Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ENDOCRINE AND METABOLISM DISEASES


SKENARIO 2
“PEMAKAIAN OBAT KORTIKOSTEROID YANG TIDAK
RASIONAL”
KELOMPOK XVI (B6)

KEVIN ELIAS P. G0017116


KIEMAS TEGAR I. G0017120
LUTHFAN HASSAN S. G0017126
M. IZDAD IRFANI G0017128
KHAIRUNNISAA G0017118
LAILI MUDRIKA P. G0017122
LIVYA QUINA V. G0017124
MELANIA ROMADHANI G0017132
MIRATUNNISA DHIMAS A. G0017134
MONICA ANGELLA B. G0017136
NADIA EASTHERINA N. G0017156

Yusuf A. M., dr., MPH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 2

Seorang perempuan berusia 45 tahun sering mengeluh pegal linu pada sendi-sendi tubuh di eluruh
tubuh. Menurut tetangganya, kalau pegal linu dibelikan jamu pegal linu di toko obat. Karena mersa cocok,
pasien tersebut sering membeli jamu pegal linu di toko obat tesebut selama beberapa tahun terakhir setiap
mengalami keluhan. Ternyata, jamu tersebut dinyatakan mengandung obat steroid.
Akhir-akhir ini, pasien merasakn nafsu makannya meningkat dan berat badan nya bertambah
dibandingkan sebelumnya. Muka dan kaki pasien membengkak. Timbul pula garis-garis putih di paha dan
perut. Kemudian pasiean periksa ke dokter dengan keluhan-keluhan di atas. Dari pemeriksaan ditemukan
muka moon face. Dokter mengatakan bahwa kemungkinan pasien mengkonsumsi jamu pegal linu yang
berlebihan. Oleh dokter, pasiean disarankan untuk melakukan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) pada hipofise-hipotalamus serta pemeriksaan laboratorium ACTH (Adeno Cortiotropic Hormone)
dan kortisol serum. Dokter memberikan terapi smemtara sebelum dirujuk.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I : Membaca skenario dan mengklarifikasi kata sulit


Seorang perempuan berusia 45 tahun sering mengeluh pegal linu pada sendi sendi diseluruh tubuh.
Menurut tetangganya, kalau sakit pegal linu dibelikan jamu pegal linu di toko obat. Karena merasa cocok,
pasien tersebut sering membeli jamu pegal linu di toko obat tersebut selama beberapa tahun terakhir setiap
mengalami keluhan. Ternyata, jamu tersebut dinyatakan mengandung obat steroid.
Akhir akhir ini, pasien merasakan nafsu makannya meningkat dan berat badannya bertambah
dibandingkan sebelumnya. Muka dan kaki pasien membengkak. Timbul pula garis garis putih dipaha dan
perut. Kemudian pasien periksa ke dokter dengan keluhan keluhan di atas. Dari pemeriksaan ditemukan
muka moon face. Dokter mengatakan bahwa kemungkinan pasien mengkonsumsi jamu pegal linu yang
berlebihan. Oleh dokter, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging(MRI) pada hipofise hipotamalus serta pemeriksaan laboratorium ACTH (Adreno Corticotropic
Hormone) dan kortisol serum. Dokter memberikan terapi sementara sebelum dirujuk.

B. Langkah II : Merumuskan Permasalahan


1. Mengapa steroid bisa menghilangkan pegal linu?
2. Mengapa terjadi peningkatan nafsu makan?
3. Mengapa muka dan kaki pasien membengkak?
4. Menagapa timbul striae?
5. Menagapa terjadi moon face?
6. Gimana mekanisme obat yang mengandung di tubuh?
7. Bagaimana cara keja hormon steroid pada tubuh dan fungsinya?
8. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan MRI, ACTH dan kostisol serum/
Bagaimna interpretasi hasilnya?
9. Kemungkinana diagnosis?
10. Bagaimana tata lakasana dan edukasi pada kasus?
11. Pemeriksaan fisik dan penunjang yang diperlukan?
12. Efek samping obat kortikosteroid secara berlebihan?
13. Jenis dan contoh obat steroid?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dalam bentuk pertanyaan dan


membuat jawaban sementara
1. Steriod bisa menghilangkan pegal linu dengan cara
2. Peningkatan nafsu makan dapat terjadi karena efek dari obat kortikosteroid, dimana obat
tersebut dapat menyebabkan hiperlipidemia. Dengan adanya hiperlipidemia berakibat pada
peningkatan hormon leptin. Hormon leptin adalah hormon yang mengatur fungsi lapar-
kenyang. Saat hormon leptin terangsang, maka peningkatan nafsu makan pasien juga
menjadi meningkat 2 kali dibanding sebelumnya, sehingga pasien akan merasa lapar dan
ingin terus makan.
3. Wajah bengkak dalam kasus ini disebut juga moon face yaitu adanya akumulasi lemak
berlebihan di bagian wajah. Pembengkakan tersebut dapat terjadi karena meningkatnya
kortisol akibat penggunaan kortikosteroid yang irrasional, dimana salah satu kerja kortisol
adalah meningkatkan mobilisasi asam lemak. Asam lemak yang ada di sentral, seperti di
badan akan dirombak dan diangkut menuju ke tempat perifer seperti pada wajah (dalam
hal ini moof face) dan pada bagian punggung (disebut juga bufallo hump). Selain distribus
ke arah wajah dan punggung, juga distribusi berjalan ke arah ekstremitas inferior dan hal
inilah yang menyebabkan kaki penderita juga menjadi bengkak.
4. Striae adalah guratan di kulit di tempat lemak terkonsenterasi. Striae dapat berada di perut
dan paha serta bisa timbul karena massa meningkat melebihi elastisitas kulit. Striae biasa
dikategorikan menjadi dua :
● Merah : striae berwarna merah adalah striae yang masih baru, dan berwarna merah
karena masih dilalui aliran darah dan bisa disembuhkan dengan atau karena
kolagen.
● Putih : striae yang sudah lama.

Penyebab striae secara umum dapat berasal dari Cushing Syndrome, kehamilan, berat
badan yang meningkat secara cepat dan peningkatannya besar, pubertas, Marfan
Syndrome, serta penggunaan kortikosteroid yang irrasional. Pada Cushing Syndrome,
karena terjadi katabolisme protein yang berlebihan, terjadi kekurangan protein dan
pembuluh darah menjadi rapuh serta terlihat striae.
5. Sudah terjawab di no. 3.
6. Belum terjawab pada pertemuan pertama.
7. Cara kerja hormon steroid adalah dengan hipothalamus merelease Corticotrophin Releasing
Hormon (CRH). Pengeluaran CRH dapat menstimulasi hipofise anterior untuk mengeluarkan
hormn ACTH. Hormon ACTH yang dikeluarkan tadi, dapat merangsang korteks adrenal zona
fasiculata untuk mengeluarkan hormon kortisol yang akan bekerja diikat protein atau bisa juga
berada dalam darah. Mekanisme feedback negative adalah mekanisme fisiologis untuk mengatur
kadar kortisol agar tidak berlebihan dengan cara sata kortisol sudah berlebih, maka akan dikirimkan
feedback menuju hipothalamus dan hipofise anterior untuk mengurangi produksi CRH dan ACTH.
8. Pada kasus tersebut, penderita mengarah ke Cushing Syndrome. Hal ini dapat didukung dengan
pemeriksaan MRI dan Pemeriksaan ACTH :
● MRI : adalah pemeriksaan untuk mengecek kerusakan dari hipofise. Hasilnya jika (+) maka
pasien terkena Cushing Disease, adalah keadaan dimana ACTH meningkat akibat
kerusakan di hipofise di sella tursica. Jika hasilnya (-) maka tidak ada gangguan pada
hipofise pasien. Tetapi terjadi gangguan pada organ yang terkait yaitu korteks adrenal dan
menyebabkan hormon kortisol yang berlebih atau hiperkortisoldisme. Untuk hasil (-) harus
dibantu dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
● Pemeriksaan ACTH : jika pemeriksaan kadar ACTH hanya mencapai 10 mg/dl maka dapat
digolongkan ACTH non-dependent (adalah kerusakan atau kelainan organ hanya di korteks
adrenal, tidak sampai ke hipofise). Sedangkan kadar ACTH normal di angka 15 mg/dl atau
bahkan lebih dapat menjadi indikasi adanya kerusakan di hipofisis.
9. Diagnosis yang mungkin adalah Cushing Syndrome yang merupakan keadaan dimana kadar
ACTH meningkat dan banyak terdapat di wanita dengan usia 20-40 tahun. Sedangkan Cushing
Disease adalah keadaan ACTH meningkat karena ada kerusakan di hipofise. ACTH dibagi menjadi
:
● Dependent: adalah kadar ACTH yang tinggi akibat ada kerusakan di hipofise.
Dalam kasus dapat terjadi 80% karena tumor dan 20% karena ektopik.
● Non-Dependent :adalah kadar ACTH yang tinggi karena kerusakan bukan di
hipofise tapi terjadi kerusakan di korteks adrenal. Dalam kasus 60% akibat tumor
jinak adrenal, 35% akibat tumor ganas adrenal dan 5% akibat adanya kerusakan
yang disebabkan faktor lain.
10. Pada kasus, edukasi yang dapat diberikan ialah menjelaskan kepada pasien untuk tidak
sembarangan meminum obat, perlu dicari lebih dahulu mengenai komposisi dari obat tersebut,
Apabila nyeri amat parah, dapat berkonsultasi ke dokter.
11. Pada pertemuan pertama belum terjawab.
12. Pada pertemuan pertama belum terjawab.
13. Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, metilprednison, dexametason dan juga
hidrokortison. Dapat berupa oral, injeksi, krim serta inhalasi. Pemberian obat tersebut tidak stagnan
dalam dosisnya, alias dapat ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan. Pada penderita kronis, dapat
diberikan dosis awal yang tinggi dan dapat ditambahkan jika tak terlihat efeknya. Jika tidak urgent,
maka pemberian dosis tinggi dibatasi hanya dalam waktu yang singkat saja.
D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan dalam langkah III

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran


1. Mengetahui mekanisme pembentukan, regulasi, dan fungsi hormon kortikosteroid
2. Mengetahui jenis, metabolisme, dan efek samping obat kortikosteroid
3. Mengetahui tentang kelainan hormon:
a. Pseudocushing (definisi, etiologi)
b. Cushing syndrome (definisi, gejala, patofisiologi, pemeriksaan fisik dan
penunjang, edukasi, dan tatalaksana)
c. Cushing disease (definisi, gejala, patofisiologi, pemeriksaan fisik dan penunjang,
edukasi, dan tatalaksana)
d. Addison’s disease (definisi, etiologi)
F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru
Pengumpulan informasi telah dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok kami dengan
menggunakan sumber referensi ilmiah seperti jurnal, buku, review dan artikel ilmiah yang
berkaitan dengan skenario ini.
G. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi yang baru diperoleh
1. Kortikostreroid dibagi dua glukokortikoid dan mineralokortikoid, Glukokortikoid berperan
dalam metabolisme karbohidrat, Mineralokortikoid banyak berperan dalam pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Glukokortikoid mempunyai efek terhadap semua sistem dalam tubuh
Efek terhadap metabolisme :
Karbohidrat : meningkatkan glukoneogenesis, mengurangi penggunaan glukosa
dijaringan perifer dengan cara menghambat uptake dan penggunaan
glukosa oleh jaringan mungkin hambatan transpoter glukosa.
Lemak : meningkatkan lipolisis dijaringan lemak
Protein : meningkatkan pemecahan protein menjadi asam amino dijaringan
perifer yang kemudian digunakan untuk glukoneogenesis

Efek terhadap proses keradangan dan fungsi immunologis :


● Meningkatkan proses apoptosis
● Menghambat sintesis cytokine
● Menghambat nitric oxyd synthetase
● Menghambat fungsi fagositik dan sitotoksis makrofag
● Menghambat pengeluaran sel sel radang dan cairan ketempat keradangan

Efek terhadap musculoskeletal dan jaringan ikat :


● Tulang : pada jangka lama dapat menghambat fungsi osteoblast, meningkatkan
jumlah osteoclast, meningkatkan ekskresi calcium di ginjal
● Otot : meningkatkan pemecahan asam amino dari otot untuk digunakan dalam
glukoneogenesis, dalam pemakaian lama dapat menyebabkan myopathy berat
● Jaringan Ikat: glukokortikoid menyebabkan surpressi fibroblas DNA dan RNA, serta
sintesis protein
Pada kasus ini, kami lebih memfokuskan pada mekanisme pada glukokortikoid.
Mekanisme glukokortikoid terdiri dari mekanisme aldosteron dan kortisol.
Mekanisme kortisol dapat dilihat dari gambar dibawah ini gambar 3.1. Sedangkan,
mekanisme aldosteron dapat dilihat dari gambar 3.2.
Gambar 3.1
Regulasi hormon kortisol
Gambar 3.2 Regulasi hormon aldosteron
2. Obat kortikosteroid
Tujuan : memperkuat efek glukokortikoid dan antiradang, menghilangkan
efek mineralokortikoid
1. Deltakortikoida

contoh : predniso(lo)n, budesonida, desonida dan prednikarbat

Daya glukokortikoidnya 5x lebih kuat, daya mineralokortikoidnya lebih


ringan, lama kerjanya 2x

2. Fluorkortikoid

contoh : betametason, deksametason, triamsinolon


Daya glukokortikoid dan antiradangnya 10-30 x lebih kuat, daya
mineralonya praktis hilang
T ½ nya lebih panjang, efek bertahan 3-5x lebih lama

Berdasarkan maasa kerjanya, kortikosteroid dibagi menjadi :


a. Kerja singkat (masa paruh <12 jam)
- Kortisol/hidrokortison
- Kortison
- Kortikosteron
- Fludrokortison
b. Kerja sedang (masa paruh 12-36 jam)
- 6-α-metilprednisolon
- Prednison
- Prednisolon
- Triamsinolon
c. Kerja lama (masa paruh >36 jam)
- Parametason
- Betametason
- Deksametason
Penggunaan Kortikosteroid
- Terapi subtitusi, digunakan pada insufisiensi adrenal, seperti pada
penyakit addison (rasa letih, kurang tenaga dan otot lemah akibat
kekurangan kortisol). Dalam hal ini diberikan hidrokortison karena
efek mineralokortikoidnya paling kuat.
- Terapi non-spesifik, yaitu berdasar efek anti-radang, anti-alergi
dan imunosupresif. Juga untuk menghilangkan perasaan tidak enak
(malaise). Umumnya diberikan prednisolon, triamsinolon, &
deksametason.

Indikasi terpenting dari glukokortikoid :


- Asma hebat yg akut/kronis, sediaan yang standar adalah inhalasi
(spray, aerosol) umumnya bersama obat-obat beta-2–mimetika
(adrenergika)
- Radang usus akut.
- Penyakit auto-imun, sistem imun terganggu dan menyerang
jaringan tubuh sendiri. Kortikoid menekan reaksi imun dan
meredakan gejala penyakit.
- Sesudah transplantasi organ, bersama siklosporin untuk mencegah
penolakan oleh sistem imun tubuh
- Kanker, bersama onkolitika (sitostatika) dan setelah radiasi sinar-x
untuk mencegah pembengkakan dan udem (khususnya
deksametason). Juga sebagai antimual akibat penggunaan
sitostatika.
Sediaan obat kortikosteroid

Tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Akan tetapi, perlu diperhatikan


penggunaannya untuk pasien diabetes mellitus, gangguan pencernaan, obesitas,
wanita hamil, dan alergi obat.

Efek samping obat kortikosteroid


- Efek samping kortisol nampak pada penggunaan lama serta dosis tinggi (>
50 mg/hari)
- Mirip dengan sindroma Cushing (retensi cairan di jaringan2, naiknya bb
dgn cepat, moon face, kaki tangan bagian atas gemuk, penumpukan lemak di bahu
dan tengkuk. Kulit tipis, mudah luka timbul striae)
3. A. Pseudo-cushing syndrome
Pseudo cushing syndrome adalah kondisi dimana gejala timbul gejala klinis
seperti pada Cushing Syndrome. Namun, penyebab dari gejala yang timbul ini
bukan berasal dari lesi pada hipofisis ataupun adrenal, melainkan dari faktor
eksogen seperti alkohol, obesitas, dan depresi. Maka, pada anamnesis perlu
dperhatikan riwayat pasien sebelum menegakkan diagnosis.
Secara klinis, pseudocushing dapat menimbulkan komplikasi seperti pada
Cushing syndrome yaitu hipertensi, resistensi insulin, penyakit jantung, dan
osteoporosis. Pada pasien cushing syndrome, apabila faktor penyebab dihilangkan
maka gejala klinisnya pun akan hilang.

B. Cushing Syndrome
Sindrom cushing adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat peningkatan
kadar glukokortikoid ( kortisol) dalam darah.

Berdasarkan pengaruh hormon adrenokortikotropik (Adrenocorticotropic-


ACTH) terhadap terjadinya hipersekresi glukokortikoid, cushing sindrom dibagi
menjadi 2

1. Sindrom cushing tergantung ACTH (ACTH Dependent)


Hipersekresi glukokortikoid dipengaruhi oleh hipersekresi ACTH.
hipersekresi kronik ACTH akan menyebabkan hiperplasia zona fasikulata
dan zona retikularis korteks adrenal. Hiperplasia ini mengakibatkan
hipersekresi adrenokortikol seperti glukokortikoid dan androgen. Cushing
syndrome yang termasuk pada ACTH Dependent ialah sindrom yang terjadi
akibat
● Cushing’s disease : yang akan dibahas pada sub nomor selanjutnya
● Tumor ektopik ACTH: merupakan hasil metastasis dari tumor ganas yang
kemudian mempengaruhi ekskresi dari ACTH. salah satu tumor
penyebabnya ialah kanker pada paru-paru
● Adenoma pada hipofisis
2. Sindrom cushing tidak tergantung ACTH (ACTH independent)
Sindrom cushing yang tidak bergantung ada ACTH umumnya terjadi akibat
kerusakan pada kelenjar adrenal ataupun dari faktor eksogen. Kerusakan
pada kelenjar adrenal umumnya terjadi pada kondisi seperti: karsinoma
adrenal, adenoma adrenal. Sedangkan, contoh faktor eksogen yang dapat
menyebabkan Cushing Syndrome ialah penggunaan obat kortikosteroid
yang berlebihan, contoh: dexametason, prednison, dan prednisolon.

Gejala klinis
Gejala klinis yang umumnya muncul pada Sindrom Cushing ialah
a. Terbentuknya striae di bagian abdomen
b. Moonface
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan konsentrasi
e. Osteopeni
f. Perlemakan di sekitar jar. Leher
g. Pembengkakan pada kaki
h. Luka susah sembuh

Patofisiologi
Keadaan hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan katabolisme protein
yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan subkutan
menjadi tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagai stria
berwarna ungu di daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas. Otot-otot menjadi
lemah dan sukar berkembang, mudah memar, luka sukar sembuh, serta rambut tipis dan
kering.

Keadaan hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim glukoneogenesis


dan aminotransferase. Asam-asam amino yang dihasilkan dari katabolisme protein
diubah menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta penurunan pemakaian
glukosa perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes yang resisten terhadap insulin.
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan enzim
lipolisis sehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom
Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa dijumpai adalah
obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul di dalam dinding
abdomen, punggung bagian atas yang membentuk buffalo hump, dan wajah sehingga
tampak bulat seperti bulan dengan dagu ganda.

Tata laksana

1. Penyakit Cushing
Tujuan tata laksana penyakit Cushing adalah mengendalikan hipersekresi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang bisa ditempuh dengan tindakan bedah, radiasi, dan
obat-obatan.
· Bedah
Tindakan bedah yang dinilai cukup berhasil sekarang ini adalah bedah mikro
transfenoid (transphenoidal microsurgery).
· Radiasi
Ada beberapa cara radiasi yang bisa digunakan seperti radiasi konvensional, gamma
knife radiosurgery, dan implantasi radioaktif dalam sela tursika. Kerugian pemakaian
radiasi ini adalah kerusakan sel-sel yang mensekresi hormon pertumbuhan.
· Obat-obatan
Obat yang digunakan untuk mengendalikan sekresi ACTH misalnya siproheptadin.
Obat ini bisa dipakai sebelum tindakan bedah atau bersama-sama dengan radiasi. Obat
yang digunakan untuk menghambat sekresi glukokortikoid adrenal adalah ketokonazol,
metirapon, dan aminoglutetimid.

2. Sindrom ACTH ektopik


Tindakan pada sindrom ACTH ektopik hanya dapat dilakukan pada kasus-kasus tumor
jinak seperti tumor timus atau tumor bronkial. Kesulitan dalam tata laksana sindrom
ACTH ektopik disebabkan karena tumor-tumor ganas telah bermetastasis, bersamaan
dengan keadaan hiperglukokortikoid yang berat.
3. Tumor adrenokortikal
Pada kasus adenoma adrenal bisa dilakukan tindakan bedah (unilateral adrenalectomy),
selanjutnya diberikan glukokortikoid sampai fungsi adrenal kontralateral normal. Pada
kasus karsinoma adrenal yang telah mengalami metastasis atau telah dieksisi sebagian,
dapat diberikan preparat adrenolitik seperti mitotane.

C. Cushing Disease
Cushing's disease merupakan salah satu penyebab endogen paling umum dari
Cushing Syndrome. Namun, patofisiologi dari adenoma kortikotropin belum
diketahui hingga saat ini. Cushing disease menunjukkan gejala klinis yang serupa
dengan Cushing syndrome yaitu:
a. Hiperkortisolism
b. Moonface
c. Facial plethora
d. obesitas sentral
e. dll

DAFTAR PUSTAKA

Tan, H. T & Rahardja, K., 2002, ACTH dan Kortikosteroid dalam Obat Obat Penting, Edisi V,
PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 679-92.

Suherman, S. K., 2007, Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog-sintetik dan


antagonisnya dalam Farmakologi dan Terapi , Edisi V, Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta, hal.
495-516.

Katzung, B. G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VIII, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta, hal. 573-602.

Hur, K. Y., Kim, J. H., Kim, B. J., Kim, M.-S., Lee, E. J., & Kim, S.-W. (2015). Clinical
Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Cushing’s Disease in Korea. Endocrinology and
Metabolism, 30(1), 7. doi:10.3803/enm.2015.30.1.7
Juszczak A, Sulentic P, Grossman A. Cushing’s Syndrome. [Updated 2017 Jul 17]. In: De Groot
LJ, Chrousos G, Dungan K, et al., editors. Endotext [Internet]. South Dartmouth (MA):
MDText.com, Inc.; 2000-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279088/

Anda mungkin juga menyukai