Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Generasi muda saat ini sedang berada pada masa serba instan yakni masa
globalisasi. Era globalisasi ialah zaman yang di dalamnya terjadi proses
“mendunia” sehingga memberikan pengaruh terhadap tatanan kehidupan.
Proses “mendunia” ini terjadi diberbagai bidang, misalnya bidang iptek,
ekonomi, lingkungan hidup, dan pendidikan.

Dari sisi pendidikan, arus global memberi pengaruh kuat terhadap


kebijakan, praktik, dan kelembagaan pendidikan. Pendidikan dihadapkan
kepada tuntutan seperti fleksibilitas, dana dan daptasi. Misalnya, untuk
menghadapi tuntutan dan kesempatan dunia kerja. Dengan demikian kegiatan
kelas dan pembelajaran hendaknya member peserta didik bekal yang
diperlukan untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berlatarbelakang
sosio-kultural, politik, ideologi, dan agama yang beragam.

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Dalam menuju


era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses
pendidikan, yaitu dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih
komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara
efektif dalam kehidupan masyarakat global. Oleh Karena itu, pendidikan harus
dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan para anak didik dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana
penuh kebebasasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Selain itu, pendidikan
harus dapat menghasilkan lulusan yang bisa memahami masyarakatnya
dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun
penghalang yang menyebabkan kegagalan didalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu aIternati yang dapat dilakukan yaitu dengan pengelolaan
pendidikan Indonesia yang berwawasan global.

[1]
Pemerintah merespon globalisasi secara terbuka melalui Pasal 50
ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) yang berbunyi: Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
pendidikan yang bertaraf internasional. Berdasar azas legalitas ketentuan
UU Sisdiknasini, menjamurlah berbagai SBI (Sekolah Bertaraf
Internasional) di semuakabupaten/kotadalam Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja tantangan pendidikan di era global?


2. Bagaimana peran guru dalam berkembangnya globalisasi dalam dunia
pendidikan?
3. Bagaimana usaha untuk menghadapi tantangan pendidikan di era
globalisasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tantangan pendidikan di era global
2. Untuk mengetahui pentingnya guru dalam perkembangan
globalisasi
3. Untuk mengetahui pentingnya usaha mengahadapi tantangan
pendidikan dalam perkembangan globalisasi

[2]
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tantangan Pendidikan di Era Global

Era globalisasi ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat yang


diikuti dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, komunikasi, dan industri.
Persaingan ini masih dikuasai oleh tiga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari
kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Kondisi kemajuan teknologi
informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era
globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi
persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan
meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu
bersaing dalam kompetisi sehat tersebut. Di sinilah pendidikan diharuskan
menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa
yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi
gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.

Menurut asal katanya, "globalisasi" diambil dari kata global, yang


maknanya ialah universal. Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan
antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi,
perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-
batas suatu negara menjadi semakin sempit.

Menurut Sholte, Cohen dan Kennedy, serta Steger (dalam Ahmad


Baedowi, dkk., 2015: 3), globalisasi merupakan proses inkorporatisasi penduduk
dunia menjadi satu warga masyarakat dunia (world citizen) dan proses percepatan
internasionalisasi dari berbagai dimensi kehidupan yang menjadi terhubung
melalui jaringan global. Dengan demikian, globalisasi memberi pengaruh
terhadap tatanan kehidupan. Seperti, ekonomi, politik, budaya, teknologi, dan
pendidikan. Sedangkan pengertian globalisasi secara umum yaitu proses integrasi

[3]
internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran,
dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.

Era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam


konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), mendeskripsikan berbagai tantangan
pendidikan dalam menghadapi arus globalisasi, antara lain:

1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan


produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan
(continuing development).

2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era


reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-
agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi, komunikasi, serta
bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan
SDM.

3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan


daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas
sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.

4. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang IPTEK,


yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.

Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan


berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan
(visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan
yang memadai sesuai kebutuhan.

[4]
2. Peran Pendidik dalam Mengahadapi Pendidikan di Era Globalisasi

Globalisasi, menurut Stiglitz (2003), merupakan interdependensi yang


tidak simetris antar negara, lembaga dan aktornya. Karena itu interdependensi
antar Negara yang seperti tersebut lebih menguntungkan negara yang memiliki
keunggulan ekonomi dan teknologi. Padahal, pada awalnya globalisasi bertujuan
untuk membuka perluang bagi Negara-negara berkembang untuk meningkatkan
kesejahteraannya melalui perdagangan global.

WTO (World Trade Organization) telah mengidentifikasi 4 mode


penyediaan jasa pendidikan sebagai berikut:

(1) Cross-border supply, institusi pendidikan tinggi luar negeri menawarkan


kuliah-kuliah melalui internet dan on-line degree program, atau Mode 1;

(2) Consumption abroad, adalah bentuk penyediaan jasa pendidikan tinggi yang
paling dominan, mahasiswa belajar di perguruan tinggi luar negeri atau Mode 2;

(3) Commercial presence, atau kehadiran perguruan tinggi luar negeri dengan
membentuk partnership, subsidiary, twinning arrangement dengan perguruan
tinggi lokal., atau Mode 3, dan

(4) Presence of natural persons, dosen atau pengajar asing mengajar pada lembaga
pendidikan lokan, atau Mode 4. Liberalisasi pendidikan tinggi menuju
perdagangan bebas jasa yang dipromosikan oleh WTO adalah untuk mendorong
agar pemerintah negara-negara anggota tidak menghambat empat mode
penyediaan jasa tersebut dengan kebijakan-kebijakan intervensionis.

Perlu disadari bersama bahwa globalisasi bukanlah merupakan suatu


proses alami melainkan suatu proses yang dimunculkan berdasarkan gagasan,
yang selanjutnya ditawarkan kepada dunia untuk diikuti oleh bangsa lain. Dengan
demikian, globalisasi yang telah menghasilkan kesepakatan bersama sangat syarat
dengan muatan kepentingan dan keuntungan bagi yang menciptakan. Proses

[5]
globalisasi yang telah berlangsung pada semua bidang kehidupan (seperti bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosiologi, kebudayaan pertahanan keamanan, politik
internasional dan lain-lain) akan memberikan dampak negatif pada negara-negara
yang tidak memiliki jatidiri yang jelas. Adanya globalisasi sudah barang tentu
akan memunculkan negara-negara sebagai subyek dan objek yang masing-masing
perannya sangat berbeda.

Banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai
“berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak
sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di
pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan
sentral yang maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan
tantangan besar bagi pendidikan sekolah (Tanje, 2008). Mastuhu dalam
Wicaksono (2008) mengemukakan bahwa Globalisasi sering diterjemahkan
“mendunia” atau “mensejagat”.

Sesuatu entitas, betapapun kecilnya, disampaikan oleh siapapun, dimanapun dan


kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa ide,
gagasan, data, informasi, produksi, temuan obat-obatan, pembangunan,
pemberontakan, sabotase, dan sebagainya; begitu disampaikan, saat itu pula
diketahui oleh semua orang di seluruh dunia. Hal ini biasanya banyak terjadi di
lingkungan politik, bisnis, atau perdagangan, dan berpeluang mampu mengubah
kebiasaan, tradisi, dan bahkan budaya. Menurut pendapat Scholte (2002) dalam
Suroso (2010) menyatakan bahwa setidaknya ada lima kategori pengertian
globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur. Kelima kategori definisi
tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun
masing-masing mengandung unsur khas yang dapat dikemukakan sbb.

1. Globalisasi sebagai internasionalisasi

Globalisasi dipandang sebagai sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan


hubungan antar-batas dari berbagai negara. Ia menggambarkan pertumbuhan
dalam pertukaran dan interdependensi internasional. Semakin besar volume

[6]
perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi antar-negara semakin
terintegrasi menuju ekonomi global di mana ekonomi nasional yang distingtif
dilepas dan diartikulasikan kembali kedalam suatu sistem melalui proses dan
kesepakatan internasional

2. Globalisasi sebagai liberalisasi

Dalam pengertian ini, globalisasi merujuk pada sebuah proses penghapusan


hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara
untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang terbuka dan tanpabatas. Mereka
yang berpendapat pentingnya menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan
kontrol modal biasanya berlindung di balik mantel globalisasi.

3. Globalisasi sebagai universalisasi

Dalam konsep ini, kata global digunakan dengan pemahaman bahwa proses
mendunia dan globalisasi merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan
pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari
konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.

4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi (lebih dalam bentuk yang


Americanised)

Globalisasi dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana


struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme,
birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya
cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-
determination rakyat setempat.

5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial (atau sebagai persebaran


supra-teritorialitas)

[7]
Globalisasi mendorong rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi
semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batasbatas
teritorial. Dalam konteks ini, globalisasi juga dipahami sebagai sebuah proses
(atau serangkaian proses) yang melahirkan sebuah transformasi dalam spatial
organisation dari hubungan sosial dan transaksi-ditinjau dari segi ekstensitas,
intensitas, kecepatan dan dampaknya-yang memutar mobilitas antar-benua atau
antar-regional serta jejaringan aktivitas (Scholte, 2002 dalam Suroso, 2010).

3. Usaha Menghadapi Pendidikan di Era Global

Tantangan yang ada dalam dunia pendidikan kerap kali menjadi kendala
bagi suatu negara untuk maju dan bersaing dengan negara lain, seperti Indonesia
sendiri. Dibutuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan baik dari masyarakat,
peserta didik, pendidik, hingga pemerintah. Indonesia patut bersyukur dengan
limpahan SDA yang tak terhitung nilainya, namun demikian hal itu jangan sampai
membuat sumber daya manusianya terlena dan melupakan pentingnya dunia
pendidikan demi memperkaya pengetahuan umum, intelektual dan kemajuan
bangsanya sendiri. Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pendidikan tersebut,
diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Tidak hanya institusi pendidikan tetapi
pemerintah juga harus serius dalam menangani permasalahan ini agar SDM
Indonesia memperoleh rating kualitas pendidikan yang memadai. Untuk itu
hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psiko
motorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter
peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus mereka
tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar
mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan).

2. Dalam proses belajar mengajar guru harus mengembangkan pola student


oriented sehingga terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan
inovatif pada diri peserta didik.

[8]
3. Guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti sebenarnya.
Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses pembelajaran peserta
didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan mendewasakan siswa bukan
hanya sekedar transferof knowledge tapi pembelajaran harus meliputi transfer of
value and skill, serta pembentukan karakter (caracter building).

4. Perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi


belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang
tinggi.

5. Harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented),


di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas rel
ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia pendidikan
yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau titel di kalangan
praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang harus
dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan pengetahuan,
kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya.

6. Sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan pada


sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan menyeimbangkan antara teori dengan
praktek dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titik
kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya
dalam masyarakat dan dunia kerja.

7. Perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek pendidikan,


dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan
terutama masyarakat sekitar sekolah, sehingga memudahkan akses pendidikan
secara lebih luas ke kalangan masyarakat.

8. Profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar “profesional”, bukan


berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru memang pahlawan tanpa tanda jasa
namun guru juga seyogyanya dihargai setimpal dengan perjuangannya, karena itu
gaji dan kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah.

[9]
9. Pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk
mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah
memperhatikan fasilitas pendidikan dengan cara menaikan anggaran untuk
pendidikan minimal 20-25 % dari total APBN. Di sini diperlukan political will
kuat dari pemerintah dalam menangani kebijakan pendidikan.

Berbagai kelemahan pendidikan di Indonesia seperti disebutkan di atas,


pada dasarnya bertitik tolak pada lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang
ada. Padahal, SDM merupakan faktor utama yang menjadi indikator kemajuan
suatu bangsa, di samping faktor sumber daya alam (SDA) (hayati, non hayati,
buatan), serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-
negara Barat adalah didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia,
dan hal itu berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM.

[10]
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam era globalisasi sekarang ini dunia sudah berubah dan aturan untuk
menjadi suatu Negara pun berubah total yang awalnya suatu negara harus
memiliki batas batas territorial yang jelas sehingga dapat membedakan Negara
yang satu dengan yang lainnya, yang warga Negara asing tidak boleh
sembarangan mengakses dan masuk wilayah negara lain namun berbanding
terbalik dengan kondidsi saat ini yang dlam kenyataannya tidak ada lagi batas
wilayah di faham globalisasi dna orang lain bebas mengakses informasi daroi
negara lain bahkan dengan sangat mudah

Banyak sekali hal hal yang baru dan mengubah cara cara hidup manusia
sehari hari, nilai nilai dapat dengan mudah tertanam dalam diri individu melalui
teknologi global karena globalisasi dikemas dengan sangat menarik untuk
terutama para pemuda yang masih aktif pemikiran dan masa pemnbentukan
karakter, dan titu semua tergantung para pendidik dalam lembaga pendidikan
untuk membatasi dan membimbing mereka agar tidak terjerumus dalam efek
negative globalisaisi dan dapat mengambil dengan sebaik baiknya sisi positifnya
dalam hal ini pendidikan dapat mengemas materi materi dalam proses kegiatan
mengajar dengan aplikasi atau forum dalam internet dan membuatnya lebih
mudah diakses karena dalam dunia yang sudah tanpa batas anak dengan mudah
mendapatkan informasi yang ada di dunia dengan mudah sehingga bukan tidak
mungkin guru akan kalah pengetahuan dari pada muridnya

Namun hal ini tidak masalah jika hal itu merujuk pada sii positif anak dan
mereka dapat menempatkan diri untuk menjadi generasi yang berkualitas dan
dapat bersaing di era global ini.

[11]
SARAN

Dari pembahasan yang sudah kami uraikan menurut kami peran


pendidikan sangat penting di era globalisasi ini, pendidikan sebaiknya dengan
sngat ketat harus mengawasi dan membimbing peserta didik untuk lebih slektif
meniru budaya luar dan tetap mempertahankan budaya sendiri, mempelajaroi
informasi yang didapat dengan sebaik-baiknya agar pengetahuan luar dan
informasi dapat digunakan untuk hal positif.

Selain itu dengan teknologi di era globalisasi pendidikan juga dapat


menggunkannya untuk hal pembelajaran agar lebih mudah dan lebih menarik
misalnya dengan mengemas materi materi yang diajarkan melalui internet agar
anak tidak melulu mengakses hal yang tidak terlalu penting baginya.

[12]
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Baedowi, dkk. 2015. Potret Pendidikan Kita. Jakarta: PT Pustaka Alvabet.

http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/tantangan-pendidikan-di-era-
global.html yang diakses pada 27 September pukul 18.22

Tantangan dunia pendidikan dalam menghadapi globalisasi

https://pengetahuanolahraga.wordpress.com/2016/02/17/tantangan-
duniapendidikan-dalam-menghadapi-globalisasi/ yang diakses pada 4 oktober
2017 pukul 16.58

https://www.academia.edu/12552898/Tantangan_Pendidikan_di_Era_Global

[13]

Anda mungkin juga menyukai