Oleh :
FAISAL RIZKAN
NIM :18650077
Kelas Non Reguler Banjarmasin
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
3.1 kesimpulan 13
3.2 Saran 13
Daftar Pustaka 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Aqiqah merupakan salah satu ajaran islam yang di contohkan rasulullah SAW. Aqiqah mengandung
hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya. Di laksanakan pada hari ke tujuh dalam
kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan sebagian
ulama menyatakan wajib. Setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan mengalir-
kan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Aqiqah adalah salah satu acara penting untuk menanamkan
nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang masih suci. Dengan aqiqah di harapkan sang bayi memperoleh
kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya dengan
nilai-nilai ilahiyah.
Aqiqah juga salah satu upaya kita untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah juga merupakan
realisasi rasa syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang di berikan allah SWT terhadap kita.
Aqiqah juga sebagai upaya kita menghidupkan sunnah rasul SAW, yang merupakan perbuatan yang
terpuji, mengingat saat ini sunnah tersebut mulai jarang di laksanakan oleh kaum muslimin.
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah selalu
diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan (sekurangnya
seekor kambing).[1] Menurut istilah syara’ artinya menyembelih ternak pada hari ketujuh dari ke-
lahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.[2]
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat diambil titik ten-
gah sebagai berikut:
1. Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru atau ke-
lahiran baru.
2. Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan, memotong
rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3. Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas atau perak
ataupun berupa makanan.[3]
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit, “Aqiqah
dilakukan Rasulullah dan Sahabat”. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi merupakan berita yang
sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah sepantasnya dirayakan dengan diselamati
sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan kekayaan diantara umat islam menjadi-
kan aqiqah sulit dilaksanakan apabila hukumnya wajib bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan
dengan penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-lin-
nadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang sama sekali
tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa atau hutang baginya untuk
membayarnya dimasa tua atau setelah kaya nanti. Akan tetapi dalam pandangan lain terdapat di dalam
hadis Rasulullah yang berbunyi:
ُ ْـق َرأ
ُ سـه ُ َسـ َّمى فِيْـ ِه َويُـحْ ل َ غالَ ٍم َر ِهيْـنَـةٌ بِـعَـ ِقـ ْيقَتِ ِه تُذْبَ ُح َعـ ْنـهُ يَ ْـو َم
َ سابِـ ِعـ ِه َويُـ ُ ُك ُّل
“Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan pada hari itu ia
diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I,
Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).[4]
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah itu wajib dan
bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah tua dia sendiri wajib mengeluarkan aqiqahnya.
Menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan).
Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat sebelumnya yang berupa
penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap diperbolehkan, se-
bagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan pada
ucapan Aisyah, “Syariat kurban telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan
hewan yang dilakukan sebelumnya”.[5]
Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta,
sapi, kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah.[6] Sedangkan syarat-syarat hewan
yang dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan kurban, baik dari
segi jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan syarat-syarat hewan
untuk kurban, yaitu:
1. Tidak cacat.
2. Tidak berpenyakit.
3. Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
4. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.[7]
Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw dalam aqiqah saat itu bukanlah inti dari aqiqah
itu sendiri, sehingga andaikan diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan
melainkan sekedar nasi dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah dise-
but aqiqah.[8]
Ada dua hadist yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk
seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-
laki beliau, masing-masing dengan seekor kambing.
ً شا َكب
(ْش َ س ِن َو ْال ُح
ً سي ِْن َك ْب َ سلَّ َم َع َّق َع ْن ْال َح
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا ُ َّاس أ َ َّن َر
َّ سو َل
َ َِّللا ٍ ا )رواه أبو داود َع ْن اب ِْن َعب
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk hasan dan Hu-
sain dengan masing-masing satu kambing (HR Abu Daud dengan riwayat yang shahih).”[9]
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan
dua ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing.[10] Sabda
Rasulullah SAW:
سكَ عَن َّ َم ْن اَح: سلَّ َم
َ َب ِم ْن ُك ْم ا َ ْن يُ ْن َ علَ ْي ِه َو صلَّى ه
َ ُّللا َ ِّللا ُ َقا َ َل َر: شعَيْب قَا َ َل
س ْو ُل ه ُ ع َْن ع َْم ِرو ب ِْن
ٌ َ َ َ َ
ِِ) (رواه احمد وابو داود والنسائى. َولَ ِد ِه فَ ْليَ ْفعَ ْل ع َِن ا ْلغال ِم شاتا ِن ُمكافأ َتا ِن َوع َِن الجا ِريَ ِة شاة
ْ َ َ َ َ َ ُ
Artinya : ” Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu ingin beribadat ten-
tang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya
dan untuk anak perempuan seekor kambing “. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai.)
Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini hanya berlaku untuk
orang yang mampu melaksanakannya, karena tidak semua orang untuk mengaqiqahi bayi laki-laki
dengan dua kambing. Ini termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) yang menghimpun
berbagai dalil.[11]
Menurut banyak ulama’ aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil, namun sebagian ulama lain
menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan setelah seseorang itu dewasa.[12] Penyembelihan hewan
aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 atau hari ke-14 dan jika tidak bisa maka kapan saja.
Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyembelihan aqiqah yang paling
baik ialah dilakukan pada hari ke-7 dari hari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang be-
lum diaqiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Perbuatan-perbuatan yang baik dilakukan pada waktu anak baru lahir, antara lain:
1. Mengadzankan dan mengiqamatkan
Disunatkan mengazankan anak laki-laki dan mengiqomatkan anak perempuan yang baru
lahir, sehingga kata-kata yang pertama kali dienegar oleh seorang anak yang baru lahir itu
adalah perkataan yang baik.
2. Memberi nama
Rasulullah menganjurkan agar orang tua segera memberi nama anaknya yang baru lahir.
Para ulama sepakat bahwa perkataan yang dijadikan nama anak yang baru lahir itu adalah
perkataan yang mempunyai arti yang baik seperti Abdullah. Dan haram hukumnya mem-
beri nama anak dengan perkataan yang mengandung unsur atau arti syirik, seperti abdul
uzza, abdul ka’bah dan sebagainya.
3. Mencukur rambut
Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-kurangnya
menggunting tiga helai rambut. Biasanya dilakukan waktu mengaqiqahkannya dan waktu
memberi nama. Menurut imam malik, disamping mencukur rambut rambut sunat pula
hukumnya besedekah, sekurang-kurangnya seharga perak seberat rambut yang dipotong
itu.[13]
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi, yaitu:
1. Diawali dengan membaca basmallah.
2. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
3. Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang tersisa.
4. Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan nilai emas
atau perak kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.[14]
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada beberapa
perbedaan dalam aqiqah diantaranya:
1. Disunnahkan memasak daging sembelihan aqiqah dan tidak memberikannya dalam
keadaan mentah. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Tuhfatul Maudud, yang berbunyi:
“ memasak daging aqiqah termasuk sunnah.” [15]
2. Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan menyedek-
ahkan masing-masing sebanyak sepertiga dari daging seperti hewan qurban.
2.1 Definisi Aqiqah
Asal kata al-‘aqq adalah asy-syaq wa al-qath’ (memotong). Ada yang mengatakan sembelihan
itu disebut aqiqah karena di potong kerongkongannya. Dan kalimat al’uququl waalidain (durhaka
kepada orangtua), maksudnya memutuskan silaturahmi terhadap orangtua. Dikatakan pula untuk ram-
but yang tumbuh dikepala bayi yang baru melahirkan dari rahim ibunya, baik manusia maupun bi-
natang ternak. Namun definisi Aqiqah menurut istilah Syar’i, adalah hewan yang disembelih karena
kelahiran anak sebagai rasa syukur kepada Allah Swt. Dengan niat dan syarat-syarat tertentu. [Al-
mughni (IX/362), Subul Assalam(VII/1426), dan Al mausu’ah al fiqhiyah(XXX/276)]
DAFTAR PUSTAKA
Sahih Fiqih Sunnah,
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, cet. 2011
Cara Nabi Saw Menyiapkan Generasi, Jamal Abdurrahman, 2006. La Raiba Bima Amanta(Elba):
Surabaya
Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali
Kitab Zadul Ma’ad
Kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qayyim
Kitab An-Nihayah, Ibnu Atsir.
Dan banyak lainnya di innote.
I. PENDAHULUAN
Aqiqah adalah suatu tradisi islam yang mana telah ada sejak zaman Nabi saw. Yakni selamatan atas
kelahiran seorang bayi ke dunia. Kelahiran bayi dirayakan merupakan sebagai rasa syukur terhadap
Allah swt yang mana terlahirnya anak didunia. Tradisi ini bertujuan untuk menjamu dengan me-
masak daging yang mana mempunyai tujuan yang baik yakni bentuk sosial yang mana adanya in-
teraksi sosial masyarakat.
Bila ‘aqiqah’ diakui sebagai “Sunnah” Rasulullah saw., apakah esensi “sunnah”nya terletak pada
hari pelaksanaannya, ataukah pada hewan yang disembelih, ataukah jumlah hewan yang disembelih
untuk bayi laki-laki dua ekor kambing dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan, ataukah ter-
letak pada aspek lainnya, misalnya nilai syukur atas kelahiran sang bayi.
Dikalangan masyarakat memandang membuat aqiqah anak-anak itu memang benar-benar perintah
agama. Dalam pelaksanaan aqiqah ini mempunyai tata cara tentang bagaimana pelaksanaan, syarat-
syarat binatang dan hukum tentang aqiqah, lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.
II. RUMUSAN MASALAH
1stApa Pengertian Aqiqah?
2nd Apa Dasar Hukum Aqiqah?
3rd Seperti apakah ketentuan hewan Aqiqah?
4th Bagaimanakah pelaksanaan Aqiqah?
5th Bagaimana tata cara pembagian daging Aqiqah?
III. PEMBAHASAN
1stPengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah selalu di-
artikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan (sekurangnya
seekor kambing).[1] Menurut istilah syara’ artinya menyembelih ternak pada hari ketujuh dari ke-
lahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.[2]
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat diambil titik tengah se-
bagai berikut:
1stAqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru atau ke-
lahiran baru.
2nd Upacara ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan, memo-
tong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3rd Inti aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas atau
perak ataupun berupa makanan.[3]
4th Dasar Hukum Aqiqah
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit, “Aqiqah dil-
akukan Rasulullah dan Sahabat”. Seperti diketahui kelahiran seorang bayi merupakan berita yang
sangat menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah sepantasnya dirayakan dengan diselamati
sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan kekayaan diantara umat islam menjadi-
kan aqiqah sulit dilaksanakan apibila hukumnya wajib bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan
dengan penyembelihan aqiqah ini sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-
linnadab) bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang sama
sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa atau hutang baginya un-
tuk membayarnya dimasa tua atau setelah kaya nanti. Akan tetapi dalam pandangan lain terdapat di
dalam hadis Rasulullah yang berbunyi:
ُ ْـق َرأ
ُسـه ُ َسـ َّمى فِيْـ ِه َويُـحْ ل َ غالَ ٍم َر ِهيْـنَـةٌ ِبـ َعـ ِقـ ْيقَتِ ِه تُذْ َب ُح َعـ ْنـهُ َي ْـو َم
َ سا ِبـ ِعـ ِه َويُـ ُ ُك ُّل
“Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan pada hari itu
ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).[4]
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan aqiqah itu wajib dan bila
dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah tua dia sendiri wajib mengeluarkan aqiqahnya.
Menurut madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan). Hal
itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat sebelumnya yang berupa
penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap diperbolehkan, sebagaimana
juga dibolehkan tidak mengerjakannya. Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan
Aisyah, “Syariat kurban telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan hewan
yang dilakukan sebelumnya”.[5]
1stKetentuan Hewan Aqiqah
Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi,
kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah.[6] Sedangkan syarat-syarat hewan yang
dapat disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan kurban, baik dari segi
jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan syarat-syarat hewan
untuk kurban, yaitu:
1st Tidak cacat.
2nd Tidak berpenyakit.
3rd Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
4th Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.[7]
Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw dalam aqiah saat itu bukanlah inti drii aqiqah itu
sendiri, sehingga andaikan diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan
melainkan sekedar nasi dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah
disebut aqiqah.[8]
1stPelaksanaan Aqiqah
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk seorang
anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-laki be-
liau, masing-masing dengan seekor kambing.
ً شا َكب
(ْش ً سي ِْن َك ْب َ س ِن َو ْال ُحَ سلَّ َم َع َّق َع ْن ْال َح َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللا ُ َّاس أ َ َّن َر
َّ سو َل ٍ ا )رواه أبو داود َع ْن اب ِْن َعب
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW mengaqiqahi untuk hasan dan Husain
dengan masing-masing satu kambing (HR Abu Daud dengan riwayat yang shahih).”[9]
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua
ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing.[10] Sabda Rasulullah
SAW:
َ َم ْن اَ َحبَّ ِم ْن ُك ْم اَ ْن يُ ْن: سلَّ َم
سكَ َع ِن صلَّى ه
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو س ْو ُل ه
َ َِّللا ُ قَا َ َل َر: ب قَا َ َل
ٍ شعَ ْي ُ َع ْن َع ْم ِرو ب ِْن
( )رواه احمد وابو داود والنسائى. ٌ َولَ ِد ِه فَ ْل َي ْف َع ْل َع ِن ْالغُالَ ِم شاَتَا َ ِن ُمكاَفأ َ َتا َ ِن َو َع ِن ْالجا َ ِريَ ِة شاَة
Artinya : ” Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu ingin beribadat tentang
anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan
untuk anak perempuan seekor kambing “.
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai.)
Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini hanya berlaku untuk orang
yang mampu melaksanakannya, karena tidak semua orang untuk mengaqiqahi bayi laki-laki dengan
dua kambing. Ini termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) yang menghimpun berbagai da-
lil.[11]
Menurut banyak ulama’ aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil, namun sebagian ulama lain
menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan setelah seseorang itu dewasa.[12] Penyembelihan he-
wan aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 atau hari ke-14 dan jika tidak bisa maka kapan
saja.
Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyembelihan aqiqah yang paling baik
ialah dilakukan pada hari ke-7 dari hari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang belum dia-
qiqahkan, maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Perbuatan-perbuatan yang baik dilakukan pada waktu anak baru lahir, antara lain:
1stMengadzankan dan mengiqamatkan
Disunatkan mengazankan anak laki-laki dan mengiqomatkan anak perempuan yang baru lahir, se-
hingga kata-kata yang pertama kali dienegar oleh seorang anak yang baru lahir itu adalah perkataan
yang baik.
1stMemberi nama
Rasulullah menganjurkan agar orang tua segera memberi nama anaknya yang baru lahir. Para ulama
sepakat bahwa perkataan yang dijadikan nama anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang
mempunyai arti yang baik seperti Abdullah. Dan haram hukumnya memberi nama anak dengan per-
kataan yang mengandung unsur atau arti syirik, seperti abdul uzza, abdul ka’bah dan sebagainya.
1stMencukur rambut
Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-kurangnya menggunting tiga
helai rambut. Biasanya dilakukan waktu mengaqiqahkannya dan waktu memberi nama. Menurut
imam malik, disamping mencukur rambut rambut sunat pula hukumnya besedekah, sekurang-ku-
rangnya seharga perak seberat rambut yang dipotong itu.[13]
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi, yaitu:
1. Diawali dengan membaca basmallah.
2. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
3. Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang tersisa.
4. Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan nilai emas atau perak
kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.[14]
1stTata cara pembagian daging aqiqah.
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada beberapa
perbedaan dalam aqiqah diantaranya:
1stDisunnahkan memasak daging sembelihan aqiqah dan tidak memberikannya dalam keadaan
mentah. Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Tuhfatul Maudud, yang berbunyi: “ memasak dag-
ing aqiqah termasuk sunnah.” [15]
2nd Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan menyedeka-
hkan masing-masing sebanyak sepertiga dari daging seperti hewan qurban.
IV. KESIMPULAN
Aqiqah diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan pada
hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong atas
rasa syuker kepada Allah SWT.
Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad. Perintah Nabi berkenaan dengan penyembelihan aqiqah ini
sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-linnadab) bukan (amar-liwujub) atau
perintah wajib.
Ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau,
kambing, domba, dapat dijadikan hewan aqiqah. Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw da-
lam aqiqah saat itu bukanlah inti drii aqiqah itu sendiri, sehingg andaikan diubah dengan seekor bu-
rung kecil bahkan tidak menyembelih hewan melainkan sekedar nasi dan lauk pauk pun selama ber-
niat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah disebut aqiqah.
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang disembelih untuk seorang
anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-laki be-
liau, masing-masing dengan seekor kambing Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa
seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang anak perempuan diaqiqahkan
dengan seekor kambing.
Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging qurban namun ada beberapa
perbedaan yaitu disunahkan memasak daging aqiqah dalam pembagiannya. Disunahkan untuk me-
makan sebagian daging aqiqah serta menghadiahkan dan menyedekahkan masing-masing sebanyak
sepertiga dari daging seperti hewan qurban.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yanag terdapat dalam pembahasan ma-
kalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya, dan kususnya bagi para pembaca. Apa-
bila dalam makalah ini terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun pemaparannya, kami
selaku pemakalah mohon maaf. Tidak lupa kami mengharapka kritik dan saran yang membangun,
sehingga dapat dijadikan bahan perbaikan makalah yang akan datang.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press),
1988), hlm. 263
[2]Abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 317
[3]A. Hasan Asy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing,
2010), hlm. 19
[4] http://a2dcollection.blogspot.com/2012/01/pengertian-dan-sejarah-aqiqah-aqiqah.html diambil
pada tanggal 26 November 2013.
[5]Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Depok: Gema Insani, 2011), hlm. 295
[6] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hlm. 259.
[7] http://a2dcollection.blogspot.com/2012/01/pengertian-dan-sejarah-aqiqah-aqiqah.html diambil
pada tanggal 276 November 2013.
[8]A. Hasan Asy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing,
2010), hlm. 109
[9]Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Maktabah Tajariyatil Kubro), hlm. 309
[10]Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Fiqih, (Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam, 1983), hlm. 500-501
[11]Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), (Yogyakarta:
Litera Sunny, 1997), hlm. 31
[12] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hlm. 260-261
[13] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Fiqih, hlm. 502
[14] http://a2dcollection.blogspot.com/2012/01/pengertian-dan-sejarah-aqiqah-aqiqah.html diambil
pada tanggal 276 November 2013.
[15] Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut Islam), hlm.47