Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

UJI HEMAGLUTINASI (HA) DAN UJI HEMAGLUTINASI INHIBISI (HI)

Oleh:
Kelompok 5
Semester V Kelas III-A

Ni Kadek Wiraningsih (P07134017 007)

Ni Luh Putu Tania Sentana Sanjiwani (P07134017 009)

Ida Ayu Darmika Kurniadewi (P07134017 014)

Ni Luh Made Andriyani (P07134017 015)

Ni Wayan Tisna Paramitha (P07134017 025)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa mengetahui cara melakukan Uji Hemaglutinasi (HA)
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada
virus
b. Tujuan Khusus
Uji Hemaglutinasi (HA)
1. Mahasiswa dapat melakukan Uji Hemaglutinasi (HA) dengan metode
cepat dan metode mikrotiter
2. Mahasiswa dapat menghitung titer pengenceran virus yag terkecil yang
masih mamppu megaglutinasi eritrosit ayam
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
1. Mahasiswa dapat melakukan Uji Hambatan Agkutinasi (HI)
2. Mahasiswa dapat mengamati ada tidaknya pertumbuhan virus
3. Mahasiswa dapat mengukur tingkat kekebalan atau titer antibodi
terhadap virus influenza

1.2 Prinsip
Uji Hemaglutinasi (HA) digunakan untuk mengetahui titer awal antigen yang
akan digunakan dalam uji hambatan hemaglutinasi. Prinsip Uji Hemaglutinasi
(HA) adalah terbentuknya agregat sel eritrosit oleh partikel hemaglutinin virus.
Sedangkan Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) memiliki prinsip mengukur level
antibodi dengan cara dilusi yang dapat mencegh hemaglutinasi eritrosit oleh virus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Virus
Virus adalah parasit intraseluler obligat yang berukuran antara 20-
300 nm, bentuk dan komposisi kimianya bervariasi, tetapi hanya mengandung
RNA atau DNA saja. Partikelnya secara utuh disebut virion yang terdiri dari
capsid yang dapat terbungkus oleh sebuah glikoprotein atau membran lipid,
dan virus resisten terhadap antibiotik. Bentuk virus berbeda-beda ada yang :
bulat, batang polihidris, dan seperti huruf T (Suprobowati, 2018).

Gambar 1. Bagian penyusun virus


Terdapat beberapa komponen utama penyusun tubuh virus yaitu :
1. Kepala
Virus memiliki kepala berisi DNA atau RNA yang menjadi bahan genetik
kehidupannya. Isi kepala ini dilindungi oleh kapsid, yaitu selubung protein
yang tersusun oleh protein. Bentuk kapsid sangat bergantung pada jenis
virusnya. Kapsid virus bisa berbentuk bulat, polihedral, heliks, atau bentuk
lain yang lebih kompleks. Kapsid tersusun atas banyak kapsomer atau sub-
unit protein.
2. Isi Tubuh
Isi tubuh virus atau biasa disebut virionadalah bahan genetik yang berupa
salah satu tipe asam nukleat (DNA atau RNA). Tipe asam nukleat yang
dimiliki virus akan mempengaruhi bentuk tubuh virus. Virus dengan isi
tubuh berupa RNA biasanya berbentuk menyerupai kubus, bulat, atau
polihedral, contohnya pada virus-virus penyebab penyakit polyomyelitis,
virus influenza, dan virus radang mulut dan kuku.
3. Ekor
Ekor merupakan bagian dalam struktur tubuh virus yang berfungsi sebagai
alat untuk menempelkan diri pada sel inang. Ekor yang melekat di kepala
ini umumnya terdiri atas beberapa tabung tersumbat yang berisi benang
dan serat halus. Adapun pada virus yang hanya menginveksi sel eukariotik,
bagian tubuh ini umumnya tidak dijumpai.
4. Kapsid
Kapsid adalah lapisan berupa rangkaian kapsomer pada tubuh virus yang
berfungsi sebagai pembungkus DNA atau RNA. Fungsi kapsid ini
adalah sebagai pembentuk tubuh dan pelindung bagi virus dari kondisi
lingkungan luar (Suprobowati, 2018).

Macam Macam Bentuk Virus


Meski tersusun atas struktur tubuh yang sama, virus ternyata dapat
mempunyai bentuk tubuh yang sangat bervariasi. Sedikitnya ada 5 macam
bentuk tubuh virus yang telah berhasil diidentifikasi oleh para ilmuan. Macam-
macam bentuk virus tersebut antara lain oval, bulat, batang, polihedral, dan
huruf T. Berikut macam-macam bentuk tubuh virus tersebut lengkap dengan
contohnya (Suprobowati, 2018).
Gambar 2. Bentuk virus

1. Bentuk tubuh bulat dimiliki oleh virus-virus penyebab penyakit


AIDS, ebola, dan influenza.
2. Bentuk tubuh oval dimiliki oleh virus penyebab penyakit rabies.
3. Bentuk tubuh batang dimiliki oleh virus TMV (Tobaccao Mosaic
Virus).
4. Bentuk tubuh polihidris dimiliki oleh virus Adenovirus penyebab
demam.
5. Bentuk tubuh huruf T pada bacteriophage, virus menyerang bakteri E.
coli.

Ciri-ciri V irus
Virus memiliki RNA atau DNA saja, dapat dikristalkan, memerlukan
asam nukleat untuk bereproduksi, tidak melakukan aktivitas metabolisme
karena tidak memiliki sitoplasma, bersifat aseluler (tidak mempunyai sel),
berukuran lebih kecil dari bakteri, bentuknya bervariasi, hanya dapat dilihat
dengan mikroskop elektron. Sampai saat ini virus diketahui merupakan
organisme terkecil dan berdasarkan tropismenya dapat dibagi dalam tiga
golongan besar yaitu virus binatang (virus yang paling banyak dipelajari),
virus tanaman tinggi, dan virus bakteri dan jamur (Suprobowati, 2018).

B. Struktur dan Anatomi Virus


V irus merupakan organisme yang berukuran sangat kecil sehingga
hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Karena ukurannya sangat kecil
sehingga virus hanya dapat disaring dengan penyaring ultrafilter. V irus terkecil
berukuran hanya 20 nm (lebih kecil dari ribosom), sedangkan virus yang
berukuran besarpun tetap tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, tersusun
atas satu jenis asam nukleat yaitu RNA atau DNA saja dan dibungkus dengan
suatu selubung protein (kapsul). Berdasarkan atas hospes atau tuan rumah
tempat yang ditumpanginya virus dibedakan atas virus hewani (virus pada
hewan dan manusia), virus tanaman dan virus bakteri (Suprobowati, 2018).

Gambar 3. Struktur virus

Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun RNA, genom
virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai
tunggal, RNA untai ganda. Selain itu asam nukleat genom virus dapat
berbentuk linear tunggal atau sirkuler. Jumlah gen virus bervariasi dari empat
untuk yang terkecil hingga beberapa ratus untuk yang terbesar. Bahan
genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada
virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik
virus diselubungi oleh suatu lapisan pelindung. Protein yng menjadi lapisan
pelindung disebut kapsid. Bergantung pada tipe virusnya, kapsid dapat
berbentuk bulat, heliks, polihedral, atau bentuk yang lebih kompleks, dan
terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus. Kapsid terbentuk dari
banyak sub unit protein yang disebut kapsomer (Suprobowati, 2018).
Untuk virus berbentuk heliks, protein kapsid(biasanya disebut dengan
protein nukleokapsid) terikat langsung dengan genom virus. Misalnya pada
virus campak, setiap protein nukleokapsid terhubung dengan enam basa RNA
membentuk heliks sepanjang sekitar 1,3 mikrometer. Komposisi kompleks
protein dan asam nukleat ini disebut nukleokapsid. Pada virus campak,
nukleokapsid ini diselubungi oleh lapisan lipid yang didapatkan dari sel
inang, dan glikoproten yang disandikan oleh virus melekat pada selubung lipid
tersebut. Bagian-bagian ini berfungsi dalam pengikatan dan pemasukan ke sel
inang pada awal infeksi (Suprobowati, 2018).
Kapsid virus sferik menyelubungi genom virus secara keseluruhan dan
tidak terlalu berikatan dengan asam nukeat seperti virus heliks. Struktur ini
bervariasi dari ukuran 20 nanometer hingga 400 nanometer dan terdiri atas
protein virus yang tersusun dalam bentuk simetri ikosahedral. Jumlah protein
yang dibutuhkan untuk membentuk kapsid virus sferik ditentukan dengan
koefisien T (yaitu sekitar 60 T protein). Sebagai contoh, virus hepatitis B
memiliki angka T = 4, membutuhkan 240 proteinuntuk membentuk kapsid.
Seperti virus berbentuk heliks, kapsid sebagian jenis virus sferikdapat
diselubungi lapisan lipid, tetapi biasanya protein kapsid sendiri langsung
terlibat dalam menginfeksi sel (Suprobowati, 2018).

Seperti yang telah dijelaskan pada virus campak, beberapa jenis virus
memiliki unsur tambahan yang membantunya menginfeksi inang. Virus pada
hewan memiliki selubung virus, yaitu membran yang menyelubungi kapsid.
Selubung ini mengandung fosfolipid dan protein dari sel inang, tetapi juga
mengandung protein dan glikoprotein yang berasal dari virus. Selain protein
selubung dan protein kapsid, virus juga membawa beberapa molekul enzim
didalam kapsidnya. Ada pula beberapa jenis bakteriofaga yang memiliki
ekor protein yang melekat pada “kepala” kapsid. Serabut-serabut ekor tersebut
digunakan oleh faga untuk menempel pada suatu bakteri (Suprobowati, 2018).
Partikel lengkap virus disebut virion. V irion berfungsi sebagai alat
tranportasi gen, sedangkan komponen selubung dan kapsid bertanggung jawab
dalam mekanisme penginfeksian sel inang.

Sifat-sifat V irus
Adapun sifat-sifat khusus virus adalah :

1. Bahan genetik virus terdiri dari asam ribonukleat (RNA) atau


asam deoksiribonukleat (DNA), akan tetapi bukan gabungan dari kedua
jenis asam nukleat tersebut.
2. Struktur virus secara relatif sangat sederhana, yaitu dari pembungkus
yang mengelilingi atau melindungi asam nukleat.
3. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup yaitu dalam
nukleus, sitoplasma atau di dalam keduanya dan tidak mengadakan
kegiatan metabolisme jika berada di luar sel hidup.
4. Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner.
Partikel virusbaru dibentuk dengan suatu proses biosintesis majemuk
yang dimulai dengan pemecahan suatu partikelvirusinfektif menjadi
lapisan protein pelindung dan komponen asam nukleat infektif.
5. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih
kekuasaan dan pengawasan sistem enzim hospesnya, sehingga
selaras dengan proses sintesis asam nukleat dan protein virus.
6. Virus yang menginfeksi sel mempergunakan ribosom sel hospes untuk
keperluan metabolismenya.
7. Komponen-komponen virus dibentuk secara terpisah dan baru
digabung di dalam sel hospes tidak lama setelah dibebaskan.
8. Selama proses pembebasan, beberapa partikel virus mendapat selubung
luar yang mengandung lipid, protein, dan bahan-bahan lain yang
sebagian berasal dari sel hospes.
9. Partikel virus lengkap disebut Virion dan terdiri dari inti asam
nukleat yang dikelilingi lapisan protein yang bersifat antigenik yang
disebut kapsid dengan atau tanpa selubung di luar kapsid (Suprobowati,
2018).

C. Uji Hemaglutinasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui titer awal antigen yang akan
digunakan dalam uji hambatan hemaglutinasi. Selain itu juga digunakan untuk
retitrasi antigen dengan tujuan memastikan titer antigen yang digunakan.
Uji Hemaglutinasi (HA), ada 2 jenis, yaitu uji HA cepat dan lambat. Uji HA
cepat dilakukan dengan mencampur masing-ma- sing 100 µl alantois telur
dengan 200 µl media 5% Sel Darah Merah (SDM) ayam. Hasil positif
ditunjukkan adanya penggumpalan darah untuk selanjutnya diuji dengan uji HA
lambat untuk mengetahui titer HA virus. Uji HA lambat dilakukan dengan
menggunakan alat microplate U buttom (Nunc) sesuai dengan standar yang
berlaku. Mikroplate diisi dengan 25 µl PBS pH 7,2 pada sumur ke- 1-12. Cairan
alantois diambil dari telur sebanyak 25 µl, dimasukkan ke dalam sumur sesuai
nomor sampel uji. Cairan alantois diencerkan bertingkat kelipatan dua dengan
PBS, kemudian ditambahkan 25 µl suspensi SDM ayam 0,5% ke dalam seluruh
sumur. Tahap terakhir dilakukan pengocokan microplate dengan
menggoyang-goyangkannya, lalu diinkubasi pada suhu ruang sekitar 30 menit.
Pembacaan sampel uji dapat dilakukan jika SDM sumur kontrol telah
teraglutinasi di dasar sumur. Sampel dinyatakan positif apa- bila SDM pada
sumur sampel mengalami aglutinasi. Titer HA dihitung berdasarkan
pengenceran tertinggi alantois yang dapat mengaglutinasi SDM (AA Wibowo,
2012).
D. Uji Hemaglutinasi Inhibisi
Uji HI atau penghambatan hemaglutinasi merupakan pengujian
serologis berupa hambatan antibodi spesifik terhadap aktivitas hemaglutinasi
antigen virus AI. Titer antibodi ditentukan berdasarkan atas hambatan pada
pengenceran yang tertinggi yang masih mampu mengikat antigen (pada
konsentrasi 4HAU) dan menghambat aglutinasi sel darah merah. Kontrol
positif antigen dan antisera disertakan dalam pengujian. Uji HI dimulai dengan
memasukkan larutan PBS 25 µL pada microplate ditambahkan dengan 25 µL
serum sampel kedalam sumur pertama microplate dan dilakukan pengenceran
seri hingga sumur ke-11. Antigen AI 4 HAU ditambahkan pada setiap sumur,
kecuali pada sumur ke-12. Plate diinkubasikan pada suhu kamar selama 30
sampai 40 menit pada suhu ruangan. Kemudian campuran tersebut
ditambahkan dengan dengan 25 µL RBC 1 % ke dalam setiap sumur dan
diinkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar. Hasil penilaian jika telah
terjadi endapan pada sumur kontrol maka dimulai pembacaan serum. Serum
yang positif mengandung antibodi ditandai dengan dihambatnya pengendapan
tidak seperti sumur kontrol. Titer serum ditentukan dari pengenceran serum
yang tertinggi yang masih mampu menghambat antigen untuk mengaglutinasi
sel darah merah ayam (Janovie, dkk. 2014).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan tempat


Praktikum mengenai penanaman dan pengamatan sediaan kultur jamur
dari kuku dilaksakan pada Selasa 19 Maret 2019 dilakukan penanaman sampel
kuku dan pengamatan sediaan kultur jamur sampel dari kuku secara
mikroskopis bertempat di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Denpasar.

B. Alat bahan
a. Alat
No. Nama Alat Gambar Fungsi
1 Gelas Objek Sebagai tempat untuk
pemeriksaan hemaglutinasi
cepat (tempat melihat
terjadinya reaksi aglutinasi
antara suspensi antigen virus
dengan suspensi sel darah
merah 1 %)
2 Mikropipet Sebagai alat yang digunakan
200 µl untuk memindahkan cairan /
larutan dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan
pengukuran volume yang
sangat kecil secara akurat
dalam satuan µl.
3 Yellow tip Sebagai perlengkapan dari
mikropipet 200 µl.

4 Mirkroplate Sebagai tempat untuk


(Plate mikro pemeriksaan hemaglutinasi
button ‘U’) secara teknik mikrotiter.

5. Tusuk gigi Digunakan sebagai alat


homogenisasi pada Uji
hemaglutinasi cepat.

6 Shaker Digunakan sebagai alat


homogenisasi/menggoyangkan
microplate pada uji
hemaglutinasi teknik
mikrotiter.

b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada saat Uji Hemaglutinasi, yaitu :
No. Nama Alat Gambar Fungsi
1 PBS pH 7,2 Fungsi larutan PBS pada uji
hemaglutinasi cepat adalah
digunakan untuk pembuatan
larutan control dan sebagai
larutan penyangga.
Sedangkan pada uji
hemaglutinasi teknik
mikrotiter larutan PBS
hanya digunakan sebagai
larutan penyangga.
2 Suspensi Bahan yang digunakan
antigen virus untuk dilakukan
pemeriksaan.

3 Suspensi sel Digunakan untuk membuat


darah merah 1 virus – virus yang
% mempunyai protein
hemagglutinin bereaksi
dengan reseptor pada sel
darah merah.

C. Cara Kerja
a. Prosedur pembuatan suspensi sel darah merah 1 %
1. Darah dengan antikoagulan pada tabung reaksi 10 ml selanjutnya dicuci
dengan menambahkan PBS 7,2 atau NaCl fisiologis 0,9%, kemudian
dihomogenkan dengan mengaduknya mebentuk angka 8.
2. Selanjutnya dicentrifuge dengan kecepatan 2500 – 3000 rpm selama 15
menit.
3. Bagian supernatant (plasma darah) dibuang dan sisakan endapan (sel
darah merah).
4. Selanjutnya endapan (sel darah merah) ditambahkan dengan PBS 7,2
atau NaCl fisiologis 0,9%, kemudian dihomogenkan dengan
mengaduknya membentuk angka 8.
5. Selanjutnya dicentrifuge dengan kecepatan 2500 – 3000 rpm selama 15
menit.
6. Diulang sekali lagi langkah nomor 3, 4, dan 5.
7. Dibuang bagian supernatant (plasma darah) dan hanya tersisa bagian
endapan saja berupa sel darah merah.
8. Dilakukan perhitungan PCV (percentase Cell per Volume) pada sel
darah merah tersebut.
9. Setelah diketahui nilai PCV dari sel darah merah tersebut, selanjutnya
dilakukan pengenceran dengan menambahkan PBS 7,2 atau NaCl
fisiologis 0,9% agar sel darah merah tersebut memiliki konsentrasi 1%.

b. Prosedur Kerja Uji Hemaglutinasi Cepat


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diambil gelas obyek kemudian dibersihkan dengan tissue.
3. Diteteskan satu tetes suspensi antigen pada gelas obyek.
4. Kemudian diteteskan satu tetes suspensi sel darah merah didekatnya.
5. Selanjutnya dicampurkan kedua tetes tersebut dengan batang
pengaduk (lidi) aduk selama beberapa saat hingga tercampur merata.
6. Diamati reaksi yang terjadi.
7. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya Kristal seperti pasir pada
campuran tersebut (aglutinasi).
8. Dibuat control dengan cara suspensi sel darah 1% diganti dengan PBS
pH 7, 2 (atau NaCl fisiologis 0,9%).
9. Jika hasilnya positif pada uji HA cepat, dilanjutkan pada uji HA
dengan teknik mikrotiter.

c. Prosedur Kerja Uji Hemaglutinasi (Teknik Mikrotiter)


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diambil plat mikro “U” 96 sumuran.
3. Diisi setiap lubang 1 – 12 pada plat mikro masing – masing dengan 25
µl PBS dengan menggunakan mikropipet.
4. Ditambahkan pada lubang pertama dan lubang kedua suspensi antigen
sebanyak 25 µl yang akan diuji dan selanjutnya buat pengencer seri
kelipatan dua mulai dari lubang kedua hingga lubang kesebelas
dengan menggunakan mikropipet. Pada sumur kesebelas, diambil 25
µl lalu dibuang sehingga volumenya 25 µl.
5. Ditambahkan 25 µl PBS ke dalam tiap – tiap lubang (2 – 12) dan
selanjutnya diayak dengan pengayak mikro (shaker).
6. Kemudian ditambahkan ke dalam setiap lubang (1 – 12) masing –
masing 50 µl suspensi sel darah merah 1 % dan diayak kembali selama
30 detik.
7. Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 jam dan diamati timbul atau
tidaknya reaksi aglutinasi sel darah merah setiap 15 menit.
Catatan :
- Sumur 1 sebagai kontrol positif.
- Sumur 12 sebagai kontrol negatif.

d. Prosedur Kerja Uji Hambatan Hemaglutinasi dengan metode titer


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diambil plat mikro “U” 96 sumuran.
3. Diisi setiap lubang 1 – 12 pada plat mikro masing – masing dengan 25
µl PBS dengan menggunakan mikropipet.
4. Ditambahkan pada lubang pertama dan lubang kedua serum sebanyak
25 µl yang dan selanjutnya buat pengencer seri kelipatan dua mulai dari
lubang kedua hingga lubang kesebelas dengan menggunakan
mikropipet. Pada sumur kesepuluh, diambil 25 µl lalu dibuang sehingga
volumenya 25 µl.
5. Ditambahkan 25 µl suspensi antigen 4HA ke dalam tiap – tiap lubang
(1 – 11) dan selanjutnya diayak dengan pengayak mikro (shaker) selama
30 detik dan diinkubasi selama 30 menit.
6. Setelah 30 menit, kemudian ditambahkan ke dalam setiap lubang (1 –
12) masing – masing 50 µl suspensi sel darah merah 1 % dan diayak
kembali selama 30 detik.
7. Diinkubasi pada suhu kamar selama 1 jam dan diamati timbul atau
tidaknya reaksi aglutinasi sel darah merah setiap 15 menit.
Catatan :
Pada uji HI antigen yang dipakai adalah antigen 4 unit HA (4HA) sehingga
jika titer antigen yang didapat pada uji HA lebih dari 22 dan untuk
melanjutkannya ke uji HI maka antigen tersebut dapat dilakukan
pengenceran dengan rumus :
Titer HA tertinggi : 22

Intepretasi Hasil
A. Intepretasi Hasil Uji Hemaglutinasi
a. Intepretasi hasil uji Hemaglutinasi cepat :
 Positif : terbentuk aglutinasi seperti pasir.
 Negatif : tidak terbentuk aglutinasi.
b. Intepretasi hasil uji hemaglutinasi teknik mikrotiter :
 Positif (+) : Tidak terjadi pengendapan eritrosit (eritrosit menyebar
atau tidak terbentuk titik)
 Negatif (-) : terjadi pengendapan eritrosit (terbentuk titik di tengah
– tengah)
B. Intepretasi Hasil Uji Hambatan Aglutinasi
 Positif (+) : terjadi pengendapan eritrosit
 Negatif (-) : tidak terjadi pengendapan eritrosit
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENGAMATAN

4.1 HASIL PENGAMATAN


Berdasarkan hasil praktikum identifikasi jamur kuku yang pada tanggal 13 dan
20 September 2019, yang dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan
Analis Kesehatan, Poltekkes Denpasar didapatkan hasil dibawah ini :

A. Hasil Pengamatan Uji Hemaglutinasi


a. Hasil pengamatan Uji Hemaglutinasi pada inokulum virus dalam jaringan.
 Uji hemaglutinasi cepat
Jenis Uji Gambar Hasil Intepretasi Keterangan
Kontrol Terbentuk +
positif aglutinasi

Kontrol Tidak terbentuk -


negatif aglutinasi
Pemeriksaan
Valid

Uji Terbentuk +
Sampel aglutinasi
 Uji hemaglutinasi teknik mikrotiter
Jenis Gambar Hasil Intepretasi Keterangan
Uji
Kontrol Eritrosit +
positif menyebar

Kontrol Eritrosit -
negatif mengendap
Pemeriksaan
Valid

Uji Eritrosit + dengan


Sampel menyebar titer 29
hingga
lubang ke
10
b. Hasil pengamatan Uji Hemaglutinasi pada inokulum virus dalam plasma
 Uji hemaglutinasi cepat
Jenis Uji Gambar Hasil Intepretasi Keterangan
Kontrol Terbentuk +
positif aglutinasi

Kontrol Tidak terbentuk -


negatif aglutinasi
Pemeriksaan
Valid

Uji Tidak terbentuk -


Sampel aglutinasi

 Uji hemaglutinasi teknik mikrotiter


Jenis Gambar Hasil Intepretasi Ket.
Uji
Kontrol Eritrosit +
positif menyebar Pemerik
saan
Valid
Kontrol Eritrosit -
negatif mengenda
p

Uji Eritrosit -
Sampel mengenda
p disemua
lubang

B. Hasil Pengamatan Uji Hambatan Aglutinasi


 Hasil Pengamatan Uji Hambatan Aglutinasi dengan serum yang telah terpapar
virus
Jenis Uji Gambar Hasil Intepretasi Ket.
Kontrol Eritrosit +
antibodi mengendap

Kontrol Eritrosit -
antigen menyebar
Pemeriksaan
valid

Kontrol Eritrosit +
sel darah mengendap
merah
Uji Eritrosit + dengan
Sampel mengendap titer 28
sampai
lubang
nomor 9

 Hasil Pengamatan Uji Hambatan Aglutinasi dengan serum mahasiswa


Jenis Gambar Hasil Intepretasi Ket.
Uji
Kontrol Eritrosit -
antibodi menyebar

Kontrol Eritrosit -
antigen menyebar

Pemeriksaan
Kontrol Eritrosit - valid
sel darah menyebar
merah

Uji Eritrosit -
Sampel menyebar dari
lubang ke- 2
hingga lubang
ke - 10
4.2 PEMBAHASAN
Virus adalah suatu jasad renik yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat
dilihat dengan mikroskop elektron yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
hanya dapat bereproduksi (hidup) didalam sel yang hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel tersebut karena virus tidak memiliki perlengkapan seluler untuk
bereproduksi sendiri. Virus merupakan parasit obligat intraseluler. Virus
mengandung asam nukleat DNA atau RNA sajat etapi tidak kombinasi keduanya,
dan yang diselubungi oleh bahan pelindung terdiri atas protein, lipid, glikoprotein,
atau kombinasi ketiganya. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel
yang menginfeksi sel-sel eukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme
sel tunggal) dan istilah bakteriofaga atau faga dipakai untuk virus yang menyerang
jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Selama
siklus replikasi dihasilkan banyak sekali salinan asam nukleat dan protein selubung
virus. Protein-protein selubung tadi dirakit untuk membentuk kapsid yang
membungkus dan menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan ekstra sel
serta memfalitasi perlekatan penetrasi virus saat berkontak dengan sel-sel baru
yang rentan. Infeksi virus dapat memiliki efek yang kecil atau bahkan tidak
memiliki efek sama sekali pada sel penjamu tetapi dapat pula menyebabkan
kerusakan atau kematian sel. Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai mahluk
hidup karena dia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas.Oleh
karna karakteristiknya yang khas ini, virus selalu teasosiasi dengan penyakit
tertentu, baik pada manusia (mis : virus HIV, DHF ), pada hewan (mis : virus flu
burung), atau pada tanaman (mis : virus mozaik tembakau/TMV ). (Suprobowati,
2018)
Secara umum diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis
penyakit hewan, meliputi isolasi dan identifikasi agen penyebab dari bahan
tersangka, uji srologi untuk mendeteksi dan mengukur antibody spesifik yang
terbentuk selama terjafi penyakit, menemukan antigen virus dalam lesi dengan
menggunakan antibody yang diwarnai dengan fluresein atau peroxidase, dan
pemeriksaan dengan mikroskop electron dari bahan tersangka dengan pewarnaan
positif dan negative guna mengenal dan mengetahui ukuran partikel virus. Salah
satu uji serologi yang digunakan yaitu uji HA (Hemaglutinasi).
Hemaglutinasi adalah terbentuknya agregat sel eritrosit oleh partikel
hemaglutinin virus. Hal ini dapat terjadi karena ikatan antara protein luar virus
hemagglutinin dengan reseptor permukaan eritrosit (Burleson et al., 1992). Prinsip
metodenya adalah mencampurkan satu sampai dua tetes virus dengan suspensi
eritrosit. Hemaglutinasi biasanya akan tampak dalam waktu satu menit pada uji
cepat (Merchant and Packer, 1961). Proses hemaglutinasi sendiri berlangsung
apabila virus dapat mengikat dua eritrosit secara simultan sehingga terbentuk
semacam jembatan silang (cross bridge). Hal ini mengharuskan jumlah virus dan
eritrosit yang ekuivalen.(Drop & Virus, 2015)
Identifikasi dengan uji HA dan HI memerlukan suspensi eritrosit. Darah yang
digunakan berasal dari manusia. Darah segar dicampur antikoagulan berupa citrate
atau EDTA dengan perbandingan 5:1. Darah kemudian disentrifus 3600 rpm
selama 1 menit. Supernatan dibuang dan ditambah PBS hingga mencapai volume
seperti semula. Proses sentrifus dan penambahan PBS dilakukan sebanyak tiga kali.
Langkah selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam tabung PCV atau hematokrit
dan disentrifus 3600 rpm selama 10 menit. Hasil yang didapatkan tiap ml dihitung
sebagai 10 PCV. Jumlah PCV kemudian dibagi angka konsentrasi eritrosit dan
didapatkan hasil perbandingan suspensi dengan PBS. Cairan allantois yang
didapatkan dari hasil inokulasi diuji HA dan HI. Uji HA dilakukan dengan
memberikan 0,05 ml PBS pada 12 sumuran yang ada di pelat mikro. Cairan
allantois sebanyak 0,05 ml selanjutnya ditambahkan pada sumuran pertama,
kemudian didilusi sampai sumuran ke sebelas. Eritrosit ayam (EA) 0,8% sebanyak
0,05 ml ditambahkan ke masing-masing sumuran. Pembacaan titer hemaglutinasi
dimulai setelah eritrosit pada sumuran ke dua belas mengendap (Drop & Virus,
2015)
Menurut prosedur Office International des Epizooties (OIE, 2000) untuk
menentukan titer antibodi terhadap virus dilakukan dengan ,csebanyak 0,025 ml
PBS pH 7,2 dimasukan ke dalam lubang-lubang cawan mikro 96 lubang dengan
dasar berbentuk V. Kemudian ditambahkan dengan 0,025 ml serum–serum sampel
dan serum positif pada lubang pertama dan dilakukan pengenceran serial kelipatan
2 dari lubang pertama hingga lubang ke sebelas, sedangkan lubang ke duabelas
dipergunakan sebagai kontrol SDM. Sebanyak 0,025 ml antigen virus ditambahkan
ke dalam setiap lubang, kecuali pada lubang-lubang ke-12 ditambah 0,025 PBS dan
selanjutnya dicampur dengan alat pencampur selama 30 detik sebelum diinkubasi
pada suhu 20ºC selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 0,025 ml sel darah merah
ayam 1% (SDM) ditambahkan ke dalam setiap lubang, kemudian dicampur pada
alat pencampur selama 30 detik dan diinkubasi pada suhu 20ºC selama 40 menit.
Berbagai sifat virus dapat digunakan untuk mengidentifikasi. Salah satu sifat
virus yang dapat digunakan untuk mengidentifiksi tersebut adalah kemampuan
mengaglutinasi sel darah merah. Salah satu virus yang dapat mengaglutinasi sel
darah merah adalah virus ND (tetelo).
Haemaglutinasi (HA) biasanya disebabkan oleh virion itu sendiri (partikel virus
keseluruhan), namun ada juga yang disebabkan oleh haemaglutinin yang
dihasilkan selama pembiakan virusnya. Virus dapat mengaglutinasi darah
(eritrosit) karena virus mempunyai protein haemaglutinin pada permukaan
virusnya. Haemaglutinin secara spontan akan melekat pada permukaan sel darah
merah yang merupakan receptor dari membran eritrosit, sehingga membentuk
sebuah jembatan antara dua sel darah merah.
Uji Hemaglutinasi (HA), ada 2 jenis, yaitu uji HA cepat dan lambat. Uji
HA merupakan uji yang digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki
hemaglutinin. Hemaglutinin ini dapat mengaglutinasi eritrosit beberapa spesies
hewan, salah satunya adalah eritrosit unggas. Uji HA juga dapat sebagai dasar
untuk menentukan titer virus ND. Uji HA untuk menentukan titer virus ND
didasarkan pada prinsip kemampuan hemaglutinasi dari virus ND terhadap sel
darah merah. Sumber virus biasanya berasal dari ekskreta ayam terinfeksi baik
melalui pakan, air minum, lendir, feses, maupun udara yang tercemar virus,
peralatan, dan pekerja kandang. Patogenisitas VND dipengaruhi oleh galur virus,
rute infeksi, umur ayam, lingkungan, dan status kebal ayam saat terinfeksi virus.
Selama sakit, ayam mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses (Dewi,
Abrar, Jamin, & Heryawati, 2010)
Uji HA lambat digunakan untuk mengetahui titer virus, kemampuan virus
dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya hemaglutinasi eritrosit. Titer virus
dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada nomor tertinggi (end point)
yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai dengan adanya
agregat-agregat di dasar sumur. Sedangkan, uji HA cepat biasanya dipakai untuk
mengidentifikasi virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit ayam. Uji HA
bertujuan untuk membedakan subtipe HA dan mengukur nilai HA sediaan virus
Influenza. (Kusumastuti et al., 2015)
Uji HA cepat dilakukan dengan mencampur masing-masing 100 µl alantois
telur dengan 200 µl media 5% Sel Darah Merah (SDM) ayam. Hasil positif
ditunjukkan adanya penggumpalan darah untuk selanjutnya diuji dengan uji HA
lambat untuk mengetahui titer HA virus. Uji HA lambat dilakukan dengan
menggunakan alat microplate U buttom (Nunc) sesuai dengan standar yang
berlaku. Mikroplate diisi dengan 25 µl PBS pH 7,2 pada sumur ke- 1-12. Cairan
alantois diambil dari telur sebanyak 25 µl, dimasukkan ke dalam sumur sesuai
nomor sampel uji. Cairan alantois diencerkan bertingkat kelipatan dua dengan PBS,
kemudian ditambahkan 25 µl suspensi SDM ayam 0,5% ke dalam seluruh sumur.
Tahap terakhir dilakukan pengocokan microplate dengan menggoyang-
goyangkannya, lalu diinkubasi pada suhu ruang sekitar 30 menit. Pembacaan
sampel uji dapat dilakukan jika SDM sumur kontrol telah teraglutinasi di dasar
sumur. Sampel dinyatakan positif apabila SDM pada sumur sampel mengalami
aglutinasi. Titer HA ditentukan dari pengenceran antigen tertinggi yang masih
dapat menghaemaglutinasi sel darah merah 1%. Titer HA yang diperoleh
selanjutnya diencerkan menjadi 4 unit HA untuk digunakan pada uji HI.(Dewi et
al., 2010)
Uji HA dengan pelat mikro ini bertujuan untuk mengetahui jumlah titer virus.
Titer virus adalah pengenceran tertinggi dari virus yang masih mampu
mengaglutinasi eritrosit. Pada uji HA dapat diamati bentuk hemaglutinasi eritrosit
pada dasar wall. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan seperti bunga
sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan eritrosit di dasar
tabung. Pernbacaan dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pada lubang yang
rnenampakkan terjadinya endapan seperti pada lubang kontrol negatif dinyatakan
negatif HA, sedangkan yang menunjukkan terjadinya aglutinasi (penggumpalan
BDM) dinyatakan positif HA. Untuk memudahkan pembacaan, pelat rnikrotiter
dimiringkan 45 derajat. Penghitungan HA unit dilakukan dengan cara menghitung
lubang yang positip dimulai dan enceran yang paling pekat (lubang pertama).

Berdasarkan praktikum Uji HA yang dilakukan dari suspense antigen hasil


Inokulasi dari TAB didapatkan hasil, pada Antigen dari inoculum Jaringan
didapatkan titer sebesar 29, dari hasil tersebut didapatkan pada plate mikro eritrosit
menyebar dan tidak membentuk titik dari plate dari plate nomor 2 sampai plate
nomor 10. Titer HA virus dinyatakan sebagai kebalikan dari pngenceran tertinggi
virus yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi secara sempurna. Semakin
kekanan, konsentrasi antigen semakin kecil, maka titernya semakin tinggi.
Kemudian hasil yang yang kedua pada suspense dari inoculum Plasma didapatkan
hasi negative atau tidak didapatkan titer.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hemaglutinasi berbeda-beda pada tiap virus.
Faktorfaktor tersebut antara lain eritrosit hewan yang digunakan, pH pengencer,
dan temperatur inkubasi. Faktor lain adalah pengenceran, volume, dan perlakuan
serum dan Konsentrasi eritrosit yang digunakan. (Drop & Virus, 2015)

Penyakit Newcastle atau Newcastle Disease (ND) adalah penyakit menular


yang disebabkan oleh virus ND yang sering menyerang peternakan unggas maupun
burung liar dengan gangguan pencernaan, pernafasan dan syaraf. ND merupakan
penyakit virus yang sangat menular yang biasanya mendominasi penyakit unggas
di daerah tropis. Penyakit Newcastle dikenal juga sebagai Pseudovogelpest, Pseudo
Fowl Plaque, Pseudopestis Avium, Pseudopoultry Plaque, Pneumoencephalitis,
Avian Pneumoencephalitis, Asiatische Vogelpest, Atypischen Gefulgelpest, Avian
Pest, Avian Distemper, Ranikhet Disease, Korean Fowl, Maladie de Newcastle,
Enfermedad de Newcastle, Tetelo, Sampar Ayam, dan Pes Unggas. (Zulfikar, 2016)

Uji hambatan hemaglutinasi (Hemagglutination-inhibition/HI) merupakan


uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi di dalam darah.
Pada uji ini digunakan antigen yang homolog sehingga akan terjadi ikatan antigen-
antibodi, yang kemudian virus tidak akan dapat melekat atau berikatan dengan
reseptor membran sel darah merah dan aglutinasi tidak akan terjadi. Uji HI
mempunyai fungsi antara lain sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis antibodi
tertentu dengan melihat reaksi antar antigen homolog yang telah diketahui dengan
antibodinya, serta untuk mengetahui titer antibodi dengan cara mereaksikannya
antara serum yang ingin diketahui antibodinya dengan antigen standar yang telah
diketahui. (Dewi, dkk. 2014)

Uji serologi dipakai untuk diagnosis Avian Influenza, ialah uji yang
mendeteksi reaksi pengikatan antibodi dengan antigen. Antibodi ialah zat kebal
tubuh yang dilepaskan oleh sel darah putih limfosit B, sedangkan antigen ialah zat
yang bisa memicu dilepaskannya antibodi. Bibit penyakit seperti virus dan bakteri
adalah contoh antigen. Pengujian serologis mendeteksi antigen mikroorganisme
penyebab infeksi atau antibodi terhadap komponen mikroorganisme bersangkutan
dalam serum. Adanya antigen atau pertikel antigen mikroorganisme menunjukan
adanya infeksi dengan mikroorganisme yang relevan sedangkan antibodi
menunjukan bahwa pernah terinfeksi atau pernah terpapar dengan mikroorganisme
tersebut (Reza, 2013)

Organisme tertentu mampu mengaglutinasi eritrosit unggas dan mamalia.


Organisme yang melakukan hemaglutinasi diantaranya adalah virus dari family
Orthomyxoviridae. Aglutinasi eritrosit adalah dasar pengujian hemaglutination
(HA) dan hambatan aglutinasi dengan menggunakan antiserum subtipe H yang
spesifik adalah merupakan dasar pengujian HI. Prinsip pengujian HI adalah
antibodi terhadap virus akan mencegah pengikatan virus dengan sel darah merah
(Reza, 2013)

Virion dari beberapa family virus berikatan dengan sel darah merah yang
dapat menyebabkan hemaglutinasi. Bila antibodi spesifik dari virus dicampur
sebelum ditambah sel darah merah maka hemaglutinasi dihambat. Dasar uji HI
adalah adanya antibodi yang mampu menghambat proses hemaglutinasi oleh virus.
Jumlah antibodi yang mencukupi dalam serum darah merpati, mampu membentuk
kompleks dengan virion yang dapat menyebabkan hemaglutinasi terhambat dan
eritrosit akan terlihat mengendap di dasar sumuran microplate. Bila jumlah antibodi
tidak mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasikan oleh virus dan terlihat adanya
aglutinasi pada dasar sumuran microplate. Pengujian HI merupakan standar
pengujian serologi AI (Avian Influenza) untuk mendeteksi antibodi terhadap virus
AI pada unggas dan mamalia. Pengujian HI merupakan metode yang relatif murah
dan sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin spesifik pada serum yang
sudah divaksinasi atau terinfeksi virus AI dan mengetahui titer antibodi pada
unggas. (Reza, 2013)

Menurut Dewi, dkk (2014), uji HI memiliki dua metode yaitu metode α dan
β. Metode α sering digunakan untuk menguji jenis antigen dengan melakukan
pengenceran pada antigen. Kelebihan dari metode ini dapat mengidentifikasi
antigen tanpa melakukan uji HA terlebih dahulu. Namun pada uji ini dibutuhkan
antibodi dalam jumlah banyak dan titer yang cukup tinggi. Sedang metode β dapat
digunakan untuk mengidentifikasi antibodi dan menghitung titer antibodi atau
menguji jenis antigen dengan melakukan pengenceran pada antibodi dengan jumlah
antigen tetap, jumlah antibodi yang digunakan sedikit dan dapat diketahui titer
antibodinya, batas akhir pada pengenceran tertinggi yang mampu menghambat
terjadinya aglutinasi secara sempurna disebut End point. Uji HI dapat dilakukan
secara makro atau mikrotitrasi, tergantung reagen-reagen yang digunakan.
Perbedaan dari kedua metode hanya pada volume reagen dan virus standar yang
digunakan. Pada makrotitrasi, virus standar yang digunakan yaitu 8 HAU
(Hemagglutination Unit) atau 10 HAU, sedangkan pada mikrotitrasi virus standar
yang digunakan 4 HAU

Uji HI dilakukan setelah diperoleh hasil positif pada uji HA . Secara singkat,
metode kerja uji HI adalah pengenceran bertingkat serum sampel hingga
pengenceran terbesar yang masih sanggup menghambat aglutinasi sel darah merah.
Hasil positif jika tidak terjadi hemaglutinasi dan hasil negatif jika terjadi
hemaglutinasi. Hasil yang didapat diformulasikan sehingga diketahui titer
antibodinya sehingga dapat dibandingkan dengan standar titer protektif. Hasil uji
HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar microplate, tidak ada
hemaglutinasi. Titer HI dihitung berdasarkan pengenceran tertinggi serum yang
dapat menghambat terjadinya hemaglutinasi. Pemeriksaan serologi yang dilakukan
dengan uji HI dianggap positif apabila titer antibodi ≥ 24 atau log24 dengan antigen
4 HAU (Reza, 2013)

Pada praktikum pengujian HI yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 20


September 2019, bertempat pada laboratorium Bakteriologi Politeknik Kesehatan
Denpasar. Pada praktikum uji HI tersebut, hal pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Menurut Reza (2013), dalam
pengujian HI dibutuhkan beberapa variabel pengujian yang dapat mempengaruhi
hasil dan akurasi pengujian yaitu microplate, pengenceran, pembacaan,
interpretasi, antigen, antiserum dan sel darah merah. Jika sampel berasal dari
unggas maka sel darah merah yang digunakan yaitu sel darah merah ayam yang
Specific Pathogen Free (SPF) atau Spesific Antibody Negative (SAN). Adapun
prosedur kerja yang dikerjakan pada praktikum ini yaitu menggunakan mikroplate
U dengan 96 sumuran. Pada lubang 1 hingga lubang 12 diisi dengan PBS sebanyak
25µl. PBS yang digunakan adalah PBS dengan pH 7,2. Kemudian pada lubang 1
dan 2 ditambahkan serum sebanyak 25µl. Selanjutnya dibuat seri pengenceran
berkelipatan dua yang dimulai dari lubang kedua hingga lubang ke 10. Setelah
dilakukan seri pengenceran, ditambahkan 25µl suspense antigen 4HA kedalam
lubang 1 hinga 11, sedangkan lubang ke 12 diisi dengan PBS sebanyak 25µl.
Kemudian diayak selama 30 detik dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu
kamar. Setelah diinkubasi, tambahkan 50µl suspense sel darah merah 1% ke
lubang 1 hingga 12, dan diayak kembali selama 30 detik. Setelah diayak,
diinkubasikan maksimal 1 jam pada suhu kamar, dan dibaca setiap 15 menit untuk
melihat timbul atau tidaknya reaksi aglutinasi sel darah merah. Sampel yang
digunakan yakni 2 buah sampel serum, sampel serum yang pertama yakni sampel
serum dengan kode Ab 1 dan sampel serum mahasiswa.

Pada sampel mahasiswa didapatkan hasil negatif, karena tidak terjadi


pengendapan eritrosit. Dari hasil tersebut menandakan bahwa aglutinasi sel darah
merah oleh virus atau antigen AI dapat dihambat oleh antibodi atau zat kebal
terhadap AI. Bila terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk membentuk
kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat. (Reza, 2013). Sedangkan pada
sampel dengan kode Ab 1 didapatkan hasil positif, karena terjadi pengendapan
eritrosit dengan titer 27. Titer HI dinyatakan sebagai kebalikan dari pengencer
tertinggi serum yang masih mampu menghambat aktivitas hemaglutinasi virus
secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi dalam jumlah yang tidak
mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasi oleh antigen dan membentuk endapan.

Proses hemaglutinasi terjadi akibat aktivitas hemaglutinin yang terdapat pada


amplop virus tersebut. Aktivitas hemaglutinasi berlangsung maksimal selama satu
jam karena dipengaruhi oleh kerja enzim neuraminidase yang merusak ikatan pada
reseptor eritrosit dengan hemaglutinin dari virus contohnya pada virus famili
Paramyxoviridae. Pengamatan nilai titer antibodi dari serum sampel berdasarkan
hasil pengenceran terbesar yang masih sanggup menghambat aglutinasi eritrosit
oleh antigen. Pengamatan nilai titer antibodi dari serum sampel berdasarkan hasil
pengenceran terbesar yang masih sanggup menghambat aglutinasi (RBC) oleh
antigen. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa titer antibodi bervariasi pada
sebaran 21-29. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti kesehatan
ayam, jumlah virus yang menginfeksi, dan perbedaan waktu infeksi. Hambatan
aglutinasi sempurna adalah terjadinya pengendapan eritrosit pada dasar
lubangmicroplateyang terlihat seperti pada kontrol. Titer antiserum adalah
kebalikan dari pengenceran tertinggi antiserum yang masih mampu manghambat
aglutinasi dengan sempurna (Zulfikar, 2016)

Pengujian HI merupakan metode yang relatif murah dan sederhana untuk


mengukur antibodi hemaglutinin spesifik pada serum yang sudah divaksinasi,
untuk subtipe Hemaglutinin (H), digunakan untuk mengidentifikasi isolat virus dan
mengukur titer antibodi. Sedangkan kekurangannya yaitu inhibitor tidak spesifik,
membutuhkan antigen dari setiap subtipe (16 H) dan dibutuhkan pengalaman serta
keahlian dalam melakukan interpretasi. (Reza, 2013)
BAB V

SIMPULAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum Uji HA yang dilakukan dari suspense antigen hasil


Inokulasi dari TAB didapatkan hasil, pada Antigen dari inoculum Jaringan
didapatkan titer sebesar 29. Hasil dari suspense dari inoculum Plasma didapatkan
hasi negative atau tidak didapatkan titer.

Hasil praktikum Uji HI pada sampel mahasiswa didapatkan hasil negatif.


Dari hasil tersebut menandakan bahwa aglutinasi sel darah merah oleh virus atau
antigen AI dapat dihambat oleh antibodi atau zat kebal terhadap AI. Sedangkan
pada sampel dengan kode Ab 1 didapatkan hasil positif, karena terjadi
pengendapan eritrosit dengan titer 27.
DAFTAR PUSTAKA

Arria Janovie, Rusdi, Atin Supiyani. 2014. Uji Efektivitas Vaksin Flu Burung Subtipe
H5N1 pada Ayam Kampung di Legok, Tangerang, Banten. Tersedia pada:
journal.unj.ac.id › unj › index.php › bioma › article › download. Diakses pada
tanggal 16 September 2019

Suprobowati, Dwi Ocky dan Kurniati, Iis. 2018. Virologi. Tersedia pada:
bppsdmk.kemkes.go.id › wp-content › uploads › 2018/09 › Virologi_SC. Diakses
pada tanggal 16 September 2019

AA Wibowo, dkk. 2012. Isolasi dan Identifikasi Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
di Peternakan Tradisional Kecamatan Gunung Pati Semarang. Tersedia pada:
https://journal.unnes.ac.id › index.php › biosaintifika › article › download. Diakses pada
tanggal 16 September 2019

OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES. 2000. Manual of Standards for


Diagnostik Tests and Vaccines. pp. 212– 219
Dewi, M., Abrar, M., Jamin, F., & Heryawati, Z. (2010). DETEKSI ANTIBODI
SERUM AYAM KAMPUNG ( Gallus domesticus ) TERHADAP VIRUS
NEWCASTLE DISEASE DI KOTA BANDA ACEH Detection of Serum
Antibodies of Native Chicken ( Gallus domesticus ) to Newcastle Disease Virus
in Banda Aceh, 5–8.
Drop, E., & Virus, S. (2015). Isolasi dan Identifikasi Egg Drop Syndrome Virus dengan
Uji Hemaglutinasi dan Hemaglutinasi Inhibisi, 33(1), 59–68.
Kusumastuti, A., Paderi, A. Z., Nurhandayani, A., Ayu, G., Kencana, Y., Wanaherang,
D., … Sudirman, J. (2015). Identifikasi Secara Serologi Galur Virus Flu Burung,
16(15), 371–382.
Suprobowati, ocky D. & K. iis. (2018). Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik
(TLM) Virologi.
Reza, 2013. DETEKSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN
UJI HI (Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba
livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI.
Tersedia pada web http://repository.unair.ac.id/20983/19/3.pdf . Diakses pada
tanggal 30 Oktober 2019

Zulfikar, 2016. DETEKSI ANTIBODI VIRUS NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA


AYAM BURAS (Gallus domesticus) DI DESA GAYAMAN KECAMATAN
MOJOANYARKABUPATEN MOJOKERTO DENGAN UJI
Haemaglutination Inhibition (HI). Tersedia pada web
http://repository.unair.ac.id/53942/13/KH.%2088-16%20Per%20p-min.pdf.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019

Dewi, dkk. 2014. Deteksi Antibodi Akibat Paparan VirusAI SubtipeH5N1 pada
Unggas Air Domestik di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua. Tersedia pada web
https://pdfs.semanticscholar.org/614a/c09209f3aee9456d3782edc1a3c81227d1
b6.pdf. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai