Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN

KOMUI{IKASI EFEKTIF
RUMAH SAKIT UMUM MUTIA SARI
TAHUN 2018

rsu
mu

RUMAH SAKIT T,IMUM (RSU) MUTIA SARI


JL.BATHIN BATUAH NO. IA KEL.AIR JAMBAN
KEC.MANDAU. DURI - RIAT]
Telp : (076s) 92080
rsu
muticrsori
KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MUTIA SARI
Nomor: 657.8/SK-DIR/RS U-MS/IX/201 8

TENTANG
PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF
DI RUMAH SAKIT UMUM (RSTD MUTIA SARI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM (RSU) MUTIA SARI

Menimbang a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 43 Undang-undang Nomor


44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

b. Bahwa untuk terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit,


meningkatnya akuntabil itas, menurunnya kej adian tidak diharapkan (KTD)
dan terlaks ananya pro gram-program pencegahan tidak terj adi pengulangan
kejadian yang tidak diharapkan perlu menetapkan pemberlakuan pedoman,
panduan komunikasi efektif di RSU Mutia Sari;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Keseharan.


3. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269llvlenkeslPerlllll200S tentang
Rekam Medik.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290AvIenkeslPerllIV}}08 tentang

Persetujuan Tindakan Kedokteran.


7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 69 I /lr4enkes/Per/Vlll 120 | | tentang

Keselamatan Pasien Rumah Sakit.


8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/\4enkes/SKDilI/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor l29AvIenkes/SK/IIl2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MUTIA SARI DTIRI TENTANG


PELAKSANAAN PEDOMAN KOMUNIKASI EFFEKTM' di RSTI
MUTIA SARI DURI

Kesatu Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak bennakna ganda (ambiguozs), dan diterima oleh penerima
informasi yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan
dengan interpretasi komunikasi secara lisan atau per telepon, dari perintah
pemberian pengobatan atau perintah permintaan test dan penerimaan hasil
test.

Kedua Memberlakukan pedoman, komunikasi efektif via telepon, lisan, pelaporan


hasil kritis di RSU Mutia Sari.
Ketiga Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses rneningkatkan
efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar
profesional pemberi asuhan (PPA).
Keempat Ada komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan
tepat waktu di seluruh rumah sakit termasuk yang "urgent".
Kelima Informasi tentang asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antar
staf klinis selama beke{a dalam shft atauantar shft.
Keenam Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan diadakan
perbaikan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapannya.

Ditetapkan di : Duri
Pada Tanggal : 06 September 2018

RSU Mutia Sari

rSU

dr. Suhatman. MARS


NIrC s0100106

-
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dan menambah ilmu
pengetahuan bagi mereka yang berusaha mgldapatkannya. Salawat dan salam senantiasa
tercmahkan kepada Rasulullah, penghulu dan mahaguru bagi kita semua. Alhamdulillah
Pedoman Komuniasi Efektif RSU Mutia Sari Duri telah kita miliki. Pedoman ini diharapkan
menjadi acuan dalam peningkatan mutu pelayanan di lingkungan RSU Mutia Sari Duri yang kita
cintai ini.

Ucapan terimakasih kepada seluruh tirn akreditasi dan karyawan yang telah membantu

menyelesaikan Pedoman Komunikasi Efektif RSU Mutia Sari Duri ini. Kami percaya bahwa
tidak ada yang sempurna kecuali Allah SWT, saran dan masukan dari kita sangat diharapkan
untuk kesempurnaan panduan ini untuk masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Duri, 06 September 201 8


Direktur RSU Mutia Sari

dr. Suhat n. MARS


NII( 50100106

t
DAFTAR ISI

Halaman

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RSU MUTIA SARI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN I
A. Latar Belakang........... 1

B. Tujuan........ J

C. Definisi ........... J

D. Sasaran....... J

E. Ruang Lingkup J

BAB II PRINSIP DAN K-E,BIJAKAN................. 4

A. Prinsip Komunikasi Efektif di RSU Mutia Sari 4

B. Kebijakan Komunikasi Efektif di RSU Mutia Sari 4

11

A. Komunikasi Perintah Lisan Via Telepon dan Nilai Tes Yang Kritis 11

B. Komunikasi Lisan Pada Saat Pertukaran Shiff (Overan Shif! Menggunakan


SBAR ............... 14

C. Komunikasi Pada Saat Overan Antar Unit Menggunakan Formulir Transfer. 15

D. Komunikasi Pelaporan Nilai Kritis Pemeriksaan Diagnostik......... 15

BAB rV P8NUTUP..................... 17

BAB V DOKUMENTASI........... t8

II
Lampiran : Surat Keputusan Direktur RSU Mutia Sari

Nomor : 657.B/SK-DIR/RSU-MS/DV2018

Tanggal : September 2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang :

Pada tanggal 2 Mei 2A07, WHO Collaborating Center for Patient Safety resmi
menerbitkan "Nine L,f" Swing Patient Safety Solution" sebagai upaya untuk
mengotipmalkan program World Alliance for Patient Safet! yang mendorong rumah sakit di
lndonesia melalui Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) untuk menerapkan
Sembilan Solusi "Life Savins" Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Berdasarkan sembilan
unsur solusi keselamatan pasien, komunikasi efektif merupakan salah satu peran penting
yang menduduki posisi ketiga setelah keamanan obat dan identifikasi pasien. Komunikasi
yang tidak efektif akan berdampak buruk bagi pasien, hampir 70o/o kejadian sentinel di
rumah sakit disebabkan karena kegagalan komunikasi dan 75o/o nya mengakibatkan
kematian (Linda, 2006). Selain itu standar akreditasi RS 2012 SKP.2/JCI IPSG.2

mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu,
akurat, lengkap dan jelas yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan informasi.
Australian Comission on Safety and Quality in Health Care (2009) mewajibkan seluruh
rumah sakit untuk menerapkan komunikasi efektif di instalasi rawat inap dengan
menerapkan komunikasi secara benar saat serah terima/timbang terima pasien sebagai
upaya meningkatkan keakuratan informasi dan kesinambungan perawat dalam pengobatan

dan asuhan keperawatan. Timbang terima merupakan tronsfer perawatan dan tanggung
jawab dari satu perawat ke perawat lain sehingga dapat memberikan perarvatan yang aman
dan berkualitas.

Alvarado, lee & Christoffersen (2006) menyebutkan bahwa komunikasi berbagai


informasi yang diberikan saat timbang terima sangat membantu dalam perawatan pasien.
Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu memfasilitasi
kesinambungan perawatan pasien sehingga tercipta perawatan pasien yang aman.
Sebagai upaya dalam meminimalisasi kesalahan komunikasi timbang terima pasien,
maka WHO pada tahun 2007 mewajibkan pengguna suatu standar untuk anggota negara
WHO dalam memperbaiki pola komunikasi pada saat melakukan timbang terima, dengan
menggunakan metode komunikasi Situation, Background, Assessment dan Recommendation
(SBAR).

1
Menurut modal Interprofesional CommunicarDn SBAR, komunikasi SBAR merupakan
komunikasi yang dilaksanakan secara fuce to /bce dan terdiri dari 4 komponen, yaitu
komponen S (Situation) merupakan suatu gambaran yang terjadi pada saat itu. Komponen B
(Background) merupakan situasi yang melatar belakangi situasi yang terjadi. Komponen A
(Assessment) merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah dan yang terakhir adalah

komponen R (Ilecommendallon) merupakan suatu tindakan dimana meminta saran untuk


tindakan yang benar yang seharusnya dilakukan untuk masalah tersebut.
Berdasarkan SOP komunikasi efektif SBAR harus dilaksanakan setiap pelaporan kondisi
pasien (siy'l) dan diikuti oleh semua perawat yang dinas saat itu (Karu/Katim dan perawat
pelaksana). Langkah-langkah komunikasi SBAR yang harus dilaksanakan yaitu persiapan
(Read l.'irst),la*.ukan timbang terima dengan langkah S '. Situotion (menyebutkan nama dan

umur pasien, tanggal masuk dan hari perawatan, nama dokter yang menangani pasien,
masalah yang ingin disampaikan), B : Background (latar belakang permasalahan, yaitu
masalah pasien sebelumnya./diagnosa keperawatan serta intervensi yang telah dilakukan
menyebutkan pemasangan alat invasif dan mengkaji pengetahuan pasien terkait diagnosa
medik), A -. Assessment (kondisi pasien saat ini, hasil investigasi yang abnonnal dan hasil
penunjang yang telah dilakukan), dan R: llecommendation (rekomendasi untuk
penyelesaian masalah, apakah diperlukal pemeriksaan tambahan dan tindakan lanjutan).

Pelaksanaan timbang terima yang tidak sesuai dengan standar SBAR dan tidak efektif
mengakibatkan insiden dalam keselamatan pasien berupa Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) dan Kejadian Tidak Diinginkan (KNC). Laporan insiden keselamatan pasien

berdasarkan provinsi pada tahun 2007 ditemukan provinsi DKI Jakarta menempati urutan
tertinggi yaitr 37,90/o. Bidang spesialis unit kerja ditemukan paling banyak pada unit
penyakit dalam, bedah dan anak yaitu 56,7% dibandingkan unit ke{a lain, sedangkan untuk
pelaporan jenis kejadian KNC lebih banyak dilaporkan sebesar 47,60/o dibandingkan dengan

KTD sebesar 46,2% (KKP-RS, 2008). Kesalahan yang terjadi berupa keterlambatan dalam
penentuan diagnosa dan pemberian pengobatan, pemeriksaan yang berlebihan, kepuasan
pasien rendah, biaya tinggi dan hari rawat lebih lama (Yudianto, 2005).

Dari laporanJaporan di atas, tidak efektifnya pelaksanaan timbang terima sesuai standar
salah satunya dikarenakan kurangnya kepatuhan perawat akibat faktor manejemen yang
kurang baik (Sjarief, 2013). Faktor manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengendalian dan pengawasan (Handoko, 2013). Didukung oleh teori yang dikemukakan

Mc. Gregor bahwa pada dasarnya manusia itu senang diarahkan dan diawasi agar mereka
menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu tugas dari kepala ruangan
dan manager keperawatan adalah dijalankannya fungsi perawatan.

2
Didalam suatu pengawasan terdapat suatu usaha menetapkan standar pelaksanaan dengan
tujuan perencanaan, pengukuran pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya (observasi), evaluasi dan
pengambilan tindakan koreksi, sehingga nantinya diketahui apakah pelaksanaan kegiatan

sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan, tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya (Suarli & Bahtiar, 2009).
Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan
kegagalan dalam berkornunikasi. Dalam rangka mencegah risiko cidera pada pasien akibat
kesalahan komunikasi dan meningkatkan keselamatan pasien, diperlukan sebuah pedoman
komunikasi efektif di RSU Mutia Sari Duri.

B. Tujuan:
Untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan interpretasi komunikasi secara
lisan atau per telepon, dari penntah pemberian pengobatan atau perintah permintaan test dan
penerimaan hasil test.

C. Definisi :
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap,
tidak bermakna ganda (Ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan
mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

D. Sasaran:
Sasaran pedoman kornunikasi efektif adalah mengatur komunikasi yang te{adi di RSU
Mutia Sari Duri anlar Profesional Pemberi Asuhan (PPA).

E. Ruang Lingkup :
l. Panduan ini diterapkan kepada semua perintah klinis (seperti instruksi pemberian obat,
diet, terapi fisik/bicara) yang diberikan secara lisan atau per telepon, pemeriksaan cito,
nilai kritikal dan pemeriksaan diagnostik lain termasuk pencitraan, elektrokardiogram,
tes laboratorium yang membutuhkan respon segera.

2. Pelaksana panduan ini adalah semua stafklinis di semua bagian pelayanan.

3
BAB II
PRINSIP DAN KEBIJAKAN

A. Prinsip Komunikasi Efektif di RSU Mutiasari Duri sebagai berikut :

1. Pesan secara verbal atau verbal lewat telepon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan.

2. Penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang
dan dikonfirmasikan oleh pemberi pesan secara lengkap.

3. Rumah Sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis.
4. Rumah Sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di Rekam Medik.
5. Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara profesional
pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien (hand over).

6. Formulir, alat dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien
(hand owr) bila mungkin melibatkan pasien.

7. Ada bukti dilal-ukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi pada waklu
serah terima pasien baik antar sif maupun antar unit.

B. Kebijakan komunikasi Efektif di RSU Mutiasari Duri sebagai berikut :

1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses merungkatkan efektivitas


komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar profesional pemberi asuhan
(PPA).

2. Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua
(ambiguous) dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangr
kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

3. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah
melalui telpon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang
harus disampaikan lewat telpon. Oleh sebab itu perlu diatur dalam sebuah regulasi atau
kebijakan.
4. Pemeriksaan diagnostik kitis tennasuk, tetapi tidak terbatas pada:
a. Pemeriksaaan laboratorium.

b. Pemeriksaan radiologi.
c. Prosedur ultrasonografi .

d. Pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-
tanda vital, bedside ultrasound.

5. Ada komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat waktu di
seluruh rumah sakit termasuk yan g"urgenl" .

4
6. Adanya kebijakan rumah sakit siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat direkam medik.
7. Informasi tentang asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antar staf klinis
selama beke{a dalam shift ataluantar shft.

8. PPA (Profesional Pemberi Asuhan) yang memberikan edukasi harus mampu


memberikan edukasi secara efektif (trampil dan memiliki pengetahuan yang cukup
tentang materi yang diberikan).
9. Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan
hal-hal sebagai berikut :

a. Pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari.

b. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan
pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan
penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh

siapa hasil pemeriksaan kritis di laporkan.

c. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telepon meliputi penulisan secara
lengkap permintaan atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi, penerima
membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditukis secara akurat.
10. Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam Rumah Sakit te{adi :

a. Antar Profesional Pemberi Asuhan (PPA) seperti antara staf medik dan staf medik,
antara staf medik dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara
PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaransif (shift).

b. Antar berbagai tingkat layanan di dalam Rumah Sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi
(antar unit).

c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik.

11. Pemeriksaan Keadaan Umum Pasien.

a. NILAI KRITIS TANDA-TANDA VITAL


(a) Nadi
KLASIFIKASI BATASAN NORMAL
Neonatus (<28 had) 100-165 x/menit
Bayi (l Bulan - I tahun) 100-150 x/menit
Balita (l-2 tahun) 70-110 x/menit
Balita (3-5 tahun) 65-110 x/menit
Usia Sekolah (6-11 tahun) 60-95 x/menit
Remaja (12-15 tahun) 55-85 x/menit
Dewasa 70-80 x/menit

5
?

(b) Tekanan Darah


KLASIF'IKASI BATASAN NORMAL
Bayi 70-90/50 mmHg
Anak-Anak 80-100/60 mmHg
Remaja 90-ll0l70 rnmHg
Dewasa 110-140i80-90 mmHg
Lansia 120-150/80-90 mmHg

(c) Pernafasan/Respirasi
KLASIF'IKASI BATASAN NORMAL
Bayi (< I tahun) 30-55 x/menit
Balita (1-2 tahun) 20-30 x/menit
Balita (3-5) 20-25 xlmenit
Usia Sekolah (6-11 tahun) 14-22x/mentt
Dewasa 16-20 x/menit
Lansia 16-20 xlmentt

(d) SuhuTubuh
KLASIFIKASI BATASAN NORMAL
NonnaI 36,60C -37,50C
Sub Febris 37,6 0C - 380C
Febris 38,loc - 39,90C
Hiperpireksis > 400c
Hipotermi Kurang dari 36'C

b. DAFTAR NILAI GLASGOW COMA SCALE (GCS)


(a) Pemeriksaan GCS pada orang Dewasa :

TEST RE,AKSI SCORE


Eye F Spontan (4)
(respon membuka ) Dengan Rangsang suara (suruh pasien mernbukamata). (3)
mata) ) Dengan Rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari) (2)
> Tidak ada respon (l)
Verbal (respon ) Orientasi baik (5)
verbal) F Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-
ulang), disorientasi tempat dan waktu. (4)
F Kata-kata tidak jelas (3)
P Suara tanpa arti (mengerang) (2)
> Tidak adarespon (l)
Motorik (Gerakan) : ) Mengikuti perintah ( 6)
) Melokalisir nyeri (murjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri) (5 )
D llithdraws (menghindarl menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4)
F Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (3 )
F Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri). (2\
> Tidak ada respon (1)
TOTAL SCORE l5

6
I

(b) Pemeriksaan GCS pada orang Anak


TEST REAKSI SCORE
Eye } Spontan (4)
(responmembuka i Patuh pada perintah/suara (3)
mata) i Dengan rangsangan nyeri (2)
> Tidak adarespon (l)
Verbal (respon > Mengoceh (s)
verbal) ) Menangis lemah (4)
F Menangis (karena diberi rangsangan nyeri) (3)
i Merintih (karena diberi rangsangan nyeri) (2)
> Tidak ada respon (1)
lVlotorik (Gerakan) : )> Spontan (6)
F menarik (karena sentuhan) (5 )
) menarik (karena rangsangan nyeri) (4 )
D fleksi abnonnal (3 )
P ekstensi abnormal (2 )
> tidak adarespon (1 )
TOTAL SCORE 15

Catatan:
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E...V...M
1. Composmentis : 15-14 5. Sopor 6-5
: 6. Semi Coma : 4
2. Apatis : 13-12 4. Somnolen :9-7 7. :3Coma
3. Delirium : 11-10 GCS < 14 Nilai Kritis

12. Pemeriksaan Laboratorium :

a) Pelayanan laboratorium tersedia selama 24 jam.


b) Permintaan pemeriksaan laboratorium harus disertai identitas pasien berupa nama
lengkap dan tanggal lahir, diagnosa klinis, indikasi klinis, alasan pemeriksaan yang
rasional sesuai dengan rekam medik, alamat/ruangan pasien di rawat serta identitas
dan paraf dokter pengirirn.

c) Nilai hasil test kritis laboratorium adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang
abnormal dan mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi fisiologi tubuh yang
harus dilakukan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa.
d) Pelaporan hasil kritis adalah proses penyampaian nilai kritis pemeriksaan

laboratorium kepada dokter yang merawat dalam waktu kurang dari 60 menit.
e) Hasil kritis disampaikan oleh petugas analis kepada perawat yang memberikan
pelayanan langsung pada pasien.
f) Perawat jaga melaporkan hasil pemeriksaan diagnostik kritis kepada Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJPy dokter yang meminta pemeriksaan diagnostik

7
g) Daftar nilai kritis laboratorium :

. Pemeriksaan Hematologi Dan Hemostasis :

No Parameter Nilai lftitis Rendah Nilai Ikitis Tinggi


I Hemoglobin (dewasa) <7 sldl > 20 gldl
Hemoglobin
< 8,5 gldl > 23 gldl
(neonatus)
2 Hematokrit <20 o/o > 60 o/o
H ernatokrit (neonatus) < 40 o/o > 65 o/o
J Leukosit < 3000 / rnm3 > 20.000 / mm3
Jumlatr netrofil
4 < 1500 /mm 3
Tidak ada
absolut (ANC)
5 Trombosit < 50.000 / mm 3 > 800.000 / mm 3

Jurnlah Trombosit
< 10.000 / mm 3
Tidak ada
(pasien keganasan)
Jumlah Trombosit
< 100.000 / mm 3
Tidak ada
(terapi UFH)
6 Masa Perdarahan >15 menit

a Pemeriksaan Kimia Klinik


No Parameter Nilai Kritis Rendah Nilai Kritis Tinggi
1 Glulosa (dewasa) < 50 mg/dl > 500 mgldl
Glulosa (neonatus) <45 mg/dl > 300 mgldl
2 Ureum <2 m{dl > 80 mg/dl
J Kreatinin Tidak ada > 4 mgldi
4 Natrium < 120 nrEqlL > 160 mEq/L
5 Kalium <2.8mEdL > 6 mEq/L
Kalium
> 7 mEq/L
(neonatuVCKD)
6 Bilirubin (dewasa) >12 mg/dl
7 Bilirubin (neonatus) >15 mg/dl
7 Albumin (anak) <1.5 g/dl 6.8 s/dl
8 Kalsium 6.0 mg/dl 13mg/dl
9 Klorida <80 mg/dl >120 mgdl
l0 Asam urat Tidak ada 13 mg/dl

13. Pemeriksaan radiologi :

a) Pelayanan radiologi dan diagnostik imajing tersedia selama 24 jam.


b) Permintaan pemeriksaan Radiologi harus disertai identitas pasien berupa nama
lengkap dan tanggal lahir, diagnosa klinis, indikasi klinis, alasan pemeriksaan yang
rasional sesuai dengan rekam medik, alamatlruangan pasien di rawat serta identitas
dan paraf dokter pengirim.

c) Hasil Ekspertise pemeriksaan (radiologi diagnostik dan intervensional) oleh dokter


spesialis radiologi untuk hasil kritis dilaporkan < 60 menit.

d) Nilai hasil kritis radiologr adalah hasil pemeriksaan radiologi yang abnormal dan
mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi fisiologi tubuh yang harus dilakukan
penanganan segera karena dapat mengancam jiwa.

8
e) Waktu lapor hasil tes kritis radiologi adalah waktu yang diperlukan untuk
memberikan jawaban kepada dokter yang mengirim, mulai hasil ekspertise dibaca
oleh dokrer spesialis radiologi sampai hasil tersebut diterima oleh dokter/ruangan
yang mengirim dalam walctu kurang dari 60 menit baik secara lisan maupun tulisan.

f) Petugas yang melaporkan hasil kritis adalah dokter radiologi atau petugas radiologi
yang ditunjuk.
g) Petugas yang menerima laporan hasil kritis adalah dokter yang mengirim
pemeriksaan atau dokter/perawat pemberi pelayanan langsung pada pasien tersebut.

Daftar nilai kritis pemeriksaan radiologi


Area Kondisi kategori kritis (laporkan secara lengkap dalam
A nqfnrni rvaktu < 60 menit

Kepala Fraktur/Depresi pada tengkorak

Fraktur tulang belakang cervical

Leher Abses orofaring/laring

Corpus Alienum

Dada Tension pneumothorak

Aneurisma P ecah/ I mpend ing Rup i ur e

Emfisiema Mediastinum/Pneumomediatinum

Abdomen Perforasi Abdomen

Obstruksi Usus

Appendicitis akut

Volvulus

Periukaanltraumatic organ dalaru?erdarahan Intra dan


Retroperitonial

Urogenital Kehamilan Ektopik

Torsio Testis/Ovarium

Umum Kesalahan lokasi pemasangan selang atau infus


(misalnya selang makan masuk kesaluran infus, ETT
terlalu dalarn)

Catatan penting:

Dokler hanya perlu menganggap kondisi tersebut kritis apabila terdapat kepastian
bahwa pasien memiliki salah satu kondisi tersebut, dan terdapat kemungkinan yang
tinggi bahwa dokter yang meminta pemeriksaan tidak mengetahui kondisi tersebut
saat meminta pemeriksaan.

9
14. Diagnostik jantung :

a) Kebutuhan pemeriksaan dan pemeriksaan test diagnostik jantung dilakukan oleh


DPJP jantungidokter yang ditunjuk.

b) Hasil kntis pemeriksaan diagnostik jantung ditetapkan oleh DPJP/dokter yang


ditunluk memberikan pelayanan kepada pasien.
c) Hasil kritis pemeriksaan diagnostik jantung didokumentasikan oleh DPJP/dokter
yang ditunjuk memberikan pelayanan kepada pasien pada RM yaitu pada lembar
CPPT.

d) Hasil pemeriksaan test Daftar hasil kntis diagnostik jantung .

Pemeriksaan Kondisi Kategori Kritis


Elevasi segmen ST akut setinggi 1 mm atau lebih pada 2
sadapan yang bersebelahan atau lebih hanya pada kondisi

EKG awal saja


Total AV block (tanpa pacu jantung), hanya pada kondisi
Jantung awal saja

VT persisten
Cardiac Tamponade
EKG dewasa Diseksi aorta
Ruptur septum ventricular
Vegetasi

l0
BAB III
TATA LAKSANA

A. Komunikasi Perintah Lisan Via Telepon dan Nilai Test Yang Kritis :
Komunikasi perintah lisan via telepon harus memperhatikan hal-hal sebagai sebagai
berikut :

1. Perintah lisan via telepon harus dituliskan dengan benar di form yang sudah ditetapkan
rumah sakit-
2. Perintah lisan via telepon tersebut diverifikasi, paraf dan tanggal perintah pada tempat
yang sudah ditentukan dalam dokumen pasien, dalam wallu 1 x 24 jam oleh dokter
pemberi pesan sebagai tanda persetujuan.

3. Penulisal p€sar/perintah lisan harus dilakukan secara lengkap dan dapat terbaca dengan
jelas agar sumber pesan/perintah pesan dapat dilacak bila diperlukan verifikasi. Setiap
penulisan isi pesan/perintah lisan harus disertai dengan tanggaUjam, nama lengkap dan

tanda tangan p€nenma penntah, pemberi perintah, pelaksana perintah, saksr serta
keterangan.

4. Dalam penulisan pesar/perintah lisan harus menghindari penggunaan singkatan,


akronim, simbol yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam penulisan pesan/
perintah lisan dan dokumentasi medik (misalnya catatan keperawatan, anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengkajian awal keperawatan, media elekfionik dan sebagainya).

Prosedur komunikasi secara lisan atau melalui telepon dan nilai test yang kritis :

a. Petugas kesehatan yang melaporkan kondrsi pasien/hasil tes pemeriksaan yang kritis
kepada Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).

b. Ketika dokter memberi instruksi verbal maka petugas kesehatan menerapkan


TULBAKON (Tulis Baca Konfirmasi).
c. Petugas kesehatan yang menerima instruksi via telepon/lisan /hasil test pemeriksaan
yang kritis, menuliskan (write down) pesan yang disampaikan pemberi informasi di
lembar cacatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) pada status rekam medik
pasien.

d. Petugas kesehatan yang menerima instruksi secara verbal/lisan bertanggung jawab


untuk mencatat instruksi tersebut di lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi
(CPPT) pada status rekam medik pasien meliputi :

. TanggaVjam Pesan diterima.


o Profesional pemberi asuhan (PPA).
. Isi perintah lisan :

Misalnya untuk dosis obat yang akan diberikan dan wa}Iu pemberian obat harus
dicatat lengkap untuk menghindari kesalahan penafsiran.

tl
e. Bila perlu dokter yang memberi perintah pengobatan mengeja nama obat yang
dianggap asing, dengan menggunakan singkatan yang berlaku di RSU Mutia Sari,

sebagai berikut :

Klarifikasi dengan "phonetic alfabeth" :


A ALFA N NOVEMBER
B BRAVO o OSCAR
C CHARLIE P PAPA
D DELTA a QTIEBEC
E ECTIO R ROMEO
F FANTA S SIERRA
G GOLF T TANGGO
H HOTEL U UI{IFORIU
I INDIA v VICTOR
J JULIET w WIIISKEY
K KILO x X.RAY
L LIMA Y YANKEE
M MAMA Z ZLIT,II

f. Untuk perintah pengobatan/pemberian obat, dokter akan menyebutkan satuan obat


yang digunakan, misalnya : mg, g,IrIEe, mMol.
g. Untuk perintah pengobatan/pemberian obat kepada pasien pediatrilCneonatal, dokter
harus menyebutkan mg/kg dosis obat yang harus diberikan atau dosis yang sesuai
dengan kebutuhan pasien.

h. Penerima penntah harus mencatat perintah lisan atau per telepon di lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) yang sudah di tentukan.
i. Penerima perintah menulis nrulla, memberi paraf, menuliskan tanggal dan waktu
perintah pada tempat yang sudah ditentukan dalam dokumen pasien.
j Bagian farmasi tidak melayani permintaan obat kecuali bila perintah sudah di
tuliskan ke dalam Resep.

Pengecualian dan HaI Yang Tidak Diizinkan :

1) Perintah lisan TIDAK DIPERKENANKAN bila si pemberi perintah (dokter) sedang


berada di tempat, kecuali dalam keadaan situasi emergensi dan pada saat prosedur
steril sedang berlangsung.
2) Perintah lisan dan penyampaian hasil test yang kritikal tidak diizinkan disampaikan
melalui Voice Mail (rekaman suara ditelepon).

12
Tata Laksana SBAR :
1. Metode SBAR (Slrzation, Background, Assesment and Recomendation) adalah metode
komunikasi yang komprehensif dan menyeluruh dengan memperhatikan segala aspek
dari komponen yang akan dikomunikasikan.
)> Komponen StsAR :

Introduclion: identitas diri penelpon, jabatan penelpon, identitas pasien (nama,

tanggal lahir, ruang pasien, tanggal masuk, diagnosa masuk).


1) S(Situation)t
Kondisi terkini yang terjadi pada pasien atau hasil pemeriksaan penunjang terbaru
yang akan dilaporkan. Pada fase ini yang dapat dilaporkan : keluhan utama pasien,
kondisi kegawatan, hasil pemeriksaan penunjang terbaru.
2) B(Backgound):
Informasi penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini. Pada lase ini
petugas melaporkan :

a) Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung (tanda vital, skala nyeri, tingkat
kesadaran,status nutrisi, dan lainJain).

b) Hasil pemeriksaan penunjang yang abnormal.


c) Riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasifdan obat/infus.
d) Intervensr yang telah dilakukan, respon pasien.
3) A(Assessment):
Hasil pengkajian kondisi pasien. Pada fase ini petugas rnelaporkan kernungkinan
masalah yang te{adi.

4) R(Recommendation\:
Rekomendasi yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah :

a) Rekomendasi intervensi yang perlu dilanjutkan.


b) Klaritikasi tindakan yang perlu diambil/dilakukan.

REPEAT BACK (eia kembali)


Repeat Back adalah pengejaan kembali oleh dokter/perawaVpetugas kesehatan lain
saat menerima perintah lisan berupa obat/jenis tindakan yang sound a/fle pada kondisi
tidak gawat darurat. Pada kondisi tidak gawat darurat dokter/perawat/petugas kesehatan
lain wajib mencatat, membacakan kembali dan mengejakan kembali perintah yang
diberikan secara lisan. Repeat back dilakukan untuk obat/jenis tindakan yang
sound alike dengan ejaan phonetic (kode alfabet internasional).
i Komunikasi ini diterapkan oleh:
1) Perawat-Perawat.
2) Dokter-Dokter.
3) PerawalDokter.

l1
o'F
,l

4) Dokter-Konsulen.
5) Antar Petugas Kesehatan.
6) Kondisi yang membutuhkan penanganan segera

B. Komunikasi Lisan Pada Saat Pertukaran Sif (Overan Sftf) Menggunakan SBAR :

Komunikasi lisan pada saat pertukaran sif (overan ^shf) rnenggunakan SBAR harus
memperhatikan hal-hal sebagai sebagai berikut :

1) Komunikasi secara lisan pada saat pertukaran sif (overan sfif) mengguna.kan SBAR
harus menggunakan bahasa yang mudah drmengertr dan drpahami.

2) Komunikasi secara lisan pada saat pertukaran sif (overan sif) menggunakan SBAR
harus dituliskan dengan benar di form yang sudah ditetapkan rumah sakit.

Prosedur komunikasi secara lisan menggunakan SBAR adalah :

a. Perawat sif sebelumnya (misal shift malam) melakukan pencatatan data SOAP di
form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi yang disediakan rumah sakit
dengan metode SBAR. Pada saat pertukaran sif (overan s/rl) di nurse station perawat
sftf sebelumnya (misal shiJt malam) melaporkan kondisi seluruh pasien kepada
perawat shift berikutnya (misal shft pagi) bedasarkan formulir yang sudah diisi.

b. Perawat .slf berikutnya (misal shift pagi) mengklarifikasi yang telah disampaikan
oleh Wawat shift sebelumnya (misal shift malun).
c. Perawat s*f berikutnya (misal shift pagi) mengajak salah satu perawat shift
sebelumnya (misal shft malam) yang merupakan penanggung jawab sftf untuk
mengklarifikasi pasien (menghampiri pasien dalam visite keperawatar/overan bed to
bed).

d. Pada saat overan bed to bed, prawat .r/tlf sebelumnya (misal shift malan)
mengucapkan salam dan menyapa pasien, serta menanyakan keluhan pasien,
kemudian menyampaikan tugasnya telah selesai dan diganti perawat shift berikutnya
(misal sftf pagi).

e. Perawat shifi berikutnya (misal sftrl pagi) memperkenalkan diri sebagai perawat yang

bertanggung j awab kepada pasien.

t. Kembali ke nurse station, Wrawat sll berikutnya \misal shtJi pagr) mendiskusikan
kondisi pasien yang dilihatnya.
g. Perawat shift berikutnya (misal sh{t pagj) memberikan reinforcement kepada perawat
shf sebelumnya (misal sif malam).

14
C. Komunikasi Pada Saat Overan Antar Unit (Overan Uru'r) Menggunakan Formulir
Transfer
Komunikasi antar unit harus menggunakan media formulir transfer yang ada didalam
rekam medik pasien.

Prosedur komunikasi antar unit adalah sebagar berikut :

l. Perawat dari unit asal (misal perawat IGD) telah mengisi formulir transfer yang ada

. direkam medik berdasarkan keadaan pasien sesat sebelum ditransfer.


2. lsi file transfer terdii atas identitas pasien, unit asal, tanggal dan jam transfer,
diagnosa pasien, tanda vital pasien, lanjutan intevensi dan implementasi di unit yang
dituju, serta nama dan paraf perawat yang mengantarkan pasien.
3. Pada saat overan pasien di nurse station perawat dari unit asal (misal perawat IGD)
melaporkan kondisi pasien kepada perawat unit yang dituju (misal rawatan anak)
berdasarkan formulir yang sudah diisi.

4. Perawat unit yang dituju (misal rawataa anak) mengklarifikasi yang telah disampaikan
oleh perawat asal (misal perawat IGD) dengan melihat formulir transfer.
5. Perawat unit yang dituju (misal rawatan anak) bersama perawat unit asal (misal
perawat IGD) menghampiri pasien dalam visite keperawatar/overan bed to bed.

6. Pada saat overan bed to bed, perawat writ asal (misal perawat IGD) mengucapkan

salam dan menyapa pasien, kemudian menyampaikan tugasnya telah selesai.

7. Perawat unit yang dituju (misal rawatan anak) memperkenalkan diri sebagai perawat
yang bertanggung jawab kepada pasien.
8. Perawat kembali ke nurse station dan memberikan reinforcemenl kepada perawat
unit asal (misal perawat IGD).

D. Komunikasi pelaporan nilai kritis pemeriksaan diagnostik :

l) Pelaporan hasil kritis pemeriksaan laboratorium :

a) Petugas yang melakukan pemeriksaan laboratorium menyampaikan hasil


pemeriksaaan labor kritis ke dokter jagalperawat yang dinas saat itu.

b) Dokter iaga/perawat menyamparkan hasrl lab kntrs kepada dokter pengrrim/DPJP.


Dokter jagalperawat/bidan yang menerima hasil kritis mendokumentasikan pada
formulir nilai kritis dan catat pada CPPT bagian hasil pemeriksaan.
c) Dokter/perawat ruangan yang menerima hasil kritis mendokumentasikan pada
formulir nilai kritis dan pada CPPT bagian hasil pemeriksaan dan distempel
konfirmasi. Hasil pemeriksaan laboratorium dilampirkan pada rekam medik dalam
1x24 jam. Kemudian petugas melaporkan kepada DPJP dengan menggunakan
komunikasr SBAR dan didokumentasikan pada CPPT dengan TULBAKON : Tulis
(dalam bentuk SOAP), Baca, Konfirmasi.

15
2) Pelaporan hasil kritis pemeriksaan radiologi :

a) Petugas yang menerima hasil pemeriksaan radiologi memberikan hasil ekspertise

foto rontgen kepada dokter jagalperawat/Bidan untuk dilaporkan kepada DPJP

yang meminta pemeriksaan.

b) Dokter jaga/perawat/Bidan yang menerima hasil kritrs, melaporkan hasil


pemeriksaan kepada DPJP, dengan menggunakan teknik TULBAKON (Tulis Baca

Konfirmasi), mendokumentasikan didalam rekam medik (formulir CPPT).

l6
BAB IV
PENTJTTJP

Pada prinsipnya, komunikasi efektif merupakan penyampaian informasi dengan benar,


tidak terjadi salah persepsi antara pemeberi informasi maupun penerima informasi. Sehingga,
sebelum komunikasi dihentikan, dilak-ukan klarifikash baik oleh pemberi informasi maupun
penerima irrformasi-read bac&. Penggunaan SBAR dalam komunikasi merupakan keharusan
dalam program keselamatan pasien dengan harapan memirumalkan kesalahan dalam
berkomunikasi.

Dengan diterbitkan pedoman komunikasi efektif ini, diharapkan semua petugas yang
menangani pasien melaksanakan melaksanakannya.

t7
BABV
DOKUMENTASI

L Lembar ALPHABET.

2. Formlulir transfer.

Direktur RSU Mutia Sari

dr. Suhatman. MARS


NlK.50l00106

18
LEMBAR ALFABET

A ALFA N NOVEMBER
B BRAVO o OSCAR
C CHARLIE P PAPA
D DELTA a QUEBEC
E ECIIO R ROMEO
F FANTA S SIERRA
G GOLF T TANGGO
H HOTEL U UNTFORM
I INDIA v VICTOR
J JULMT w WHISKEY
K KILO x X.RAY
L LIMA Y YANKEE
M MAMA Z ZITI,Il

19
RM.3
rumah sakit umum MR
No. :

Nama :

rsu .
mutiasari
lLN. Bathin Betuall No 1A / fln. Kebun Karet No. 5 Duri - Riau
Jenis
Tgl
Kelamin :L /P
Lahir :

(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)


mu t tOS A f I Telp. 0765 -93635 Fax 0765 - 597972 www.rsmutiasari.co.id

FORMULIR TRANSFER PASIEN (INTRA/ANTAR RS


DATATRANSFER PASIEN

[ | Tranfer lntra RS [ ] Transfer/ Rujukan Antar RS


Dari Llnit Transfe.r Dari tloit
Transfer Ke Unit RS:
Ke Unit Nama Petugas RS Rujulian yang dihubungi

Jam

Tgl Transfer Alergi:[]Ya [ ] Tidak


Jam Transfer Sebutlian

Tujuan Transfer

Skala Transfer Derajat Transfer

I Immediate < l.iam I Urgent <24iam I llevel0 t ]Level I I I Level2 [ I Level3


lEmergeircy<6jam I Schedule/ terjadrval

SEBELUM TRANSFER SELAMATRANSFER SETELAH TRANSFER

Dagnosa Time 0 mnt 30 mnt (>0 mnt >60 mnt Kejadian Kritis saat Transfer?
[]Ya [ ]Tidak

Tauda Vital : TD Jenis Kejadian:

TD_ mmHg Suhu _ "C [ ] Pemafasan [ ] Sirk:ulasi


Nadi x/mnt RR x/mnt HR [ ] Neurologi [ ] Obat
(A)Airway [ ] Peralatan t I Traumal
[ ] Spontan tanpa Oksigen Injr+,
[ ] Spontan dengan Oksigen RR
([ [ ]Mask t INRM t IRM)
]Binasal
[ ]Ambubag [ ]ETT [ ]Trakeostomy Keterangan
t

(B) Breathing
o/
Saturasi 02 /o SpO2
02 Liter
Bagging

Obat-obatan
(C) Circulation
[ ] rvFD
t Lainnya
Petugas y-ang menyerahlian
t Prduksi Urin/KgBB/Jam: _

(D)Disabilit_y
GCS_(E_V_M_)
Dx_ Sn_(diameter/
Pupil reflek ( )
Cahaya) Tanda tangan dan namajelas
[ ] Sedasi
[ ]Analgetik
(E) Exposure Cairan : Petugas yang menerima
I Orygen
t Suction
t Monitor
t Defibrilator
t Emergency Kit
t Cairan/ Darah (bila dibutuhkan) )
t Restraint Tanda tangan dan nama jelas

20
RM.

ORMULTR TRANSFER PASIEN (INTRA/ANTAR RS)


1

Tabel Derajat Kebutuhan Perawatan Pasien


(Keputusan harus dibuat oleh DPJP/ Dokter IGD/ Dokter Ruangan)

Derajat 0 Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/ Rumah Sakit yang
dituju.
Derajat I Pasien dengan risiko perbutuhkan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani perawatan di
ICLI: dimana membutuhkan perawatan di n:ang rawat biasa deirgan saran dan dukungan
tambahan dari tim perawatan kritis
Derajat 2 Pasien yang mernbutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat, termasuk penanganan kegagalan
satu sistem organ atua perawatan pasca-operasi, dan pasien yang sebelumnya dirawat di ICU

Derajat 3 Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced repiratory supporl) afia
burtu:rn pernapasan dasirr @nsic' respiruiory suppori) dengan dukungaru'biurtuan patla urinimal
2 sistem organ, tefinasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ.

Tabel Petugas Pendamping Pasien Saat Transfer Intra dan Antar Rumah Sakit

Pasien Petugas pendamping (minimal) Petugas pendamping (minimal)


Transfer Intra Rumah Sakit Transfer Antar Rumah Sakit
Derajat 0 Perawat Petugas Ambulan

Derajat 1 Perawat Petugas Ambulan dan Perawat


(sesuai dengan kebutuhan pasien)

Derajat 2 Dua orang Perawat Dolcer, Perawat dan Petugas Ambulan


Derajat 3 Dokter, dua orang Perawat Dokter, Perawat dan Petugas Ambulan

2t

Anda mungkin juga menyukai