Anda di halaman 1dari 71

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PEREMPUAN

YANG BEKERJA DI UNIVERSITAS TARUMANAGARA


MENGENAI PERANAN ASI EKSKLUSIF DALAM
MENINGKATKAN IMUNITAS TERHADAP KEJADIAN
DIARE

SKRIPSI

Disusun oleh

HARIO SURYA SUSILO

405140194

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA

2019
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PEREMPUAN
YANG BEKERJA DI UNIVERSITAS TARUMANAGARA
MENGENAI PERANAN ASI EKSKLUSIF DALAM
MENINGKATKAN IMUNITAS TERHADAP KEJADIAN
DIARE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana


Kedokteran (S.Ked) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara Jakarta

HARIO SURYA SUSILO

405140194

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA

2019

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya, Hario Surya Susilo, NIM: 405140194

Dengan ini menyatakan, menjamin bahwa proposal skripsi yang diserahkan


kepada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, berjudul
Gambaran Tingkat Pengetahuan Perempuan Yang Bekerja Di Universitas
Tarumanagara Mengenai Peranan ASI Eksklusif Dalam Meningkatkan Imunitas
Terhadap Kejadian Diare
merupakan hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar dan tidak melanggar ketentuan plagiarisme dan
otoplagiarisme.
Saya menyatakan memahami adanya larangan plagiarisme dan otoplagiarisme dan
dapat menerima segala konsekuensi jika melakukan pelanggaran menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang berlaku di
lingkungan Universitas Tarumanagara.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak
manapun

Jakarta, 17 juni 2019

(Hario Surya Susilo)

NIM: 405140194

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Hario Surya Susilo

NIM : 405140194

Program Studi : S1 Kedokteran

Judul Skripsi : Gambaran Tingkat Pengetahuan Perempuan Yang Bekerja Di


Universitas Tarumanagara Mengenai Peranan ASI Eksklusif Dalam
Meningkatkan Imunitas Terhadap Kejadian Diare

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada Program Studi Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing : dr. Sari Mariyati Dewi M.biomed ( ............................ )

Ketua Sidang : ( ............................ )

Penguji 1 : ( ............................ )

Penguji 2 : dr. Sari Mariyati Dewi M.biomed ( ............................ )

Mengetahui,
Dekan : Dr. dr. Meilani Kumala, MS, Sp.GK (K) ( ............................ )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 17 Juni 2019

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik. Skripsi ini merupakan prasyarat agar dapat dinyatakan lulus sebagai
Sarjana Kedokteran. Selama proses pendidikan mulai dari awal hingga akhir,
banyak sekali pengalaman yang didapatkan oleh penulis untuk berkarir sebagai
dokter di kemudian hari.

Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mengalami keterbatasan


dalam mengerjakan penelitian. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah mendukung keberhasilan penyusunan skripsi
ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. dr. Sari Mariyati Dewi M.biomed selaku pembimbing, yang telah memberi
bimbingan, dukungan, bantuan dan juga waktu disela-sela kegiatan dan
kesibukan yang padat.
2. Kedua orang tua yang tercinta dan keluarga, yang selalu memberi
dukungan, motivasi dan juga doa setiap harinya.
3. Dr. dr. Meilani Kumala, MS, Sp.GK(K) sebagai dekan yang telah
memberi ijin bagi peneliti untuk mengadakan penelitian.
4. Ari Riski dan Raditya Yoga sebagai teman sebimbingan dan teman diskusi
penyelesaian skripsi.
5. Syarurrozi, Aldi, Egi, Dzuhrial yang selalu memberikan nasihat dan
motivasi agar selesainya penelitian ini
6. Teman teman FK Untar angkatan 2014 dan senior yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu karena telah membantu proses mengerjakan skripsi
ini.
7. Dosen-dosen serta staff Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

v
Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Jakarta, 17 Juni 2019

Hario Surya Susilo

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Hario Surya Susilo
NIM : 405140194
Program Studi : S1 Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memublikasikan karya
ilmiah saya yang berjudul: Gambaran Tingkat Pengetahuan Perempuan Yang
Bekerja Di Universitas Tarumanagara Mengenai Peranan ASI Eksklusif Dalam
Meningkatkan Imunitas Terhadap Kejadian Diare
serta mencantumkan nama Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 17 Juni 2019

Yang menyatakan,

(Hario Surya Susilo)

NIM: 405140206

vii
ABSTRACT

Diarrhea is a condition that is quite common and is the main cause of death in
children. One of the factors that can provide protection against diarrhea is by
giving breast milk (ASI). However, exclusive breastfeeding is still quite low and
far from the national target. The low percentage of exclusive breastfeeding is
influenced by several factors such as work, mother's belief in breast milk
production, mother's motivation in giving breast milk and support from the family.
The level of maternal knowledge about the role of breast milk in the immune
system or digestive immunity of the baby is also the most important thing in the
success of breastfeeding. This study aims to assess maternal knowledge about the
role of ASI in infant immunity to prevent diarrhea. This research is a descriptive
study conducted on mothers who had given birth and worked at Tarumanagara
University, Jakarta in 2019. Assessment of mother's knowledge was carried out
using a questionnaire. The total respondents in this study were 88 people. Most of
them were 32 (36.4%) people aged and also with high school or vocational
education, 43 people (58.9%). Most of the respondents in this study knew about
exclusive breastfeeding (50 people, 56.8%), but did not know about the effects of
exclusive breastfeeding on immunity (69 people, 78.4%) and also on diarrhea (68
people, 77.3% ) The conclusion of this study is the mother's knowledge about the
effects of exclusive breastfeeding on immunity and the occurrence of diarrhea is
still low.

Keywords: exclusive breastfeeding, dhiarrea, mother knowledge

viii
ABSTRAK

Diare adalah salah satu kondisi yang cukup sering terjadi dan merupakan
penyebab utama kematian pada anak. Salah satu faktor yang dapat memberikan
perlindungan terhadap diare adalah dengan pemberian air susu ibu (ASI). Namun
pemberian ASI eksklusif masih cukup rendah dan jauh dari target nasional.
Rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pekerjaan, keyakinan ibu terhadap produksi ASI, motivasi ibu
dalam memberikan ASI dan dukungan dari keluarga. Tingkat pengetahuan ibu
mengenai peranan ASI terhadap daya tahan tubuh atau imunitas pencernaan bayi
juga menjadi hal yang paling penting dalam suksesnya pemberian ASI. Penelitian
ini bertujuan untuk menilai pengetahuan perempuan mengenai peranan ASI
terhadap imunitas bayi untuk mencegah terjadinya diare. Penelitian ini merupakan
studi deskriptif yang dilakukan pada perempuan yang bekerja di Univesitas
Tarumanagara, Jakarta pada tahun 2019. Penilaian pengetahuan ibu dilakukan
menggunakan kuesioner. Total responden pada penelitian ini sejumlah 88 orang.
Sebagian besar yaitu 32 (36,4%) orang berusia dan juga berpendidikan SMA atau
SMK yaitu 43 orang (58,9%). Sebagian besar responden pada penelitian ini tahu
mengenai ASI eksklusif (50 orang, 56,8%), namun tidak mengetahui mengenai
efek ASI eksklusif terhadap imunitas (69 orang, 78,4%) dan juga terhadap diare
(68 orang, 77,3%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengetahuan ibu
mengenai peranan ASI eksklusif terhadap imunitas dan terjadinya diare masih
rendah.

Kata-kata kunci: ASI eksklusif, Diare, Pengetahuan, Ibu.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.2.1 Pernyataan Masalah ........................................................................ 2

1.2.2 Pertanyaan Masalah ........................................................................ 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3


1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 3

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3


1.4.1 Untuk Akademis ............................................................................ 3

1.4.2 Untuk Populasi Penelitian .............................................................. 3

1.4.3 Untuk Peneliti .......................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5


2.1 Definisi dan Klasifikasi Diare ................................................................ 5
2.1.1 Definisi Diare ........................................................................................... 5

x
2.1.2 Klasifikasi Diare ...................................................................................... 5

2.1.2.1 Klasifikasi diare berdasarkan waktu ..................................................... 5

2.1.2.2 Klasfikasi diare berdasarkan volume feses ........................................... 5

2.1.2.3 Klasifikasi diare berdasarkan patofisiologi ........................................... 5

2.1.2.3.1 Diare Sekretorik ................................................................................. 5

2.1.2.3.2 Diare Osmotik .................................................................................... 5

2.1.2.4 Klasfikasi diare berdasarkan etiologi .................................................... 5

2.1.2.4.1 Infeksi ................................................................................................ 5

2.1.2.4.2 Non-infeksi ........................................................................................ 5

2.2 Penyebab Diare Paling Sering Pada Bayi ................................................ 10


2.2.1 Rotavirus .................................................................................................. 10

2.2.2 Norovirus ................................................................................................. 10

2.2.3 Escherichia coli ....................................................................................... 10

2.2.4 Adenovirus ............................................................................................... 10

2.2.5 Intoleransi Laktosa ................................................................................... 10

2.2.6 Alergi Susu Sapi ...................................................................................... 10

2.3 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif .................................................................. 14


2.3.1 Kandungan ASI........................................................................................ 10

2.3.1.1 Kolostrum ............................................................................................. 10

2.3.1.2 ASI Matur ............................................................................................. 10

2.3.1.3 Faktor Imunitas ..................................................................................... 10

2.4 Immunoglobulin Dalam ASI ................................................................... 16


2.5 Kerangka Teori ........................................................................................ 16
2.5 Kerangka Konsep ..................................................................................... 17

3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 18

xi
3.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 18
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 18
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian............................................................... 18
3.4 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................... 19
3.5 Perkiraan Besar Sampel........................................................................... 19
3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................... 20
3.7 Cara Kerja Penelitian............................................................................... 21
3.8 Variabel Penelitian .................................................................................. 21
3.9 Definisi Operasional ................................................................................ 22
3.10 Analisis Data ............................................................................................ 23

3.11 Alur Penelitian ......................................................................................... 23

4. HASIL PENELITIAN ............................................................................... 31

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian.................................................................. 31

4.2 Hasil Penelitian .......................................................................................... 32

5 PEMBAHASAN ........................................................................................... 33

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian.................................................................. 33

5.2 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 35

6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 36

6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 36

6.2 Saran .......................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 40

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Menguntungkan ASI 13

Tabel 2.2 Kontraindikasi Menyusui karena Kondisi Kesehatan 14


Maternal....................................................................................

Tabel 2.3 Berat dan komposisi ASI dari hari 1 sampai 28....................... 15

Tabel 2.4 Kadar Immunoglobin pada ASI selama laktasi....................... 18

Tabel 2.5 Tahapan Perkembangan Mammae............................................... 21

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan 31


Pendidikan..............................................................................

Tabel 4.2 Pengetahuan Responden Mengenai ASI Ekslusif Berdasarkan Usia dan 32
Pendidikan.......................

Tabel 4.3 Pengetahuan Responden Mengenai ASI Ekslusif Serta Peranannya 32


Terhadap Imunitas dan Diare.......................

Tabel 2.1 Kandungan Menguntungkan ASI 13

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Mekanisme Osmotik dan Sekretorik Diare Virus. Panah 6
Mengindikasiikan Pergerakan Air dan Volumenya. Pada Diare Osmotik
Air Ditarik Menuju Lumen Susu Melalui Gaya Osmotik oleh Nutrien
yang Tidak Terserap. Pada Diare Sekretorik, Ion Secara Aktif Dipompa
ke Lumen Usus dan Secara Pasif Diikuti oleh
Air…………………………………………………………………..

Gambar 2.2 Struktur Rotavirus. A. Gambaran Mikroskop Elektron. B. Gambaran 9


Skematik………………………………………………………………….

Gambar 2.3 Tumpang Tindih antara Klinis Alergi Susu Sapi dan Intoleransi 12
Laktosa...........................................................................................

Gambar 2.4 Struktur sIgA.................................................................................. 18

Gambar 2.5 Perbandingan tingkat rata-rata IgG, IgA, dan IgM dalam kolostrum dan 19
ASI pada interval yang berbeda setelah timbulnya laktasi pada ibu yang
menyusui………………………………………………………………….

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengumpulan data……………………………. 37

Lampiran 2. Kuisioner………………………………………………... 38

Lampiran 3. Riwayat Hidup…………………………………………. 41

xv
DAFTAR SINGKATAN

ASI Air Susu Ibu

CMV Citomegalovirus

EGF Epidermal Growth Factor

ETEC Enterotoxigenic E.coli

GH Growth Factor

IgA Immunoglobulin A

IgM Immunoglobulin M

IgG Immunoglobulin G

KLB Kejadian Luar Biasa

LNP Laktase Non Persistence

NSP4 Non-Struktural Protein 4

PRL Prolactin

RDA Recommended Dietary Allowance

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diare adalah penyebab kematian kedua tertinggi pada anak dibawah usia lima
tahun.1 World Health Organization (WHO) menyatakan diare merupakan
penyebab sekitar 525.000 kematian dari 1.7 juta anak setiap tahunnya. Di
perkirakan insidensi diare secara keseluruhan relatif stabil dalam dua dekade
terakhir dengan lebih dari 50% kasus diare terjadi di Asia Tenggara dan Afrika.2
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018 mendapatkan bahwa
prevalensi diare pada anak dibawah lima tahun di Indonesia mencapai 12,3%.3
Angka kejadian diare ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013
(18,5%).4 Diare masih merupakan masalah kesehatan yang perlu perhatian
khusus. Selain kematian dan memungkinkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB).
Diare pada balita juga dapat menyebabkan dampak yang buruk pada tumbuh
kembang balita, seperti gizi buruk, stunting dan sebagainya.

Kejadian diare dapat dicegah dengan menjaga kebersihan dan


meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada saluran pencernaan.5 Salah satu cara
memberikan perlindungan terhadap diare adalah dengan pemberian air susu ibu
(ASI) khususnya pemberian ASI eksklusif.6 Pemberian ASI eksklusif dan
diperpanjang dapat meningkatkan status imunologis bayi, sehingga menurunan
kejadian infeksi gastrointestinal seperti diare.6 Selain memiliki kandungan nutrisi,
ASI juga memiliki komponen bioaktif seperti IgA, IgM sekretorik, laktoferin,
lisozim, komplemen, oligosakarida, musin serta faktor pertumbuhan (EGF dan
TGF). Komponen bioaktif tersebut penting dalam fungsi imunitas, maturasi
saluran cerna, serta modulasi flora normal saluran cerna. Fungsi-fungsi tersebut
menjelaskan mengapa ASI ekslusif penting untuk mencegah dan mengurangi
kejadian diare pada balita.6,7

Pada tahun 2018 RISKESDAS mendapatkan proporsi pola pemberian ASI


eksklusif di Indonesia mencapai 37,3%.3 Proporsi ini sedikit lebih rendah dari

1
proporsi tahun 2013 (38%).4 Proporsi pemberian ASI eksklusif di Jakarta pada
tahun 2018 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan persentase nasional yaitu
40,3%, namun angka ini masih lebih rendah dari target nasional, yaitu 47%.8
Rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pekerjaan, keyakinan ibu terhadap produksi ASI, motivasi ibu
dalam memberikan ASI dan dukungan dari keluarga.9,10 Tingkat pengetahuan ibu,
mengenai peranan ASI terhadap daya tahan tubuh atau imunitas pencernaan bayi
juga menjadi hal yang paling penting dalam suksesnya pemberian ASI. Beberapa
penelitian seperti yang telah dilakukan oleh Lestari dkk, Widiyanto dkk,
Ekambaram dkk, dan Khalili dkk menunjukkan hasil yang mendukung
signifikansi dari pengetahuan ibu mengenai peranan ASI dalam praktek
pemberian ASI eksklusif.11-14 Namun, hasil temuan beberapa penelitian seperti
yang telah dilakukan oleh Lestari dkk, Widiyanto dkk menunjukkan bahwa hanya
sedikit ibu yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai peranan ASI.11,12

Di Indonesia terdapat setidaknya 118 juta penduduk berjenis kelamin


perempuan dan 70 juta penduduk diantaranya adalah wanita usia subur.
Sementara di DKI Jakarta terdapat 3 juta (28,8%) wanita usia subur dari total
penduduk yang berkisar 10,4 juta.15,16 Universitas Tarumanagara (UNTAR)
merupakan salah satu institusi besar di Jakarta yang memiliki cukup banyak
karyawan perempuan yang juga merupakan ibu atau calon ibu. Pentingnya
pengetahuan perempuan sebagai ibu atau calon ibu mengenai peranan ASI
khususnya ASI eksklusif ditambah dengan belum banyaknya data mengenai
pengetahuan tersebut, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
gambaran tingkat pengetahuan perempuan yang bekerja di Universitas
Tarumanagara mengenai peranan ASI eksklusif dalam meningkatkan imunitas
bayi terhadap kejadian diare.

1.1 Rumusan Masalah


1.1.1 Pernyataan Masalah
Pentingnya pengetahuan perempuan mengenai peranan ASI khususnya
ASI eksklusif terhadap imunitas bayi untuk mencegah terjadinya diare dan belum

2
banyaknya data mengenai tingkat pengetahuan tersebut salah satunya di
Universitas Tarumanagara.

1.1.2 Pertanyaan Masalah


 Berapakah jumlah perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara
yang mengetahui mengenai ASI khususnya ASI eksklusif?
 Berapakah jumlah perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara
yang mengetahui peranan ASI terhadap imunitas bayi?
 Berapakah jumlah perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara
yang mengetahui peranan ASI dalam mengurangi kejadian diare pada
bayi?

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perempuan yang bekerja
UNTAR mengenai pemberian ASI eksklusif dan efeknya dalam meningkatkan
imunitas bayi terhadap kejadian diare.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya jumlah perempuan yang bekerja di Universitas
Tarumanagara yang mengetahui mengenai pemberian ASI khususnya
ASI eksklusif
2. Diketahuinya jumlah perempuan yang bekerja di Universitas
Tarumanagara mengenai peranan ASI terhadap imunitas bayi
3. Diketahuinya jumlah perempuan yang bekerja di Universitas
Tarumanagara yang mengetahui peranan ASI dalam mengurangi
kejadian diare pada bayi.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Untuk Akademis
 Hasil penelitian ini dapat menjadi data bagi penelitian dan
pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat khususnya dikalangan

3
Universitas Tarumanagara mengenai peranan ASI eksklusif bagi
imunitas bayi.
1.3.2 Untuk Populasi Penelitian
 Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran tingkat
pengetahuan bagi semua perempuan, baik ibu atau calon ibu, yang
bekerja di Universitas Tarumanagara mengenai peranan ASI eksklusif
untuk mencegah terjadinya diare pada bayi.
1.3.3 Untuk Peneliti
 Memperoleh data mengenai pengetahuan perempuan mengenai
peranan ASI khususnya ASI eksklusif terhadap kejadian diare pada
bayi sebagai bekal untuk mengabdikan ilmu dimasa yang akan datang

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Diare


2.1.1. Definisi Diare
Diare adalah sebuah gejala, bukan penyakit, sehingga diare dapat terjadi
pada banyak kondisi.17 Terdapat beberapa definisi dari diare, salah satunya
mendefinisikan diare sebagai peningkatan frekuensi buang air besar, dengan feses
lunak berair. Definisi yang lebih terukur dari diare adalah volume feses harian
berlebih (>10 ml/kg/hari), frekuensi lebih dari tiga kali sehari, dan konsistensi
feses menjadi cair dengan atau tanpa lendir atau darah.18,19

2.1.2 Klasifikasi Diare


Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu (akut dan kronik), volume
(besar dan kecil), patofisiologi yang mendasari (sekretorik, osmotik), karakteristik
dari feses (berair atau berlemak), dan penyebab (infeksi dan non-infeksi).17
Penting untuk diperhatikan bahwa pembagian diare menjadi subkategori tersebut
sifatnya artifisial dan dirancang hanya untuk mempermudah pemahaman. Pada
tingkat subseluler di usus, berbagai faktor dapat memiliki peran bersamaan dalam
menyebabkan diare.20

2.1.2.1 Klasifikasi diare berdasarkan waktu


Diare akut didefinisikan sebagai diare yang berlangsung < 14 hari,
sementara diare yang berlangsung > 14 hari disebut sebagai diare kronik atau
persisten.19 Istilah diare persisten biasanya digunakan untuk diare yang awalnya
merupakan diare akut terkait dengan penyebab infeksi yang bertahan lebih dari 14
hari. Sementara, istilah diare kronis digunakan untuk diare > 14 hari yang terkait
dengan penyebab noninfeksi seperti sindroma malabsorpsi, penyakit inflamatorik,
atau penyakit organik lainnya yang mendasari. Beberapa sumber yang lain
mengambil ambang > 4 minggu (28 hari) untuk mendefinisikan diare kronik.17,21

2.1.2.2 Klasfikasi diare berdasarkan volume feses


Membedakan penyebab diare berdasarkan volume untuk tiap potongan
feses (bukan berdasarkan total volume feses) didasarkan pada fungsi normal kolon

5
rektosigmoid sebagai reservoir penyimpanan. Ketika kapasitas reservoir diganggu
oleh kelainan motilitas atau inflamatorik yang melibatkan kolon sinistra maka
peningkatan pergerakan yang sering pada volume yang kecil akan terjadi.
Peningkatan pergerakan tersebut kemudian mengakibatkan defekasi yang sering
dengan ukuran masing-masing feses yang kecil. Jika sumber dari diare berasal
dari kolon dekstra atau usus kecil dan jika fungsi penyimpanan rektosigmoid tidak
terganggu, maka tidak terjadi peningkatan pergerakan usus. Hal ini menunjukkan,
feses yang kecil, nyeri, dan sering akan mengarah pada patologi kolon distal.
Sementara feses dengan volume besar, tidak nyeri akan mengarah pada patologi
kolon proksimal atau usus halus. Meskipun pasien memiliki kesulitan dalam
menentukan jumlah volume feses secara akurat, perbedaan volume feses dapat
menuntun pada pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.17

2.1.2.3 Klasifikasi diare berdasarkan patofisiologi


2.1.2.3.1 Diare Sekretorik.
Diare sekretori terjadi ketika sistem transpor dari zat terlarut oleh sel epitel
usus dalam keadaan sekresi aktif. Ini sering disebabkan oleh secretagogue
(seperti toksin Kolera), yang berikatan dengan reseptor pada permukaan
epitel usus. Proses ini merangsang akumulasi intraseluler dari siklik
adenosin monofosfat (cAMP) atau siklik guanosin monofosfat (cGMP).
Stimulasi ini mengakibatkan sel kripta secara aktif mensekresikan Cl-
beserta air ke dalam lumen usus sehingga volume cairan berlebih.
Beberapa asam lemak intraluminal dan garam empedu menyebabkan
mukosa kolon mengalami sekresi melalui mekanisme ini. Diare yang tidak
terkait dengan secretagogue eksogen juga dapat memiliki komponen
sekretori (misalnya penyakit inklusi microvillus bawaan). Diare sekretorik
biasanya memiliki volume yang besar dan berlanjut bahkan saat tidak ada
asupan. Osmolalitas tinja didominasi oleh elektrolit dan ion gap 100
mOsm/kg atau kurang. Ion gap dihitung dengan mengurangi konsentrasi
elektrolit dari total osmolalitas:22

Ion gap = omolalitas tinja – [(Na tinja + K tinja) – 2]22

6
2.1.2.3.2 Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi setelah konsumsi zat terlarut yang kurang diserap.
Zat terlarut dapat berupa zat yang biasanya tidak terserap dengan baik atau
zat yang tidak terserap dengan baik karena gangguan usus kecil. Zat yang
tidak terserap dengan baik seperti magnesium, fosfat, lakutulosa atau
sorbitol, sedangkan zat yang tidak terserap dengan baik seperti laktosa
pada defisiensi laktase atau glukosa pada diare yang disebabkan Rotavirus.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan osmotik di
lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen. Bentuk diare ini
biasanya volume lebih rendah daripada diare sekretori dan berhenti dengan
puasa. Osmolalitas tinja tidak akan dijelaskan oleh konten elektrolit,
karena ada komponen osmotik lain sehingga celah anion> 100 mOsm.23

Gambar 2.1. Diagram Mekanisme Osmotik dan Sekretorik Diare Virus. Panah
Mengindikasiikan Pergerakan Air dan Volumenya. Pada Diare Osmotik Air Ditarik Menuju
Lumen Susu Melalui Gaya Osmotik oleh Nutrien yang Tidak Terserap. Pada Diare
Sekretorik, Ion Secara Aktif Dipompa ke Lumen Usus dan Secara Pasif Diikuti oleh Air 23

2.1.2.4 Klasfikasi diare berdasarkan etiologi infeksi dan non-infeksi


2.1.2.4.1 Infeksi
Infeksi bertanggung jawab atas sebagian besar episode diare di
seluruh dunia. Gastroenteritis akibat infeksi didapat melalui rute fecal-oral
dari air atau makanan yang terkontaminasi. Sebagian besar infeksi ini
disebabkan oleh kondisi higienis yang buruk. Organisme yang
menyebabkan infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, maupun parasit.

7
Di negara-negara maju, penyebab paling umum diare berair pada bayi dan
balita adalah Rotavirus, diikuti oleh Norovirus (Calicivirus dan virus
mirip-Norwalk), Adenovirus, dan Astrovirus. Meskipun virus, terutama
Rotavirus, masih menjadi penyebab utama diare di negara berkembang, E.
coli, Salmonella, dan Shigella juga sering terjadi. Diare dikatakan sebagai
disentri jika darah dan lendir mengalir bersama dengan tinja yang cair atau
setengah terbentuk. Penyebab yang umum dari disentri termasuk infeksi
oleh bakteri seperti Salmonella dan parasit seperti Entameba histolytica.21
Diare juga dapat disebabkan oleh racun yang terdapat makanan, baik racun
yang sudah terbentuk sebelumnya atau dilepaskan oleh mikroba di dalam
usus. Contoh klasiknya adalah Kolera, Salmonella, dan enterotoksigenik
E. coli. Diare biasanya berlangsung sampai mikroorganisme infektif
berhenti mengeluarkan toksin atau seluruh toksin yang sudah terbentuk
sebelumnya terikat pada enterosit atau diekskresikan dalam feses. Menelan
racun yang terbentuk sebelumnya adalah penyebab utama wabah diare
terkait makanan, biasanya timbul dari satu sumber seperti peternakan atau
pabrik pengolahan daging. Traveler diarrhea atau diare pelancong adalah
kondisi diare yang umum dialami oleh pelancong dari daerah maju di
dunia yang mengunjungi lingkungan atau negara yang kurang higienis.
Penyebab paling umum dari diare pelancong adalah strain E. coli, tetapi
dapat juga disebabkan oleh patogen umum lainnya seperti Rotavirus,
Salmonella, dan Shigella. Biasanya diare ini bersifat self-limited tetapi
masih perlu memperhatikan hidrasinya, terutama dalam kondisi panas dan
lembab.21

2.1.2.4.2 Noninfeksi
Diare yang tidak terjadi akibat infeksi umumnya kronis. Penyebab
noninfeksi dari diare meliputi sindroma malabsorpsi, penyakit
inflamatorik, kelainan kongenital, penggunaan obat/zat tertentu, dan
kondisi neurohormonal.21
1. Sindroma malabsorpsi
Sindroma malabsorpsi yang terkait dengan diare biasanya melibatkan
malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat adalah

8
salah satu yang paling sering ditemui. Malabsorpsi laktosa atau yang
lebih sering dikenal sebagai intoleransi laktosa pada anak-anak yang
lebih muda biasanya merupakan kondisi sementara. Kondisi ini terjadi
akibat kurangnya aktivitas laktase akibat cedera mukosa usus setelah
mengalami infeksi gastrointestinal. Gula yang tidak terserap mencapai
usus besar sehingga ia difermentasi oleh bakteri luminal dan
menghasilkan SCFA serta beberapa jenis gas. Hal ini menyebabkan
diare osmotik dan gas yang berlebihan serta kram perut. Diare
malabsorpsi karbohidrat pada balita juga dapat terjadi karena asupan
fruktosa/sorbitol yang berlebihan dalam bentuk jus buah. Malabsorpsi
lemak dapat dilihat pada kondisi cholestatic (misalnya atresia bilier).
Tidak adanya cairan empedu menyebabkan gangguan pada
emulsifikasi lemak yang mengakibatkan berkurangnya absorbsi lemak
dalam usus. Insufisiensi pankreas eksokrin (misalnya akibat cystic
fibrosis) mengakibatkan defisiensi enzim lipase yang penting untuk
pemecahan dan absorpsi lemak dalam usus.21
2. Penyakit inflamatorik
Kondisi peradangan usus yang paling terkenal adalah penyakit Crohn
dan kolitis ulseratif. Gangguan usus inflamasi berhubungan dengan
kondisi imunologis seperti hepatitis autoimun dan kolangitis sklerosis
primer, penyakit penyimpanan glikogen tipe 1b, dan sindrom Wiskott-
Aldrich. Pada diare inflamasi, tinja umumnya kecil volumenya tetapi
bisa disertai darah, lendir, dan kram perut. Selain itu, frekuensi buang
air besar meningkat karena peradangan usus/kolon dan iritasi dubur.
Kondisi seperti irritable bowel syndrome juga dapat mengakibatkan
campuran dari peningkatan sekresi, penurunan absorpsi, dan
peningkatan motilitas usus sehingga terjadi diare.21
3. Kelainan kongenital
Beberapa kondisi seperti kelainan struktur dan fungsi usus kongenital
dapat menyebabkan diare kronis. Kelainan struktur mukosa usus
seperti atrofi vili (tufting enteropathy) dan kerusakan brush border
dari epitel mukosa usus (misalnya microvillous inclusion disease).

9
Kelainan protein exchanger ion (misalnya congenital sodium diarrhea
dan congenital chloride diarrhea), defisiensi enzim penting untuk
absorpsi (misalnya defisiensi laktase kongenital).21
4. Penggunaan obat/zat
Beberapa obat-obatan diketahui dapat mempengaruhi sekresi maupun
motilitas usus yang menginduksi diare. Salah satu obat yang paling
sering mengakibatkan diare adalah antibiotik. Eritromisin dapat
mempengaruhi reseptor motilin di saluran pencernaan dan
menyebabkan diare. Antibiotik lain yang termasuk dalam spektrum
luas dapat menyebabkan diare dengan mengubah mikrobiota usus.
Obat pencahar seperti laktulosa juga menyebabkan diare dengan cara
yang tergantung pada dosis. Pemberian magnesium oral juga dapat
menyebabkan diare.21
5. Neurohormonal
Jumlah neurohormon yang bersirkulasi dalam darah secara berlebihan
dapat menyebabkan diare dengan meningkatkan komponen sekretori
enterosit atau dengan meningkatkan motilitas usus. Contohnya adalah
diare yang terkait dengan hipertiroid dan overstimulasi otonom yang
terjadi saat menghadapi stress seperti saat ujian.21

2.2 Penyebab Diare Paling Sering Pada Bayi


Diare selama masa bayi relatif sering terjadi, umumnya ringan, dan
seringkali bersifat self-limited.24 Sebagian besar diare yang terjadi pada bayi
adalah diare akut, yang diakibatkan oleh etiologi infeksi. Patogen yang paling
sering menyebabkan diare pada bayi adalah Rotavirus. Disusul oleh norovirus,
Escherichia coli, Adenovirus, Salmonella non-tifoid, dan Shigella spp.25 Hal ini
mungkin dapat dijelaskan oleh tingginya pemberian makanan buatan pada
mayoritas bayi yang dirawat di rumah sakit untuk diare akut.26 Ketika diare
menjadi kronis umumnya terkait dengan alergi, infeksi, atau kondisi seperti celiac
disease dan enteropati lainnya.27
2.2.1 Rotavirus
Rotavirus adalah virus RNA double strand, tak berenvelop, berbentuk
seperti roda dengan struktur ikosahedral tiga lapis (gambar 2.1). Rotavirus berada

10
dalam keluarga Reoviridae dan diklasifikasikan berdasarkan serogrup (A, B, C, D,
E, F, dan G) dan subkelompok (I atau II). Infeksi dilaporkan pada serogroup A-C,
sementara serogrup tidak menginfeksi manusia.21,27

Gambar 2.2. Struktur Rotavirus. A. Gambaran Mikroskop Elektron. B. Gambaran


Skematik 27

Rotavirus secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel vili


ujung di usus kecil. Infeksi enterosit bervili menyebabkan lisis sel, mengganggu
penyerapan nutrisi, sehingga nutrien yang tidak terserap dalam usus menarik air
ke lumen usus melalui mekanisme osmotik. Penghancuran sel-sel ujung vili ini
kemudian menginduksi proliferasi kompensasi sel kripta. Sel kripta adalah sel
enterosit tidak berdiferensiasi yang tidak memiliki enzim hidrolitik brush-border.
Sel kripta merupakan sekretor air dan elektrolit. Infeksi Rotavirus pada sel kripta
yang mengakibatkan mekanisme sekresi dari diare. Ketidakseimbangan antara
absopsi sel vili dan sekresi sel kripta inilah yang mengakibatkan diare dan sekresi
ion. Dengan demikian, aksi sitopatik oleh Rotavirus menghasilkan diare osmotik
dan sekresi.28 Diketahui pula bahwa protein nonstruktural Rotavirus (NSP4)
berfungsi sebagai enterotoksin.29

Infeksi Rotavirus biasanya dimulai setelah masa inkubasi <48 jam


(kisaran: 1-7 hari) dengan demam ringan hingga sedang serta muntah, diikuti oleh
timbulnya feses yang sering dan berair. Ketiga gejala ini ditemukan pada sekitar

11
50-60% kasus. Muntah dan demam biasanya mereda selama hari kedua penyakit,
tetapi diare sering berlanjut selama 5-7 hari. Feses yang dihasilkan biasanya tanpa
darah atau leukosit. Dehidrasi dapat berkembang dengan cepat, terutama pada
bayi. Penyakit paling parah biasanya terjadi pada anak-anak usia 4-36 bulan.
Anak dengan malnutrisi dan anak dengan penyakit usus sebelumnya, seperti
sindrom usus pendek, sangat mungkin mengalami diare Rotavirus yang berat.
Meskipun sebagian besar neonatus yang terinfeksi Rotavirus asimtomatik,
beberapa wabah enterokolitis nekrotikans telah dikaitkan dengan munculnya jenis
Rotavirus baru.29

2.2.2 Norovirus
Norovirus atau yang sering dikenal sebagai Norwalk virus adalah virus
RNA single strand positive, tak berenvelop, berbentuk bulat kecil. Norovirus
berada dalam keluarga Calciviridae. Virus Norwalk memiliki masa inkubasi
singkat (12 jam). Muntah dan mual cenderung mendominasi dan durasinya
singkat. Gejala biasanya 1-3 hari. Norovirus adalah penyebab utama
gastroenteritis akut epidemi, terutama di sekolah, kamp, pangkalan militer,
penjara, dan lingkungan tertutup lainnya seperti kapal pesiar. Gambaran klinis dan
epidemiologis virus Norwalk sering sangat mirip dengan yang disebut keracunan
makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus.29

2.2.3 Escherichia coli


Escherichia coli adalah bakteri basil gram negatif, anaerob fakultatif,
dengan fimbrae atau pili, dan dapat bersifat motil maupun non-motil tergantung
dari jenis strainnya. Escherichia coli adalah anggota keluarga Enterobacteriaceae.
Enam kelompok utama E. coli diarrheagenic adalah enterotoxigenic E. coli
(ETEC); enteroinvasive E. coli (EIEC); enteropathogenic E. coli (EPEC); Shiga
toxin–producing E. coli (STEC), E. coli enterohemorrhagic (EHEC) atau
verotoxin producing E. coli (VTEC); enteroaggregative E. coli (EAEC atau
EggEC); dan diffusely adherent E. coli (DAEC).21,30

2.2.4 Adenovirus
Adenovirus adalah virus DNA double-stranded, tak berenvelop, dengan
protein kapsid ikosahedral. Terdapat lebih dari 50 serotipe yang dikelompokkan

12
menjadi 8 spesies, hanya serotipe 40 dan 41 yang menyebabkan gastroenteritis.
Adenovirus enterik adalah penyebab umum gastroenteritis pada bayi dan anak.
Enteritis adenovirus cenderung menyebabkan diare dengan durasi lebih lama,
seringkali 10-14 hari.21

2.2.5 Intoleransi Laktosa


Intoleransi laktosa adalah reaksi gastrointestinal yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mencerna dan menyerap laktosa dalam asupan makanan.
Ketidakmampuan ini terjadi karena gangguan pada enzim laktase, yang berperan
dalam hidrolisis laktosa menjadi D-glukosa dan D-galaktosa sebelum dapat
diserap. Sekitar 70% populasi dunia menderita intoleransi laktosa karena
penurunan bertahap ekspresi laktase yang diprogram secara genetik setelah
disapih, yang disebut laktase non-persistence (LNP). Sementara populasi yang
masih memiliki kemampuan mencerna laktosa diluar masa bayi disebut laktase
persisten. Intoleransi laktosa muncul dengan gejala gastrointestinal ringan sampai
sedang, termasuk sakit perut, perut kembung dan diare. Anak-anak di bawah 5
tahun umumnya dapat mentoleransi laktosa karena intoleransi laktosa primer
jarang bermanifestasi secara klinis pada kelompok usia ini. Pada bayi intoleransi
laktosa umumnya merupakan malabsorpsi laktosa transien setelah
gastroenteritis.31

2.2.6 Alergi Susu Sapi


Alergi susu sapi adalah reaksi merugikan terhadap protein susu sapi yang
disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme hipersensitivitas imunologis dan tidak
hanya terbatas oleh IgE. Terdapat dua tipe manifestasi utama dari alergi susu sapi.
Tipe pertama ditandai onset segera dari menangis tiba-tiba seolah-olah kesakitan;
pembengkakan pada bibir, lidah, dan tenggorokan; stridor; dan bahkan urtikaria
umum serta mengi yang berlangsung hingga satu jam. Reaksi tipe pertama
dimediasi oleh IgE dan sering disebut sebagai reaksi anafilaktoid akut, terhadap α-
lactalbumin, β-lactoglobulin, dan casein. Tipe kedua ditandai oleh muntah, diare,
atau kolik. Tipe kedua ini tidak terkait dengan antibodi IgE spesifik protein susu
sapi dan biasanya mereda seiring waktu. Terdapat beberapa kondisi klinis yang
tumpang tindih antara alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa (gambar 2.3).31

13
Gambar 2.3. Tumpang Tindih antara Klinis Alergi Susu Sapi dan Intoleransi Laktosa 31

2.3 Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif


American Academy of Pediatrics (AAP) dan World Health Organization
(WHO) telah mendeklarasikan menyusui dan pemberian ASI sebagai standar baku
untuk pemberian makan dan nutrisi bayi. Menyusui memiliki keunggulan medis
(Tabel 2.1 dan 2.2) seperti melindungi terhadap beberapa infeksi, meningkatkan
pertumbuhan dan pematangan usus. ASI memiliki beberapa Kandungan yang
dapat meningkatkan kesehatan bayi. IgA sekretorik yang dimilik ASI, memiliki
fungsi diantaranya dapat mencegah perlekatan kuman patogen pada dinding
mukosa usus halus, dan menghambat proliferasi patogen di dalam usus.
laktroferin yang dapat dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat zat besi dan memiliki efek anti mikroba. K-casein sebagai antiadhesive
dan dapat meningkatkan kolonisasi bakteri (flora normal). Oligosakarida yang
dapat menghambat perlekatan mikroba. Sitokin sebagai anti inflamatorik. nerve
growth factor dalam ASI menstimulasi perkembangan saraf anak. Terdapat
beberapa kontraindikasi pemberian ASI seperti ibu yang menderita varicella
zoster dan menjalani kemoterapi (Tabel 2.3). Setelah bayi lahir sampai beberapa
bulan setelahnya, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri dengan
sempurna. ASI dapat memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun
melalui pengaturan imunologis. ASI memberikan zat-zat kekebalan yang belum
dibuat oleh bayi tersebut, disamping itu ASI juga mengandung beberapa
komponen anti inflamasi. Dengan adanya komponen-komponen zat anti infeksi,
maka bayi yang minum ASI dapat terlindungi dari berbagai macam infeksi.
Berdasarkan rekomendasi AAP dan WHO, bayi harus diberi ASI eksklusif (hanya
mendapat ASI selama 6 bulan). Menyusui harus dilanjutkan dengan pengenalan

14
makanan pendamping selama 1 tahun atau lebih, tergantung keinginan ibu dan
bayi. Keberhasilan inisiasi dan kelanjutan menyusui tergantung pada beberapa
faktor, seperti pendidikan tentang menyusui, praktik dan kebijakan menyusui di
rumah sakit, perawatan tindak lanjut rutin dan tepat waktu, dan dukungan
keluarga dan masyarakat.32

Tabel 2.1 Kandungan Menguntungkan ASI 32

Kandungan Fungsi

IgA sekretorik Efek antiinfeksi dengan menyerang antigen


mikroba spesifik

Lactoferrin Immunomodulasi, kelasi besi, efek antimikroba,


antiadhesive, tropic untuk pertumbuhan intestinal

k-Casein Antiadhesive, tingkatkan kolonisasi bakteri flora


normal

Oligosakarida Cegah attachment bakteri

Sitokin Antiinflamatorik, fungsi barier epitelial

Growth factor

Epidermal growth factor Surveilans lumen, perbaikan (repair) dari


intestinal

Transforming growth Meningkatkan fungsi pertumbuhan epitel dan


menekan fungsi limfosit (TGF-β)
factor (TGF)

Nerve growth factor Meningkatkan pertumbuhan saraf

Enzim

Platelet-activating factor- Menghambat aksi dari faktor aktivasi trombosit

acetylhydrolase

Gluthatione peroxidase Mencegah oksidasi lipid

Nukleotida Meningkatkan respon antibodi, dan kolonisasi


bakteri flora normal

15
Sebagian besar ibu mempunyai kemampuan untuk memberikan ASI dengan
sukses selama enam bulan pertama setelah melahirkan dan untuk melanjutkannya
kemudian. Sebagian kecil ibu juga tidak dapat memberikan ASI atau mengalami
kesulitan dalam memulai dan mempertahankan laktasi dan membutuhkan
dukungan serta saran atau informasi dari tenaga kesehatan. Kondisi ibu yang
terinfeksi HIV tidak dibenarkan dalam pemberian ASI dikarenakan akan beresiko
menularkan virus ke bayi. Ibu yang terkena tuberkulosis (TB) dan sedang dalam
pengobatan, boleh menyusui karena konsentrasi obat-obatan dalam ASI sangat
kecil untuk bersifat toksik. Skrining terhadap TB harus dilakukan pada mereka
yang beresiko (baru terpapar penderita TB, atau HIV positif. Ibu yang terinfeksi
varicella zoster dan herpes zoster dengan lesi aktif tidak boleh kontak langsung
dengan bayi dikarenakan dapat beresiko menular kepada bayi. Ibu yang menjalani
pengobatan kemoterapi tidak dianjurkan memberikan ASI kepada bayi
dikarenakan efek obat dari kemoterapi yang bisa terserap melalui ASI.32

Tabel 2.2. Kontraindikasi Menyusui karena Kondisi Kesehatan MaternaL32

Kondisi kesehatan Keterangan


maternal

Infeksi HIV Risiko dari tidak menyusui perlu dipertimbangkan


dengan risiko menularkan virus ke bayi

Infeksi tuberkulosa Menyusui dikontraindikasikan hingga terapi


maternal dengan rejimen antituberkulosa yang
sesuai selama 2 minggu

Infeksi varicella zoster Bayi tidak boleh kontak langsung dengan lesi
aktif

Infeksi herpes zoster Bayi tidak boleh kontak langsung dengan lesi
aktif

Infeksi CMV CMV dapat ditemukan pada ASI ibu yang


seropositif

Kemoterapi Menyusui umumnya dikontraindikasikan

16
2.3.1 Kandungan ASI
Tahapan dalam rangkaian ASI dalam nomenklatur tradisional adalah
kolostrum, ASI transisi, dan ASI dewasa, dan kandungan relatifnya signifikan
untuk bayi baru lahir dan adaptasi fisiologisnya terhadap kehidupan ekstrauterin.33

2.3.1.1 Kolostrum
Kolostrum adalah sekresi mammae selama dari hari pertama sampai hari
ke tiga atau keempat. Kolostrum merupakan suatu cairan berwarna kuning dengan
konsistensi kental berwarna kuning-kekuningan yang pekat. Terdapat dalam
volume kecil pada hari-hari awal kelahiran, yang menjadikannya makanan ideal
bagi bagi bayi yang baru lahir. Warna kuning pada kolostrum dihasilkan dari β-
karoten. Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning kuningan, lebih
kuning dari ASI mature. Banyak mengandung protein, kadar karbohidrat dan
lemak rendah, dan mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi.
Lebih banyak mengandung antibodi yang dapat memberikan perlindungan pada
bayi sampai umur 6 bulan. Kolostrum memiliki konsentrasi tinggi sIgA dan
laktoferin. Kolostrum juga kaya akan glukosa kompleks dan oligosakarida yang
menambah sifat perlindungan infeksi pada tahap ini. 34

Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan dan juga merupakan media


kultur untuk Lactobacillus bifidus. Karena itu kolostrum memfasilitasi
pembentukan koloni flora L. bifidus di saluran pencernaan. Faktor bifidus adalah
faktor spesifik pemacu pertumbuhan L. Bifidus bakteri yang dianggap dapat
menganggu kolonisasi bakteri patogen dalam saluran cerna.. Kolostrum juga
memfasilitasi keluarnya mekonium. Kolostrum manusia kaya akan antibodi, yang
dapat memberikan perlindungan terhadap bakteri dan virus yang ada di jalan lahir
dan terkait kontak manusia lainnya. Kolostrum juga mengandung antioksidan,
yang dapat berfungsi menetralisir metabolit oksigen reaktif yang dihasilkan oleh
neutrofil.31 ASI mengandung beberapa komponen yang kadarnya berubah setelah
pemberian ASI dari hari pertama. Kadar laktosa dan lemak pada ASI berubah
meningkat dari pemberian pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 28 post partum.
Sementara protein berkurang komposisinya dari hari ke 1 sampai dengan hari ke
28 post partum (Tabel 2.4).34

17
Tabel 2.3. Berat dan komposisi ASI dari hari 1 sampai 2834

Hari postpartum

Komponen 1 2 3 4 5 14 28

Berat (g/hari) 50 190 400 625 700 1100 1250

Laktosa (g/L) 20 25 31 32 33 35 35

Lemak (g/L) 12 15 20 25 24 23 29

Protein (g/L) 32 17 12 11 11 8 9

2.3.1.2 ASI matur


ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke 10 dan
seterusnya. Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuningan-kuningan yang
diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat, riboflavin dan karoten yang terdapat di
dalamnya. Kandungan susu matur dapat bervariasi di antara waktu memberikan
ASI, ASI mature kaya akan protein, laktosa dan air “foremilk” dan ketika
pemberian ASI berkelanjutan, kadar lemak secara bertahap bertambah sementara
volume susu berkurang “hindmilk”.35

Protein susu manusia dibagi menjadi fraksi atau kompleks whey dan
kasein, dengan masing-masing terdiri dari susunan protein dan peptida spesifik
yang luar biasa. Protein yang paling banyak adalah kasein, α-laktalbumin,
laktoferin, sekresi imunoglobulin IgA, lisozim, dan albumin serum. Senyawa yang
mengandung nitrogen non-protein, termasuk urea, asam urat, kreatin, kreatinin,
asam amino, dan nukleotida, terdiri dari ~ 25% nitrogen susu manusia.
Kandungan protein susu yang diperoleh dari ibu yang melahirkan prematur secara
signifikan lebih tinggi daripada ibu yang melahirkan pada saat aterm. Kadar
protein menurun dalam ASI selama 4 sampai 6 minggu pertama atau lebih dari
kehidupan terlepas dari waktu persalinan. Konsentrasi protein ASI tidak
dipengaruhi oleh pola makan ibu, tetapi meningkat seiring bertambahnya berat
badan ibu, dan menurun pada ibu yang menghasilkan ASI dalam jumlah lebih
tinggi.35

18
Lemak susu manusia ditandai oleh kandungan asam palmitat dan oleat
yang tinggi. Lemak adalah makronutrien susu yang sangat bervariasi. Hindmilk
adalah periode menyesui yang keluar pada saat akhir sesi memberikan ASI.
Mengandung dua sampai tiga kali konsentrasi lemak susu yang ditemukan dalam
foremilk. foremilk didefinisikan sebagai susu awal dari suatu periode menyusui.
Variasi lain pada kandungan lemak susu adalah waktu produksi atau pemberian
lemak pada ASI yang diberikan pada malam dan pagi hari. Lemak ASI lebih
rendah pada pemberian di malam dan pagi hari dibandingkan dengan pemberian
di siang atau sore hari. Diet pada ibu juga mempengaruhi Profil asam lemak ASI
bervariasi dalam kaitannya dengan diet ibu, khususnya dalam rantai panjang asam
lemak tak jenuh ganda (LCPUFAs).35

Karbohidrat utama ASI adalah disakarida laktosa. Konsentrasi laktosa


dalam ASI adalah variabel terkecil dari makronutrien dan konsentrasinya sangat
dipengaruhi dengan jumlah ASI yang dihasilkan. Karbohidrat signifikan lain dari
ASI adalah oligosakaridadengan kadar sekitar 1 g/dL . Kandungan oligosakarida
ini juga tergantung pada tahap laktasi dan faktor genetik ibu.35

2.3.3.3 Faktor Imunitas


Pemberian asi eksklusif kepada bayi dapat melindungi bayi dari infeksi
dan peradangan, dan pemberian kolostrum terkandung berbagai faktor kekebalan
tubuh yang dapat membantu memastikan kelangsungan hidup bayi. ASI secara
garis besar memiliki 2 macam kekebalan, faktor kekebalan non spesifik dan
kekebalan spesifik. Kekebalan tubuh tidak spesifik merupakan sistem pertahanan
untuk menghindari atau mencegah zat asing diantaranya seperti bakteri, virus
ataupun parasit yang nantinya akan membuat kerusakan/penyakit. Termasuk
dalam sistem kekebalan tubuh tidak spesifik ialah faktor bifidus yang merupakan
faktor pertumbuhan laktobasilus bifidus. ASI memiliki kadar faktor bifidus 40
kali lebih banyak daripada susu formula di dalam suasana asam di dalam usus
bayi akan menstimulir pertumbuhan laktobasilus bifidus (bifidobacteria).
Laktobasilus bifidus dalam usus bayi akan mengubah laktosa menjadi asam laktat
dan asam asetat sehingga suasana usus lebih asam. Suasana asam pada usus akan

19
menghambat pertumbuhan kuman Escherichia coli (E. coli) (suatu jenis kuman
yang sering menyebabkan diare pada bayi) dan Enterobacteriaceae.35

Laktoferin merupakan suatu protein banyak persamaannya dengan kerja


transferin, suatu protein yang megikat besi Fe di dalam darah.kadar laktoferin
bervariasi diantara 6mg/ml kolostrum dan tidak lebih daripada 1mg/ml di dalam
ASI mature. Laktoferin selain menghambat pertumbuhan candida albicans, juga
bersama sinergistik dengan sIgA menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Selain mengikat patogen, laktoferin dapat mengikat zat besi, vitamin B, asam
folat. Lisozim adalah suatu substrat anti-infeksi yang sangat berguna di dalam air
mata. ASI emngandung kadar lisozim dalam kadar yang cukup tinggi sampai
2mg/100ml. Sistem komplemen diaktifkan melalui kompleks antigen dan
antibodidengan usatu bakteri gram negatif, selanjutnya akan diaglutinasikan
namun bakteri tidak sampai mati. Pembunuhan bakteri dapat dilaksanakan secara
langsung oleh sel-sel fagosit tubuh melalui peroses bakteriolisis sebelum proses
fagositosis.35

2.4 Immunoglobulin Dalam ASI


Kelas utama imunoglobulin dalam kolostrum dan ASI adalah
imunoglobulin A sekretorik 11S (sIgA). Isotipe immunoglobulin lainnya, yaitu,
7S IgA, IgG, IgM, IgD, dan IgE. Immunoglobulin A sekretorik 11S (11SIgA)
memiliki struktur dimer dari dua molekul 7S IgA yang dihubungkan bersama oleh
rantai polipeptida, rantai-J, dan dikaitkan dengan protein nonimmunoglobulin
yang disebut sebagai komponen sekretori (gambar 2.4).36,37 Dimer IgA yang
diproduksi oleh sel plasma akan terikat oleh reseptor imunoglobulin polimer pada
permukaan basolateral sel epitel mammae, Dimer IgA kemudian diangkut melalui
sel dan dilepaskan ke ruang alveolar bersama sebagian dari komponen sekretori
menjadi dimer IgA 11S .38

20
Gambar 2.4. Struktur sIgA. 37

Konsentrasi imunoglobulin dalam kolostrum manusia dan susu matang


menunjukkan bahwa kadar sIgA dan IgM tinggi pada hari-hari pertama laktasi.
Kadar IgA lebih besar dari IgM, dan IgM lebih besar dari IgG. Ketika laktasi
berlangsung, kadar IgA turun hingga berkisar 20 hingga 27 mg/g protein, dan
kadar IgM menurun menjadi 3,5 hingga 4,1 mg/g protein. Kadar IgG tidak
menunjukkan perubahan signifikan selama awal dan akhir laktasi. Biasanya
dipertahankan pada kisaran 1,4 hingga 4,9 mg/g protein. Penurunan IgA dan IgM
ASI yang cepat terjadi selama minggu pertama kehidupan, penurunan ini lebih
dari seimbang dengan peningkatan volume susu yang dihasilkan saat proses
laktasi terjadi (Tabel 2.6; Gambar. 2.5).38

Tabel 2.4. Kadar immunoglobulin pada ASI selama laktasi38

Persentase total protein Output dari immunoglobulin


direpresentasikan oleh (mg/24 jam)
immunoglobulin
Hari postpartum IgG IgM IgA IgG IgM IgA
1 7 3 80 80 120 11,000
3 10 45 45 50 40 2,000
7 1-2 4 20 25 10 1,000
7-28 1-2 2 10-15 10 10 1,000
<50 1-2 0.5-1 10-15 10 10 1,000

21
Gambar 2.5. Perbandingan tingkat rata-rata IgG, IgA, dan IgM dalam kolostrum dan ASI
pada interval yang berbeda setelah timbulnya laktasi pada ibu yang menyusui 38

Sekretori IgA antigen spesifik ditransfer melalui ASI ke bayi secara pasif
bersama imunoglobulin lainnya. Imunoglobulin kemudian melapisi dinding
mukosa saluran pencernaan bayi sehingga dapat mencegah adhesi dan penetrasi
bakteri serta makanan yang dapat memicu inflamasi. Telah diketahui bahwa ASI
dapat menghambat aktivitas enterotoksin E. coli dan V. cholerae pada bayi
mencit. Aktivitas antitoksik ASI tampaknya berkorelasi baik dengan konten IgA
tetapi tidak dengan konten IgM dan IgG. Hasil serupa telah diperoleh dengan
menggunakan sIgA susu murni yang dimurnikan dalam mencegah penyakit yang
disebabkan oleh E. coli dan Shigella dysenteriae pada kelinci.38

2.5 Fisiologi Laktasi


2.5.1 Perkembangan Mammae

Berbeda dengan sebagian besar organ, yang sepenuhnya berkembang saat


lahir, kelenjar mammae mengalami sebagian besar morfogenesisnya setelah lahir,
pada masa remaja, dan pada usia dewasa. Laktasi adalah bagian integral dari
siklus reproduksi. Kontrol hormonal laktasi dapat dijelaskan dalam kaitannya
dengan lima tahap utama dalam perkembangan kelenjar mammae: (1)

22
embriogenesis; (2) mamogenesis, atau pertumbuhan mammae; (3) laktogenesis,
atau inisiasi sekresi ASI; (4) laktasi (laktogenesis tahap III), atau sekresi susu
penuh; dan (5) involusi (tabel 2.7).39

Saat Emberiogenesis terjadi duktus primer dan sekunder pada wanita sudah
terbentuk pada saat masa fetus. Pada saat masa sebelum pubertas terdapat 2
hormon yaitu progesteron dan estrogen. Pengaruh hormon estrogen pada masa
mendekati pubertas dapat membuat pertumbuhan yang cepat dari sistem duktus,
sementara progesteron akan mempengaruhi pertumbuhan alveoli. Pada saat
pubertas, pertumbuhan pada kelenjar payudara lebih condong kepada salah satu
aspek, yaitu dalam hal membentuk percabangan pada sistem ductus proliferasi
dan kanalisasi dari unit lobuloalveolar. Pada masa pubertas juga terjadi
perkembangan dan pembetukan septum interlobalar dari jaringan penyangga
stroma. Pada masa kehamilan terjadi peningkatan pertumbuhan pertumbuhan pada
kelenjar duktus, percabangannya beserta lobulus. Perkembangan tersebut
didasarkan kepada pengaruh oleh adanya hormon plasenta dan korpus luteum.
Pada saat 3 bulan masa kehamilan hormon prolaktin dari adenohipofise yang
terletak dalam payudara wanita mulai merangsang kelenjar air susu ibu guna
menghasilkan ASI yang disebut kolostrum. Proses pengeluaran ASI belum bisa
dapat di keluarkan oleh kelenjar dikarenakan terhambat oleh keberadaan hormon
estrogen dan hormon progesteron yang dapat menghambat proses pengeluaran
ASI. Keberadaan hormon prolaktin pada masa kehamilan akan meningkat guna
membentuk kolostrum. Selama siklus menstruasi, kelenjar mammae merespon
pelepasan estrogen dan progesteron secara berurutan dengan hiperplasia sistem
duktus yang berlanjut melalui fase sekretori dan menurun dengan timbulnya
menstruasi. Prolaktin merupakan hormone penting dalam pembentukan dan
pemeliharaan produksi air susu. Prolaktin dilepaskan kedalam darah dari kelenjar
hipofisis anterior sebagai respon terhadap rangsangan atau pengisapan pada
puting. Konsentrasi prolactin sedikit meningkat selama tahap folikular dari siklus
menstruasi tetapi tetap konstan selama fase sekretori. Sekresi prolaktin tampaknya
disiapkan untuk induksi dan pemeliharaan laktasi.38 Mulainya proses
pembentukan atau produksi ASI disebut laktogenesis, laktogenesis terbagi dalam
3 fase yang terdiri dari laktogenesis 1 sampai dengan 3. Fase laktogenesis 1 dan 2

23
dipicu oleh respon neuroendokrin (interaksi antara sistem saraf dan sistem
endokrin) dapat terjadi ketika ibu sedang menyesui ataupun tidak. Fase
laktogenesis 3 dipicu oleh respon autocrine (atas kemauan sendiri)1 Pada fase
laktogenesis 1 dimulai sekitar minggu ke 16 kehamilan ditandai dengan
diproduksinya kolostrum oleh sel laktosit dibawah kontrol neuroendokrin.
Namun, adanya prolaktin pada fase laktogenesis 1 akan dihambat oleh karena
meningkatnya progesteron dan estrogen yang membuat jumlah ASI ditekan
jumlahnya. Laktogenesis 2 terjadi pada saat 30 – 40 jam setelah melahirkan yang
menandakan permulaan produksi susu, hormon progesteron, estrogen, HPL yang
menurun menyusul dengan pengeluarn plasenta pada saat kelahiran dan hormom
prolaktin yang meningkat akan memicu pengeluaran asi yang lebih banyak. Pada
fase laktogenesis 3 produksi asi mengindikasikan pengaturan autocrine, yaitu
sepenuhnya bergantung kepada skema supply dan demand yang mengatur
produksi air susu.40,41
Tabel 2.5. Tahapan Perkembangan Mammae 39

Tahap Regulasi Faktor lokal Deskripsi


perkembangan hormonal

Embriogenesis Bantalan Tunas epitelial terbentuk dalam


lemak janin 18-19 minggu, meluas dalam
penting jarak yang pendek pada bantalan
untuk lemak dengan duktus buntu yang
ekstensi menjadi terkanalisasi; beberapa
duktus sekresi ASI dapat nampak saat lahir.

Pubertas Estrogen, GH IGF-1, hGF, Ekstensi duktus ke dalam bantalan


TGF-β, mammae; morfogenesis
Sebelum onset Estrogen, lainnya percabangan
menstruasi progesteron
Perkembangan lobular dengan
Setelah onset PRL pembentukan terminal duct lobular
menstruasi unit (TDLU)
Mammogenesis Perkembangan anatomik

Kehamilan Progesteron, HER, lainnya Pembentukan alveolus; diferensiasi


PRL, hPL seluler parsial

Laktogenesis Progesteron Tidak Onset sekresi mammae


withrawal, diketahui
PRL, Stage I: pertengahan kehamilan

24
glukokortikoid Stage II: persalinan

Laktasi PRL, oksitosin FIL Sekresi ASI sedang berlansgung

Involusi PRL withrawal Stasis ASI, Epitel alveolus mengalmi apoptosis


FIL dan remodelling; kelenjar mundur
ke keadaan sebelum hamil.

Jaringan payudara responsif terhadap hormon. Androgen menghambat


perkembangan jaringan mammae pada laki-laki, sedangkan perkembangan
jaringan mammae pada perempuan bergantung pada hormon estrogen,
progesteron, dan hormon hipofisis. Kelenjar mammae pasca pubertal mengalami
perubahan siklik sebagai respons terhadap pelepasan hormon yang terjadi selama
siklus menstruasi. Tahap perkembangan terakhir terjadi selama menopause, ketika
penurunan sekresi estrogen menyebabkan beberapa atrofi jaringan mammae.38

2.5.2 Sekresi ASI


ASI merupakan hasil dari mekanisme sintetis dalam kelenjar mammae,
serta pengangkutan komponen dari darah berupa air, glukosa, protein. Protein
spesifik ASI disintesis oleh sel sekretori mammae, dalam bentuk vesikel
sekretorik, dan dieksositosisikan ke dalam lumen alveolar. Laktosa disekresikan
ke dalam ASI dengan cara yang serupa, sedangkan banyak ion monovalen, seperti
natrium, kalium, dan klorida, disekresikan melalui sistem transpor aktif yang
berbasis natrium-kalium adenosin trifosfatase (Na+/K+-ATPases). Dalam
beberapa situasi, epitel mammae, yang mungkin berperilaku sebagai "barrier"
antara interstitial dengan lumen alveolar. Cairan interstitial yang berasal dari
darah dan ASI karena kurangnya ruang antara sel-sel ini, dapat "bocor,"
memungkinkan difusi komponen langsung ke dalam susu. Barrier ini
membentukan kumpulan atau kompartemen komponen susu yang berbeda di
dalam kelenjar mammae dan bertanggung jawab untuk menjaga gradien
komponen-komponen ini dari darah ke susu.38 Setelah bayi dilahirkan, faktor
regulatorik utama, plasenta, hilang dan diigantikan oleh faktor regulatorik baru

25
yaitu interaksi ibu-bayi dan neuroendokrin untuk kontrol laktasi. Hilangnya
sekresi hormon plasenta menyebabkan stimulasi hipotalamus terjadi dari
pelepasan prolaktin hipofisis anterior, serta stimulasi saraf oksitosin hipofisis
posterior. Prolaktin adalah hormon yang dapat di lepaskan ke dalam darah
dikarenakan adanya beberapa faktor yang dapat memicu sekresi prolaktin dari
kelenjear hipofisis anterior. Pengisapan dan perangsangan pada puting susu akan
merangsang ujung saraf sensorik yang berfungsi sebagai reseptor mekanik akan
menyebabkan stimulasi pada area reseptor prolaktin yang berada pada dinding sel
laktosit guna mensintesis produksi susu. Pada saat alveoli telah penuh dengan
susu maka dinding akan berubah bentuk dan mengembang, hal ini bertujuan guna
mempengaruhi reseptor prolaktin yang menyebabkan produksi susu menurun dan
sebaliknya. Oksitosin adalah hormon yang berasal dari hipofisis posterior,
oksitosin yang sampai pada alveoli payudara akan dapat mempengaruhi sel
mioepitelium yang akan menyebabkan kontraksi dari sel mioepitelium yang akan
memeras air susu guna menyemburkan air susu yang terdapat pada alveoli untuk
masuk ke sistem duktulus yang selanjutnya melewait duktus laktiferus untuk
sampai kepada mulut bayi.41

2.5.3 Inisiasi dan pemeliharaan laktasi


Stimulasi puting oleh bayi yang menyusu mengaktifkan jalur saraf yang
menghasilkan pelepasan prolaktin dan oksitosin. Prolaktin bertanggung jawab
untuk merangsang produksi ASI, sedangkan oksitosin merangsang pengeluaran
ASI (kombinasi ini dikenal sebagai refleks let-down). Oksitosin juga merangsang
kontraksi rahim, yang mungkin dirasakan ibu saat menyusui; respons ini
membantu mengembalikan rahim ke tonusnya sebelum kehamilan.38 Proses ini
mendasari akan pentingnya (IMD) atau inisiasi menyusui dini. Inisiasi menyusui
dini IMD adalah bayi mulai menyusui sendiri selamaa satu jam pertama. IMD
dilakukan dengan membiarkan bayi menempel di dada atau perut ibu segera
setelah bayi lahir, dan membiarkan merayap mencari puting kemudian bayi
menyusu sampai puas. Pengenalan dan pengisapan puting susu oleh bayi sesaat
setelah melahirkan ini berperan penting dalam kelancaran pengeluaran ASI dan
kontraksi rahim ibu. Produksi dan pengeluaran ASI tergantung pada interaksi
kompleks stimulasi menyusui bayi, refleks saraf hipotalamus terhadap stimulasi

26
tersebut, pelepasan hormon dari hipofisis anterior dan posterior, dan respon
kelenjar mammae terhadap hormon-hormon tersebut. Proses menyusui
memerlukan pembuatan dan pengeluaran air susu dari alveoli ke sistem duktus.
Beli susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah
kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui. Berkurangnya
rangsangan menyusui oleh bayi, misalnya bila kekuatan isapan yang berkurang.
Frekuensi isapan yang kurang dan singkatnya waktu menyusui berarti pelepasan
prolaktin dari hipofise berkurang, sehingga pembuatan air susu berkurang , karena
diperlukan kadar prolaktin yang cukup untuk mempertahankan pengeluaran air
susu mulai sejak minggu pertama kelahiran. Inisiasi menyusui dini 38

2.6 Kandungan ASI Yang Berpengaruh Terhadap Pencegahan Diare


Air susu ibu merupakan sumber yang kaya akan komponen imun dan non-imun
yang memberikan perlindungan enteropatogen. Pemberian ASI yang tidak
adekuat terkait dengan peningkatan signifikan dalam morbiditas dan mortalitas
diare pada anak. ASI memiliki komposisi nutrisi dan faktor bioaktif nonnutrisi
yang meningkatkan kelangsungan hidup dan menunjang perkembangan. Berbagai
faktor imunologis didapat dan alami yang diproduksi oleh ibu diangkut ke bayi
melalui ASI. Selain itu, ASI juga memiliki sel, sitokin, kemokin, faktor
pertumbuhan, hormon dan mikrobiota bakteri. Banyak dari faktor-faktor ini telah
dikaitkan dengan peran perlindungan terhadap infeksi pada anak-anak, termasuk
oligosakarida, glikokonjugat (mis. Imunoglobulin sekretorik, laktoferin, α
laktalbumin, lisozim, mucin) dan mikrobiota bakteri (Tabel 2.6).37

Tabel 2.6 Komponen Protektif ASI Terhadap Enteropatogen.37


Komponen Mekanisme Antimikroba Enteropatogen yang terkena
Sel
Makrofag Aktifasi sel T, fagositosis Target non spesifik
Sel Mast Memproduksi dan melepaskan
zat yang merusak
enteropatogen
Sel NK Fagositosis
Immunoglobulin
IgG Aktivasi fagositosis (IgG1, Target non-spesifik
IgG2, IgG3)
IgA/sIgA Netralisasi bakteri, virus, dan EPEC, STEC, EHEC, Vibrio

27
toksin via mekanisme cholerae, Campylobacter
dimediasi fab jejuni, Shigella, Salmonella,
Giardia lamblia, C. difficile,
H. pylori, Cryptosporidium,
E. histolytica
Glikan
Laktoferrin Kelasi besi ETEC, STEC, EPEC, EAEC,
Inhibisi adhesi patogen, Shigella flexneri, Salmonella
mengikat LPS bakteri gram typhimurium, Salmonella
negatif enterica, Rotavirus
Induksi degradasi invasi
antigen plasmid
Disrupsi integritas membran
bakteri
Antiinflamatorik
Imunomodulatorik
Lactadherin Inhibisi adhesi patogen Rotavirus
Oligosakarida Bertindak sebagai prebiotik EPEC, ETEC, Shigella spp,
Inhibisi adhesi patogen Salmonella fyris, Giardia
Antiinflamatorik lamblia, Campylobacter
Imunomodulatorik jejuni, Vibrio cholerae,
Norovirus, Rotavirus
Hyaluronan Preservasi integritas barrier Salmonella enterica
epitel
Mucins; MUC1 Inhibisi adhesi patogen Salmonella enterica,
dan MUC4 Escherichia coli, Rotavirus,
Norovirus
K-casein Meningkatkan pertumbuhan Heliobacter pylory
mikrobiota
Inhibisi adhesi patogen
Ganglioside Mengikat toksin ETEC, Vibrio cholerae,
GM1 Shigella
Ganglioside Mengikat toksin EPEC
GM3
Enzim
Lisozim Disrupsi integritas dinding Escherichia coli, Salmonella
bakteri
Lactoperoxidase Produksi metabolit Target non spesifik
intermediat dengan sifat
antimikroba
Probiotik
Bifidobacterium Asidifikasi usus Target non spesifik
Eksresi zat yang hambat
pertumbuhuan patogen
Inhibisi adhesi patogen

28
2.6.1 Oligosakarida
Metabolisme ASI tersusun oleh ratusan oligosakarida (HMO) yang
berbeda secara struktural, yang merupakan glikans kompleks tak terkonjugasi.
HMO tidak dapat dicerna oleh manusia - lebih dari 90% darinya dapat ditemukan
dalam feses bayi dan kurang dari 1% hilang dalam urin. Efek utama mereka
terjadi di lumen usus, yaitu perlindungan terhadap patogen enterik. HMO
memainkan peran penting sebagai prebiotik dengan merangsang kolonisasi usus
oleh mikroba yang menguntungkan. Selain itu, beberapa dari mereka memiliki
struktur yang mirip dengan reseptor spesifik pada permukaan sel enterosit; oleh
karena itu, mereka mencegah pengikatan beberapa patogen spesifik ke sel,
menghambat infeksi inang. Efek ini telah dijelaskan untuk banyak virus, bakteri,
dan parasit. Norovirus, anggota keluarga calicivirus, adalah penyebab penting
diare pada bayi. Diare akibat norovirus lebih jarang terjadi pada bayi dari ibu
dengan kadar HMO yang lebih tinggi dalam ASI mereka. HMO dapat melindungi
terhadap virus ini dengan menghalangi pengikatan pada reseptor antigen.37

2.6.2 Antibodi Sekretorik


Kelenjar ASI merupakan bagian dari sistem kekebalan sekretori. Antibodi
IgA dalam ASI mencerminkan stimulasi antigenik sebelumnya dari jaringan
limfoid terkait usus (GALT) dan jaringan limfoid terkait nasofaring (NALT)
seperti amandel. Karena itu antibodi dalam ASI sangat ditargetkan terhadap agen
infeksi dan antigen eksogen lain di lingkungan ibu, yang kemungkinan akan
ditemui oleh bayi.38

Immunoglobulin sekretori A (sIgA) adalah isotipe imunoglobulin utama


dalam kolostrum; itu mewakili lebih dari 90% dari hadir imunoglobulin. Susu
juga mengandung IgM dan IgG, yang terakhir menjadi lebih berlimpah di masa
menyusui berikutnya. Konsentrasi sIgA dalam ASI adalah tertinggi dalam
kolostrum, menurun selama bulan pertama pascapersalinan, dan cenderung tetap
stabil selama sisa masa menyusui. Ini tahan terhadap degradasi oleh asam atau
proteolisis dan umumnya tidak diserap dari saluran pencernaan; dengan demikian,
ia tersedia untuk bertindak pada permukaan mukosa usus tempat ia memainkan
peran pelindung utamanya dengan menetralkan bakteri, virus, dan racun.37

29
2.6.3 Laktoferin
Laktoferin adalah protein kedua terbanyak dalam ASI; Laktoferin bertugas
mengikat besi dan juga memiliki sifat antimikroba, antiinflamasi dan
imunomodulator. Aktivitas antimikroba terkait dengan kemampuannya untuk
menyerap besi yang penting untuk pertumbuhan bakteri, memberikan efek
bakteriostatik. Selain itu, laktoferin adalah molekul bermuatan positif; karakter
kationik ini bertanggung jawab atas kemampuan laktoferin untuk mengikat
berbagai jenis sel, asam nukleid, dan berbagai protein dan molekul lain.
Laktoferin berikatan dengan lipopolisakarida (LPS) dari permukaan sel bakteri
Gram negatif, mengganggu membran sel bakteri.37

2.6.4 Hyaluronan
Hyaluronan adalah glikosaminoglikan yang ada dalam susu, yang tidak
memiliki inti protein. Hyaluronan ASI merupakan peptida antimikroba yang
berperan penting dalam pelestarian integritas barier epitel usus terhadap
mikroba.37

2.6.5 K-casein
K-casein berperan penting untuk sifat anti-infeksi dari casein. Dalam
lumen usus, k-casein membentuk molekul baru (para-k-casein dan
caseinomacropeptide), yang bertindak sebagai prebiotik dan mendorong
pertumbuhan mikrobiota. Selain itu, menghambat adhesi patogen ke permukaan
sel epitel di saluran pencernaan dan pernapasan.38,39

2.6.6 Mucin
Mucin mencegah infeksi saluran pencernaan dan pernapasan dengan
mengurangi adhesi patogen ke permukaan sel epitel. Ada dua jenis mucin utama
yang menjadi perhatian yaitu MUC1 dan MUC4. Mucin dapat menghambat invasi
Salmonella enterica serovar Typhimurium pada sel epitel manusia. Mucin juga
dapat menghambat replikasi rotavirus serta memblokir adhesi partikel norovirus.38

2.6.7 Faktor Pertumbuhan


Beberapa faktor yang terkait dengan maturasi usus, misalnya, faktor
pertumbuhan, yang sebagian besar dengan cepat dimetabolisme atau tidak

30
diekskresikan dalam urin. Beberapa faktor pertumbuhan, seperti insulin-like
growth factor yang dapat meningkat fungsi pertumbuhan epitel dan menekan
fungsi limfosit, epidermal growth factor, and transforming growth factor-β2,
yang terdapat pada kolostrum berhubungan dengan perkembangan enterosit.40

2.7. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI kepada bayi

Gangguan pada proses pemberian ASI bergantung pada kekurangannya ilmu


pengetahuan, rasa percaya diri, serta kurangnya dukungan dari keluarga dan
lingkungan. Kegagalan proses laktasi dapat dikelompokkan menjadi primer
(ketidakmampuan memproduksi ASI) dan sekunder (teknik yang salah atau
masalah-masalah menejemen menyusui. Nyeri atau trauma pada puting
merupakan salah satu alasan paling umum untuk berhenti menyusui, bila ibu
mengeluhkan adanya rasa sakit pada hari-hari pertama menyusui, maka ini
mungkin hanyalah masalah posisi dan pelekatan. Puting yang inversi atau puting
yang datar, seharusnya tidak mempengaruhi penyusuan dikarenakan dengan
melakukan posisi dan pelekatan yang tepat, bayi akan melekat pada payudara dan
bukan pada puting. Ibu perlu diyakinkan kembali bahwa penyusuan tetap dapat
sukses sekalipun puting inversi, ditambah dengan adanya dukungan tambahan.
Pembengkakan payudara sering diasosiasikan dengan terlambatnya atau kurang
seiringnya menyusui, atay pengosongan payudara yang tidak efektif. Bila
pembengkakan tidak diatasi dan melebihi kapasitas penyimpanan payudara akan
dapat menyebabkan penggelembungan sel-sel yang menyekresi susu, mengubah
bentuknya, yang selanjutnya akan mengurangi produksi susu. Mastitis merupakan
salah satu penyebab ibu tidak memberikan ASI kepada bayi, mastitis adalah
peradangan pada kelenjar susu, bila pembengkakan atau penyumbatan duktus
tidak teratasi dan susu (tidak mengalir) yang akhirnya akan menghentikan
penyusuan.41-44

2.8 Kerangka Teori

Maturitas saluran gastrointestinal


IGF, TGFβ

31
sIgA, IgG Penurunan
diare oleh
ASI Ekslusif Laktoferin infeksi
2.9 Kerangka Konsep

Pengetahuan ASI eksklusif

32
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi deskriptif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Univesitas Tarumanagara, Jakarta.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan mei 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah perempuan.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah perempuan dan bekerja di
Univesitas Tarumanagara, Jakarta.
3.3.3 Sampel Penelitian
Sampel dari penelitian ini diambil dari perempuan dan bekerja di
Univesitas Tarumanagara, Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak memenuhi kriteria eksklusi.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan secara consecutive non-
random sampling.

3.5 Perkiraaan Besar Sampel


Dalam penelitian ini, rumus besar sampel yang digunakan adalah
deskriptik kategorik:

𝑍𝑎2 x P x Q
𝑛=
𝑑2

33
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z = derivate baku alfa

P = 0,28 (proporsi wanita usia subur di DKI Jakarta15)

Q = 1-P = 0,72

d = presisi

dari penelusuran literatur didapatkan bahwa proporsi ibu Jakarta sebesar 72,2%.
(P = 0,72)

(1,96)2 x 0,28x 0,72


𝑛= = 80
(0,1)2

Dilakukan penambahan 10% dari hasil diatas, sehingga disimpulkan


bahwa besar sampel yang dibutuhkan adalah 88 orang

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.6.1 Kriteria Inklusi:
1. Bersedia menjadi responden.
2. Perempuan dalam kondisi sehat dan dapat diajak berkomunikasi.

3.6.2 Kriteria Eksklusi:


1. Perempuan yang tidak bisa diajak berkomunikasi dengan baik.

3.7 Variabel Penelitian


1. Variable bebas: Tingkat pengetahuan perempuan mengenai peran ASI
eksklusif.
2. Variable terganggu: Keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

3.7.1. Definisi operasional


1. Tingkat pengetahuan perempuan mengenai ASI eksklusif: bahwa bayi
hanya menerima ASI saja dari ibu atau ASI perah, dan tanpa makanan
minuman lainnya

34
Alat ukur : kuesioner.
Skala ukur: kategorik.
Hasil ukur: Tahu dan tidak tahu.
2. Imunitas pada ASI: ASI mengandung zat-zat kekebalan/anti infeksi yang
membantu menegah terjadinya infeksi dan menstimuli perkembangan
yang memadai dari sistem imunologi.
Alat ukur : kuesioner.
Skala ukur: kategorik.
Hasil ukur: Tahu dan tidak tahu.

3. Diare: Diare pada bayi adalah pengetahuan responden seputar diare yaitu
peningkatan frekuensi buang air besar lebih dari 3x sehari dengan
konsistensi feses yang lebih lunak berair.
Alat ukur : kuesioner.
Skala ukur: kategorik.
Hasil ukur: Tahu dan tidak tahu.

3.8 Analisis Data


Data penelitian di analisis dengan menggunakan analisis univariate untuk
mengetahui gambaran pengetahuan perempuan yang bekerja di Universitas
Tarumanagara mengenai ASI dan peranannya terhadap imunitas dan diare.

35
3.9 Alur Penelitian

Meminta Persetujuan

Mendatangi lokasi penelitian

Pengumpulan responden

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Subjek Penelitian
Peranan ASI terhadap imunitas

Pengambilan inform
consent Usia
Peranan ASI terhadap Diare

Pengisian Kuesioner
Peranan ASI terhadap imunitas
Pendidikan
Peranan ASI terhadap Diare

Analisis data

Pembuatan Laporan

36
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan terhadap 88 responden yang merupakan


karyawan perempuan yang aktif bekerja di Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Berdasarkan usia, didapatkan usia responden bervariasi dari usia minimal 19
tahun dan usia maksimal 52 tahun. Tingkat pendidikan responden pun
bervariasi dengan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA /
SMK (48,9%) (tabel 4.1)

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan


Karakteristik Frekuensi Persentase
Usia
≤ 20 tahun 1 1,1%
21 – 30 tahun 32 36,4%
31 – 40 tahun 24 27,3%
> 40 tahun 31 35,2%
Total 88 100%
Pendidikan
SD - SMP 26 29,5%
SMA / SMK 43 48,9%
S1 – S2 19 21,6%
Total 88 100%

4.2 Pengetahuan Mengenai ASI Ekslusif Berdasarkan Kelompok Usia dan


Pendidikan

Berdasarkan pengetahuan mengenai ASI Ekslusif didapatkan 50


responden yang tahu mengenai ASI ekslusif. Sample kemudian
dikelompokkan berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Berdasarkan usia
yang mengetahui mengenai ASI ekslusif mayoritas terdapat pada kelompok

37
usia 21 – 30 tahun (38,0%). Berdasarkan tingkat pendidikan yang
mengetahui mengenai ASI ekslusif mayoritas terdapat pada kelompok
pendidikan SMA / SMK (52%) (tabel 4.2)

Tabel 4.2 Pengetahuan Responden Mengenai ASI Ekslusif Berdasarkan Usia dan
Pendidikan
Pengetahuan Mengenai ASI Eksklusif
Tahu Tidak Tahu
Usia n % n %
≤ 20 tahun 0 0,0% 1 2,63%
21-30 tahun 19 38,0% 12 31,5%
31-40 tahun 15 30,0% 9 23,6%
> 40 tahun 16 32,0% 16 42,1%
Total 50 100% 38 100%

Pendidikan
SD - SMP 15 30,0% 11 28,9%
SMA / SMK 26 52,0% 17 44,7%
S1 – S2 9 18,0% 10 26,3%
Total 50 100% 38 100%

4.3 Pengetahuan Mengenai ASI Ekslusif Serta Peranannya Terhadap


Imunitas Dan Diare pada kelompok yang mengetahui mengenai ASI
Ekslusif

Data kemudian dikelompokkan berdasarkan pengetahuan mengenai


ASI ekslusif. Pada kelompok yang tahu mengenai ASI ekslusif dianalisa lagi
berdasarkan pengetahuannya mengenai peranan ASI terhadap Imunitas dan
Diare. Pada kelompok tersebut didapatkan mayoritas tidak mengetahui peran
ASI terhadap imunitas (78,0%) dan diare (86,0%).

38
Tabel 4.3 Pengetahuan Responden Mengenai ASI Ekslusif Serta Peranannya Terhadap
Imunitas dan Diare

Tahu mengenai Tahu Tidak Tahu Total


ASI Ekslusif
N % n % n %
n=50 (D100%)

Pengetahuan ASI
terhadap 11 22,0% 39 78,0% 50 100%
Imunitas

Pengetahuan ASI
7 14,0% 43 86,0% 50 !00%
terhadap Diare

39
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada 88 responden perempuan yang bekerja


di Universitas Tarumanagara dengan mayoritas sampel pada usia 21 – 30 tahun.
Berdasarkan pengetahuan mengenai ASI Ekslusif didapatkan mayoritas pada
kelompok usia 20 – 30 tahun mengetahui mengenai ASI Ekslusif. Hasil penelitian
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan hassan dimana mayoritas sample
pada penelitian berada dalam kelompok usia 26 – 30 tahun. Hasil ini didukung
oleh Ayed, yang melaporkan bahwa usia 26 tahun adalah usia dominan untuk
sampel penelitian43. Semakin bertambahnya usia akan bertambah pula motivasi
dan keinginan, sehingga pengetahuan yang di perolehnya juga semakin baik.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Titiek di Yogyakarta, mayoritas
kelompok usia 20 – 30 tahun mempunyai motivasi yang cukup terhadap
pemberian ASI. Titiek mengatakan bahwa semakin bertambahnya usia atau
tingkat kematangan maka akan lebih matang dalam berpikir serta lebih tepat
dalam mengambil suatu ketindakan atau keputusan44.

Pada penelitian ini mayoritas pendidikan responden adalah SMA / SMK


sebanyak (48,9%). Berdasarkan pengetahuan mengenai ASI Ekslusif pada
mayoritas responden didapatkan (52,0%) mengetahui mengenai ASI Ekslusif.
Menurut Notoatmodjo Tingkat pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan mengenai ASI ekslusif. Pengetahuan ibu tentang ASI
ekslusif diperoleh dari hasil pendidikan ibu yang bersifat informal melalui
penyuluhan – penyuluhan, brosur dan bisa juga pemberian informasi tenaga
kesehatan saat melakukan kunjungan ke posyandu45. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Subur dkk, mayoritas pendidikan yang paling banyak
adalah SMA dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak (63,3%) mengenai ASI
ekslusif. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan,

40
pengalaman, keterampilan, serta pola pikir yang lebih maju sehingga lebih mudah
mengetahui serta menganalisis informasi46.

Namun pada penelitian lain menunjukkan tingkat pendidikan ibu dengan


mayoritas terbanyak adalah SD sebanyak (28,7%). Pada perempuan dengan
tingkat pendidikan rendah membuat mereka tidak mampu memahami informasi
dalam promosi kesehatan. Sehingga mereka perlu di dampingi dan dididk
langsung dari keluarga, maupun petugas kesehatan. Hasil studi mengatakan
bahwa keluarga memegang peran penting untuk kebehasilan menyusui.
Sehubungan dengan hasil yang di lakukan peneliti menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang menyusui dengan usia dengan P
value 0,012 dan status pendidikan P value 0.03147 .

Berdasarkan penelitian ini yang mengetahui mengenai ASI ekslusif


terdapat (22,0%) mengetahui peranan ASI ekslusif terhadap imunitas. Jumlah ini
lebih kecil bila di bandingkan dengan penelitian yang dilakukan Ekambaram di
India didapatkan sebesar (56%) ibu mengetahui peranan ASI Ekslusif terhadap
daya tahan tubuh bayi48.

Sedangkan yang mengetahui peran ASI ekslusif terhadap Diare hanya


sebanyak (14,0%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan khalili di Iran
bahwa sebagian besar perempuan (64,3%) memiliki pengetahuan rendah
mengenai peranan ASI ekslusif terhadap kejadian diare49. Berbanding dengan
penelitian lain yang dilakukan Ekambaram di India terlihat bahwa pengetahuan
ibu mengenai manfaat ASI terhadap kejadian diare cukup tinggi (62%)48.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain sebagai berikut:

1. Kurangnya waktu penelitian.

2. Tidak ada pendataan status perkawinan, status menyusui serta usia bayi
sehingga tidak dapat diketahui pengalaman ibu dalam menyusui.

41
42
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran tingkat pengetahuan perempuan yang
bekerja di Universitas Tarumanagara mengenai peranan ASI dalam meningkatkan
imunitas terhdap kejadian diare, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebanyak 56,8% perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara


yang mengetahui mengenai ASI ekslusif.
2. Sebanyak 21,6% perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara
mengetahui peranan ASI terhadap imunitas bayi.
3. Sebanyak 22,7% perempuan yang bekerja di Universitas Tarumanagara
yang mengetahui peranan ASI dalam mengurangi kejadian diare.

6.2 SARAN

1. Perlunya peningkatan informasi/promosi tentang pentingnya


pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan melalui kegiatan
penyuluhan oleh tenaga- tenaga kesehatan di fasilitas-fasilitas
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu.

2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadikan hasil


penelitian ini sebagai sumber referensi dan mampu mengkaji tingkat
pengetahuan peranan ASI eksklusif dengan menggunakan metode
analisis hubungan 2 variabel lainnya yang mempengaruhi.

43
Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Diarrhoeal disease [internet]. WHO. 2019.


Tersedia dari: https://www.who.int/en/news-room/fact-
sheets/detail/diarrhoeal-disease. [diakses pada 6 April 2019]
2. Troeger C, Blacker BF, Khalil IA, Rao PC, Cao S, Zimsen SR, Albertson
SB, Stanaway JD, Deshpande A, Abebe Z, Alvis-Guzman N. Estimates of
the global, regional, and national morbidity, mortality, and aetiologies of
diarrhoea in 195 countries: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2016. The Lancet Infectious Diseases. 2018 Nov
1;18(11):1211-28.
3. Kementerian Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2018.
4. Kementerian Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.
5. World health organization. integrated management of childhood illness.
Diarrhea; 2014. Tersedia dari:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/104772/6/9789241506823_Modul
e-4_eng.pdf [diakses pada 9 April 2019]
6. Magdalena S, hegar B. Air susu ibu dan kesehatan saluran cerna.
Departemen ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas
Indonesia. 2013 oct 23. Available from:
URL:http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-kesehatan-
saluran-cerna
7. llard O, morrow A. human milk composition: nutrients and bioactive
factors.National institute of health. Pediatr Clin North Am. 2013 February
; 60(1): 49–74 available from: URL:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3586783/pdf/nihms-
413874.pdf
8. Kementerian Kesehatan RI. Rencana strategis kementerian kesehatan
tahun 2015-2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2015

44
9. Boone KM, Geraghty SR, Keim SA. Feeding at the breast and expressed
milk feeding: Associations with otitis media and diarrhea in infants. The
Journal of pediatrics. 2016 Jul 1;174:118-25.
10. Fahriani R, Rohsiswanto R, Hendarto A. Faktor yang memengaruhi
pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan inisiasi
menyusu dini (IMD). Sari Pediatri. 2014; 15(6): 394-402
11. Badan Pusat Statistik. Penduduk menurut umur dan jenis kelamin
[internet]. BPS. 2010. Tersedia dari:
https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=336&wid=0 [diakses
pada 27 Mei 2019]
12. Kementrian Kesehatan Indonesia. Data dan informasi profil kesehatan
Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;
2018.
13. Schiller LR, Sellin JH. Diarrhea in Sleisenger and Fordtran's
Gastrointestinal and Liver Disease E-Book: Pathophysiology, Diagnosis,
Management, Expert Consult Premium Edition-Enhanced Online Features.
10th ed. New york: Elsevier Health Sciences; 2010; p:221-6.
14. Bishop WP, Ebach DR. The digestive system in Nelson essentials of
pediatrics. 7th ed. New York: Elsevier; 2015. p:424-5.
15. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut dalam Buku ajar gastroenterologi-
hepatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2010. Hal:80.
16. Kotloff KL. Acute gastroenteritis in children in Nelson Textbook of
Pediatric. 21th ed. New york: Elsevier; 2020. p:2021-8
17. Gupta R. Diarrhea in Pediatric gastrointestinal and liver disease. 5th ed.
New york: Elsevier Saunders; 2011.p:10-3.
18. Maqboul A, Liacouras CA. Major symptoms and signs of digestive tract
disorder in Nelson Textbook of Pediatric. 21th ed. New york: Elsevier;
2020. p:1904-5.
19. Guarino A, Ashkenazi S, Gendrel D, Vecchio AL, Shamir R, Szajewska
H. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition/European Society for Pediatric Infectious Diseases evidence-
based guidelines for the management of acute gastroenteritis in children in

45
Europe: update 2014. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition.
2014 Juli ;59(1):132-52.
20. Thiagarajah JR, Kamin DS, Acra S, Goldsmith JD, Roland JT, Lencer WI,
Muise AM, Goldenring JR, Avitzur Y, Martín MG. Advances in
evaluation of chronic diarrhea in infants. Gastroenterology. 2018 Jun
1;154(8):2045-59.
21. Santos FS, Santos FC, Santos LH, Leite AM, Mello DF. Breastfeeding and
protection against diarrhea: an integrative review of literature. Einstein
(São Paulo). 2015;13(3):435-40.
22. Grimwood K, Forbes DA. Acute and persistent diarrhea. Pediatric Clinics.
2009 Dec 1;56(6):1343-61.
23. Harvey AR, Cornelissen CR, Fisher BD. Double stranded RNA virus:
reoviridae in Lippincott’s illustrated reviews microbiology. 3rd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.p:323-4.
24. Guarino A, Albano F. Viral diarrhea in Textbook of pediatric
gastroenterology and nutrition. Chicago: CRC Press; 2004.p:127-34.
25. Bass DM. Rotavirus, calcivirus and astrovirus in Nelson Textbook of
Pediatric. 21th ed. New york: Elsevier; 2020. p:1745-7.
26. Seed PC. Escherichia coli in Nelson Textbook of Pediatric. 21th ed. New
york: Elsevier; 2020. p:1511-2.
27. Heine RG, AlRefaee F, Bachina P, De Leon JC, Geng L, Gong S, Madrazo
JA, Ngamphaiboon J, Ong C, Rogacion JM. Lactose intolerance and
gastrointestinal cow’s milk allergy in infants and children–common
misconceptions revisited. World Allergy Organization Journal. 2017
Dec;10(1):41.
28. Parks EP, Shaikhkhalil, Sainath NN, Mitchell JA, Brownell JN, Stallings
VA. Feeding healthy infanct, children, and adolescent in Nelson Textbook
of Pediatric. 21th ed. New york: Elsevier; 2020. p:321-31.
29. Munasir Z, kurniati N. Air susu ibu dan kekebalan tubuh. Departemen
ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2013
august 23. Available from:

46
URL:http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-
kekebalantubuh
30. Lawrence RA, Lawrence RM. Biochemistry of human milk in
Breastfeeding: a guide for the medical profession. 8th ed. New York:
Elsevier; 2016.p:91-102.
31. Ballard O, Morrow AL. Human milk composition: nutrients and bioactive
factors. Pediatric Clinics. 2013 Feb 1;60(1):49-74.
32. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Antibodies and antigen in Cellluler and
moleculer immnuology. 8th ed. New York: Elsevier; 2015.p:88-95.
33. Burmester GD, Pezzutto A. B-lymphocyte development and differentiation
in Color atlas of immunology. New York: Thieme Stuttgart; 2003.p:26-30.
34. Kim JH, Bode L, Ogra PL. Human milk in Remington and Klein's
Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant. 8th ed. New York:
Elsevier; 2015.p:189-205
35. Lawrence RA, Lawrence RM. Physiology of lactation in Breastfeeding: a
guide for the medical profession. 8th ed. New York: Elsevier; 2016.p:56-
70.
36. Reisinger KW, de Vaan L, Kramer BW, Wolfs TG, van Heurn LE, Derikx
JP. Breast-feeding improves gut maturation compared with formula
feeding in preterm babies. Journal of pediatric gastroenterology and
nutrition. 2014;59(6):720-4.
37. Turin CG, Ochoa TJ. world. The role of maternal breastfeeding in
preventing infantile diarrhea in developing world. Current tropical
medicine reports. 2014;1(2):97-105.
38. Kerr MA. The structure and function of human IgA. Biochemical journal.
1990 Oct 15;271(2):285.
39. Besar DS, Eveline TN. Air Susu Ibu dan Hak Bayi. Dalam: Bedah ASI.
Jakarta: IDAI; 2008.
40. Walter L, Peter K, Hurley H. Perspectives on immunoglobulin in
colostrum and milk. Aarhus University. 2011. Tersedia dari: URL:
http://www.mdpi.com/2072-6643/3/4/442/htm [Diakses pada 19 Februari
2016]

47
41. Pollard P, Maria M. ASI Asuhan Berbasis Bukti. Diterjemahkan oleh: E.
Elly Wiriawan. Jakarta: EGC. 2015.
42. Lestari, D, Zuraida R, Larasati TA. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Air Susu Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Fajar Bulan. 2013. Tersedia dari:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/66. [Diakses
pada 19 Februari 2016]
43. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
44. Widianto S, Aviyanti D, Tyas M. Hubungan Pendidikan dan Pengetahuan
Ibu tentang ASI Eksklusif dengan Sikap terhadap Pemberian ASI
Eksklusif [disertasi]. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2012:1(26).
45. Prabhasari TS, Rahmah R. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Ibu Hamil Menyusui secara Eksklusif di Puskesmas Kasihan I Bantul
Yogyakarta. Jurnal Mutiara Medika. 2011;11(1): p46-54.
46. Al-Abedi, N.F.H. & Al-Asadi, K.M.N. Assessment of Mother's
Knowledge toward Breastfeeding at AL-Najaf City. International Journal
of Scientific and Research Publications. 2016.
47. Ekambaram M, Bhat VB, Ahamed MA. Knowledge, attitude and practice
of breastfeeding among postnatal mothers. Curr Pediatr Res.
2010;14(2):119-24.

48. Khalili M, Mirshahi M, Zarghami A, Rajabnia M, Farahmand F. Maternal


Knowledge and Practice Regarding Childhood Diarrhea and Diet in
Zahedan, Iran, Health Scope. 2013 ; 2(1):19-24.

48
Lampiran 1. Lembar Pengumpulan Data

“GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PEREMPUAN


YANG BEKERJA DI UNIVERSITAS TARUMANAGARA
MENGENAI PERANAN ASI DALAM MENINGKATKAN
IMUNITAS TERHADAP KEJADIAN DIARE”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

49
Nama : ____________________________________________________

Usia : ____________________________________________________

Alamat : ____________________________________________________

No. Telp :_____________________________________________________

Pekerjaan :____________________________________________________

Pendidikan Terakhir :_______________________________________________

Menyatakan telah mendapatkan keterangan sepenuhnya dari penelitian ini, maka saya
bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela dan tanpa paksaan
dari pihak manapun, serta bersedia memberikan semua informasi dan mengikuti instruksi
yang diperlukan selama penelitian ini dengan catatan bila sewaktu-waktu saya merasa
dirugikan dalam bentuk apapun, saya dapat mengundurkan diri dan membatalkan
persetujuan ini.

Peneliti,
Jakarta,_______________

(Hario Surya Susilo) Responden

Lampiran 2. Lembar Kuesioner

LEMBAR KUESIONER

50
“Gambaran Tingkat Pengetahuan Perempuan Yang Bekerja Di
Universitas Tarumanagara Mengenai Peranan ASI Eksklusif
Dalam Meningkatkan Imunitas Terhadap Kejadian Diare”

Isilah lembar pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda (X).

1. Apa yang dimaksud dengan pemberian ASI ekslusif menurut ibu?


a. Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain saat usia bayi 0 - 4
bulan.
b. Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain saat usia bayi 0 - 4
bulan dilanjutkan dengan ASI dan makanan tambahan setelah usia bayi
lebih dari 4 bulan.
c. Pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain saat usia bayi 0-6
bulan.
d. Pemberian ASI disertai susu formula sampai usia 6 bulan.
2. Apakah pentingnya pemberian ASI ekslusif?
a. Meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Sumber energi bayi.
c. Untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
d. Semua jawaban benar.
3. Apakah ibu melakukan pemberian ASI ekslusif?
a. Ya.
b. Tidak.
4. Bila jawaban ya, Berdasarkan pengalaman ibu berapa lama ibu memberikan ASI
kepada anak ibu?
a. < 6 bulan.
b. 6 bulan.
c. > 6 bulan (6 bulan – 2 tahun).
d. Lupa.
5. Bila jawaban tidak, faktor apa yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI
eksklusif kepada bayi?
a. Produksi ASI yang sedikit atau tidak ada sama sekali.
b. Kurangnya waktu menyusui karena kesibukan yang padat.

51
c. ASI tidak mempunyai banyak manfaat dan dapat diganti dengan susu
formula.
d. ASI kurang mengenyangkan bayi sehingga harus ditambah dengan susu
formula.
6. Menurut ibu, apakah ASI dapat melindungi bayi dari suatu penyakit ?
a. Ya.
b. Tidak.
7. Bila jawaban ya, apakah alasannya?
a. Terdapat zat- zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
b. Bayi tidak mengalami kekurangan gizi.
c. Bayi tidak kelaparan.
d. Semua jawaban benar.
8. Apakah ibu memberikan ASI yang keluar pada hari pertama bayi lahir yang
biasanya berwarna kekuning – kuningan?
a. Ya.
b. Tidak.
9. Bila jawaban tidak, apakah alasannya?
a. Dianggap susu basi.
b. Tidak baik buat bayi.
c. Terlalu sedikit.
d. Tidak tahu bahwa ASI tersebut sangat baik untuk bayi.
10. Menurut ibu apakah manfaat dari memberikan air susu yang pertama kali keluar
setelah melahirkan?
a. Meningkatkan sistem kekebalan bayi (karena tinggi kandungan
proteinnya) sehingga anak jarang sakit.
b. Membuat bayi cepat kenyang.
c. Memberikan nutrisi yang cukup.
d. Tidak tahu.
11. Apa yang dimaksud dengan diare?
a. Diare merupakan buang air besar lebih 3 kali per hari disertai perubahan
konsistensi feses menjadi cair dengan atau tanpa disertai lendir dan darah
dengan jumlah feses yang dikeluarkan >10 mg/kgBB/24 jam.
b. Diare merupakan kondisi terjadinya peningkatan buang air besar lebih
dari 3 kali perhari tanpa di sertai perubahan konsistensi tinja menjadi
cair.

52
c. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi 1-3 kali perhari disertai
perubahan konsistensi feses menjadi cair dengan jumlah feses yang di
keluarkan >10mg/kg/BB.
d. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari
disertai perubahan konsistensi feses menjadi cair dengan jumlah <
10mg/kgBB/24 jam.
12. Menurut ibu, apa yang menjadi penyebab diare?
(Anda dapat memilih lebih dari satu jawaban)
a. Kolostrum.
b. Kuman.
c. Tangan yang kotor.
d. Pemberian ASI yang berkepanjangan.
13. Apakah pemberian ASI dapat menyebabkan diare?
a. Ya.
b. Tidak.
14. Berdasarkan pengalaman ibu, apakah anak ibu saat pemberian ASI mengalami
diare?
a. Ya.
b. Tidak.
15. Menurut ibu apakah ASI dapat mencegah terjadinya diare?
a. Ya .
b. Tidak.
16. Menurut ibu apakah ASI dapat menyembuhkan penyakit diare ?
a. Ya .
b. Tidak.
17. Menurut ibu apakah ASI dapat memperberat penyakit diare?
a. Ya .
b. Tidak.

53
Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Hario Surya Susilo

2. NIM : 405140194

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Tempat, Tanggal Lahir : Jayapura, 20 November 1996

5. Agama : Islam

6. Status : Belum menikah

7. Pendidikan Terakhir : SMA

8. Alamat : Jl. Pantai Indah gang 4 no 3


Kecamatan Singaraja, Buleleng-Bali

9. Telp/Hp : 081703278434

10. Email :

B. Data Pendidikan

1. 2000 – 2002 : TK Hikmah Yapis Jayapura

54
2. 2002 – 2008 : SD Hikmah 1 Yapis Jayapura

3. 2008 – 2011 : SMP Negeri 1 Jayapura

4. 2011 – 2014 : SMA Negeri 2 Jayapura

55

Anda mungkin juga menyukai