Anda di halaman 1dari 7

MODUL 2

ANEMIA HEMOLITIK DAN ANEMIA PERDARAHAN

Pucat

Nindi, perempuan usia 20 tahun dirujuk ke rumah sakit dengan keluhan pucat dan sesak
nafas. Dari anamnesis diketahui Nindi memiliki keluhan serupa 1 tahun yang lalu dan dirawat di
rumah sakit. Sebelum dirujuk, Nindi telah mendapatkan transfusi tiga kantong darah dengan
golongan darah AB (+) selama satu minggu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pucat, ikterus,
frekuensi nadi 120 x/menit, dan frekuensi nafas 30 x/menit. Pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan anemia berat (Hb 2.7
gr/dl). Leukosit 16.000/mm3 dan pada hapusan darah tepi menunjukkan autoaglutinasi dengan
adanya sel darah merah berinti (19/100 WBC). Pemeriksaan Coomb’s test dengan reagen AHG
poli-spesifik (IgG + C3d) didapatkan positif. Karena Nindi memiliki anemia yang mengancam
jiwa dengan kebutuhan transfusi PRC yang mendesak, maka dokter segera melakukan
crossmatching dengan beberapa kantong PRC dengan golongan darah AB Rh-positif, tetapi tidak
ada yang kompatibel. Akhirnya dokter memutuskan untuk memberikan tansfusi PRC dari darah
yang paling sedikit inkompatibelnya untuk tindakan emergensi menyelamatkan jiwa dengan
persetujuan keluarga.

Berbeda dengan saudaranya Nanda, usia 21 tahun yang harus dibawa segera ke IGD oleh teman-
temannya setelah mereka mengikuti perlombaan balap motor. Nanda terjatuh dari motor dengan
keadaan patah di kaki kanan, dan pingsan. Dari hasil pemeriksaan, terlihat Nanda sangat pucat dan
Hb Nanda ternyata rendah dan segera memerlukan transfusi darah karena banyak mengeluarkan
darah.

Bagaimanakah anda menjelaskan kondisi anemia yang terjadi pada kedua pasien di atas?

Terminologi

1.hepatosplenomegali : Hepatosplenomegali adalah gangguan yang menyebabkan pembengkakan hati


(hepato) dan limpa (spleen). Kondisi ini membuat limpa dan hati tidak bisa menjalankan fungsinya
dengan baik

2. pemeriksaan coomb's test: adalah sebuah pengujian atau tes darah yang dilakukan untuk menemukan
antibodi tertentu yang menyerang sel-sel darah merah
3.PRC : Packed Red Cells (PRC) adalah modalitas terapi yang umum digunakan untuk mengobati pasien
anemia yang hanya membutuhkan komponen sel darah merah saja, contohnya anemia pada pasien
gagal ginjal kronik, keganasan atau thalasemia

Rumusan Masalah
1.mengapa nindi mengalami keluhan pucat dan sesak nafas.?
2. apakah keluhannya berhubungan dengan keluhannya satu tahun lalu?
3. mengapa Nindi telah mendapatkan transfusi tiga kantong darah dengan golongan darah AB
(+) selama satu minggu.

4.bagaimana interpretaai px fisik nindi: pemeriksaan fisik didapatkan pucat, ikterus, frekuensi
nadi 120 x/menit, dan frekuensi nafas 30 x/menit. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan
hepatosplenomegali.

5. bagaimana interpretasi px lab

Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan anemia berat (Hb 2.7 gr/dl). Leukosit 16.000/mm3
dan pada hapusan darah tepi menunjukkan autoaglutinasi dengan adanya sel darah merah
berinti (19/100 WBC). Pemeriksaan Coomb’s test dengan reagen AHG poli-spesifik (IgG + C3d)
didapatkan positif.

6.mengapa anemia yg dimiliki nindi mengancam jiwa?dan mengapa kebutuhan transfusi PRC
nya mendesak?

7.mengapa setelah crossmatching dengan beberapa kantong PRC dengan golongan darah AB
Rh-positif, tetapi tidak ada yang kompatibel.?

8. dokter memutuskan untuk memberikan tansfusi PRC dari darah yang paling sedikit
inkompatibelnya ?

9.dx/dd?

10. bagaimana tatalaksana untuk nindi?

11prognosis komplikasi?

12. mengapa setelah kecelakaan nanda pingsan?

13. mengapa terlihat Nanda sangat pucat dan Hb Nanda ternyata rendah dan segera
memerlukan transfusi darah karena banyak mengeluarkan darah.?
14. px yg mungkin pada nanda?

15. dx/dd nanda?

14. tatalaksana pada nanda?

15.komp dan prog nanda?

Hipotesa
1. pucat: HB menurun > penghantaran oksigen ke pereifer menurun > suplai nutrisi terhambat >
pucat NC

Sesak: Hb menurun> penurunan penghantaran O2 ke seluruh tubuh> tubuh mencoba


mengkompensasikannya dengan peningkatan pernafasan > sesak

4. pucat: kurang suplai oksigen


- ikterik : Ikterik dapat muncul karena peningkatan kadar bilirubin indirek akibat hemolisis.
Ikterik tidak spesifik mengarahkan pada anemia hemolitik, karena ikterik juga dapat ditemukan
pada penyakit hepar dan obstruksi bilier.
-HR120 : takikardi
-nafas 30x : takipneu
-hepatosplenomegali:
5.- leukosit : 16.000 (normal dewasa : 4500-10.000)
- coomb test : Coombs test sering kali dilakukan jika sistem kekebalan tubuh mungkin saja
menjadi penyebab hancurnya sel-sel darah merah., apabila hasil positive > terdapat antibodi yg
menyeran eritrosit.
6. anemia mengancam jiwa ?
Anemia yang berlangsung dalam waktu lama dan tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan kerusakan pada jantung, otak, dan organ lainnya dalam tubuh. Kematian tentu
saja dapat terjadi sebagai akibat dari anemia berat dan lama yang tidak ditangani dengan baik.
Namun, risiko kematian akibat anemia jarang terjadi pada anemia ringan ataupun sedang.

Seseorang yang menderita anemia dalam waktu lama bisa mengalami aritmia, atau gangguan
irama jantung. Aritmia ini dapat merusak jantung dan menyebabkan gagal jantung, hingga
dapat berujung pada kematian.

Namun demikian, tidak hanya anemia yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan berat
yang berujung pada kematian. Kehilangan darah dalam waktu yang sangat cepat juga dapat
menyebabkan anemia berat yang berujung pada kematian akibat tubuh kekurangan cairan.
10. tatalaksana ?
Pengobatan Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik tergantung pada penyebabnya, tingkat keparahan, usia dan
kondisi kesehatan pasien, serta respons pasien terhadap obat. Beberapa metode pengobatan
yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain:

Suplemen asam folat dan suplemen zat besi.


Obat imunosupresan, untuk menekan sistem kekebalan tubuh agar sel darah merah tidak
mudah hancur
Suntik imunoglobulin (IVIG), untuk memperkuat kekebalan tubuh pasien.
Transfusi darah, untuk menambah jumlah sel darah merah (Hb) yang rendah pada tubuh
pasien.
Pada kasus anemia hemolitik yang parah,prosedur splenektomi atau bedah pengangkatan
limpa. Prosedur ini biasanya dilakukan ketika pasien tidak merespons metode pengobatan di
atas.

Pengobatan AIHA ditujukan untuk mengembalikan nilai hematologi (Hb) ke nilai normal.

AIHA ringan tidak memerlukan terapi, tetapi pada keadaan yang sangat akut penanganan

kedaruratan menjadi prioritas karena telah terjadi gangguan sirkulasi dan kardiovaskuler.

Beberapa pengobatan AIHA antara lain :

o Steroid

Steroid dosis tinggi memberi hasil sekitar 75% pada anak2 dengan AIHA, namun pada

jenis AIHA dengan mediator IgM tidak menunjukkan respons dengan terapi steroid. Cara

kerja steroid pertama yaitu dengan menekan Fc makrofag dan reseptor C3b sehingga
fagositosis terhadap eritrosit menurun. Cara kerja steroid yang lain adalah penekanan

produksi antibodi sehingga kadar autoantibodi akan menurun. Steroid kadang memberi

efek yang lambat yaitu sekitar 4-5 minggu, setelah proses hemolitik menurun maka

steroid harus diturunkan dosisnya. Pemberian steroid jangka panjang pada seorang anak

memberikan efek samping yang banyak, sehingga pemebriannya harus

mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya.

o Imunoglobulin intravena (ivIG)

Pada beberapa anak dengan AIHA, pemberian ivIG memberikan hasil yang baik

terutama bila diberikan bersamaan dengan steroid.

o Transfusi darah

Pemberian transfusi PRC sedapat mungkin dihindari, karena hanya meningkatkan Hb

sementara, dan selanjutnya proses hemolitik akan terjadi lebih cepat. Indikasi transfusi

lebih mengutamakan keadaan klinis seperti adanya gagal jantung dan adanya kegagalan

sirkulasi, dan dalam hal ini PMI harus menyediakan darah yang paling kompatibel.

o Splenektomi
Sebelum melakukan tindakan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara

lain : usia anak sebaiknya > 5 tahun, respons terhadap pengobatan sebelumnya (6-12

bulan tidak respons), tipe AIHA (warm / cold) dan beratnya penyakit. Indikasi

splenektomi sangat selektif dan ditujukan kepada anak dengan AIHA kronik dan

refrakter.

11. komplikasi dan prognosis?

Komplikasi

Pada anemia hemolitik berat, bila tidak ditangani maka dapat menyebabkan komplikasi yang
serius seperti aritmia, kardiomiopati, dan gagal jantung.

Komplikasi lain yang bisa timbul adalah batu empedu. Sebuah laporan kasus bahkan
menunjukkan komplikasi sistem bilier yang berat, yaitu kolesistitis gangrenosa.

Jika pasien sudah menjalani splenektomi, maka risiko pasien mengalami infeksi akan
meningkat. Selain itu, anemia hemolitik berat yang sering mendapat transfusi juga bisa
menyebabkan kelebihan besi. [11,12]

Prognosis

Prognosis anemia hemolitik berbeda tergantung penyebab terjadinya hemolisis. Secara umum,
angka mortalitas relatif rendah pada anemia hemolitik. Akan tetapi, risiko mortalitas lebih tinggi
pada pasien usia tua dan pasien dengan kelainan kardiovaskular. [1]
Pada malaria, prognosis akan memburuk jika patogen penyebab adalah P.falciparum atau jika
terjadi asidosis laktat. [13] Sementara itu, anemia hemolitik autoimun (AIHA) memiliki angka
mortalitas 11%

Anda mungkin juga menyukai