Disusun Oleh :
Muhammad Wingky P. 1702105077 Alma Yorinda 1802105078
Nur’aini Tristania Delpi 1802105067 Ainun Kardiani 1802105080
Arina Sabila 1802105069 Evita Fasha N. 1802105090
Zakki Abdallah Alkatiri 1802105075 M. Rayhan 1802105092
Sri Sundari 1802105100
Dengan menyebut nama Allah S.W.T yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bias
menyelesaikan makalah tentang Experiental Learning. Makalah ini kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga bias
memperlancar pembuatannya. Untuk itu kami menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selama proses
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kesalahan dalam penulisan makalah yang kami buat, baik dari segi susunan
maupun tata bahasanya, untuk itu kami dengan lapang dada mau menerima kritik
dan saran dari para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap makalah tentang Experiental Learning ini dapat
memberikan ilmu ataupun inspirasi dan bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II Isi ............................................................................................................... 3
2.1 Pengertian ............................................................................................ 3
2.2 Konsep Belajar Experiental Learning.................................................. 5
2.3 Aplikasi Experiental Learning Dalam Dunia Pendidikan ................... 9
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Experiental Learning............................... 11
BAB III Penutup ..................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan bagian yang tidak akan pernah bisa lepas dari dunia
pendidikan. Keberhasilan proses belajar sangat dipengaruhi oleh gaya belajar yang
dipilih. Kemajuan zaman membuat keragaman gaya belajar dalam dunia pendidikan
semakin bervariasi. Hal ini menjadi tanggungjawab seorang pendidik dalam
menentukan metode gaya belajar yang cocok bagi anak didiknya. Keterlibatan penuh
siswa dalam proses belajar dapat dicapai dengan melalui pendekatan pembelajaran
aktif dan bukan pembelajaran pasif. Artinya, siswa harus terlibat secara langsung dan
aktif dalam proses belajar. Namun, keterlibatan siswa tidak cukup hanya sekedar
menerima informasi secara visual maupun lisan tetapi harus disertai dengan
menerima, berpartisipasi dan melakukan / mengerjakan langsung. Belajar aktif
membantu siswa untuk menyerap apa yang mereka dengar dan lihat untuk latihan
kelompok kompleks dimana siswa menerapkan materi yang ada pada “kehidupan
nyata” situasi atau masalah baru.
Tujuan dari belajar sendiri bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan
materi dengan menghapal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi
pelajaran. Tetapi lebih jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari proses belajar
yaitu memberikan pengalaman untuk jangka waktu panjang kepada siswa. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Melalui
pembelajaran secara aktif, proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam
bentuk kegiatan dimana siswa menerima dan mengalami, bukan sekedar transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.
Banyaknya ragam gaya belajardengan pendekatan belajar aktif , model
Experiental LearningKolbs dianggap yang paling efektif untuk diterapkan di dunia
pendidikan. Model Experiental Learning Kolbs digunakan dan direkomendasikan
dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bentuk yang paling sederhana, experiental
1
learning atau pengalaman belajar memiliki makna belajar melalui pengalaman
langsung yang kita lakukan atau learning by doing. Dengan adanya sebuah kegiatan
yang dilakukan langsung dalam proses belajar maka siswa akan lebih mudah
mendapatkan manfaat pembelajaran tersebut karena adanya keterlibatan emosional,
kognitif dan juga motorik secara bersamaan dalam proses belajar.
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian experiental learning.
b. Untuk mengetahui konsep belajar dari metode experiental learning.
c. Untuk mengetahui bentuk pengaplikasian metode experiental learning dalam
dunia pendidikan.
d. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode experiental
learning.
2
BAB II
2.1 Pengertian
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-
an. Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana
pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap
sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
Pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses
pembuatan makna dari pengalaman langsung. Belajar dari pengalaman mencakup
3
keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Experiential Learning sebagai metode
yang membantu pendidik dalam mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan
dunia nyata, sehingga dengan pengalaman nyata tersebut siswa dapat mengingat
dan memahami informasi yang didapatkan dalam pendidikan sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar maka orang tersebut akan belajar
jauh lebih baik. Hal ini disebabkan dalam proses belajar tersebut pembelajaran
secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana
menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata. Fahturrohman (2015:
130) mengatakan Pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus
menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi
dan eksperimen, memeriksa ulang dan perencanaan tindakan.
Menurut Atherton (dalam Fathurrohman 2015: 128) mengemukakan
bahwa dalam konteks belajar pembelajaran berbasis pengalaman dapat
dideskripsikan sebagai proses pembelajaran yang merefleksikan pengalaman
secara mendalam dan dari sini muncul pemahaman baru atau proses belajar.
Fathurrohman (2015: 128) Pembelajaran berbasis pengalaman memanfaatkan
pengalaman baru dan reaksi pembelajaran terhadap pengalamannya untuk
membangun pemahaman dan transfer pengetahuan, keterampilan baru, dan sikap
baru atau bahkan cara berpikir baru untuk memecahkan masalah-masalah baru.
Fathurrohman (2015: 129) menyatakan Pembelajaran berbasis pengalaman
berpusat pada pembelajaran dan berorientasi pada aktivitas refleksi secara
personal tentang suatu pengalaman dan memformulasikan rencana untuk
menerapkan apa yang diperoleh dari pengalaman personal tersebut.
Lebih lanjut, Kolb membagi belajar menjadi 4 tahap :
4
peristiwa itu).Dalam tahap ini seseorang belum memiliki kesadaran tentang
hakikat peristiwa tersebut, apa yang sesungguhnya terjadi, dan mengapa hal itu
terjadi.
Pada tahap ini sudah ada observasi terhadap peristiwa yang dialami, mencari
jawaban, melaksanakan refleksi, mengembangkan pertanyaan- pertanyaan
bagaimana peristiwa terjadi, dan mengapa terjadi.
Pada tahap ini sudah ada upaya melakukan eksperimen secara aktif, dan mampu
mengaplikasikan konsep, teori ke dalam situasi nyata. Pada dasarnya, tahap-tahap
tersebut berlangsung diluar kesadaran orang yang belajar, (begitu saja terjadi).
5
1. Concrete Experience (CE). Siswa belajar melalui perasaan (feeling), dengan
menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi
dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Siswa
melibatkan diri sepenuhnya melalui pengalaman baru, siswa cenderung lebih
terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
2. Abstract Conceptualization (AC). Siswa belajar melalui pemikiran (thinking)
dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan
pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Siswa
menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi
teori yang sehat, dengan mengandalkan pada perencanaan yang sistematis.
3. Reflective Observation (RO). Siswa belajar melalui pengamatan (watching),
penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari
berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati.
Siswa akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk
opini/pendapat, siswa mengobservasi dan merefleksi pengalamannya dari
berbagai segi.
6
4. Active Experimentation (AE). Siswa belajar melalui tindakan (doing),
cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani
mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Siswa
akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan,
pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa menggunakan teori
untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan .
Tipe 1. Diverger.
Tipe 2. Assimilator
7
keunggulan dalam memahami dan merespons berbagai sajian informasi serta
mengorganisasikan merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat,
dan jelas. Biasanya siswa tipe ini cenderung lebih teoritis, lebih menyukai
bekerja dengan ide serta konsep yang abstrak, daripada bekerja dengan orang.
Mata pelajaran yang yang diminatinya adalah bidang sains dan matematika.
Mereka biasanya lebih banyak bertanya “What?”. Peran dan fungsi guru yang
cocok untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Expert.
Tipe 3. Converger
Siswa dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari
berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih
menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif). Dia cenderung tidak emosional dan lebih
menyukai bekerja yang berhubungan dengan benda dari pada manusia, masalah
sosial atau hubungan antar pribadi.
Mata pelajaran yang yang diminati adalah bidang IPA dan teknik. Mereka
biasanya lebih banyak bertanya “How?”. Peran dan fungsi guru yang cocok
untuk menghadapi siswa tipe ini adalah sebagai seorang Coach, yang dapat
menyediakan praktik terbimbing dan dapat memberikan umpan balik yang tepat.
8
Tipe 4. Accomodator
Tipe ini perpaduan antara Concrete Experience (CE) dan Active Experimentation
(AE) atau dengan kata lain kombinasi antara merasakan (feeling) dengan
berbuat (doing). Siswa tipe ini senang mengaplikasikan materi pelajaran dalam
berbagai situasi baru untuk memecahkan berbagai masalah nyata yang
dihadapinya. Kelebihan siswa tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari
hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat
rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru yang
menantang. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya
mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan/informasi)
dibanding analisa teknis. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan
intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis, sering menggunakan
trial and error dalam memecahkan masalah, kurang sabar dan ingin segera
bertindak. Bila ada teori yang tidak sesuai dengan fakta cenderung untuk
mengabaikannya. Mata pelajaran yang disukainya yaitu berkaitan dengan
lapangan usaha (bisnis) dan teknik.
Mereka biasanya lebih banyak bertanya “Whatif?”. Peran dan fungsi guru dalam
berhadapan dengan siswa tipe ini adalah berusaha menghadapkan siswa pada
“open-ended questions”, memaksimalkan kesempatan siswa untuk mempelajari
dan menggali sesuatu sesuai pilihannya. Penggunaan Metode Problem-Based
Learning tampaknya sangat cocok untuk siswa tipe yang keempat ini.
9
yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiental learning adalah
sebagai berikut :
bersifat terbuka (open minded) mengenai hasil yang potensial atau memiliki
pengalaman.
pengalaman.
dengan mata ajaran tersebut untuk memperluas belajar dan pemahaman guru
tersebut.
berangkat dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip ini pun
10
berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik.
Disamping kelebihan diatas, ada manfaat lain dalam model experiential learning
untuk membangun dan meningkatkan kerjasama kelompok, antara lain:
kelemahan dari model experiential learning hanya terletak pada bagaimana Kolb
menjelaskan model ini masih terlalu luas cakupannya dan tidak dapat dimengerti
secara mudah, oleh karena itu tantangan yang terkait dengan penerapan model
experiential learning terkadang tidak mengenal kompromi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan bagian yang tidak akan pernah bisa lepas dari dunia
pendidikan. Keberhasilan proses belajar sangat dipengaruhi oleh gaya belajar yang
dipilih.
Teori ini dikembangkan oleh David Kolb pada sekitar awal tahun 1980-an.
Dalam teorinya, Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan dianggap sebagai
perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.
12