Trisirah digambarkan sebagai
raksasa yang sangat sakti, ganas, dan mengerikan. Trisirah kemudian memasuki
hutan untuk melakukan tapa untuk menyiapkan dirinya merebut Indraloka (surga
Indra). Mengetahui niatnya, Indra mengutus para Widadari (bidadari) untuk
menggoyahkan dan menganggu Trisrah dalam tapanya. Mereka merayu-rayu
Trisirah dengan gerakan-gerakan yang mengundang nafsu birahi, tak hanya itu
mereka juga menggenakan busana yang terbuka untuk memancing Trisirah untuk
menimbulkan rasa cinta. Namun hal yang dilakukan Indra ini tak juga berhasil,
Trisirah tak tergoda sama sekali dengan bidadari-bidadari itu. Karena kegagalan
para bidadari untuk merayunya Dewa Indra pun kemudian memutuskan untuk
turun tangan dengan membunuh Trisirah dengan pertempuran yang sangat
dasyhat. Trisirah pun tampak telah terkalahkan oleh Indra namun ternyata tidak,
mayat Trisirah justru terlihat bergerak dan memunculkan sinar yang sangat terang
hingga angkasa. Ini membuat para dewa ketakutan, kemudian Indra pun memiliki
siasat membujuk Wismakarma untuk membantunya. Indra membunuh Trisirah
dengan Bajra dan Wiswakarma memotong ketiga kepala Trisirah dengan
kapaknya, akhirnya Trisirah pun mati.

Berita kematian Trisirah terdengar oleh Brahma, akhirnya Brahma


menciptakan raksasa lagi yang diharapkan dapat mengalahkan Indra. Raksasa
tersebut bernama Wreta, ia dilukiskan sebagai raksasa yang hampir sama dengan
Trisirah yaitu memiliki kesaktian dan keganasan. Raksasa ini diciptakan tidak
akan mati di saat siang ataupun malam hari, ia juga tak bisa dibunuh dengan
senjata apapun baik dari bahan keras maupun cair. Pertempuran ini digambarkan
sangat dasyhat, tak disangka Wreta berhasil mengalahkan Indra dengan
menelannya. Atas dasar itu para dewa menjadi tambah ketakutan, akhirnya
mereka bermusyawarah. Dewa Wisnu mengusulkan siasat untuk mengajak Wreta
dan Indra menjadi berteman dekat. Wreta kemudian menyetujui ajakan
persahabatan tersebut. Dengan jasa para dewa, mereka membuat Wreta menguap,

7
kemudian Indra bisa keluar dari tubuh Wreta. Wisnu kemudian menjadi tahu akan
kelemahan Wreta, ia menyuruh Indra untuk berpura-pura menjadi teman
akrabnya. Wreta disambut dalam pesta di pinggir laut, ditengah-tengah pesta
Wreta ternyata terlena ia dibunuh Indra dengan menggunakan buih ombak laut
yang ternyata telah dimasuki oleh Wisnu. Kematian ini membuat para dewa
bersorak-sorak bahagia karena mereka berhasil mengalahkan seorang musuh.
Tetapi kemudian Indra merasa berdosa, ia telah menghianati sahabatnya sendiri.
Indra kemudian memutuskan untuk pergi dan menghilang, ia terus menangisi
Wreta.

Hal tersebut membuat para dewa kebingungan dengan tingkah Indra,


mereka kemudian mencari Indra kemanapun hingga ke ujung dunia namun tak
juga ditemukan. Ini menjadikan putusan bahwa Indra tak dapat diandalkan lagi.
Untuk itu dipilihlah Nasuha untuk menggantikan posisi Indra sebagai raja di
surga. Nasuha saat itu melihat Saci (istri Indra), ia pun terpikat dan jatuh hati atas
kecantikan paripurna yang dimiliki Saci, kemudian ia memerintahkan Saci untuk
menikah dengannya. Saci pun menjadi sedih dan menangis tapi kemudian dengan
berat hati ia menerima suntingan Nasuha. Namun sebelum pernikahan itu
dilaksanakan, Saci mengajukan syarat bahwa ia harus mengetahui kejelasan
suaminya. Akhirnya permintaan tersebut dikabulkan, Saci dapat berjumpa dengan
suaminya di alam gaib, Saci kemudian menceritakan penderitaanya atas Nasuha
kepada suaminya. Indra kemudian menyarankan Saci untuk menerima Nasuha
dengan syarat Saci harus diusung tandu oleh para resi dalam pernikahannya. Saci
pun kemudian menyampaikan persyaratan ini kepada Nasuha, hal itu disanggupi
Nasuha. Oleh karena itu, Nasuha dikutuk oleh Agastya dan para resi karena
sikapnya tak sesuai dengan dharma. Ia dikutuk menjadi ular dan lenyap dari surga.
Para dewa berbahagia karena Indra pun akhirnya bisa memenangkan semua
pertarungannya dengan Trisirah, Wreta, dan Nasuha.

2.2 Unsur Intrinsik: Tema dan Kritiknya

8
Tema merupakan pokok pikiran suatu cerita yang dapat kita ketahui
setelah seseorang membaca atau menonton keseluruhan cerita tersebut. Dalam
cerita “Indrawijaya” ini Madya Megriwu memutuskan untuk menuliskan karyanya
dengan tema Pertarungan Dasyhat antara Indrawijaya dengan Trisirah, Wretaa,
dan Pupuh. Tema ini dibuktikan dari beberapa adegan yang memperlihatkan
bahwa adanya pertarungan diantara mereka. Berikut kutipannya:

Kutipan 1

Indra :”Kowe kang kondhang minangka tetunggaling pra widadara widadari


hapsara hapsari ing kaendraloka ri kalungguhan iki jeneng kita ndak
utus anggoda rencana sawijining daitya darah asuro kang awujud
Trisirah . Jalaran jeneng ulun wes krasa anining Trisirah mengsah
semedi karana kepenegen melik marang suralaya nini.”

Perkataan Indra tersebut menggambarkan bahwa ia membuat siasat untuk


menggoda Trisirah dalam pertarungannya dengan Trisirah.

Kutipan 2

Trisirah :”Indra...Indra...., aja ta gumuyu aku mbok padake apa aa, nadyan ta
kowe dewa aku durung mati ora bakal kasor kawibawan ku majuo eee”

Perkataan itu bermaksud Trisirah menantang Indra bahwa ia tak kan bisa
mengalahkannya.

Kutipan 3

Berikut lakon yang dilakukan dituliskan seperti Kramagung (perbuatan yang


dilakukan dalam dialog atau monolog) dalam naskah.

*Perang (Wrta vs Indra dan Kahyangan)- naskah hal 7

*Perang (Wrta menelan Indra)- naskah hal 7

Kutipan 4

9
Wrta :“ahhhhh, bojleng-bojleng iblis laknat pada jag-jag’an, heh indra,
patrapmu kurang tata ee”

Indra :“heh, wrta kawruhananira, jeneng kita wus wani ngasorake


kawibawaning para dewata, kang atase jeneng kita iki dudu bangsane
dewa.”

Pertarungan yang terjadi tidak terlalu digambarkan dalam banyak


percakapan. Namun dalam pertunjukannya terlihat adanya adegan- adegan
pertarungan baik itu Indra dengan Trisirah maupun Indra dengan Wreta.

Tema yang kita temui dalam cerita ini sebenarnya sudah sangat
menarik, namun pada cerita ini tema tersebut memunculkan suatu pandangan
bahwa kebanyakan cerita perwayangan hanya melulu pada pertarungan. Oleh
karena itu, tema tersebut sebaiknya sedikit dikembangkan lagi menjadi tema yang
lebih menarik bagi masyarakat banyak.

2.3 Unsur Intrinsik: Plot (Alur) dan Kritiknya

Alur adalah salah satu hal penting yang membangun suatu cerita. Alur
adalah keseluruhan jalan cerita yang dirangkai dalam suatu cerita. Alur atau plot
yang disajikan dalam cerita wayang “Indrawijaya” adalah alur maju atau progresif
dimana ceritanya dibawa dari perkenalan menuju masalah yang muncul kemudian
memuncak, mereda, dan akhirnya terselesaikan. Terbukti dalam cerita ini Indra
dihadapkan dengan 3 musuh yang berkelanjutan.

Alur dalam cerita ini berakhir dengan penyelesaian keberhasilan Indra


dalam pertarungannya melawan ketiga musuhnya. Namun karena pertunjukan
wayang hanya mengisahkan dua episode maka ending yang terjadi ialah
kesedihan Indra setelah menghianati sahabatnya. Berikut ini merupakan kutipan
yang menandakan bahwa alur cerita ini adalah alur maju;

Kutipan 1

10
“Dalah minangka purwakaning carita panglawanging dongeng ringgit,
Sang Hyang Brahma wus anyipta sawijining putra memuji hangasta bokor
kencana angidung japa mantra bumi.....” (Perkenalan)

Diceritakan bahwa cerita diawali Brahma menciptakan raksasa yang bernama


Trisirah.

Kutipan 2

“Kacarita dalah nalika samana wus ngaglah sang dedya trisirah kang
mensah semedi ngancik trimadyachandra, ananing semedi amung bisa
kasembadan ta apa kang dadi gegayuhanira kang cinipta tetungguling
nata ing suralaya, kocap sedakep juga sang Hyang Indra.....”

Kutipan tersebut mengambarkan pemunculan masalah dimana Trisirah bertapa


dan Indra ingin menggalkan tapa Trisirah, karena apabila ia berhasil bertapa maka
ia akan semakin kuat

Kutipan 3

“lah ingkonoto wau, rame anggenipun poncokoro rok bondowolopati raja


buta yaksendra wrta kang mengsah wadya bala dewata, sareng mulat
risaking kahyangan, sang hyang Indra kang ngambah dirgantara sigra
majeng mengsah yaksendra buta wrta kang solahe wus ora kena tinata,
lumeplas keblas koyo kilat, mlayu kesit koyo tatit dhawah kalenggah sang
hyang indra, amung purbaning kawasa kang bisa paring nugraha rahayu,
bebasan asu gede menang kerahe pilih bobot pilih tanding,
cumemplung.....”

Dijelaskan bahwa Indra tertelan oleh Raksasa Wreta, sehingga membuat para
dewa ketakutan, konflik disini mulai memanas.
Kutipan 4

“.....sinebaran sari-sari ginondo wido jebat kasturi sakrimbit kalawan pun


yaksendra wrta kang katingal guyup rukun santosa”

Kutipan tersebut menggambarkan keadaan Indra dan Wreta mulai membaik


karena mereka terbawa siasat dewa yaitu bersahabat.

Kutipan 5

11
“wus paripurna dwaraning carita, caritaning kawijayan Indra. amung
dudu sejatiningkawijayan kang den cinipta lamun rasa pangrasa kuciwa,
layung wedananira denya kang ilang memanise, gegambaran mendah apa
ta kang wus kinarya dening sariraning wus minger ing keblateng jawata.”

Cerita ini diakhiri dengan penyelesaian Indra kecewa pada dirinya sendiri yang
menghianati sahabatnya Wreta.

Alur dalam cerita ini merupakan alur yang mudah ditebak dari awal,
terlihat bahwa Indra nantinya akan menang dan berakhir bahagia. Sebab, dalam
awal cerita dipaparkan bahwa tokoh memiliki kekuatan yang sangat sakti karena
dibantu kekuatan para dewa lainnya. Walau begitu, alurnya sangat seru karena
terjadi tiga pertarungan, dimana tokoh utama mengalami masa kemenangan dan
sempat hampir jatuh.

2.4 Unsur Intrinsik: Tokoh, Penokohan, dan Kritiknya

Banyak tokoh yang terlibat dalam cerita “Indrawijaya” ini, mereka


memiliki tugasnya sendiri untuk menghidupkan cerita ini karena masing-masing
tokoh memiliki sifat atau watak yang berbeda-beda. Pada hakikatnya tokoh adalah
unsur yang penting dalam suatu cerita. Mereka sebagai pelaku yang dibutuhkan
untuk membuat jalan cerita semakin menarik. Dengan berbagai perwatakan yang
ada cerita “Indrawijaya” ini menjadi seru untuk diikuti.

Berikut ini ialah tokoh dan penokohan yang terlibat dalam cerita
wayang kontemporer “Indrawijaya”

1. Indra :Merupakan tokoh utama dalam cerita “Indrawijaya” ia


digambarkan sebagai tokoh yang gagah, cerdik, pantang menyerah, santun,
mengayomi dan disenangi oleh banyak dewa. Namun ia memiliki sifat yang
buruk ialah berkhianat.

Kutipan 1

Indra :”ee putraku ngger kulup, mara gage tumuli pangestuku iki tanpanana
wiswakarma.”

12
Kutipan 2

Indra :”Kowe kang kondhang minangka tetunggaling pra widadara widadari


hapsara hapsari ing kaendraloka ri kalungguhan iki jeneng kita ndak
utus anggoda rencana sawijining daitya darah asuro kang awujud
Trisirah....”

2. Brahma :Seorang dewa yang digambarkan punya sifat yang mudah iri,
semena-mena, dan serakah serta ganas. Ia bahkan menciptakan raksasa yang
kejam.

Kutipan

“dalah minangka purwakaning carita panglawanging dongeng


ringgit, sang hyang brahma wus anyipta sawijining putra memuji
hangasta bokor kencana angidung japa mantra bumi katon gonjang
ganjing langit kelap-kelap gumaludhug guntur kethug,....”

3. Trisirah :Musuh pertama Indra yang berhasil dikalahkan. Ia memiliki


kekuatan yang sangat sakti, sifatnya ganas, dan juga mengerikan serta
sombong. Berwujud raksasa berkepala tiga yang menakutkan dan sulit untuk
dikalahkan.

Kutipan

Trisirah :”Indra...Indra...., aja ta gumuyu aku mbok padake apa aa, nadyan ta
kowe dewa aku durung mati ora bakal kasor kawibawan ku majuo eee”

4. Widadari 1 :Ia ditugaskan untuk merayu Trisirah. Tokoh ini memiliki watak
yang selalu bersemangat, tidak mudah putus asa, dan penuh tekad

Kutipan 1

Widadari 1 :”ayo ta nini, mbok ya jeneng kita aja surut tekadmu.”

5. Widadari 2 :Tugasnya sama yaitu menggoda Trisirah dalam tapanya. Ia


memiliki sifat yang kurang percaya pada dirinya sendiri, kurang bersemangat
dalam meraih tekad (pesimis) dan humoris.

13
Kutipan

Widadari 2 :”lah kados pundi, kula sampun ngagem dodot gedhe, sampun yahut ,
anggen kula ngguda nggih sampun top, punika nggih dereng saget
nini dewi.”

6. Widadari 3 & 4 :Tokoh ini mempunyai karakter sikap yang pesimis terhadap
dirinya sendiri. Dia ditugaskan merayu Trisirah.

Kutipan

Widadari 3,4:”inggih kula mboten saget” ia menjawab perintah widadari 1 untuk


merayu Trisirah

7. Wismakarma :Ia adalah sosok yang membantu Indra membunuh Trisirah,


Sifatnya penurut, suka menolong, sakti, dan rendah hati

Kutipan

Wiswakarma:”aduh pukulun, nyuwun agunging pangapunten, ambok bilih kula


cumantaka mboten anggadahi jiwa tata tataning susila kanjeng
pukulun. sembah pangabekti kula mugia konjuka mawantu-wantu”

8. Wrata/ Wreta :Tokoh yang satu ini ialah musuh kedua dari Indra, ia memiliki
kekuatan yang amat sakti, wataknya ganas, kasar, dan mengerikan. Namun
memiliki sisi lugu yang mudah dibohongi.

Wrta :“ahhhhh, bojleng-bojleng iblis laknat pada jag-jag’an, heh indra,


patrapmu kurang tata ee”

9. Bathara Bayu :Ia memilki watak yang drengki. Ia juga sedikit pesimis

Kutipan

Bathara Bayu :”wahhh penggawenan ku abot dhewe, ora kena ijol?”

10. Narada : Tokoh ini adalah dewa yang membantu Indra, maka sifatnya cerdik
dan rela tolong menolong

Kutipan

14
Narada :”jeneng kita minangka dewaning angin tak jaluk anggawe turuning
raksasa wrta, mengko yen tutuke si wrta wus mengo kaya lawanging
guwa dak jaluk jeneng kita kabeh pada mulur ilate supaya anakku si
endra bisa metu ngger.”

11. Wisnu :Dewa yang membantu Indra membunuh sang raksasa Wreta dengan
memasuki buih (ombak) air laut. Ia lah yang memberikan siasat agar Indra
berpura-pura menjadi sahabat Wreta, iapun yang menyuruhnya untuk
menghianati Wreta. Sifatnya ialah cerdik, namun licik.

Kutipan

Wisnu :”prayogane raksasa wrta wenehana kalungguhan ana ing


indraloka, jalaran nikmat mupangat bakal dak dadekake sanjata. ri
kalungguhan iki jeneng ulun bakal tiwikrama memba-memba
unthuking ombak jalanidhi, gawenen suka pahargyan ana ing
gisiking samudra, ing kana bakal tak rampungi dhewe yayi indra.”

Tokoh dan penokohan yang dimunculkan dalam cerita wayang ini


sangatlah menarik mereka memiliki keunikannya masing-masing. Hal ini
membuat cerita tak terlalu membosankan. Namun kembali lagi wayang memang
melulu pada pertarungan, sehingga adegan tokoh kebanyakan peperangan. Sifat
yang dimunculkan juga begitu-begitu saja yaitu bengis, kasar, namun pasti ada
tokoh pahlawan disana untuk mengatasinya.

2.5 Unsur Intrinsik: Latar dan Kritiknya

Latar atau setting adalah Lokasi atau tempat, waktu, maupun suasana
yang berkaitan dengan peristiwa dalam suatu cerita. Latar ialah unsur penting
yang akan memberikan gambaran suasana, tempat, atau waktu yang sedang
terjadi, sehingga kesannya cerita itu hidup.

Dalam cerita “Indrawijaya” tak terlalu banyak latar yang dilukiskan.


Karena saat dipertontonkan terbatasnya properti, sehingga suasana, tempat, atau
waktu tak bermacam macam.

Tempat :

15
1. Latar yang tersaji dalam cerita ini ialah di Hutan atau Alas, memang
biasanya wayang berlatar belakang di Alas.

Kutipan *Hutan-pada naskah halaman 1. Dalam sinopsis telah dijelaskan bahwa


Trisirah memasuki hutan untuk bertapa yang kemudian para widadari
menganggunya disana.

2. Kemudian makna yang tersirat bahwa terjadi suatu dialog dan musyawarah
yang dilakukan para dewa. Oleh karena itu, pastilah dialog dan musyawarah
itu dilaksanakan di khayangan atau angkasa.

Kutipan *Siasat dewa-dewa-naskah halaman 11

“lah ingkonoto wau, rame anggenipun poncokoro rok bondowolopati


raja buta yaksendra wrta kang mengsah wadya bala dewata, sareng
mulat risaking kahyangan, sang hyang indra kang ngambah.....”

3. Pertarungan antara Wreta dan Indra hingga ke Angkasa

Kutipan * Perang(Wrta vs Indra dan Kahyangan)-naskah halaman 10


4. Di pinggir laut digambarkan ada ombak yang digunakan untuk membunuh
Wreta

Kutipan

“...lenaning yaksendra sigra menyat sang hyang indra anyangking


uthuking ombak kang minangka tiwikramane denira dewataning
uttara sagara pyorrrr tumetes ing jajanira ludira sumembur gugur
sang kalanapati.....”

Waktu :
1. Senja Hari ketika para dewa sedang berpesta di pinggir laut
Kutipan
“kacarita ewa semana wus ngancik sandhyakala ora awan ora bengi
ananing gisiking samudra, yaksendra wrta arsa dahar caos kembul
bujana andrawina, siung kang angengisis culaning warak kemah-
kemah arsa dhahar ingkung....”
Suasana :

16
1. Suasana yang digambarkan ialah tegang dimana pertarungan terjadi sangat
dasyhat.
Kutipan
Indra vs wrta(*tokoh asli keluar)
Wrta :”ahhhhh, bojleng-bojleng iblis laknat pada jag-jag’an, heh indra,
patrapmu kurang tata ee”

Indra :“heh, wrta kawruhananira, jeneng kita wus wani ngasorake


kawibawaning para dewata, kang atase jeneng kita iki dudu
bangsane dewa.”

Cerita wayang “Indrawijaya” telah memperlihatkan latar-latarnya, mereka tampak


tidak terlalu spaneng, artinya dinamis. Mungkin bila ingin ditambahkan latar-
latarnya akan membuat semakin menarik.

2.6 Unsur Intrinsik: Amanat

Amanat yang terkandung dalam cerita ini ialah Kita janganlah berbuat
serakah dan mudah iri hati. Sesuatu yang dilandaskan dengan kejahatan tak akan
berhasil karena kebenaran pasti menuntutnya. Selain itu janganlah kita melanggar
atau mengkhianati orang lain karena tak hanya menyesal tapi perasaan dosa akan
selalu mengikutinya. Jadilah orang yang bijak, jadilah cerdas namun berakhlak
baik. Jangan tiru sifat jelek para musuh, jadikan sebuah cerminan dan pelajaran
untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Dari ceritanya terlihat bahwa cerita ini terbagi menjadi 3 Episode.


“Indrawijaya” karya Madya Megriwu ini menceritakan Pertarungan antara Indra
dengan ketiga musuhnya yaitu Trisirah, Wreta, dan Nasuha. Dalam tiga

17
peperangannya mereka menggunakan 4 cara diplomasi. Dalam peperangannya
dengan Trisirah, Indra menggunakan strategi dana dan danda. Dalam peperangan
kedua, Indra menggunakan cara danda dan saman. Selanjutnya peperangan
terakhirnya dengan Nasuha ia menggunakan cara bheda. Dengan keempat cara ini,
Indra selalu berhasil memenangkan pertarungannya. Dalam cerita ini
tergambarkan kehidupan manusia jaman sekarang, dimana orang-orang
berkompetensi untuk meraih peringkat yang paling baik. Sama halnya dengan
Indra yang terus memperjuangkan kedudukannya menjadi raja di Surga. Tema
cerita ini adalah peperangan. Cerita ini menyajikan alur, tokoh, penokohan, dan
alur yang menarik untuk diikuti. Nilai-nilai kehidupan juga dapat diambil dari
cerita ini, tujuannya untuk memotivasi diri menjadi yang lebih baik dan
mengambil pelajaran yang ada dalam cerita itu. Mengenai kritik sastra bisa
ditemui dalam setiap judul pembahasan diharapkan penonton dan pembaca
lainnya juga dapat berfikir secara obyektif dalam memberikan kritik serta
penilaian terhadap karya “Indrawijaya” ini.

Cerita ini bisa menjadi menarik tergantung pada siapa yang


membawakannya. Jadi, kita tak bisa menilai dari satu sisi teks saja. Hendaknya,
kita juga mencermati pertunjukannya untuk memberikan suatu kritik seni.

3.2 Saran

1. Sebaiknya cerita ini lebih dipublikasikan lagi, kemenarikan cerita ini pasti
akan membuat orang lain menarik. Hanya saja, publikasi mengenai cerita
wayang “Indrawijaya” yang satu ini belum terlalu terkenal.

2. Sebaiknya cerita “Indrawijaya” dikembangkan lagi agar menjadi lebih


menarik. Misalnya dengan menerjemahkan cerita ini dalam bahasa
Indonesia, Inggris, dan lain-lain.

18
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

A. Naskah

Naskah “Indrawijaya” modifikasi dalang Ki Aji Carito,


Yogyakarta:UGM

B. Acuan

19
Nurgiyantoro, Burhan. 2003. Wayang dalam Fiksi Indonesia.
Humaniora.Vol.XV, No.1

Mangkusudarmo, Soeharto. 1997. “Kakawin Indrawijayaz: Suntingan


Teks, Terjemahan, dan Analisis Struktur”.Tesis
Pasca Sarjana. Fakultas Sastra Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta

Riung,dkk. Teori-teori kritik sastra.


(https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/t
eori-teori-kritik-sastra/.Diakses pada
20/12/2017)

Maulana, Arief. 2014. Wayang Kontemporer hadir dinamis sesuai


zaman.
(http://www.unpad.ac.id/2014/04/wayang-
kontemporer-hadir-dinamis-sesuai zaman/.
Diakses pada 20/12/2017)

20

Anda mungkin juga menyukai