Anda di halaman 1dari 30

1

Skenario 5

Pasien Tenggelam

Seorang laki-laki usia 40 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan sulit bernafas
setelah mengikuti diving untuk pertama kalinya dan pasien sempat tenggelam
cukup lama karena tidak sadarkan diri di dalam air. Keluhan disertai pusing dan
lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipneu, takikardi, dan tes oksimetri
90%. Dokter melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui
keseimbangan asam basa dalam darah pasien tersebut. Dokter mengatakan
kemungkinan pasien mengalami asidosis respiratorik.

STEP 1

1. Takipneu : Pernafasan > 24x/menit yang cepat dan dangkal karena O2,CO2 tak
seimbang.

2. Takikardi : Peningkatan frekuensi nadi > 100x/menit (denyut jantung lebih


cepat daripada normal.

3. Tes oksimetri : - Tes pemeriksaan untuk mengetahui kadar O2 dalam darah

- Metode non-invasif/pantau O2 yang terikat Hb

4. AGD : Tes untuk mengetahui kadar O2, CO2, PH dalam darah

5. Asidosis respiratorik : Keadaan turunnya PH yang disebabkan keadaan


abnormal pada paru-paru .

STEP 2

1. Kenapa terjadi sesak saat diving?

2. Mengapa pasien tak sadar, pusing, lemas saat menyelam?

3. Mengapa pasien mengalami asidosis respiratorik?

4. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan AGD?

5. Bagaimana pemeriksaan AGD dan interpretasinya?


2

6. Bagaimana interpretasi tes oksimetri dari scenario tersebut?

STEP 3

1. - Dikarenakan tekanan atmosfer tinggi, tekanan O2 rendah.

- Keracunan CO2 di dalam laut.

- Perbedaan tekanan di dalam laut dan permukaan laut.

- 78% Nitrogen (ketika bernafas) tekanan disekitar tubuh meningkat pada saat
turun ke air menyebabkan Nitrogen diserap ke jaringan sehingga ada
gelembung masuk ke paru.

- Terjadi hiperventilasi.

2. - Karena terjadi narcosis nitrogen.

- Keracunan O2 pada tekanan tinggi.

- Merasakan tekanan perubahan air yang cepat.

3. - Karena CO2 berlebih, paru-paru tidak mampu membuangnya sehingga tingkat


keasaman cairan tubuh meningkat.

- Kelebihan kadar asam dalam darah akibat penumpukan CO2.

- Peningkatan tekanan CO2 pada aliran darah sistemik.

4. - Untuk mengetahui apakah asidosis respiratorik/alkalosis respiratorik, asidosis


metabolik/alkalosis metabolik (asidosis: PH<7, alkalosis PH>7)

- Agar mengetahui kadar PH, CO2, PO2, HCO3-

- Pada arteri, untuk mengetahui distribusi darah (ada sel darah merah dan sel
darah putih).

- Mengambil sampel darah pada arteri (PH, PCO2,HCO3-)

5. - PH darah, PCO2, PO2, HCO3-

- Interpretasi: Normal, abnormal


3

- Kompensasi: penuh, sebagian tidak terkompensasi

6. Interpretasi: Normal atau Hipoksia

STEP 4

1. - Mekanisme hiperventilasi:

1. Saat menyelam atm meningkat

Tekanan di thorak meningkat

Tekanan alveolus meningkat

Hiperbarik

CO2 terkumpul, terhirup kembali

PaCO2 meningkat

Aktivasi kemoreseptor sentral

Hiperventilasi

- di permukaan laut: 1atm

- 33 kaki dibawah laut: 2atm (1atm besar udara di permukaan laut, 1 atm berat
air)

- Usaha untuk menjada paru agar tidak kolaps: udara yang diberikan harus
bertekanan tinggi.

2. - Tubuh merasakan perubahan tekanan air/udara yang cepat, sehingga nitrogen


dalam darah membentuk gelembung yang menyumbat pembuluh darah dan
jaringan organ, bangunan tersebut memblokir aliran darah pada singkat
pembuluh darah terkecil.

- 4/3 tersusun nitrogen, saat menyelam tekanan nitrogen naik, nitrogen larut
dalam darah pada sirkulasi lemas di membrane saraf, merusak saraf, narcosis
nitrogen.
4

- Narkosis ringan: 120 kaki (perasaan riang)

- Narkosis sedang: 150-200 kaki (ngantuk)

- Narkosis berat: 200-250 kaki (lemah untuk melakukan aktivitas)

- Narkosis sangat berat: 250 keatas (hampir tidak dapat melakukan apa-apa)

- Mekanisme keracunan O2: PO2 meningkat, terjadi tekanan di alveolus


meningkat, Hb tidak mampu melepas O2 menuju jaringan, O2 meningkat,
jaringan saraf rusak, gangguan fungsi otak.

3. Saat menyelam, PO2 meningkat, masuk ke alat selam, terjadi gangguan nafas
dan ventilasi, CO2 terhirup, H2+CO3, darah asam, asidosis respiratorik, terjadi
karena PH<7,33, Normal: 7,33-7,45.

- PCO2 pada alveolus 80mmHg, jika>80mmHg aka nada efek negatif.

- Normal PCO2 : 35-40mmHg

- Normal PO2: 75-100mmHg

- Normal SPO2 : 95-100%

- Normal HCO3: 22-26

4. - PH: untuk mengetahui keasaaman didaerah sistemik

- PAO2: untuk mengetahui PAO2 di sistemik

- PACO2: untuk mengetahui PACO2 di sistemik.

- HCO3: untuk mengetahui kadar asam bikarbonat dalam darah sistemik.

5. Interpretasi

- PH: 7,35-7,45/7,32-7,42

- PO2: 80-100mmHg/75-100mmHg

- PCO2: 35-45mmHg (hipoventilasi, hiperventilasi)


5

Saturasi oksigen

1 Hb mengiakt 4 oksigen

Normal: 95-99mmHg

SaO2<95%: hipoksia

SaO2>99%: toxic

Untuk menghasilkan voltase (elektroda kaca)

PH: 7,55 > alkalosis (meningkat)

PACO2: 23mmHg > alkalosis (meningkat)

HCO3: 20 > asidosis

- PH: 7,35-7,45

- PaCO2: 45-35

- HCO2: 22-26

6. - Saturasi 95-100% (normal)

- 80-95% (hipoksia ringan)

- 15-89% (ipoksia sedang)

- <80% (hipoksia berat)

Dalam kasus tersebut, pasien mengalami hipoksia ringan.


6

MIND MAP

TES OKSIMETRI

SISTEM PERNAFASAN

ASIDOSIS & AGD


ALKALOSIS

PEMERIKSAAN INTERPRETASI
RESPIRATORIK METABOLIK

STEP 5

1.Mekanisme pengaturan pernapasandan factor yang mempengaruhi

2.Mekanisme pengaturan asam basa dan faktor-faktor yang berperan dalam


keseimbangan asam basa (kompensasi)

3.Hubungan jantung dan paru dalam aktivitas pernafasan

STEP 6

Belajar Mandiri
7

STEP 7

1. Mekanisme Pengaturan Pernapasan


1. Pengaturan pernapasan.
a. Pusat kontrol pernapasan dibatang otak.
b. Pusat pernapasan di pons :
 Pusat peneumotaksik
 Pusat apneustik
c. Pusat pernapasan di medula :
 Kelompok respiratorik dorsal (KRD)
 Kelompok respiratorik ventral (KRV)

Pusat Pernapasan di Medula

a. Kelompok neuron pernapasan dorsal


Kelompok neuron pernapasan dorsal memegang peranan paling mendasar
dalam mengendalikan pernapasan dan menempati sebagian besar panjang medula.
Sebagian besar neuronnya terletak didalam nukleus traktus solitarius (NTS). NTS
merupakan ujung sensoris dari nervus vagus dan nervus glosofaringeus yang
menstransmisikan sinyal sensorisnya ke dalam pusat pernapasan dari . 1
(1) Kemoreseptor perifer
(2) Baroreseptor
(3) Berbagai macam reseptor dalam paru

Mekanismenya yaitu :

Terjadi hiperventilasi – neuron inspirasi aktif- melalu rangsangan kelompok


dorsal – impuls neuron inspirasi – merangsang motorneuron – melalui nervus
vagus dan nervus glosofaringeus- impuls neuron ekspirasi- kontraksi otot
ekspirasi – ekspirasi kuat.

Selain itu kelompok pernapasan dorsal juga berperan dalam rangkaian


pelepasan sinyal inspirasi berirama. Irama dasar pernapasan terutama berasal dari
kelompok neuron pernapasan dorsal. Kelompok neuron ini masih mengeluarkan
potensial aksi neuron inspirasi secara berulang-ulang. Karena adanya jaringan
8

saraf yang aktivitas satu rangkaian neuronnya mengeksitasi rangkaian yang kedua,
yang selanjutnya menghambat rangkaian pertama. Selang kembali beberapa waktu
kemudian ,mekanisme ini berulang-ulang terus menerus.

b. Kelompok pernapasan ventral

Kelompok neuron pernapasan ventral, yang terdapat bagian rostral dari nukleus
ambigus dan bagian kaudal dari nukleus retro ambigus , terletak pada tiap sisi
medula. Fungsi kelompok neuron ini berbeda dengan kelompok pernapasan dorsal
dalam bergabagi hal penting.1

Neuron-neuron dari kelompok pernapasan ventral hampir seluruhnya tetap


inaktif selama pernapasan tenang normal ,pernapasan tenang normal hanya timbul
oleh sinyal inspirasi berulang-ulang dari kelompok pernapasan dorsal yang
terutama dikirimkan ke diagfragma dan ekspirasi yang merupakan hasil dari sifat-
sifat lenting elastis paru dan rangka thoraks. Neuron pernapasan ventral
tampaknya tidak ikut berpartisipasi dalam menentukan irama dasar yang mengatur
pernapasan, bila rangsang pernapasan untuk meningkatkan ventilasi paru menjadi
lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang berasal dan mekanisme getaran
dasar di area pernapasan dorsal akan tercurah ke neuron pernapasan ventral, area
pernapasan ventral turut membantu menambah perangsangan pernapasan,
rangsangan listrik dari beberapa neuron pada kelompok ventral menyebabkan
inspirasi, sedangkan rangsangan dari neuron lainnya menyebabkan ekspirasi,
neuron-neuron ini menyokong inspirasi maupun ekspirasi. Neuron tersebut
terutama penting dalam menghasilkan sinyal ekspirasi kuat ke otot-otot abdomen
selama ekspirasi yang kuat.1

Pusat Pernapasan di Pons

a. Pusat pneumotaksik
Pusat pneumotaksik yang terletak disebelah dorsal, didalam nukleus
parabrakialis pons bagian atas, mengirimkan sinyal ke area inspirasi. Efek utama
pusat ini adalah mengatur titik henti pernapasan inspirasi landai. Dengan demikian
mengatur lamanya fase pengisisan siklus paru. Bila sinyal pneumotaksik cukup
kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya 0,5 detik, jadi pengisian paru hanya
9

sedikit tetapi bila sinyal pneumotaksik kuat dapat meningkatkan frekuensi 30


sampai 40 detik. Fungsi untamanya mebatasi inspirasi. 2
b. Pusat apneustik
Pusat pneumotaksik berfungsi membatasi lama inspirasi dan meningkatkan laju
respirasi, dengan menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi
normal atau kuat. Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang
menghambat neuron I, membatasi durasi inspirasi. Sebaliknya, pusat apneustik
mencegah penghambatan neuron I dan memberikan kekuatan ekstra untuk
inspirasi, dihambat oleh impuls aferen melalui Nervus Vagus. 2

Gambar 1.1 : Susunan Pusat Pernapasan . 1

Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Pernapasan


1. Kendali Kimia
Banyak faktor yang mempengaruhi laju dan kedalaman pernapasan yang sudah
diset oleh pusat pernapasan, yaitu adanya perubahan kadar oksigen, karbon
dioksida dan ion hidrogen dalam darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan
perubahan kimia dan menimbulkan respon dari sensor yang disebut kemoreseptor.
Ada 2 jenis kemoreseptor, yaitu kemoreseptor pusat yang berada di medulla dan
kemoreseptor perifer yang berada di badan aorta dan karotid pada sistem arteri. 2
10

a. Kemoreseptor pusat, terletak di permukaan ventral medulla oblongata, reseptor


ini dirangsang oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah arteri, cairan
serebrospinal peningkatan ion hidrogen dengan merespon peningkatan frekuensi
dan kedalaman pernapasan atau hiperventilasi. 1

Mekanismenya :

𝑃𝐶𝑂2 meningkat pada otak → 𝐶𝑂2 berikatan dengan 𝐻2 𝑂 → 𝐻2 𝐶𝑂3 →


menembus sawar darah otak → kadar 𝐻 + lokal meningkat → hiperventilasi

b. Kemoreseptor perifer, yaitu Glomus karotikus yang terletak pada biffurcatio


carotis dan Glomus aortikus yang terletak pada arcus aorta, reseptor kimia ini
peka terhadap perubahan konsentrasi oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen.
Misalnya adanya penurunan oksigen, peningkatan karbon dioksida dan
peningkatan ion hidrogen maka pernapasan menjadi meningkat. 1

Mekanismenya :

𝑃𝐶𝑂2 pada arteri meningkat → mengeksitasi sel glomus → melalui


n.glossopharingeus dan n.vagus → menuju area dorsal medulla oblongata →
menyebabkan ventilasi meningkat.

2. Non Kimiawi
Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengatuan pernapasan di
antaranya : pengaruh baroreseptor, peningkatan suhu tubuh, hormon epineprin,
refleks hering-breuer. 1

a. Baroreseptor

Berada pada sinus kortikus, arkus aorta atrium, ventrikel dan pembuluh darah
besar. Baroreseptor berespon terhadap perubahan tekanan darah. Peningkatan
tekanan darah arteri akan menghambat respirasi, menurunnya tekanan darah arteri
dibawah tekanan arteri rata-rata akan menstimulasi pernapasan. Aktivitas
baroresestor ini mempengaruhi pusat respirasi, ketika tekanan darah turun, laju
respirasi meningkat. Ketika tekanan darah naik, laju respirasi turun.1
11

b. Peningkatan suhu tubuh

Misalnya karena demam atau olahraga maka secara otomatis tubuh akan
mengeluarkan kelebihan panas tubuh dengan cara meningkatkan ventilasi.
Perubahan suhu mempengaruhi tingkat saturasi (pengikatan O2 oleh Hb)
hemoglobin. Jika temperature naik maka saturasi Hb turun sehingga oksigen
banyak dilapas. Sebaliknya, jika temperature turun, Hb akan mengikat oksigen
lebih kuat sehingga oksigen akan sulit dilepas ke jaringan. Suhu ini
mempengaruhi sistem pernapasan secara signifikan pada jaringan aktif yang
panasnya terus ditingkatkan. Contoh, otot skelet aktif meningkatkan panas, dan
panas ini menghangatkan darah yang mengalir melalui organ. Karena darah
menjadi hangat, molekul Hb melepaskan lebih banyak oksigen. 2

c. Hormon Epinephrine

Peningkatan hormon epinephrin akan meningkatkan rangsangan simpatis


(bronkodilatasi) yang juga akan merangsang pusat respirasi untuk meningkatkan
ventilasi. 2

3. Refleks Hering-Breuer

Refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi. Reseptor refleks ini terletak di


dinding alveolar. Refleks ini berfungsi secara normal hanya ketika ekshalasi
maksimal, ketika pusat inspirasi dan ekspirasi aktif. Pada saat inspirasi mencapai
batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam otot polos paru untuk
menghambat aktifitas neuron inspirasi. Dengan demikian refleks ini mencegah
terjadinya overinflasi paru-paru saat aktifitas berat.2

4. Pengendalian oleh saraf

Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf
cervicalis impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dan dibagian
yang lebih rendah pada sumu-sum belakang, impulsnya berjalan dari daerah
thorax melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot intercostalis. Impuls ini
12

menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang kecepatan
kira-kira lima belas kali setiap menit. 2

Tabel 1.1 Pengaruh Faktor Kimia .2

Faktor Kimia Efek pada Kemoreseptor Efek pada Kemoreseptor


Perifer Sentral
Penurunan PO2 Merangsang hanya ketika Secara langsung menekan
di darah arteri PO2 arteri turun ke titik yng kemoreseptor sentral dan
mengancam nyawa ( <60 pusat respirasi itu sendiri <
mmHg) suatu mekanisme 60 mmHg
darurat
Peningkatan Merangsang secara lemah Merangsang secara kuat
PCO2 di darah adalah kontrol ventilasi
arteri yang dominan (kadar >70-
(peningkatan H+ 80 mmHg secara langsung
di CES otak) menekan pusat pernapasan
dan kemoreseptor sentral
Peningkatan H+ Merangsang penting dalam Tidak mempengaruhi,
didarah arteri keseimbangan asam basa tidak menembus sawar
darah otak

Pengaturan Kimiawi Pernapasan

Tujuan akhir pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi oksigen,


karbon dioksida, dan ion hidrogen yang sesuai dalam jaringan. Untungnya,
aktivitas pernapasan sangat responsive terhadap perubahan masing-masing
konsentrasi tersebut. Kelebihan karbon dioksida atau kelebihan ion hydrogen
dalam darah terutama bekerja langsung pada pusat pernapasan itu sendiri,
menyebabkan kekuatan sinyal motorik inspirasi dan ekspirasi ke otot-otot
pernapasan sangat meningkat. 1

Oksigen, tidak mempunyai efek langsung yang bermakna terhadap pusat


pernapasan di otak dalam pengaturan pernapasan. Justru, oksigen bekerja hampir
13

seluruhnya pada kemoreseptor perifer yang terletak di badan-badan karotis dan


aorta, dan kemudian mentransmisikan sinyal saraf yang sesuai ke pusat pernapsan
untuk mengatur pernapasan. 1

Area kemosensitif, terletak bilateral hanya 0,2 milimeter di bawah permukaan


ventral medulla. Area ini sangat sensitive terhadap perubahan 𝑃𝐶𝑂2 atau
konsentrasi hidrogen dalam darah, dan kemudian merangsang bagian lain pada
pusat pernapasan.1

Walaupun karbon dioksida mempunyai sedikit efek perangsangan langsung


terhadap neuron-neuron area kemosensitif, tetapi karbon dioksida sangat
berpengaruh pada efek tidak langsung. Karbon dioksida akan bereaksi dengan
cairan jaringan untuk membentuk asam karbonat yang berdisosiasi menjadi ion
bikarbonat dan ion hydrogen; dan ion hydrogen kemudian berpengaruh terhadap
rangsangan langsung pada pernapasan. Sawar darah otak tidak terlalu permeable
terhadap ion hydrogen, sedangkan kabon dioksida melalui sawar ini hampir
seperti sawar ini tidak ada. Akibatnya, kapan pun 𝑃𝐶𝑂2 darah meningkat, makan
𝑃𝐶𝑂2 cairan interstisial medulla dan cairan cerebrospinal juga ikut meningkat.1

2. Mekanisme Pengaturan Asam Basa

Tiga sistem utama mengatur konsentrasi H+ dalam cairan tubuh untuk


mencegah asidosis atau alkalosis: (1) sistem dapar asam-basa kimiawi dalam
cairan tubuh, yang dengan segera berikatan dengan asam atau basa untuk
mencegah perubahan konsentrasi H+ yang berlebihan; (2) pusat pernapasan, yang
mengatur pembuangan CO2 (dan, oleh karena itu, H2CO3) dari cairan
ekstraselular; dan (3) ginjal, yang dapat mengekskresikan urine asam atau urine
alkali, sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi H+ cairan ekstraselular
menuju normal selama asidosis atau alkalosis. Bila terjadi perubahan konsentrasi
H+, sistem dapar cairan tubuh bekerja dalam waktu beberapa detik untuk
memperkecil perubahan ini. Sistem dapar tidak mengeluarkan H+ dari tubuh atau
menambahnya ke dalam tubuh tetapi hanya menjaga agar ion-ion tersefiut tetap
terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Garis pertahanan kedua, sistem
pernapasan, bekerja dalam beberapa menit untuk mengeluarkan CO2 dan, oleh
14

karena itu, H2CO3 dari tubuh. Kedua garis pertahanan pertama ini menjaga
konsentrasi H+ dari perubahan yang terlalu besar sampai garis pertahanan ketiga
yang bereaksi lebih lambat, yaitu ginjal, dapat mengeluarkan kelebihan asam atau
basa dari tubuh. Walaupun ginjal relatif lambat memberi respons dibandingkan
dengan pertahanan lain, ginjal merupakan sistem pengatur asam-basa yang paling
kuat yang bekerja selama beberapa jam sampai beberapa hari . 1

Sistem Dapar Asam Basa Kimiawi

 Sistem Dapar Asam Karbonat-Bikarbonat

Sistem dapar bikarbonat terdiri atas larutan air yang mengandung dua unsur:
(1) asam lemah, H2CO3, dan (2) garam bikarbonat, seperti NaHCO3. H2CO3
dibentuk dalam tubuh oleh reaksi CO2 dengan H2O .1

Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila
ada enzim anhidrase karbonat. Enzim ini sangat banyak terutama di dinding
alveoli paru, tempat CO2 dilepaskan; anhidrase karbonat juga ditemukan di sel
epitel tubulus ginjal, tempat CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H dan HCO3- :

H2CO3 H+ + HCO3-

Komponen kedua dari sistem, yaitu garam bikarbonat, terutama terdapat


sebagai natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam cairan ekstraselular. NaHCO3
terionisasi hampir lengkap untuk membentuk ion bikarbonat (HCO3) dan ion-ion
natrium (Na+) sebagai berikut. 1

NaHCO3 Na+ + HCO3-

Akibat lemahnya penguraian H2CO3, konsentrasi H+ menjadi sangat kecil.


Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan dapar bikarbonat,
peningkatan H+ yang dilepaskan dari asam ( HCI→ H+ + CI- ) didapar oleh HCO3.
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk, menyebabkan peningkatan
produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini, kita dapat melihat bahwa H+ dari asam
kuat, yaitu HCI, bereaksi dengan HCO3 untuk membentuk asam yang sangat
15

lemah, yaitu H2CO3, yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang
berlebihan sangat merangsang pernapasan, yang mengeluarkan CO2 dari cairan
ekstraselular. Reaksi yang sebaliknya terjadi bila suatu basa kuat, seperti natrium
hidroksida (NaOH), ditambahkan ke dalam larutan dapar bikarbonat. Dalam hal
ini, OH- dari NaOH berikatan dengan H2CO3 untuk membentuk HCO3 tambahan.
Jadi, basa lemah NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH. Pada waktu yang
bersamaan, konsentrasi HCO3 menurun (karena bereaksi dengan NaOH),
menyebabkan lebih banyak CO2 berikatan dengan H20 untuk menggantikan
H2CO3 .

Oleh karena itu, hasil akhirnya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2
dalam darah; tetapi penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan
menurunkan laju ekspirasi CO2 . Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah
dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal.1

 Sistem Dapar Fosfat

Walaupun sistem dapar fosfat tidak berperan penting sebagai dapar cairan
ekstraselular, sistem dapar ini berperan penting dalam pendaparan cairan tubulus
ginjal dan cairan intraselular. Unsur utama dalam sistem dapar fosfat adalah
H2PO4- dan HPO4-. Bila suatu asam kuat seperti HCI ditambahkan ke dalam
campuran kedua zat ini, hidrogen diterima oleh basa HPO4- dan diubah menjadi
H2PO4 .3

HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl

Hasil dari reaksi ini, asam kuat, yaitu HCI, digantikan oleh sejumlah asam
lemah tambahan, NaH2PO4, dan penurunan pH menjadi minimal. Bila suatu basa
kuat, seperti NaOH, ditambahkan ke dalam sistem dapar, OH- didapar oleh H2PO4
untuk membentuk sejumlah HPO4+ + H2O tambahan. Bila suatu basa kuat, seperti
NaOH, ditambahkan ke dalam sistem dapar, OH- didapar oleh H2PO4 untuk
membentuk sejumlah HPO4+ + H2O tambahan. 3

NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O


16

Dalam keadaan ini, suatu basa kuat, NaOH, ditukar dengan suatu basa lemah,
NaH2PO4, yang menyebabkan pH hanya meningkat sedikit. Sistem dapar fosfat
memiliki pK 6,8; yang tidak jauh dari pH norma1 7,4 dalam cairan tubuh; keadaan
ini membuat sistem tersebut dapat bekerja mendekati kekuatan dapar maksimum.
Akan tetapi, konsentrasinya dalam cairan ekstraselular rendah, hanya sekitar 8
persen dari konsentrasi dapar bikarbonat. Oleh karena itu, kekuatan dapar total
dari sistem fosfat dalam cairan ekstraselular jauh lebih kecil dibandingkan dengan
kekuatan sistem dapar bikarbonat. Berbeda dengan perannya yang tidak begitu
bermakna sebagai dapar ekstrasel, dapar fosfat sangat penting dalam cairan
tubulus tubulus ginjal untuk dua alasan berikut. (1) fosfat biasanya menjadi sangat
pekat dalam tubulus, sehingga meningkatkan kekuatan dapar sistem fosfat, dan(2)
cairan tubulus biasanya mempunyai pH yang lebih rendah daripada cairan
ekstraselular, sehingga kisaran kerja dapar lebih mendekati pK (6,8) sistem.
Sistem dapar fosfat juga penting dalam pendaparan cairan intraselular karena
konsentrasi fosfat dalam cairan ini beberapa kali lebih besar daripada dalam cairan
ekstraselular. Selain itu, pH cairan intraselular lebih rendah daripada pH cairan
ekstraselular dan oleh karena itu biasanya lebih mendekati pK sistem dapar fosfat
dibandingkan dengan cairan ekstraselular.3

 Sistem Dapar Protein

Protein termasuk dapar yang paling banyak dalam tubuh karena konsentrasinya
yang tinggi, terutama di dalam sel. pH sel, walaupun sedikit lebih rendah daripada
pH dalam cairan ekstraselular, namun perubahannya kira-kira sebanding dengan
perubahan pH cairan ekstraselular. Ada sedikit H dan HCO3- yang berdifusi
melalui membran sel, walaupun ion-ion ini membutuhkan waktu beberapa jam
untuk menjadi seimbang dengan cairan ekstraselular, kecuali keseimbangan cepat
yang terjadi di dalam sel darah merah. Akan tetapi, CO2 dapat dengan cepat
berdifusi melalui semua membran sel. Dlfusi unsur sistem dapar bikarbonat
menyebabkan pH cairan intraselular berubah ketika terjadi perubahan pH cairan
ekstraselular. Oleh karena alasan ini, sistem dapar di dalam sel membantu
mencegah perubahan pH cairan ekstraselular tetapi mungkin membutuhkan waktu
17

beberapa jam untuk menjadi efektif secara maksimal. Dalam sel darah merah,
hemoglobin (Hb) adalah dapar yang penting sebagai berikut. 1

H+ + Hb HHb

Kira-kira 60 sampai 70 persen dapar kimia total cairan tubuh berada dalam sel-
sel, yang sebagian besar dihasilkan dari protein intrasel. Akan tetapi, kecuali
untuk sel-sel darah merah, lambatnya pergerakan H+ dan HCO3 melalui membran
sel sering memperlambat sampai beberapa jam kemampuan maksimal protein
intrasel untuk mendapar gangguan asam-basa ekstrasel.

Selain konsentrasi protein yang tinggi dalam sel, faktor lain yang turut berperan
pada kekuatan daparnya adalah karena pK kebanyakan sistem protein ini hampir
mendekati pH intrasel.1

Pusat Pernapasan Dalam Pengaturan Asam Basa

Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen.
Molekul yang mengandung atom hidrogen yang dapat melepaskan ion hidrogen
dalam larutan disebut asam. Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima
H+. Asam kuat adalah asam yang dapat cepat terurai dan melepaskan terutama
sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Asam lemah kecil kemungkinan untuk
menguraikan ion-ionnya dan, oleh karena itu, kurang kuat melepaskan H+.1

Basa kuat adalah basa yang bereaksi cepat dan kuat dengan H+ dan, oleh
karena itu, dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Basa lemah yang khas
adalah HCO3- karena basa ini berikatan dengan H+ jauh lebih lemah daripada OH-.
Kebanyakkan asam dan basa dalam cairan ekstraselular yang terlibat dalam
pengaturan asam-basa normal adalah asam dan basa lemah.1

Garis pertahanan terhadap gangguan asam-basa adalah pengaturan konsentrasi


CO2 cairan ekstraselular oleh paru. Peningkatan ventilasi akan mengeluarkan CO2
dari cairan ekstraselular, yang melalui kerja massal, akan mengurangi konsentrasi
H+. Sebaliknya, penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2, yang juga
meningkatkan konsentrasi H+ dalam cairan ekstraselular.1
18

CO2 dibentuk secara terus menerus dalam tubuh melalui proses metabolisme
intrasel. Setelah dibentuk, CO2 berdifusi dari sel masuk ke dalam cairan
interstisial dan darah, dan aliran darah mengangkut CO2 ke paru, tempat CO2
berdifusi ke dalam alveoli dan kemudian dipindahkan ke atmosfer melalui
ventilasi paru. Normalnya, terdapat sekitar 1,2 mol/L CO2 yang terlarut di dalam
cairan ekstraselular, yang sama dengan PCO2 sebesar 40mmHg.1

Bila kecepatan pembentukan CO2 metabolik meningkat, PCO2 cairan


ekstraselular juga meningkat. Sebaliknya, penurunan kecepatan metabolik
menurunkan PCO2. Bila kecepatan ventilasi paru meningkat, CO2 dihembuskan
keluar dari paru dan PCO2 dalam cairan ekstraselular menurun. Oleh karena itu,
perubahan ventilasi paru/perubahan kecepatan pembentukkan CO2 oleh jaringan
dapat mengubah PCO2 cairan ekstraselular.1

Gambar 2.1 : Grafik Peningkatan Ventilasi Alveolus .1


19

Gambar 2.2 : Grafik Peningkatan PH . 1

Grafik diatas menunjukkan peningkatan konsentrasi H+ yang merangsang


ventilasi alveolus, kecepatan ventilasi alveolus meningkat 4-5x kecepatan normal
sewaktu PH turun&nilai normal 7,4 menjadi 7,0 yang sangat asam. Tidak hanya
kecepatan ventilasi alveolus saja yang memengaruhi konsentrasi H+ dengan
mengubah PCO2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi H+ juga memengaruhi kecepatan
ventilasi alveolus. Karena peningkatan konsentrasi H+ merangsang pernapasan
dan karena peningkatan ventilasi alveolus menurunkan konsentrasi H+, system
pernapasan bekerja sebagai pengatur umpan balik negatif lazim untuk konsentrasi
H+.1

Jadi, bila konsentrasi H+ meningkat di atas normal, sistem pernapasan


dirangsang, dan ventilasi alveolus meningkat. Keadaan ini menurunkan PCO2
cairan ekstraselular dan mengurangi konsentrasi H+ kembali menuju normal.
Sebaliknya, bila konsentrasi H+ turun di bawah normal, terjadi depresi pusat
pernapasan, ventilasi alveolus menurun, dan konsentrasi H+ meningkat kembali
menuju normal.1

Bila pH tiba-tiba menurun melalui penambahan asam ke dalam cairan


ekstraselular dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0 , sistem pernapasan dapat
mengembalikan pH menjadi sekitar 7,2 sampai 7,3. Respons ini terjadi dalam
20

waktu 3-12 menit. Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam-basa


merupakan pengaturan yang bekerja dengan cepat dan menjaga konsentrasi H+
dari perubahan yang terlalu besar.1

Gangguan pernapasan dapat juga menyebabkan perubahan konsentrasi H+.


Sebagai contoh, gangguan fungsi paru, seperti emfisema berat, menurunkan
kemampuan paru untuk mengeluarkan CO2 keadaan ini kemudian menyebabkan
penumpukan CO2 dalam cairan ekstraselular dan kecenderungan ke arah asidosis
respiratorik. Kemampuan untuk memberi respons terhadap asidosis metabolik
juga menjadi terganggu karena penurunan kompensasi PCO2 yang normal terjadi
melalui peningkatan ventilasi, menjadi berkurang.1

Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Oleh Ginjal

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan


anion asam non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan
asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada
mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam karbonat,
buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan NH3 diekskresi
ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme
pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus
proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam. 3

Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan
negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun,
ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system biologi. Ion hydrogen
berinteraksi dengan berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi
struktur protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat
penting pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria
3
pada proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP.

Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus menerus di


dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat bervariasi
tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di dalam tubuh
21

berasal dari makanan, minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh
ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein dan lemak,
glikolisis anaerobik atau ketogenesis. 3

Senyawa kimia yang bernama asam adalah jenis senyawa yang kimia yang
melepaskan ion hidrogen pada satu larutan atau pun senyawa yang lainnya.
Beberapa jenis larutan yang ada pasa senyawa asam yaitu asam klorida yang
bersenyawa (HCL) dengan air membentu senyawa hidrogen (H+) dan juga ion
klorida (CL-). Selain itu asam karbonat ( H2CO3) yang memiliki ionisasi dalam
membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3). Pada jenis asam yang ada
memiliki dua jenis asam yang terdiri dari asam kuat dan lemah. 3

Asam kuat adalah jenis senyawa asam yang terurai dengan cepat dan pada
umumnya senyawa tersebut melepaskan ion H+ didalam larutan dengan contoh
HCL. Sedangkan pada asam lemah sangat sedikit terurai senyawa asam dan hanya
melepasakan sedikit H+ yang biasanya terbentuk dengan H2CO3. Pada saat
senyawa asam melepaskan ion hidrogen namun apabila senyawa basa adalah
senyawa kimia yang menerima ion hidrogen. Dengan melepaskan ion maka
senyawa basa ini akan dengan mudah akan hilang dari dalam larutan tersebut.
Senyawa basa dapat dibagi menjadi dua antara lain misalnya saja basa kuat dan
juga basa lemah. Senyawa basa kuat ini akan dengan kuat dan cepat mudah
dihilangkan dari larutan kimia. Contoh dari senyawa basa ini adalah ion hidroksil
( OH- ) yang memilik reaksi cepat membentuk H2O. Sedangkan basa lemah akan
sangat lemah dalam memiliki reaksi dengan ion H+. 3

Ketidakseimbangan Asam Basa

 Asidosis Respiratorik

Semua peningkatan jangka pendek PaCO2 arteri (yi. di atas 40 mm Hg, karena
hipoventilasi) akan menyebabkan asidosis respiratorik. Perlu diingat bahwa C02
yang tertahan berada dalam keseimbangan dengan H2CO3, yang sebaliknya berada
dalam keseimbangan dengan HCO3-. Peningkatan efektif plasma berarti bahwa
keseimbangan yang baru akan tercapai pada pH yang lebih rendah. Hal ini dapat
terlihat pada grafik dengan memplotkan konsentrasi HCO3- plasma versus pH.
22

Perubahan pH yang terlihat pada setiap peningkatan PaCO2 selama asidosis


respiratorik bergantung pada kemampuan pendaparan darah. 4

 Alkalosis Respiratorik

Semua penurunan jangka pendek PaCO2 di bawah nilai yang diperlukan agar
pertukaran CO2 dapat berlangsung dengan baik (yi. di bawah 35 mm Hg, seperti
yang terjadi pada hiperventilasi) akan menyebabkan alkalosis respiratorik.
Penurunan C02 menggeser keseimbangan sistem asam karbonat-bikarbonat untuk
menurunkan [H+] dan meningkatkan pH secara efektif. Seperti pada asidosis
respiratorik, perubahan pH awal yang sesuai dengan alkalosis respiratorik adalah
perubahan yang terjadi tanpa bergantung pada mekanisme kompensasi apapun,
sehingga merupakan alkalosis respiratorik yang tidak terkompensasi.4

 Asidosis dan Alkalosis Metabolik

Perubahan pH darah juga dapat disebabkan oleh mekanisme di luar pernapasan.


Asidosis metabolik (atau asidosis nonrespiratorik) terjadi jika darah mendapat
tambahan asam kuat. Jika, sebagai contoh, seseorang menelan sejumlah besar
asam (misalnya:keracunan aspirin), asam dalam darah akan cepat meningkat.
H2CO3 yang terbentuk diubah menjadi H2O dan CO2, dan CO2 dengan cepat
dikeluarkan melalui paru. Situasi ini disebut asidosis metabolik yang tidak
terkompensasi (Gambar 35-8). Perhatikan bahwa berlawanan dengan asidosis
respiratorik, asidosis metabolik tidak melibatkan perubahan pada Pco2;
pergeseran menuju asidosis metabolik terjadi di sepanjang suatu garis isobar. Jika
kadar [H+] bebas turun akibat penambahan suatu basa, atau yang lebih sering,
pengeluaran sejumlah besar asam (mis. setelah muntah), maka timbul alkalosis
metabolik. Pada alkalosis metabolik tidak terkompensasi, pH meningkat
sepanjang garis isobar.4

Kompensasi Pernapasan dan Ginjal

Asidosis dan alkalosis yang tidak terkompensasi yang dijelaskan di atas, jarang
terjadi karena adanya sistem kompensasi. Dua sistem kompensasi utama adalah
kompensasi respiratorik dan kompensasi ginjal. Sistem Pernapasan
23

mengompensasi asidosis atau alkalosis metabolik dengan mengubah ventilasi, dan


selanjutnya mengubah P CO2 , yang dapat mengubah pH darah secara langsung.
Mekanisme respiratorik berlangsung cepat. Sebagai respons terhadap asidosis
metabolik, ventilasi meningkat, menyebabkan penurunan P CO2 (mis. dari 40 mm
Hg menjadi 20 mm Hg) dan diikuti oleh peningkatan pH ke arah normal. Sebagai
respons terhadap alkalosis metabolik, ventilasi berkurang, P CO2 meningkat, dan
pH menurun. Karena kompensasi respiratorik merupakan respons yang cepat,
sebenarnya memperjelas dua tahap penyesuaian pH darah. Di dunia nyata,
kompensasi respiratorik akan dimulai segera setelah asidosis metabolik terjadi
sehingga tidak terjadi pergeseran besar pH yang terlihat di gambar.4

Agar kompensasi terhadap asidosis atau alkalosis respiratorik atau metabolik


berlangsung sempurna, dicetuskan mekanisme kompensasi ginjal. Ginjal bereaksi
terhadap asidosis dengan mengekskresikan asam secara aktif sembari meretensi
HCO3− yang terfiltrasi. Sebaliknya, ginjal bereaksi terhadap alkalosis dengan
mengurangi sekresi H+ dan mengurangi retensi HCO3- yang terfiltrasi. Sel-sel
tubulus ginjal memiliki karbonat anhidrase aktif sehingga dapat menghasilkan H+
dan HCO3- dari CO2. Sebagai respons terhadap asidosis, sel-sel ini menyekresi
H+ ke dalam cairan tubulus untuk dipertukarkan dengan Na+, sementara HCO3-
secara aktif direabsorpsi ke dalam kapiler peritubulus. Setiap H+ yang
disekresikan akan digantikan dengan penambahan satu Na+ dan satu HCO3- ke
dalam darah. Sebaliknya, sebagai respons terhadap alkalosis, ginjal mengurangi
sekresi H+ dan menekan reabsorpsi HCO3-.4
24

Tabel 2.1 : Ringkasan Asidosis dan Alkalosis . 2

Keadaan Kausa Umum Mekanisme Kompensasi

Asidosis Respiratorik Hipoventilasi(emfisema), Ginjal : peningkatan eksresi


edema paru, disfungsi dan H+,peningkatan reabsorpsi
obstruksi saluran napas HCO3-,pH akan normal,pCO2
akan tinggi
Alkalosis Respiratorik Hiperventilasi,cemas Ginjal : penurunan eksresi H+
hebat, penyakit paru dan HCO3-, pH akan
normal,tetapi PCO2 akan
rendah.
Asidosis Metabolik Diare, disfungsi ginjal Respirasi:hiperventilasi, yang
meningkatkan pengeluaran CO2
Jika kompensasi sempurna,pH
akan normal.
Allkalosis Metabolik Hilangnya asam karena Respirasi : hipoventilasi , yang
muntah dan dehidrasi memperlambat pengeluaran
berat CO2 yang akan mengakibatkan
pH dalam keadaan normal.

3. Hubungan Jantung dan Paru dalam Sistem Respirasi

Baroreseptor merupakan ujung saraf tipe memancar (spraytipe) yang terletak


di dalam dinding arteri; baroreseptor terangsang bila teregang. Pada hampir semua
arteri besar yang terletak di daerah toraks dan leher, dapat dijumpai sejumlah kecil
baroreseptor, tetapi , jumlah baroreseptor sangat berlimpah di dalam (1) dinding
setiap arteri karotis interna yang terletak sedikit di atas bifurkasio karotis, suatu
daerah yang dikenal sebagai sinus karotis, dan (2) dinding arkus aorta. Sinyal dari
baroreseptor karotis dijalankan melalui saraf Hering yang kecil menuju saraf
glosofaringeus di leher bagian atas dan kemudian ke traktus solitarius di daerah
medula batang otak. Sinyal dari baroreseptor aorta di arkus aorta dijalarkan
25

melalui nervus vagus menuju traktus solitarius yang sama di medula. Gambar 3.1
memperlihatkan pengaruh berbagai nilai tekanan arteri terhadap laju penjalaran
impuls dalam sebuah saraf sinus karotis Hering. Perhatikan bahwa di antara
tekanan 0 dan 50 sampai 60 mm Hg, baroreseptor sinus karotis tidak terangsang
sama sekali, tetapi di atas nilai ini, baroreseptor memberi respons yang makin
lama makin cepat dan mencapai maksimum kira-kira pada tekanan 180 mm Hg.
Respons yang dikeluarkan oleh baroreseptor aorta mirip dengan yang terjadi pada
reseptor karotis kecuali bahwa pada umumnya baroreseptor ini bekerja pada nilai
tekanan arteri sekitar 30 mm Hg lebih tinggi. 1

Gambar 3.1 : Aktivasi Baroreseptor.1

Secara khusus hendaknya diperhatikan bahwa pada kisaran tekanan arteri


normal, sekitar 100 mm Hg, perubahan tekanan kecil saja sudah akan
menimbulkan perubahan besar pada sinyal baroreseptor untuk mengembalikan
tekanan arteri ke nilai normal. Jadi, mekanisme umpan balik baroreseptor ini
berfungsi paling efektif bila masih berada dalam kisaran tekanan yang paling
diperlukan.1

Baroreseptor memberi respons cepat terhadap perubahan tekanan arteri; pada


kenyataannya, kecepatan pelepasan impuls meningkat dalam hitungan detik
selama sistol dan menurun lagi selama diastol. Selanjutnya, baroreseptor lebih
banyak berespons terhadap tekanan yang berubah cepat daripada tekanan yang
menetap. Jadi, bila tekanan arteri rata-rata besarnya 150 mm Hg namun pada saat
tertentu meningkat dengan cepat, kecepatan penjalaran impuls dapat meningkat
dua kali lipat daripada bila tekanan menetap pada 150 mm Hg. 4
26

Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal


sekunder menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat
parasimpatis vagus. Efek akhirnya adalah (1) vasodilatasi vena dan arteriol di
seluruh sistem sirkulasi perifer dan (2) berkurangnya frekuensi denyut jantung dan
kekuatan kontraksi jantung. Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor akibat
tekanan tinggi di dalam arteri secara refleks menyebabkan penurunan tekanan
arteri akibat penurunan tahanan perifer dan penurunan curah jantung. Sebaliknya,
tekanan rendah mempunyai efek berlawanan, yang secara refleks menyebabkan
tekanan meningkat kembali menjadi normal. Suatu perubahan refleks yang khas
pada tekanan arteri yang disebabkan oleh penyumbatan dua arteri karotis
komunis. Hal ini menurunkan tekanan sinus karotis ; akibatnya, sinyal dari
baroreseptor berkurang dan menyebabkan berkurangnya efek inhibisi terhadap
pusat vasomotor. 1

Gambar 3.2 : Sistem Baroreseptor. 1


27

DAFTAR PUSTAKA

1. John E. Hall, Ph. D. Guyton dan Hall : Buku Ajar Fisiologi


Kedokteran . Edisi 12 . Jakarta : Elsevier .
2. Tortora, Gerard J dan Bryan Derrickson . Dasar Anatomi dan
Fisiologi . Edisi 13 . 2014 . Jakarta : EGC .
3. Sherwood L . Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . EDisi 8 .
2014. Jakarta : EGC .
4. Ganong,WF . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 22 . 2008 .
Jakarta : EGC .
28

REFLEKSI
29

REFLEKSI
30

REFLEKSI

Anda mungkin juga menyukai