KOMUI{IKASI EFEKTIF
RUMAH SAKIT UMUM MUTIA SARI
TAHUN 2018
rsu
mu
TENTANG
PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF
DI RUMAH SAKIT UMUM (RSTD MUTIA SARI
Kesatu Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak bennakna ganda (ambiguozs), dan diterima oleh penerima
informasi yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan
dengan interpretasi komunikasi secara lisan atau per telepon, dari perintah
pemberian pengobatan atau perintah permintaan test dan penerimaan hasil
test.
Ditetapkan di : Duri
Pada Tanggal : 06 September 2018
rSU
-
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan menambah ilmu
pengetahuan bagi mereka yang berusaha mgldapatkannya. Salawat dan salam senantiasa
tercmahkan kepada Rasulullah, penghulu dan mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah
Pedoman Komuniasi Efektif RSU Mutia Sari Duri telah kita miliki. Pedoman ini diharapkan
menjadi acuan dalam peningkatan mutu pelayanan di lingkungan RSU Mutia Sari Duri yang kita
cintai ini.
Ucapan terimakasih kepada seluruh tirn akreditasi dan karyawan yang telah membantu
menyelesaikan Pedoman Komunikasi Efektif RSU Mutia Sari Duri ini. Kami percaya bahwa
tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, saran dan masukan dari kita sangat diharapkan
untuk kesempurnaan panduan ini untuk masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb
t
DAFTAR ISI
Halaman
B. Tujuan........ J
C. Definisi ........... J
D. Sasaran....... J
E. Ruang Lingkup J
11
A. Komunikasi Perintah Lisan Via Telepon dan Nilai Tes Yang Kritis 11
BAB rV P8NUTUP..................... 17
BAB V DOKUMENTASI........... t8
II
Lampiran : Surat Keputusan Direktur RSU Mutia Sari
Nomor : 657.B/SK-DIR/RSU-MS/DV2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang :
Pada tanggal 2 Mei 2A07, WHO Collaborating Center for Patient Safety resmi
menerbitkan "Nine L,f" Swing Patient Safety Solution" sebagai upaya untuk
mengotipmalkan program World Alliance for Patient Safet! yang mendorong rumah sakit di
lndonesia melalui Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) untuk menerapkan
Sembilan Solusi "Life Savins" Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Berdasarkan sembilan
unsur solusi keselamatan pasien, komunikasi efektif merupakan salah satu peran penting
yang menduduki posisi ketiga setelah keamanan obat dan identifikasi pasien. Komunikasi
yang tidak efektif akan berdampak buruk bagi pasien, hampir 70o/o kejadian sentinel di
rumah sakit disebabkan karena kegagalan komunikasi dan 75o/o nya mengakibatkan
kematian (Linda, 2006). Selain itu standar akreditasi RS 2012 SKP.2/JCI IPSG.2
mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu,
akurat, lengkap dan jelas yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan informasi.
Australian Comission on Safety and Quality in Health Care (2009) mewajibkan seluruh
rumah sakit untuk menerapkan komunikasi efektif di instalasi rawat inap dengan
menerapkan komunikasi secara benar saat serah terima/timbang terima pasien sebagai
upaya meningkatkan keakuratan informasi dan kesinambungan perawat dalam pengobatan
dan asuhan keperawatan. Timbang terima merupakan tronsfer perawatan dan tanggung
jawab dari satu perawat ke perawat lain sehingga dapat memberikan perarvatan yang aman
dan berkualitas.
1
Menurut modal Interprofesional CommunicarDn SBAR, komunikasi SBAR merupakan
komunikasi yang dilaksanakan secara fuce to /bce dan terdiri dari 4 komponen, yaitu
komponen S (Situation) merupakan suatu gambaran yang terjadi pada saat itu. Komponen B
(Background) merupakan situasi yang melatar belakangi situasi yang terjadi. Komponen A
(Assessment) merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah dan yang terakhir adalah
umur pasien, tanggal masuk dan hari perawatan, nama dokter yang menangani pasien,
masalah yang ingin disampaikan), B : Background (latar belakang permasalahan, yaitu
masalah pasien sebelumnya./diagnosa keperawatan serta intervensi yang telah dilakukan
menyebutkan pemasangan alat invasif dan mengkaji pengetahuan pasien terkait diagnosa
medik), A -. Assessment (kondisi pasien saat ini, hasil investigasi yang abnonnal dan hasil
penunjang yang telah dilakukan), dan R: llecommendation (rekomendasi untuk
penyelesaian masalah, apakah diperlukal pemeriksaan tambahan dan tindakan lanjutan).
Pelaksanaan timbang terima yang tidak sesuai dengan standar SBAR dan tidak efektif
mengakibatkan insiden dalam keselamatan pasien berupa Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) dan Kejadian Tidak Diinginkan (KNC). Laporan insiden keselamatan pasien
berdasarkan provinsi pada tahun 2007 ditemukan provinsi DKI Jakarta menempati urutan
tertinggi yaitr 37,90/o. Bidang spesialis unit kerja ditemukan paling banyak pada unit
penyakit dalam, bedah dan anak yaitu 56,7% dibandingkan unit ke{a lain, sedangkan untuk
pelaporan jenis kejadian KNC lebih banyak dilaporkan sebesar 47,60/o dibandingkan dengan
KTD sebesar 46,2% (KKP-RS, 2008). Kesalahan yang terjadi berupa keterlambatan dalam
penentuan diagnosa dan pemberian pengobatan, pemeriksaan yang berlebihan, kepuasan
pasien rendah, biaya tinggi dan hari rawat lebih lama (Yudianto, 2005).
Dari laporanJaporan di atas, tidak efektifnya pelaksanaan timbang terima sesuai standar
salah satunya dikarenakan kurangnya kepatuhan perawat akibat faktor manejemen yang
kurang baik (Sjarief, 2013). Faktor manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian dan pengawasan (Handoko, 2013). Didukung oleh teori yang dikemukakan
Mc. Gregor bahwa pada dasarnya manusia itu senang diarahkan dan diawasi agar mereka
menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu tugas dari kepala ruangan
dan manager keperawatan adalah dijalankannya fungsi perawatan.
2
Didalam suatu pengawasan terdapat suatu usaha menetapkan standar pelaksanaan dengan
tujuan perencanaan, pengukuran pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya (observasi), evaluasi dan
pengambilan tindakan koreksi, sehingga nantinya diketahui apakah pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan, tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya (Suarli & Bahtiar, 2009).
Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan
kegagalan dalam berkornunikasi. Dalam rangka mencegah risiko cidera pada pasien akibat
kesalahan komunikasi dan meningkatkan keselamatan pasien, diperlukan sebuah pedoman
komunikasi efektif di RSU Mutia Sari Duri.
B. Tujuan:
Untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan interpretasi komunikasi secara
lisan atau per telepon, dari penntah pemberian pengobatan atau perintah permintaan test dan
penerimaan hasil test.
C. Definisi :
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap,
tidak bermakna ganda (Ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan
mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
D. Sasaran:
Sasaran pedoman kornunikasi efektif adalah mengatur komunikasi yang te{adi di RSU
Mutia Sari Duri anlar Profesional Pemberi Asuhan (PPA).
E. Ruang Lingkup :
l. Panduan ini diterapkan kepada semua perintah klinis (seperti instruksi pemberian obat,
diet, terapi fisik/bicara) yang diberikan secara lisan atau per telepon, pemeriksaan cito,
nilai kritikal dan pemeriksaan diagnostik lain termasuk pencitraan, elektrokardiogram,
tes laboratorium yang membutuhkan respon segera.
3
BAB II
PRINSIP DAN KEBIJAKAN
1. Pesan secara verbal atau verbal lewat telepon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan.
2. Penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang
dan dikonfirmasikan oleh pemberi pesan secara lengkap.
3. Rumah Sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis.
4. Rumah Sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di Rekam Medik.
5. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara profesional
pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien (hand over).
6. Formulir, alat dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien
(hand owr) bila mungkin melibatkan pasien.
7. Ada bukti dilal-ukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi pada waklu
serah terima pasien baik antar sif maupun antar unit.
2. Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua
(ambiguous) dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangr
kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
3. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah
melalui telpon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang
harus disampaikan lewat telpon. Oleh sebab itu perlu diatur dalam sebuah regulasi atau
kebijakan.
4. Pemeriksaan diagnostik kitis tennasuk, tetapi tidak terbatas pada:
a. Pemeriksaaan laboratorium.
b. Pemeriksaan radiologi.
c. Prosedur ultrasonografi .
d. Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-
tanda vital, bedside ultrasound.
5. Ada komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat waktu di
seluruh rumah sakit termasuk yan g"urgenl" .
4
6. Adanya kebijakan rumah sakit siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat direkam medik.
7. Informasi tentang asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antar staf klinis
selama beke{a dalam shift ataluantar shft.
b. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan
pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan
penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh
c. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telepon meliputi penulisan secara
lengkap permintaan atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi, penerima
membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditukis secara akurat.
10. Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam Rumah Sakit te{adi :
a. Antar Profesional Pemberi Asuhan (PPA) seperti antara staf medik dan staf medik,
antara staf medik dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara
PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaransif (shift).
b. Antar berbagai tingkat layanan di dalam Rumah Sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi
(antar unit).
c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik.
5
?
(c) Pernafasan/Respirasi
KLASIF'IKASI BATASAN NORMAL
Bayi (< I tahun) 30-55 x/menit
Balita (1-2 tahun) 20-30 x/menit
Balita (3-5) 20-25 xlmenit
Usia Sekolah (6-11 tahun) 14-22x/mentt
Dewasa 16-20 x/menit
Lansia 16-20 xlmentt
(d) SuhuTubuh
KLASIFIKASI BATASAN NORMAL
NonnaI 36,60C -37,50C
Sub Febris 37,6 0C - 380C
Febris 38,loc - 39,90C
Hiperpireksis > 400c
Hipotermi Kurang dari 36'C
6
I
Catatan:
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E...V...M
1. Composmentis : 15-14 5. Sopor 6-5
: 6. Semi Coma : 4
2. Apatis : 13-12 4. Somnolen :9-7 7. :3Coma
3. Delirium : 11-10 GCS < 14 Nilai Kritis
c) Nilai hasil test kritis laboratorium adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang
abnormal dan mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi fisiologi tubuh yang
harus dilakukan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa.
d) Pelaporan hasil kritis adalah proses penyampaian nilai kritis pemeriksaan
laboratorium kepada dokter yang merawat dalam waktu kurang dari 60 menit.
e) Hasil kritis disampaikan oleh petugas analis kepada perawat yang memberikan
pelayanan langsung pada pasien.
f) Perawat jaga melaporkan hasil pemeriksaan diagnostik kritis kepada Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJPy dokter yang meminta pemeriksaan diagnostik
7
g) Daftar nilai kritis laboratorium :
Jurnlah Trombosit
< 10.000 / mm 3
Tidak ada
(pasien keganasan)
Jumlah Trombosit
< 100.000 / mm 3
Tidak ada
(terapi UFH)
6 Masa Perdarahan >15 menit
d) Nilai hasil kritis radiologr adalah hasil pemeriksaan radiologi yang abnormal dan
mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi fisiologi tubuh yang harus dilakukan
penanganan segera karena dapat mengancam jiwa.
8
e) Waktu lapor hasil tes kritis radiologi adalah waktu yang diperlukan untuk
memberikan jawaban kepada dokter yang mengirim, mulai hasil ekspertise dibaca
oleh dokrer spesialis radiologi sampai hasil tersebut diterima oleh dokter/ruangan
yang mengirim dalam walctu kurang dari 60 menit baik secara lisan maupun tulisan.
f) Petugas yang melaporkan hasil kritis adalah dokter radiologi atau petugas radiologi
yang ditunjuk.
g) Petugas yang menerima laporan hasil kritis adalah dokter yang mengirim
pemeriksaan atau dokter/perawat pemberi pelayanan langsung pada pasien tersebut.
Corpus Alienum
Emfisiema Mediastinum/Pneumomediatinum
Obstruksi Usus
Appendicitis akut
Volvulus
Torsio Testis/Ovarium
Catatan penting:
Dokler hanya perlu menganggap kondisi tersebut kritis apabila terdapat kepastian
bahwa pasien memiliki salah satu kondisi tersebut, dan terdapat kemungkinan yang
tinggi bahwa dokter yang meminta pemeriksaan tidak mengetahui kondisi tersebut
saat meminta pemeriksaan.
9
14. Diagnostik jantung :
VT persisten
Cardiac Tamponade
EKG dewasa Diseksi aorta
Ruptur septum ventricular
Vegetasi
l0
BAB III
TATA LAKSANA
A. Komunikasi Perintah Lisan Via Telepon dan Nilai Test Yang Kritis :
Komunikasi perintah lisan via telepon harus memperhatikan hal-hal sebagai sebagai
berikut :
1. Perintah lisan via telepon harus dituliskan dengan benar di form yang sudah ditetapkan
rumah sakit-
2. Perintah lisan via telepon tersebut diverifikasi, paraf dan tanggal perintah pada tempat
yang sudah ditentukan dalam dokumen pasien, dalam wallu 1 x 24 jam oleh dokter
pemberi pesan sebagai tanda persetujuan.
3. Penulisal p€sar/perintah lisan harus dilakukan secara lengkap dan dapat terbaca dengan
jelas agar sumber pesan/perintah pesan dapat dilacak bila diperlukan verifikasi. Setiap
penulisan isi pesan/perintah lisan harus disertai dengan tanggaUjam, nama lengkap dan
tanda tangan p€nenma penntah, pemberi perintah, pelaksana perintah, saksr serta
keterangan.
Prosedur komunikasi secara lisan atau melalui telepon dan nilai test yang kritis :
a. Petugas kesehatan yang melaporkan kondrsi pasien/hasil tes pemeriksaan yang kritis
kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
Misalnya untuk dosis obat yang akan diberikan dan wa}Iu pemberian obat harus
dicatat lengkap untuk menghindari kesalahan penafsiran.
tl
e. Bila perlu dokter yang memberi perintah pengobatan mengeja nama obat yang
dianggap asing, dengan menggunakan singkatan yang berlaku di RSU Mutia Sari,
sebagai berikut :
h. Penerima penntah harus mencatat perintah lisan atau per telepon di lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) yang sudah di tentukan.
i. Penerima perintah menulis nrulla, memberi paraf, menuliskan tanggal dan waktu
perintah pada tempat yang sudah ditentukan dalam dokumen pasien.
j Bagian farmasi tidak melayani permintaan obat kecuali bila perintah sudah di
tuliskan ke dalam Resep.
12
Tata Laksana SBAR :
1. Metode SBAR (Slrzation, Background, Assesment and Recomendation) adalah metode
komunikasi yang komprehensif dan menyeluruh dengan memperhatikan segala aspek
dari komponen yang akan dikomunikasikan.
)> Komponen StsAR :
a) Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung (tanda vital, skala nyeri, tingkat
kesadaran,status nutrisi, dan lainJain).
4) R(Recommendation\:
Rekomendasi yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah :
l1
o'F
,l
4) Dokter-Konsulen.
5) Antar Petugas Kesehatan.
6) Kondisi yang membutuhkan penanganan segera
B. Komunikasi Lisan Pada Saat Pertukaran Sif (Overan Sftf) Menggunakan SBAR :
Komunikasi lisan pada saat pertukaran sif (overan ^shf) rnenggunakan SBAR harus
memperhatikan hal-hal sebagai sebagai berikut :
1) Komunikasi secara lisan pada saat pertukaran sif (overan sfif) mengguna.kan SBAR
harus menggunakan bahasa yang mudah drmengertr dan drpahami.
2) Komunikasi secara lisan pada saat pertukaran sif (overan sif) menggunakan SBAR
harus dituliskan dengan benar di form yang sudah ditetapkan rumah sakit.
a. Perawat sif sebelumnya (misal shift malam) melakukan pencatatan data SOAP di
form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi yang disediakan rumah sakit
dengan metode SBAR. Pada saat pertukaran sif (overan s/rl) di nurse station perawat
sftf sebelumnya (misal shiJt malam) melaporkan kondisi seluruh pasien kepada
perawat shift berikutnya (misal shft pagi) bedasarkan formulir yang sudah diisi.
b. Perawat .slf berikutnya (misal shift pagi) mengklarifikasi yang telah disampaikan
oleh Wawat shift sebelumnya (misal shift malun).
c. Perawat s*f berikutnya (misal shift pagi) mengajak salah satu perawat shift
sebelumnya (misal shft malam) yang merupakan penanggung jawab sftf untuk
mengklarifikasi pasien (menghampiri pasien dalam visite keperawatar/overan bed to
bed).
d. Pada saat overan bed to bed, prawat .r/tlf sebelumnya (misal shift malan)
mengucapkan salam dan menyapa pasien, serta menanyakan keluhan pasien,
kemudian menyampaikan tugasnya telah selesai dan diganti perawat shift berikutnya
(misal sftf pagi).
e. Perawat shifi berikutnya (misal sftrl pagi) memperkenalkan diri sebagai perawat yang
t. Kembali ke nurse station, Wrawat sll berikutnya \misal shtJi pagr) mendiskusikan
kondisi pasien yang dilihatnya.
g. Perawat shift berikutnya (misal sh{t pagj) memberikan reinforcement kepada perawat
shf sebelumnya (misal sif malam).
14
C. Komunikasi Pada Saat Overan Antar Unit (Overan Uru'r) Menggunakan Formulir
Transfer
Komunikasi antar unit harus menggunakan media formulir transfer yang ada didalam
rekam medik pasien.
l. Perawat dari unit asal (misal perawat IGD) telah mengisi formulir transfer yang ada
4. Perawat unit yang dituju (misal rawataa anak) mengklarifikasi yang telah disampaikan
oleh perawat asal (misal perawat IGD) dengan melihat formulir transfer.
5. Perawat unit yang dituju (misal rawatan anak) bersama perawat unit asal (misal
perawat IGD) menghampiri pasien dalam visite keperawatar/overan bed to bed.
6. Pada saat overan bed to bed, perawat writ asal (misal perawat IGD) mengucapkan
7. Perawat unit yang dituju (misal rawatan anak) memperkenalkan diri sebagai perawat
yang bertanggung jawab kepada pasien.
8. Perawat kembali ke nurse station dan memberikan reinforcemenl kepada perawat
unit asal (misal perawat IGD).
15
2) Pelaporan hasil kritis pemeriksaan radiologi :
l6
BAB IV
PENTJTTJP
Dengan diterbitkan pedoman komunikasi efektif ini, diharapkan semua petugas yang
menangani pasien melaksanakan melaksanakannya.
t7
BABV
DOKUMENTASI
L Lembar ALPHABET.
2. Formlulir transfer.
18
LEMBAR ALFABET
A ALFA N NOVEMBER
B BRAVO o OSCAR
C CHARLIE P PAPA
D DELTA a QUEBEC
E ECIIO R ROMEO
F FANTA S SIERRA
G GOLF T TANGGO
H HOTEL U UNTFORM
I INDIA v VICTOR
J JULMT w WHISKEY
K KILO x X.RAY
L LIMA Y YANKEE
M MAMA Z ZITI,Il
19
RM.3
rumah sakit umum MR
No. :
Nama :
rsu .
mutiasari
lLN. Bathin Betuall No 1A / fln. Kebun Karet No. 5 Duri - Riau
Jenis
Tgl
Kelamin :L /P
Lahir :
Jam
Tujuan Transfer
Dagnosa Time 0 mnt 30 mnt (>0 mnt >60 mnt Kejadian Kritis saat Transfer?
[]Ya [ ]Tidak
(B) Breathing
o/
Saturasi 02 /o SpO2
02 Liter
Bagging
Obat-obatan
(C) Circulation
[ ] rvFD
t Lainnya
Petugas y-ang menyerahlian
t Prduksi Urin/KgBB/Jam: _
(D)Disabilit_y
GCS_(E_V_M_)
Dx_ Sn_(diameter/
Pupil reflek ( )
Cahaya) Tanda tangan dan namajelas
[ ] Sedasi
[ ]Analgetik
(E) Exposure Cairan : Petugas yang menerima
I Orygen
t Suction
t Monitor
t Defibrilator
t Emergency Kit
t Cairan/ Darah (bila dibutuhkan) )
t Restraint Tanda tangan dan nama jelas
20
RM.
Derajat 0 Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/ Rumah Sakit yang
dituju.
Derajat I Pasien dengan risiko perbutuhkan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani perawatan di
ICLI: dimana membutuhkan perawatan di n:ang rawat biasa deirgan saran dan dukungan
tambahan dari tim perawatan kritis
Derajat 2 Pasien yang mernbutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat, termasuk penanganan kegagalan
satu sistem organ atua perawatan pasca-operasi, dan pasien yang sebelumnya dirawat di ICU
Derajat 3 Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced repiratory supporl) afia
burtu:rn pernapasan dasirr @nsic' respiruiory suppori) dengan dukungaru'biurtuan patla urinimal
2 sistem organ, tefinasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ.
Tabel Petugas Pendamping Pasien Saat Transfer Intra dan Antar Rumah Sakit
2t