Uji Bioekivalensi Obat
Uji Bioekivalensi Obat
I. TUJUAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Menentukan status bioekivalensi dari suatu produk obat yang diuji
2. Merancang penelitian uji bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu
produk obat
II. PRINSIP
1. Bioavaibilitas Relatif
Yaitu ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat dibandingkan
terhadap suatu standar yang diketahui.
a. Data Darah :
AUCUJI x Dosis STD x100%
Bioavaibilitas Relatif (FREL) = AUCSTD Dosis UJI
b. Data Urin :
QUJI Dosis STD
x x100%
Bioavaibilitas Relatif (FREL) = Qur STD Dosis UJI
2. Bioavaibbilitas Absolut
Perbandingan AUC suatu produk yang diuji setelah pemberian oral dan
intravena.
AUCUJI x
Dosis IV
x100%
Bioavaibilitas Absolut (FABS) = AUCIV Dosis UJI
V. DATA PENGAMATAN
- BA absolut (F) suatu sediaan obat berupa suspense oral konsentrasi zat
aktif 50 mg/ml. apabila dibandingkan dgn i.v konsentrasi zat aktif 100
mg/ml dmn dosis yg diberikan u/ suspense oral adalah 2 sendok teh
sedangkan dosis i.v 2ml. data kadar obat sbb:
kadar (µg/ml)
t (jam)
suspensi oral i.v
0,5 2,75 5,31
1 6,24 4,62
1,5 8,5 4,02
2 9,81 3,5
3 7,43 2,65
4 5,6 2,01
6 3,19 1,16
8 1,91 0,66
4
Kadar
3 Series1
0
0 2 4 6 8 10
Waktu
0.8
-0.4
-0.6
Grafik Oral
15
10
Kadar
5
Series1
0
0 2 4 6 8 10
Waktu
1 Series1
Linear (Series1)
0.5
0
0 2 4 6 8 10
- Status BE dari ketiga sediaan kapsul uji (A,B,C) terhadap sediaan standar
AUC
Sukarelawan
Kapsul A Kapsul B Kapsul C Kapsul std
1 14.1 19.1 9.6 15.8
2 20.2 20 10.6 19
3 19 17.5 14.6 19.3
4 13.2 20.3 13.1 18.4
5 13.5 17.3 10.4 17.2
6 17.9 17.4 8.3 16.5
7 12.4 17.2 14.5 17.9
8 15.8 16.9 11.4 17.5
1. Kapsul A
AUC F=(AUC A/ AUC
sukarelawan
kapsul A kapsul STD STD)*100
1 14.1 15.8 89.24050633
2 20.2 19 106.3157895
3 19 19.3 98.44559585
4 13.2 18.4 71.73913043
5 13.5 17.2 78.48837209
6 17.9 16.5 108.4848485
7 12.4 17.9 69.27374302
8 15.8 17.5 90.28571429
Rata- rata 89.0342125
Standar deviasi 14.9665048
Standar deviasi rataan 5.291458517
tα (dk=7) 1.895
CLI (+) 99.06152639
CLI (-) 79.00689861
2. Kapsul B
Sukarelawan AUC F
Kapsul B Kapsul standar
1 19.1 15.8 1.208860759
2 20 19 1.052631579
3 17.5 19.3 0.906735751
4 20.3 18.4 1.10326087
5 17.3 17.2 1.005813953
6 17.4 16.5 1.054545455
7 17.2 17.9 0.960893855
8 16.9 17.5 0.965714286
Rata-rata F 1.032307063
Standar devasi
F 0.094956957
Tα 1.895
Cli (+) 121.2250497
Cli (-) 85.23636298
3. Kapsul C
AUC
Sukarelawan F
Kapsul C Kapsul Standar
1 9.6 15.8 0.607594937
2 10.6 19 0.557894737
3 14.6 19.3 0.756476684
4 13.1 18.4 0.711956522
5 10.4 17.2 0.604651163
6 8.3 16.5 0.503030303
7 14.5 17.9 0.810055866
8 11.4 17.5 0.651428571
rata - rata 0.650386098
Standar Deviasi 0.103325285
Tα 1.895
Cli + 84.61875121
Cli- 45.45846835
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan studi uji bioavaibilitas dan bioekivalesi.
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa suatu obat
yang akan beredar di pasar telah melewati serangkaian pengujian antara lain
untuk membuktikan bahwa obat tersebut memiliki khasiat seperti tang di
harapkan, aman digunakan dan tidak menimbulkan efek negative yang tidak
diinginkan dengan proses produksi yang telah distandardisasi. biasanya uji
bioekivalensi ini dilakukan untuk pad obat generik agar dapat dipastikan
apabila obat tersebut beredar di masyarakat memenuhi syarat bioekivalen.
artinya, ketika seseorang mengonsumsi suatu obat, baik yang berupa produk
orisinil maupun generiknya, maka pasien akan mendapat efek yang sama.
Studi bioekivalensi obat ini penting dilakukan karena pada kenyataannya,
obat tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja, melainkan ditambahkan
dengan bahan-bahan lain, selain itu adnya perbedaan dalam proses pembuatan
juga akan mempengaruhi suatu obat sehingga pengujian ini harus dilakukan
untuk mengetahui apakah obat yang di buat memiliki khasiat yang sama
dengan obat standarnya.
Namun, uji bioekivalensi ini belum menjadi syarat utama suatu produk
obat terutama di Indonesia. Alasan utamanya adalah biaya yang di butuhkan
oleh produsen obat untuk melakukan pengujian ini cukup besar. Pengujian
bioekivalensi obat ini melibatkan manusia sebagai objek percobaan.
Singkatnya, pengujian ini dilakukan dengan cara objek percobaan yaitu
manusia diberikan obat uji dan obat standar dalam waktu yang tidak
bersamaan. Kemudian sampel darahnya di ambil dan di ukur. Selanjutnya,
hasil pengukuran dari kedua sampel yaitu obat uji dan obat standanya di
bandingkan. Apabila hasilnya sama maka obat uji tersebut dapat dinyatakan
bioekivalen dengan obat orisinilnya dan tentunya akan memberikan efek yang
sama saat digunakan.
Sedangkan bioavaibiltas itu sendiri merupakan suatu istilah yang
menyatakan jumlah/proporsi (exetent) obat yang diabsorpsi dan kecepatan
(rate) yang diabsorpsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F. Hal ini
biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit
aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.
Pada pengujian pertama dilakukan perhitungan BA absolut (F) suatu
sediaan obat berupa suspense oral konsentrasi zat aktif 50 mg/mL, apabila
dibandingkan dgn i.v konsentrasi zat aktif 100 mg/mL dmn dosis yg diberikan
untuk suspense oral adalah 2 sendok teh sedangkan dosis i.v 2mL dengan data
sebagai berikut
kadar (µg/ml)
t (jam)
suspensi oral i.v
0,5 2,75 5,31
1 6,24 4,62
1,5 8,5 4,02
2 9,81 3,5
3 7,43 2,65
4 5,6 2,01
6 3,19 1,16
8 1,91 0,66
Kadar 4
3 Series1
2
0
0 2 4 6 8 10
Waktu
Grafik Oral
15
10
Kadar
5
Series1
0
0 2 4 6 8 10
Waktu
Dari data yang telah di peroleh dapat diketahui bioavaibilitas absolut obat
dengan melakukan perhitungan :
𝐴𝑈𝐶 𝑜𝑟𝑎𝑙 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐼.𝑉
BA = x 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑂𝑟𝑎𝑙 x 100
𝐴𝑈𝐶 𝐼.𝑉
Dan di dapatkan BA obat yang diujikan adalah 85.46471707, hasil ini masih
cukup baik karena ketersediannya dalam darah masih tinggi yaitu sekitar 85%.
Pengujian selanjutnya dilakukan uji bioekivalensi terhadap 3 kapsul uji
yang di bandingkan dengan standarnya, uji ini untuk memastikan obat yang di
ujikan memiliki efek yang sama dengan obat standarnya. Pengujian ini
dilakukan terhadap 8 orang sukarelawan yang di berikan obat uji dan obat
standar pada waktu yang tidak bersamaan kemudian di ambil sampel nya dan
di ukur kadarnya. Analisis dilakukan dengan perhitungan AUC obat uji dan
obat standar dari setiap sukarelawan, kemudian di hitung nilai F nya, F
menyatakan nilai kadar obat yang diabsorpsi.
Cli = F ± Std . tα
Kriteria BE yang baik suatu obat harus memiliki nilai BE 80 – 125 %. Untuk
kapsul A sendiri nilai Cli(+) nya adalah 99.06152639 dan nilai Cli(-) nya
adalah 79.00689861. Maka dapat disimpulan kapsul A ini tidak memenuhi
kriteria BE yang baik karena nilai Cli(-) nya kurang dari 80%.
Untuk kapsul B yang diujikan, di dapatkan nilai Cli(+) nya adalah
121.2250497 dan nilai Cli(-) nya adalah 85.23636298. Maka dapat
disimpulkan kapsul B ini tmemenuhi kriteria BE yang baik karena nilai Cli(+)
dan Cli(-) nya berada dalam rentang 80 – 125 %. Selanjutnya kapsul yang
terakhir yaitu kapsul C, di dapatkan nilai Cli(+) nya adalah 84.61875121, dan
nilai Cli(-) nya adalah 45.45846835, maka dapat disimpulkan juga bahwa
kapsul C ini tidak memenuhi kriteria BE yang baik karena nilai Cli(-) nya
kurang dari 80%.
VII. Kesimpulan
1. Uji bioekuivalensi dapat dilakukan dengan membandingkan obat yang
akan di uji dengan obat standarnya. Kriteria obat yang memiliki BE yang
baik adalah dengan nilai 80-125%. Dari pengujian yang dilakukan obat
yang memenuhi kriteria BE yang baik adalah kapsul B.
2. Uji bioavaibilitas dan bioekuivalensi dapat dirancang untuk memastikan
suatu obat memiliki kualitas yang baik dan memiliki efek yang sama
sesuai dengan obat standarnya bila diberikan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Stoklosa MJ, Ansel HC, 1991. Pharmaceutical Calcutations 9th. London: Lea &
Febiger. Pages 74-89.
LAMPIRAN
1. Sebutkan dan jelaskan secara lengkap faktor-faktor yg mempengaruhi BA
suatu obat/ produk obat!
Faktor fisiologis tubuh, seperti struktur saluran cerna, mekanisme absorpsi
obat, luas permukaan tempat absorpsi, kecepatan pengosongan lambung,
pergerakan usus, metabolisme
Faktor fisikokimia obat, seperti konstanta disosiasi dan kelarutan dalam
lemak, kelarutan, ukuran partikel
Formulasi, seperti penggunaan eksipien
Jawab :
Bioavailibilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang
mencapai sirkulasi sistemik. Sirkulasi sistemik sangat mempengaruhi efek
terapetik dari obat, aktivitas toksik obat dan aktivitas klinisnya. Hal ini
biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit
aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi bioavalibilitas obat dalam tubuh di
antaranya:
- Faktor Fisikokimia
a. Ukuran Partikel
Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaan yang
kontak dengan cairan. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan
obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil ukuran partikel, dosis
obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga signifikan dari segi
ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan absorpsi obat
dengan logaritma luas permukaan. Sebagai contoh, pemberian 500 mg
griseofulvin bentuk mikro memberikan kadar plasma yang sama dengan 1
g griseofulvin bentuk serbuk.
b. Kelarutan
Pengaruh daya larut obat bergantung pada sifat kimia (atau modifikasi
kimiawi obat) dan sifat fisika (atau modifikasi fisik obat). Modifikasi
Kimiawi Obat diantaranya dengan :
i. Pembentukan Garam
Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air dari[pada bentuk tidak
terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif
berada dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di dalam
saluran cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus. Peningkatan
kecepatan pelarutan obat dalam bentuk garam berlaku untuk obat-obat
berikut penicilline, barbiturate, tolbutamide, tetracycline, acetosal,
dextromethorphane, asam salisilat, phenytoine, quinidine, vitamin-vitamin
larut aie, sulfa, quinine
2. Pengaruh Polimorfisme
- Faktor Formulasi
Faktor-faktor manufaktur (pembuatan obat) dapat mengurangi
bioavailabilitas obat, diantaranya :
4. Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan
yang tinggi akan menyebbakan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat
yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih besar.
a. Eksipien Obat
Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam
bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan
(excipients). Obat harus dilepaskan (liberated) dari bentuk bentuk
sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat
mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.