PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pedoman yang perlu dipahami oleh guru pendidikan jasmani,
khususnya guru pendidikan jasmani, disekolah dasar adalah mengetahui karakteristik
fase-fase atau tahap-tahap perkembangan belajar motorik anak didik. Dengan
mengetahui hal tersebut akan lebih memudahkan dalam menyusun dan
mengembangkan dan memilih metode pembelajaran.
MENIEL, 1977, Seorang pakar terkemuka di Jerman Barat dalam bidang teori
gerak telah berhasil memberikan rincian yang lebih jelas tentang tingkatan belajar
motorik beserta ciri-ciri lainnya yang dilihat dari kualitas pemecahan tugas gerakan
atau dari segi kemampuan seseorang dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga
yang dianut. Perincian yang dikemukakan oleh MENIEL ini, akan mengarahkan guru
pendidikan jasmani baik dalam menentukan materi yang akan diajarkan maupun
dalam menentukan atau memilih metode mengajar yang digunakan. Sehubungan
dengan permasalahan di atas, maka pada bab ini akan diuraikan tahab-tahab belajar
motorik.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana ciri- ciri fase belajar motorik tingkat asosiatif ?
2. Bagaimana ciri-ciri kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi fase
belajar tingkat asosiatif ?
3. Bagaimana ciri-ciri fase belajar motorik tingkat kedua dan implikasinya ke
dalam proses pembelajaran ?
4. Apa saja tanda-tanda tahap asosiatif
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ciri- ciri fase belajar motorik tingkat asosiatif ?
2. Untuk mengetahui ciri-ciri kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi
fase belajar tingkat asosiatif ?
3. Untuk mengetahui ciri-ciri fase belajar motorik tingkat kedua dan
implikasinya ke dalam proses pembelajaran ?
4. Untuk mengetahui tanda-tanda tahap asosiatif
BAB II
PEMBAHASAN
i. Program gerakan
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh pada fase belajar tingkat asosiatif dalam
hal membangun dan menyusun bayangan dan program gerakan ini, disebabkan
karena peserta didik telah memiliki simpanan-simpanan motorik yang cukup banyak
dan bervariasi. Simpanan atau ingatan motorik yang banyak dan bervariasi ini
tersimpan pada pusat ingatan motorik dan suatu saat bila dibutuhkan akan dapat
dipanggil kembali. Mekanisme kerja yang demikianlah yang membantu si pelaku
gerakan dapat dengan cepat mem bangun dan menyusun bayangan dan program
gerakan. Mekanisme kerja yangdemikian tidak akan terjadi bila si pelaku gerakan
tidak memiliki simpanan motorik yang relevan dengan bentuk-bentuk gerakan yang
dipelajari.
Sebagaimana diketahui bahwa fase belajar motorik tingkat kedua ini adalah fase
penguasaan kcterampilan motorik dalam bentuk koordinasi halus. Oleh karena itu fase
belajar tingkal kedua ini dapat dikatakan sebagai fase pendalaman terhadap materi yang
diajarkan. lni berarti bahwa pada fase ini dituntut aktivitas belajar yang tinggi.
Konsekwensinya tentulah dituntun pula aktivitas dan perhatian yang penuh dari guru
pendidikan jasmani, baik terhadap peserta didik maupun terhadap proses pembelajaran itu
sendiri. Perhatian terhadap peserta didik antara lain meliputi pemceiharaan dan
peningkatan motivasi belajar.
pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peserta didik ini perlu mendapat
perhatian dari guru pcndidikan jasmani. karena pada fase belajar tingkat kedua ini terjadi
suatu fase yang disebut dengan keadaan stagnasi yang merupakan suatu fase di mana
peserta didik mengalami kemajuan yang lambat bahkan kadang-kadang tidak
mcmperlihatkan kemajuan belajar sama sekali. Fase stagnasi ini tidak diketahui akan
berlangsung berapa lama. Tapi yang jelas. fase ini pasti akan ditemui dan akan berlangsung
beberapa waktu. Dalam keadaan dan situasi yang demikian lah dituntut suatu ketekunan
dan ketabahan dari seseorang guru pendidikan jasmani, untuk tetap terus berusaha
menjaga keseimbangan emosional peserta didik, sehingga motivasi berjalan tidak menurun.
Kalau guru tidak dot meningkatkan motivasibelajar peserta didik, minimal guru harus
mampu menjaga agar motivasi belajar peserta didik tidak berkurang
Dapat dipahami betapa besarnya bahaya yang akan terjadi bila guru pendidikan
jasmani tidak mengetahui dan tidak memahami tentang adanya fase stagnasi seperti
yang diuraikan di atas. Fase stagnasi ini akan lebih merupakan suatu problema yang
besar dan rumit lagi bila guru pendidikan jasmani menghadapi peserta didik usia
sekolah dasar. Anak-anak usia sekolah dasar. pada umumnya belum memiliki daya
juang yang tinggi. apa lagi bila mereka tidak atau belum melihat tujuan yang ingin
dicapai secara konkrit. Selain itu anak-anak usia sekolah dasar, walaupun telah
belajarpada fase tingkat kedua. tetapi guru pendidikan jasmani tidak boleh lupa
bahwa perkembangan psikisnya masih belum matang.
Telah dikemukakan pada bagian terdahulu. bahwa fase belajar tingkat kedua
menuntut aktivitas belajar yang tinggi. Untuk dapat melaksanakan aktivitas belajar
yang tinggi, dibutuhkan persiapan -persiapan yang tinggi dan peserta didik. Kesiapan-
kesiapan yang dimaksud antara lain meliputi:
Fase belajar tingkat kedua ini adalah tahap penguasaan koordinasi halus. Untuk
itu dalam proses pembelajaran untuk menguasai keterampilan motorik tertentu secara
lebih mendasar dan akurat, maka perhatian harus lebih diarahkan pada setiap
komponen teknik gerakan. Agar pengamatan terhadap komponen-komponen teknik
dapat dilakukan dengan baik maka perhatian lebih diarahkan pada latihan bagian-
bagian gerakan. Terutama pada bagian gerakan yang merupakan kunci tugas gerakan.
Bagian-bagian tersebut haruslah dikuasai dan dipahami sepenuhnya, karena setiap
gerakan akan mempengamhi ujuk kerja atau penampilan gerakan yang dituntut secara
keseluruhan.
Perlu dipahami dan diingat oleh guru pendidikan jasmani terutama seklah dasar,
bahwa penyelenggarab pendidikan jasmani di sekolah dasar bulan semata-mata
diarahkan pada penggunaan keterampilan motorik saja. Secara sederhana dapat
diartikan bahwa penyelenggaraan pendidikan jasmani di sekolah dasar bertujuan
untuk mempengaruhi secara positif pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
baik jasmani maupun rohani. Fase belajar motorik tingkat kedua adalah fase
pengusaan koordinasi halus. Fase belajar ini menuntut aktivitas belajar yang cukup
tinggi. Untuk menghadapi peserta didik usia sekolah dasar, perlu sekali diperhatikan
agar latihan-latihan dalam proses pembelajran pendidikan jasmani tidak sampai
membosankan peserta didik. Dengan kata lain :
Memilih materi dan susun strategi pembelajaran yang memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan jasmani peserta didik dapat dipengaruhi
secara positif.
Memilih dan menyusun strategi pembelajran yangn memberikan kesempatan
pada anak didik untuk dapat berlatihan dalam meningkatkan kualitas
keterampilan motorik peserta didik.
Memilih materi dan menyusun strategi pembelajran yang mengarah pada
pembentukan suasana, yang memungkinkan peserta didik dapat dan mau
berinteraksisesama mereka.
Memilih materi dan menyusun strategi pembelajran yang memungkinkan
peserta didik tidak mengalami kebosanan dalam proses pembelajran.
Memilih materi dan menyusun strategi pembelajran yang tidak bertentangan
denga keberadaan anak-anak usia sekolah dasar dengan dunianya sendiri.
a) Mulai mengenal gerakan sudah ada pusat syaraf akan dikeluarkan gerakan
sesuai yang diinginkan.
b) Tenaga yang digunakan mulai berkurang, sudah banyak keberhasilan dalam
melakukan geakan.
c) Perhatian yang digunakan mulai berkurang pada waktu melakukan gerakan.
d) Keragu-raguan melakukan gerakan mulai hilang.
e) Pada saat melakukan gerakan mulai tumbuh percaya diri
f) Mulai memahami gerakan.
g) Mulai dapat merasakan gerakan yang salah dan benar.
Contoh Gerakan :
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada fase belajar tingkat asosiatif merupakan fase penguasaan keterampilan motorik
koordinasi halus. Hal ini, setiap komponen teknik gerakan dapat dikuasi secara mendasar.
Dalam fase belajar tingkat asosiatif, tugas guru pendidikan jasmani dalam pembelajaran
mampu memberikan atau meningkatkan peran dan fungsi alat penerima informasi
kinestetik. Pada fase ini, kemampuan peserta didik dalam mengkonstruksi bayangan dan
program gerakan semakin meningkat, baik segi kesecaptannya ataupun kelengkapan
konstruksi gerakan itu sendiri. Sebagai guru penjas dalam penyelenggaraan penjas bukan
hanya menguasi suatu keterampilan oalahraga motorik saja, akan tetapi lebih diarahkan
pada peningkatan fungsi-fungsi organ tubuh, kesehatan, keterampilan motorik secara
umum, interaksi social dan pembentukan sikap dan kepribadian yang baik. Oleh karena itu
materi dan strategi pembelajaran yang dipilih harus mengacu pada tujuan penjas.