Anda di halaman 1dari 49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota

Madiun, yang meliputi: RSUD dr. Soedono Madiun, RSUD Kota Madiun, RS

Paru Manguharjo, Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun, Rumah Sakit

Griya Husada, Rumah Sakit Santa Clara, Rumah Sakit Ibu dan Anak Al-

Hasanah, dan Rumah Sakit DKT miliki TNI Angkatan Darat. Berikut ini

deskripsi singkat masing-masing objek penelitian.

4.1.1 Profil RSUD dr. Soedono Madiun

RSUD dr. Soedono Madiun beralamat di Jalan Dr. Soetomo, No.

59, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun. RSUD dr. Soedono Madiun

adalah Rumah Sakit Umum Daerah Pemerintah kelas B milik Provinsi

Jawa Timur yang berada di bagian Barat-Selatan dari pusat Ibukota

Provinsi Jawa Timur. Ijin Operasional RSUD dr. Soedono Madiun

nomor P2T/7/03.22/02/VI/2017 tanggal 5 Juni 2017 dengan masa

berlaku 5 (lima) tahun. RSUD dr. Soedono Madiun ditetapkan sebagai

Rumah Sakit Rujukan Regional dengan Keputusan Menteri Kesehatan

RI nomor HK.02.2/Menkes/391/2014 tentang Pedoman Penetapan

Rumah Sakit Rujukan Regional dan ditetapkan dengan Keputusan

Gubernur Jawa Timur Nomor 188/359/KPTS/013/2015 tentang

Pelaksanaan Regional Sistem Rujukan Provinsi Jawa Timur sebagai

80
81

rumah sakit rujukan RSUD dr. Soedono Madiun mencakup wiayah

kerja Badan Perwakilan Wilayah I (Baperwil) di Madiun. Sebagai

rumah sakit rujukan regional RSUD dr. Soedono Madiun mempunyai 2

(dua) pelayanan unggulan, yaitu: Haemodialisa dan Unit Stroke.

Visi RSUD dr. Soedono Madiun adalah: “Menjadi Rumah Sakit

Pilihan Utama Seluruh Lapisan Masyarakat dan Rumah Sakit

Pendidikan yang Unggul.” Sedangkan misi RSUD dr. Soedono Madiun

adalah:

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan rujukan yang profesional dan

bermutu serta berorientasi pada kepuasan masyarakat.

2. Menyelenggarakan Rumah Sakit Pendidikan dan Mengembangkan

Budaya Ilmiah di Bidang Kedokteran dan Perumahsakitan.

Sebagai pelayanan publik, RSUD dr. Soedono Madiun

melaksanakan pelayanan prima di segala bidang, meliputi:

1. Pelayanan cepat, tepat, berkualitas dan transparan

2. Sistem Pelayanan terpadu (Pelayanan medis, penunjang medis dan

penunjang non medis)

3. Adanya Standar Prosedur Operasional yang jelas

Berkaitan dengan upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat

yang semakin tinggi dan mengikuti perkembangan dunia kesehatan,

peningkatan Status RSUD dr. Soedono Madiun berubah menjadi

Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia Jogjakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan


82

Republik Indonesia Nomor YM.01.06/III/7351/10 tanggal 2 Desember

2010. RSUD dr Soedono Madiun terus menerus berbenah untuk

meningkatkan Kualitas Pelayanannya, tahun 2015 RSUD dr. Soedono

Madiun mendapatkan sertifikat Akreditasi Rumah Sakit dari Komisi

Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sebagai pengakuan bahwa RSUD dr.

Soedono telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit dan

dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna. Tahun 2017 RSUD dr. Soedono

Madiun memperoleh Piagam Penghargaan atas prestasinya dalam

penerapan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2017

dengan predikat nilai Kategori “A” (memuaskan). Dengan diterimanya

piagam penghargaan diharapkan dapat meningkatkan dan

mempertahankan prestasi di masa-masa mendatang.

4.1.2 Profil RSUD Kota Madiun

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun yang beralamat di

Jalan Campursari No. 12 B, Sogaten, Manguharjo, Kota Madiun, Jawa

Timur 63124. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun merupakan

lembaga teknis daerah setingkat kantor sebagai unsur pelaksana

pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh

seorang Direktur dan dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun sebagai unit

penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai visi, misi,

dan tujuan adalah sebagai berikut:


83

1. Visi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun: “Terwujudnya

RSUD yang Berkualitas dan Menjadi Pilihan Masyarakat Kota

Madiun dan Sekitarnya.”

2. Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun adalah

“Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan.”

3. Tujuan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun

Dalam upaya mencapai visi dan misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Madiun, dirumuskan suatu bentuk yang lebih terarah yang berupa

tujuan dan sasaran yang strategis organisasi. Tujuan dan sasaran adalah

perumusan sasaran yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan

kinerja. Tujuan yang ingin dicapai Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Madiun dalam mewujudkan misi adalah “Meningkatkan Mutu

Pelayanan Kesehatan Rujukan” dengan indikator tujuan “Persentase

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.”

Saat ini, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun memiliki

beberapa pelayanan kesehatan, mulai dari Instalasi Gawat Darurat,

Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Intensif,

Instalasi Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif atau

PONEK (meliputi: pelayanan kamar bersalin, pelayanan perinatologi,

pelayanan nifas), Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Hemodialisis,

pelayanan Bank Darah, pelayanan Visum et Repertum, Instalasi

Laboratorium, Instalasi Radiologi, dan Instalasi Farmasi.

Upaya Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun dalam


84

mendukung pembangunan di Kota Madiun adalah dengan memberikan

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sesuai standar, baik sarana

gedung, peralatan kedokteran, dan fasilitas/sarana prasarana penunjang

lainnya sesuai kelas rumah sakit sehingga pelayanan kesehatan rujukan

yang diberikan kepada masyarakat berkualitas dan memenuhi standar

pelayanan minimal serta keselamatan pasien dapat terpenuhi sesuai

akreditasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan derajad kesehatan

masyarakat serta kuantitas dan kualitas kesehatan masyarakat di Kota

Madiun dan sekitarnya.

4.1.3 Profil RS Paru Manguharjo

RS Paru Manguharjo (RSPM) beralamat di Jalan Yos Sudarso,

No. 108-112, Patihan, Manguharjo, Kota Madiun. Bermula pada 1

Oktober 1962 didirikan sebagai Tuberkulosis Center, kemudian berubah

menjadi Balai Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Paru-Paru pada

tahun 1985. Pada saat otonomi daerah, melalui Perda Provinsi Jawa

Timur Nomor 37 tahun 2000, BP4 Madiun menjadi UPT Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan nama Balai Pemberantasan dan

Pencegahan Penyakit Paru (BP4) Madiun serta Pergub 118 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur.

Pada tanggal 12 Desember 2012, berdasarkan SK Gubernur Jawa

Timur Nomor 188/765/KPTS/013/2012 tentang Penetapan Unit

Pelaksana Teknis pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur maka


85

BP4 telah ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah Unit

Kerja. Dalam upaya merespon hal baru tersebut, BP4 Madiun berusaha

memberikan pelayanan yang terbaik, terjangkau dan profesional.

Prinsip-prinsip efektifitas, efisiensi, optimalisme, benefit, dan cost harus

menjadi indikator dalam pelaksanaannya.

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 tahun 2014 tentang

Perubahan Kedua atas Pergub Nomor 118 tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

dimana adanya perubahan tugas dan fungsi dari Balai Pemberantasan

dan Pencegahan Penyakit Paru ( BP4 ) Madiun berubah menjadi Rumah

Sakit Paru Manguharjo (RSPM) Madiun. Kemudian berdasarakan

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 32 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur, RSPM Madiun mempunyai tugas:

1. Menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan di

bidang pelayanan kesehatan paru dan pernapasan kepada masyarakat

(UKM).

2. Menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan di

bidang pelayanan kesehatan paru dan pernapasan perorangan (UKP)

strata kedua di wilayah Bakorwil Madiun.

Berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Kota Madiun Nomor 503-401.303/006/2014 tentang Izin

Operasional Sementara Rumah Sakit Khusus Paru Manguharjo telah


86

berubah menjadi Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu Kota Madiun Nomor 503-15.401.303/001/2015 tentang Izin

Operasional Rumah Sakit Paru Manguharjo maka Rumah Sakit Paru

Manguharjo Madiun telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan

kegiatan opersional rumah sakit.

Visi Rumah Sakit Paru Manguharjo Madiun adalah: “Menjadi

Rumah Sakit Paru Berstandar Nasional di Jawa Timur dengan

pelayanan yang berkeadilan,” sedangkan misi Rumah Sakit Paru

Manguharjo Madiun adalah:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paru yang bermutu, efektif

dan efisien secara paripurna dalam mengatasi masalah kesehatan

Paru bagi masyarakat.

2. Menyelenggarakan manajemen yang transparan dan akuntabel

3. Mengembangkan jejaring kemitraan, koordinasi, dan penelitian

dengan lembaga dan institusi terkait dalam penanganan kesehatan

paru.

4.1.4 Profil Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun

Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun terletak di Jalan Mayjend

Sungkono, No. 30-38, Madiun. Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun

yang selanjutnya disebut dengan RSI Siti Aisyah Madiun mulai berdiri

pada tahun 1958 dengan status Balai Pengobatan. Seiring berjalannya

waktu, Balai Pengobatan Muhammadiyah meningkat statusnya menjadi

Rumah Bersalin Muhammadiyah Pra BKBRS melalui surat ketetapan


87

dari Dinas Kesehatan propinsi Jawa Timur No. 445/7469/120/1980 dan

pada tahun 1987 Rumah Sakit Bersalin Muhammadiyah berkembang

menjadi rumah sakit sesuai akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan

Rumah Sakit Islam Nomor 13.

Pada tahun 1988, Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun

dikukuhkan sebagai amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah oleh

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 18/XIII/63/KES/1988. Pada

tahun 1991 Rumah Sakit mendapatkan ijin tetap dari Menteri Kesehatan

Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Nomor: 1375/Yanmed/RSKS/PA/IV/1991. Direksi Rumah Sakit Islam

Siti Aisyah Madiun dibantu Manajer dengan stafnya bertanggungjawab

kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah majelis Kesehatan dan

Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur melalui Pimpinan Daerah

Muhammadiyah Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kota

Madiun.

Visi Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun, yaitu: “Menjadi

Rumah Sakit Pilihan Utama Masyarakat Madiun dan Sekitarnya dengan

Memberikan Pelayanan Kesehatan yang Berfokus Pada Pasien, Islami

Serta Menggunakan Mutu dan Keselamatan Pasien.” Sedangkan misi

Rumah Sakit Islam Siti Aisyah Madiun, yaitu:

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien dengan

mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.


88

2. Mengembangkan sumber daya insasi sesuai standart profesi,

bermutu dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap rumah sakit

dan persyarikatan.

3. Mengembangkan dakwah dengan pelayanan yang Islami.

4. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis.

4.1.5 Profil Rumah Sakit Griya Husada

Rumah Sakit Griya Husada Madiun didirikan sejak akhir tahun

2005 oleh PT. Griya Husada Utama Sejahtera di atas tanah seluas

4.998 m2 dan mulai beroperasional sejak bulan Mei 2006, sesuai dengan

Surat Keputusan dari Kepala Dinas Tk. I Propinsi Jawa Timur

Nomor: 442.1/3630/111.4/2006 tentang Ijin Uji Coba Operasional RS.

Griya Husada Madiun. Dan kemudian disahkan oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia dengan diterbitkannya Kepmenkes RI

no. HK.07.06/III/2346/08pada 4 Juli 2008 tentang Ijin Operasional

Rumah Sakit.

Rumah Sakit Griya Husada Madiun terletak di Jl. Mayjend.

Pandjaitan No. 22, Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota

Madiun. Rumah sakit ini memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 51

TT. Sarana penunjang lain yang dimiliki oleh RS. Griya Husada

Madiun adalah Instalasi Farmasi, Laboratorium dan Radiologi. Dengan

jumlah keseluruhan karyawan medis dan non-medis sampai dengan

bulan Desember 2008 sebanyak 96 orang, rumah sakit berusaha

memberikan pelayanan yang terbaik dan berkesinambungan dengan


89

sebisa mungkin memutar jadwal shift dan melaksanakan sistem On-Call

untuk kasus-kasus darurat.

Visi Rumah Sakit Griya Husada Madiun adalah: “Rumah Sakit

Griya Husada Sebagai Rumah Sakit Dengan Standar Pelayanan Prima.”

Sedangkan misi Rumah Sakit Griya Husada Madiun adalah:

Memberikan pelayanan kepada pasien secara profesional dan bermutu

mengembangkan RS Griya Husada Madiun untuk menjadi rumah sakit

dengan pelayanan prima, membina hubungan kerja yang harmonis

dengan seluruh karyawan.

4.1.6 Profil Rumah Sakit Santa Clara

Rumah Sakit Santa Clara Madiun terletak di Jalan Biliton, No. 15

Madiun. Rumah Sakit Santa Clara adalah salah satu rumah sakit katolik

yang berada di Madiun. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta

yang memberikan pelayanan kesehatan yang didukung oleh dokter

spesialis secara komprehensif dan bermutu untuk seluruh lapisan

masyarakat.

Pada tanggal 15 September 1960, atas undangan Duta Besar

Vatikan Mgr. Gaeteno Alibrandi, D.D. dan Mgr. J.A.M. Klooster, C.M.

alm., tiba dari Mexico tiga biarawati Kongregasi MISIONARIS

CLARIS DARI SAKRAMEN MAHAKUDUS: Sr. Maria Guadalupe

Alvarado R., Sr. Celia Virginia V.P. dan Sr. Maria Martha Meza M.

Mereka bertiga diserahi tugas melanjutkan pengelolaan Yayasan Panti

Bagija yang didirikan oleh Vikaris Apostolik Surabaya sejak 1953 dan
90

terdiri dari BKIA/Rumah Bersalin dan Poliklinik di Jalan Biliton 15,

Madiun dengan 5 Balai pengobatan cabang di kota: Madiun, Ponorogo,

Ngawi, dan Kediri, 1 BKIA/RB cabang di Ponorogo dan 5 asrama bagi

para pegawai.

Seiring perjalanan waktu dan kebutuhan masyarakat dalam

pelayanan kesehatan maka dibangunlah Rumah Sakit Katolik yang

berlokasi di Jalan Biliton 13-15, Madiun dan yang diresmikan pada

tanggal 8 Februari 1969 oleh Dr. Soemarsono, Kepala Kanwil Depkes

Provinsi Jatim, dengan nama Klinik Santa Clara. Fasilitas awalnya:

Poliklinik kecil, BKIA/Rumah Bersalin, Bangsal untuk rawat inap

anak-anak, Laboratorium Klinik dan Ruang Bedah.

Masyarakat Madiun dan sekitarnya ternyata sangat membutuhkan

pelayanan kesehatan sehingga RS yang tadinya hanya melayani anak-

anak berkembang menjadi sebuah RSUK sederhana. Mulai tahun 1980-

an para tetangga di sekitar Poliklinik itu dengan sukarela menjual

rumah tinggal mereka (yang sudah tua) kepada RS. Pihak RS

membelinya guna memperluas pelayanan terhadap para pasien yang

hari demi hari terus meningkat jumlahnya. Sekarang berkapasitas 78

tempat tidur, dilengkapi fasilitas rontgen, fisioterapi, UGD, dan medical

report.

Visi Rumah Sakit Santa Clara Madiun, yaitu: “Terwujudnya

Kasih Allah yang Menyelematkan melalui Pelayanan Kesehatan yang

Paripurna.” Sedangkan misi Rumah Sakit Santa Clara Madiun, yaitu:


91

1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna secara profesional, utuh

dan bermutu dengan hati tulus dan penuh kasih.

2. Meningkatkan kualitas hidup dan profesionalisme sumber daya

manusia.

4.1.7 Profil Rumah Sakit Ibu dan Anak Al-Hasanah

Rumah Sakit Ibu dan Anak Al-Hasanah beralamat di Jalan Sri

Rejeki, No. 91B, Kelurahan Sukosari, Kecamatan Kartoharjo, Kota

Madiun. Pada awal tahun 1975, fisik Rumah Sakit Bersalin Al Hasanah

Madiun sebagian untuk ruang perawatan dan sebagian untuk rumah

tinggal karena izin operasionalnya tahun 1975 sampai dengan tahun

1999 adalah Bidan Praktek Swasta. Seiring bertambah keinginan

masyarakat untuk melahirkan di Bidan Praktek Swasta dan adanya

Dokter Kebidanan dan Kandungan yang praktek maka perizinannya

pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 ditingkatkan menjadi

Rumah Bersalin Al Hasanah Madiun, dengan diikuti tambal sulam

gedung bangunan sesuai kebutuhan saat itu.

Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang rehap gedung terus

dilakukan tahap demi tahap dan diikuti penambahan bidan dan tenaga

medis spesialis, maka perizinannya pada tahun 2004 itu ditingkatkan

menjadi Rumah Sakit Bersalin Al Hasanah Madiun, namun rehap fisik

Rumah Sakit Bersalin Al Hasanah Madiun ini terus dilakukan secara

bertahap dan berkesinambungan serta terkendali. Dan pada tahun 2014


92

kegiatan operasionalnya ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Ibu dan

Anak Al Hasanah Madiun.

RSIA Al Hasanah mempunyai layanan unggulan di bidang USG

4D, senam hamil, pijat bayi, dan pelayanan imunisa. Rumah sakit milik

perusahaan Kota Madiun ini mempunyai luas tanah 2250 m2 dengan

luas bangunan 809 m2. RSIA Al Hasanah yaitu satu dari sekian

Layanan Kesehatan milik Perusahaan Kota Madiun yang berupa RS B,

diurus oleh Perorangan Yayasan dan termasuk kedalam Rumah Sakit

Kelas C. Layanan Kesehatan ini telah teregistrasi sejak 27/06/2011

dengan Nomor Surat ijin 503-401.303/007/2014 dan tanggal Surat Ijin

28/08/2014 dari KPPT Kota Madiun dengan Sifat Tetap, dan berlaku

sampai 27 Agustus 2019. Sehabis melaksanakan Proses Akreditasi

Rumah sakit Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan I (5

Pelayanan) akhirnya diberikan status Lulus Akreditasi Rumah Sakit.

Dalam rangka melakukan percepatan serta pengendalian

kesehatan ibu dan anak di Rumah Sakit Bersalin Al Hasanah Madiun,

digariskan program pokok yang akan dijabarkan dalam kegiatan serta

didukung dengan Kebijakan dan Strategi Management sebagai berikut:

1. Program Pokok:

a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak

b. Peningkatan Sarana dan Prasarana

c. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana

d. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran


93

e. Peningkatan SDM Karyawan

f. Pengajuan RSIA

2. Kebijakan:

a. Pelayanan Ibu dan Anak yang berkesinambungan

b. Pelayanan berorientasi pada subject bukan pada administrasi

dalam pelayanan Ibu dan Anak.

c. Meningkatkan pendapatan untuk mendukung upaya kemandirian

pembiayaan dengan tidak mengesampingkan fungsi sosial.

4.1.8 Profil Rumah Sakit DKT TNI Angkatan Darat

Rumah Sakit DKT TNI Angkatan Darat Madiun atau Rumah

Sakit Tk. IV Madiun adalah sebuah fasilitas pelayanan kesehatan yang

didirikan pada tanggal 12 Maret 1985. Berlokasi di tengah- tengah kota

Madiun, yaitu di Jl. Pahlawan No. 79 Kota Madiun, Jawa Timur, lokasi

yang sangat strategis dan mudah dijangkau oleh transportasi kendaraan

umum. Rumah Sakit Tk. IV Madiun didirikan diatas lahan seluas 5.156

m2, berdiri bangunan Rumah Sakit di lahan tersebut, dengan luas

bangunan 2.62,5 m2, dengan Hak Pakai a.n TNI AD Cq. Kodam

V/Brawijaya No 22. Ijin Operasional: 503-401.303/003./2014.

Sejak awal berdiri, Rumah Sakit Tk. IV Madiun lebih dikenal

dengan sebutan Rumah Sakit DKT Madiun. Di Rumah Sakit Tk. IV

Madiun pelayanan rawat inap dan bedah 24 jam, untuk rawat jalan

pelayanan pada hari kerja Senin-Jumat. Menerima pasien Umum, BPJS,

BPJS Ketenagakerjaan, dan Jasa Raharja.


94

Komitmen Rumah Sakit Tk. IV Madiun adalah selalu

mengedepankan pelayanan kesembuhan pasien, keselamatan pasien,

kepuasan pelanggan, serta perbaikan yang berkesinambungan

ditunjukkan dengan keberhasilan Rumah Sakit Tk. IV Madiun dalam

penilaian Akreditasi dari badan Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) Indonesia dengan predikat PARIPURNA *****.

Sebagai perusahaan yang memberikan jasa, Rumah Sakit Tk.IV

Madiun memandang penting sumber daya manusia sebagai sumber

daya utama dalam usaha jasa layanan kesehatan. Oleh karena itu kami

mempunyai komitmen yang kuat untuk selalu berusaha meningkatkan

kemampuan dan keahlian mereka melalui pendidikan dan pelatihan

yang berkesinambungan.

4.2. Analisis Data

4.2.1 Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan

ke dalam beberapa aspek, yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan akhir,

masa kerja, dan status pekerjaan. Berikut ini dideskripsikan aspek-aspek

karakteristik responden penelitian ini.

1. Karakteristik Responden berdasarkan Umur

Ditinjau dari usia, responden penelitian ini dapat dideskripsikan

sebagai berikut:
95

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


Jumlah Responden Persentase
Umur
(orang) (%)
Kurang dari 30 tahun 34 21,9
30 – 40 tahun 102 65,8
Lebih dari 40 tahun 19 12,3
Jumlah 155 100%
Sumber: data primer diolah (Lampiran 5)

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak dalam

penelitian ini adalah karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota

Madiun yang berusia 30 – 40 tahun, yaitu berjumlah 102 orang

(65,8%). Adapun kelompok responden yang jumlahnya paling sedikit

adalah berada pada umur lebih dari 40 tahun, yaitu sebanyak 19 orang

atau sebesar 12,3%. Umur merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kinerja. Menurut Sunyoto (2015: 76) usia produktif

lebih berpeluang dalam mengembangkan karir dan faktor usia juga

bisa mempengaruhi kinerja seorang karyawan.

2. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Responden penelitian menurut jenis kelamin dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jumlah Responden Persentase
Jenis Kelamin
(orang) (%)
Pria 48 31
Wanita 107 69
Jumlah 155 100%
Sumber: data primer diolah (Lampiran 5)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden terbanyak dalam

penelitian ini karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun


96

yang berjenis kelamin wanita, yaitu berjumlah 107 orang (69%),

sedangkan jumlah responden dengan jenis kelamin pria adalah

sebanyak 48 orang (31%). Hal ini relevan dengan temuan penelitian

yang dilakukan Soeprodjo, Mandagi, dan Engkeng (2017: 3) bahwa

karyawan rumah sakit yang merupakan perusahaan jasa layanan medis

adalah wanita.

3. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir

Responden penelitian menurut kualifikasi akademik atau tingkat

pendidikan terakhir dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Akhir


Jumlah Responden Persentase
Pendidikan Akhir
(orang) (%)
SPK 11 7,1
D3 Keperawatan 106 68,4
S1 Keperawatan 33 21,3
Ners. 5 3,2
Jumlah 155 100%
Sumber: data primer diolah (Lampiran 5)

Responden terbanyak menurut tingkat pendidikan dalam

penelitian ini adalah karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota

Madiun dengan pendidikan akhir Sarjana D3 Keperawatan, yaitu

sebanyak 106 orang (68,4%). Hal ini mendukung temuan penelitian

yang dilakukan Akbar (2018: 30) bahwa responden dalam penelitian

didominasi pada pendidikan D3 Keperawatan dan yang paling sedikit

responden yang diambil pendidikan SPK (Sekolah Perawat

Kesehatan).
97

4. Karakteristik Responden berdasarkan Masa Kerja

Ditinjau dari masa kerja, responden penelitian dapat

dideskripsikan berikut:

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja


Jumlah Responden Persentase
Masa Kerja
(orang) (%)
Kurang dari 3 tahun 26 16,8
3 – 5 tahun 30 19,3
Lebih dari 5 tahun 99 63,9
Jumlah 155 100%
Sumber: data primer diolah (Lampiran 5)

Menurut Tabel 4.4, diketahui bahwa jumlah terbesar dari

responden ini karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun

yang telah bekerja selama lebih dari 5 tahun, yaitu sebanyak 99 orang

(63,9%). Menurut Sunyoto (201: 455) bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi kinerja yaitu masa kerja. Semakin lama masa

kerja karyawan, maka akan memiliki pengalaman kerja yang tinggi,

sehingga mendukung kinerja karyawan.

5. Karakteristik Responden berdasarkan Status Kerja

Karakteristik responden berdasarkan status kerja dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status


Jumlah Responden Persentase
Status Kerja
(orang) (%)
Karyawan tetap 70 45,2
Karyawan tidak tetap 85 54,8
Jumlah 155 100%
Sumber: data primer diolah (Lampiran 5)
Pada penelitian ini, responden terbanyak adalah karyawan di

Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun yang memiliki status


98

sebagai karyawan tidak tetap, yaitu sebanyak 85 orang (54,8%).

Menurut penelitian yang dilakukan Nugraha, Hakam, dan Susilo

(2017: 98) salah satu faktor yang menentukan kinerja karyawan

adalah status pekerja. Pada penelitian ini, jumlah karyawan tetap

dengan karyawan tidak tetap hampir sebanding. Karyawan tidak tetap

dalam penelitian ini merupakan karyawan honorer daerah non PNS.

4.2.2 Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi: shift

kerja (X), kinerja karyawan (Y), dan motivasi (Z). Hasil perhitungan

dengan program SPSS menunjukkan nilai minimum, maksimum, mean,

dan standar deviasi pada masing-masing variabel penelitian seperti dalam

Tabel 4.6. berikut ini.

Tabel 4.6. Statistik Dekriptif Variabel Penelitian


No. Variabel N Minimum Maksimum Mean Std. Deviation
1. Shift kerja 155 25 49 39,30 3,883
2. Kinerja karyawan 155 25 49 40,08 3,666
3. Motivasi 155 28 48 40,59 3,807
Sumber: Output SPSS (Lampiran 6)

Tabel 4.6 menunjukkan nilai mean dan standar deviasi pada

masing-masing variabel. Berdasarkan nilai mean dan standar deviasi

pada masing-masing variabel di atas dapat diketahui bahwa keseluruhan

nilai standar deviasi tidak ada yang melebihi dua kali nilai mean. Hal ini

menandakan bahwa sebaran data sudah baik. Nilai mean mencerminkan

tendensi pusat dari distribusi data yang digunakan dalam penelitian ini.
99

Nilai standar deviasi mencerminkan variabilitas dari data terhadap

pusatnya.

4.2.3 Pengujian Instrumen

4.2.3.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung

dengan nilai rtabel untuk degree of freedom (df) = n-2. Jika rhitung

lebih besar dari rtabel dan nilai r positif, maka butir atau pernyataan

atau indikator tersebut dikatakan valid. Taraf signifikansi (α) yang

digunakan adalah 0,05 atau 5%. Pada penelitian ini, uji validitas

instrumen disampaikan kepada 100 orang responden uji coba

instrumen. Dengan demikian, nilai n = 100. Nilai r tabel dengan ()

5% dan df = n – 2 = 98 adalah sebesar ± 0,1966.

1. Validitas Variabel Shift Kerja

Hasil pengolahan data dengan program SPSS maka

diperoleh nilai rhitung untuk variabel shift kerja sebagai berikut:

Tabel 4.7. Uji Validitas Variabel Shift Kerja


Nilai Nilai rtabel
Item Variabel Keterangan
rhitung = 0,1966
Pernyataan 1 0,644 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 2 0,499 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 3 0,589 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 4 0,479 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 5 0,569 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 6 0,606 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 7 0,212 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 8 0,690 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 9 0,732 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 10 0,577 r hitung > r tabel Valid
Sumber: data primer diolah (Lampiran 3)
100

Nilai rhitung keseluruhan butir pernyataan untuk variabel

shift kerja, yaitu item shift kerja 1 sampai item shift kerja 10

lebih besar daripada nilai rtabel (0,1966), maka semua butir

pernyataan yang digunakan memenuhi syarat validitas.

2. Validitas Variabel Kinerja Karyawan

Nilai rhitung untuk variabel kinerja karyawan sebagai

berikut:

Tabel 4.8.Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan


Nilai Nilai rtabel
Item Variabel Keterangan
rhitung = 0,1966
Pernyataan 1 0,605 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 2 0,742 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 3 0,479 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 4 0,737 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 5 0,630 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 6 0,710 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 7 0,664 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 8 0,729 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 9 0,593 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 10 0,631 r hitung > r tabel Valid
Sumber: data primer diolah (Lampiran 3)

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa keseluruhan butir

pernyataan untuk variabel kinerja karyawan, yaitu item kinerja

karyawan 1 sampai item kinerja karyawan 10 memiliki nilai

rhitung yang lebih besar daripada nilai rtabel (0,1966), maka

semua butir pernyataan yang digunakan memenuhi syarat

validitas.

3. Validitas Variabel Motivasi

Hasil pengolahan data dengan program SPSS maka

diperoleh nilai rhitung untuk variabel motivasi sebagai berikut:


101

Tabel 4.9 Uji Validitas Variabel Motivasi


Nilai Nilai rtabel
Item Variabel Keterangan
rhitung = 0,1966
Pernyataan 1 0,546 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 2 0,599 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 3 0,573 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 4 0,537 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 5 0,658 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 6 0,513 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 7 0,655 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 8 0,486 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 9 0,464 r hitung > r tabel Valid
Pernyataan 10 0,291 r hitung > r tabel Valid
Sumber: data primer diolah (Lampiran 3)

Nilai rhitung pada variabel motivasi menunjukkan bahwa

nilai rhitung dari item motivasi 1 sampai item motivasi 10

memiliki nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel (0,1966), maka

semua butir pernyataan valid.

Berdasarkan uji validitas yang dilakukan, dapat diketahui

bahwa keseluruhan butir item/faktor untuk masing-masing

variabel penelitian adalah memenuhi syarat validitas. Dengan

demikian, keseluruhan butir pernyataan kuesioner ini adalah valid

atau sah dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian.

4.2.3.2 Uji Reliabilitas

Kuesioner yang dikumpulkan dan sah untuk dianalisis,

selanjutnya dilakukan pengelompokan untuk pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan dan menentukan nilai masing-masing

variabel dari sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk

mengukur variabel tersebut. Sebanyak 100 kuesioner yang telah


102

terkumpul, dilakukan pengujian realiabilitas dengan

menggunakan “Cronbach’s coefficient alpha”. Suatu konstruk

atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach

alpha (α) > 0,70. Dengan mendasarkan pada ketentuan tersebut

dapat disimpulkan bahwa uji reliabilitas untuk alat ukur

memenuhi ketentuan untuk diterima. Adapun reliabilitas ini

disajikan tabel berikut:

Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas


Nilai Alpha Cronbach
Variabel Keterangan
Hitung Alpha
Shift kerja 0,758 0,70 Reliabel
Kinerja karyawan 0,848 0,70 Reliabel
Motivasi 0,711 0,70 Reliabel
Sumber: data primer diolah (Lampiran 3)

Hasil uji reliabilitas seperti yang ditunjukkan Tabel 4.10,

dapat disimpulkan bahwa semua variabel memiliki nilai cronbach

alpha di atas 0,70 dengan demikian dapat dinyatakan bahwa

instrumen masing-masing variabel, yaitu shift kerja, kinerja

karyawan, dan motivasi pada penelitian ini adalah reliabel.

Artinya, instrumen kuesioner yang digunakan dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

tersebut sudah baik.


103

4.2.4 Uji Asumsi Klasik

4.2.4.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah

ditemukan adanya korelasi yang sangat kuat diantara variabel

bebas (independen). Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Apabila nilai

tolerance > 0,10 dan VIF < 10 berarti tidak terjadi multikorelasi

dan sebaliknya. Pada penelitian ini, uji multikolinearitas hanya

dapat dilakukan pada hubungan variabel shift kerja dan motivasi

sebagai variabel bebas terhadap kinerja karyawan sebagai variabel

terikat. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas data menggunakan

program SPSS, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.11 Nilai VIF dan Tolerance Variabel Dependen Kinerja


Karyawan

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Hasil perhitungan nilai VIF dan tolerance variabel

dependen kinerja karyawan, nilai toleransi menunjukan variabel

independen, yaitu: shift kerja dan motivasi menunjukkan skor

sebesar 0,715, memiliki nilai toleransi lebih dari 0,10 yang berarti

tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih

dari 95%. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga


104

menunjukan hal yang sama, variabel shift kerja dan motivasi

memiliki nilai VIF (1,398), kurang dari 10. Jadi dalam penelitian

ini tidak ada multikolonieritas antar variabel bebas dalam model

regresi.

4.2.4.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas untuk memastikan bahwa tidak

terjadi varians yang berbeda di antara responden penelitian dalam

memberikan jawaban atas kuesioner yang diberikan. Pada

penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji

koefisien korelasi Spearman rho menggunakan program SPSS.

Berdasarkan output SPSS, hasil uji heteroskedastisitas dengan

variabel dependen motivasi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12. Uji Heteroskedastisitas dengan Variabel Dependen


Motivasi

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Melihat output SPSS di atas, dapat diketahui bahwa nilai

korelasi variabel bebas shift kerja dengan variabel motivasi

memiliki nilai signifikansi (Sig.) lebih dari 0,05. Pada variabel

shift kerja, nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,464. Oleh karena


105

signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Hasil uji heteroskedastisitas dengan variabel dependen

kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.13. Uji Heteroskedastisitas dengan Variabel Dependen


Kinerja Karyawan

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Menurut output SPSS di atas, dapat diketahui bahwa nilai

korelasi kedua variabel bebas dengan variabel terikat kinerja

karyawan memiliki nilai signifikansi (Sig.) lebih dari 0,05. Nilai

signifikansi (Sig.) variabel shift kerja sebesar 0,452, nilai

signifikansi (Sig.) variabel motivasi sebesar sebesar 0,284. Oleh

karena signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

4.2.4.3 Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji Kolmogorov Smirnov terhadap variabel yang diuji.

Hasil pengujian untuk membuktikan distribusi normal pada model


106

yang digunakan dengan variabel dependen motivasi ditunjukan

dalam tabel berikut:

Tabel 4.14. Uji Normalitas dengan Variabel Dependen Motivasi

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Hasil dari perhitungan Kolmogorov Smirnov dengan

variabel dependen motivasi menghasilkan tingkat signifikansi

atau Asymp.Sig. (2-tailed) sebesar 0,056 lebih besar dari pada

nilai α = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi

normal.

Hasil pengujian untuk membuktikan distribusi normal pada

model yang digunakan dengan variabel dependen kinerja

karyawan ditunjukkan dalam Tabel 4.15 berikut ini:


107

Tabel 4.15. Uji Normalitas dengan Variabel Dependen Kinerja


Karyawan

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Hasil dari perhitungan Kolmogorov Smirnov dengan

variabel dependen kinerja karyawan menghasilkan tingkat

signifikansi atau Asymp.Sig. (2-tailed) sebesar 0,200 lebih besar

dari pada nilai α = 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa data

terdistribusi normal.

4.2.4.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam

sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode (t) dengan tingkat kesalahan periode t-1

(sebelumnya). Pengujian autokorelasi meggunakan pengujian

Durbin–Watson (DW test). Uji autokorelasi dalam penelitian ini

hanya dilakukan pada model persamaan 2. Model persamaan 1

tidak dilakukan uji autokorelasi karena hanya terdapat 1 variabel

independen dalam model persamaan 1. Hasil perhitungan uji


108

autokorelasi dengan program SPSS diperoleh nilai Durbin–

Watson sebagai berikut:

Tabel 4.16. Uji Autokorelasi dengan Variabel Dependen Kinerja


Karyawan

Sumber: data primer diolah (Lampiran 7)

Hasil output SPSS pada Tabel 4.16 menunjukkan bahwa

nilai Durbin-Watson (DW) adalah 1,775. Nilai DW sebesar 1,775

ini selanjutnya dibandingkan nilai tabel DW. Dengan α = 5%,

jumlah sampel (n) = 155, dan jumlah variabel bebas (k) = 2, maka

didapat nilai dl = 1,7114; du = 1,7636. Nilai DW tersebut

selanjutnya diinterpretasikan seperti terlihat pada gambar 4.1.

berikut ini.

Autokorelasi Daerah Daerah Daerah Autokorelasi


(-) Keraguan Bebas Keraguan (+)

dL dU DW 4-dU 4-dL
1,7114 1,7636 1,775 2,225 2,2886

Gambar 4.1.
Hasil Uji Autokorelasi

Gambar 4.1. menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 1,775

terletak di antara dU (1,7636) dan 4-dU (2,225). Hal tersebut


109

menjelaskan bahwa tidak ada autokorelasi, positif atau negatif.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang

dihasilkan tidak terdapat autokorelasi, positif atau negatif.

4.2.5 Analisis Jalur (Path Analysis)

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari responden

penelitian di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data

berupa kuesioner yang bersifat tertutup. Artinya, responden tinggal

memberikan pilihan pada alternatif jawaban yang tersedia. Hasil

penelitian lapangan yang telah dilakukan, diperoleh data yang diperlukan

guna pengujian hipotesis, yaitu data tentang shift kerja, motivasi, dan

kinerja karyawan. Untuk lebih jelasnya, data ada pada Lampiran 4.

Selanjutnya data hasil penelitian tersebut dianalisis dengan

menggunakan teknik analisa regresi linier berganda yang diperluas

dengan analisis jalur (Path Analysis) dan diolah menggunakan program

statistik secara komputerisasi SPSS 22.0. Adapun langkah-langkah

analisis jalur adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan persamaan struktural

Persamaan struktural yaitu persamaan regresi, dalam penelitian

ini terdiri dari dua sub struktur sebagai berikut:

Sub-Struktur 1:

Ŷ = α1 + cX

Ŷ = α2 + aX
110

Sub-Struktur 2:

Y = Ŷ = α3 + c’X + bZ

2. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi

yaitu dengan cara:

a. Menggambar model diagram jalur lengkap

Pada penelitian ini gambar diagram jalur lengkap adalah sebagai

berikut:

ρYX

Shift Kerja ρZX Motivasi ρYZ Kinerja


(X) (Z) Karyawan
(Y)

ε1
ε2

Gambar 4.2.
Model Analisis Jalur (Path Analysis)

b. Menghitung koefisien regresi untuk setiap sub stuktural yang telah

dirumuskan.

3. Menghitung koefisisen jalur secara simultan

4. Menghitung koefisisen jalur secara individu


111

4.2.5.1 Uji Pengaruh Secara Langsung pada Sub Struktural I

(Pengaruh Shift Kerja Terhadap Motivasi)

Hasil analisis regresi, perhitungan koefisien jalur secara

simultan dan individu untuk sub struktur 1 disajikan dengan Tabel

4.17 sebagai berikut:

Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Linier dengan Variabel


Dependen Motivasi
Unstandardized Standardized
Variabel Coefficients Coefficients Signifikan Keterangan
B Std.error Beta
Konstanta 20,039 2,646 0,000

X 0,523 0,067 0,534 0,000 Signifikan

R : 0,534 = 53,4%

R2 : 0,285 = 28,5%

Fhitung : 60,905

thitungX : 7,804

Sumber: Hasil SPSS diolah (Lampiran 8)

Menurut Tabel 4.17 di atas, maka model persamaan regresi

linier untuk sub-struktural 1 yang dihasilkan dalam penelitian ini

adalah:

Z = 0,523X

Perhitungan ε1 = √1 − R2 = √1 − 0,285 = 0,846

Adapun interprestasi dari model persamaan tersebut adalah

sebagai berikut:
112

ρzx = 0,523

Nilai parameter ini menunjukkan bahwa setiap shift kerja

meningkat 1 satuan, maka motivasi karyawan di Ruang UGD

rumah sakit di Kota Madiun meningkat sebesar 0,523 kali.

4.2.5.2 Uji Pengaruh Secara Tidak Langsung pada Sub Struktural I

(Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kinerja)

Hasil analisis regresi untuk perhitungan koefisien jalur secara

simultan dan individu untuk sub-struktur 2 disajikan pada Tabel 4.18

sebagai berikut:

Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda dengan Variabel


Dependen Kinerja Karyawan
Unstandardized Standardized
Variabel Coefficients Coefficients Signifikan Keterangan
B Std.error Beta
Konstanta 16,733 2,939 0,000
X 0,423 0,075 0,448 0,000 Signifikan
Z 0,165 0,077 0,172 0,032 Signifikan
R : 0,559 = 55,9%
2
R : 0,313 = 31,3%
Fhitung : 34,590
thitungX : 5,641
thitung Z : 2,159
Sumber : Hasil SPSS diolah (Lampiran 8)

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas, maka model persamaan regresi

linier berganda untuk sub-struktural 2 yang dihasilkan dalam penelitian

ini adalah:
113

Y1 = 0,423X + 0,165Z

Perhitungan ε2 = √1 − R2 = √1 − 0,313 = 0,829

Interprestasi dari model persamaan regresi tersebut adalah sebagai

berikut:

1. ρyx = 0,423

Nilai parameter ini menunjukkan bahwa setiap shift kerja meningkat 1

satuan, maka kinerja karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota

Madiun meningkat sebesar 0,423 kali, dengan asumsi variabel lain (Z)

= 0.

2. ρyz = 0,165

Nilai parameter ini menunjukkan bahwa setiap motivasi meningkat 1

satuan, maka kinerja karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota

Madiun meningkat sebesar 0,165 kali, dengan asumsi variabel lain (X)

= 0.

Berdasarkan hasil analisis regresi dapat dijelaskan kerangka jalur

hubungan kausal empiris sebagai berikut:

ρXY = 0,423

Shift Kerja ρXZ = 0,523 Motivasi ρZY = 0,165 Kinerja Karyawan


(X) (Z) (Y)

ε1 = 0,846 ε 2 = 0,829
114

Sumber: hasil pengolahan data

Gambar 4.3
Kerangka Jalur Hasil Analisis Hubungan Kausal Empiris

Menurut gambar 4.3, diketahui pengaruh langsung (direct effect)

dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) dengan hasil sebagai

berikut:

1. Pengaruh Langsung

a. Shift kerja terhadap motivasi, X ke Z = 0,523

b. Shift kerja terhadap kinerja karyawan, X ke Y = 0,423

c. Motivasi terhadap kinerja karyawan, Z ke Y = 0,165

2. Pengaruh Tidak Langsung

Shift kerja terhadap kinerja karyawan melalui motivasi, X ke Y

melalui Z = (𝜌xz) × (𝜌zy) = (0,523) × (0,165) = 0,086

Pengaruh tidak langsung shift kerja terhadap kinerja karyawan

melalui motivasi di atas disebut juga pengaruh mediasi yang dapat diuji

apakah hasil mediasi tersebut signifikan atau tidak, yaitu menggunakan

uji dengan sobel test pada product of coefficient sebagai berikut:

Sab= √𝑏 2 𝑠𝑎2 + 𝑎2 𝑠𝑏 2 + 𝑠𝑎2 𝑠𝑏 2

Keterangan:

Sab = Standard error koefisien pengaruh tidak langsung X ke Y

melalui Z

a = Pengaruh X ke Z atau (𝜌xz)


115

sa = Std.error a

b = Pengaruh Z ke Y atau (𝜌zy)

sb = Std.error b

Adapun hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Sab = (0,165) 2 x (0,067) 2  (0,523) 2 x (0,077) 2  (0,067) 2 x (0,077) 2

Sab = 0,000122  0,001622  0,000027

Sab = 0,042078

Berdasarkan hasil Sab maka dapat dihitung t statistik pengaruh

mediasi dengan perhitungan sebagai berikut:

ab (0,523x 0,165)
t= = = 2,05082
Sab 0,042078

Pada penelitian ini, maka untuk memperoleh nilai ttabel

menggunakan uji dua sisi dengan level of significant () = 0,05 (5%) dan

degrees of freedom (df) = n-k, dimana n = banyaknya sampel dan k =

banyaknya variabel bebas dan terikat. Dari ketentuan tersebut, diperoleh

nilai df = 155– 3 = 152, sehingga nilai ttabel adalah sebesar ± 1,97569.

Oleh karena nilai thitung = 2,05082 lebih besar daripada ttabel (1,97569)

maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh shift kerja terhadap

terhadap kinerja karyawan karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota

Madiun yang dimediasi motivasi.

4.2.6 Koefisien Determinasi (R2)

Hasil analisis determinasi (R2) dengan variabel dependen motivasi

dapat dilihat pada Tabel 4.19 di bawah ini:


116

Tabel 4.19 Koefisen Determinasi dengan Variabel Dependen Motivasi

Sumber: data primer diolah (Lampiran 8)

Hasil perhitungan pada Tabel IV.16 di atas dapat menjelaskan

bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah 0,285 atau

28,5%. Artinya, bahwa shift kerja (X) memberikan kontribusi terhadap

motivasi (Z) pada karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun

sebesar 28,5% sedangkan sisanya sebesar 71,5% dapat dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian. Misalnya: insentif,

kepemimpinan, dan lingkungan kerja.

Adapun hasil analisis determinasi (R2) dengan variabel dependen

kinerja karyawan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.20 Koefisen Determinasi dengan Variabel Dependen Kinerja


Karyawan

Sumber: data primer diolah (Lampiran 8)

Menurut Tabel 4.20 di atas dapat diketahui bahwa koefisien

determinasi sebesar 0,313 atau 31,3%. Hal ini berarti bahwa 31,3%

kinerja karyawan karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun

yang ada di Kota Madiun dapat dijelaskan oleh variabel shift kerja dan
117

motivasi, sedangkan sisanya sebesar 68,7% dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Misalnya: gaji, insentif,

kepemimpinan, dan lingkungan kerja.

4.2.7 Uji Hipotesis

4.2.7.1 Uji secara Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk membuktikan apakah variabel bebas

yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara

individual terhadap variabel terikatnya. Uji parsial tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Uji parsial dengan variabel dependen motivasi (Z)

Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan

menentukan nilai ttabel terlebih dahulu. Untuk memperoleh ttabel

menggunakan uji dua sisi dengan level of significant () = 0,05

(5%) dan degrees of freedom (df) = n-k, dimana n = banyaknya

sampel dan k = banyaknya variabel bebas dan terikat, pada

persamaan ini variabel bebasnya adalah shift kerja dan variabel

terikatnya adalah motivasi. Dari ketentuan tersebut, diperoleh

nilai df = 155 – 2 = 153, sehingga nilai ttabel adalah sebesar

1,97559.

Hasil perhitungan pada Tabel 4.17 menunjukkan bahwa

nilai thitung untuk variabel shift kerja (X) sebesar 7,804. Dengan

demikian, nilai thitung (7,804) > ttabel (1,97559), sehingga Ho


118

ditolak dan H1 diterima. Artinya, shift kerja (X) berpengaruh

terhadap motivasi (Z) kinerja karyawan di Ruang UGD rumah

sakit di Kota Madiun.

2. Uji parsial dengan variabel dependen kinerja karyawan (Y)

Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan

menentukan nilai ttabel terlebih dahulu. Untuk memperoleh ttabel

menggunakan uji dua sisi dengan level of significant () = 0,05

(5%) dan degrees of freedom (df) = n-k, dimana n = banyaknya

sampel dan k = banyaknya variabel bebas dan terikat, pada

persamaan ini variabel bebasnya adalah shift kerja dan

motivasi, sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja

karyawan. Dari ketentuan tersebut, diperoleh nilai df = 155 – 3

= 152, sehingga nilai ttabel adalah sebesar 1,97569.

a. Variabel motivasi (Z) terhadap variabel kinerja karyawan

(Y)

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

variabel motivasi (Z) sebesar 2,159 dan nilai ttabel sebesar

1,97569 atau nilai thitung (2,159) > nilai ttabel (1,97569) maka

hipotesis diterima. Artinya, motivasi (Z) berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) di Ruang UGD

rumah sakit di Kota Madiun.

b. Variabel shift kerja (X) terhadap variabel kinerja karyawan

(Y)
119

Menurut Tabel 4.18, nilai thitung untuk variabel shift

kerja (X) sebesar 5,641 dan nilai ttabel sebesar 1,97569 atau

nilai thitung (5,641) > nilai ttabel (1,97569) maka hipotesis

diterima. Artinya, shift kerja (X) berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan (Y) di Ruang UGD rumah sakit

di Kota Madiun.

4.2.7.2 Uji secara Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk membuktikan apakah variabel shift

kerja (X) dan motivasi (Z) yang dimasukan dalam model

mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel terikat

kinerja karyawan (Y). Kriteria pengujian yang digunakan adalah

dengan menentukan nilai Ftabel terlebih dahulu. Nilai Ftabel

diperoleh melalui penentuan nilai level of significant () serta df

pembilang (df1) dan df penyebut (df2). Dalam penelitian ini,

dipilih level of significant () = 0,05 (5%), df1 = k-1, dan df2 = n-

k, dimana n = banyaknya sampel dan k = banyaknya variabel

bebas dan terikat. Jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian adalah 155 orang responden. Banyaknya variabel bebas

dan terikat = 3, yaitu shift kerja (X), motivasi (Z), dan kinerja

karyawan (Y). Dengan demikian diperoleh nilai df1 = k – 1 = 3 –

1 = 2 dan df2 = 155 – 3 = 152. Pada tabel F0,05, df (2) (152)

diperoleh nilai Ftabel = 3,06.


120

Nilai Fhitung = 34,590 (dilihat dari Tabel 4.18), sedangkan

nilai Ftabel = 3,06, maka Fhitung (34,590) > Ftabel (3,06). Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel shift kerja dan

motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan

di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun.

4.3. Pembahasan

1. Pengaruh Shift Kerja terhadap Kinerja Karyawan di Ruang UGD

Rumah Sakit di Kota Madiun

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa shift kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Ruang

UGD Rumah Sakit Pemerintah di Kota Madiun. Jika respon karyawan di

Ruang UGD terhadap program shift kerja yang disusun manajemen setiap

rumah sakit di Kota Madiun meningkat, maka kinerja karyawan juga akan

meningkat, dan sebaliknya jika respon karyawan terhadap program shift

kerja rendah, maka kinerja karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit

Pemerintah di Kota Madiun juga rendah atau turun.

Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan

Supomo (2014) bahwa shift kerja mempunyai pengaruh terhadap kinerja.


121

Penelitian yang dilakukan Badriyah (2016) juga menemukan bahwa ada

peran positif antara shift kerja dan kinerja karyawan. Hasil penelitian ini

berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan Auliya (2017) bahwa

tidak ada pengaruh yang diberikan antara shift kerja terhadap tingkat

kelelahan kerja dan dampaknya terhadap kinerja operator produksi.

Pada dasarnya, shift kerja adalah pola waktu kerja yang diberikan

pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan

biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam (Suma’mur, 2013: 39).

Shift kerja merupakan pembagian jam kerja yang sesuai dengan periode

waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadwalkan bekerja pada tempat

kerja tertentu. Shift kerja dirumah sakit yang ada di Indonesia secara

umum terdiri dari tiga shift yaitu: shift pagi bekerja selama 7 jam mulai

jam 7.00-14.00, shift sore bekerja 7 jam mulai jam 14.00-21.00, dan shift

malam bekerja 10 jam mulai 21.00-7.00. Pembagian shift kerja yang

dilakukan manajemen rumah sakit bertujuan agar tenaga medis memiliki

kinerja yang maksimal.

Shift kerja yang diterapkan di setiap bagian UGD rumah sakit hampir

semuanya sama. Pembagian shift kerja yang dilakukan manajemen rumah

sakit bertujuan agar tenaga medis memiliki kinerja yang maksimal.

Kebijakan manajemen rumah sakit dalam mengatur shift kerja bagian

UGD ini bertujuan agar tenaga medis memiliki kinerja yang baik,

khususnya dalam penyelenggaraan layanan medis bagi masyarakat.

Fenomena yang terjadi di unit UGD rumah sakit selama ini menunjukkan
122

bahwa shift kerja pagi, siang, dan malam yang ditetapkan manajemen

rumah sakit mempengaruhi kinerja tenaga medis. Pada setiap perputaran

shift kerja, kondisi psikologis dokter dan perawat cenderung berbeda,

terutama pada tenaga medis yang bekerja pada shift pagi dan shift malam.

Keadaan setiap jadwal shift berbeda-beda menimbulkan perasaan

kenyamanan yang berbeda-beda pada masing-masing tenaga medis.

Perawat yang merasa nyaman jika bekerja pada shift pagi, belum tentu

juga akan nyaman jika berpindah shift malam.

Pendapat karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit Pemerintah di Kota

Madiun sebagai responden penelitian tentang shift kerja menunjukkan

bahwa pembagian durasi shift kerja di rumah sakit tempatnya bekerja

dapat memudahkan karyawan mencapai kinerja yang optimal. Karyawan

puas dengan pembagian waktu shift kerja yang telah ditetapkan

manajemen karena dapat mempengaruhi kinerjanya. Menurut responden,

jumlah perawat dalam satu shift kerja mencukupi kebutuhan penanganan

pasien dalam mewujudkan kinerja keperawatan yang optimal. Responden

juga setuju jika jumlah pekerja untuk shift kerja siang lebih banyak

daripada shift malam karena mempertimbangkan optimalisasi pencapaian

kinerja perawat. Berkaitan dengan rotasi kerja, karyawan merasa bahwa

kecepatan rotasi kerja antar shift kerja di rumah sakit tempatnya bekerja

sudah sesuai dengan harapannya. Pelaksanaan jadwal shift kerja di rumah

sakit tempat karyawan bekerja juga sudah dilaksanakan secara teratur.

Apabila ada perawat yang absen saat mendapat shift kerja, segera
123

digantikan perawat lain yang sedang tidak mendapat shift kerja sehingga

tidak mengganggu kinerja penanganan pasien.

Mengacu pada hasil temuan pada studi ini, maka implikasi

manajerial dalam pengaruh shift kerja terhadap kinerja karyawan di Ruang

UGD rumah sakit di Kota Madiun ini adalah dengan menentukan dan

menyusun penentuan shift kerja yang sesuai dengan harapan karyawan.

Manajemen rumah sakit juga perlu mempertimbangkan kebutuhan

penanganan pasien dalam menentukan jumlah perawat dalam satu shift

kerja, durasi shift kerja, dan rotasi shift kerja.

2. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan di Ruang UGD

Rumah Sakit di Kota Madiun

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di Ruang UGD Rumah

Sakit Pemerintah di Kota Madiun. Jika motivasi karyawan meningkat,

maka kinerja karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit Pemerintah di Kota

Madiun juga akan meningkat, dan sebaliknya jika motivasi karyawan

turun, maka kinerja karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit Pemerintah di

Kota Madiun juga akan menurun.

Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilakukan

Gultom (2017) bahwa motivasi yang digambarkan dengan tanggung

jawab, kondisi kerja, supervisi dan insentif memiliki hubungan yang nyata

atau signifikan terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian ini berbeda


124

dengan temuan penelitian yang dilakukan Ahmad (2017) yang menemukan

bahwa pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja

perawat sangat kecil.

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan

kegairahan kerja seseorang, agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan

terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan

(Hasibuan, 2014: 95). Motivasi berarti dorongan atau daya penggerak.

Motivasi juga mempengaruhi kinerja seseorang, jika seorang karyawan

mempunyai target atau keinginan yang belum tercapai pasti orang tersebut

akan berusaha untuk mencapai target tersebut dengan cara bekerja, itu juga

pasti akan membuat orang tersebut lebih semangat bekerja dan kinerjanya

juga akan baik. Motivasi juga menentukan kualitas pelayanan yang

berdampak pada kepuasan pasien.

Berkaitan dengan motivasi pada perawat di ruang UGD rumah sakit,

dapat disampaikan bahwa jika motivasi perawat tidak stabil, naik atau

turun, akan mempengaruhi kinerja perawat tersebut. Selain itu, mood

(suasana hati/perasaan) juga mempengaruhi kinerja perawat, pada saat

mood baik, gembira, senang maka kinerja juga akan stabil bahkan bisa jadi

kinerjanya meningkat. Sebaliknya, jika mood jelek, kinerja juga akan

menurun. Motivasi dari tenaga medis bagian UGD sebagai karyawan pada

rumah sakit berperan penting dalam menumbuhkan kinerja.

Motivasi yang diberikan untuk mendorong kinerja seseorang ada

beberapa jenis, diantaranya adalah insentif, pemberian reward, dan jenjang


125

karir. Salah satu motivasi yang diberikan pihak manajemen rumah sakit

adalah pemberian insentif berupa tambahan uang lembur. Selain beberapa

hal di atas, pembagian shift kerja yang sesuai harapan karyawan juga dapat

memotivasi dokter dan perawat rumah sakit untuk mencapai kinerja yang

maksimal.

Berkaitan dengan motivasi, karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit

Pemerintah di Kota Madiun sebagai responden penelitian mengemukakan

bahwa karyawan telah memiliki kesadaran untuk melaksanakan tugas

dengan penuh tanggung jawab demi tercapainya kinerja yang maksimal.

Meskipun harus kerja malam hari, karyawan di Ruang UGD rumah sakit di

Kota Madiun tetap melaksanakan sepenuh hati demi kinerja untuk

pengabdian kepada masyarakat. Karyawan menjalankan setiap tugas

dengan senang hati agar mencapai kinerja sesuai standar yang ditetapkan.

Setiap beban kerja yang diterima karyawan menjadi tantangan tersendiri

untuk menyelesaikannya dengan baik agar tercapai kinerja yang maksimal.

Bentuk-bentuk motivasi bagi karyawan di Ruang UGD rumah sakit di

Kota Madiun adalah adanya insentif yang diterima dari manajemen rumah

sakit, hubungan dengan rekan kerja yang baik, adanya jenjang karir yang

jelas, serta kelengkapan sarana dan prasana yang tersedia yang

memudahkan karyawan dalam menangani pasien sesuai kinerja yang telah

ditetapkan pihak manajemen rumah sakit.

Implikasi manajerial dari temuan studi tentang pengaruh motivasi

terhadap kinerja karyawan di ruang UGD ini adalah perlunya pihak


126

manajemen rumah sakit-rumah sakit di Kota Madiun untuk selalu

memotivasi karyawan agar mencapai kinerja yang maksimal. Pemberian

motivasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan-

kebutuhan karyawan di ruang UGD. Misalnya, pemberian insentif yang

besarnya sesuai dengan harapan karyawan, menciptakan situasi kondusif

dalam lingkungan kerja, kejelasan jenjang karir bagi karyawan dengan

memperhatikan masa kerja dan prestasi, serta melengkapi sarana dan

prasana medis yang menunjang kinerja karyawan dalam menangani

pasien.

3. Pengaruh Shift Kerja Melalui Motivasi sebagai Variabel Intervening

terhadap Kinerja Karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit di Kota

Madiun

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa shift kerja melalui

motivasi sebagai variabel intervening berpengaruh terhadap kinerja

karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit Pemerintah di Kota Madiun. Hasil

penelitian ini relevan dengan temuan penelitian yang dilakukan Ni’mah

(2016) bahwa beban kerja berpengaruh secara langsung terhadap kinerja

karyawan dengan motivasi sebagai varibel intervening.

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang).

Kinerja (prestasi kerja) adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai


127

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2013:

67). Kinerja karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun

merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

karyawan di Ruang UGD dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja karyawan di Ruang

UGD dapat diindikasikan dari jumlah pekerjaan yang berhasil

diselesaikan, kualitas pekerjaan yang telah diselesaikan, ketepatan waktu

dalam bekerja, otoritas dan tanggung jawab selama bekerja, serta

kehadiran (kedisiplinan) dalam bekerja.

Kinerja karyawan yang bertugas di ruang UGD pada rumah sakit-

rumah sakit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal

maupun eksternal. Kinerja tenaga medis di UGD sebagai karyawan rumah

sakit ditentukan oleh pembagian jam kerja atau shift kerja, yang terdiri dari

shift pagi, siang, dan malam. Adanya perbedaan keadaan setiap jadwal

shift menimbulkan perasaan kenyamanan yang berbeda-beda pada masing-

masing tenaga medis. Jika tenaga medis sebagai karyawan rumah sakit

dapat bekerja dengan mood yang baik sehingga menumbuhkan motivasi

dalam bekerja, akan menentukan kinerja dari tenaga medis dalam melayani

masyarakat atau pasien di ruang UGD. Namun, apabila shift kerja yang

ditentukan manajemen rumah sakit tidak sesuai dengan harapan karyawan

(tenaga medis), maka akan menurunkan mood sebagai pembentuk motivasi

dalam bekerja yang pada akhirnya juga akan mengganggu kinerjanya.


128

Pendapat karyawan di Ruang UGD Rumah Sakit Pemerintah di Kota

Madiun sebagai responden penelitian tentang kinerja menunjukkan bahwa

karyawan telah bekerja sesuai target yang ditetapkan perusahaan dan telah

memiliki kesadaran untuk bersedia kerja lembur agar dapat menyelesaikan

pekerjaan sesuai tugas. Karyawan juga telah melaksanakan tugas sesuai

Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan manajemen

rumah sakit, bekerja sesuai dengan fungsi jabatan dan tanggung jawab

pekerjaan, dan bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan dan disepakati

bersama. Karyawan bekerja dengan menjunjung tinggi aspek

profesionalitas karyawan, mengetahui tanggung jawabnya sebagai

karyawan dengan baik. Berkaitan dengan tingkat kehadiran atau

kedisiplinan kerja, karyawan di Ruang UGD rumah sakit di Kota Madiun

telah terbiasa hadir di tempat kerja dengan tepat waktu. Apabila

berhalangan hadir, karyawan mengganti jam kerja dengan jadwal

berikutnya setelah disepakati pimpinan.

Berdasarkan hasil temuan pada studi ini, maka implikasi manajerial

dalam pengaruh shift kerja terhadap kinerja karyawan ini adalah perlunya

manajemen rumah sakit untuk selalu menjaga kinerja karyawan,

khususnya karyawan di Ruang UGD, meningkatkan kinerja karyawan

yang masih rendah, serta melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan

kinerja karyawan. Salah satunya adalah dengan menentukan jadwal shift

kerja yang sesuai harapan karyawan serta memotivasi karyawan agar dapat

bekerja dengan penuh semangat dan berdedikasi tinggi.

Anda mungkin juga menyukai