Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN III
REKTISTALISASI GARAM DAPUR KASAR
MELALUI METODE PENGUAPAN

OLEH:

NAMA : MUSTIKA LESTARI


NIM : A1L117038
KELOMPOK :V
ASISTEN PEMBIMBING : MUHAMAD JEFRI.

LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah diperiksa secara teliti dan disetujui oleh Asisten Pembimbing

Praktikum Kimia Anorganik dengan judul “Stoikiometri Kompleks Ammin-

Tembaga (II)” yang dilaksanakan pada:

Hari, Tanggal : Selasa, 29 Oktober 2019

Waktu : 13.00 WITA-selesai

Tempat : Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

Kendari, November 2019


Menyetujui,
Asisten Pembimbing

Muhamad Jefri

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan laporan praktikum Kimia Anorganik

ini dapat terselesaikan sebagaimana adanya. Laporan ini dibuat dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan nilai Praktikum Kimia

Anorganik.

Laporan ini telah diselesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih

kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam

menyelesaikan laporan ini. Diluar itu, dalam penyelesaiannya penulis banyak

mendapatkan hambatan, yang disebabkan keterbatasan ilmu penulis sehingga

saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan untuk kesempurnaan

penulisan laporan ini.

Penulis berharap agar laporan ini dapat dijadikan sebagai dasar acuan dan

bahan pustaka untuk menambah wawasan pembaca dalam penulisan karya tulis

selanjutnya dan menambah khazanah ilmu pengetahuan serta memberikan

manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Kendari, Oktober 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan Percobaan ............................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUTAKA
2.1 Stoikiometri ..................................................................................... 3
2.2 Senyawa Kompleks ......................................................................... 3
2.3 Ekstraksi Pelarut .............................................................................. 4
2.4 Hukum Distribusi Nerst ................................................................... 4
2.5 Titrasi ............................................................................................... 5
2.6 Tembaga .......................................................................................... 5
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 7
3.3 Prodedur Kerja ................................................................................. 7
3.4 Prosedur Analisis Data ..................................................................... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Distribusi Amonia antara Air dan Kloroform ................. 10
4.2 Penentuan Rumus Molekul Ammin-Tembaga (II) ........................... 11
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 14
5.2 Saran .................................................................................................. 14

v
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Penentuan Distribusi Amonia antara Air dan Kloroform ................ 10
Tabel 4.2. Penentuan Rumus Molekul Ammin-Tembaga (II) ........................ 11

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tembaga ....................................................................................... 5

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stoikiometri merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang kesetaraan

massa dalam suatu reaksi kimia. Stoikiometri ini seringkali disebut sebagai

perhitungan kimia karena di dalamnya berupa perhitungan kimia yang membahas

molaritas, konsep mol dan masih banyak lagi. Di dalamnya juga mempunyai

hukum-hukum seperti hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap dan

hukum perbandingan berganda. Stoikiometri mempunyai peranan yang sangat

penting karena memiliki banyak fungsi penting. Salah satu dari fungsi tersebut

yaitu untuk mengetahui massa suatu senyawa setelah ia bereaksi dengan senyawa

lain. Senyawa-senyawa yang diperhitungkan ini juga termasuk senyawa

kompleks.

Senyawa kompleks atau sering disebut dengan kompleks koordinasi

adalah senyawa yang mengandung atom atau ion (biasanya logam) yang

dikelilingi oleh molekul atau anion, biasanya disebut dengan ligan atau agen

pengompleks atau dapat dikatakan bahwa senyawa ini terbentuk melalui ikatan

koordinasi, yakni ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan.

Salah satu contoh dari senyawa kompleks ini yaitu kompleks ammin tembaga (II).

Ammin-tembaga merupakan senyawa kompleks yang terbentuk saat

amonia berlebihan ditambahkan ke dalam larutan garam tembaga (II) yang telah

diketahui jumlahnya. Rumus kompleksnya dapat diketahui dengan mempelajari


2

stoikiometri, dimana stoikiometri kompleks ammin tembaga (II) menggunakan

teknik ekstraksi untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan

pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur dengan air yang dinamakan ekstrasi

pelarut yang didalamnya berlaku hukum Nerst.

Hukum Nerst menyatakan bahwa jika pada suatu sistem yang terdiri dari

dua lapisan campuran yang dapat tercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa

ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi kedalam dua lapisan tersebut. Namun,

hukum ini hanya berlaku bila zat terlarut tidak menghasilkan atau tidak

mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan zat pelarut. Berdasarkan uraian

diatas, dapat diketahui bahwa perlunya melakukan percobaan stoikiometri

kompleks ammin tembaga (II) untuk mengetahui penentuan rumus molekul

senyawa kompleks yaitu kompleks ammin tembaga (II).

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini untuk:

1. Menentukan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform

2. Menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II).

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari percobaan ini adalah

1. Berapa nilai koefisien disribusi amonia antara air dan kloroform?

2. Bagaimana cara menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga

(II)?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stoikiometri

Stoikiometri adalah bagian utama dari ilmu kimia karena mengacu pada

hubungan antara jumlah yang diukur dalam reaksi kimia serta perhitungan yang

meliputi asumsi hukum yang pasti proporsi dan konservasi materi dan energi.

Stoikiometri mensyaratkan bahwa jumlah atom atau molekul yang terlibat dalam

reaksi kimia diubah menjadi jumlah yang diukur dinyatakan dalam suatu satuan.

Ada empat jenis yang merupakan prinsip stoikiometri. yaitu: (i) hukum

konservasi materi (ii) hukum kimia menggabungkan bobot (iii) hukum

menggabungkan proporsi tingkat hubungan reaksi dalam suatu sistem.

Perhitungan yang melibatkan prinsip-prinsip ini adalah dari besar signifikansi

dalam praktek rekayasa dan operasi yang ada atau merancang partikel manufaktur

baru dan peralatan. Sebuah dasar yang kuat dalam stoikiometri diperlukan untuk

memahami pemotongan kuantitatif dalam kimia fisik (Opara, 2014).

2.2 Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks merupakan susunan antara ion logam dan satu atau

lebih ligan yang mendonorkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam

sehingga membentuk ikatan kovalen koordinasi. Senyawa kompleks sangat

berhubungan dengan konsep asam basa Lewis. Senyawa kompleks dapat

diuraikan menjadi ion kompleks yang bermuatan positif ataupun negatif. Logam

pusat biasanya memiliki bilangan oksida nol dan positif, sedangkan ligannya
4

memiliki bilangan oksida netral maupun anion. Logam pusat pada umumnya

merupakan logam-logam transisi yang memiliki orbital kosong sehingga dapat

menerima pasangan elektron bebas dari ligan (Wijaya, 2015).

2.3 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara

dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk

pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik maupun zat anorganik.

Cara ini dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Melalui proses

ekstraksi, ion logam dalam pelarut air ditarik keluar dengan suatu pelarut organik

(fasa organik). Secara umum, ekstraksi ialah proses penarikan suatu zat terlarut

dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur

dengan air (fasa air). Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari

campurannya dengan menggunakan pelarut (Purwani, 2014)..

2.4 Hukum Distribusi Nerst

Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst yang menyatakan

bahwa pada suhu dan tekanan yang konstan, senyawa-senyawa akan terdistribusi

dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang tidak saling

bercampur. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam dua fasa

disebut koefisien distribusi (KD) atau disebut juga koefisien partisi. Koefisien

partisi dapat dirumuskan sebagai berikut.

[𝐴]2 [𝐴]𝑜𝑟𝑔
KD = [A]1
atau KD = [A]air

Dengan:
5

KD : Koefisien distribusi

[A]org : Konsentrasi analit dalam fase organik

[A]air : Konsentrasi analit dalam fase air

KD merupakan tetapan pada temperatur dan tekanan tertentu, hanya

berlaku pada keadaan yang ideal (tidak terjadi interaksi kimia antara solut dengan

pelarut (Leba, 2017).

2.5 Titrasi

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan

konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan

sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Alkalimetri termasuk reaksi

netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion

hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.

Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (asam)

dengan penerima proton (basa). Titik akhir titrasi yaitu titik dimana saat titrasi

terjadi perubahan warna yang konstan. Titik equivalen terjadi pada saat terjadinya

perubahan warna indikator, memakai pH meter. Titrasi merupakan jalan yang

paling sederhana untuk standarisasi, maka penting untuk mengetahui sifat-sifat

atau syarat-syarat yang diperlukan untuk bahan primer, yaitu sangat murni, mudah

dimurnikan dan dikeringkan (Handayani, 2015).

2.5 Tembaga

Tembaga (Cu) adalah sebuah nutrisi yang

penting untuk seluruh tumbuhan dan hewan. Pada Gambar 2. Tembaga


6

hewan termasuk manusia banyak ditemukan ion tembaga dalam aliran darah,

sebagai kofaktor terhadap berbagai macam enzim. Logam Berat Cu walaupun

bersifat esensial bagi seluruh makhluk hidup namun akan menjadi racun jika

terakumulasi dalam jumlah besar di dalam tubuh. Tembaga mempunyai bilangan

oksidasi +l dan +2, tetapi yang jumlahnya melimpah adalah Cu dengan bilangan

oksidasi +2 atau Cu(II), karena Cu(I) di air mengalami disproporsionasi

membentuk sebagai senyawa yang tidak larut. Dengan demikian Cu yang stabil

adalah Cu(II). Cu(II) dalam jumlah kecil diperlukan oleh tubuh untuk

pembentukan sel-sel darah merah, tetapi dalam jumlah besar dapat rnenyebabkan

rasa yang tidak enak pada lidah. Kadar Cu maksimum yang diperbolehkan adalah

0,05-1.5 ppm. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu metode penentuan

kadar tembaga di perairan dalam jumlah renik (Harera, 2015).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kimia Anorganik, percobaan V dengan judul “Stoikiometri

Kompleks Ammin-Tembaga (II)” dilaksanakan pada hari Selasa, 29 Oktober

2019, pukul 13.00 WITA-selesai, bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan

Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah corong pisah 50 mL,

Erlenmeyer 250 mL, buret 50 mL, pipet gondok 25 mL, filler, statif dan klem,

gelas ukur 10 mL, pipet tetes dan botol semprot.

Bahan yang digunakan dari percobaan ini adalah larutan asam klorida

0,055 M, larutan kloroform, indikator metil orange, larutan tembaga (II) sulfat 0,1

M, larutan amonia 1 M dan aquades.

3.3 Prosedur kerja

3.3.1 Penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air dan kloroform

Dimasukkan 10 mL larutan NH3 1 M dan 10 mL air ke dalam corong pisah

50 mL, lalu dikocok agar homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL kloroform ke

dalam corong pisah dan dikocok selama 5 menit. Selanjutnya didiamkan sebentar

sekitar 5 menit hingga nampak dua lapisan, kemudian dipisahkan kedua larutan
8

tersebut. Dipindahkan 10 mL larutan kloroform ke dalam Erlenmeyer yang berisi

10 mL aquades dan ditambahkan 1 tetes indikator MO. Selanjutnya dititrasi secara

perlahan-lahan dengan menggunakan larutan standar HCl 0,055 M menggunakan

buret 50 mL. Titik ekivalen ditandai dengan perubahan warna. Selanjutnya

diulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan kemudian untuk sisanya. Selanjutnya

dihitung koefisien distribusi amonia.

3.2.2 Penentuan Rumus Kompleks Cu-Ammin

Dimasukkan 10 mL larutan NH3 1 M dan 10 mL larutan Cu2+ ke dalam

corong pisah 50 mL, lalu dikocok agar homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL

kloroform ke dalam corong pisah dan dikocok selama 5 menit. Selanjutnya

didiamkan sebentar sekitar 5 menit hingga nampak dua lapisan, kemudian

dipisahkan kedua larutan tersebut. Dipindahkan 10 mL larutan kloroform ke

dalam Erlenmeyer yang berisi 10 mL aquades dan ditambahkan 1 tetes indikator

MO. Selanjutnya dititrasi secara perlahan-lahan dengan menggunakan larutan

standar HCl 0,055 M menggunakan buret 50 mL. Titik ekivalen ditandai dengan

perubahan warna. Selanjutnya diulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan kemudian

untuk sisanya. Selanjutnya dihitung jumlah ammonia dalam air dan kloroform

menggunakan harga koifisien distribusi.

3.4 Prosedur Analisis Data

1. [NH3]air = [NH3]baku – [NH3]kloroform


(amonia)kloroform
Kd = (amonia)air

[Cu-NH3] = [NH3]baku – [NH3]CHCl3 + [NH3]air


9

2. mmol NH3 dalan Cu2+ = [NH3] dalam CuSO4 x V NH3


[Cu2+] = [Cu2+] x V Cu2+

mmol [Cu2+] : [mmol Cu2+]


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Distribusi Amonia antara air dan kloroform

Tabel 4.1. Penentuan Distribusi Amonia antara air dan kloroform


No. Perlakuan Pengamatan
10 mL NH3 1 M + 10 mL air Kuning bening (jernih)
dimasukkan dalam corong pisah 250
1.
mL. Dikocok

2. Ditambahksn 25 mL kloroform Terbentuk 2 fase, fase atas air


dan fase bawah kloroform.
Larutan bening

3. Diambil 10 mL kloroform + 10 mL air + Orange muda


3 tetes indikator MO kedalam
Erlenmeyer 250 mL

4. Dititrasi dengan HCl 0,055 M Merah muda


VHCl = 3,6 mL

5. Dihitung Kd ammonia Kd amonia = 0,02042

Penentuan koefisien distribusi amonia dalam air dan kloroform diawali

dengan pengocokan yang bertujuan untuk menghomogenkan campuran. Larutan

ditambahkan dengan kloroform lalu kembali dikocok. Hal ini dimaksudkan agar

kedua larutan homogen dapat saling berpisah berdasarkan masa jenis masing-

masing larutan yaitu kloroform memiliki massa jenis yang cukup jauh dari air.

Hasil pengamatan menunjukkan adanya dua lapisan bening pada larutan yang

menjelaskan adanya perbedaan kepolaran diantara dua zat, yaitu kloroform yang

bersifat non polar dan air bersifat polar, sementara ammonia yang terdapat dalam

larutan ini terdistribusi dalam dua fasa karena bersifat semi polar. Kloroform

terdapat pada lapisan bawah dikarenakan massa jenisnya lebih besar


11

dibangdingkan dengan massa jenis air, dimana massa jenis kloroform sebesar 1,49

g/cm3, sedangkan air sebesar 1 g/cm3.

Selanjutnya penentuan koefisien distrubusi ammonia dalam air dan

kloroform yang dilakukan dengan cara titrasi, dimana HCl bertindak sebagai

larutan standar karena sebagai penurun nilai pH larutan sehingga larutan yang

awalnya bersifat basa menjadi asam. Indikator yang dipakai yaitu metil orange

karena dapat merubah warna secara jelas dan dan kontras dan sangat sering

digunakan dalam titrasi asam basa. Jika larutannya lebih asam maka pH 3,2 dan

kemudian akan terprotonasi untuk membentuk ion dipol merah, karena sifat

inilah, metil orange dapat digunakan sebagai indikator untuk titrasi. Proses titrasi

dihentikan saat terjadi titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan

warna, dimana dalam percobaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

sampai pada titik akhir titrasi karena menggunakan volume titran yang cukup

banyak dengan perubahan warnanya yaitu menjadi warna me rah muda. Dari

perhitungan didapatkan besar kosentrasi NH3 dalam kloroform adalah 0,02002 M

dan kosentrasi NH3 dalam air adalah sebesar 0,97998 M. Dari kedua kosentrasi

NH3 dalam masing-masing larutan didapat koefisien distribusi amonia yaitu

sebesar 0,02042.

4.2 Penentuan Rumus Molekul Ammin-Tembaga (II)

Tabel 4.2. Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin


No. Perlakuan Pengamatan
1. 10 mL NH3 1 M + 10 mL CuSO4 0,1 M Biru keunguan (jernih)
dimasukkan dalam corong pisah 250 mL.
Dikocok
12

2. Ditambahksn 25 mL kloroform Terbentuk 2 fase, fase


atas air dan fase bawah
CHCl3.

3. Diambil 10 mL kloroform + 10 mL air + 3 Orange muda


tetes indikator MO kedalam Erlenmeyer 250
mL

4. Dititrasi dengan HCl 0,055 M Merah muda


VHCl = 2,1 mL

5. Ditentukan rumus Cu-ammin [Cu(NH3)10]2+

Perlakuan diawali dengan pencampuran antara NH3+ dan air untu

menghomogenkan larutan tersebut, dan dihasilkan larutan berwarna biru

keunguan. Perubahan warna ini terjadi pada logam transisi yang memiliki

senyawa kompleks yaitu CuSO4. Larutan kemudian ditambahkan dengan

kloroform lalu kembali dikocok untuk memperbesar luas permukaan sehingga

dapat membantu proses distribusi amonia pada kedua fasa. Hasil pengamatan

menunjukkan adanya dua lapisan pada larutan yang menjelaskan bahwa adanya

perbedaan kepolaran diantara dua zat, yaitu kloroform sebagai pelarut non polar

dan Cu bersifat polar, sementara amonia terdistribusi dalam dua fasa karena

sifatnya semi polar. Kloroform terdapat pada lapisan bawah dikarenakan massa

jenisnya lebih besar dibangdingkan dengan massa jenis air.

Dilakukan perlakuan sama seperti perlakuan sebelumnya, penentuan koefisien

distribusi ammonia dalam Cu dan kloroform yang dilakukan dengan cara titrasi, dimana

HCl bertindak sebagai larutan standar karena sebagai penurun nilai pH larutan

sehingga larutan yang awalnya bersifat basa menjadi asam. Indikator yang dipakai

yaitu metil orange karena dapat merubah warna yang jelas dan sangat sering

digunakan dalam titrasi asam basa. Proses titrasi dihentikan saat terjadi titik akhir
13

titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna, dimana dalam percobaan ini

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai pada titik akhir titrasi karena

menggunakan volume titran yang cukup banyak dengan perubahan warnanya yaitu

menjadi warna jingga kemerahan. Dari perhitungan didapatkan besar koefisien

distribusi amonia yaitu sebesar 0,02042. Penentuan rumus kompleks ammin

tembaga dari perhitungan diketahui mol Cu 0,1 M diperoleh 1 mmol dan mol NH3

dalam Cu2+ adalah 9,88285 mmol, sehingga perbandingan antara mmol Cu2+ dan

mmol NH3 adalah 1:10. Jadi rumus kompleksnya adalah [Cu(NH3)6]2+. Percobaan

ini menunjukkan bahwa atom Cu sebagai atom pusat dan NH3 sebagai ligannya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa senyawa kompleks terbentuk dari ion logam dan ligan, dimana senyawa

kompleks ammin-tembaga (II) dapat terbentuk dengan menambahkan ammonia

berlebih ke dalam larutan tembaga (II) yang telah diketahui jumlahnya, nilai

koefisien distribusi ammonia sebesar 0,02002. Perbandingan Cu2+ : NH3 = 1:10

dan rumus molekul kompleks yang diperoleh adalah [Cu(NH3)7]2+.

5.2 Saran

Saran yang ingin diberikan pada percobaan ini adalah agar pada percobaan

selanjutnya digunakan pelarut nonpolar dan titer lain misalnya karbon tetraklorida

(CCl4) dengan titer menggunakan asam sulfat untuk mengetahui pengaruh pelarut

sekaligus titer yang digunakan terhadap koefisien distribusi larutan yang tidak

saling bercampur.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, T dan Anita A. 2015. Penetapan Kadar Pemanis Buatan (Na-siklamat)


pada Minuman Serbuk Instan dengan Metode Alkalimetri. Jurnal Farmasi
Sains dan Praktis. 1(1).

Harera, L. R., Tety S dan Meyliana W. 2015. Sintesis Cu(II)-Imprinted Polymers


untuk Ekstraksi Fasa Padat dan Prakonsentrasi Ion Tembaga(II) dengan
Ligan Pengkhelat 4-(2-Pyridylazo) Recorcinol. Al Kimiya. 2(1).

Leba, M. A. U. 2017. Buku Ajar Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta:


CV Budi Utama.

Opara, M. F. 2014. Improving Students’Performance in Stoichiometry through the


Implementation of Collaborative Learning. Journal of Education and
Vocational Research. 3(5).

Purwani, MV and Prayitno. 2014. The Extraction of Neodymium Concentrates


using Tri Octyl Amine. Ganendra Journal of Nuclear Science and
Technology. 17(1).

Wijaya, R. F. dan R. Djarot S. K.S. 2015. Analisis Pengaruh Ion Zn(II) pada
Penentuan Fe3+ dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH Optimum
Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS. Jurnal Sains dan Seni. 4(2).
ANALISIS DATA

1. Penentuan Koefisien Distribusi Ammonia Dalam Air Dan Kloroform

Dik : Volume HCl yang dipakai = 3,6 mL

[HCl]baku = 0,055M

[NH3]baku = 1 M

Volume NH3 = 10 mL

Mol HCl = Mol NH3

Dit : Kd = …?

Penyelesaian:

N NH3 dalam kloroform × V NH3 dalam kloroform = V HCl × N HCl


[HCl]
× V HCl
a. [NH3]kloroform = [NH3]kloroform

0,055 M ×3,6 mL
=
10 mL

= 0,02002 M

Jadi, [NH3]kloroform adalah 0,02002 M

b. [NH3]air = [NH3]baku - [NH3]kloroform

= 1 M – 0,02002 M

= 0,97998 M

Jadi, [NH3]air adalah 0,97998 M

Kd = [NH3]kloroform
[NH3]air

0,02002
= = 0,02042
0,97998
2. Penentuan Rumus Kompleks Ammin - Cu2+

Dik : Volume HCl yang dipakai = 2,13 mL

[HCl]baku = 0,055 M

Volume NH3 dalam CHCl3 yang dipakai = 10 mL

[NH3]awal = 1 M

Dit : Rumus senyawa kompleks Cu-ammin = ...?

Penye :

N NH3 dalam kloroform × V NH3 dalam kloroform = V HCl × N HCl


[HCl]
× V HCl
a. [NH3]kloroform = [NH3]kloroform

0,055 M × 2,13 mL
=
10 mL

= 0,011715 M

Jadi, [NH3]kloroform adalah 0,011715 M

b. [NH3]air = [NH3]baku - [NH3]kloroform

= 1 M – 0,011715 M

= 0,988285M

Jadi, [NH3]air adalah 0,988285 M

c. Kd = [NH3]kloroform
[NH3]air

0,011715
=
0,988285

= 0,011853

d. mmol NH3 dalam Cu2+ = [NH3] dalam CuSO4 × V NH3


= 0,988285 M × 10 mL

= 9,88285 mmol

e. mmol [Cu2+] = [Cu2+] × V Cu2+

= 0,1 M × 10 mL

= 1 mmol

mmol [Cu2+] : mmol [Cu2+]

1 : 9,88285

1 : 10

Jadi, Rumus Kompleksnya [Cu(NH3)×]2+ = [Cu(NH3)10]2+


DIAGRAM ALIR
PROSEDUR KERJA

1. Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform

10 mL NH3 + 10 mL air
- Dimasukkan ke dalam corong
pemisah 250 mL
- Dikocok agar homogen
- Ditambahkan 25 mL kloroform
- Didiamkan selama 5 menit
10 mL NH3 + 10 mL air +
25 mL kloroform
- Didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan
Campuran
- Dipisahkan ke dua lapisan yang
terbentuk
Lapisan kloroform
- Dipindahkan 10 mL ke
erlenmeyer yang berisi 10 mL air
dan ditambahkan iindikator MO
- Dititrasi secara perlahan-lahan
dengan HCl 0,055 M
menggunakan buret 50 mL
- Diulangi titrasi dengan 10 mL
kedua dan sisanya
Kd = 0,02042
2. Penentuan Rumus Kompleks Cu-ammin

10 mL NH3 + 10 mL Cu2+
- Dimasukkan ke dalam corong
pemisah 250 mL
- Dikocok agar homogen
- Ditambahkan 25 mL kloroform
- Didiamkan selama 5 menit
10 mL NH3 + 10 mL Cu2+ +
25 mL kloroform
- Didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan
Campuran
- Dipisahkan ke dua lapisan yang
terbentuk
Lapisan kloroform
- Dipindahkan 10 mL ke
erlenmeyer yang berisi 10 mL air
dan ditambahkan iindikator MO
- Dititrasi secara perlahan-lahan
dengan HCl 0,055 M
menggunakan buret 50 mL
- Diulangi titrasi dengan 10 mL
kedua dan sisanya
- Ditentukan rumus kompleksnya
[Cu(NH3)10]2+
LAMPIRAN GAMBAR

Hasil titrasi antara kloroform + air + indikator MO dengan HCl 0,055 M


(NH3 dan air)

Hasil titrasi antara kloroform + air + indikator MO dengan HCl 0,055 M


(NH3 dan CuSO4)

Anda mungkin juga menyukai