Anda di halaman 1dari 471

50 Pemikir

Paling Berpengaruh
terhadap Dunia
Pendidikan
Modern
// Jaminan Kepuasan
'I
' ( Apabila Anda mendapatkan buku ini dalam keadaan cacat produksi
1'':~1:-Iuar kesengajaan kami), seperti halaman kosong atau terbalik,
silahkan ditukar di toko tern pat Anda membeli atau langsung kepada
kami dan kami akan menggantinya segera dengan buku yang bagus.
EDITOR
JOY A. PALMER

50 Pemikir
Paling Berpengaruh
terhadap Dunia
Pendidikan
Modern
8iografi, Dedikasi, dan Kontribusinya
SO PEMIKIR PALING BERPENGARUH
TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN MODERN

Editor: Joy A. Palmer


Tata Sampul: A. Budi
Tata lsi: Violet Vitrya
Pracetak: Wardi

Cetakan Pertama, November 2010

Penerbit
laksana
Sampangan Gg. Perkutut No. 325-B
Jl. Wonosari, Baturetno
Banguntapan Jogjakarta
Telp: (0274) 4353776,7418727
Fax:(0274) 4353776
E-mail: redaksi_divapress@yahoo.com
Blog: www.divapress.co.cc
Website: www.divapress-online.com

Distributor Tunggal
Transmedia
Jl. Kelapa Hijau No. 22 RT. 006/03
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12620
Telp. (021)7888-1850 (hunting)
Fax. (021) 7888-1850
DAFTAR lSI
-==Ov~~~~~~~~==-

DAFT AR lSI ................ .... ............................................. ............... 5

A.S. NEIL (1883- 1973) ............................................................. 7


SUSAN ISAACS (1885 - 1948) ................................................... 16
HAROLD 0. RUGG (1886- 1960) ............................................ 24
LUDWIG WITIGENSTEIN (1889- 1951 )................................... 32
MARTIN HEIDEGGER (1889- 1976) ......................................... 45
HERBERT EDWARD READ (1893- 1968) .................................. 53
LEV SEMYONOVICH VYGOTSKY (1896- 1934)....................... 62
JEAN PIAGET (1896- 1980)....................................................... 69
MICHAEL OAKESHOTI (1901 - 1992) ...................................... 80
CARL ROGERS (1902- 1987) .................................................... 87
RALPH WINIFRED TYLER (1902- 1994).................................... 95
BURRHUS FREDERIC SKINNER (1904- 1990) .......................... 102
HARRY BROUDY (1905- 1998) ................................................ 111
SIMONE WEll (1909- 1943) ..................................................... 120
JOSEPH j. SCHWAB (191 0- 1988) ............................................ 127

5
Daftar lsi

ClARK KERR (1911 - ... )............................................................ 136


BENJAMIN S. BlOOM (1913- 1999)......................................... 147
JEROME S. BRUNER (1915- ... ) ................................................ 154
TORSTEN HUSEN (1916- ... ).................................................... 163
lEE CRONBACH (1916- ... )...................................................... 172
DONALD THOMAS CAMPBEll (1916- 1996) ......................... 177
MAXINE GREENE (1917- ... )..................................................... 188
R.S. PETERS (1919 - ... ).............................................................. 196
JOHN I. GOOD LAD (1920- ... ) ................................................ 203
PAULO FREIRE (1921 -1997).................................................... 212
SEYMOUR B. SARASON (1919- ... ).......................................... 220
ISRAEl SCHEFFLER (1923 - ... ) .................................................. 234
JEAN-FRAN<::OIS LYOTARD (1924- 1998)................................ 244
lAWRENCE A. CREMIN (1925 -1990)...................................... 253
BASil BERNSTEIN (1925- 2000) ............................................... 264
MICHEl FOUCAUlT (1926- 1984)........................................... 276
MARGARET DONALDSON (1926- ... ) .................................... 285
IVAN ILliCH (1926- 2002) ....................................................... 294
LAWRENCE KOHLBERG (1927- 1987) ..................................... 305
PAULH.HIRST(1927- ... ) ....................................................... 313
PHILIP WESLEY JACKSON (1928- ... ) ....................................... 322
JANE ROLAND MARTIN (1929- ... ) ......................................... 328
NEL NODDINGS (1929- ... ) ................................................... 338
)0RGEN HABERMAS (1929- ... ) ............................................... 347
CARL BEREITER (1930- ... ) ....................................................... 361
PIERRE BOURDIEU (1930- 2002) ............................................. 369
NEIL POSTMAN (1931- ... )....................................................... 377
THEODORE R. SIZER (1932- ... )............................................... 387
ELLIOT EISNER (1933- ... ) ....................................................... 396
JOHN WHITE (1934- ... ) .......................................................... 405
lEES. SHULMAN (1938- ... ) .................................................... 412
MICHAEL W. APPLE (1942 - ... ) ............................................... 422
HOWARD GARDNER (1943- ... ) ............................................. 435
HENRY GIROUX (1943- ... ) ..................................................... 446
LINDA DARLING-HAMMOND (1951 - ... ) ............................... 455

PARA PENULIS........................................................................... 464


GLOSARI.................................................................................... 469

6
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

A.S. NEIL (1883- 1973)

Peter Hobson

Saya percaya bahwa memaksakan apa pun dengan kekuasaan adalah


salah. Seorang anak seharusnya tidak melakukan apa pun sampai
ia mampu berpendapat-pendapatnya sendiri-bahwa itulah yang
hams dilakukan. 1

Alexander Sutherland Neill lahir di kota kecil Forfar, Skotlandia,


lima puluh mil sebelah utara Dundee pada 1883. Ayahnya, George Neill,
adalah seorang guru (schoo!mastet) yang mengajar di tetangga desanya,
Kingsmuir, tempat Neill bersekolah. Setelah lulus pada usia empat belas
tahun dan bekerja di pelbagai bidang selama dua tahun, Neill menjadi
guru magang (apprentice schoolmaster) pada1899. I a menjadi guru yang tak
memiliki sertifikat mengajar selama empat tahun dan kemudian berhasil
mengikuti matrikulasi di Edinburgh University. Di sana ia mempelajari
seni dan, walaupun kurang menunjukkan antusiasnya untuk kegiatan
di universitas, ia berhasillulus pada 1905 dalam bidang Sastra Inggris.
Kemudian mengajar selama dua belas tahun di sekolah-sekolah milik
pemerintah (government schoo~ Skotlandia.

7
A.S. Neil (1883 - 1973)

Neill bergabung dengan British Army pada 1917 dan kehidupannya


menuju ke arah yang lebih positif setelah perang. Ia pertama kali mengajar
di sebuah sekolah percobaan baru (King Alfred School) dan kemudian
pada 1921 menjadi editor pembantu Ny. Ensor, pendiri New Education
Fellowship. Meskipun hubungan dengannya tidak bertahan lama, Neill
tetap memiliki komitmen kuat terhadap pendidikan baru yang sangat
berbeda dengan pendidikan tradisional yang pemah dirasakannya.
Kesempatan untuk mewujudkan idenya tiba pada 1921 ketika ia
diundang untuk bergabung menjadi staf sebuah sekolah progresif
di Dresden, Jerman. Ia menetap di sana sampai 1923 saat sekolah
tersebut pindah ke sebuah biara kosong di dekat Wina. Namun karena
muncul kesulitan dengan masyarakat setempat, Neill terpaksa kembali
ke Inggris pada 1924. Lantas ia mendirikan sekolah di Lyme Regis
bersama Ny. N eustatter, yang bekerja dengannya di Jerman dan Austria
sekaligus dinikahinya kemudian pada 1927. Sekolah tersebut diberi nama
Summerhill sesuai nama gedungnya.
Neill mulai mengimplementasikan secara sistematis pelbagai ide
revolusionernya ten tang kebebasan anak didik dan pengurangan otoritas
guru. Sekolah terse but menjadi sangat terkenal dan relatif sukses, kendati
yang mendaftar pada periode tersebut rata-rata hanya empat puluh orang.
Pada 1927 sekolah tersebut pindah ke Leiston, Suffolk, sekitar 100 mil
sebelah utara kota London, dan sampai sekarang mungkin merupakan
sekolah progresif paling terkenal di negara-negara berbahasa Inggris.
Setelah Neill meninggal pada 1973, sekolah tersebut dijalankan oleh
isteri keduanya, Ena, sampai masa pensiunnya pada 1985 dan kemudian
diteruskan oleh anak perempuannya, Zoe.
Luasnya pengaruh sekolah Summerhill ini dapat dinisbatkan
pada dua puluh buku karya Neill yang ditulisnya antara 1915-1972.
Dalam buku-buku itulah dijelaskan secara rind dan lugas pelbagai
ide pendidikannya. Salah satu karya buku yang sangat berpengaruh
(dengan angka penjualan sekitar dua juta buku) adalah Summerhill, sebuah
kumpulan tulisan yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat
pada 1960, kemudian di Inggris pada 1962, dan edisi paperback dari
Penguin diterbitkan pada 1968. Sejak awal buku ini, secara gamblang
ia menyatakan komitmennya kepada kebebasan anak, "Kita merancang
sebuah sekolah yang memungkinkan anak-anak menjadi dirinya sendiri.
Untuk mengupayakan hal terse but, kita harus mengesampingkan semua

8
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

disiplin, arahan, saran, ajaran moral, dan perintah agama." 2 Anak jangan
pernah dipaksa untuk belajar, dan memang prinsip utama Summerhill
adalah bahwa anak mengikuti pelajaran secara sukarela berapa pun
usianya. Hanya belajar yang dilakukan secara sukarelalah yang bernilai,
tulis Neill, dan anak akan mengenal dirinya sendiri apabila mereka telah
siap untuk belajar.
Anak hanya akan mencapai kebahagiaan jika mereka bebas.
Sebal:J kebanyakan ketidakbahagiaan itu ditimbulkan oleh adanya rasa
permusuhan dalam diri (inner hostility) yang tercipta dari tekanan eksternal.
Di sini, Neill dipengaruhi oleh teori Freud dan percaya bahwa karena
rasa permusuhan dalam diri ini tidak dapat diungkapkan secara efektif
kepada orang tua ataupun orang lain yang berkuasa, maka perasaan
terse but tetap bersemi dalam diri dan menjadi benci diri sendiri (se!fhate).
Nantinya perasaan tersebut akan terungkap dalam perilaku antisosial
dan yang paling buruk akan melahirkan "anak bermasalah". Anak-anak
seperti itulah yang dikirim ke Summerhill dan "diobati", tegas Neill,
dengan penerapan kehidupan yang bebas untuk pertama kalinya dalam
hidup mereka.
Kebahagiaan, bagi Neill, dengan demikian berarti keadaan tekailan
minimal. Dalam istilah positif keadaan itu terdiriuari "perasaan yang baik
dalam diri (innerfeeling of well-beini), keseimbangan, dan kepuasan dengan
hidupnya". Perasaan itu hanya ada apabila anak merasa bebas. 3 Pendidikan
konvensional melakukan kesalahan dengan lebih mengutamakan intelek
daripada emosi. Akibatnya, anak mungkin mengetahui banyak fakta,
namun kurang memiliki kepuasan dan pemenuhan diri (juljillmen~. Neill
pun menganjurkan "Hearts Not Head in The Schools" (Hati, Bukan
Otak, Yang Diutamakan di Sekolah), yang sekaligus juga menjadi salah
satu judul bukunya. 4 ''Jika emosi dibiarkan benar-benar bebas, maka
intelek akan tercapai dengan sendiri," 5 tegasnya.
Mata pelajaran akademis tradisional pada umumnya masih dipakai di
Summerhill, namun tidak ditekankan. Salah satu bidang kurikulum yang
lebih ditekankan adalah estetika (seni rupa, kerajinan, menari, drama, dan
lain-lain) yang dianggap Neill dapat mendorong kreativitas, imajinasi,
dan kenyamanan emosional (emotional well-beini). Sebenarnya, pelajaran-
pelajaran tersebut memiliki fungsi terapeutis bagi anak yang memiliki
permasalahan psikologis dan memberikan kesempatan kepada anak yang
secara akademis kurang cakap untuk menunjukkan kemampuannya.

9
A.S. Neil (1883 - 1973)

Kepercayaan Neill yang kuat pada kebebasan terkait dengan


pendirian lainnya yang laik diperhatikan, bahwa kebaikan anak dibawa
sejak lahir. "Selama lebih dari 40 tahun," tulis Neill, "kepercayaan
terhadap kebaikan anak yang dibawa sejak lahir tak pernah tergoyahkan,
bahkan sudah menjadi keyakinan utama."6 Ia juga percaya bahwa sejak
lahir anak sudah bijak dan rehlistis. Jika dibiarkan sendiri tanpa saran
apa pun dari orang dewasa, ia akan berkembang sejauh kemampuannya
untuk berkembang. 7
Pendirian ini merupakan faktor yang kuat dalam penolakan Neill
terhadap pendidikan moral dan agama. Jika seorang anak dibiarkan
berkembang secara alami, maka ia tidak akan membutuhkan paksaan
dan sanksi moral serta ajaran agama karena kebaikan alamiahnya akan
terungkap dengan sendirinya. Neilllebih jauh lagi menegaskan bahwa
"Saya percaya bahwa perintah morallah yang membuat anak menjadi
nakal. Saya menduga apabila saya meruntuhkan ajaran moral yang
diterima anak nakal, ia justru akan menjadi anak yang baik."8 Agama,
menurutnya; sama sekali tidak diperlukan, "Anak bebas yang menghadapi
hidup dengan hasrat dan keberanian yang besar sama sekali tidak mem-
butuhkan Tuhan."9
Pada dasarnya, tidak ada tempat bagi hukuman berdasarkan otoritas
di Summerhill. "Hukuman akan selalu menjadi tindakan kebencian (act rf
hate),"10 tegas Neill dan anak yang mandiri tak pernah membutuhkannya.
Lantas bagaimana kontrol sosial diberlakukan di Summerhill? Sekolah
dikelola sedemokratis mungkin dan keputusan-keputusan terpenting
dalam pengelolaan sekolah ditentukan dalam rapat umum mingguan di
mana setiap orang (termasuk Neill) memiliki satu suara dan keputusan
mayoritaslah yang berlaku. Apabila seorang anak bersalah karena perilaku
antisosial seperti mengganggu orang lain, suatu hukuman yang tepat
akan diputuskan oleh kelompok itu dan hukuman tersebut sering dalam
bentuk denda atau sanksi, contohnya, mengurangi uang saku atau tidak
diperbolehkan menonton film. 11 Pendekatan ini memberikan pengalaman
yang berharga kepada anak dalam menjalani kehidupan mereka dan
secara umum pendekatan terse but dianggap sebagai aspek keberhasilan
di Summerhill oleh sebagian besar pengamat.
Bagaimana Neill tetap mempertahankan dan begitu terikat dengan
kepercayaannya sehingga ia menghabiskan seluruh hidupnya untuk
mewujudkan kepercayaan tersebut walaupun cercaan dan kritik terus-

10
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

menerus menyerangnya? Tidak diragukan lagi bahwa faktor penyebab


utama Neill memiliki kepercayaan tersebut adalah karena pengalaman
bersekolah dan belajar di universitasnya yang tidak menyenang-
kan, dan Summerhill dapat dilihat sebagai bentuk penolakan penuh
terhadap pendekatan otoritarian tradisional terhadap pendidikan.
Apabila dihubungkan dengan teoretisi pendidikan lain yang telah
memengaruhinya, maka yang paling banyak memengaruhinya adalah
pandangan Rousseau bahwa kepercayaan terhadap kebaikan alamiah
seorang anak, kebebasan penuh anak didik, dan arti penting emosi, di
atas segalanya. Padahal Neill belum membaca Emile sampai lima puluh
tahun setelah pembukaan Summerhill. 12 Neill juga mengakui bahwa
ia agak kecewa ketika membaca karya Rousseau tersebut dan dengan
tepat ia mengatakan bahwa "Emile memang bebas, namun dalam
suatu lingkungan buatan yang diatur oleh gurunya. Summerhill adalah
lingkungan juga, namun komunitaslah yang menentukan, bukan guru
secara individual." 13
Neill sangat dipengaruhi oleh banyak tokoh kontemporer seperti
Freud berkenaan dengan pentingnya menghindari rasa bersalah dan
tekanan seksual, Wilheim Reich dalam hal kebebasan seksual dan
pentingnya pengaturan diri (se!fregu!ation), Homer Lane kaitannya dengan
pengelolaan diri (se!f-governmen~ dan gagasannya mengenai ganjaran
(rewardiniJ sebagai pengganti hukuman (punishiniJ terhadap anak karena
perilaku antisosial (contohnya, menjawab dengan kasih sayang bukan
dengan kebencian). 14 Neill mengenal Reich dan Lane dengan baik dan
menuliskan satu bah khusus dalam bukunya untuk mereka dan pengaruh
keduanya terhadap Neill diungkapkan dalam autobiografinya, Nei/4 Neill
Orange Peel 15
Selama bertahun-tahun, Neill telah menerima banyak kritik dan
pujian, sebagian di antaranya agak ekstrem. Misalnya, dalam Summerhill·
For and Against, kita bisa menemukan seorang penulis yang mengatakan
bahwa ia lebih baik mengirimkan anaknya ke tempat pelacuran daripada
ke Summerhill, sementara penulis lain mengistilahkan Summerhill sebagai
"tempat suci". 16 Sebagian serangan yang ditujukan kepada Neill dapat
dianggap sebuah reaksi konservatif berlebihan terhadap eksperimen
pendidikan baru yang radikal, namun ada beberapa gagasan Neill yang
memang rentan terhadap kritik.

11
AS. Neil (1883 - 1973)

Pertama, ia adak mempunyai filsafat pendidikan yang disusun


secara sistematis, terutama teori pengetahuan yang koheren. Ide-idenya
terutama didasarkan pada pengalaman dan pengamatan, dilengkapi
dengan kajian teori psikologis (terutama psikoanalisis). Pengalaman
memang merupakan bagian yang pen ring dari teori pendidikan apa pun,
namun perlu dilengkapi oleh pandangan filosofis mengenai topik-topik
seperti hakikat pengetahuan, proses belajar, moralitas, hakikat manusia,
masyarakat, dan lain-lain. Tulisan-tulisan Neill sangat mudah dipahami
karena fokusnya terhadap hal-hal yang praktis, namun sekaligus juga
tersusun dari penegasan yang tidak didukung, pernyataan yang terlalu
berlebihan, dan kecenderungan untuk melakukan generalisasi terhadap
kasus-kasus individual (misalnya anekdot tentang anak didik tertentu)
dalam prinsip pendidikan yang universal. Ia juga terlalu menyederhanakan
persoalan-persoalan filosofis yang kompleks seperti perbedaan krusial
antara kebebasan (freedom) dan keleluasaan (license), yang menurut Neill
keduanya cukup dibedakan secara konseptual dan sekadar memberikan
contoh-contoh tindakan, baik untuk kebebasan maupun keleluasaan.
Yang tidak ditemukan dalam tulisannya adalah prinsip yang jelas untuk
memutuskan mengapa sebagian kasus masuk dalam satu kategori dan
kasus lain masuk dalam kategori lain, dan prinsip untuk membantu
menyelesaikan konflik-konflik kepentingan dalam situasi seperti itu.
Dapat disebutkan pula bahwa Neill memiliki pandangan yang terlalu
sederhana dan ketinggalan zaman mengenai pendidikan moral dan agama
yang dianggapnya sebagai bentuk otoritarian dan mendikte (didaktik).
Gagasan modern tentang pendidikan moral dan otonomi agama yang
diperkenalkan dengan diskusi terbuka kepada anak tampaknya bukanlah
bagian dari pemahamannya. Tak pelak lagi sebagian besar dari apa yang
dialami dan diamatinya dalam bidang ini justru selaras dengan model
tradisional yang ditulisnya.
Permasalahan penting lain dari Summerhill adalah adanya bias
antiintelektual yang dibawa Neill. Apakah proses belajar tidak penting
sebagaimana yang dinyatakannya? 17 Apakah buku benar-benar
merupakan sarana "yang paling kurang penting di sekolah"? 18 Apakah
anak selalu mengetahui pendidikan yang terbaik bagi mereka? Dapatkah
seseorang sepenuhnya memanfaatkan kebebasannya tanpa memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang kukuh mengenai dasar-dasar untuk
menentukan pilihan-pilihan yang berarti? Mengapa relevansi pendidikan

12
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

harus selalu bersifat praktis dan langsung? Pertanyaan-pertanyaan inilah


yang mengemuka manakala membaca karya Neill, dan pendirian serta
ketulusan hatinya menunjukkan sebuah dimensi utama pendidikan yang
gagal diakuinya secara memadai.
Salah satu pengujian yang baik terhadap teori pendidikan adalah
mengemukakan pandangan dati mereka yang sungguh-sungguh telah
menjalankan pandangan tersebut. Dua survei terhadap mantan murid
Summerhill ternyata menemukan reaksi yang sama. Menurut mereka
yang sangat menghargai Summerhill, sekolah itu telah membuat mereka
lebih mandiri, lebih mampu menghadapi orang yang memiliki otoritas,
dan lebih toleran. Sebagian lainnya mengatakan bahwa sekolah itu benar-
benar membantu mereka mengatasi setiap kesulitan yang dialami dalam
kehidupan, yang mungkin tidak dapat mereka atasi andaikan mereka
belajar di sekolah tradisional. Namun, sebagian kecil mantan murid
Summerhill mengatakan bahwa sekolah itu sungguh-sungguh tidak
dapat membantu mereka-umumnya mereka adalah murid introver (sifat
lebih memikirkan diri sendiri, pemalu-penerjemah) yang mengatakan
bahwa Summerhilllebih cocok untuk murid ekstrover (sifat yang lebih
memikirkan hal-hal lain di luar dirinya-penerjemah). Yang menarik,
mereka yang mengkritik Summerhill adalah murid yang masa pendidikan-
nya di Summerhilllebih lama. Jika terdapat keluhan, biasanya berkenaan
dengan kelemahan sisi akademis dati pendidikannya dan tidak adanya
guru yang dapat mencerahkan murid-muridnya.
Dari uraian tadi tampak bahwa Summerhill bukan merupakan
jawaban bagi semua persoalan pendidikan dan tidak dapat memberi
manfaat bagi semua jenis anak. Kendati demikian, ada nilai tertentu dati
Summerhill yang bisa ditawarkan dan berguna dalam memberi alternatif
radikal bagi sistem pendidikan konvensional, yang menunjukkan bahwa
pendidikan yang didasarkan pada kebebasan anak sebenarnya dapat
diwujudkan. Salah satu yang membuat sekolah ini sukses dalam jangka
waktu lama adalah kepribadian kharismatik Neill dan kasih sayang
serta pengertiannya yang luar biasa terhadap anak. (Hal inilah yang juga
dikomentari oleh para bekas murid Summerhill.)
Bagaimana kemudian masa depan Summerhill? Pemeriksaan
0 FSTED (Office for Standard in Education) pada Maret 1999 mengkritik
aspek-aspek tertentu dati sekolah ini dan merekomendasikan perlunya
perubahan-perubahan signifikan. Pihak sekolah melakukan banding
A.S. Neil {1883 - 1973)

atas hasil pemeriksaan tersebut dengan menyatakan bila rekomendasi


itu harus diterima, maka filsafat dasar sekolah ini akan terancam. Pada
Maret 2000, sekolah tersebut memenangkan bandingnya di pengadilan
dan paling tidak untuk sementara dapat mempertahankan keutuhan
prinsip dasarnya.

Catatan

1. Neill, Summerhill (Harmondsworth: Penguin Books, 1968), him. 111.


2. Ibid., him. 20.
3. Ibid., him. 308.
4. Neill, Hearls not Heads in the Schools (London: Herbert Jenkins, 1994).
5. Ibid., him. 99.
6. Ibid., him. 20.
7. Ibid.
8. Ibid, him. 221.
9. Ibid, him. 216-217.
10. Ibid, him. 151.
11. Ibid, him. 58.
12. Neill, Neill! Neill! Orange Peel.- A Personal View of Ninety Years (London: Quartet
Books, 1977), him. 238.
13. Ibid, him. 238-239.
14. Baca juga misalnya, S. Freud, TwoShortAccounts of Prychoana_btsis (Harmondsworth:
Penguin Books, 1962), H. Lane, Talks to Parents and Teachers (London: Allen and
Unwin, 1928), W Reich, Selected Writings: An Introduction to Orgonomy (New York:
Farrar, Straus and Giroux, 1973).
15. Neill, Neill! Neill! Orange Peel, op cit., Bagian Dua.
16. H. Hart (ed.). SummerhilL· ForandAgainst-Assessmentof A.S. Neill (New York:
Hart, 1978), him. 17; (Sydney: Angus and Robertson, 1973), him. 28.
17. Op. cit., him. 37.
18. Ibid, him. 38.
19. E. Bernstein, "Summerhill: A Follow-up Study of its Student" (journal of
Humanistic Prychology; VIII, 2, Fall1968), him. 123-36.]. Croall, Neill of Summerhill:
The Permanent Rebel (London: Ark Paperback, Bab 23, 1984).
20. Rincian laporan OFSTED dan proses pengadilan dapat dilihat dalam situs
Summerhill: http: //www;s-hill.demon.co.uk

Lihat juga

Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Rousseau.

14
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Karya-karya utama Neill

Dari dua puluh buku karya Neill, lima buku terakhir dan paling
berpengaruh adalah:

The Free Child, London: Herbert Jemkins, 1953.


Summerhill, New York: Hart, 1960; London: Gollancz, 1962; Harmondsworth:
Penguin, 1968. Edisi baru dengan judul The New Summerhill, Albert Lamb (ed.),
Harmondsworth: Penguin, 1992.
Freedom Not License!, New York: Hart, 1966.
Talking of Summerhi/1, London: Gollancz, 1967.
Neill! Neill Orange Peel! A Personal View of Ninety Years, London: Weidenfeld &
Nicholson, 1973; London: Quartet Books, 1977.

Bacaan lebih lanjut


Croall, J. Neill. 1984. Of Summerhill: The Permanent Rebel. London: Ark
Paperbacks.
Hart, H. (ed.). 1970. 1973. Summerhill: ForandAgainst-Assessmentof A.S. Neill
New York: Hart dan Sydney: Angus and Robertson.
Hemming, R. 1972. Fi.ft.y Years of Freedom: A Stutfy of Development of the Ideas of A.S.
Neil/London: Allen and Unwin.
Purdy, B. 1997. A.S. Neill· "Bringing Happiness to Some Few Children". The Educational
Heretic Series. Nottingham: Educational Heretics Press.

15
Susan Isaacs (1885 - 1948)

SUSAN ISAACS (1885 - 1948)


-==0\,~~~~~~~"0==-

Robert Hinshelwood

Pijakan utama bagi praktik yang bijak dari seorang pendidik


terlatih... memberikan suatu kerangka kerja yang kokoh untuk
kontrol dan rutin serta bantuan nyata sesuai aturan-aturan sosial,
namun tetap dengan kebebasan pribadi yang luas... (Kerangka)
ini juga merupakan koreksi terhadap ide bahwa seorang anak tak
akan pernah belajar jika ia tidak dibentak atau dipukul, juga bagi
gagasan bahwa anak tidak membutuhkan belajar, namun hanya
perlu menunjukkan kebaikannya.

(Susan Isaacs 1933, hlm. 421)

Susan Isaacs memasukkan ide-ide psikoanalisis ke dalam pendidikan


progresif di Inggris. Ia juga memberi andil bagi teori psikoanalisis dengan
karyanya mengenai kehidupan "fantasi bawah sadar'' (unconsciousphanftl!J)
yang berakar pada pemahamannya tentang anak-anak.
Ia dibesarkan di Bolton, Lancashire, sebagai seorang perempuan dari
kawasan utara yang penuh semangat dan selalu berbicara jujur. 1 Ayahnya

16
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

adalah seorang wartawan sekaligus pendeta Metodis yang menentang


karir putrinya tersebut (anaknya yang kesembilan)-terutama menolak
untuk mendidiknya keti.ka ia menyatakan diri sebagai agnosti.s. Namun,
ia tetap mencob;t mencari pekerjaan mengajar, dan kemudian menjadi
guru privat (governess) di luar kota. Selanjutnya ia diterima di Manchester
University dan kemudian mempelajari psikologi di Cambridge pada 1912,
di sanalah pertama kali berkembang minatnya terhadap Freud.
Selama Perang Dunia I, ia mengikuti. kursus di tempat pelatihan
Brunswick Square Clinic yang memberikan perawatan untuk
menyembuhkan penderita gangguan syaraf akibat perang dan
menawarkan program latihan pertama dalam bidang psikiatri dan
psikoanalisis di Inggris. Di sana ia bertemu dengan James Glover yang
setelah perang memengaruhinya untuk menemui Otto Rank di Berlin
guna mempelajari lebih jauh tentang psikoanalisis.
Brunswick Square Clinic ditutup pada 1924. Kemudian Susan Isaacs
bergabung dengan British Psychoanalytical Society dan memprakarsai
analisis baru dengan J.C. Flugel. Pada 1924, ia membaca sebuah iklan di
New 5 talesman yang membutuhkan seorang sarjana untuk menjalankan
sebuah sekolah yang menerapkan metode yang ti.dak konvensional. Iklan
tersebut dibuat oleh Geoffrey Pike, penemu "gila" (maverick inventor)
selama masa perang,2 dengan isterinya Margaret, seorang pendiri dan
perinti.s International Planned Parenthood Federation.
Geoffrey Pike sendiri tidak merasa bahagia selama bersekolah
dan ingin memberikan pengalaman berbeda kepada anak-anaknya. Ia
menggunakan rumah di luar Cambridge dan menunjuk Susan untuk
mengelola Malting House School.
Munculnya perhati.an akan tatanan sosial baru setelah Perang Dunia
I, membuat gerakan "pendidikan baru" bergabung pada 1920 dan
membentuk New Education Fellowship. 3 Malting House School memberi
andil bagi gerakan pendidikan progresif ini. Para pendiri sekolah-sekolah
yang termasuk dalam gerakan ini bertujuan memperbaiki pengalaman
pendidikanmereka sendiri. Biasanya, dasar bagi sekolah-sekolah tersebut
adalah kebebasan untuk anak dalam proses belajarnya.4 New Education
Fellowship menerbitkan New Era sampai 1940-an dan mengembangkan
sejumlah eksperimen sejenis, meliputi eksperimen Elimhirst di
Darrington Hall (1925), eksperimen Dora Russel di Beacon Hill School
(1927), dan eksperimen A.S. Neill di Summerhill (1927). Sekolah-sekolah

17
Susan Isaacs (1885 - 1948)

ini sangat dipengaruhi oleh Froebel di Jerman dan Dewey di Amerika


Serikat. Eksperimen Susan Isaacs dalam mengajar bertahan selarna dua
setengah tahun, dan pengalamannya terse but clitulisnya dalam dua buku,
The Intelectual Growth in Young Children (London: Routledge, 1930) dan
Social Development in Young Children (London: Routledge, 1933).
Kegiatan mengajar Isaacs di Malting House School berakhir pada
1927. Ket:ika bisnis Pike mulai gagal, Isaacs pun keluar dari sekolah
tersebut karena banyak tekanan terhadap kelangsungan sekolah. Di
samping itu, terdapat ketidaksepakatan dengan Pike mengenai arti
penting kata dan bahasa dalam kehidupan anak kecil. 5 Persoalan inilah
yang menjadi salah satu alasan Isaacs meninggalkan sekolah itu. Sekolah
tersebut akhirnya ditutup. Pada waktu itu, Flugel menjabat profesor
psikologi diU niversity College London (UCL). Pada 1927, berdasarkan
pengalaman Isaacs di Malting House School, Flugel menunjuknya untuk
mengajarkan perkembangan anak di UCL. Flugel juga berhubungan
dengan Sir Percy Nunn, seorang anggota British Psychoanalytical Society
dan profesor di Institute of Education di London. Pada 1932, Nunn
menunjuk Isaacs untuk mendirikan Jurusan Perkembangan Anak di
Institute of Education tersebut.
Susan Isaacs berpandangan bahwa perkembangan intelektual anak
berhubungan erat dengan perkembangan emosional, dan dalam hal
ini ia tidak sepakat dengan Piaget. Kendati ia memasukkan gagasan-
gagasan psikoanalisis ke dalam pendidikan, ia bukanlah yang pertama
melakukannya. Di Inggris, Homer Lane mendirikan Little Common-
wealth (1913-1917) di mana ia menawarkan perlakuan psikoanalisis
pada remaja bermasalah, laki-laki maupun perempuan. Pada saat yang
sama, ia berusaha memahami proses-proses polit:ik yang dikembangkan
oleh Dewey sebagai proses kelompok dalam pengertian psikoanalisis. 6
Sementara di Eropa Daratan (Eropa Barat selain Inggris Raya), anak
perempuan Freud, Anna, yang telah menjadi guru, mengembangkan
pedagogi psikoanalisis bagi anak. Bersama sejawat-sejawat lainnya
di Wina-Hermine Hug-Hellmuth,7 August Aichorn,8 dan Sigmund
Bernfeld-ia menerapkan teori perkembangan naluriah (instinctual
development) dalam pendidikan. Mereka menekankan arti penting sublimasi
pada masa anak-anak dan perannya dalam proses belajar. Kuliah Anna
Freud bagi para guru pada 1930 merangkum riset mereka. Faktor
utamanya, menurut mereka adalah superego. Superego mengekang

18
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

libido anak dan mengubahnya menjadi aktivitas belajar intelektual (task


of intellectual learnini) dan kegiatan mendapatkan keterampilan (acquisition
of skills). Dengan demikian, pendidikan adalah usaha pengalihan naluri
primitif agar m~u mempelajari aktivitas-aktivitas yang dapat diterima
oleh norma masyarakat. Proses inilah yang disebut sebagai sublimasi.
Isaacs, seperti pegiat pendidikan progresif lain di Inggris,
berpandangan bahwa kebebasan di ruang kelas akan menghilangkan
hambatan proses belajar atau distorsi perkembangan watak. Ia
membangun budaya kebebasan dan mendorong permainan sebagai
metode mengungkapkan kehidupan naluriah (instinctual lift), upaya
memaharni dunia, dan mengembangkan keterampilan yang tersublimasi.
Karena teori psikoanalisis menyebutkan bahwa neurosis disebabkan
oleh tekanan (represi), teori ini sering digunakan sebagai argumen untuk
mendukung pendekatan yang permisif (serba boleh) di sekolah-sekolah
progresif. Namun, Isaacs segera mengubah pendekatannya dengan
sekadar memberikan kebebasan untuk berekspresi yang memunculkan
persaingan dan agresi ekstrem antaranak, bila mereka dibiarkan bebas.
Meskipun pendidikan adalah proses sublimasi naluri, naluri yang bebas
dapat juga menghambat perkembangan alarni sublimasi dalam proses
belajar dan pengungkapan diri (self-expression). Jika keinginan-keinginan
naluriah terlalu kuat, anak-anak justru akan dikalahkan oleh keinginan itu
dan kemudian terkekang, terbatas dalam pembentukan dan penggunaan
simbol serta kata, dan proses belajarnya akan sangat terganggu.
Sehingga pandangan Isaacs berbeda dengan pandangan psikoanalisis
yang digunakan di Wina dan mendukung superego anak. Ia cenderung
mengikuti pemikiran Melanie Klein untuk memaharni hal ini.
Segera setelah Melanie Klein pindah ke London dan bergabung
dengan British Psychoanalytical Society pada 1926, Isaacs semakin
tertarik dengan psikoanalisis anak yang dikembangkan Klein dan agak
berbeda dengan psikoanalisis yang dikembangkan Anna Freud. Klein
telah merintis sebuah metode untuk anak pada 1918 di Budapest bersama
Sandor Ferenczi dan selanjutnya dengan Karl Abraham di Berlin. Metode
Klein10 mampu menjangkau dunia bawah sadar anak-berusia dua tahun
sembilan bulan-dengan menggunakan bentuk alarni pengungkapan diri
anak-anak, yaitu bermain. Klein menunjukkan aspek-aspek superego
yang tidak diketahui kelompok Wina. Ia menunjukkan bahwa anak
memperlihatkan penekanan pada agresinya. Sehingga anak tidak dengan

19
Susan Isaacs (1885 - 1948)

sendirinya bermain secara lebih bebas hanya karena mendapatkan


dorongan (encouragement)-walaupun banyak anak melakukannya.
Kebebasan yang terlalu besar dapat menimbulkan kebebasan yang
mengkhawatirkan karena kebebasan itu muncul dari desakan-desakan
agresi. Superego tampak aktif pada usia paling dini kehidupan anak-
anak dan bentuk superego awal biasanya berupa perilaku kasar (harsh).
Klein menunjukkan bahwa rasa bersalah yang muncul dari superego
kuat menyebabkan anak menjadi sangat takut dan kemudian melahirkan
perasaan ingin membalas dendam terhadap orang lain. Sikap agresi bisa
tumbuh sendiri. Intensitas siklus rasa bersalah, rasa takut, dan keinginan
untuk membalas dendam itu dapat mengakibatkan terhambatnya proses
belajar anak.U Klein dan Isaacs sepakat bahwa rezim toleransi dapat
mengurangi kekerasan superego yang bersemi di dalamnya. Namun,
terlalu banyak toleransi akan mengakibatkan anak memiliki perasaan
bersalah (komentar Klein setelah mengunjungi Malting House School
ketika ia pindah ke London). Isaacs menemukan perlunya keseimbangan
antara kebebasan dan pengurangan kebebasan.
Di bawah pengaruh Klein, Isaacs menunjukkan bahwa peran
permainan bukan hanya pada pemahaman mengenai dunia dan
mempelajari keterampilan yang tersublimasi. Demikian juga dengan
ungkapan aktual dari fantasi penderitaan (agonized phanta!)') yang dapat
menghambat perkembangan anak. Peran inti fantasi tersebut-bukan
hanya dalam permainan, tapi sebagai ungkapan kesulitan anak dalam
belajar-melahirkan pandangannya yang rumit tentang perkembangan
intelektual dan hubungan sosial. Penekanan pada permainan bebas
mengalihkan perhatian dari naluri biologis menuju kapasitas ekspresif.
Bidang penelitian inilah yang menjadi andil paling signifikan dari Isaacs
bagi psikoanalisis dan memberikan dukungan terbesar terhadap Melanie
Klein.
Klein memiliki garis pemikiran dan praktik yang relatif berseberangan
dengan Freud dan psikoanalisis klasik yang dikembangkan di Wina.
Perdebatan di antara mereka memang agak kasar, 12 namun perdebatan
tersebut semakin memuncak ketika pada 1938, Freud dan keluarganya
mengungsi ke London. Setelah Freud meninggal pada 1939, mereka
yang setia kepada Klein dan mereka yang setia kepada Anna Freud
mulai membentuk kelompok-kelompok sendiri, dan berujung pada
suatu "diskusi kontroversial" sejak 1943-1944 dalam pertemuan formal

20
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

British Psychoanalytical Society selama 18 bulan rnembahas penemuan


Klein. 13 Selama rnasa itu, Isaacs berperan sebagai pengikut Klein yang
paling elipercaya. Ia menjaeli pembela ide-ide Klein dan dengan ketajaman
pikirannya men~hadapi perdebatan yang sangat berat. Ia rnenulis
rnakalah yang menjaeli awal dari eliskusi formal tersebut, The Nature and
Function of Phanta!) (Isaacs 1948)-dan makalah ini tetap menjaeli teks
klasik psikoanalisis Kleinian yang menegaskan bahwa fantasi adalah
"isi pokok proses mental bawah sadar" (the primary content of unconscious
mental processes). 14 Dalam perdebatan tersebut, Isaacs dengan gayanya
yang sangat cerdik mematahkan argumen Anna Freud dan kelompoknya
dalam beberapa kesempatan. Ia tidak membantah para analis Wina, tapi
meneguhkan kekuatan pemikiran psikoanalisis Kleinian.
Perpaduan psikoanalisis dengan pendidikan adalah salah satu
perkembangan terpenting dalam penelidikan pada abad ke-20. Di UCL,
dan kemuelian eli Institute of Education, London, Isaacs mengajar dan
meneliti arti penting perkembangan emosional awal bagi kehidupan
intelektual dan sosial anak. Ia sangat aktif menulis artikel pendek
(kadang dengan nama "Ursula Wise") tentang perkembangan anak dan
penelidikan untuk anak eli beberapa majalah populer. 15 Sebagai seorang
psikolog yang beralih menjaeli penelidik, Isaacs telah memberi banyak
sumbangan berupa gagasan-gagasan terbaru tentang perkembangan
anak kepada guru. Selama 1930-an, ia menjabat sebagai kepala Bagian
Pendidikan pada British Psychological Society. Pada masa Perang Dunia
II, ketika ia elievakuasi dari London bersama jurusan yang dipimpinnya
ke Cambridge, 16 ia memimpin sekelompok psikolog Cambridge yang
melakukan Survei Evakuasi Cambridge untuk anak-anak dan keluarga
yang elievakuasi. Survei ini menekankan pandangan anak.
Kegiatan penelidikan Isaacs diilhami oleh psikoanalisis dan konsep
represi, sublimasi, arti penting bermain, serta gagasan mengenai fantasi
bawah sadar. Makalah klasiknya mengenai fantasi menjaeli kontribusi
abaeli bagi psikoanalisis.

21
Susan Isaacs (1885 - 1948)

Catatan
1. Dorothy Gardner, Susan Isaacs: The First Biograpl!J (London: Methuen, 1969).
2. David Lampe, Pyke, the Unknown Genius (London: Evans Brothers, 1959).
3. Lihat W Boyd dan W Rawson, The Story of the New Education (London:
Heinemann, 1965) dan Maurice Bridgeland, Pioneer Work with Maku§usted Children
(London: Staples, 1971).
4. T. Percy Nunn, Education: Its Data and First Principles (London: Edward Arnold,
1920).
5. Gardner (op cit., hlm. 67) menyatakan:
Pike menekankan, anak harus diajar untuk menyadari bahwa bahasa
adalah suatu konvensi dan bahwa kata-kata bukanlah objek, namun Susan
yakin bahwa anak kecil tidak dapat menerima ide tersebut dengan cara
penyampaian seperti ini dan mungkin tidak dapat menerima sama sekali
sampai tahap perkembangan selanjutnya.
6. David Wills, Homer Lane: A Biograpi!J (London: George Allen dan Unwin,
1964).
7. George MacLean dan Ulrich Rappen, Hermine Hug-Hellmuth, her lift and Work
(New York: Routledge, 1991).
8. August Aichorn, W~ward Youth (New York: Viking, 1925).
9. Anna Freud, Einftimng in die P{Jcholoana!Jsefor Padagogen: Vier Vorlrage (Stuttgart:
Hippokrates, 1930).
10. Melanie Klein, The P{Jchoana!Jsis of Childern: The Writings of Melanie Klein. Volume
2 (London: Hogarth, 1932).
11. Melanie Klein, ''The Importance of Symbol-Formation in the Development of
the Ego", The Writings of Melanie Klein. Volume 1 (London: Hogarth, 1930).
12. Riccardo Steiner, "Some Thoughts about Tradition and Change from an
Examination of the British Psychoanalytical Society's Controversial Discussion
(1943-1944)" (International Review of P{Jchoana!Jsis, 12, 1985), hlm. 12-71.
13. Pearl King dan Riccardo Steiner, The Freud-Klein Controversies 1941-1945 (London:
Routledge, 1991).
14. Isaacs, "The Nature and Function of Phantasy", hlm. 81.
15. Isaacs, Childhood and After, dan Troubles with Childern and Parents.
16. Ia tinggal dalam satu flat dengan Melanie Klein di sana untuk sementara
waktu.

Lihat juga
Dalam buku ini: Neill.

22
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Karya-karya utama Isaacs


The Intellectual Growth in Young Children, 1930, London: Routledge.
Social Development in Young Children, London: Routledge, 1933.
P.[Jchological Aspects Of Child Development, London: Evans, 1935.
Childhood and After, London: Routledge & Kegan Paul, 1948.
'The Nature and Function of Phantasy', International Journal of P.[Jcho-Ana!Jsis, 29,
1948, hlm. 73-97; diterbitkan kembali dalam Melanie Klein, Paul Heimann,
Susan Isaacs dan John Riviere, Developments in P.[Jcho-Ana!Jsis, London: Hogarth,
1952.
Troubles with Children and Parents, London: Methuen, 1948.

Bacaan lebih lanjut


Gardner, Dorothy. 1969. Susan Isaacs: The First Biograpf[y. London: Methuen.
Smith, Lydia. 1985. To Help and to Understand: The Life and Work of Susan Isaacs.
London: Associate University.

23
Harold 0. Rugg (1886 - 1960)

HAROLD 0. RUGG
(1886 - 1960)
~==~~~~~~~~~==~

Stephen J. Thornton

Tidak ada jalan yang mudah untuk memasuki zaman baru. Di


persimpangan tempat kita berdiri, hanya ada jalan yang sulit
bagi pendidikan dan terutama untuk menciptakan kesepakatan
bersama. Dalam proses ini, sekolah dapat dan harus menun-
jukkan kepemimpinan. Melalui kajian terhadap masyarakat dan
permasalahannya, sekolah harus mengabdikan diri bagi pengem-
bangan generasi muda yang peka, berpikiran jernih, berani, dan
percaya diri, dapat memahami kehidupan Amerika sebagaimana
terlihat saat ini dan mempunyai determinasi untuk melahirkan
peradaban besar bagi mereka dan anak-anak mereka. Untuk itu,
kehidupan dan program sekolah harus dirancang langsung dari
kebudayaan masyarakat, bukan dari kurikulum klasik. Sekarang
bukan saatnya membangun sekolah yang berpusat pada mata
pelajaran, tapi sekolah yang benar-benar berpusat pada masyarakat
serta sekolah yang berpusat pada anak. 1

Harold Ordway Rugg adalah pemimpin gerakan pendidikan


progresif di Amerika Serikat. Para pendidik progresif, menurut John

24
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dewey, percaya bahwa "sekolah adalah kepentingan utama dan cara


paling efektif bagi kemajuan masyarakat". 2 Meskipun pemikiran
pendidikan Rugg tidak termasuk dalam progresivisme mana pun, ia
diingat karena perspektif rekonstruksi sosialnya dan kontroversi yang
ditimbulkannya.
Kehidupan awal Rugg tidak menunjukkan bahwa ia akan menjadi
pendidik yang terkenal di dunia. Rugg dilahirkan di Massachusetts,
menjadi mahasiswa teknik sipil di college, dan pernah bekerja serta
mengajar dalam bidang itu. Mengajar telah membangkitkan rasa ingin
tahunya tentang bagaimana manusia belajar, sehingga ia pun mengikuti
program doktoral pendidikan di University of Illionis. Pada 1915, ia
meraih gelar Ph.D. dan menerima tugas mengajar di University of
Chicago. Di Chicago, Rugg bekerja sama dengan rekannya, Charles
Judd, yang terkenal sebagai eksponen aliran "ilmiah" dalam pendidikan
progresif. Chicago dan kegiatan pengujian untuk perang (wartime testing
work) bagi pemerintah di Washington DC berpadu serasi dengan cara-
cara rekayasa metodis (methodical engineeriniJ Rugg.
Selama tinggal di Washington, Rugg berkenalan dengan seniman
dan kritikus budaya yang sangat memengaruhinya. Setelah kembali
sejenak ke Chicago, pada 1920 ia pindah ke Teachers College, University
of Columbia di New York City. Ia menjadi profesor dan direktur riset
untuk lincoln School, sebuah sekolah percobaan yang berafiliasi dengan
Teachers College. Di New York ia menghidupkan kembali ikatannya
dengan para pemikir kreatif di lingkungan seniman Greenwich Village.
Mengutip tulisan Lawrence Cremin, Rugg bergabung dengan "kelompok
seniman dan sastrawan yang mengerumuni Alfred Stieglitz... menentang
keras puritanisme, Babbitry*, dan kebudayaan mesin". 3
Kendati tidak menguasai metode ilmiah dalam pendidikan, Rugg
memiliki komitmen kuat pada kreativitas individu. Kekagumannya
terhadap pengungkapan diri kreatif bertentangan dengan komersialisme
yang kuat-"kegiatan utama warga Amerika adalah bisnis," tegas
Presiden Coolidge-di Amerika pada 1920-an. Dalam pendidikan
progresif, komitmen terhadap kreativitas individu termanifestasi
dalam pendidikan yang berpusat pada anak. Rugg lebih menekankan
"aktivitas" yang ditujukan untuk mengembangkan kreativitas dan
intuisi anak daripada mengerahkan seluruh kelas mengikuti kurikulum
standar yang sudah disusun sebelumnya. N amun, ia juga mempersoalkan

2S
Harold 0. Rugg (1886 - 1960)

apakah aktivitas anak terbatas pada tujuan pendidikan. Demi peng-


ungkapan diri, tulis Rugg pada 1928, pendidik yang berpusat pada anak,
"cenderung meminirnalkan tujuan pendidikan lain yang juga penting
yakni pemahaman yang toleran terhadap diri sendiri dan terhadap
karakteristik menonjol dari peradaban modern". 4
Ambivalensi Rugg dalam pendidikan berpusat pada anak itulah
yang menjadi penyebab mengapa pemikiran pendidikan progresifnya
tidak mudah diklasifikasikan. Pembandingan antara Rugg dan Dewey
sangat bermanfaat dalam menunjukkan keistimewaan pandangan Rugg.
Meskipun Rugg dan Dewey, misalnya, mengkhawatirkan pengabaian
pokok persoalan substantif dalam metode yang berpusat pada anak,
Rugg percaya bahwa eksperimentalisme Dewey "sebagai satu-satunya
metode mengetahui (method if knowin~" bersifat membatasi5 sebab
merendahkan modus intuitif dan imajinatif yang digunakan oleh para
seniman. Kendati Dewey dan Rugg setuju bahwa sekolah harus menjadi
agen reformasi sosial, Dewey berkeberatan dengan rekonstruksi sosial.
Dewey ragu apakah sekolah itu sendiri dapat, sebagaimana dinyatakan
penganut rekontruksionis sosial Rugg, George Counts, "membangun
tatanan sosial baru". 6 Lebih lanjut, indoktrinasi rekonstruksi sosial terus-
menerus justru melumpuhkan gagasan Dewey mengenai kebebasan
intelektual. Meskipun demikian, ketika para pengkritik menyerang Rugg,
argumen-argumen khas Deweylah yang muncul dalam pembelaan diri
Rugg. 7
Seperti kebanyakan pendidik progresif lainnya, Rugg memberi
perhatian sangat besar terhadap relevansi sekolah murah (popular schoolin~
dalam masyarakat industri. Berbeda dengan para pendidik progresif lain,
kita sulit memperkirakan bagaimana teori pendidikan Rugg diwujudkan
dalam praktik. Selama dua dasawarsa di antara dua perang dunia, Rugg
mengembangkan ide-idenya dalam bentuk program pembelajaran. Rugg
melihat adanya kebutuhan mendesak untuk membuat program yang
berpusat pada kemunculan dan konsekuensi masyarakat industri, yaitu
suatu program yang didasarkan pada tuntutan kehidupan modern.
Rugg menyatakan bahwa program-program sekolah yang ada saat itu
kurang siap menghadapi tugas-tugas di depannya, "Tak ada yang dapat
menciptakan pemahaman yang jernih mengenai kehidupan modern dari
susunan materi yang terkotak-kotak seperti itu, kecuali siswa genius".8
Program sekolah ideal Rugg memasukkan visi pendidikannya yang

26
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

luas mencakup perhatian khusus pada "pendidikan tubuh" dan "karya


kreatif". Matematika dan "mata pelajaran teknis lain" (yang sekarang
diistilahkan dengan "keterampilan") hanyalah sebagian dari kurikulum
dan tidak disusur1 dalam bentuk proyek ataupun unit-unit pelajaran.9
Pengujian sesungguhnya terhadap gagasan-gagasan Rugg adalah
eksperimentasi dan pengembangan programnya dalam kajian-kajian sosial
(contohnya sejarah, geografi, kewarganegaraan, ekonomi, dan pelajaran-
pelajaran terkait lainnya). Pada titik inilah pendekatan ilmiah Rugg terhadap
pengembangan kurikulum bertemu dengan kepercayaannya terhadap "ilmu
sosial baru", sehingga melahirkan prestasinya yang paling istimewa yakni
sebuah program pendidikan terpadu yang difokuskan pada masalah-masalah
kehidupan modem. Ketidaksabaraan Rugg terhadap kurikulum ''langsung
jadi" (versus kurikulum "ilmiah'') membuatnya yakin bahwa reaksi kuat
melawan kurikulum umum yang tidak cerdas (a dusty, prespecifted curriculum)
telah membawa pendidik progresif pada harapan yang tidak realistis-
apa yang bisa dicapai dengan penyusunan kurikulum yang spontan di
ruang kelas. ''Akibat niscaya dari upaya mewujudkan gagasan-gagasan
tersebut dalam bentuk kurikuluni yang luas dengan riga puluh sampai
lima puluh anak," keluh Rugg, "adalah kekacauan pendidikan." 10 Rugg
yakin bahwa suatu program yang mesti didukung dan dapat benar-benar
dilaksanakan harus direncanakan sebelumnya (tentu saja karena berkaitan
dengan adaptasi penggunanya terhadap situasi tertentu). Pengembangan,
pengujian di lapangan, dan perbaikan program semacam itu dalam kajian
sosial menjadi kegiatan utama Rugg pada 1920-an dan 1930-an.
Baik pendukung maupun penentang Rugg mengakui bahwa program
yang dirancangnya secara hati-hati merupakan contoh tidak lazim dari
konsep kurikulum progresif yang dapat dilihat dalam praktik. Alih-
alih pelajaran tradisional seperti sejarah dan geografi, materi pelajaran
Rugg justru disusun di atas "unit-unit pemahaman" yang berkaitan
dengan permasalahan masa kini seperti ekonomi perusahaan, depresi
pertanian, distribusi kesejahteraan yang tidak adil, perlunya perencanaan
ekonorni, hubungan antar budaya, dan kerja sama internasional.
Perhatian penuh diberikan pada sumber daya yang diperlukan untuk
mengimplementasikan tujuan program dan pengurutan, pengulangan
terencana, serta ragam aktivitas belajar yang dibutuhkan oleh proses
belajar optimal. Rugg berharap generasi muda mempelajari konsep
dan generalisasi, bukan mempelajari informasi faktual tidak sating

27
Harold 0. Rugg (1886 - 1960)

berhubungan yang elianggapnya sebagai hasil dari metode dan materi


traelisional. Contohnya, dalam kajian terhadap peradaban eli luar Amerika
Serikat, ia lebih memilih bangsa-bangsa yang mempunyai ciri-ciri khas
dunia modern, dan tidak larut dalam pembahasan superfisial dan
elidominasi fakta mengenai bangsa-bangsa lain sebagaimana elipahami
generasi muda selama ini.
Tidak dapat elisangkallagi, kesuksesan Rugg yang sebenarnya justru
merupakan kejatuhannya. Materi pertama eliberikannya pada junior high
school di mana tak ada materi lain yang berlaku secara nasional untuk
pelajaran-pelajaran baru ini. 11 Sejak 1929-1939, lebih dari 1,3 juta buku
pelajaran Rugg elijual kepada lebih dari empat ribu elistrik sekolah eli
seluruh Amerika Serikat. 12 Kendati lebih bersifat liberal daripada radikal,
bahan pelajaran Rugg sangat sejalan dengan pergolakan ideologis pada
masa Depresi Amerika terutama semangat New Deal. Lebih lanjut,
evaluasi-evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil dari proses
belajar dengan materi Rugg pada mata pelajaran tradisional seperti
sejarah, geografi, dan kewarganegaraan lebih baik elibanelingkan dengan
metode yang berpusat pada subjek. 13
Bahkan pada 1930-an, beberapa buku Rugg eliubah karena unsur-
unsur eli dalamnya dianggap terlalu radikal. Pada akhir 1930-an, muncullah
kecaman publik terhadap buku-bukunya. Kelompok-kelompok bisnis
dan masyarakat yang menganggap dirinya "patriotik" menuduh gagasan-
gagasan Rugg bersifat antikapitalis dan subversif bagi traelisi Amerika
dan tatanan sosial yang ada. Pada awal 1940-an, kecaman taeli semakin
meningkat dan dalam beberapa tahun, buku Rugg dilarang beredar eli
beberapa elistrik dan penerbitannya dihentikan. Jika elitinjau kembali,
efektivitas pemikiran penelidikan progresif Rugg telah menciptakan
ancaman bagi kelompok konservatif dan reaksioner. Walaupun cara
penyampaian pandangannya tentang kehidupan modern bersifat
fleksibel, Rugg yakin cara itu merupakan penyaringan yang akurat bagi
pemikiran-pemikiran "kabur" ifrontier thinkiniJ dan selama ini memang
eliterima begitu saja bahwa penelidik perlu "menerima kebenaran yang
dinyatakan sendiri secara jelas (the clear, se!fstated truth)"14 dari pemikir-
pemikir liberal.

28
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Rugg dengan penuh semangat menanggapi serangan-serangan


terhadap buku pelajarannya yang difokuskan pada permasalahan modern.
Metode permasalahan, menurutnya, "Tidak menunjukkan, sebagaimana
dikatakan oleh mereka yang menyatakan diri pengkritik, bahwa kita
mengajukan 'rencana bagi tatanan sosial baru' untuk 'mengindoktrinasi
generasi muda Amerika'." Rugg menyarankan agar "Generasi muda...
harus menghadapi alternatif-alternatif yang terbentang jelas di hadapan
mereka. Bagaimana lagi manusia bisa mempraktikkan pembuatan
keputusan, kecuali dengan menghadapi setiap permasalahan?»t 5
Meskipun demikian, serangan-serangan tersebut terbukti menentukan
s~iring tumbuhnya konservatisme pada 1940-an.
Walaupun Rugg tidak begitu berpengaruh lagi, ia tetap menjadi
intelektual yang aktif.-bahkan memperluas karyanya pada pembahasan
yang tersurat mengenai pendidikan dan imajinasi guru-sampai
meninggal. Di luar pembahasan tentang pemikiran pendidikan, dapat
disebutkan bahwa Rugg tetap memberikan suinbangan bagi pemikiran
sosial dan politik progresif dengan menulis mengenai masyarakat
pascaperang yang dijiwai oleh semangat liberal selama Perang Dunia
II.
Jika pengaruh terhadap praktik pendidikan merupakan dasar yang
kuat untuk melakukan penilaian, maka Rugg adalah "raksasa" di antara
pendidik-pendidik progresif. Beberapa pendidik progresif berikutnya
menunjukkan kegigihan dan kesabaran Rugg dengan tetap beraktivitas
melampaui tekanan dan kritik sosial dan menyusun suatu program
pendidikan yang mewujudkan pandangan-pandangannya. Karya-karya
Rugg juga terus mengilhami pendidik guru melalui model pembedaan
antara "yang belajar" dan "yang dipelajari". Bagi kita yang mengagurni
dan sepakat dengan pemikiran pendidikan Rugg, apa yang dipaparkan-
nya-mengenai pedagogi yang kreatif dan sehat serta kurikulum
yang diarahkan pada masyarakat yang lebih peduli dan secara sosial
bertanggung jawab-masih sangat perlu diajarkan, apalagi pada masa
ketika kebijakan pendidikan sangat bersifat instrumental.

29
Harold 0. Rugg (1886 - 1960)

Catatan
1. Harold Rugg, That Men Mqy Understand: An American in the Long Armistice (New
York: Doubleday, Doran, 1941), hlm. xv:
2. John Dewey, My Pedagogic Creed, dalam DJ. Flinders dan S.J. Thornton (eds),
The Curriculum Studies Reader (New York: Routledge, 1997), hlm. 23.
* Babbitry diambil dari nama salah satu karakter dalam novel satiris karya Sinclair
Lewis (1922), George Babbit. Babbit adalah sosok orang biasa yang terutama
tertarik pada bisnis dan keberhasilan sosial serta tidak berkepentingan dengan
nilai-nilai budaya.
3. Lawrence A. Cremin, The Transformation of SchooL· Progressivism in An1erican
Education, 1987-1957 (New York: Vintage, 1964), hlm. 182.
4. Rugg dan Ann Shumaker, The Child-centered School (New York: Arno Press and
The New York Times, 1969), hlm. viii-i:x.
5. Rugg, Culture ad Education in America (New York: Harcourt, 1931), hlm. 4.
6. GeorgeS. Counts, Dare the School Build a New Social Order? (Carbondale and
Edwardville, Illinois: Southern Illinois University Press, 1932).
7. Alan Ryan, John Dewry and the High Tide of American Liberalism (New York:
Norton, 1995), hlm. 340.
8. Rugg, American Life and the School Curriculum: Next Steps Toward School of Living
(Boston, Masachussetts: Ginn, 1936), hlm. 332.
9. Ibid., hlm. 354-355.
10. Ibid., hlm. 345.
11. Murry R. Nelson, "The Development of the Rugg Social Studies Materials"
(Theory and Research in Social Education, V, II, 1977), hlm. 68.
12. Naida Tushnet Bagenstos, "Social Reconstruction: The Controversy Over
the Textbooks of Harold Rugg" (Theory and Research in Social Education, V, III,
December 1977), hlm. 29.
13. B.R. Buckingham, Rugg Course in the Classroom: The Junior-High-School Program
(Chicago, Illinois: Ginn, 1935), hlm. 69-72.
14. Rugg, Foundations for American Education (New York: World Book Company,
1947), hlm. xi.
15. Rugg, That Men Mqy Understand, op cit., hlm. 244-245.

Lihat juga
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

30
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Karya-karya utama Rugg


Rugg menulis belasan buku dan banyak artikel. Tidak semuanya tentang pendidikan.
Beberapa tulisannya merupakan pengulangan. Karya-karyanya yang tercantum
di sini dibatasi pada karya yang mewakili kontribusinya yang paling berpengaruh
pada bidang pendidikan. Bahan-bahan pembelajaran yang dikembangkannya
untuk sekolah tidak disebutkan di sini, tapi bisa diperoleh melalui Departement
of Special Collection, Milbank Memorial Library, Teachers College, University
of Columbia.
Rugg. H.O, dan Bagley, WC., Content of American History, Chicago, IL: University
of Illinois School of Education, 1916.
Rugg, H.O. dan Hockett, J., Oijective Studies in Map ucation, New York: Lincoln
School of Teachers College, 1925. ·
Rugg, H.O dan Shumaker, A., The Child-centered School, New York: Arno Press dan
The New York Times, 1969, sekitar tahun 1925.
Culture and Education in America, New York: Harcourt, 1931.
Ameni:an Life and the School Curriculum: Next Steps Toward Schools of Living, Boston,
MA: Ginn, 1936.
That Men Mqy Understand: An American in the ung Armistice, New York: Doubleday,
Doran, 1941.
Foundations for American Education, New York: World Book Company, 1947.

Bacaan lebih lanjut


Bowers, C.A. 1969. The Progressive Educator and the Great Depression. New York:
Random House.
Carbone, Peter F. 1977. The Social and Educational Thought of Harold Rugg. Durham,
North Carolina: Duke University Press.
Kliebard, Herbert M. 1995. The Strugglefor the American Curriculum, 1981-1958. Edisi
ke-2. New York: Routledge.
Stanley, William B. 1992. Curriculum for Utopia: Social Reconstructionism and Critical
Pedagogy in the Postmodern Era. Albany, New York: State University of New
York Press.

31
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)

LUDWIG WITTGENSTEIN
(1889 -1951)
-==~~~~~~~~J\¢=

Nicholas C. Burbules
dan Michael Peters

Ketika mengajarkan filsafat kepada Anda, saya seperti seorang


pemandu yang sedang menunjukkan bagaimana menemukan jalan
eli London ... seorang pemandu yang buruk. 1

Ludwig Wittgenstein dilahirkan di Wina dalam keluarga aristokrat.


Pada 26 April 1889. Ia adalah anak bungsu dari delapan anak yang
dewasa sebelum waktunya dan seluruh hidup Wittgenstein disibukkan
dengan permasalahan kecerdasan, kreativitas seni, dan bunuh diri (riga
dari saudaranya meninggal dengan cara itu). Pada 1911, atas saran
Gottlob Frege, ia menemui Bertrand Russel di Cambridge dan setelah
itu ia diterima di Trinity College. Russel tertarik pada Wittgenstein dan
mendorongnya untuk mempelajari logika matematika. Mereka bekerja
sebagai sejawat, kendati Wittgenstein secara teknis masih belum lulus.
Beberapa tahun kemudian hubungan Wittgenstein dan Russel retak dan
pada 1913 Wittgenstein meninggalkan Cambridge. Ia bergabung dengan
angkatan darat Austria beberapa hari setelah Perang Dunia I pecah. Ia
pernah ditangkap dan dipenjara di Italia, namun selama berada di penjara

32
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

ia mencoba untuk menulis satu buku filsafat yang diterbitkan saat ia masih
hidup, Tractacus Logico- Philosophicus. Naskah buku itu dikirimkan kepada
Russel saat Wittgenstein masih menjadi tahanan. Dengan dukungan (yang
kurang kuat) dan kata pengantar dari Russel,'buku tersebut akhirnya
diterbitkan pada 1922. Karya itu memberi pengaruh yang sangat besar,
khususnya terhadap kelompok positivis Lingkaran Wina, seperti Rudolf
Carnap, Herbert Feig~ Moritz Schlick, dan Frederich Waismann--dengan
merekalah Wittgeinstein berhubungan selanjutnya.
Wittgenstein, setelah ayahnya meninggal pada 1913, menerima warisan
melimpah. Pada 1919, ia menghibahkan semua warisan tadi dan bekerja
sebagai guru di desa::desa kec~ di Austria-Trattenbach, Hassbach,
Puchberg, dan Otterthal antara 1920-1926. Setelah menunaikan serang-
kaian tugas singkat, ia menyerahkan jabatannya di Otterthal karena
dicurigai telah memukul seorang siswi (dan memang bukan pertama
kali itu saja ia memukul siswa selama mengajar). Setelah bekerja sebagai
tukang kebun dan membantu merancang serta membangun rumah untuk
salah satu adiknya, ia kembali ke Cambridge pada 1929. Gelar Ph.D.
Wittgenstein diraih dengan Tractacus sebagai tesisnya. Ia diberi fellowship
selama lima tahun dan mengajar di Trinity College sampai 1935, ketika
ia kembali meninggalkan Cambridge lagi dan menghabiskan hidupnya
di Rusia, N orwegia, Austria, dan Irlandia. Pada 1935, Wittgenstein mulai
mengalami keraguan yang serius terhadap nilai filsafat dan secara aktif
ia berdiskusi dengan para mahasiswanya untuk mencari arah kegiatan
yang lebih "berguna". Akan tetapi pada 1938, ia kembali ke Cambridge
dan menjadi profesor tahun 1939.
Selama 1930-an dan 1940-an, ia menulis banyak hal dalam bentuk
percakapan (remark), aforisme, dan fragmen. Namun, tak satu pun dari
karyanya tersebut diterbitkan selama hidupnya. Sebagian besar dari karya
penting keduanya, Philoshopical Investigations, ditulis pada 1945, namun
tidak diterbitkan sampai pada 1953, dua tahun setelah kematiannya.
Dalam Investigations, Wittgenstein mengkritik, dan dalam kadar tertentu
menolak, pandangan-pandangan yang sudah dikembangkan dalam
Tractacus, terutama dalam pandangan yang lebih "antropologis" dan
pragmatis tentang bahasa--dari sini kita bisa mengetahui fenomena
seseorang yang sanggup menulis dua karya besar sekaligus mengalami
pergeseran-pergeseran filosofis yang bertentangan. Wittgenstein
meninggalkan jabatan profesornya pada 1947 kemudian melanjutkan
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951}

penulisan Investigations dan proyek-proyek lain sampai meninggal akibat


kanker pros tat pada April19 51. Selama karirnya, Wittgenstein berjuang
melawan keraguan akan arti penting dirinya sebagai filsuf dan nilai
filsafat itu sendiri, ten tang karakter moral dan identitasnya, dan ten tang
hubungan asmara dan seksualnya.
Wittgenstein jarang dianggap sebagai seorang pemikir pendidikan
per se. Selain menulis beberapa komentar dan aforisme, ia sedikit sekali
menulis ten tang pendidikan. Akan tetapi, cukup jelas bahwa ia memikir-
kan pendidikan secara serius. Sudah banyak diketahui, misalnya, bahwa
ia mengajar dengan cara yang sangat aneh dan bertahun-tahun setelah
itu para filsuf muda di Cambridge meniru kebiasaan dan gayanya. Jarang
yang tahu bahwa ia mengajar di wilayah pedesaan Austria selama "masa
liar" 1920-an, tatkala ia menulis buku pelajaran. Kita terkejut dengan
seringnya Wittgenstein menggunakan contoh dan kiasan pendidikan
untuk menerangkan aspek-aspek filosofis dalam tulisannya. Sehingga,
kita juga dapat menyatakan bahwa gaya tulisan dan filsafat Wittgenstein
pada dasarnya bersifat pedagogis, yakni didasarkan pada pengqjaran cara
memikirkan persoalan-persoalan filosofis atau-dalam hal tertentu-
tidak mempelqjari (unlearnini) kebiasaan-kebiasaan filsafat yang buruk. 2
Setidaknya, ada tiga cara untuk mendalami pemikiran dan
praktik pendidikan Wittgenstein: pertama, melalui kuliah-kuliahnya
di universitas; kedua, melalui pengalamannya sebagai guru sekolah
dasar dan sekolah menengah di Austria; ketiga, melalui gaya menulis
dan menyusun ide-ide filsafatnya, terutama dalam karya-karyanya yang
lebih akhir.
Pertama, pelbagai hal yang diperoleh dari Wittgenstein terutama
didasarkan pada ingatan dan pengungkapan kembali oleh mahasiswanya
mengenai kuliah-kuliah Wittgenstein. Kebanyakan dari "karya-karya"
anumerta Wittgenstein sebenarnya berupa transkripsi, diskusi, catatan
kuliah (course note), atau kuliah yang ditulis oleh mahasiswa dan sejawatnya.
Oleh karena itu, gayanya dalam mengajar dan menunjukkan pemikiran
(thinking inperformance) merupakan bagian penting dari karya Wittgenstein
yang masih ada. Penjelasan mengenai caranya mengajar menunjukkan
intensitas pemikiran dan kejujurannya sebagai pemikir dan pengajar. Jika
ia tidak memaafkan perlakuannya terhadap siswa, hal itu karena ia tidak
memaafkan dirinya sendiri. Kesunyian lama yang menyiksa di sela-sela
kegiatannya mengajar, ketidakpeduliannya terhadap aturan-aturan dalam

34
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

pendidikan, dan kritiknya (dan kritik diri) yang sangat keras merupakan
bagian terpenting dati gaya mengajarnya.
Paparan mengenai Wittgeinstein sebagai pengajar filsafat mem-
perlihatkan bahwa ia sudah melegenda. D.A.T. Gasking dan A. C. Jackson
menulis gambaran tentang bagaimana Wittgenstein mengajar:

Ketika mengajarkan filsafat kepada Anda, saya seperti seorang


pemandu yang akan menunjukkan bagaimana menemukan jalan
eli London. Saya harus membawa Anda mengelilingi kota ini, dati
utara ke selatan, dari timur ke barat, dati Euston hingga tanggul
Sungai Thames, dati Piccadily sampai Marble Arch. Setelah saya
membawa Anda melakukan perjalanan mengelilingi kota, ke segenap
penjuru, kita mungkin saja melalui jalan-jalan tertentu yang sudah
beberapa kali dilewati-setiap kali kita melintasi jalan sebagai bagian
dari perjalanan yang berbeda. Pada akhir perjalanan ini Anda akan
mengenal London, Anda akan bisa mencari jalan sendiri seperti
orang London. Tentu saja, seorang pemandu yang baik akan lebih
sering membawa Anda melewati jalan-jalan yang lebih penting
dibandingkan membawa melalui jalan-jalan yang kurang penting.
Pemandu yang buruk akan melakukan sebaliknya. Dalam filsafat,
saya adalah pemandu yang agak buruk. 3

Penggalan paragraf ini menunjukkan kecenderungan Wittgenstein


untuk membandingkan berfilsafat dengan melakukan perjalanan.
Gasking dan Jackson memusatkan perhatiannya pada "teknik
diskusi lisan" yang digunakan Wittgenstein, sebuah teknik yang sejak
awal mereka gambarkan sebagai kebingungan:

Contoh dibaurkan dengan contoh lain. Kadang contoh-contoh


tersebut begitu fantastis seolah-olah kita diminta memikirkan bahasa
yang sangat aneh atau perilaku lain dari suatu suku khayalan ...
Kadang contohnya merupakan pengingat untuk fakta sederhana
yang telah dikenal dengan baik. Kasus yang dilontarkan selalu dalam
bentuk rincian konkret, digambarkan dalam bahasa sehari..,hari
"yang membumi". Hampir setiap yang dikatakannya mudah diikuti
dan biasanya bukan sesuatu yang dapat memancing perdebatan.4

Kesulitan muncul ketika pembicaraan "konkret yang diulang-


ulang" itu mengemuka. Kadang ia "berhenti sejenak kemudian berkata,

35
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)

'Sebentar, saya pikir dulu!' ... atau berseru, 'Ini benar-benar sulit',". 5
Kadang inti dari beberapa contoh yang diberikannya tiba-tiba menjadi
jelas, seolah-olah pemecahannya memang jelas dan sederhana. Gasking
dan Jackson menyebutkan bahwa Wittgenstein ingin menunjukkan
kepada mahasiswanya bahwa mereka bingung, bahwa mereka tak pernah
berpikir apa yang dapat mereka lakukan, dan memperingatkan mereka
dengan mengatakan, "Kalian harus mengatakan apa yang benar-benar
kalian pikirkan, seolah-olah tidak seorang pun, bahkan kalian sendiri,
dapat mendengarnya." 6
Karl Britton menyatakan bahwa Wittgenstein mengira tidak ada satu
pengujian pun dapat diterapkan untuk mengetahui apakah seorang filsuf
mengajar dengan baik atau tidak, "Ia mengatakan bahwa kebanyakan
mahasiswanya hanya sekadar mengemukakan ide-ide Wittgenstein, dan
bahwa mereka meniru suara dan caranya. Akan tetapi ia juga dapat
dengan mudah membedakan mereka yang benar-benar mengerti dan
mereka yang tidak memahami." 7 Memang kadar pengaruh ini membuat
Wittgenstein menduga-duga apakah ia guru yang baik atau tidak:

Seorang guru mungkin bisa mendapatkan hasil yang bagus, bahkan


mengejutkan, dari anak didiknya sekalipun ia bukan guru yang baik.
Sebab mungkin saja ia menaikkan anak didik yang berada di bawah
pengaruhnya ke tingkat yang lebih tinggi sekalipun tidak lazim bagi
mereka. N amun, sekaligus juga tanpa mengembangkan kapasitas
yang cukup untuk mengerjakan tugas pada tingkat tersebut, sehingga
mereka akan segera turun lagi setelah guru tersebut meninggalkan
kelas. Mungkin inilah cara saya.8

G.H. Von Wright, seorangpengamatyang bersimpati, beranggapan


bahwa keprihatinan Wittgenstein cukup beralasan:

Wittgenstein mengira pengaruhnya sebagai guru secara keseluruhan


sangat berbahaya bagi perkembangan pemikiran yang bebas pada
anak didiknya.... pesona kepribadian dan gayanya sangat menarik
dan meyakinkan. Hampir tidak mungkin mempelajari sesuatu dari
Witgenstein tanpa mengadopsi ungkapan dan slogannya bahkan
nada suara, air muka serta gerak tubuhnya. 9

36
50. Pemikir. Pal;rtg Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem ..

Berfilsafat (doingphilosopfty) selalu menjadi proritas bagi Wittgenstein,


baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan: sangat penting menunjukkan
kebingungan yang mendalam pada bahasa kita (dan kebudayaan serta
pemikiran kita) dan kebingungan untuk menyelesaikannya. Berfilsafat
berarti membiarkan lalat keluar dari botol: berfilsafat mengobati
kebingungan kita dan memungkinkan kita menjalankan kehidupan yang
praktis dan bermanfaat. Wittgenstein menyebutkan "suatu permasa-
lahan filsafat dapat berupa 'aku tidak tahu jalanku sendiri"'. 10 Gayanya
dalam mengajar filsafat dirancang agar memungkinkan pendengarnya
mengubah pemikirannya, agar memikirkan suatu persoalan dengan cara
lain yang menurut pandangannya sering, merupakan satu-satunya cara
untuk "menyelesaikannya". Dalam hal ini seseorang dapat mengajar
hanya dengan menjadi seorang "pemandu".
Kedua, Ray Monk, salah seorang penulis biografi Wittgenstein,
menggunakan satu bah (An Entirely Rural Affair) untuk menceritakan
pengalaman Wittgenstein sebagai guru sekolah selama 1920-an.U
Uraiannya mengenai tugas mengajarnya di sekolah-sekolah pedesaan
di Austria melukiskan Wittgenstein sebagai guru yang memiliki standar
kaku dan kesabaran rendah, seorang yang dianggap sangat kasar terhadap
muridnya.
Uraian-uraian pada masa itulah yang merupakan rincian biografis
penting. Dikatakan juga oleh Fania Pascal bahwa masa itu- adalah suatu
periode dalam karir Wittgenstein sebagai seorang guru yang melibatkan
penamparan salah seorang siswi (yang kemudian disangkalnya di hadapan
kepala sekolah), saat ia "tegar menghadapi krisis di awal kehidupannya"
dan menyebabkan ia berhenti menjadi guru. 12 Rhees mengomentari
periode yang sama ini dengan mengutip surat Witgenstein yang ditujukan
kepada Russel, "Bagaimana saya dapat menjadi seorang ahli logika
sebelum saya menjadi seorang manusia! Yangjauh lebih penting adalah
membereskan diri saya dulu!"13
Monk menguraikan kekhawatiran Wittgenstein terhadap reformasi
sekolah Glockel dan penerbitan buku Wittgenstein, Wiirterbuch for
Volksschullen--sebuah kamus ejaan-pada 1925, namun Monk tidak
mengakui arti penting pengalaman Wittgenstein sebagai guru sekolah
untuk karir filsafat berikutnya. William Bartley adalah salah seorang dari
beberapa intelektual yang selalu memberikan ruang untuk menjelaskan
perkembangan Wittgenstein selama 1920-an. Klaim historis utamanya

37
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)

adalah bahwa "ada persamaan-persamaan tertentu antara beberapa


tema program Glockel dengan teori-teori Buhler di satu sisi, dan
gagasan-gagasan yang tertuang dalam karya Wittgenstein kemudian di
sisi lain". 14 Otto Glockel adalah kepala administrasi reformasi sekolah
sosialis yang menyerang sekolah "latihan" (drill schoo~ Hapsburg gaya
lama yang didasarkan pada proses belajar dan menghafal yang pasif
dengan memberikan argumentasi untuk pembentukan Arbeitsschule
atau "sekolah aktif" (working schoo~ yang didasarkan pada partisipasi
murid dan doktrin (learning I?J doing). Bartley mengira bahwa tema-tema
gerakan sekolah reformasi dan terutama pandangan Karl Bi.ihler, seorang
Profesor Filsafat di University of Vienna dan Vienna Pedagogical
Institute yang diundang ke Wina oleh Glockel dan sejawatnya pada 1922,
mendorong perubahan mendasar dalam filsafat Wittgenstein pada akhir
1920-an. Ia mendasarkan klaim ini pada "persamaan mencolok" an tara
ide-ide mereka dengan beberapa bukti historis tidak langsung. Bartley
juga memberikan beberapa bukti tekstual. Ia mengutip pernyataan
Wittgenstein dalam Zettel, '~pakah saya sedang menjalankan psikologi
anak? .... Saya sedang menghubungkan konsep mengajar dengan konsep
makna." 15 Ia menyebut satu cerita yang pernah disampaikan Wittgenstein
kepada murid-muridnya di Trattenbach pada 1921 tentang sebuah
percobaan untuk menentukan apakah anak-anak yang belum belajar
berbicara dan disekap bersama seorang perempuan yang tidak bisa
bicara dapat mempelajari bahasa primitif atau menemukan bahasa baru
mereka sendiri. Bartley meminta kita, dengan cara menunjukkan bukti
yang benar, untuk memerhatikan bahwa Investigations dimulai dengan
kritik terhadap pemikiran Saint Augustine tentang bagaimana seorang
anak mempelajari sebuah bahasa.
N amun, karya Bartley juga dikritik. Eugene Hargrove, misalnya,
bersama Paul Englemen berpendapat bahwa uraian (ten tang Wittgenstein)
tadi merupakan akibat langsung dari hubungan Wittgenstein denga:n
anak-anak, bukan gagasan gerakan reformasi sekolah atau ide-ide Bi.ihler
yang memengaruhi pandangan Wittgenstein tentang bahasa:

Saya percaya kita bisa mengetahui pengaruh pengalaman Wittgenstein


sebagai guru dalam hampir setiap halaman buku Investigations, tetapi
ada beberapa halaman yang tidak mengacu pada anak-anak. Dalam
seluruh pandangan filsafatnya yang kemudian, Wittgenstein sering

38
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

mendukung butir-butir gagasan yang dibuatnya dengan melakukan


pengamatan pribadi pada anak. Pengamatan-pengamatan inilah
yang dilihatnya semasa menjadi guru sekolah dan digunakan sebagai
sekumpulan data, yang sebagaimana saya ketahui, merupakan
pengaruh sebenarnya terhadap karya Wittgenstein, dan bukanlah
prinsip-prinsip yang diajarkan di teacher college atau disuntikkan oleh
para reformis sekolah dalam benak Wittgenstein. 16

C.J.B. Macmillan mengistilahkan "perubahan pedagogis"


Wittgenstein ini dengan menyatakan, "Kita sering menemukannya
beralih dari memikirkan makna suatu istilah atau konsep menuju
pertanyaan 'Bagaimana hal ini dipelajari?' atau 'Bagaimana Anda
mengajarkannya?'.m 7
Ketiga, cara Wittgenstein "berfilsafat", seperti telah disebutkan,
berbeda dengan cara berfilsafat tradisional: caranya bersifat aporetis
tapi tidak Socrates, bersifat dialogis tapi bukan dalarn pengertian filsafat
tradisional. Wittgenstein menulis, "Dengan membaca dialog Socrates,
seseorang akan merasa membuang-buang waktu! Apa yang menjadi
inti dari argumen-argumen ini tidak membuktikan apa pun dan tidak
menjelaskan apa pun." 18 Lebih lanjut, Wittgenstein mengungkapkan
ketidaksabarannya terhadap permainan eristic:

Socrates terus memaksa kaum sofis untuk diam,-tapi apakah ia


berhak melakukannya? Memang benar bahwa kaum sofis tidak
mengetahui apa yang mereka pikir mereka ketahui, namun itu
bukanlah kemenangan Socrates. Apa yang dilakukannya tidak sama
dengan ''Anda lihat sendiri! Anda tidak mengetahuinya!"-tidak
sama pula dengan ''Tak satu pun dari kita yang mengetahui!" 19

Tidaklah mengherankan jika Wittgenstein mengatakan bahwa


pendekatannya adalah lawan dari pendekatan Socrates. 20 Socrates, dengan
menyatakan ketidaktahuannya, berusaha membebaskan orang lain dari
kepercayaan yang salah. Sementara Wittgenstein, melalui pengajaran
dan tulisannya yang dialogis, berusaha mengeksternalisasi keraguan dan
pertanyaannya sendiri, dengan menunjukkan hakikat persoalan-persoalan
tertentu manakala ia berupaya merenungkan dengan pikirannya sendiri,
"Hampir semua tulisan saya adalah percakapan pribadi dengan diri saya.
Hal-hal yang saya katakan pada diri saya berbentuk percakapan dua

39
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)

orang (tete-a-tete)." 21 (Banyak hal serupa berlaku juga pada pengajarannya,


sebagaimana telah kami tunjukkan).
Philosophical Investigations adalah contoh penting karya dialogis
Wittgenstein, namun jelas cidak bersifat dialogis dalam pengercian yang
dirumuskan Socrates. Dengan menilai komentar-komentar Wittgenstein
terhadap Socrates akan terlihat mengapa Investigations cidak mengikuci
atau cidak berupaya menyerupai bentuk dan metode Socrates. Kendaci
Investigations cidak ditulis dalam bentuk dialog, namun buku itu berupa
repertoar strategi dan bahasa tubuh dialogis. Terry Eagleton mengakui
hal ini kecika ia menyebut Investigations sebagai:

sebuah karya yang sepenuhnya bersifat dialogis, di mana penulisnya


mengatakan apa yang dibayangkan, membayangkan lawan bicara,
mengajukan pertanyaan kepada kita yang mungkin saja tidak jujur ...
memaksa pembaca untuk terlibat dalam demistifikasi diri, yang
secara halus melibatkan partisipasi kita dengan gaya tidak menakut-
nakuti yang sengaja.22

Investigations secara reflekcif mencerminkan dan menjadi model


keanekaragaman permainan bahasa dan bahasa tubuh yang berusaha
dijabarkannya. Buku tersebut berfungsi sebagai suatu teks pedagogis
yang patut dicontoh dan tujuannya adalah supaya murid-murid
Wittgenstein memikirkan sendiri pelbagai persoalan (suatu tujuan yang
dirasakan Wittgenstein cidak selalu berhasil, seperci yang telah kita
ketahui). Penggunaan modus penyelidikan (mode of inquiry) dialogis oleh
Wittgenstein beserta inovasi-inovasinya dalam bentuk dan komposisi
tulisan merupakan bagian dari eksperimennya yang dirancang dengan
cermat untuk mengubah pemikiran kita. Ia tentunya cidak ingin pembaca
atau penonton meniru, baik bentuk atau pun isi, pemikirannya. Ia
juga cidak berpikir bahwa hanya ada satu cara untuk "berfilsafat" ('do'
philosopf?y).
Ia kecewa dengan bentuk karyanya dan kemudian mengembangkan
metode komposisi yang sangat kompleks, "Memaksa pemikiran saya
menjadi suatu bentuk rangkaian yang teratur merupakan siksaan bagi
saya... sia-sia saja saya berusaha membuat susunan pemikiran saya yang
mungkin cidak bernilai sama sekali."23 Ia menulis percakapan atau fragmen
filsafat, dan kadang menyebut prosedur komposisinya sebagai suatu

40
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

rakitan (assemblage)-filsafat "tersusun dalam pengingat-pengingat yang


clirakit untuk suatu tujuan tertentu". 24
Sehingga, kita mengetahui bahwa Investigations dan karya Wittgenstein
lain yang kemuclian sering cliselingi dengan percakapan yang climulai
dengan meminta kita' "membayangkan", seperti "Kita bayangkan
sebuah bahasa..." 25 dan bentuk percakapan lainnya. Pada bagian lain
ia menuliskannya dalam bentuk ''Anggaplah ..." atau "Pikirkan.. .' atau
"Tanyakan pada clirimu sencliri ... " dan seterusnya. Eksperimen pikiran
tersebut memainkan peran substantif dan stylistic (menciptakan gaya)
yang penting dalam Investigations, dan eksperirnen tersebut merupakan
ciri penulisan filsafat yang lebih clitujukan untuk memicu perubahan
pemikiran daripada menunjukkan bukti, lebih bersifat memperlihatkan
daripada mengatakan, lebih bersifat mengarahkan (pointintJ daripada
mengantarkan (leadintJ (perhatikan istilah yang sering digunakan
Wittgenstein dalam karyanya yang kemuclian: penunjuk arah, mengelilingi
kota, tersesat, membutuhkan seorang pemandu, menemukan jalan,
dan mengetahui bagaimana meneruskan perjalanan). Inilah konsepsi .
pengajaran, pengajaran melalui tulisan, yang sangat berbeda dengan
penggunaan metode Socrates klasik sebagaimana clituangkan dalam.Meno,
yang clidasarkan pada pembelajaran mengikuti alur penalaran tertentu
menuju kesimpulan akhir.
Unsur berulang-ulang lainnya dalam Investigations adalah pertanyaan
yang diajukan Wittgenstein pada dirinya sendiri, disampaikan lawan
bicara khayalan, dengan beragam jawaban yang masuk akal atau jawaban
hipotetis, diikuti jawaban tidak puas yang khas, "Tetapi. .. ". Fan mencatat
bahwa Wittgenstein mengajukan 800 pertanyaan dalam Investigations,
namun ia hanya menjawab 100 pertanyaan dan sebagian besar dari 100
jawaban itu (sekitar 70) adalah jawaban-jawaban yang ditolaknya secara
tegas. 26 Wittgenstein ingin agar kita berhenti mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tertentu yaitu pertanyaan "filosofis" yang menuntut kita
memberi jawaban teoretis yang cliabstraksikan dari konteks penggunaan
dan praktik sosial. Pertanyaan dan jawabannya berlaku sebagai pengjngat
(reminder), membawa kita kembali pada aspek-aspek bahasa dan
pengalaman manusia yang sudah kita kenai. Misalnya, fakta penting
bahwa kita dapat mengenal anggota-anggota keluarga yang masih terkait,
sekalipun mereka tidak mempunyai ciri yang sama.

41
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)
I
Modus dialog ini dengan demikian bukanlah suatu bentuk
penunjukan (demonstrasi), melainkan penyelidikan (investigasi).
I
Penggunaan pertukaran khayalan (imagined interchange), eksperimen
pemikiran, diagram, gambar, contoh, aforisme, atau perumpamaan
dimaksudkan untuk melibatkan pembaca dalam sebuah proses yang,
dalam pengajaran dan tulisan Wittgenstein, merupakan eksternalisasi
keraguan, pertanyaan, proses pemikirannya sendiri. Tujuan filsafatnya
diwujudkan, ditunjukkan, dalam bagaimana ia menjawab suatu pertanyaan.
Gayanya adalah metode dan tulisannya berusaha menjadi contoh
bagaimana metodenya bekerja. Perhatiannya pada bentuk dan komposisi
tidak berkenaan dengan penyajian sebuah argumen, melainkan dengan
penjajaran (juxtaposition) yang akan menarik pembaca masuk ke dalam
teka-teki yang dirasakan dirinya. Sebuah penghargaan terhadap gaya
filsafat Wittgenstein membawa kita secara langsung pada pemahaman
terhadap sifat pedagogisyang mendasar dari kegiatannya.

Catatan
1. D.A.T. Gasking dan A. C. Jackson, "Wittgenstein as a Teacher", dalam K T. Fann
(ed.), Ludwig Wittgenstein: The Man and His Philosopqy (New Jersey: Humanities
Press: Sussex: Harvester Press, 1962), him. 52.
2. Michael Peters dan Nicholas C. Burbules, ''Wittgenstein, Styles and Pedagogy",
dalam Michael Peters dan James Marshall, Wittgenstein: Philosopqy, Postmodernism,
Pedagogy (South Hadley, Massachusetts: Bergin and Garvey, 1999), him. 152-
173. Sebagian bahan dari esai ini diadaptasi dari bah itu dan bah selanjutnya,
"Philosophy as Pedagogy: Wittgenstein's Styles of Thinking'', him. 174-191.
3. Gasking dan Jackson, ''Wittgenstein as a Teacher'', him. 52.
4. Ibid., him. 50.
5. Ibid., him. 52.
6. Ibid., him. 53.
7. Dikutip dari M.O'C. Drury, "A Symposium: Assessments of the Man and
the Philosopher", dalam KT. Fann (ed.), Ludwig Wittgenstein: The Man and His
Philosopqy (New Jersey: Humanities Press); (Sussex: Harvester Press, 1967), him.
61.
8. Ludwig Wittgenstein, Culture and Value, G.H. Von Wright (ed.) (bekerja sama
dengan Heikki Nyman), diterjemahkan Peter Winch (Oxford: Basil Blackwell,
1980), him. 38.
9. G.H. Von Wright, Wittgenstein (Oxford: Blackwell, 1982), him. 31.

42
50 P~mikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidik~ Modem

10. Ludwig Wittgenstein, PhilosophicalInvestigations, diterjemahkan G.E.M. Anscombe


(Oxford: Basil Blackwell, 1953; edisi ke-3, 1972), him. 49.
11. Ray Monk, Ludwig Wittgenstein: The D11ty of Geni11s (London: Vintage, 1991).
12. Fania Pascal, ''A Personal Memoir", dalam Rush Rhees (ed.), ReCIJIIections of
Wittgenstein (Oxford and New York: Oxford UniVersity Press, 1987), him. 37-
38.
13. Rush Rhees, "Postscript", dalam R Rush Rhees (ed.), ReCIJIIectionsof Wittgenstein
(Oxford and New York: Oxford University Press, 1987), him. 191.
14. W.W. Bardey, III, Wittgenstein (Philadelphia, Pennsylvania and New York: J.B.
Lippincott, 1973), him. 20.
15. Ludwig Wittgenstein, Zettel, G.E.M. Anscombe dan R Rhees (ed.) (Oxford:
Blackwell, edisi ke-2, 1981), him. 74.
16. Eugene Hargrove, "Wittgenstein, Bardey, dan the Glockel School Reform"
(History of Philosopo/, 17, 1980), him. 461.
17. C.J.B. Macmillan, "Love and Logic in 1984", dalam Emily Robertson (ed.),
Philosopo/ of Ed11cation 1984 (Normal, Illinois: Philosophy of Education Society,
1984), him. 7.
18. Wittgenstein, C111ttire and Val11e, him. 14.
19. Ibid., him. 56.
20. Wittgenstein, dikutip dari J.C. Nyiri, "Wittgenstein as a Philosopher of
Secondary Orality", manuskrip, tercantum dalam Grazer Philosophirche S/tldien,
"Saya tidak bisa menyimpulkan cara pandang saya secara lebih baik kecuali
dengan mengatakan bahwa cara pandang saya bertentangan dengan apa yang
disampaikan Socrates dalam dialog Platonik."
21. Wittgenstein, C11l/tlre and Val11e, him. 77.
22. Terry Eagleton, "Introduction to Wittgenstein", Wittgenstein: The Terry Eagleton
Script, The Derek Jarman Film (London: British Film Institute, 1993), him. 9.
23. Wittgenstein, C111ttire and Val11e, him. 28.
24. Wittgenstein, Philosophical Investigations, him. 50.
25. Ibid., him. 3.
26. Fan, Ludwig Wittgenstein: The Man and His Philosopo/, him. 109.

Lihat juga
Dalam Fifty Major Thinkers on Ed11cation: Russell, Socrates.

Karya-karya utama Wittgenstein


Philosophical Investigations, diterjemahkan G.E.M. Anscombe, Oxford: Blackwell,
1953, edisi ke-3, 1972.
Tracta/tls Logico-PhilosophiCIIS, diterjemahkan D.F. Pears dan B.F. McGuinness,
London: Roudedge & Kegan Paul, 1961.
The Bille and Brown Books, Oxford: Blackwell, 1969.

43
Ludwig Wittgenstein (1889 - 1951)

On Certainty, G.E.M. Anscombe dan G.H. von Wright (eds), diterjemahkan Denis
Paul dan G.E.M. Anscombe, Oxford: Blackwell, 1979.
Culture and Value, G.H. Von Wright (ed.) (bekerja sama dengan Heikki Nyman),
diterjemahkan Peter Winch, Oxford: Blackwell, 1980.
Zettel, G.E.M. Anscombe dan R. Rhees (eds.), Oxford: Blackwell, edisi ke-2
1981.

Bacaan lebih lanjut


Anscombe, G.E.M. 1971. An Introduction to Wittgenstein's Tractatus. Philadelphia,
Pennsylvania: University of Pennsylvania Press.
Baker, G.P. dan Hacker, P.M.S. 1980. Wittgenstein: Understanding and Meaning, Oxford:
Blackwell.
_ _ 1985. Wittgenstein: Rules, Grammar and Necessity. Oxford: Blackwell.
Bartley, III, WW 1973. Wittgenstein. Philadelphia, Pennsylvania and New York:
J.B. Lippincott.
Cavell, Stanley. 1979. The Claim of Reason: Wittgenstein, Skepticism, Morality and Traget!J.
Oxford and New York: Oxford University Press.
Engelmann, Paul. 1967. Letters from Wittgeinstein with a Memoir. Oxford: Blackwell.
Hacker, P.M.S. 1973. Wittgenstein: Meaning and Mind. Oxford: Blackwell.
Janik, Allen dan Toulmin, Stephen. 1973, Wittgenstein's Vienna. London: Weidenfield
& Nicolson.
Kenny, Anthony. 1975. Wittgenstein. Harmondsworth: Penguin Books.
Kripke, Saul A. 1982. Wittgenstein on Rules and Private Language. Cambridge, MA:
Harvard University Press.
Malcolm, Norman. 1984. Ludwig Wittgenstein: A Memoir. Oxford and New York:
Oxford University Press.
McGuiness, Brian. 1988. Wittgenstein: A Young Life, 1889-1921. London:
Duckworth.
Monk, Ray. 1991. Ludwig Wittgenstein: The Duty of Genius. London: Vintage.
Rhees, Rush (ed.). 1984. Recollections of Wittgenstein. Oxford and New York: Oxford
University Press.
Sluga, H. dan Stern, D.G. (ed.). 1996. The Cambridge Companion to Wittgenstein.
Cambridge: Cambridge University Press.
Von Wright. G.H. 1982. Wittgenstein. Oxford: Blackwell.

44
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

MARTIN HEIDEGGER
(1889 - 1976)
-==»v~~~~~~~

Michael Bonnett

Belajar berarti membuat segala sesuatu yang kita jawab menjadi


hakikat-hakikat yang selalu menunjukkan dirinya sendiri pada kita
setiap saat ... mengajar lebih sulit daripada belajar karena apa yang
dituntut dari mengajar: membiarkan belajar. 1

Sulit sekali menekankan arti penting Martin Heidegger bagi


pemikiran abad ke-20. Tidak diragukan lagi ia adalah salah seorang
filsuf paling berpengaruh--dan kontroversial-pada masanya, dan para
komentator memujinya karena telah memengaruhi sejumlah disiplin
selain filsafat: teologi, psikiatri, kritik sastra, historiografi, teori bahasa,
filsafat sains, dan analisis masyarakat teknologis. 2 Selama beberapa
generasi, para pemikir terkemuka seperti Jean-Paul Sartre, Marleau-
Ponty, Hans Georg Gadamer, Hannah Arendt, Michel Foucault, Pierre
Bourdieu,Jacques Derrida, Charles Taylor, dan Richard Rorty mengaku
berhutang budi kepada pemikiran Heidegger. 3 Meskipun memiliki
kualitas seminal (dapat dikembangkan), tulisan Heidegger sebenarnya
tidak terlalu istimewa. Diperkirakan bahwa dari naskah-naskahnya yang

45
Martin Heidegger (1889 - 1976)

sudah dikumpulkan dan sedang berada dalam proses penerbitan akan


diperoleh ratusan volume tulisan Heidegger. Walaupun secara tersurat
ia jarang menyinggung topik pendidikan karena kedalaman wawasannya
tentang kondisi manusia dan hakikat belajar, pemikiran dan pemahaman,
ide-idenya berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap bidang
pendidikan-yang sekarang sudah mulai diakui.
Martin Heidegger lahir di Messkirch, Jerman, pada 26 September
1889. Pada 1909, ia menuntut ilmu di University of Freiburg mempelajari
teologi dan fi.lsafat dan ditunjuk untuk mengajar fi.lsafat di University of
Marburg tiga belas tahun kemudian. Di sini, ia mendapatkan reputasi
sebagai dosen yang inspiratif dan hasratnya untuk berpikir memancar
sedemikian sehingga dapat memberi harapan dan berkomunikasi sendiri
dengan pendengarnya.4 Karya besarnya yang pertama dan sangat
berpengaruh, Sein und Zeit (Being and Time), diterbitkan pada 1927.
Karya ini membuatnya ditunjuk menjadi dekan filsafat di University
of Freiburg pada 1928 dan mengangkat popularitasnya ke panggung
internasional. Setelah terputus selama Perang Dunia II dan beberapa
waktu sesudahnya, ia kembali memberikan kuliah sampai 1967 dan
menulis sampai ia meninggal dunia pada 26 Mei 1976. Ia dimakamkan
di tempat kelahirannya.
Kehidupannya yang tampak sangat akademis ini tidak membuat kita
menganggap bahwa ide-idenya hanya didasari kepentingan akademis.
Dalam konteks pendidikan, perkembangan konsep-konsep pemikiran dan
otentisitas pribadinya, serta kritik radikalnya terhadap hakikat teknologi
modern, berpotensi untuk dimunculkan sedemikian sehingga mempunyai
konsekuensi penti.ng bagi perkembangan praktik pendidikan. Sebagaimana
ditunjukkan kutipan yang mengawali esai ini, Heidegger melihat proses
belajar sebagai masalah yang sangat mendesak dan bersifat partisipatoris,
yang memerlukan keterlibatan penuh dari pelajar (learner} dan tentunya
bukanlah sesuatu yang dapat ditanamkan dari luar melalui proses yang
sangat didaktis. Menurutnya, proses belajar juga tidak dapat dilakukan
dalam pengertian tercapainya sekumpulan tujuan proses belajar rind
yang sudah ditetapkan sebelumnya sebagaimana ditentukan dalam
kurikulum nasional. Guru harus membiarkan anak didiknya belajar, bukan
memaksakan proses itu kepadanya. Tindakan seperti itu akan membuat
proses belajar tidak bersifat pasif, interpretasinya bisa jadi sangat jauh
dari kebenaran. Apa yang penting bagi Heidegger adalah bahwa pelajar

46
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

menundukkan dirinya pada syarat dan aturan berpikir-memerhatikan


apa yang harus dipikirkan di luar situasi belajar unik di mana ia terlibat. Ia
menentang mekanisasi pemikiran yang berusaha membingkainya dalam
struktur yang sangat instrumental dan sudah ditentukan terlebih dahulu,
sehingga menutup segala kemungkinan. Bagi Heidegger, pemikiran
asli (genuine thinkin~ bukanlah percampuran (asimilasi) dari serangkaian
penggalan-penggalan ide dan informasi yang ditentukan sebelumnya,
melainkan sebuah perjalanan yang menantang dan menyenangkan
menuju hal-hal yang tidak diketahui. Pemikiran asli yang tercipta olehnya
akan menjadi sesuatu yang baru dalam kesadaran kita namun belum
terlihat.
Kekuatan pandangan Heidegger tentangproses belajar ini makin besar
apabila kita mempertimbangkan juga pandangan Heidegger mengenai
hakikat kehidupan dan pemahaman yang otentik. Penjelajahan Heidegger
(yang belum selesai) dalam Time and Being adalah memaharni hakikat
"Ada" (Bein~-yang melaluinya segala sesuatu ada. Untuk mencapai
pemahaman ini, ia memulai analisis mendalam mengenai tempat, di mana
"ada" (beings) mewujudkan diri-kehidupan dan pemahaman rnanusia
(Dasein). Meskipun bagi Heidegger analisis mengenai eksistensi manusia
ini hanyalah pendahulu bagi penyelidikan terhadap persoalan tentang
"Mengada", analisis ini dengan sendirinya sangat penting bagi kegiatan
pendidikan. Inti dari karakterisasi Heidegger atas manusia dalam Being
and Time adalah bahwa manusia merupakan entitas yang "Mengada"-nya
dipersoalkan. Kita hidup dengan memaharni, merniliki konsepsi tentang
diri kita dalam situasi-situasi yang di dalarnnya terdapat pelbagai pilihan.
Akan tetapi, dalam sebagian besar masa hidupnya, kekuatan personal
pemahaman ini (personal cogency of this understandin~ melemah karena
tenggelam dalam "pembicaraan tanpa arti" dan "desas-desus" tentang
apa disebut Heidegger sebagai "diri-mereka" (thry-se!fj.S Inilah kerangb
berpikir di mana kita terhanyut oleh kesibukan akan masalah praktis
yang langsung terasa dan "pengetahuan umum" (common-sense) tentang
"mereka"-apa yang dipikirkan dan dikatakan "setiap orang". Inilah
pemahaman orang awam yang pada dasarnya tidak bertanggung jawab
ten tang kehidupan, di mana kita tidak memikirkan segala sesuatu dalam
pengertian maknanya bagi eksistensi khas kita sendiri--eksistensi yang
pada akhirnya dibatasi, dan didesak, oleh fakta kematian kita yang tak
terelakkan-namun hanya memahaminya dalam pengertian apa yang

47
Martin Heidegger (1889 - 1976)

~nenjadi kecenderungan dan desas-desus terbaru, yang segera beralih


pada persoalan berikutnya, bukan menguji validitas asumsi-asumsinya
dalam pengertian yang sangat personal. Dengan demikian, hidup adalah
hidup secara "tidak otentik"-hidup yang tidak sejati bagi diri kita
sendiri.
Jika kita mengaitkan ide-ide ini dengan pandangannya tentang
hakikat pemikiran asli yang dibahas sebelumnya, kita bisa melihat bahwa
tantangan radikal telah ditujukan kepada sekolah-sekolah konvensional.
Contohnya, tantangan itu mengajukan pertanyaan berikut ini. Sampai
di mana proses belajar yang berlangsung di sekolah memiliki watak
"desas-desus"-anak didik yang memiliki sedikit kesempatan, kurang
dorongan, benar-benar menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan
rasa keberadaan (sense rf existence) mereka? Sampai di mana konsepsi
pendidikan yang mendorong proses belajar di sekolah (schoollearniniJ
bersumber dari konsepsi instrumental ten tang kehidupan dan pekerjaan
yang menghindari pertanyaan mengenai makna pribadi dan kualitas
terbuka dari keterlibatan dengan persoalan yang diuraikan tadi? Menurut
pandangan Heideggerian, kebaikan pendidikan (education proper) tidak
lebih dari memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi
tuntutan kapitalisme global, bukan mendapat pengetahuan yang murni
untuk pengetahuan itu sendiri. Kebaikan pendidikan terutama berkenaan
dengan nilai dan makna yang kita peroleh dari pendidikan-bagaimana
kita merasakannya seharusnya memengaruhi pandangan dan tindakan
kita, serta konsepsi kita tentang diri kita baik sebagai individu yang
bertanggung jawab maupun sebagai anggota dalam lingkungan manusia
(human condition).
Agar kualitas proses belajar ini tercapai dibutuhkan suatu konsep
hubungan guru-murid yang secara kualitatif berbeda dengan konsep yang
sebagian besar masih dipakai sekarang ini. Alih-alih hubungan guru-
murid dibayangkan sebagai wahana untuk menyampaikan (memberikan)
pengetahuan dan keterampilan yang sudah ditentukan sebelumnya
(di mana guru ataupun murid itu dapat dianggap bertanggung jawab
[accountable]), hubungan itu harus menjadi ruang terbuka yang secara
terus-menerus berawal dari kualitas hubungan murid dengan ranah di
mana mereka beraktivitas dan muncullah respon yang bebas walaupun
tidak teratur terhadap hubungan itu. Muatan sesungguhnya dari proses
belajar terse but berkembang di luar hubungan ini, bukan mendahuluinya,

48
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

kendati merangsang dan membangkitkan keterikatan lebih lanjut.


Membantu anak didik mengenal dan menjawab setiap persoalan yang
perlu dijawab, misalnya, tetap menjadi peran guru.
Dalam pengembangan saya atas gagasan-gagasan Heidegger
mengenai pengajaran, saya menggambarkan peran ini sebagai "peran
yang secara empatik menantang" (emphatetic challenginf) (Bonnet 1994)
karena mensyaratkan guru untuk lebih reseptif (bersedia menerima
ide-ide baru-penyunting) maupun lebih menuntut. Guru tersebut
disyaratkan menjalin hubungan yang simpatik dengan anak didik-
namun bukan dengan cara menuruti kehendak dan dengan demikian
mematikan hubungan ini-tetapi lebih memicu semangat dan menantang
dalam pengertian apa yang harus ditawarkan mata pelajaran, apa "yang
ada" (on the move) dalam mata pelajaran itu, dan apa yang mungkin menjadi
persoalan penting bagi anak didik dalam hubungan ini. Keterbukaan dan
saling percaya merupakan karakter yang sangat menentukan, di mana
guru menerima pemikiran atau menantang pemikiran anak didik-
mendengarkan apa yang harus dipikirkan anak didik dalam hubungan ini
dan membantu anak didik mencermati keharusan itu bagi mereka sendiri.
Ide-ide pengajarannya jelas sangat jauh dari pendidikan yang diarahkan
oleh tuntutan untuk mengangkat standar umum yang ditentukan
sebelumnya dan sebuah bentuk tanggung jawab yang memerlukan
pengujian publik berulang-ulang guna mendapat keberhasilan nyata
dalam pengertian ini. Gagasan Heidegger ten tang pengajaran juga dapat
dibedakan secara jelas dengan pandangan pendidikan yang berpusat pada
anak, yang digambarkan (secara keliru) sebagai perasaan puas dengan
menyerahkan semuanya pada apa yang mungkin menjadi kepentingan
sementara dan tidak disiplin. Ide Heideggerian tentang pendidikan
mempertahankan martabat dan integritas anak didik, guru, dan muatan
pendidikan. Oleh sebab itu, tak diragukan lagi bahwa ia menggambarkan
peran guru sebagai peran yang "mulia".
U raian ini membawa kita pada pandangan Heidegger lain yang
penting sekali hagi pendidikan yakni kritiknya terhadap teknologi dan
rasionalitas. Selain sifat sarat nilai yang sudah ditunjukkan dengan
sangat jelas-sebagaimana ditunjukkan dalam aturan moral (moral
code) dan disiplin sekolah, dalam ritual, praktik, dan etosnya, dalam
pernyataan publik berisi tujuan sekolah, serta dalam status relatif
yang diberikan pada pelbagai kurikulum-pemikiran Heidegger dapat

49
JV1artin Heidegger (1889 - 1976)

membuat kita peka terhadap cara peneliclikan menyampaikan nilai yang


lebih implisit, namun sangat kuat dalam mengkonelisikan hubungan
kita dengan dunia dan dengan demikian membentuk pandangan kita
tentang dunia serta pandangan tentang diri kita sendiri. Analisisnya
tentang teknologi modern menunjukkan bahwa pada hakikatnya
teknologi adalah cara mengungkapkan Ada, yang memperlihatkan
dorongan untuk menguasai dan memahami dunia sebagai sumber
daya. Karena kesuksesannya yang nyata; cara pemikiran "kalkulatif"
ini, yang memperhitungkan segala sesuatu dalam pengertian potensinya
memenuhi kebutuhan tujuan manusia, sedang mendominasi dan meresap
makin dalam pada rasionalitas modern secara keseluruhan-tujuannya
adalah menggolongkan, menilai, menjelaskan, dan meramalkan untuk
menguasai secara intelektual dan memanfaatkan secara material. Inilah
pemikiran yang sangat menggelisahkan dalam situasi eli mana mereka
yang menentang pandangan instrumental mengenai pendidikan
dan mengarahkannya pada tujuan-tujuan ekonomi mendukung
perkembangan rasionalitas sebagai tujuan peneliclikan alternatif. Niat
"para peneliclik liberal" ini adalah membentuk suatu konsep peneliclikan
yang lebih ramah, yang menegaskan pengembangan dan pengayaan
pikiran sebagai raison d'etre, dan melalui perayaan rasionalitas dalam
peneliclikan, memberi dasar untuk pertumbuhan inelividu yang penuh
sebagai ada yang berpikir (thinking bein~. Namun, analisis Heidegger
menunjukkan bahwa pandangan semacam ini dengan sendirinya
berbahaya sebab memasukkan instrumentalisme agresif dalam
penelidikan yang justru elitentangnya. Bahkan, jika ada "wasit" bagi
pemikiran yang baik-rasionalitas "imparsial"-maka "wasit" itu justru
bersifat sangat parsial dan mengungkapkan sikap kalkulatif terhadap
dunia, tentunya para edukasionalis perlu waspada terhadap nilai yang
tersirat dalam rasionalitas dan pengetahuan yang digunakan untuk
mengembangkan pemikiran anak eliclik dan terhadap gambaran yang
mereka dukung--dan melegitimasi--diri kita dan dunia.
Persoalan ini sesungguhnya bukanlah keprihatinan terhadap,
misalnya, mata pelajaran yang seolah-olah "kalkulatif" eli Inggris seperti
ilmu hitung, sains, dan ICT (information and communications technology,
teknologi informasi dan komunikasi) yang telah mendominasi kurikulum
sekolah negeri. Apa yang menjaeli masalah adalah karakter dari semua
mata pdajaran dan pemahaman kita terhadap makna kualitas mengajar.

50
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Semua pengajaran disampaikan dalam model yang sangat kalkulatif di


mana tujuan proses belajar ditentukan terlebih dahulu secara terpisah
dari anak didik dan secara sistematis dicapai tanpa keterlibatan penuh
anak didik yang telah diuraikan sebelumnya. Sejalan dengannya, sastra
dan seni disampaikan dan disusun berdasarkan pemikiran rasionalis yang
menempatkan seni dan sastra sebagai inti dalam kategori, peraturan, dan
kebenaran konvensional yang dapat dipelajari dan diterapkan (dan dinilai)
secara objektif, bukan sebagai kesempatan untuk ikut serta sekali lagi
dalam penghadiran hal-hal yang tidak dapat ditentukan sebelumnya (the
prespecifiable presencing if things). Prinsip ini sangat bertentangan dengan
kurikulum-termasuk matematika dan sains-yang diajarkan dengan
cara sedemikian sehingga merayakan kualitas "puitik" dan lebih terbuka
dari muatannya dan kekuatan serta kekayaan keterlibatan personal dalam
proses belajar. Selain itu, pemikiran Heidegger menghadapkan kita pada
pilihan orientasi fundamental dan ~emperkenalkan kepada kita akan
signifikansi konsepsi pendidikan yang sebenarnya untuk "kehidupan".

Catatan
1. What is Called Thinking?, diterjemahkan J. Gray (London: Harper & Row, 1968),
hlm. 14-15.
2. M. Murray (ed.), HeideggerandModern Philosopf?y (London: Yale University Press,
1978), hlm. vii.
3. H. Dreyfus dan H. Hall, Heidegger: A Critical Reader (Oxford: Blackwell, 1992),
hlm. 1.
4. Hans-Georg Gadamer, dikutip dalam Martin Heidegger: Basic Writings, D. Krell
(ed.) (London: Roudedge & Kegan Paul, 1978), hlm. 15-16.
5. Being and Time, diterjemahkan J. Macquarrie dan E. Robinson (Oxford: Blackwell,
1973), bagi.an 26-27,35-37.
6. What is Called Thinking?, hlm. 15.

Lihat juga
Dalam buku ini: Bourdieu, Foucault.

51
fv'lartin Heidegger (1889 - 1976)

Karya-karya utama Heidegger


What is Called Thinking?, diterjemahkan J. Gray, London: Harper & Row, 1968.
Poetry, Language, Thought, diterjemahkan A. Hofstadter, London, Harper & Row,
1971.
Being and Time, diterjemahkan J. Macquarrie dan E. Robinson, Oxford: Blackwell,
1973.
The Question Concerning Technology and Other Essqys, diterjemahkan W Lovitt, London:
Harper & Row, 1977.
Martin Heidegger: Basic Writings, D. Krell (ed.), London: Roudedge & Kegan Paul,
1978.

Bacaan lebih lanjut


Bonnett, M. 1994. Children's Thinking. London: Cassell.
Cooper, D. 1983. Authenticity and Learning. London: Roudedge & Kegan Paul.
Dreyfus, H. dan Hall, H. 1992. Heidegger: A Critical Reader. Oxford: Blackwell.
Mulhall, S. 1996. Heidegger, Being and Time. London: Roudedge.
Peters, M., (ed.). 2001. Heidegger, Modernity and Education. Boulder, Colorado:
Rowman and Litdefield.

52
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

HERBERT EDWARD READ


(1893 - 1968)
-==Ov~~~~~~~"¢==

Stephen Mark Dobbs

Seni harus menjadi dasar bagi pendidikan. 1

Herbert Read adalah salah seorang intelektual Inggris yang sangat


produktif, kosmopolitan, dan sangat ambisius serta seorang sastrawan
abad ke-20. Selama masa hidupnya ia berkecimpung di segala bidang baik
sebagai kritikus, akademikus, penyair, maupun pendidik. Ia meninggalkan
warisan akademi dan tulisan-tulisan yang sangat istimewa-lebih dari 60
buku dan 1.000 artikel serta makalah-termasuk karya sastranya yang
mendapat penghargaan, dan dukungan politik serta kebudayaannya
yang kuat untuk menafsirkan dan memahami sastra dan seni modern. Ia
adalah sosok yang memiliki bakat kelas dunia seperti CarlJung dan Henry
Moore, sekaligus menjadi seorang penentang terbuka (public antagonist)
bagi pemikir lain seperti T.S. Eliot dan W.H. Auden. Kendati hasratnya
akan kebebasan individu menyebabkan Read digolongkan sebagai
seorang "anarkis filosofis" (suatu julukan yang diakui Read),Z ia adalah
sosok yang memiliki kepribadian tenang dalam bicara dan setidaknya

53
Herbert Edward Read (1893 - 1968)

demikianlah yang terlihat dalam temperamennya di depan umum. Ia


sebenarnya seorang figur yang penuh paradoks dan kontradiksi.
Herbert Read dilahirkan di Yorkshire pada 4 Desember 1893,
dibesarkan di daerah pertanian, dan menuntut ilmu di University of
Leeds. Selama Perang Dunia I ia berdinas sebagai perwira infantri,
suatu pengalaman yang sebagaimana dirasakan oleh mereka yang satu
generasi dengannya, mendorongnya untuk diungkapkan dalam puisi,
Naked Warrior (1919). Setelah perang, Read bekerja selama beberapa
tahun di Treasury (1919-1922) dan kemudian menjadi asisten penjaga
di Victoria and Albert Museum, London (1922-1931). Ia mengajar
sebentar di University of Edinburgh (1931-1933) dan menjadi editor
di Burlington Magazine (1933-1939), sebuah media simbol kemapanan
budaya Inggris. Selama 1930-an, ia memperjuangkan para modernis
seperti penulis Samuel Beckett dan Denton Welch, serta seniman seperti
Barbara Hepworth dan Ben Nicholson. Redaktur majalah tersebut
memang memberikan ruang terbuka bagi komunitas akademis dan
cendekiawan, namun Read juga memberikan ruang bagi modernisme
dalam serangkaian kajian terhadap buku-buku, majalah, dan koran
populer yang diarahkan pada masyarakat umum.
Untuk mencapai ambisi ini Read mengangkat karya John Ruskin
dan William Morris, pendahulunya dari abad ke-19 yang berusaha
mengurangi jarak antara seni dan kehidupan dengan menggali konsep-
konsep estetika sebagai nilai sosial, seperti tradisi kerajinan tangan, yang
diperoleh dari seni visual. Upayanya ini bisa menjadi obat penyembuh
bagi apa yang mereka lihat sebagai jalinan sosial yang makin tertekan
(akibat Revolusi Industri). Read juga ingin menandingi kecintaan Ruskin
akan karya Romantik, dan dengan setia membela pengarang Inggris
seperti Wordsworth, Coleridge, dan Shelley manakala kritik sastra yang
dilancarkan T.S. Eliot menolak karya-karya gaya lama.
Hasil kreativitas Read sendiri berjuang mendapatkan momentum
dan perhatian di tengah-tengah tugasnya sebagai editor dan penerjemah.
Puisinya diterima dengan baik dan muncul dalam beberapa volume
antara 1919-1966. Dalam puisi "Song", yang diterbitkan pada 1955,
Read menyamakan dirinya dengan perjalanan hidupnya, dan mungkin
dengan seni dan tradisi:

54
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dalam jantungku
Kata-kata halus dengan gumpalan darah ini
Bersama degupnya yang serempak
Dengan aliran abadi
(So long my heart
This little polish'd ball of blood
Has throbb'd in unison
With your immortal flood/

Sebenarnya, Read menganggap bahwa misi profesionalnya adalah


mempertahankan karya ttadisional secara keseluruhan namun selektif.-
pilihannya sendiri sebenarnya ditujukan pada karya klasik----<li samping
memperjuangkan, mendidik, dan mempersiapkan masyarakat untuk
dapat menerima karya baru. Perannya sebagai pendukung modernisme
tidak terlalu kuat di Inggris, di mana aliran garda depan (avant-garde)
sering gagal membimbing bangsanya memasuki dunia kontemporer.
Ia mengangkat asal mula bentuk baru desain industri dan seni visual
lainnya serta mendukung pelbagai gerakan mulai dari kubisme hingga
surealisme dan ekspresionisme abstrak.
Peran utama Read sebagai pendukung seni modern memberikannya
kekuatan kultural yang nyata. Ia adalah, sebagaimana disampaikan
penulis biografinya, James King, "pencipta dta rasa (taste-make?) dan
impresario budaya",4 menjadikan semua bentuk seni dan budaya sebagai
"ranah kekuasaannya". Pandangan dari wawasan Read dicurahkan pada
karya-karya seni yang mengesankan meliputi lukisan, ukiran, arsitektur,
desain, keramik, lukisan kaca, prosa, dan puisi. Para penikmat karya seni
kebanyakan orang awam yang menilai Read sebagai seorang guru yang
sabar, yang mengakui ragam karya seni yang membingungkan dan sulit
dipahami dari seni modern. Dalam beberapa karyanya seperti Art Now
(1933), Icon and Idea (1955), dan Contemporary British Art (1964), Read
mengkaji motivasi para seniman (Readlah yang pertama kali menerapkan
psikoanalisis Jungian pada seni) dan makna seniman serta karya-karya
mereka.
Read sebagai penulis ditopang oleh Read sebagai "impresario".
Ragam keahlian dan sumbangan profesionalnya sangat luar bias a. Selain
produktivitas kritik dan sasttanya, Read juga menjabat sebagai direktur
perusahaan penerbitan Inggris yang sangat terkemuka, Routledge and
Kegan Paul, selama seperempat abad. Ia juga menjadi juri dan menjadi
Herbert Edward Read (1893 - 1968)

kurator pameran, termasuk pameran besar karya seni surealis pada 1936
eli London dan beberapa pameran seni anak pada awal 1940-an yang
sebelumnya clirancang untuk peneliclikan estetika, mendirikan organisasi-
organisasi pendukung, termasuk Design Research Unit (1943), Institute
of Contemporary Arts (1948), dan International Society for Education
through Art yang elisponsori oleh UNESCO (19 51), dan clikenalluas eli
Eropa dan Amerika Serikat-di mana Charles Eliot Norton Lectures eli
Harvard menghormati sosok yang mempopulerkan seni (art popularizer)
dan cultural entrepreneur sekaligus profesor pertama dalam bidang seni
murni eli Harvard pada akhir abad ke-19.
Akhirnya, Herbert Read bukan hanya membantu orang untuk
memahami dan menghargai hasil karya seni. Ia memiliki kepercayaan
mendasar pada kemajuan manusia yang sebagaimana estetika sosial
Ruskin dan Morris akan membawa seni melampaui estetika. Seperti
elitulis Hilton Kramer dalam New York Times untuk obituari Herbert Read
pada 1968, Read menganggap seni sebagai "unsur yang mungkin paling
pokok bagi jalinan sosial yang tercerahkan (enlightened socialfabric) ... suatu
dasar bagi upaya untuk memperbaiki nilai-nilai sosial secara keseluruhan"
dan dalam upaya itu "peneliclikan memiliki peran utama". 5
Education Through Art, yang eliterbitkan pertama kali pada 1943,
dianggap oleh penulisnya sebagai buku yang sangat berpengaruh.
Walaupun tidak elicetak selama riga dasawarsa, generasi penelielik seni
dan peneliclik lainnya (terutama eli Inggris) sejak 1940-an sampai 1960-an
elibesarkan oleh pesan-pesan sosial dari buku tersebut. Buku tersebut
elitulis ketika sedang berkecamuk Perang Dunia II, Read berharap ingin
memanfaatkan energi kreatif dan imajinatif dari seni untuk mengakhiri
siklus kekerasan yang tanpa henri. Ia melihat seniman sebagai "ripe ideal"
yang menawarkan "kesadaran akan nilai hakiki". 6 Dalam harapan ini,
Read berbicara kepada para peneliclik seni dan guru lainnya eli mana pun
mereka berada, yang sangat merasakan perlunya mendobrak halangan
dan rintangan nasionalisme, kepercayaan, dan etnisitas.
Buku tersebut bersifat instruktif, tapi tak bersifat khusus. Buku itu tak
berisi program atau kurikulurn, namun dasar untuk mempertimbangkan
seni sebagai sebuah kerangka bagi peneliclikan umum pemikiran dan
kepribadian yang dijelaskan secara rinci dan mengkaji topik-topik seperti
"persepsi dan imajinasi", "modus integrasi bawah sadar", dan "dasar
estetis bagi disiplin dan moralitas". Read menganggap dirinya sebagai

56
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

filsuf atau kritikus, bukan penelidik. Perannya adalah memberikan dasar-


dasar filosofis bagi peneliclikan estetika eli mana persoalan yang sangat
mendesak dalam masyarakat-kemerosotan menuju "barbarisme"
(Holocaust masih berlangsung ketika Read menulis buku itu)--dapat
diselesaikan, dan sebuah tatanan dunia yang berdasarkan prinsip
kemanusiaan bisa tercapai.
Peneliclikan melalui seni, menurut Read, adalah "peneliclikan untuk
perdamaian" Gudul dari kumpulan tulisan berikutnya yang terbit pada
1949). Memang benar bahwa bangsa-bangsa eli dunia saling menggali,
memaharni, dan menikmati warisan budaya, sehingga terlalu sibuk untuk
berperang. Kendati harapan tersebut sangat mulia, tetapi caranya tidak.
Read membantu mengembangkan titik temu antara psikologi dan seni,
namun ia terlalu yakin terhadap agenda behavioris untuk mengubah
manusia, sehingga indoktrinasi sama dengan emansipasi.
Read memulai usahanya meneliclik anak eliclik tentang kekuatan
artistik dan penyelamat (redemptive) modernisme baru. Dalam Education
Through Art dan buku berikutnya ia kembali pada "reorientasi total
kepribaelian manusia". 7 Stueli dan praktik seni--dan peneliclikan estetika
yang eli dalamnya terdapat studi dan praktik seni-menurut Read,
elibimbing oleh kearifan etis. Pemikiran itu sencliri sebenarnya tidak baru,
tetapi Read mengajukan argumen dengan kapasitas sarjana polimatik,
dengan mengambil sumber-sumber dati pelbagai teori penelidikan mulai
dari &public karya Plato, prinsip psikologi gestalt, dan riset mutakhir
tentang gambar anak.
Education Through Art merupakan sebuah ringkasan pemikiran
kontemporer tentang peneliclikan seni setelah aliran progresif pada 1920-
an dan 1930-an, manakala psikologi dan kemampuan persepsi (perceptual
faculty) mulai mendominasi bidang tersebut, mengawali hegemoni selama
20 tahun yang clirintis Viktor Lowenfeld dan Rudolf Arheim setelah
Perang Dunia II berakhir. Dengan buku itu, Read memberikan suatu
keseimbangan filosofis.
Read tak diragukan lagi merupakan sarjana yang sangat produktif
dan bersungguh-sungguh, namun kontracliksi dalam watak dan usahanya
juga terlihat jelas. Di satu sisi, ia adalah seorang kosmopolitan yang
berupaya memantapkan kontribusi Inggris, terutama dalam seni dan
desain industri bagi tatanan modernis internasional yang baru muncul. Di
sisi lain, ia juga seorang traelisionalis ketika membahas puisi Inggris dan

57
Herbert Edward Read (1893 - 1968)

terkenal sebagai penganut aliran Romantik. Read menikmati perannya


sebagai "anarkis filosofis" (sebagaimana diungkapkan Kramer, Read
memiliki "mimpi menumbangkan kekuasaan yang merupakan cita-cita
romantik''),8 sekaligus bekerja dengan rajin dan tenang dalam kemapanan
sebagai editor, penyelenggara kegiatan, atau juru bicara. Read, merujuk
pada obituarinya, adalah "sosok yang ramah" dan "salah seorang
paf!!andrum (sebutan kelakar bagi orang penting-penerjemah.) kultural
terkemuka di amara birokrasi kebudayaan intemasional"-berkiprah
di pelbagai penjurian, dewan, dan simposium. 9 Namun, Sir Herbert
Read memang seorang anarkis saat menolak penganugerahan gelar
kehormatan yang diberikan pada 1953.
Mungkin penilaian terkasar yang dilontarkan sebagian kritikus dan
penulis biografi terhadap Read adalah bahwa ia mendukung secara
membabi buta semua karya kontemporer, kecuali gerakan-gerakan yang
dikenal sebagai "posmodernisme" sebab ia menganggap rendah karya-
karya gerakan itu-seni pop, misalnya. Ia tampaknya tidak kritis terhadap
ekses dan kegagalan modernisme dan terkenal karena berpandangan
sempit terhadap seni Inggris. Selain itu, akibat lazim dari pengemasan
dan pengemasan ulang isi bukunya yang disajikan kepada masyarakat luas,
seperti dalam karya-karya Read tentang "sejarah singkat" (karya-karya
Read ten tang sejarah seni biasanya hanya sejarah singkat dan diwakili salah
satu judul bukunya, A Concise History of Modern Sculpture-penyunting)
yang laku keras, 10 merupakan kekurangan substansi intelektual yang
patut disesali.
Salah satu sisi positif Sir Herbert Read adalah upayanya menjernihkan
penjelasan dan penafsiran tentang dunia seni modern yang berubah
secara dinamis dan sering membingungkan. Ia memungkinkan ribuan
pembaca dan pengamat memahami apa yang mungkin sulit dilihat dan
dimengerti serta menunjukkan bahwa kesadaran, yang dianggapnya
kebaikan sosial (social good), melahirkan perpaduan seni dan kehidupan.
Mungkin yang agak terlupakan dalam beberapa kajian ten tang kontribusi
pemikiran Read, dengan peran "impresario" seni visualnya, adalah karya
sastra dan autobiografinya, terutama The Contrary Experience (1963).
Setidaknya salah satu bukunya merupakan novel, The Green Child (1935).
Read juga memberikan sumbangan penting dalam kritik sastra, misalnya,
ketika ia menjelaskan pembedaan antara bentuk organik dan abstrak.

58
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Menurut Read bentuk organik lebih responsif terhadap kebutuhan setiap


seniman dalam konteks tertentu.
Sesungguhnya, kehidupan Read sendiri merupakan kesatuan organik
dati pelbagai peran yang dijalankan dalam hidupnya. Sebagai penulis,
editor, dan ditektut penerbitan, ia dapat mengarahkan dan memetakan
perdebatan melalui kekuatan kritisisme dan sastta Inggtis saat itu.
Sebagai seorang dosen dan komentator seni modern, ia menghaditkan
ketertarikan untuk mengajak khalayak lebih memerhatikan lukisan,
patung, dan karya-karya seni kontemporer lainnya. Setelah siap dengan
argumen filsosofis, Read bekerja keras memperkenalkan sesuatu yang
baru kepada publik yang tidak memahami atau menyetujui, terutama
dati aliran garda depan.
Bagi para pendidik, ia mewariskan "Pendidikan melalui Seni" bukan
hanya berupa buku tetapi juga idealisme. Visi kemanusiaan yang tetap
memegang teguh nilai untuk menambah semangat para guru dan mereka
yang memiliki itikad baik. Para mahasiswa sekarang ini melihat Read
karena minat sejarah mereka, bukan mengutip karya-karyanya namun
kemuliaan visinya. Cita-dta masyarakat adil yang dibangun berdasarkan
ptinsip kebebasan berekspresi setiap individu membuat prosa Read
masih layak dipertimbangkan. Jiwa ide-idenya masih bertahan sebagai
otientasi sosial dan budaya yang menjadikan karya sastra dan seni sebagai
sumber bagi dorongan dan ajaran moral, dan tetap menjadi ptiotitas
utama dalam katir para penulis, seniman, guru, orang tua, dan siapa
saja (contohnya di Amerika Serikat, pendidikan seni menjadi Caucus
on Social Theory dalam National Art Education Association). Read
mewakili cita-cita "Inggtis", dan diungkapkan dengan sangat baik oleh
puisi-puisi Romantik yang dikagurninya, tentang kehidupan yang dijalani
dengan pemahaman akan tujuan dan keutuhan hidup dalam skema besar.
Herbert Read mengetahui tujuan hidupnya dan menjalankannya dengan
"efisien" dan bersemangat.

59
Herbert Edward Read (1893 - 1968)

Catatan

1. Read, Education through Art, hlm. 305, 308.


2. Read, The Cult of Sincetiry (New York: Horizon Press, 1968), him. 76-93.
3. Read, Moon's Farm & Poems Most!J Elegiac (London: Faber & Faber, 1955).
4. James King, Pengantar dalam The Last Modern: A Lift of Herbert Read (London:
Weidenfeld & Nicolson, 1990), him. xv.
5. Hilton Kramer, New York Times, 30 June 1968, section II, him. 23.
6. Education through Art, him. 305, 308.
7. Malcolm Ross, "Herbert Read: Art, Education and the Means of Redemption",
dalam David Goodway (ed.), Herbert Read Reassessed (Liverpool: Liverpool
University Press, 1998), him. 199.
8. Hilton Kramer, op cit.
9. Ibid.
10. Read, A Concise History if Modern Sculpture (London: Thames & Hudson,
1964).

Lihat juga

Dalam Fifry Major Thinkers on Education: Plato, Ruskin.

Karya-karya utama Read

(Tahun yang disebut lebih dulu menunjukkan tahun penerbitan kembali,


sedangkan tahun yang ditulis sesudahnya adalah perkiraan tahun penerbitan
pertamanya.)
Naked Warrior, London: Arts & Letters, 1919.
Collected Poems, London: Faber & Faber, London, edisi baru, 1953, 1926.
Reason and Romanticism, New York: Russell & Russell, 1963, 1926.
Art Now: An Introduction to the Theory of Modern Painting and Sculpture, New York:
Harcourt, Brace & Company, 1933.
The Innocent Eye, New York: Henry Holt & Company, 1947, 1933.
The Green Child: A Romance, London: Robin & Clark, 1989, 1935.
Surrealism, London: Faber & Faber, 1936.
Collected Essqys in Literary Criticism, London: Faber & Faber, edisi ke-2, 1951,
1938.
To Hell with Culture, London: Kegan Paul, Trench, Trubner, 1941.
Education through Art, London: Faber & Faber, edisi diperbaiki baru, 1958, sekitar
1943.

hn
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

The Grass Roots of Art, New York: Meridian, 1967, sekitar 1946.
Art and Industry: The Principles of Industrial Design, London: Faber & Faber, 1947.
Education for Peace, New York: Charles Scribner's Sons, 1949.
Contemporary British of Art, Baltimore, Maryland: Penguin Books, edisi diperbaiki,
1964, 1951.
Icon and Idea: The Function of Art in the Development of Human Consciousness, Cambridge,
Massachusetts: Harvard University Press, 1955.
The Contrary Experience: Autobiographies, New York: Horizon Press, 1963.
A Concise History of Modern Sculpture, London: Thames & Hudson, 1964.
The Origins of Form in Art, London: Thames & Hudson, 1965.
The Redemption of the Robot: My Encounter with Education through Art, New York:
Trident Press, 1966.
Art and Alienation: The Role of the Artist in Society, New York: Horizon Press, 1967.
Poetry and Experience, New York: Horizon Press, 1967.
The Cult of Sincerity, New York: Horizon Press, 1968.

Bacaan lebih lanjut

Goodway, David (ed.). 1998. Herbert Read Reassessed. Liverpool: Liverpool University
Press.
King, James. 1990. The Last Modern: A Life of Herbert Read. London: Weidenfeld
&Nicolson.
Woodcock, George. 1972. Herbert Read: The Stream and the Source, London: Faber
& Faber.

61
Lev Semyonovich Vygotsky (1896 - 1934)

LEV SEMYONOVICH VYGOTSKY


(1896 - 1934)
-==Ov~~~~~~~J\0=

Alexander Ardichvili

. Kebudayaan adalah produk kehidupan sosial dan aktivitas


sosial manusia. Oleh karena itu, dengan mengangkat aspek
perkembangan budaya dari perilaku, maka kita secara langsung juga
mempertimbangkan aspek perkembangan sosialnya. 1

Vygotsky adalah salah seorang psikolog Rusia paling penting di


paruh pertama abad ke-20. Ia sangat dikenal karena penelitiannya
tentang perkembangan dan struktur kesadaran manusia dan teori
tandanya yang menjelaskan cara anak melakukan internalisasi bahasa
dalam perkembangan budayanya. Namun, pengaruh Vygotsky jauh
melampaui psikologi perkembangan. Pendidikan khusus (special education),
pendidikan orang dewasa (adult education), komunikasi lisan (speech-
communication), pendidikan kejuruan (vocational education), dan riset sistem
informasi hanyalah beberapa contoh wilayah riset dan praktik yang sangat
dipengaruhi oleh Vygotsky dan pengikutnya.
Vygotsky dilahirkan pada 1896 di sebuah kota kecil, Orscha, di
Belorusi.a, dari keluarga Yahudi kelas menengah. Ayahnya, manajer

62
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

bank, adalah seorang yang sangat terdidik dan berusaha keras untuk
memberikan pendidikan sebaik mungkin kepada anaknya. Lev belajar
pada guru privat selama bertahun-tahun dan baru memasukigymnasium
saat sudah mencapai kelas delapan (usia 14-15 tahun). Selama masa
pertumbuhannya Vygotsky adalah pelajar yang tekun dan pada usia
18 tahun ia telah menjadi seorang intelektual berbakat yang menguasai
pelbagai macam pelajaran, meliputi sejarah, filsafat, seni, dan sastra.
Pada 1913, atas desakan orang tuanya, ia menuntut ilmu ke Moscow
University. Pertama kali ia menjadi mahasiswa di Medical School dan
kemudian di Law School. Namun, minat intelektual Vygotski yang
sebenarnya adalah pada ilmu sosial dan humaniora. Vygotsky juga
menuntut ilmu di universitas swasta, Shaniavsky University, di jurusan
sejarah dan filsafat.
Pada waktu itu, Moskwa merupakan tempat yang subur bagi
intelektual muda, yakni munculnya kecenderungan baru dalam sains
dan filsafat, Stanislavsky memperkenalkan inovasi pergeseran paradigma
dalam teater, revolusi strukturalis dalam linguistik dan teori sastra oleh
mazhab Formalis (Shklovsky, Jakubinsky, dan Jakobson), dan puisi
simbolis menarik minat pemikiran intelektual Rusia melalui inovasi
pergeseran paradigma dalam penggunaan struktur bahasa. Vygotsky
berminat pada dan memiliki pengetahuan yang dalam mengenai sebagian
besar kecenderungan baru tersebut. Minat ini mulai tampak kemudian
ketika kutipan-kutipan dati penyair, filsuf, dan ilmuwan Rusia serta Eropa
Barat muncul dalam karyanya, menciptakan keluasan dan tekstur gaya
Renaissance yang tak biasa dalam tulisannya.
Tak lama kemudian setelah lulus dati Moscow University pada 1917,
Vygotsky pindah ke Gomel, tempat orang tuanya bermukim. Ia tinggal
di sana sampai 1924, saat pertama kali mengajar sastra di sekolah daerah
(provincial schoo~ dan kemudian memberi kuliah di college lokal untuk calon
guru. Pada 1924, setelah diundang ke sebuah konferensi akademis, di
mana ia memberikan presentasi yang sangat bagus tentang metodologi
kajian psikologi, ia diundang ke Moscow Institute of Psychology untuk
bekerja sebagai researchfollow. Pada 1925, ia mempertahankan tesis Ph.D.
dengan judul "The Psychology of Art". Dalam pendahuluan tesisnya,
Vygotsky menyatakan bahwa psikologi tidak dapat membatasi diri pada
bukti langsung, baik perilaku yang bisa diamati atau bentuk-bentuk
introspeksi. Menurut Vygotsky, penelitian psikologi adalah sebuah

63
Lev Semyonovich Vygotsky (1896 - 1934}

penyelidikan seperti dalam dunia kriminal yang memerlukan bukti


tak langsung dan gambaran situasi. Hal ini berarti bahwa karya seni,
argumen filosofis, dan data antropologis sangat penting dalam psikologi
dibandingkan bukti langsung.
Di Institute ·of Psychology tersebut, fokus program penelitian
Vygotsky selama 1926-1930 adalah kajian eksperimental terhadap
mekanisme transformasi fungsi-fungsi psikologi alamiah menuju
fungsi ingatan logis (logical memory) yang lebih tinggi, perhatian selektif I
(selective attention), pembuatan keputusan, proses belajar, dan pemahaman
bahasa. Periode ini ditandai dengan perumusan prinsip-prinsip psikologi
perkembangan Vygotsky. Walaupun teori ini mencakup semua fungsi
mental yang lebih tinggi, minat khususnya adalah pada perkembangan
bahasa dan pengucapan serta hubungannya dengan pikiran. Buku yang
membahasnya, Thought and Lmguage, dan diterbitkan pertama kali pada
1934, menjadi karya Vygotsky yang terkenal. J
Awal 1930-an-periode terakhir karir penelitian Vygotsky- 1.·:

merupakan masa-masa terpenting dan tersulit bukan hanya baginya, tapi


juga bagi akademisi Soviet yang benar-benar mengabdikan hidupnya untuk
dunia akademi. Rezim Komunis menyatakan 1929 sebagai "terobosan 1·

besar'' dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Masa tersebut sebenarnya ,
merupakan awal dari mengetatnya kontrol Partai Komunis terhadap .
seluruh aspek kehidupan intelektual-kecenderungan yang dalam beberapa
tahun mengakibatkan munculnya penindasan semua pemikiran bebas dan
pembunuhan elite intelektual negeri itu. Sejak itu, para psikolog Soviet
dipaksa untuk mendasarkan ide-ide mereka pada karya-karya Marx,
Engels, dan Lenin (dan kemudian Stalin). Perubahan tersebut benar-
benar menghancurkan program penelitian Vygotsky yang mengandalkan
teori-teori (yang menurut rezim komunis Soviet dianggap) "dekaden" dan
"anti-Marxis", seperti psikoanalisis dan psikologi Gestalt. Vygotsky, yang
sudah menderita sakit parah, tetap bekerja di Moskwa sampai 1934 ketika ia
meninggal dunia akibat tuberkulosis. Bahkan sebelum ia meninggal dunia,
sebagian besar ternan dan koleganya (di antaranya Luria dan Leont'ev)
dipaksa meninggalkan Moscow Institute of Psychology untuk posisi yang
kurang jelas di kota-kota propinsi atau ·mengubah program penelitian
mereka dengan kegiatan yang kurang kontroversial. Para psikolog Rusia
kontemporer, dalam percakapan pribadi dengan penulis, mengungkapkan
pendapatnya bahwa sekalipun Vygotsky tidak meninggal dunia akibat

64
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

tuberkulosis kesempatannya untuk bertahan hidup dari "pembersihan'


yang dilakukan Stalin pada 1936-1937 tetap kecil.
Ada dua alasan utama ketertarikan para intelektual Barat terhadap
pemikiran Vygotsky. Pertama, ia adalah sosok "ensiklopedis" sejati
(mempunyai pengetahuan yang sangat luas-penyunting) dalam
psikologi yang langka pada abad ke-20, yang merniliki pengetahuan
mendalam bukan hanya pada bidang penelitiannya saja, tapi juga pada
beragam bidang seperti psikologi seni, teori sastra, neurologi, defektologi,
dan psikiatri. Oleh karena itu, teori-teori Vygotsky didasarkan pada
sintesis antardisiplin ilmu dan menarik minat para ilmuwan dari pelbagai
bidang.
Alasan kedua bagi popularitas Vygotsky di kalangan ilmuwan sosial
kontemporer adalah analisisnya tentang sumber-sumber sosial proses
mental (social origins of mentalprocess). Dalam pandangan Vygotsky, cara
kerja mental (mental functionin~ pada individu dapat dipahami hanya
dengan keluar dati individu dan meneliti proses-proses sosial serta
kultural yang melatarbelakanginya. Vygotsky tidak memulai dengan
asumsi bahwa cara kerja mental muncul pertama dan terutama pada
individu, tapi ia beranggapan bahwa proses-proses mental terjadi
juga antarmanusia atas dasar suatu niat intermental (intermental plan).
Proses belajar dan perkembangan terjadi ketika apa yang terjadi pada
niat intermental ini diinternalisasi oleh tiap partisipan dalam proses
intersubjektif. Vygotsky melihat cara kerja mental sebagai tindakan
yang dilakukan oleh satu individu, dua individu, atau kelompok besar.
Pandangan ini melihat pikiran, kognisi, dan ingatan "melampaui fisik"
(extending beyond the skin), sebagai fungsi-fungsi yang dapat bekerja
secara intermental maupun intramental. Vygotsky menyebut teorinya
bersifat historis-kultural dengan menekankan bahwa faktor-faktor yang
menentukan aktivitas kehidupan individu dihasilkan oleh perkembangan
historis kebudayaan.
Dua konsep, yang berhubungan dengan ide sumber-sumber sosial
proses mental dan sangat penting dalam psikologi perkembangan Barat
kontemporer, pendidikan, dan penelitian komunikasi lisan, adalah "Zone
of Proximal Development" (ZPD) dan "pembicaraan batin" (inner
speech). Menurut konsep ZPD, perkembangan psikologi bergantung
pada kekuatan sosialluar sekaligus pada kekuatan batin (inner resources).
Asumsi dasar konsep ini adalah bahwa perkembangan psikologis

65
Lev Semyonovich Vygotsky (1896 - 1934)

dan pembelajaran tertanam secara sosial, dan untuk memahaminya


kita harus menganalisis masyarakat sekitar dan hubungan-hubungan
sosialnya. Vygotsky menyatakan bahwa anak mampu meniru tindakan
yang melampaui kapasitasnya, namun hanya dalam batas-batas tertentu.
Ketika sedang meniru, anak sanggup melakukan secara lebih baik hila
dibimbing oleh orang dewasa daripada dilakukannya sendiri. Vygotsky
mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara "tingkat perkembangan aktual
anak sebagaimana ditentukan oleh kemampuan memecahkan masalah
secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial sebagaimana
ditentukan oleh pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau kerja sama dengan sebaya yang lebih mampu".2 Oleh karena itu,
ZPD merupakan perangkat analitik yang diperlukan untuk merencanakan
pembelajaran dan pembelajaran yang berhasil harus menciptakan ZPD
yang merangsang serangkaian proses perkembangan batiniah.
Konsep sentral lain dalam karya Vygotsky adalah "pembicaraan
batin". Konsep ini muncul dari penjelajahan Vygotksy (yang menjadi
tema inti periode terakhir kegiatannya) untuk menemukan hubungan
antara tindakan pikiran yang tidak terlihat dengan bahasa sebagai
fenomena kebudayaan, yang bisa dijelaskan dengan analisis objektif.
Pembicaraan batin atau pembicaraan dengan diri sendiri merupakan
masalah utama dalam persoalan hubungan antara pikiran dan bahasa.
Para behavioris menyatakan bahwa pikiran hanyalah pembicaraan
subvokal (subvocal speech)-pembicaraan lahiriah yang tumbuh sangat
kecil. Vygotsky, bertentangan dengan behavioris, menegaskan bahwa
pikiran berkembang untuk merefl.eksikan kenyataan sosial. Menurut
Vygotsky, proses berusaha untuk berkomunikasi dengan orang lain
menghasilkan perkembangan makna kata yang kemudian membentuk
sttuktur kesadaran. Pembicaraan batiniah tidak mungkin ada tanpa
inteptksi sosial. Dalam suatu proses perkembangan bertahap, simbol-
simbol yang pertama kali digunakan dalam komunikasi dengan diri sendiri
(to turn inward) untuk selanjutnya mengatur perilaku demi kepentingan
kerja sama sosial.
Sebuah analisis terhadap karya-karya utama Vygotsky, yang ditulis
pada pelbagai periode hidupnya, menunjukkan bukti yang mencolok
dari teorinya tentang ketergantungan proses kreatif pada konteks
sosiohistoris. Jika analisisnya terhadap Hamlet karya Shakespeare
(analisis ini merupakan karya utama Vygotksy yang dimulai sejak masih

66
I 50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

kuliahnya dan dikembangkan serta diselesaikan pada 1925) didasarkan


pada simbolisme dan psikoanalisis serta dipenuhi dengan permasalahan
mistisisme dan keberagamaan, maka karya-karya Vygotsky selanjutnya
menunjukkan pengaruh yang jelas dari "materialisme historis" Marxis
dan filsafat Hegelian mengenai evolusi pikiran manusia.
Upaya apa pun untuk menggambarkan pengaruh Vygotsky terhadap
beragam disiplin ilmu sosial kontemporer boleh jadi hanya bersifat
parsial. Gambaran ini bahkan lebih diperumit oleh sifat perantara dari
kaitan-kaitan antara teori~teori berikutnya. Dalam psikologi pendidikan,
ide-ide Vygotsky menjadi dasar bagi psikologi perkembangan Rusia3
yang selanjutnya memiliki pengaruh mendalam terhadap pelbagai
cabang psikologi pendidikan Barat dan kemudian memengaruhi teori
perkembangan anak dari Davydov. 4
Salah satu penerapan kontemporer paling menarik dari ide-ide
Vygotsky adalah teori aktivitas dari Cole dan Engestrom. 5 Tradisi teori
aktivitas pertama kali dikembangkan dari teori psikologi sosial historis
Vygotsky oleh salah satu rekan utamanya, A.N. Leont'ev, sejak akhir
1930-an. Teori aktivitas Cole dan Engestrom menempatkan sistem
aktivitas sebagai unit dasar analisis perilaku individual dan kolektif.
Sistem aktivitas adalah interaksi manusia yang diperantarai sarana,
tersusun secara dialektis, dikondisikan secara historis, diarahkan pada
objek, dan berlangsung terus-menerus. Sistem aktivitas tersebut dapat
berupa keluarga, organisasi keagamaan, kelompok kajian, sekolah,
disiplin ilmu, atau profesi. Sistem-sistem aktivitas dikonstruksi bersama-
sama dan terus-menerus direkonstruksi oleh partisipan-partisipannya
menggunakan sarana tertentu, baik fisik maupun kognitif. Dengan
pembagian kerja sosial, muncul dan berkembang pelbagai sistem atau
jaringan sistem aktivitas yang sedang berlangsung. Penggunaan sarana
tersebut memperantarai perilaku manusia dalam sistem aktivitas dengan
cara khusus dan objektif serta diwujudkan secara historis, melalui
kerja sama dan/ atau persaingan dalam penggunaan sarana tertentu
yang muncul dari pembagian kerja sosial. Sejak 1980-an, teori aktivitas
yang masih terkait erat dengan ide-ide Vygotsky mulai menarik banyak
pengikut dari seluruh dunia dan sekarang menunjukkan pengaruh kuat
terhadap penelitian dan praktik dalam pelbagai bidang seperti pendidikan,
linguistik, komunikasi, ilrrm komputer dan desain computer interface, studi
keahlian kerja, dan lain-lain.

67
Lev Semyonovich Vygotsky (1896 - 1934)

Catatan
1. Vygotsky, "The Genesis of Higher Mental Functions", dalam J.V. Wertsch (ed.),
The Concept of Activi{Y in Soviet P!]chology (Arnomk, New York: Sharpe, 1981),
him. 164.
2. Vygotsky, Mind in Socie!J: The Development of Higher P{Ychological Processes
(Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1978), him. 85-86.
3. A.N. Leont'ev, Activi!J, Consciousness and Persona/if} (Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall, 1978).
4. V.V. Davydov, "Influence of L.S. Vygotsky on Education Theory, Research,
and Practice", diterjemahkan S. Kerr (Educational Researcher, 24 [3], 1995), him.
12-21.
5. M. Cole dan Y Engestorm, "A Cultural-Historical Interpretation of Distributed
Cognition", in G. Salomon (ed.), Distributed Cognition (Cambridge: Cambridge
University Press, 1996).

Lihat juga
Dalam buku ini: Bruner, Piaget.

Karya-karya utama Vygotsky


Thought and Language, Cambridge, Massachusetts: The MIT Press, 1999 (edisi
pertama dalam bahasa Rusia 1934).
The P!Jchology of Arl Cambridge, Massachusetts: MIT Press, 1971.
Mind inSociety: The Development of Higher P!Jchology Processes Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press, 1978.
The Collected Work of LS. li:Jgots~ New York: Plenum Press, 1987.
The li:Jgots~ Reader Oxford: Blackwell, 1994.

Bacaan lebih lanjut


Daniels, H. 1996. An Introduction to li:Jgots~. London: Routledge.
Kozoulin, A. 1990. J:-Ygots~:r P!Jchology: A Biograpf?y of Ideas. London: Harvester.
Werstch,]. (ed.). 1985. Culture, Communication, and Cognition: li:Jgotskian Perspectives.
Cambridge: Cambridge University Press, 1985.
Yaroshevsky, M. 1989. Lev li:Jgots~. Moscow: Progress.

68
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

JEAN PlACET
(1896 - 1980)
-==Ov~~~~~~~~

leslie Smith

BRINGUIER: Anda merumuskan beberapa prinsip untuk


memperbaiki sistem pengajaran
matematika.
PIAGET: Tidak, tidak ....
BRINGUIER: Bukankah hal itu menghasilkan suatu
metode belajar?
PIAGET: Tidak.
BRINGUIER: Oh, saya kira hal itu ....
PIAGET: Pendidikan, bagi sebagian besar orang, berarti
berusaha membimbing anak untuk met!Jerupai
orang dewasa, (sebalikt!Ja) bagi sqya, pendidikan
berarti menghasilkan pencipta, sekalipun tidak
bat!Jak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain. 1

Jean Piaget dilahirkan pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss.


Ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang biologi dari universitas lokal pada
1918, dan bersamaan dengan itu, ia juga menerbitkan novel intelekrual,

69
Jean Piaget (1896 - 1980)

Recherche. Teks yang berpengaruh ini menunjukkan program penelitian


Piaget. Dalam tulisan itu, ia menyatakan bahwa sains bersifat faktual
dan agama bersifat sarat nilai. Penjelasan realitas dari sains dan agama
sering bertentangan. Lantas bagaimana sains dan agama bisa disatukan?
Dan permasalahan ini pun sudah menjadi umum. Tindakan manusia
bersifat kausal dan normati£ Kemudian, bagaimana pengetahuan sejati
berkembang? Inilah pertanyaan mendasar dalam epistemologi dengan
implikasi-implikasinya bagi pendidikan. Pertanyaan inilah yang hendak
dijawab dalam 50 buku dan 500 artikel yang diterbitkan oleh Piaget dan
sekarang diakui sebagai sumbangan utama bagi pengetahuan manusia.
Piaget memperoleh jabatan pertamanya di Neuch:itel pada 1925, lalu
pindah untuk menetap di Geneva University dari 1929 sampai seterusnya.
Ia ditunjuk menjadi Direktur International Bureau of Education pada
tahun yang sama dan kemudian sebagai Direktur International Center for
Genetic Epistemology pada 19 55. Ia meraih gelar kehormatan pertama
dari Harvard University pada 1963 diikuti lebih dari empat puluh gelar
kehormatan termasuk Erasmus Prize pada 1972. Piaget tetap berkarya
setelah pensiun pada 1971 dengan menulis 11 buku ten tang epistemologi
konstruktivis. Ia meninggal dunia pada 16 September 1980 di Jenewa
dengan karya anumerta dan terjemahan yang terus bermunculan.
Penjelasan Piaget tentang pendidikan tergantung pada
epistemologinya. Kaitan antara keduanya adalah pengetahuan dan
perkembangan sebagai fakta-fakta normatif.

Epistemologi

Epistemologi sejak lama sudah menjadi disiplin norrnati£ Ketika


Kant bertanya "Bagaimana pengetahuan mungkin didapat?", ia ingin
mengidentifikasi batas-batas rasionalitas manusia dalam membedakan
sains dengan takhayul. Pertanyaannya bersifat normatif karena
pengetahuan ditentukan melalui norma. Norma adalah nilai yang
menentukan kriteria (syarat) apa yang termasuk pengetahuan dan apa
yang tidak termasuk pengetahuan. Salah satu kriteria pengetahuan adalah
kebenaran (objektif) dari apa yang diketahui. Kriteria ini mengabaikan
pengetahuan tentang kebohongan (knowledge of a falsehood), walaupun
kebohongan tersebut dapat dipercaya. Piaget berpendapat bahwa

70
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

persoalan epistemologis memiliki dimensi empiris juga, contohnya,


"Bagaimana pengetahuan berkembang?" Pertanyaan ini bersifat empiris. 2
Salah satu cara mendapatkan bukti adalah melalui kajian terhadap
pertumbuhan pengetahuan selama masa anak-anak. Permasalahannya
bukanlah knower (anak, yang ingin mengetahui) berkembang dalam
pelbagai konteks kebudayaan, tapi pada penggunaan norma dalam
pertumbuhan pengetahuan. Pengetahuan tidak muncul "sudah jadi"
(reacfy-made) dalam pikiran anak. Norma bukanlah bawaan sejak lahir.
Kendati beberapa norma bersifat kultural, norma intelektual-seperti
pengetahuan yang menuntut kebenaran dari apa yang diketahui-tidak
bersifat kultural. Kepercayaan kultural bisa salah (matahari terbit setiap
pagi, perempuan tidak memiliki rasionalitas, dan seterusnya). Meskipun
demikian, norma-norma digunakan, norma yang lebih baik dikontruksi
dalam penggunaannya, dan pengetahuan sejati berkembang. Inilah
"mukjizat" kreativitas manusia. Yang baru adalah fakta kehidupan yang
terus menolak penjelasan. Inilah permasalahan mendasar yang dibahas
dalam epistemologi Piaget. Karena pengetahuan berkembang mengikuti
penggunaan norma, pengetahuan tersebut merupakan fakta normati£. 3
Dengan demikian, fakta-fakta normatif dapat diselidiki secara empiris
sebagai tindakan penilaian (act of judgment). Tindakan tersebut muncul
karena penyebab-penyebab psikososial, sementara penilaian muncul dari
implikasi bermakna yang bersifat normatif, bukan kausal. Walaupun 2
secara kausal tidak menjadi 4, namun menunjukkan bahwa 2 + 2 4. =
Ada sebuah contoh di sini. Dalam salah satu penelitian Piaget
ten tang penalaran dengan induksi matematika, anak-anak berusia 7 tahun
diminta menambah "angka besar" pada sepasang angka yang tidak sama.
Berikut ini cuplikan penalaran John:

PEN ANYA: Bagaimana jika kamu menambahkan satu


angka besar ke angka ini dan satu angka
besar ke angka lain. Apakah keduanya akan
sama, atau angka ini lebih besar, atau angka
lain lebih besar?
JOHN: Akan tetap benar walauptm di bawah atau di
langit dan akan tetap benar apapun kehendak
Tuhan,jadi kedua angka itu akan lebih besar
PEN ANYA: Apa maksudnya langit ?
JOHN: Berada di atas tempat Iingga! Tuhan. 4

71
Jean Piaget (1896 - 1980)

Penalaran yang bagus dengan analogi ini menjadi contoh lima norma
intelektual (suatu bentukhapalan AEIOU): otonomi (autonomy), kebutuhan
(entailmen0 pengetahuanyang diperlukan), intersubjektivitas (intersul?Jectivi!J),
objektivitas (oijectiviry), universalitas (universaliry). Penalaran bersifat
otonom, yaitu pemikirannya sendiri. Penalaran meliputi kebutuhan, yakni
hubungan yang diperlukan tentang "apa yang seharusnya". Penalaran
bersifat intersul?Jektif dan sejalan dengan aksioma Euclidean yang sama
ditambah pada yang tzdak sama sama dengan tidak sama, yang merupakan
paradigma "dasar bersama" bagi pelbagai pemikir. Penalaran bersifat
oo/ektifkarena dijustifikasi sebagai jawaban yang benar dalam argumen
valid (yang mempertahankan kebenaran). Penalaran memiliki derajat
(tingkat) universalitas, baik yang terbuka ataupun tidak, yang diubah
dalam pelbagai kondisi-kondisi kausal. Tiap norma tersebut digunakan
olehJohn dalam pengembangan pengetahuannya. 5 Penggunaan norma
intelektual seperti itu merupakan inti dati epistemologi Piaget.
Pergeseran epistemologis sangat penting dalam riga hal. Pertama,
tindakan adalah dasar pengetahuan, di mana tindakan mencakup
tindakan fisik ataupun tindakan sosial serta kegiatan intelektual. Lebih
lanjut, terdapat logika tindakan yang diuraikan Piaget dalam model-
model (struktur-struktur) formal. "Logika tindakan" tidak sama
dengan "logika mental". Metakognisi dalam pengertian ini berada
dalam struktur-struktur itu dan mengontrol tindakan, sekalipun knower
tidak sadar atas pengaturan tindakan ini. Kontrol ini mencakup unsur
normatif berdasarkan fungsi gandanya, sebagai piranti intelektual
penghasil kebenaran dan menciptakan piranti-pirantiyang lebih bazk. 6 Kedua,
epistemologi yang memadai harus mengidentifikasi mekanisme yang
melahirkan pengetahuan baru, yakni perkembangan. Menurut Piaget,
mekanisme ini adalah ekuilibrasi (equilibration). Hubungannya dengan
pengajaran akan diterangkan nanti. Ketiga, perkembangan pengetahuan
memerlukan waktu dan dikonstruksi pada pelbagai macam tingkatan.
Sekian abad telah memisahkan Newton dan Einstein/ namun teori-
teori mereka sekarang ini diajarkan eli sekolah-kasus yang jelas untuk
percepatan! Inilah pendidikan. 8

72
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Pendidikan

Pendidikan didefinisikan Piaget sebagai penghubung dua sisi, "di


satu sisi, individu yang sedang tumbuh (dan) di sisi lain, nilai sosial,
intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk
mendorong individu tersebut". 9 Individu berkembang sejak lahir dan
terus berkembang. Perkembangan ini bersifat kausal bagi penyelidikan
psikososial. Namun, terdapat komponen normatif juga karena pendidik
menuntut nilai. Nilai adalah norma yang berfungsi sebagai petunjuk
dalam mengidentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang.
Pendidikan adalah hubungan normatif antara individu dan nilai. Menurut
pandangan ini, pendidikan meliputi semua nilai, dan definisi Piaget
memang tidak mengistimewakan satu nilai di atas nilai lain. Keputusan
diserahkan kepada pendidik yang menghadapi permasalahan. Hal ini
berarti bahwa nilai-nilai intelektual selama belajar di sekolah sama
maknanya dengan nilai moral selama hidup. Guru dalam satu generasi
menggunakan nilai (intelektual, moral) mereka dalam pendidikan untuk
generasi selanjutnya. Dengan demikian, mereka langsung mengarah ke
permasalahan mendasar. Mengajar dan belajar adalah tindakan yang
bersifat normatif-bukan hanya bersifat kausal. Bahwa pendidikan
adalah pertukaran sarat nilai yang keberhasilannya tergantung pada
transmisi dan transformasi.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud, bayangkan sebuah masyarakat
yang anggota-anggotanya berusia sama. Misalnya, setiap orang dalam
masyarakat ini adalah anak berusia 7 tahun. Masyarakat ini tidak memiliki
kebudayaan tradisional ataupun warisan turun-temurun dari masa lalu,
dan tidak ada anggota masyarakat yang lebih tua atau lebih muda. Akan
seperti apa perkembangan intelektual dalam masyarakat tersebut?10 Dalam
eksperimen pemikiran ini, Piaget menjelaskan bahwa anggota-anggota
masyarakat tersebut memiliki kelemahan besar. Tanpa pengetahuan
yang diwariskan, perkembangan akan sangat sulit berlangsung, tetapi
tidak mustahil. Anggota-anggota masyarakat ini mempunyai pikiran
akti£ Dengan demikian transformasi tidak mustahil. Dalam pendidikan,
pembedaan terse but sangat penting. Masyarakat yang secara kausal tidak
khas ini memunculkan permasalahan yang secara normatif khas.
Pengetahuan yang ada telah dikonstruksi dan sering dikodifikasi
dalam sistem yang dijalankan oleh aturan melalui bahasa. Aturan, nilai,

73
Jean Piaget (1896 - 1980)

dan tanda merupakan aspek-aspek mendasar dari masyarakat manusia.


Sistem-sistem ini digunakan oleh guru yang memperkenalkannya sebagai
pengetahuan baru kepada para siswa. Pengajaran ini menciptakan
masalah "horison intensionalitas". 11 Bagaimana guru (orang tua, sebaya)
dan siswa mendapatkan peluang memasuki "horison" yang sama?
Dan bagaimana peluang itu diperluas? Intinya adalah bahwa belajar
merupakan tindakan untuk memperoleh pengetahuan. Dengan demikian,
proses belajar juga meliputi norma. Terdapat tiga kemungkinan di sini,
yaitu (1) norma pengetahuan-yang-diajarkan dan norma pengetahuan-
yang-digunakan-dalam-belajar adalah sama, (2) norma kedua mendahului
norma pertama, atau (3) norma pertama mendahului norma kedua.
Proses belajar sederhana melalui transmisi sesuai dengan (1) dan (2).
Proses belajar yang kompleks lewat tranformasi disyaratkan oleh (3).
Menurut Piaget, mediasi yang didasarkan pada norma selalu dibutuhkan
dalam proses belajar. Pengetahuan ditransmisikan oleh guru yang menjadi
mediator dengan mengurangi hambatan dan menambah kesempatan
dalam (1) dan (2). Namun, mediasi berlangsung dengan cara berbeda
dan lebih kuat seperti proses belajar yang kompleks, bila norma-norma
yang lebih baik memerlukan konstruksi, seperti dalam (3). Mediasi ini
membutuhkan transformasi.
Tiga masalah pembelajaran ini berhubungan dengan diagnosis,
proses, dan hasil. Penilaian diagnostik dibutuhkan dalam mengidentifikasi
tingkatan pengetahuan, baik dalam pengajaran maupun dalam proses
belajar sebagai suatu pemeriksaan atas kesesuaian (ketidaksesuaian)Y
Piaget merekomendasikan bahwa guru harus memiliki kemampuan
investigasi dalam melakukan penilaian ini.U Namun, kegiatannya tadi
tidak meluas ke penilaian kelas yang diakui memang tugas sulit. Kedua,
proses belajar di kelas berlangsung dalam pelbagai cara, termasuk belajar
bersama (group learniniJ, dan "belajar sendiri" (learning I?J onese!IJ. Piaget
begitu lugas dalam merekomendasikan belajar bersama sebagai cara
standar untuk proses belajar di kelas. 14 Namun ada syaratnya. Belajar
sendiri tetap diperlukan. Kontradiksi ini sangat jelas karena merupakan
klaim normatif, bukan kausal. Klaimnya bukan belajar harus dilakukan
sendiri, tapi harus bersifat otonom. 15 Otonomi bukanlah anarki, sehingga
siswa melakukan apa yang diinginkannya, bukan siswa ingin melakukan
apa yang harus dilakukannya. 16 Perbedaan yang hampir tak terlihat ini
melahirkan motivasi belajar. Perbedaan ini mengabaikan heteronomi.

74
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Belajar bersama dapat "membutakan" anggotanya untuk menerima


pandangan (kelompok) tanpa menghargai pandangan individu. Kondisi
ini juga tampak sebagai konformitas tanpa pertimbangan (unthinking
cotiformity) atau penerimaan tak kritis terhadap otoritas intelektual. 17
Otonomi memerlukan individualisasi pengetahuan yang mungkin terjadi
dalam proses belajar bersama. Ketiga, hasil dati proses belajar sangat
penting. Jika tingkat baru terlalu tinggi, maka proses bela jar berlangsung
dalam bentuk pengulangan (repetisi) dan penyesuaian (konformitas).

Bukan dengan mengenal teorema Phytagorean, seorang siswa


dikatakan telah menggunakan pemikirannya secara bebas. Yang
lebih penting adalah hila siswa telah menemukan kembali (to
rediscover) teorema tersebut dan bagaimana cara membuktikannya.
Tujuan pendidikan intelektual bukanlah mengetahui bagaimana
cara mengulang atau mempertahankan kebenaran yang "sudah jadi"
(kebenaran yang ditiru hanyalah setengah kebenaran). Proses bela jar
untuk mendapatkan kebenaran seorang diri berisiko kehilangan
banyak waktu dan akan terjebak dalam kebingungan yang inheren
dalam aktivitas nyata. 18

Pengenalan teorema ini pada akhirnya dapat dinilai sebagai prestasi


yang sesuai dengan standar sekolah. Prestasi ini pun dapat dicapai tanpa
memerhatikan kemajuan nyata dalam proses belajar di masa depan. Akan
tetapi pengetahuan tetap berkembang, dan pengetahuan baru memiliki
sebuah formasi di mana prestasi saat ini menjadi kontribusi. Jawaban
benar tanpa alasan berdasarkan penalaran yang baik menjadi mandul
dalam formasi intelektual.
Pengajaran tidak diragukan lagi memang diperlukan. Eksperimen
pemikiran memang menunjukkan hal itu, tetapi tidak cukup bagi
proses belajar yang baik. Guru-guru Einstein tidak mengajarkan e =,;;/·
kepadanya. Kebaruan (novelty) dapat mengakibatkan penyusunan ulang
pengetahuan yang ada melalui revolusi sesungguhnya melampaui apa
yang diajarkan. Lebih lanjut, pengajaran yang baik dapat menghasilkan
proses belajar yang buruk. Siswa yang berhasil diajar berhitung sering
tidak berhasil dalam penalaran angka. Mengajar anak untuk menghitung
"berapa banyak" (how many) tidak cukup untuk menalar "sama banyak"
(as many). Pembedaan normatif ini dikembalikan pada teori Frege yang
menyebutkan bahwa jika kesamaan (equality, "sa.t?a banyak") dihilangkan
Jean Piaget (1896 - 1980)

dari aritmatika, maka hampir tidak ada lagi yang tersisa--dan berarti tidak
ada lagi yang dapat dihitung ("berapa banyak''). Piaget sudah mengenal
dengan baik karya Frege ketika masih menjadi mahasiswa diN euchatel. 19
I a menyadari bahwa jika mengajar diperlukan namun tidak cukup, maka
dibutuhkan sesuatu yang lain.
Inilah ekuilibrasi atau proses belajar yang kompleks. 20 Uraian
Piaget ten tang ekuilibrasi memang tidak lengkap. Akan tetapi uraiannya
mempunyai dua prinsip penting bagi pendidikan. Pertama, bahwa
kreativitas itu penting-konstruksi baru oleh subjek genius atau
rekonstruksi oleh subjek nongenius-sebab setiap pikiran manusia
yang bekerja berpotensi untuk maju. Menurut Piaget, "Tiap individu
dibimbing untuk berpikir dan memikirkan kembali sistem konsep-
konsep kolektif." 21 Warisan kultural berupa kearifan kolektif adalah
titik awal yang bermanfaat. Namun, terdapat titik akhir yang harus
dipertimbangkan juga. Pikiran yang hidup (living mind) adalah pikiran
yang bekerja dengan kapasitas untuk membuat penilaian lebih baik.
Prinsip ini mengarah pada prinsip kedua bahwa pengajaran dengan
sendirinya bisa efektif. Apa yang diperlukan adalah desain kreatif untuk
tugas-tugas belajar yang secara normatif memberdayakan, bukan yang
secara kausal melumpuhkan. Desain seperti ini dibutuhkan dalam
memicu transformasi untuk proses belajar yang baru. 22 Lalu muncullah
pertanyaan penting, ''Apakah menalar merupakan tindakan kepatuhan
(act qf obedience), ataukah kepatuhan merupakan tindakan menalar (act qf
reason) ?"23 Menyampaikan kebenaran kepada siswa yang memberi respon
sesuai dengan (patuh kepada) apa yang diajarkan merupakan suatu hal
yang sangat baik. Prestasi pun bisa diraih. Kepatuhan pada nalar adalah
persoalan lain. Kepatuhan menuntut agen menguasai proses belajar
dengan mengubah alasan demi memperoleh jawaban berdasarkan alasan
yang baik, sekalipun mengarah pada ketidakpatuhan rasional terhadap
apa yang diajarkan.

76
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Catatan
1. Piaget, "Twelfth Conversation", hlm. 128-132.
2. Ibid., hlm. 18.
3. Fakta-fakta normatif terdiri dati keharusan-kaharusan yang bekerja secara kausal
dalam interaksi manusia. Fakta normatifberkembang dengan sendirinya (Piaget,
Sociological Studies, hlm. 69, 166).
4. Lihat Smith 2002.
5. Lihat Smith 1999,2001.
6. Piaget, De Ia pedagogic, hlm. 108.
7. Ide yang secara susah payah "didptakan" oleh genius-genius terbesar bukan
sekadar dapat diakses, namun juga mudah dan jelas bagi anak sekolah (Piaget,
Sociological Studies, hlm. 37).
8. Semua pendidikan hanyalah suatu percepatan (Piaget, To Understand is to Invent,
hlm. 23).
9. Piaget, Science rf Education dan the P9chology rf Child, hlm. 137.
10. Piaget, Sociological Studies, hlm. 57; c£ The Moral Judgement rf the Child, hlm.
335.
11. Gagasan ini berasal dari G.H. von Wright, Practical Reason (Ithaca, New York:
Cornell University Press, 1983).
12. Piaget (Science rf Education and P9chology rf the Child, hlm. 153) berpendapat
bahwa ketidakcocokan sebenarnya dalam penilaian ini sudah biasa. Pandangan
ini digeneralisasi dalam model pertukarannya (Piaget, Sociological Studies, hlm.
146-148).
13. Piaget, The Moral Judgement rf the Child, hlm. 414; De Ia Pedagogic, hlm. 191.
Mengikuti pendapat Rousseau, Piaget (Science rf Education and the P!Jchology
rf the Child, hlm. 140; De Ia Pidagogie, hlm. 194) sepakat bahwa guru harus
mempelajari-bukan hanya mengajar-anak didik karena ketidaktahuan
kolektif kita terhadap proses belajar manusia.
14. Piaget, The Moral Judgement rf the Child, hlm. 404-412; De fa Pedagogic, hlm. 45-
46.
15. Bayangkan seorang gadis kecil yang sedang menghitung, dan menghitung
kembali, batu kerikil di pantai sendirian (Piaget, "Piaget's Theory"). Kondisi ini
mungkin secara kausal tidak biasa untuk proses belajar yang secara normatif
bias a. Jika ia menghitung jumlahnya sepuluh dan menghitung kembali jumlahHy a.
sepuluh, angka terse but merupakan angka yang sama. Sehingga sampailah pada
kesimpulan mempertahankan kebenaran dalam logika yang sejalan dengan
norma-norma objektivitas. Tak seorang pun yang dapat membuat siapa saja
membuat kesimpulan ini.
16. Piaget, Science rf Education and P!]chology rf the Child, hlm. 152.
17. Piaget (Sociological Studies, him. 25) menuntut pembedaan antara mempelajari
matematika dengan induksi dalam Hitler Youth.
18. Piaget, To Understand is to Invent, him. 106; terjemahan saya yang telah diubah.
Piaget ("The Significance of John Amos Comenius at the Present Time", him.
14) juga menyebutnya pengetahuan senm (pseudo-knml/ledge).

77
Jean Piaget (1896 - 1980)

19. Lihat G. Frege, Posthumous Papers (Oxford: Balckwell, 1979); cf. Smith 1999.
20. Piaget, "Piaget's Theory", hlm. 719-722.
21. Piaget, Sociological Studies, hlm. 76.
22. Piaget, De Ia Pidagogie, hlm. 191; "Commentary on Vygotsky", hlm. 252.
23. Piaget, Sociological Studies, hlm. 60.

Karya-karya utama Piaget (tentang pendidikan)


The Moral Judgment of the Child, London: Routledge & Kegan Paul, 1932.
"The Significance of John Amos Comenius at the Present Time", dalamJohnAmos
Comenius on Education, New York: Teachers College Press, 1967.
"Piaget's Theory", dalam P. Mussen (ed.), Carmichael's Manual of Child P!]chology,
volume 1, edisi ke-3, New York: Wiley, 1970.
Science of Education and the P.rychofogy of the Child, London: Longman, 1971.
"Comments on Mathematical Education", dalam A. Howson (ed.), Developments in
Mathematical Education, Cambridge: Cambridge University Press, 1973.
To Understand is to Invent, London: Penguin, 197 6.
"Twelfth Conversation", dalam J.P. Bringuier (ed.), Conversations with Jean Piaget,
Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1980.
Sociological Studies, London: Routledge, 1995.
De Ia pedagogie, Paris: Odile Jacob, 1998.
"Commentary on Vygotsky'', New Ideas in P!]chology, 18, hlm. 241-259, 2000.

Bacaan lebih lanjut


Biografi
Barrelet, J.-M. dan Perret-Clermont, A.-N. 1996,Jean Piaget et Neuchdtel. Lausanne:
Payot.
Jean Piaget Archives. 1989, Jean Piaget Bibliograpf?y. Jenewa: Jean Piaget Foundation
Archives.
Smith, L., 'Jean Piaget', dalam N. Sheehy, A. Chapman dan W Conroy (ed.). 1997,
Bibliographical Dictionary of P!]chology. London: Routledge.
Vidal, F. 1994, Piaget bifore Piaget. Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press.

Perkembangan anak dan pedidikan


Adey, P dan Shayer, M. 1994. Reafjy Raising Standards: Cognitive Intervention andAcademic
Achievement. London: Routledge.
Bickhard, M. 1995. ''\Vorld Mirroring versus World Making", dalam L. Steffe dan
J. Gale (ed.), Constructivism and Education. Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.

78
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

DeVries, R. 1997. "Piaget's Social Theory", Educational Researcher, 26 (2), him.


4-17.
Ginsburg, H. 1997. Entering the Child's Mind Cambridge: Cambridge University
Press.
Louren<;o, 0. dan Machado, A. 1996. "In Defense ofPiaget's Theory: A Reply to
10 Common Criticism", P.rychologicaiReview, 103, hlm. 143-164.
Moshman, D. 1998. "Cognitive Development Beyond Childhood", dalam W
Damon (ed.), Handbook of Child P.rychofogy, volume 2, edisi ke-5. New York:
Wiley, 1998.
Muller, U., Skol, B. dan Overton, W 1999. "Developmental Sequences in Class
Reasoning and Propositional Reasoning',Joumal of Experimental Child P.rychofogy,
74, hlm. 69-106.
Smith, L., "Epistemological Principles for Developmental Psychology in Frege
and Piaget", New Ideas in P.rychofogy, 17, hlm. 83-117.
Smith, L. 2002. "Piaget's Model", dalam U. Goswami (ed.), Handbook of Cognitive
Development. Oxford: Blackwell.

Situs
Jean Piaget Archives,Jenewa: www.unige.ch/piaget
Jean Piaget Society, AS: www.piaget.org

79
Michael Oakeshott (1901 - 1992)

MICHAEL OAKESHOTT
(1901 - 1992)
-==Ov~~~~~~~~==-

Anthony O'Hear

Pemerintah modern tidak tertarik pada pendidikan, mereka hanya


tertarik mengadakan semacam sosialisasi pada fragmen-fragmen
yang masih bertahan pada kegiatan pendidikan. 1

Michael Oakeshott dilahirkan pada 1901 dan meninggal dunia pada


1992. Selama beberapa tahun ia menjadi Profesor Ilmu Politik di London
School of Economics, dan Oakeshott sangat dikenal sebagai pemikir
politik konservati£ Namun, dalam salah satu karya awalnya, Experience
dan Its Modes, yang diterbitkan pada 1933, Oakeshott mengembangkan
pandangan yang luas mengenai pengetahuan dan pengalaman manusia.
Dari buku itulah mengalir kesimpulan-kesimpulannya tentang politik
dan pendidikan.
Pandangan filosofis mendasar Oakeshott memadukan unsur-unsur
skeptisisme, idealisme, dan humanisme. Menurutnya, tidak ada filsafat
pertama, tak ada jaminan mutlak untuk membenarkan apa saja yang
kita lakukan atau kita katakan. Kenyataan sampai kepada kita melalui

80
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

sejumlah praktik manusia yang khas, seperti sejarah, moralitas, politik,


sains, filsafat dan puisi. Tidak ada pendekatan khusus terhadap kehidupan
atau pengalaman yang menganggap adanya satu praktik yang mendahului
praktik-praktik lain. Apa yang kita miliki adalah sejumlah praktik atau
modus yang berbeda, yang terbukti bernilai sepanjang masa dan cocok
untuk peran-peran tertentu eli mana praktik atau modus tersebut telah
diuji. Tiap praktik adalah pencapaian manusia yang khusus. Tiap praktik
hanya mengungkapkan sebagian dari keseluruhan, tapi memang hanya
sebagian yang diungkapkan. Untuk mempelajari bagian tersebut, kita
harus menghargai praktik itu dan berarti memasukinya sebagai sesuatu
yang harus dihidupkan. Praktik Oakeshottian tidak dapat dianalisis
dari luar, tujuannya juga tidak bisa dijustifikasi selain untuk tujuan itu
sendiri.
Doktrin ini memiliki konsekuensi politik dan pendidikan. Dalam
politik, momok terbesar Oakeshott adalah apa yang disebutnya
rasionalisme. Rasionalisme berlaku ketika politik berubah dari apa yang
seharusnya menjadi cara kehidupan bersama berdasarkan pemahaman
yang tidak terucapkan. Rasionalisme mengubah percakapan antarteman
yang tidak memiliki tujuan tersembunyi menjadi suatu kegiatan atau
sekumpulan kegiatan untuk mencapai rekayasa sosial (social engineeriniJ
dan tujuan-tujuan tertentu lainnya, yang dapat ditetapkan secara terpisah
dari traclisi praktik politik yang ada. Hasilnya adalah apa yang clisebut
Oakeshott sebagai "negara perusahaan" (enterprise state), eli mana politik
dirusak oleh ideologi, teknik dan konsep manajerial, dan pembuatan
undang-undang serta proses pengaclilan tiada henri. Inilah yang kita
temukan dalam politik kontemporer, dengan penekanan pada teknik dan
melihat bahwa setiap masalah memerlukan solusi-solusi intervensionis
serta dapat clipecahkan dengan solusi tersebut.
Kita tidak dapat menemukan negara seperti itu dalam politik
traclisional dan pengetahuan yang tak diungkapkan, dengan percaya
bahwa apa pun yang penting dapat dikodifikasi, diperjelas, dan dibuat
transparan, serta clisusun dalam sekumpulan "prosedur" dan jadwal
"praktik yang baik". Kita tidak lagi melihat kode "praktik yang baik" dan
sejenisnya sebagai rangkuman dari apa yang telah dipahami secara diam-
diam oleh partisipan dalam praktik. Kode seperti itu dengan senclirinya
tidaklah cukup untuk menghasilkan semua pemahaman yang penting
dan kode itu sama sekali tidak perlu bagi mereka yang telah memilikinya.

81
Michael Oakeshott (1901 - 1992)

Kita hanya gagal memahami atau bahkan mengakui gagasan dasar bahwa
praktik tergantung pada kesepakatan tak terucap di antara partisipan,
kesepakatan yang menentukan bagaimana aturan ataupun perintah yang
tegas harus dimengerti dan diterapkan.
Semua ini memiliki implikasi besar bagi pendidikan, baik dalam
pemahaman, tujuan, dan pendekatan metodenya. Oakeshott sudah
menulis beberapa esai utama tentang pendidikan yang juga merupakan
pedoman untuk menelusuri pemikirannya secara umum. Sejak awal
esainya yang terpenting, "Education, Engagement and its Frustation",
Oakeshott ingin menjelaskan pendidikan dengan pertama kali
menguraikan bagaimana menjadi seorang manusia:

Menjadi manusia berarti mengenal dirinya dalam hubungannya


dengan orang lain, bukan sebagai bagian dari sebuah organisme
yang berhubungan, juga bukan sebagai anggota suatu masyarakat
yang inklusif, tetapi berpartisipasi dalam beragam hubungan yang
dapat dipahami dan merasakan bahasa historis tentang perasaan,
sentimen, khayalan, hasrat, pengakuan, kepercayaan moral dan
religius, kegiatan intelektual dan praktis, kebiasaan, konvensi,
prosedur dan praktik, aturan agama, pepatah dan prinsip tingkah
laku, aturan yang menunjukkan tanggung jawab, dan kedudukan
yang menunjukkan kewajiban. 2

Uraian yang "penuh warna" dan heterogen ini merupakan ciri


khas pemikiran Oakeshott. Dengan menentang mereka yang hendak
melakukan sistematisasi dan "penertiban", Oakeshott selalu menekankan
ketidakteraturan kreatif dunia manusia, apa yang disebut Wittgenstein
(yang memiliki kesamaan dengan Oakeshott) sebagai "aneka warna"
praktik kita. Oakeshott menekankan cara bagaimana menjadi manusia:

Penghuni suatu dunia yang tersusun dari makna, bukan benda,


yakni dari peristiwa-peristiwa yang diakui, diidentifikasi, dipahami,
dan direspon berdasarkan pemahaman atas makna tadi. Inilah
dunia sentimen dan kepercayaan, dan meliputi juga artefak-artefak
manusia (seperti buku, lukisan, komposisi musik, alat, dan perkakas
rumah tangga) .... Tanpa pemahaman ini berarti tidak akan menjadi
seorang manusia, tapi orang asing dalam lingkungan manusia. 3

82
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Sejauh lingkungan manusia didefinisikan dalam pengertian praktik


atau "percakapan" (menggunakan metafora kesukaan Oakeshott) yang
dihasilkan secara historis, anak harus dilibatkan dalam praktik dan
percakapan tersebut. Ia lahir tidak lzngsung mengetahuinya, juga tidak
tumbuh dalam praktik dan percakapan tersebut tanpa instruksi, contoh,
dan dorongan. Bahkan dapat dilihat dalam aktivitas seperti berjalan,
"Seorang anak yang belajar berjalan tidak seperti burung yang belajar
terbang. Tidakkah saya ingat pernah diminta untuk 'berjalan dengan
benar' dan bukan berjalan terseok-seok seperti seekor kera?" 4 Namun,
sebenarnya lebih dari sekadar melakukan kebiasaan-kebiasaan yang ada
ataupun ide-ide yang sudah jadi. Apa yang kita usahakan dalam "transaksi
antargenerasi" ini adalah belajar untuk melihat, mendengar, berpikir,
merasa, membayangkan, mempercayai, memahami, memilih, dan
menginginkan. Kendati Oakeshott dengan jelas menekankan perlunya
pembelajaran dan inisiasi dalam pendidikan, tujuan akhirnya adalah
menjadi seorang manusia, yang dengan kefasihannya dalam pelbagai
percakapan manusia akan mampu melakukan percakapan tersebut dan
dalam proses itu dapat memahami percakapan dan dirinya sendiri.
Oakeshott mengakui bahwa tidak semua proses belajar bersifat
formal atau terencana. Namun dalam melihat pelbagai percakapan
manusia, pembelajaran formal menjadi penting. Inilah inti pendidikan
di sekolah (dan selanjutnya sam.pai tingkat universitas). Sebuah sekolah,
dalam pengertian Oakeshott, adalah tempat pertama di mana pelajar
akan diinisiasi ke dalam warisan intelektual, imajinasi, emosi, dan moral
dengan cara serius dan teratur. Kedua, aktivitas pendidikan di sekolah
adalah aktivitas yang memerlukan usaha, khususnya usaha mengikuti,
memahami, dan memikirkan kembali ungkapan-ungkapan dari
kesadaran rasionalnya. Ketiga, mengikuti scho!e Yunani (waktu senggang),
sekolah akan menjadi tempat pembebasan (detachmenl) dari dunia, agar
pelajar mencapai emansipasi melalui isyarat-isyarat keunggulan dan
kemungkinan yang tak terbayangkan. Terakhir, pendidikan di sekolah
melibatkan kontinyuitas historis antara guru dan pelajar di mana tujuan
dari proses bagi pelajar tersebut adalah proses itu sendiri, yaitu pergulatan
menjadi manusia. Proses itu bukan untuk memperoleh keterampilan
khusus, tidak menjanjikan keuntungan materi, dan tidak mengandung
tujuan politik dan sosial tersembunyi. Melihat pendidikan di sekolah
Michael Oakeshott (1901 - 1992)

dalam pengertian seperti ini berarti menyalahpahami hakikatnya dan


menggerogoti performansnya.
Apa arti mengajar? Bagi Oakeshott, mengajar berarti membuat
anak didik memahami dan mengingat sesuatu yang menurut guru
sangat berharga untuk dipelajari. Mengajar dalam pengertian ini dapat
dilaksanakan dengan banyak cara:

Memberi petunjuk, menyarankan, mendesak, membujuk,


mendorong, membimbing, menunjuk, berbicara, memerintah,
memberitahu, menceritakan, menyampaikan materi, mendemon-
strasikan, melatih, menguji, meneliti, mengkritik, mengoreksi,
mengarahkan, mengasah keterampilan, dan seterusnya-cara apa
saja yang tidak menghambat pemahaman.5

Akan tetapi tentu saja pengertian ini memiliki kelemahan karena


kebanyakan tindakan atas nama pendidikan justru menghalangi
pendidikan. Dari sudut pandang Oakeshott, pendidikan kontemporer
telah dirusak oleh rasionalisme sebagaimana politik kontemporer.
Pertama, ada pihak-pihak yang karena pelbagai alasan meremehkan
konsep pendidikan sebagai transaksi antargenerasi. Mungkin mereka
meremehkan kearifan dan proses belajar generasi sebelumnya. Atau
mungkin karena mereka ingin mempertahankan kesucian anak-anak,
di mana anak menghadapi dunia tanpa dirintangi konsepsi orang lain.
Atau mungkin karena mereka percaya bahwa "pengetahuan" berubah
begitu cepat, sehingga hampir tak ada artinya mempelajari pengetahuan
"lama". Sesungguhnya tak satu pun dari konsep yang berkesan modern
ini menawarkan sesuatu yang baru dan Oakeshott memang mengambil
konsep-konsep tersebut dalam tulisan-tulisan Francis Bacon pada
awal abad ke-17. Meskipun demikian, tiap konsep tersebut memiliki
karakter modernitas dan tiap konsep perlu diperkuat dengan refleksi
sederhana bahwa tidak ada pemahaman kecuali melalui pemahaman yang
ditinggalkan para pendahulu kita. Memasuki percakapan-percakapan ini
adalah satu-satunya jalan kita-dan anak didik kita-menuju kebebasan
dari tirani hasrat duniawi dan kecenderungan yang ada.
Ada juga pihak lain yang akan menghambat pendidikan dengan
melihatnya sebagai sosialisasi, baik untuk menghasilkan tenaga kerja
atau ras manusia dengan perilaku sosial dan politik yang benar, atau
kombinasi keduanya. Bila tema yang berpusat pada anak dari alinea

84
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

sebelumnya mengarah pada pendidik, maka penghancuran pendidikan


seperti ini dilakukan oleh politisi dan terutama mereka yang menguasai
anggaran pendidikan. Dati sudut pandang Oakeshott, melihat pendidikan
sebagai sosialisasi berarti mengganti tujuan ekstrinsik dalam pendidikan
dengan tujuan intrinsik. Akibatnya juga berbahaya sebagaimana
penghancuran pertama. Keduanya, baik secara suka tela ataupun tidak
disengaja, akan mencabut anak dati watisan mereka sebagai manusia.
Kedua penghancuran itu akan menghasilkan mayat hidup dalam arti
sesungguhnya, yakni tidak dapat memaharni dan bertindak. Keduanya,
dalam pemahaman Oakeshott, merupakan alat untuk penghancuran
manusia, dengan semua pernyataan yang disebarluaskan dengan gencar
dan retorika tanpa henri yang menyertainya.
Akhirnya, dalam uraian singkat tentang penghancuran pendidikan ini,
kita bisa mengetahui bahwa pendidikan terutama dan sudah seharusnya
ditujukan untuk mendapat keterampilan (menilai, belajar, berpikir,
atau yang lain). Yang jelas, Oakeshott berkeberatan dengan konsep
pendidikan apa pun yang menghilangkan muatan proses, namun ia
mengalami kesulitan dengan konsepsi keterampilan. Bahwa bela jar untuk
berpilcir atau menilai bukan persoalan memperoleh informasi. Bahwa
belajar tidak bisa dilakukan sebagaimana kita menambah informasi.
Seperti yang dikatakannya '"penilaian" hanya dapat diajarkan beserta
penyampaian informasi",6 dan sebagai basil sampingan dati mempelajati
geografi, bahasa Latin, aljabar, dan yang lain. Lebih lanjut, tidak ada
keterampilan berpikir dan menilai umum yang dapat dipisahkan dati
cara dan gaya berpikir tertentu dati pemikir-pemikir sebelumnya. Belajar
berpikir adalah menguasai cara dan gaya tersebut untuk diri sendiri dan
selanjutnya pelajar menerapkan gaya dan cara berpikir itu saat mereka
sendiri sedang berpikir. "Keterampilan berpikir" dan sejenisnya hanya
memberikan pepatah tiruan "pemikir" kelas dua kepada pelajar, tapi
bukan "keahlian kritik estetis (connoisseurship) yang memungkinkannya
menentukan relevansi" (ia juga membutuhkan sekumpulan pengetahuan
yang diremehkan oleh mereka yang ingin mendapat keterampilan) dan
yang "memungkinkannya membedakan beragam pertanyaan dan jawaban
yang mereka butuhkan, yang membebaskannya dati kemudakan kasar
dan membuatnya memberikan persetujuan ataupun ketidaksetujuan
berkenaan dengan kelulusannya". 7

85
Michael Oakeshott (1901 - 1992)

Telah clisebutkan bahwa anak diclik menurut Oakeshott adalah


mereka yang memiliki kapabilitas negatif Keatsian. Pandangan ini
menunjukkan betapa banyaknya muatan positif yang cliperlukan oleh
kebijakan negatif, dan bagaimana kebijakan negatif ini menanamkan
seluruhan proses belajar dan kebudayaan manusia. Ide Oakeshott sendiri
tentang penclidikan mengalir dari pandangan umumnya tentang pengalaman
manusia, walaupun tidak sepenuhnya tergantung pada pandangan tersebut.
Ide-ide tersebut menunjukkan artikulasi paling rumit dari konsep tradisional
tentang proses belajar liberal. Di sisi lain, mereka yang menemukan
kesesuaian pandangan-pandangan pendidikannya mungkin bisa diarahkan
untuk mengkaji pandangan politik dan filsafat Oakeshott lainnya agar dapat
menemukan cara bagaimana suatu teori proses belajar liberal dapat diberi
konteks filosofis.

Catatan
Tulisan pendidikan Oakeshot telah dikumpulkan dalam satu jilid berjudul The
Voice of Liberal Learning, Timothy Fuller (ed.), New Haven, Connecticut: Yale
University Press, 1989. Semua rujukan mengacu pada buku ini.
1. The Voice of Liberal Learning, hlm. 86.
2. Ibid, hlm. 65
3. Ibid
4. Ibid, hlm. 66.
5. Ibid, hlm. 70.
6. Ibid, hlm. 60.
7. Ibid, hlm. 70.

Lihat juga
Dalam buku ini: Wittgenstein.

Karya-karya utama Oakeshott


Excperience and Its Mode, Cambridge: Cambridge University Press, 1933.
Rationalism in Politics, edisi yang diperbaiki dan diperluas, Indianapolis, Indiana:
Liberty Fund, 1991; London: Methuen, 1962.
On Human Conduct, Oxford: Oxford University Press, 1975.
The Voice of Liberal Learning, Timothy Fuller (ed.), New Haven, Connecticut: Yale
University Press, 1989.

Bacaan lebih lanjut


Franco, Paul. 1990. The Political Philosopqy of Michael Oakeshott. New Haven,
Connecticut: Yale University Press.
Grant, Robert. 1990. Oakeshott. London: Claridge Press.

86
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

CARL ROGERS
(1902 -1987)
-==OOv"-"-"'"'"-~==-

Eleanor Feinberg dan


Walter Feinberg

Ketika saya mulai mempercayai mahasiswa ... saya berubah dari


seorang guru dan evaluator menjadi fasilitator dalam proses
belajar. 1 •

Carl Rogers adalah seorang psikolog Amerika penting yang


namanya identik dengan pendidikan dan terapi tidak mengarahkan (non-
directive). Ia mengembangkan suatu pendekatan fenomenologis subjektif
terhadap konseling yang berpusat pada ide aktualisasi diri individu. Ide
ini menawarkan alternatif penting bagi model terapi behavioris dan
psikoanalisis yang ada pada waktu itu dan sejalan dengan pendekatan
tidak mengarahkan pada pendidikan.
Rogers dilahirkan 8 Januari 1902 di Oak Park, lllionis. Ia adalah anak
keempat dari keluarga yang mempunyai lima anak laki-laki dan satu anak
perempuan. Orang tuanya adalah penganut Kristen fundamentalis yang
menerapkan pada diri mereka sendiri dan mengajarkan pada anak-anak
mereka aturan perilaku yang ketat dan pentingnya bekerja keras.2 Pada
tahun keduanya di University of Wincosin, Rogers telah memutuskan

87
Carl Rogers (1902 - 1987)

untuk menjadi seorang pendeta dan kemudian ia menuntut ilmu di


Union Theological Seminary, New York, di mana interaksinya dengan
orang banyak membuatnya sadar bahwa ia tidak dapat membatasi
dirinya pada bidang agama saja dan akhirnya ia masuk ke Teachers
College di Columbia University sampai lulus pada 1931. Di Columbia,
ia dipengaruhi oleh ide-ide John Dewey, Leta Hollingworth dan William
Kilpatrick. 3
Pekerjaan pertama Rogers adalah psikolog di klinik bimbingan
komunitas (community guidance clinic) di Rochester, New York. Di sana
ia dipengaruhi oleh ide-ide psikoanalis pembelot, Otto Rank, dan
pengikutnya, Jessica Taft. Rank sangat tidak setuju dengan ide Freud
tentang pikiran pengekangan diri (se!fcontained mind) yang dimotivasi
oleh dorongan seksual dan agresif bawah sadar. Kendaci diasingkan
oleh pengikut setia Freud karena menolak ide bahwa permasalahan
Oedipal adalah prinsip dasar psikologis, ia adalah teorecikus hubungan oijek
pertama. Baginya, hubungan primer adalah dengan ibu dan kehidupan
emosional individu bersumber dari hubungan ini. Hubungan ini lebih
bersifat kasih sayang (afeksi) daripada pengetahuan intelektual yang
memberikan kesempatan untuk mempelajari dan memahami. Sehingga
bukan interpretasi otoritarian terapis yang menyembuhkan tetapi
empacinya. Pemahaman dan penerimaan terapis sangat pen ring terhadap
pembentukan harga diri (se!festeem). Melalui terapi seperti ini hubungan
yang menghambat perkembangan dapat diremobilisasi. Ia menyamakan
pertumbuhan dengan perubahan dalam diri.
Meskipun pemikiran Rogers tidak serumit atau sekaya pemikiran
Rank, karya-karyanya jelas merefleksikan ide Rank tentang perubahan
diri secara terus-menerus yang berkembang dan tumbuh menuju
individualitas dalam konteks hubungan penerimaan yang empatik.
Karir Rank sendiri dan pengusirannya dari komunitas psikoanalicik yang
didominasi Freudian direfleksikan dalam penolakan Rogers terhadap
psikologi Freudian dan keterbukaannya yang lebih besar pada kerangka
interpretatif klien. Berbeda dengan terapis lain yang menganggap
pengungkapan klien (client-talk) sebagai alat untuk memunculkan
pemahaman terapis, Rogers memahami klien sebagai kunci utama proses
terapeucik. Dengan demikian, fungsi seorang terapis adalah lebih sebagai
bidan daripada ilmuwan.

88
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dalam karya Rogers juga terdapat sisi ilmiah yang lebih tradisional.
Ia merintis pencatatan dan transkripsi kasus-kasus terapeutik aktual
untuk penelitian dan publikasi. Salah satu kontribusi pentingnya adalah
pembentukan dasar bagi penelitian empiris yang memungkinkannya
meneliti interaksi verbal pasien/klien. Kemudian ia memperluas idenya
tentang terapi individu pada institusi pendidikan serta organisasi-
organisasi lain seperti organsisasi bisnis dan ia menerapkan idenya pada
konflik antar kelompok.
Setelah sepuluh tahun di Rochester, Rogers menjadi profesor di
Ohio State University pada 1940 dan menetap di sana selama empat
tahun sebelum ia diundang ke University of Chicago. Saat di Ohio ia
menulis Counselling and P.rychoterapf?y, sebuah buku yang memaparkan
pendekatannya pada situasi terapeutik. Dalam buku ini ia menempatkan
perasaan senang ifeelings over content) sebagai inti kegiatan terapeutik.
Sikap tanggap dan penerimaan terapis terhadap perasaan itu menjadi
komponen utama dalam teorinya. Di Chicago, Rogers menjadi anggota
jurusan psikologi dan mulai bekerja di pusat konseling universitas. Ia
menetap di University of Chicago sampai 1957 dan selama masa itu
diterbitkan Client-Centered Therapy-----buku yang banyak dibaca. Dalam
buku ini, ia menguraikan kondisi-kondisi yang diperlukan dalam
hubungan konseling. Ia menekankan penghargaan terhadap kemampuan
klien untuk memecahkan sendiri masalahnya dalam kerangka empati
dan penerimaan yang diberikan konselor. Kemudian Rogers pindah
ke University of Winconsin di mana ia berharap dapat menerapkan
penemuannya pada penderita schizofrenia. Walaupun ia tidak berhasil
dalam usahanya terse but, ketika berada di Wisconsin ia menulis sebuah
buku yang membuatnya terkenal dan berpengaruh, yaitu On Becoming a
Person. Dalam buku ini ia mengembangkan lebih lanjut kepercayaannya
terhadap sentralitas kreativitas dan pertumbuhan pribadi. Ia menekankan
kualitas pengalaman dari kehidupan yang utuh (beingfulfy alive), menjadi
manusia seutuhnya yang hidup pada saat ini. Kendati karir penulisan
Rogers sangat produktif, pendapat-pendapatnya yang berbeda dan keras
telah menimbulkan keguncangan dalam kehidupan akademiknya. Ia
meninggalkan dunia akademi pada 1963 untuk bekerja menjadi staf·di
Behavioral Science Intitute yang bam di La Jolla, California. Ia meninggal
dunia pada 1987.

89
Carl Rogers (1902 - 1987)

Rogers pertama kali menyebut metodenya, metode yang berpusat


pada klien (client-centered), dan kemudian terapi yang berpusat pada
orang (person-centered therapy). Namun ketika ia menjadi terkenal, orang
lain menyebutnya terapi Rogerian. Metode ini dibedakan dengan
model psikoanalisis dan pendekatan behavioris pada terapi. Model
psikoanalisis dan pendekatan behavioris mengasumsikan bahwa pasien
diobati oleh terapis. Sehingga dalam model tradisional, klien memiliki
masalah dan terapis mempunyai keahlian untuk mengobatinya. Seperti
yang disebutkan sebelumnya, Rogers menolak susunan analisis Freudian
karena analisis tersebut membiarkan pemahaman diri klien keluar dari
situasi terapi dan hanya mempercayainya sejauh pemahaman tersebut
bisa digunakan sebagai jalan menuju pencerahan klien, pencerahan yang
mencerminkan pemahaman terapis. Behaviorisme melangkah lebih jauh
dengan menolak relevansi epistemologis pemahaman klien. Perubahan
akan terjadi dengan memprogram perilaku dari luar. Sebaliknya, Rogers
bersikukuh bahwa terapis yang mendengarkan pasien memungkinkan
pasien untuk merefleksikan kembali pemahamannya pada dirinya sendiri.
Dengan cara ini, terapis bertindak sebagai cermin yang memungkinkan
pasien memandang caranya memahami diri sendiri dan kemudian masuk
ke dalam penilaian reflektif atas pemahaman diri ini.
Pendekatan klinis fenomenologis Rogers menawarkan sebuah
paradigma yang bukan paradigma behavioris atau psikoanalitik. Ia
menempatkan diri, bukan dorongan bawah sadar, sebagai inti kepribadian
dan memberikan prioritas pada keinginan (desire) dan pemaharnan diri
pasien. Ia menegaskan bahwa kekuatan tunggal memotivasi diri adalah
dorongan aktualisasi-diti yang secara implisit menolak teori dorongan
bawah sadar Freud. Ketika anak ataupun klien diberikan kondisi utama
yang diperlukan berupa rasa hormat yang positif dan tanpa syarat,
empati, dan suasana yang harmonis atau ketulusan, maka perkembangan
yang sehat akan tercapai.
Bertentangan dengan Freud yang memahami bahwa diri secara
inheren bersifat agresif atau behavioris yang melihat diri sebagai
hasil dari pengkondisian masa lalu, Rogers memiliki pandangan yang
positif terhadap hakikat manusia. Ia percaya bahwa diri dapat otonom
sekaligus tetap menjaga hubungan dengan orang lain. Ketika orang
menemukan dan mengalami pikiran, perasaan, dan impuls (gerak hati)
mereka sendiri serta belajar untuk menerimanya, maka mereka menjadi

90
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

sumber dari lokus evaluasi independennya sendiri. Mereka tetap fleksibel


dan terbuka terhadap perubahan. Peran orang tua, konselor, atau guru
adalah memfasilitasi proses ini. Dengan menjadikan individu sebagai
satu-satunya penilai (sole arbitery bagi pengalamannya sendiri, Rogers
melakukan desentralisasi hubungan kekuasaan tersebut dan dengan
demikian mendorong pendekatan tidak mengarahkan yang menolak
otoritas ahli.
Rogers menerapkan ide-ide terapeutiknya pada pendidikan dengan
mengkritik keseragaman yang diyakininya diperlukan oleh pengajaran
formal iformal instruction) serta kurikulum yang telah dibuat sebelumnya,
evaluasi guru terhadap murid, dan model pengajaran guru-sebagai-ahli
dan murid-sebagai-pelajar-pasif. Ia menegaskan bahwa pendidikan sejati
dalam bentuk aktualisasi diri tidak mungkin tercapai tanpa penyatuan
kognisi dan emosi.
Ide Rogers tentang pendidikan sesuai dengan sisi yang lebih
individualistik dari pendidikan progresif dan dengan perkembangan
yang sejajar seperti gerakan klarifikasi nilai, pendidikan gaya Summerhill,
ruangan kelas terbuka, dan penekanan pada peningkatan harga diri. Semua
gerakan ini berkembang dari pertentangan performatif yang dirasakan
antara tujuan dan praktik pendidikan. Meskipun tujuan pendidikan adalah
melahirkan sosok yang mampu melakukan aktualisasi diri secara be bas,
praktik pendidikan justru menegaskan ketergantungan anak didik pada
guru dan menempatkan definisi dan evaluasi aktualisasi diri anak didik
di bawah kontrol guru. Oleh sebab itu, guru akan menentukan kapan
anak didik telah mengaktualisasikan dirinya. Dengan demikian, ide di
balik pandangan Rogerian dan bentuk-bentuk pedagogi serupa adalah
menyelesaikan kontradiksi tersebut dengan menempatkan anak didik di
bawah kontrol perkembangan mereka sendiri.
Belakangan ini, bentuk pendidikan seperti itu menjadi sasaran kritik
yang semakin meningkat baik dari aliran pendidikan konservatif, yang
memandangnya terlalu terpusat pada anak, maupun dari aliran pendidikan
radikal yang memandangnya terlalu individualistis dan melupakan
penindasan struktural. Karena Rogers lebih terkait dengan psikologi
dan terapi daripada pengajaran di kelas, ide-idenya jarang diserang oleh
kritisi pendidikan. Namun, serangan terhadap klarifikasi nilai4 dan kritik
yang berkenaan dengan harga diri5 pada akhirnya adalah kritik terhadap
metode Rogerian. Ironisnya kritik pendidikan yang sering berasal dari

91
Carl Rogers (1902 - 1987)

kritik konservatif terhadap pendidikan progresif sama dengan kritik


terhadap proses terapeutis yang bersumber dari kritik Marxis, seperti
Christopher Lasch. 6 Keduanya menolak ide bahwa terapis atau guru
hanya berperan sebagai reseptor pasif untuk pemahaman dan nilai anak.
Kelompok konservatif menegaskan bahwa benar dan salah, baik dan
jahat, memiliki status objektif yang melampaui pemahaman anak dan
bahwa terapis serta guru memiliki tanggung jawab untuk mendukung
yang benar dan yang baik. Kelompok kiri khawatir bahwa fokus yang
tertutup terhadap individu memperkecil kesempatan untuk tindakan
yang lebih kolektif.
Sebagai komentar atas pernyataan-pernyataan Rogers yang lebih
ekstrem, kritik seperti itu jelas bermanfaat. Klien atau anak tidak
mempunyai seluruh sumber daya (informasi, keterampilan, pemahaman
konsekuensial, pandangan ke depan, pemahaman historis, kerangka
alternatif, dan lain-lain) untuk sampai pada resolusi yang memadai
bagi masalah moral atau pribadi. Individu sendiri tidak cukup ketika
sekumpulan kepentingan kolektif perlu diungkapkan. Namun sebagai
kritik terhadap praktik aktual para terapis dan pendidik Rogerian,
komentar itu diperlukan. Terapis tidak hanya memantulkan kembali
ungkapan-ungkapan klien, sebagaimana dilakukan burung beo yang
sangat pintar. Terapis memilih ungkapan-ungkapan mana yang akan
dipantulkan, mengubah nada suara (dari intonasi seru sampai tanya),
memberikan konteks tambahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang mengarahkan, dan seterusnya.
Demikian juga dengan guru yang terlibat dalam klarifikasi nilai. Guru
menyampaikan sebagian nilai lebih banyak daripada nilai lainnya dan
mengajukan sebagian pertanyaan yang lebih sulit daripada pertanyaan
lainnya. Lebih lanjut, klarifikasi nilai berlangsung dalam suatu lingkungan
di mana nilai, yang baik maupun yang buruk, direfleksikan melalui
norma dan praktik guru, pengelola, dan anak didik yang dilembagakan.
Salah satu sudut pandang yang lebih simpatik terhadap teori Rogerian,
berhasil mengetahui bahwa kesabaran guru atau terapis membutuh-
kan kecenderungan etis yang sangat kuat dalam membantu subjek
mengembangkan keterampilannya untuk berefleksi dan merevisi
nilai-nilai yang dimilikinya. Para profesional yang kurang disiplin atau

92
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

yang bekerja dalam konteks lain mungkin menentukan nilai mereka


sendiri dalam situasi terse but. Kritik yang lebih simpatik mungkin juga
memahami adanya perbedaan antara kepercayaan diri berlebihan (over-
confidence) dengan harga diri. Kepercayaan diri berlebihan membuat
subjek melebih-lebihkan keterampilannya dalam menyelesaikan masalah.
Sementara harga diri memungkinkan subjek mengembangkan rasa
percaya diri yang diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang
akan dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Para pengkritik sering
mencampuradukkan keduanya. 7
Penting untuk memahami bahwa memang ada keterbatasan-
keterbatasan pada metode Rogerian. Dengan bersandar penuh
pada sudut pandang fenomenologis, Rogers meremehkan sumber
eksternal yang diperlukan klien untuk menyelesaikan masalah. Sebuah
hipotesis struktural yang telah diuji secara matang dapat menambah
kemampuan klien untuk mengenali dan menyelesaikan masalahnya.
Guru yang menyembunyikan informasi atau gagal mendorong anak
didik untuk mencapai tingkat keterampilan dan pemahaman baru dapat
mengeksploitasi status keahliannya seolah-olah berkuasa sepenuhnya
atas anak dan memerhatikan secara jeli setiap aspek proses belajar.
Sebagaimana orang tua yang mendominasi dengan menyembunyikan
rasa kasih sayang, guru juga bisa mendominasi dengan menyembunyikan
informasi, pengetahuan atau teguran.
Pendidik juga perlu memerhatikan ciri sangat individualistik dari
metode Rogerian. Karena metode tersebut pertama kali dijelaskan
dalam konteks hubungan klien-terapis, orientasi ini kurang dapat
dipahami. Meskipun demikian, pendidikan adalah kegiatan bersama di
mana aktivitas seseorang didorong dan dibatasi oleh kebutuhan dan
kepentingan orang lain. Mempertahankan fokus tertutup pada individu
melupakan sesuatu yang penting dan unik dalam kegiatan pendidikan,
di mana pada proses belajar bersama, anak-anak juga mempelajari
bagaimana cara belajar bersama. Jenis aktivitas ini memerlukan model
belajar yang lebih sosial dan lebih interaktif daripada yang ditawarkan
Rogers kepada kita.

93
Carl Rogers (1902 - 1987)

Catatan
1. Rogers, Freedom to Learn for the 80} (Colombus, Ohio: Charles Merril, 1983),
him. 36.
2. Rogers, On Becoming A Person (Boston, Massachusetts: Houghton Mifflin, 1961 ),
him. 5-6.
3. Brian Thorne, Carl Rogers (London: Sage Publications, 1992).
4. Warren A. Nord, Religion dan American Education: Rethinking a National Dilemma
(Chapel Hill, North Carolina: The University of North Carolina Press, 1995),
him. 336-341.
5. E.D. Hirsch, Jr., The Schools We Need: Wiry We Don't Have Them (New York:
Doubleday, 1996), him. 100-104.
6. Christopher Lasch, Havm in Heartless World: The Famii!J Beseiged (New York:
Basic Books, 1997).
7. Hirsch, op cit.

Lihat juga
Dalam Fifty Major Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Rogers


Counseling and P.[Jchotherapy, Boston, MA: Houghton Mifflin, 1942.
Client-Centered Therapy: Its Current Practice, Implications, and Theory: Boston, MA:
Houghton Mifflin, 1951.
On Becoming A Person, Boston, MA: Houghton Mifflin, 1961.
Freedom to Learn: A View Of What Education Might Become, Columbus, OH: Charles
E. Merril, 1969.
Carl Rogers, On Encounter Groups, New York: Harper & Row, 1970.

Bacaan lebih lanjut


Hersher, Leonard. 1970. Four P.[Jchotherapies. New York: Appleton-Century-
Crofts.
Zimring, F. dan Ruskin, N., dalam History of P.[Jchotherapy: A Century of Change,
Donald Freedheim (ed.). 1992. Washington, DC: American Psychological
Association.

Qtl
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

RALPH WINIFRED TYLER


(1902 -1994)
~==~~~~~~~~~==~

Elliot W. Eisner

Tujuan-tujuan pendidikan menjadi kriteria di mana materi dipilih,


isi diuraikan, prosedur instruksional dikembangkan, dan tes serta
ujian (examination) disiapkan. Semua aspek program pendidikan
benar-benar merupakan sarana untuk mencapai tujuan dasar
pendidikan. Oleh sebab itu, jika kita akan mempelajari program
pendidikan secara sistematis dan cerdas kita harus yakin terhadap
tujuan pendidikan yang hendak dicapai. 1

Selama satu abaci dalam konteks praktik, individu-individu tertentu


muncul dan karyanya berfungsi sebagai mercusuar bagi orang lain.
Suatu kali kualitas cemerlang dari karya yang dihasilkan berkaitan
dengan kekuatan teoretisnya. Lain kali kualitas itu juga berkaitan dengan
kegunaan praktis. Lain kali lagi, kualitas merupakan produk kharisma
pribadi yang memberikan inspirasi. Ralph W. Tyler adalah seorang sarjana,
pembuat kebijakan, dan inspirator bagi mereka yang memberi perhatian
kepada perbaikan pendidikan. Tyler dilahirkan di Chicago pada 22 April
1902, dibesarkan di Nebraska, meraih gelar Ph.D. dari University of

Qt;
Ralph Winifred Tyler (1902 - 1994)

Chicago pada 1927, dan bekerja di Bureau of Educational Research and


Service di Ohio State University antara 1929- 1938. Ia menjadi Direktur
Eight Year Study yang berpengaruh antara 1934-1942, ketika ia kembali
ke University of Chicago atas undangan rektornya (chancellory, Robert
M. Hutchins. Tugas pertamanya di Chicago adalah sebagai University
Examiner dan sebagai Ketua Department of Education dari 1938-1948
dan sebagai Dekan Division of Social Sciences dari 1948-1953. Pada
1953, ia pindah ke Stanford, California, menjadi Direktur Center for
Advanced Study in the Behavioral Sciences yang baru dibentuk, jabatan
yang dipegangnya selama empat belas tahun.
Rangkaian prestasinya sebagai evaluator, teoretikus kurikulum,
pengelola universitas, tokoh penting di National Assessment of
Educational Progress (NAEP), belum lagi kapasitasnya sebagai konsultan
pendidikan bagi negara-negara di seluruh dunia bukannya tanpa proses
sebelumnya. Tyler bukan "sekadar" sosok dengan ketenaran nasional,
tapi juga seseorang yang dihormati sarjana-sarjana pendidikan di seluruh
dunia.
Apa yang diberikan Tyler kepada pendidikan? Apa kontribusi
khasnya bagi wacana pendidikan?
Tyler sesungguhnya adalah penganut pendidikan progresif yang
dipengaruhi oleh ide-ide Dewey dan terilhami oleh pemikir seperti
Charles Hubbard Judd dan W.W. Charters-sarjana-sarjana yang menjadi
gurunya. Ia terutama mencurahkan perhatian pada kegunaan praktis
pendidikan dan kualitas pengalaman anak didik di sekolah. Walaupun ia
mengakui bahwa perencana kurikulum dan guru tidak dapat memberikan
pengalaman kepada anak didik-pengalaman adalah hasil dari apa yang
dilakukan setiap anak didik dengan apa yang ditemukannya-ia tetap
menulis tentangpengalaman belajar, membuka aktivitas belajar karena ia
ingin mengingatkan pembaca bahwa pengalamanlah yang mendukung
atau menghambat proses belajar, bukan aktivitas yang direncanakan guru
atau pembuat kurikulum.
Salah satu kontribusi Tyler paling penting untuk pendidikan adalah
silabus kurikulum yang dipersiapkan untuk pengajaran kurikulum, yang
disampaikan di Department of Education di University of Chicago.
Silabus ini, yang pertama kali diterbitkan pada 1950, telah diterbitkan
dalam bahasa Belanda, Norwegia, Portugis, dan Spanyol. Sampai
sekarang pun masih diterbitkan. Silabus ini berisi cara ringkas menyusun

96
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

perencanaan kurikulum yang berdampak pada perencanaan praktik


pendidik bukan hanya di Amerika Serikat, tetapi juga di negara-negara
lain.
Komitmen Tyler untuk model perencanaan alat-tujuan tampak
dalam posisi inti tujuan behavioral dalam apa yang dikenal sebagai "dasar
pemikiran Tyler". Bagi Tyler, penentuan tujuan hanyalah satu-satunya
cara bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih, disusun, dan
konsekuensinya dievaluasi-bila kurikulum terse but diimplementasikan.
Tetapi berbeda dengan mereka yang bertahan mengikuti tujuan-tujuan
behavioral, ia tidak memilahnya menjadi detail-detail pendidikan yang
justru mengurangi kapasitas guru. Tyler, seorang teladan rasionalitas,
menekankan pentingnya menjaga tujuan tersebut tetap bersifat umum,
tapi tidak terlalu umum sehingga seseorang tidak dapat merumuskan
suatu bentuk penilaian yang tepat. Ia tidak terjebak ke dalam mikro-
spesifisitas (micro-specificity) untuk mencapai reliabilitas pengujian. Visi
sasarannya lebih dekat dengan semangat ide gurunya, Charles Hubbard
Judd, dan behaviorisme Edward L. Thorndike. Tak diragukan lagi bal1wa
"dasar pemikiran Tyler", dalam pelbagai bentuk, masih digunakan
sebagai model pertama bagi pendekatan yang secara profesional dapat
dipertanggungjawabkan terhadap pembuatan kurikulum dan proses
mengajar.
Minat Tyler terhadap tujuan dalam kurikulum dapat dipahami jika
kita mengetahui pengalaman pendidikan pertamanya yang profesional
adalah sebagai evaluator. Pekerjaannya sebagai evaluator yang terus
berlangsung selama masa karirnya sangat memengaruhi pandangan-
pandangannya tentang kurikulum. Praktik evaluasi biasanya menciptakan
kebutuhan menentukan kriteria sebagai dasar membuat penilaian atau
mengukur apa yang telah dipelajari anak didik. Kontribusinya dalam
bidang evaluasi ini sangat berpengaruh sebagaimana karyanya di bidang
kurikulum.
Seperti yang telah dijelaskan sebelurnnya, Tyler adalah Direktur Eight
Year Study, sebuah kegiatan yang dirancang untuk memperkenankan
tiga puluh sekolah menengah (secondary schoo~ memilih model praktik
progresif mereka sendiri sekaligus menyediakan rekomendasi universitas
kepada para anak didiknya berdasarkan evaluasi terhadap hasil belajar
(peiformance) mereka. Evaluasi terhadap para anak didik tersebut diberikan
kepada riga puluh sekolah tadi. Tujuan dasar dari kajian ini adalah

97
Ralph Winifred Tyler (1902 - 1994)

memberi ruang yang diperlukan bagi sekolah untuk berfungsi sebagai


laboratorium-laboratorium pendidikan, suatu konsep yang pertama kali
dikembangkan John Dewey ketika membangun Laboratory School of
the University of Chicago pada 1896.
Karya Tyler dengan E.R. Smith, Recording and Appraising Student
Progresl-, yang diterbitkan pada 1942 menguraikan pendekatan untuk
evaluasi yang digunakan Tyler. Yang menarik, kebanyakan praktik
evaluasi dalam Recording andAppraising Student Progress mengingatkan pada
usaha yang sekarang sedang dilakukan untuk menciptakan "penilaian
otentik" (authentic assessment). Konsep penilaian otentik menunjukkan
kebalikannya, "penilaian tidak otentik". Istilah penilaian otentik bukan
kritik diam-diam terhadap praktik pengujian yang secara historis lebih
memusatkan perhatian pada penentuan peringkat anak didik daripada
menentukan apakah anak ·didik telah mencapai tujuan kurikulum atau
tidak. Konsep lengkap penilaian formatif yang dikembangkan Scriven
pada 1960-an berkaitan dengan sasaran evaluasi yang dikembangkan
Tyler dan rekannya-rekannya di Eight Year Study.
Praktik pengujian pendidikan Amerika dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan statistik yang, contohnya, menuntut pembuat
soal ujian untuk menghapus item-item ujian yang tidak membedakan
hasil pengujian rendah dengan hasil pengujian tinggi. Item yang tidak
menunjukkan variasi hasil belajar anak didik tidak dapat dimasukkan
dalam ujian yang reliabilitasnya tergantung pada sesuatu yang mendekati
kurva normal. Tyler berpendapat bahwa inti ujian bukanlah menciptakan
distribusi normal nilai ujian anak didik, melainkan memberikan cara
untuk memperbaiki kurikulum dan untuk menentukan apakah anak didik
telah mencapai tujuan kurikulum atau tidak. Ringkasnya, ujian perlu,
dalam terminologi ini, menjadi kriteria yang dirujuk, bukan norma yang
diacu jika fungsi ujian tersebut adalah memberikan informasi tentang apa
yang telah dipelajari anak didik sebagaimana hendak diajarkan guru.
Gagasan yang makin jelas ini telah memunculkan pergeseran
paradigma dalam konsepsi kita tentang tujuan ujian dan kriteria yang
dibutuhkan untuk menyusun ujian. Suatu ujian di mana semua anak didik
menjawab dengan benar semua item tidak memiliki reliabilitas statistik
berdasarkan asumsi-asumsi ujian konvensional, namun item-item tersebut
secara edukasional relevan hila merujuk pada satu kriteria pengujian.
Pergeseran perspektif ini bersifat fundamental.

98
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Keterlibatan Tyler dalam bidang evaluasi menemukan saluran lain


dalam kepemimpinannya di National Assessment of Student Progress.
Pada 1960-an Tyler menegaskan bahwa bangsa ini (bangsa Amerika
Serikat-penyunting) membutuhkan indeks kesehatan pendidikan,
sebagaimana bangsa ini sudah memiliki indeks kesehatan ekonomi.
Pendidikan jelas sama pentingnya dengan ekonomi dan tanpa penilaian
nasional terhadap kemajuan pendidikan kita tidak dapat mengetahui
keadaan kita sebagai bangsa.
Munculnya kekhawatiran tentang prospek pendekatan nasional
terhadap pengujian tersebut dapat dipahami. Pendidik dan dewan sekolah
memprihatinkan bahwa pengujian nasional dapat berfungsi sebagai
dorongan bagi pemerintah federal untuk memperoleh kontrol atas apa
yang secara historis merupakan fungsi negara bagian di Amerika Serikat.
Tyler meyakinkan pengkritik dan pihak lainnya yang khawatir dengan
National Assesment Student Progress bahwa tidak ada pembandingan
antardistrik dan negara bagian dalam NAEP. Sesungguhnya, anak
didik tidak dapat dibandingkan karena tidak ada anak didik yang mau
menghabiskan tenaganya untuk mengikuti ujian. Pengujian dilakukan
melalui prosedur pengambilan sampel matriks ganda (multiple matrix
samplingprocedure) di mana hanya item-item tertentu yang diambil setiap
anak didik. Dengan memadukan hasil belajar anak didik pada item-item
ini kita bisa memperoleh gambaran yang agak lengkap mengenai hasil
belajar anak didik di pelbagai wilayah berdasarkan empat tingkat usia dan
jenis kelarnin. Lebih lanjut, ciri khas National Assessment of Student
Progress sebagai alat penilaian adalah bahwa kegiatan ini menyediakan
informasi tentang tugas-tugas yang terutarna tidak berkaitan dengan
keterampilan akademis yang dikembangkan dalam banyak mata pelajaran
di sekolah, melainkan tugas yang kemungkinan dihadapi warga negara
usia sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, kegiatan
penilaian awal tidak terkait erat dengan apa yang diajarkan di sekolah,
karena itu tidak dapat digunakan untuk memberi dorongan kepada
pemerintah federal.
Tyler adalah seorang pragmatis. Pendekatan yang diterapkannya
pada penilaian nasional dan perencanaan kurikulum memiliki sisi
praktis. Karakter intelektualnya yang paling menonjol adalah nalarnya
yang mengagumkan. Karakter ini dicirikan dalam pembicaraan ataupun
tulisannya. Ia mudah dimengerti atau tidak misterius.

99
Ralph Winifred Tyler (1902 - 1994)

Tyler dapat dilihat sebagai negarawan ketika menjabat Direktur


Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences. Berlokasi di
puncak bukit di dekat Stanford University, namun bukan bagian dari
universitas tersebut, dan menempati sebuah bangunan yang setiap
tahun mengundang empat puluh sarjana-sebagian besar dari Amerika
Serikat, tapi sebagian lagi dari negara lain-tinggal selama setahun untuk
melakukan refleksi, membaca, berdiskusi, dan menulis tanpa kewajiban
formal yang dibebankan oleh lembaga tersebut. Lembaga ini pemah
dihadiri pemikir seperti Thomas Kuhn yang menyiapkan naskah The
Structure rif Scientific Revo!utions,3 John Rawls yang mengerjakan A Theory
rif Justice, 4 dan para pemikir lain dengan karya-karya berpengaruhnya
yang dibantu dan didukung selama kehadirannya di Center for Advanced
Study in Behavioral Sciences. Tyler sangat penting dalam memberikan
arahan dan sangat peka terhadap penciptaan lingkungan yang tidak
berusaha memberikan harapan atau memantau hasil belajar. Para sarjana
yang diundang, senior atau junior, adalah pemikir-pemikir yang saling
bersahabat. Visi lembaga itu sangat penting bagi kesuksesannya.
Contoh lain dari kenegarawanan Tyler adalah peran utamanya dalam
membentuk US NationalAcadermy of Education yang sangat bergengsi.
Ia menjabat sebagai presiden pertama dan memberikan status tinggi
kepadanya. Akademi tersebut beranggotakan 100 orang yang dipilih
dari seluruh negara bagian di Amerika Serikat dan sebagian kecillainnya
dari pelbagai negara.
Apa yang dapat dipetik dari mengkaji ulang kehidupan dan
keberhasilan pendidikan Tyler adalah bahwa ia bukanlah seorang
spesialis satu bidang (one-ryed specialist). Ia adalah seseorang yang memiliki
visi luas, naluri dan energi kemanusiaan, kejernihan dan kemampuan
untuk melakukan beragam pekerjaan. Ia membidani lahirnya evaluasi
pendidikan, melengkapi bidang kurikulum dengan model perencanaan
yang belum dikembangkan, memimpin Center for Advanced Study in
the Behavioral Sciences, menjabat Dekan Division of Social Sciences di
University of Chicago dan sebelumnya menjabat Ketua Departement of
Education di lembaga yang sama, ia sangat berperan dalam mendorong
penerimaan National Assesment of Student Progress, dan berkeliling
dunia untuk berbagi kearifan pendidikannya. Tidak ada seorang pun,
bahkan hingga saat ini dalam pandangan saya, yang memiliki kejernihan
visi seperti Tyler, membangkitkan rasa hormat, dan menjadi rujukan dari
pelbagai macam bidang dalam pendidikan.

100
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Dua tahun sebelum Tyler meninggal dunia, saya mengundangnya


pada kuliah tentang kurikulum di Stanford untuk berbicara di depan
para mahasiswa. Ia menerimanya dengan ramah. Ia datang dan berbicara
tentang pendidikan sebagaimana diketahuinya, bagaimana pendidikan
berkembang, dan apa yang menurutnya perlu mendapat perhatian saat
itu. Di sela-sela berlangsungnya diskusi dengan Tyler, seorang mahasiswa
bertanya kepadanya, "Dr. Tyler, apa yang bisa Anda katakan mengenai
pencapaian utama Anda yang sudah sangat jauh?" Tyler terdiam sejenak,
menatap mahasiswa itu, dan berkata "Hidup sampai usia sembilan puluh
dua tahun." Jawaban ini adalah salah satu dati beberapa pernyataan yang
saya pikir Ralph Tyler salah.

Cata tan
of Curriculum and Instruction (Chicago, Illinois: University
1. Tyler, Basic Principles
of Chicago Press, 1969), hlm. 2.
2. E.R. Smith dan Ralph W. Tyler, Appraising and RecordingStudent Progress, Volume
III (New York: Harper and Bros, 1942).
3. Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions (Chicago, Illinois: University
of Chicago Press, 1962).
4. John Rawls, A Theory of Justice, edisi diperbaiki (Cambridge, Massachusetts:
Belknap Press of Harvard University, 1999).

Lihat juga
Dalam Fif!y Mqjor Thinkers on Education: Dewey, Thorndike.

Karya-karya utama Tyler

Basic Principles of Curriculum and Instruction, Chicago, IL: University of Chicago


Press, 1950.
The Challenge of National Assessment, Columbus, OH: Charles E. Merrill Publishing
Company, 1968.
Tyler, Ralph W. dan Wolf, Richards M. (eds), Crucial Issues in Testing, Berkeley, CA:
McCutchan, 1974.
'National Assessment: A History and Sociology', dalam James W. Guthrie dan
Edward Wynne (eds), New Models for American Education, Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall, 1971.

101
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)

BURRHUS FREDERIC SKINNER


(1904 - 1990)

-==~"'"'"'"'"'"'"'~

Torsten Husen

Mengajar adalah mempercepat proses belajar. Anak didik belajar


tanpa pengajaran, dan guru menciptakan kondisi agar anak didik
belajar secara lebih efektif dan lebih cepat.

Burrhus Frederic Skinner dilahirkan pada 1904 di kota kecil


Susquehanna, Pennsylvania, tidak jauh dari perbatasan negara bagian
New York. Ayahnya adalah pengacara yang menjadi General Counsel
di sebuah perusahaan batu bara besar. Kakek dari ayahnya beremigrasi
dari Inggris menuju Amerika Serikat. Masa kedl Skinner, menurut jilid
pertama memoarnya, Particular of My Life (1976), cukup harmonis.
Selama menuntut ilmu di high school ia didorong oleh guru bahasa
Inggrisnya bahwa sastra dapat menjadi jurusannya di college. Bukunya,
The Technology of Teaching (1968), dipersembahkan untuk gurunya di
high school tadi. Ia belajar di Hamilton College, di dekat Uthica. Pada
masa itu ia telah menunjukkan minat seni dan intelektual yang besar
dengan kecenderungan kuat pada seni sastra. Ia mulai menulis puisi
dan dikirimkan ke surat kabar lokal di Susquehanna. Hamilton College

102
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

menawarkan banyak kesempatan yang diinginkan anak-anak muda yang


memiliki minat pada kebudayaan. Ia mengikuti kursus bahasa Y unani dan
dapat membaca IIliad dalam bahasa aslinya. Ia mempelajari sastra modern
dan klasik, drama, dan penulisan kreatif. Ia menjadi editor surat kabar
mahasiswa sastra, menulis puisi, berlatih musik, menjadi pelukis dan
pemain saksofon yang handal. Sebagian minat ini tetap bertahan sampai
Skinner meninggal dunia. Di rumahnya di Cambridge, Massachusetts,
ia memiliki sebuah piano dan organ serta mengumpulkan teman-
temannya untuk bermain drama di rumahnya pada sore hari di mana
para partisipannya memainkan peran masing-masing.
Setelah lulus dari college, Skinner ingin sekali menjadi seorang
penulis. Dalam autobiografinya ia menuliskan kembali sepucuk surat
dari sang ayah yang berusaha mendesak Skinner untuk meninggalkan
karir potensial ini yang tidak akan memberinya "sesuap nasi". Skinner
muda tetap bersikeras dan menghabiskan satu tahun menulis cerita fiksi
di Greenwich Village, tempat berkumpulnya para sastrawan di New York.
Sepucuk surat yang diterima Skinner dari penyair Robert Frost, yang
pernah dikiriminya cerita pendek sekaligus meminta Frost untuk tidak
hanya menilai contoh tulisannya tetapi juga memberi nasihat ten tang karir
masa depannya, sangat menentukan dalam perjalanan karirnya. Frost
menasihati Skinner untuk memikirkan karir tersebut selama beberapa
saat sebelum terjun ke karir menulis. Pada saat yang sama, ia memutuskan
menuntut ilmu ke Harvard dan mengikuti program graduate untuk
psikologi yang sangat sulit dipelajarinya di college. Sebelum mengambil
keputusannya, Skinner telah membaca karya-karya utama fisiolog Rusia,
Ivan Pavlov, yang eksperimennya dengan anjing dan refleks dikondisikan
(conditioned reflex) diterbitkan dalam bahasa Inggris pada akhir 1920-an.
Pavlov memberikan ceramah pada kongres internasional di Harvard
pada 1929. Skinner juga telah membaca karyaJohn B. Watson tentang
behaviorisme. Tulisan Watson tentang behaviorisme dan gayanya yang
elegan telah memikat Skinner. Demikian juga pada Bertrand Russell yang
pemikiran filsafatnya banyak diserap Skinner selama periode ini.
Di antara dosen-dosen Harvard adala.l,. Henry Murray Edward
G. Boring dan beberapa "psikolog introspektif' lain yang tidak sesuai
pola beha"Y~oristik da...1 positivistik yang dorr>inan dalam pemikiran
Skinner. Filsuf Alfred North W'hitehead juga merniliki pengaruh kuat dan
melalui gagasannya Skinner semakin mengenal Bertrand Russell. Setelah
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)

menyelesaikan program Ph.D. di Harvard, Skinner menjacli Associate


Professor-semula di University of Indiana dan kemudian di University
of Minnesota. Ia menerima jabatan profesor penuh di Harvard 1948. Di
University of Minnesota, ia mempunyai mahasiswa seperti John Carroll
dan N.L. Gage. Keduanya memberikan kontribusi besar dalam bidang
penelitian pendidikan.
Selama 1930-an dan 1940-an Skinner mengembangkan teorinya
dengan melakukan eksperimen-eksperimen pengonclisian operan (operant
conditionini). Hasil penelitiannya diterbitkan dalam The Behaviour Organisms
(1938), Science and Human Behaviour (1953), dan Verbal Behaviour (1957).
Buku-buku terse but menjabarkan dasar teoretis untuk karyanya tentang
teknologi pendidikan baru yang terkenal sebagai "belajar terprogram"
(programmed learnini) dan dituangkannya dalam monograf, The Technology
of Teaching (1968). Tulisan pertama Skinner yang membahas penerapan
sistematis pengondisian operan pada pendidikan adalah artikel yang
dipublikasikan pada 19 54 dalam Harvard Educational Review (dan ditulis
kembali dalam The Technology of Teachini). Ia menyampaikan suatu model
presentasi terprogram (model of programmed presentation) untuk materi
yang harus dipelajari dan penggunaan "mesin mengajar" yang dapat
memberikan penguatan-penguatan (reiiforcemenf).
Skinner sendiri telah menyatakan bagaimana ia tertarik dengan
penerapan prinsip-prinsip psikologinya pada pendidikan. Suatu hari
dalam kapasitasnya sebagai orang tua, ia mengunjungi ruang kelas 4,
tempat anak perempuannya belajar. Ia memerhatikan mata pelajaran
matematika yang sedang disampaikan. Tiba-tiba situasi pengajaran
tersebut tampak absurd baginya. Dalam kelas itu terdapat "dua puluh
organisme berharga" sekaligus korban pengajaran yang menurutnya
menyangkal semua yang dikenal sebagai proses belajar. Keberatan
utamanya terhadap teknik didaktik yang digunakan adalah bahwa
teknik tersebut tidak bekerja dengan penguatan asli yang memiliki
efek kuat. Sekolah sering beroperasi dengan pujian dan hukuman yang
menghasilkan motivasi artifisial. Proses belajar tidak berjalan atas dasar
minat asli pada apa yang harus dipelajari, melainkan karena maksud
lain. Komentar Skinner yang terkenal adalah sebagai berikut, "Seorang
siswa Amerika yang memiliki kemampuan bahasa Prancis bagus bisa
mengatakan 'Tolong ambilkan garam' dan tetap mendapat nilai A,
sementara anak Prancis sudah mendapatkan garam!"

104
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Pada 1954, Skinner ikut serta dalam sebuah simposium tentang


kecenderungan-kecenderungan modern dalam psikologi. Ia kemudian
memperagakan suatu alat yang dapat digunakan untuk membimbing
proses bela jar berdasarkan prinsip-ptinsip yang mengaturnya. Presentasi
tersebut dipublikasikan dalam Harvard Educational Review pada tahun
yang sama dan menobatkan Skinner sebagai "pencipta teknologi
pendidikan".
Konsep belajar terprogram yang diperkenalkan Skinner pada
1950-an didasarkan pada ptinsip-prinsip pengondisian operan yang
telah dikembangkan Skinner selama lebih dati dua dasawarsa. Materi
belajar harus disampaikan kepada anak didik secara bertahap dengan
mempertimbangkan tingkat kesulitan dan jarak dati satu item ke item
lain. Anak didik dipacu untuk menghadapi mateti pelajaran dengan harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan dan dikonfrontasikan dengan kualitas
jawaban karena mesin itu secara otomatis akan mengevaluasi reaksinya.
Pemrograman ini dapat mengetahui apakah anak didik diarahkan ke
jalur-jalur yang berbeda melalui mateti pelajaran, tergantung jawaban
mereka. Dengan demikian, anak didik yang memberikan jawaban salah
dapat dikembalikan ke tingkat yang lebih dasar, sebaliknya pelajar yang
konsisten memberikan jawaban benar diperbolehkan meninggalkan
mateti pelajaran tersebut. Pemrograman terus berlangsung sedemikian
rupa sehingga tiap unsur mateti belajar dipraktikkan dengan pengulangan
sampai melangkah ke mateti belajar selanjutnya.
Proses belajar terprogram sangat terkenal sekitar 1960 ketika
persoalan sekolah dan pengajaran diperdebatkan secara mendalam
di Amerika Serikat. Penggunaan teknologi pendidikan baru menjadi
isu utama dalam rapat tahunan American Educational Research
Association pada 1961 dan International Congress of Applied
Psychology di Kopenhagen pada tahun yang sama. Persoalan yang
muncul dalam pertemuan tersebut dan pertemuan lain adalah seberapa
jauh proses belajar terprogram yang difasilitasi mesin mengajar dapat
"menggantikan" guru. Kesimpulan dati pembahasan persoalan itu dan
praktiknya di sekolah adalah bahwa teknologi baru ini dapat digunakan
sebagai pelengkap dalam melatih keterampilan dasar, contohnya aritmatika
dan komunikasi. Dalam kongres di Kopenhagen tadi seorang peserta
bertanya kepada Robert Glaser, peneliti terkemuka dalam metode
didaktik, apakah tujuan utama mesin-mesin ini adalah "menggantikan"

105
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)

pengajaran dan pengajar. Jawaban Glaser untuk pertanyan itu menjadi


jawaban yang melegenda, "Seorang guru, yang bisa digantikan oleh
mesin, harus ada!" Bila dilihat dalam perspektif waktu itu, seseorang
dapat mengatakan bahwa pengajaran terprogram dengan atau tanpa
mesin khusus tidak memainkan perannya sebagaimana diprediksikan
pendukungnya. Beberapa dasawarsa terakhir ini kita menyaksikan
kemunculan komputer pribadi di ruang kelas, sebuah alat yang lebih
fleksibel daripada mesin yang digunakan pertengahan abad ke-20
itu. Namun-yang lebih penting-sekalipun pemrograman tersebut
memberikan sumbangannya untuk menyusun materi belajar dengan
cara yang lebih baik daripada sebelumnya, kita makin sadar pentingnya
interaksi personal an tara guru dan murid. Skinner sendiri dalam artikelnya
di Teacher's College Record (1963) dan kembali ke dasawarsa mesin mengajar,
menyatakan, "Mengajar adalah mempercepat proses belajar. Anak didik
belajar tanpa pengajaran, namun guru menciptakan kondisi agar anak
didik belajar secara lebih efektif dan lebih cepat." Dalam artikel itu ia
tidak menjelaskan konsekuensi dari fakta bahwa sebuah mesin tidak
dapat memotivasi anak didik dengan cara yang sama seperti pengajar
dengan interaksi manusia. Begitu pula mesin tidak dapat bertindak
sebagai teladan. Dengan demikian, interaksi guru-murid sangatlah
penting. Namun teknologi tertentu dalam skala paling sederhana tetap
dapat digunakan sebagai pelengkap.
Aspek-aspek praktis "manajemen kontingensi" dalam mengasuh
anak di rumah atau di kelas disinggung Skinner yang merasa bahwa ia
telah disalahpahami berkenaan dengan implikasi teori penguatannya.
Dalam jurnal Education (1969), ia menekankan bahwa penerapan prinsip
pengondisian operan dalam pendidikan bukan berarti ia mengajarkan
pendidikan "bebas". Akan tetapi ia menekankan bahwa sanksi hukuman
justru melahirkan perilaku-perilaku yang tak diharapkan. Dalam artikel
yang diterbitkan pada 1973 di Nezv York Educational Quarter!;
berjudul 'The Free and Happy Student', Skinner menegaskan, "Hasillogis
alamiah dati perjuangan meraih kebebasan dalam pendidikan
adalah bahwa guru harus mengontrol anak didik mengabaikannya.
Sekolah bebas bukanlah sekolah sama sekali."
Mungkin ada penemuan Skinner lain yang kurang dikenal padahal
memiliki implikasi pendidikan yang luas. Penemuan terse but adalah 'Bayi
dalam Boks' (Bai?J inA Box). Skinner mengatakan bahwa di "dunia baru

10t;
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

yang menantang" ini, di mana sains dan teknologi telah memengaruhi


perempuan yang bekerja di rumah, harus dilakukan sesuatu untuk
memfasilitasi perawatan anak. Secara tradisional bayi dibungkus dengan
kain di atas kasur yang tidak diatur sesuai suhu dan kelembabannya.
Metode ini menunjukkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan
ibu ditambah dengan memandikan bayi. "Sangkar" yang dibuat Skinner
membiarkan bayi untuk duduk telanjang dalam boks (tempat tidur bayi-
penyunting) di balik pintu kaca. Reaksi anak mengatur suhu sehingga
ia tetap pada kondisi nyaman. Anak perempuan Skinner, Deborah, saat
berusia satu tahun, tinggal dalam "boks".
Penerapan lain dari prinsip psikologinya pada konteks sosial yang
lebih luas dituangkan dalam novel utopia Skinner, Walden Two, (1948).
Judul novel ini, tentu saja, merujuk pada karya terkenal Thoreau, Walden,
or Lift in the Wood (1854), yang menggambarkan kehidupan tenang dan
jauh dari kesibukan kota. Dalam novel itu, Skinner bertindak sebagai
penemu sosial yang menggambarkan sebuah masyarakat di mana
pengetahuan ten tang bagaimana reaksi manusia tertentu diperkuat dan
reaksi lainnya ditekan. Pendiri masyarakat baru, alter ego penulisnya,
menyatakan:

Saya hanya memiliki satu ide selama hidup saya-ide yang benar-
benar cocok. Untuk mengungkapkannya secara langsung-ide
untuk melakukannya dengan cara saya sendiri. "Kontrol" adalah
ungkapan untuk itu. Kontrol perilaku manusia. Selama masa awal
saya sebagai peneliti (experimenter) merupakan saat yang didominasi
oleh amarah. Saya ingat kemarahan saya ketika suatu prediksi salah.
Saya ingin berteriak kepada subjek saya, "Bertindak sopan, jahanam!
Bertindaklah seperti yang seharusnya!"

Ketika Walden Two diterbitkan (pada tahun yang sama dengan


penerbitan buku George Orwell, 1984), buku tersebut sangat terkenal
setidaknya di Eropa Barat. Namun pada 1960, saat terjadinya revolusi
generasi muda, dalam suasana kekecewaan terhadap masyarakat,
kebanyakan dari mereka mempraktikkan kehidupan "Walden-Two" dalam
apa yang disebut commune. Buku tersebut laku keras dan penjualannya
mencapai satu juta buah.
Ketika memperkenalkan Skinner kepada publik Swedia pada
pertengahan 1970-an penulis (forsten Husen-penyunting) menggam-

107
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)

barkan Skinner sebagai "Rousseau abad ke-20". Sebagaimana Rousseau,


Skinner menulis risalah tentang bagaimana manusia hidup dalam konteks
sosial. Sampai kadar tertentu risalah ini bisa dilihat sebagai pengganti
bagi rencana awalnya untuk menjadi penulis fiksi.
Bryond Freedom and Digni!J dianggap Skinner sendiri sebagai bukunya
yang paling penting-semacam surat wasiat. Dalam perspektif yang
lebih luas buku tersebut bisa dilihat sebagai kontribusi untuk filsafat
pendidikan karena itu disebut "manifesto Skinner". Buku itu merupakan
upaya untuk menjelaskan konsepsi hakikat manusia itu dan menunjukkan
relevansinya dengan upaya membangun masyarakat yang lebih baik.
Singkatnya, garis pemikiran Skinner adalah sebagai berikut, bahwa
"kebebasan" dan "kehendak bebas"-seperti yang biasa dipahami-
merupakan ilusi. Kita harus membuang pendapat yang membuat kita
menolak pemikiran bahwa manusia adalah produk lingkungannya,
lingkungan yang menguatkan. Alih-alih mengakuinya, kita justru berpegang
teguh pada kepercayaan bahwa manusia memiliki "jiwa" dan bahwa
dalam diri ada suatu pusat di mana kita mengarnbil keputusan tentang
apa yang harus dilakukan. Padahal perilaku kita tidak ditentukan dari
"dalam" tapi ditentukan dari "luar". Perilaku terbentuk oleh konse-
kuensinya. Tiap manusia adalah sekumpulan reaksi unik yang sebagian
di antaranya telah ada dan secara genetis diturunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Pengondisian yang kita alarni dari lingkungan
so sial menentukan "pengalaman", yakni sekumpulan perilaku yang
sudah ada.
Gagasan bahwa individu "bertanggung jawab" dan "otonom"
merupakan mitos berbahaya yang menjadi penghambat menuju
masyarakat sejahtera di mana manusia dapat hidup damai dan bahagia.
Jika kemanusiaan ingin tetap bertahan, maka harus menggunakan
teknologi so sial yang dibangun di atas basis rasional dan ilmiah--dalam
konteks ini berarti penerapan pengondisian operan.
Skinner menyebutkan bahwa dalam sejarah filsafat sosial,
Rousseaulah yang mengakui pentingnya penguatan positif. Pendidik
pada umumnya melebih-lebihkan pentingnya penguatan negati£ Mereka
yang menulis tentang kebebasan manusia biasanya terlalu menekankan
pentingnya alternatif-alternatif yang menghindari kegelisahan dan

108
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

hukuman serta cenderung melupakan kebebasan yang tertanam dalam


setiap upaya mencapai tujuan yang diinginkan. Filsafat yang mengontrol
adalah kesalahan, mengakibatkan penerapannya pada sebuah sistem
membuat tindakan menghukum menjadi abadi. Skinner menekankan
bahwa masalah kebebasan bukanlah menyelamatkan orang dari semua
kontrol namun dati sebagian kontrol.
Menghubungkan penyebab di balik tindakan seseorang dengan
sesuatu di luar dirinya dialami sebagai ancaman terhadap nilai diri (se!f
value), terhadap martabat. Jika konsekuensi negatif tindakan seseorang
menimbulkan permasalahan kebebasan individu, maka konsekuensi
positif memunculkan pertanyaan nilai individu. Jika individu berbuat
jahat, maka ia dianggap bertanggung jawab atas perbuatan itu dan
dihukum karena telah melakukan tindakan jahat. Semakin kita berhasil
mengklasifikasikan situasi luar (outer situation), semakin berkurang nilai
individu.
Mereka yang dengan teguh menekankan konsep tradisional ten tang
kebebasan dan nilai pribadi ternyata justru mencari-cari kesalahan dan
memberi hukuman dalam pendidikan. Hukuman didasarkan pada asumsi
bahwa perbuatan yang tak diinginkan akan berkurang dengan tindakan
menghukum itu. Namun, seseorang sering melakukan perbuatan yang
tidak sesuai dengan keinginannya-individu yang dihukum berbuat
sesuatu agar terhindar dari hukuman. Skinner menafsirkan sebagian besar
konsep represi neurotik Freudian sebagai perilaku menghindar.
Bryond Freedom and Dignity (1971) berakhir dengan sebuah kredo
bahwa ilmu sosial, khususnya ilmu behavioral, harus mampu membangun
sebuah masyarakat yang lebih toleran dengan mengembangkan strategi-
strategi yang memadai untuk membentuk manusia. Agar berhasil dalam
usaha ini, ilmuwan behavioral harus berhenti melihat manusia sebagai
entitas otonom. Manusia adalah produk interaksi antara dirinya dengan
lingkungannya. Ringkasnya, ilmu behavioral harus menggunakan strategi
yang sama dengan strategi biologi dan fisika.

109
Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)

Lihat juga
Dalam Fifty Major Thinkers In Education: Rousseau, Russel, dan Whitehead.

Karya-karya utama Skinner


The Behaviour of Organisms: An ExperimentaiAna!Jsis, Englewood Cliffs. NJ: Prentice
Hall, 1938.
Walden Two, New York: Macmillan, 1948.
Science and Human Behaviour, New York: Macmillan, 1953.
"Science and Art of Teaching", Harvard Educational Review, 24, 1954, hlm. 86-97.
Verbal Behavior, New York: Appleton-Century-Crofts, 1957.
"Teaching Machines", Science, 128, 1958, hlm. 969-977.
Cumulative Record, New York: Appleton-Century-Crofts, 1959.
"Teaching Machines", S cientiftc American, November, 1961, hlm. 91-102.
"Teaching Science in High School- What is Wrong?", Science, 1959, 1968, hlm.
704-710.
The Technology of Teaching, New York: Appleton-Century-Crofts, 1968.
"Contingency Management in Classroom", Education, Milwaukee, Wisconsin,
November-December, 1969, hlm. 1-8.
Contingencies of Reinforcement: A Theoretical Ana!Jsis, New York: Appleton-Century-
Crofts, 1969.
Bryond Freedom and Dignity, New York: Alfred Knopf, 1971.
"Skinner's Utopia: Panacea, or Path to Hell?", Time Magazine, 20 September, 1971,
hlm. 47-53.
"On 'Having' A Poem", Saturday Review, 15 July, 1972, hlm. 32-35.
"The Free and Happy Student", New York University: EducationalQuarter!J, Winter,
5, 1973, hlm. 2-6.
Particulars of My Life, New York: Alfred Knopf, 1976.
Reflections on Behaviourism and Society, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,
1978.
The Shaping of A Behavourist, New York: Alfred Knopf, 1979.
"My Experience with the Baby-Tender'', P!Jchology Todqy, March, 1979, hlm. 29-40.
A Matter of Consequences, New York: Alfred Knopf, 1983.
"What is Wrong with Daily Life in Western World?" American P!)lchologist, May, 41,
5, 1986, hlm. 568-574.
Upon Further Reflection, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1987.

Bacaan lebih lanjut


Bjork, D.W 1993, B.F. Skinner-A Life. New York: Basic Book.

110
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

HARRY BROUDY
(1905 - 1998)
-==0\,~~~~~~~~

Liora Bresler

Jenis pendidikan sekolah apa yang diperlukan untuk mencapai


harapan cerah? Pengetahuan memberikan sumbangan bagi
pencerahan, tapi pengetahuan yang mencerahkan harapan
meliputi pengetahuan ilmiah dan pengetahuan nilai.... Pengetahuan
untuk harapan cerah kadang disebut kearifan, yang memadukan
pengetahuan manusia dengan kejernihan berpikir ten tang apa yang
dapat dan tidak dapat dicapai.

(Broudy 1972, hlm. 53)

Harry Broudy dilahirkan di Polandia dari keluarga Yahudi yang


kaya, anak sulung dari empat bersaudara, dan mengawali pendidikannya
di Cheder (ruang belajar khas warga Yahudi-penyunting) tradisional.
Ia beremigrasi dengan keluarganya ke Massachusetts pada 1912 dan
memasuki sekolah Amerika tanpa pengetahuan bahasa Inggris sama
sekali. Ia meraih gelar BA untuk Sastra dan Filsafat Jerman dari Boston
University (1929) dan Ph.D. dalam Filsafat dari Harvard (1935), fokus
utamanya adalah pada Kirkegaard, Bergson, dan William James.

111
Harry Broudy (1905 - 1998)

Broudy mendalami pendidikan terutama karena munculnya anti-


Semitisme di universitas-universitas Amerika yang tidak mendukung
terlibatnya orang-orang Yahudi dalam Ivy Leagues (sekumpulan college
di kawasan timur laut Amerika Serikat yang membentuk liga untuk
olahraga antar-college, istilah ini sering digunakan untuk menunjukkan
gaya busana, standar, sikap, dan lain-lain dari para mahasiswanya-
penyunting). Walaupun gelar Harvard yang diterimanya di bawah
bimbingan Whitehead 1 dan Perry, ia hanya bekerja di North Adam State
Teachers College (1937) sebagai pengajar psikologi umum dan filsafat
pendidikan. Di sana ia bertemu dan menikah dengan Dorothy Hogarth
(1947), putri seorang petani dan perempuan berbakat, yang mendukung
Broudy dengan pelbagai cara, seperti mengatur waktu, mengetik makalah,
memperbaiki kran, dan melakukan tugas-tugas penting lainnya. Anak
laki-lakinya, Richard, dilahirkan di Massachusetts.
Diterimanya Broudy di College of Education, University of Illionis,
pada 1957, menandakan karir kedua yang produktif dan memuaskan.
Di sana Broudy tidak tertarik bekerja di Jurusan Filsafat, namun
memusatkan perhatiannya pada pendidikan, dengan meneliti bidang
kurikulum dan pendidikan menengah (secondary education) dan tinggi
(tertiary education) serta mengembangkan ide-idenya ten tang pemanfaatan
sekolah. 2 Ia pensiun pada 1974 (namun tetap aktif dalam komite-komite
kampus, mengajar, memberikan nasihat, dan kegiatan akademis selama
lima belas tahun berikutnya), dan memperoleh kehormatan melalui
diselenggarakannya sebuah konferensi tiga hati tentang "Pemanfaatan
Pengetahuan Kehidupan Pribadi dan Layanan Profesional". Broudy
tinggal di Urbana sampai meninggal dunia dan saat usianya sudah
mencapai sembilan puluh tahun masih dapat dilihat berjalan dengan
cepat di jalan yang ramai (bahkan tanpa tertabrak mobil) di Race Street
yang menghubungkan rumahnya dengan kampus.
Saya bertemu Borudy pada akhir 1980-an. Diilhami oleh karyanya
yang saya baca ketika masih menjadi graduate student, saya kagum dapat
bercakap dengan sosok yang tidak berpura-pura, memiliki pemahaman
yang peka dan tajam, bijak, hangar, peduli, serta memiliki rasa humor
yang cerdas. Dalam wawancara yang saya lakukan dengan janda, sahabat,
kolega, dan mahasiswanya, mereka menonjolkan watak-wataknya tersebut
dan aspek-aspek lain ten tang sosok Broudy. Rupert Evans, Dekan College
pada akhir 19 50-an dan 1960-an, berbicara ten tang kemampuan bahasa

112
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Inggrisnya yang mengagumkan (Rupert mengatakan bahwa ia tidak


pernah gagal belajar satu kata baru dati Broudy dalam percakapan
dengannya), popularitas, dan efektivitasnya sebagai seorang guru,
penghargaan dati para koleganya, pembantu rektor (provost) and rektor
(president). Gordon Hoke, seorang penilai pendidikan, berbicara tentang
kontribusi penting Broudy di lembaga federal dan perkumpulan ilmuwan,
memberikan contoh nyata tentang bagaimana Broudy "bertoleransi".
Wayne Bowman, seorang filsuf musik terkemuka yang bekerja dengan
Broudy untuk menyelesaikan disertasi doktoralnya, berbicara tentang
pengabdian, pergolakan intelektual, perhatian pada susunan kata dan
makna serta "pengaruh menonjol dan bertahan lama" dati Broudy
kepadanya. Bowman mengatakan, "Dati Broudylah pertama kali saya
mengenal disposisi, tendensi, dan kecenderungan filsafat."
Broudy mencurahkan perhatian pada implikasi-implikasi demokrasi
bagi pendidikan, terutama pengetahuan yang didapat dalam kurikulum
sekolah menengah sebab sekolah tersebut terbuka untuk umum. Ia
membedakan dua pertanyaan, yaitu "apa pengetahuan yang baik?"
dan "untuk apa pengetahuan yang baik?" Broudy mengarahkan
pertanyaan pertama kepada para spesialis dalam pelbagai disiplin ilmu
dan memusatkan perhatiannya pada pertanyaan kedua (Vandenberg
1992). Berbeda dengan Dewey, Broudy tidak percaya pada pendidikan
progresif, yang dianggapnya sebagai usaha yang berani tapi sia-sia untuk
mendapatkan kembali kualitas kehidupan yang aman dan damai (the
qualities of small-town life in America). Sebagai sosok yang menyatakan
diri sebagai realis klasik3 dengan minat utama pada masalah yang
dimunculkan oleh eksistensialisme, Broudy menegaskan bahwa ada
sekumpulan ide penting dan keterampilan belajar yang hams dimiliki
oleh setiap orang. Pengetahuan ini perlu diterjemahkan menjadi program
yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan latar belakang, kemampuan,
dan minat sekaligus mempertahankan keunggulan.
Apakah keunggulan sejalan dengan demokrasi? Broudy menganggap
keunggulan dibentuk dalam kualitas kehidupan sosial dan pribadi, kualitas
masyarakat itu sendiri, bukan melalui pencapaian individu yang memiliki
prestasi kognitif, ilmiah, dan artistik tinggi. Ia melihat tujuan pendidikan
umum sebagai realisasi dati ke-diri-an (se!fhood), bahwa pengetahuan dapat
berperan sebagai alat untuk mencapai kehidupan yang baik dengan
memperbesar kebahagiaan melalui realisasi diri. Seni memiliki peran

113
Harry Broudy {1905 - 1998)

penting dalam mendukung realisasi diri. Ia mendukung pendidikan seni


kepada seluruh anak didik, bukan hanya anak didik yang mempunyai bakat
ataupun minat besar pada seni.
Janji Broudy adalah bahwa kehidupan akan lebih baik, jika melalui
pendidikan, cita rasa seseorang dapat diubah mendekati cita rasa ahli
seni (connoiseur), terbentuk landasan berpikir (rationale) bagi pendidikan
estetika, dan diutamakannya apresiasi seni sebagai cara untuk mencapai
"melek seni" (aesthetic literary). Ia menyatakan bahwa disiplin pendidikan
seni terdiri dari sekumpulan pengetahuan yang didasarkan pada
keahlian dan kesarjanaan, melampaui unjuk kemampuan (exposure) dan
pengungkapan diri (se!fexpression). Pendidikan imajinasi berarti bahwa
anak didik mendapat imaji-imaji seni yang berfungsi sebagai sumber
asosiatif dan interpretatif, dengan memberikan konteks yang memperluas
dan memperdalam pemahaman. Seni akan mengisi peran yang sama
dengan kemanusiaan-mengajarkan nilai, menambah keindahan,
mengurangi keburukan dan kebencian. Sehingga seni lebih mengadopsi
tujuan pendidikan umum, bukan tujuan pendidikan seni khusus.
Seperti Dewey, Broudy menganggap "pengalaman yang secara estetis
memuaskan ... [adalah] kebalikan dari perjalanan yang membosankan, tak
bermakna, tak berbentuk, dan tak berujung" (1972, hlm. 35). Namun
tidak seperti Dewey, Realisme Klasik Broudy menyoroti kurikulum
yang berkisar pada pemberian contoh (exemplar), yang diarahkan untuk
memperoleh pengetahuan bukan sekadar memecahkan masalah.
Broudy, bersama Joe Burnett dan B. Othanel ('Bunny') Smith, dan
kemudian dalam tulisan-tulisannya yang lain, melakukan studi tentang
pemberian contoh sebagai wahana utama mencapai nilai-nilai pengajaran
ini. Program sekolah menengah yang ditawarkannya difokuskan pada
apresiasi dan persepsi pola-pola karya seni "terbaik", bukan pertunjukan
tradisional dan karya-karya sanggar.
Dasar pemikiran yang sama tentang nilai juga terdapat dalam
pandangannya tentang pendidikan tinggi. Selama Perang Dunia II,
Broudy menyadari bahwa para ilmuwan dan insinyur tidak dengan
sendirinya mengembangkan kerangka referensi etis. Ia merasa perlu
mengembangkan kepekaan etis pada setiap orang sehingga mereka bisa
mengonttol ilmu dan teknologi dengan kearifan (1943). 4 Perkembangan
imajinasi serta pendidikan dan persepsi emosi merupakan tujuan utama
menuju pendidikan erika. Seni yang serius menciptakan imaji perasaan

114
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

yang belurn kita sadari, yakni dengan membuat yang biasa menjadi asing,
yang asing menjadi biasa. Broudy, seperti Langer, menegaskan bahwa
"anak didik harus merenungi emosi, bukan memilikinya" (Broudy
1972b, hlm. 49). Penggalian pengalaman estetik akan memperluas dan
membeda-bedakan beragam perasaan dan nilai. Pengalaman estetik
kemudian merembes ke dalam proses pendidikan, dengan menerangi
setiap modus pengalaman lain.
Alih-alih membiarkan idenya di tingkat abstrak, Broudy justru
menerapkannya secara konsisten pada medan praktis pendidikan di
sekolah. Pada 1943 dalam makalah "History Without Hysteria", ia
menanggapi penerbitan hasil tes pengetahuan sejarah, dengan mengklaim
bahwa nilai rendah yang didapat (tes itu) hanya menunjukkan tidak
digunakannya fakta dalam kehidupan sehari-hari ribuan mahasiswa tahun
pertama yang diuji. Tujuan pengajaran sejarah, tulis Broudy, bukanlah
penyimpanan fakta ifact retention), tapi "kemampuan menggunakan sejarah
untuk menafsirkan permasalahan saat ini". Ia mengembangkan masalah
ini dalam beberapa bukunya, termasuk buku terakhir (1988) di mana ia
menunjukkan keterbatasan-keterbatasan sasaran peniruan/penerapan
(replikasi/ aplikasi) sekolah serta menyoroti penafsiran dan asosiasi.
Manfaat interpretatif dan asosiatif dari pendidikan sekolah dianggap
sebagai pembentukan konteks (context buildin~. Keduanya berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari, namun tersembunyi di bawah permukaan
kesadaran, merepresentasikan kemampuan generalis (menguasai
pelbagai hal sccara umum, tapi tak mendalam-penyunting) untuk
memperkirakan pemahaman spesialis, bukan kekuatan mengingat atau
pemecahan masalah spesialis.
Broudy dianggap sebagai @suf utama pendidikan pada paruh kedua
abad ke-20. Akan tetapi, pengaruh utamanya tertuang dalam tulisan
pendidikan estetika mengenai bidang seni visual dan bidang, kurang
diakui namun tidak kurang penting, pendidikan musik (Bresler 2001;
Colwell1992). Pada awal1950, pendidikan estetika muncul sebagai inti
pemikirannya bahkan dalam membahas masalah-masalah pendidikan
umum (contohnya, penggunaan pendidikan sekolah atau pembahasan
tentang bagaimana disiplin-disiplin intelektual dapat ditranformasikan
ke dalam program pendidikan umum pada masyarakat demokratis).
Kepindahan Broudy ke University of Illionis, yang memiliki program seni
visual dan seni musik sangat baik, memperkuat minat dan pengaruhnya

115
Harry Broudy (1905 - 1998)

dalam penelidikan estetika. Charles Leonhard, seorang pendidik musik


yang kharismatik dengan k~mitmen mendalam pada estetika dan
implikasinya terhadap praktik, kala itu sedang dalam proses menclirikan
program doktoral untuk penelidikan musik-yang kemuelian terkenal. I a
mengenal Broudy sebagai sarjana terkemuka dan meminta mahasiswanya
untuk mengikuti kuliah-kuliah Broudy, termasuk para calon penelidik
musik terkemuka (misalnya Bennet, Reimer, dan Wayne Bowman) yang
mengembangkan ide-idenya lebih lanjut dalam filsafat penelidikan musik.
Sehingga pengaruh jangka panjang ide Broudy dapat clilihat melalui
mahasiwa yang belajar kepadanya eli Illionis dan juga melalui tulisan-
tulisan ten tang filsafat penelidikan musik dalam terbitan-terbitan utama
penelidikan musik.
Dasar pemikiran untuk peneliclikan musik dikembangkan oleh Broudy
dalam bukunya tentang seni yang terbit pada 1950, eli mana ia meneliti
pembentukan pemikiran dan selera orang kebanyakan melalui cara
bertutur, pikiran, dan seni populer, sebagai motif sekaligus ungkapannya.
Pandangan Broudy tentang dasar filosofis untuk menggunakan musik
"terbaik" penting sekali bagi profesi peneliclikan musik. Sebagaimana
elikatakan Richard Colwell, "Ide Broudy dalam karyanya 1958 bahwa
penelidikan musik harus memiliki filsafat sangat mengejutkan kalangan
pendidik musik" (1992, hlm. 44). Broudy, tulis Colwell, "Menulis
[gagasannya tentang penelidikan musik) dengan baik dan beberapa
penelidik musik juga dapat menulis [sebagaimana Broudy]." Pada 1970-
an dan 1980-an, Broudy menulis pelbagai makalah dan buku yang
mendukung sentralitas peneliclikan seni (bandingkan tulisan-tulisannya,
"How Basic Is Aestethic Education?" Or is "Rt the fourth R?", ''Arts
Education, Necessary or Just Nice?", "A Common Curriculum in
Aesthetics and Fine Arts'') termasuk buku yang berpengaruh, Enlightened
Cherishing (1972), dan buku terbitan Getty Center, The Role o/ Imagery
(1987). Broudy menyebutkan perjuangan peneliclikan seni yang beralih
dari periferi menuju inti penelidikan sekolah sebagai pertentangan antara
"kesenangan" (nice) dan "kebutuhan" (necessary). Ia mengklaim bahwa
imajinasi yang eligali melalui penelidikan seni memberikan dukungan
penting bagi fungsi-fungsi lain dari pikiran anak elidik.
Broudy menambahkannya dengan keterampilan mencerap (skills
of perceivini) dan membuat komponen pengetahuan dari prinsip-
prinsip kritis serta pengetahuan tentang sejarah seni dan dasar-dasar

11 fi
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

filosofisnya. Ia menganggap persepsi estetik analog dengan "membaca


teks yang berupa suatu imaji atau sekumpulan imaji" (1987, hlm. 49).
Berkomunikasi dengan seni membutuhkan bahasa yang membuat anak
didik dan guru mampu saling berkomunikasi dan berkomunikasi dengan
karya seni. Broudy menganjurkan adanya hubungan dialogis antara
produksi (menciptakan karya seni) dan apresiasi (menghargai karya seni),
dengan menyatakan bahwa produksi lebih tergantung pada kemampuan
untuk mengapresiasi karya seni daripada penjelajahan untuk ekspresi diri.
Ia mengembangkan strategi belajar untuk pengamatan sekilas (scanniniJ,
dengan memusatkan perhatian pada sifat-sifat indrawi, ekspresif, formal,
dan teknis dari karya seni. Pengamatan sekilas telah digunakan dalam
menyusun pelbagai kurikulum seni (contohnya, dalam arsitektur oleh
Michelle Olson, musik oleh Carrol Holden, dan pendidikan seni visual
oleh Nancy Roucher) dan membangun dasar-dasar bagi Getty Center.
Dasar filosofisnya yang luas untuk pendidikan musik telah
melahirkan filsafat pendidikan musik yang sangat jelas untuk pertama
kalinya. Namun, dukungannya terhadap pengetahuan tentang musik (bukan
pengetahuan musik) dan penolakannya terhadap band tradisional dan
paduan suara sebagai kegiatan ekstrakurikuler tidak sesuai dengan
kebiasaan dan harapan para pendidik musik. Pandangannya bahwa karya
mahasiswa seni tidak dengan sendirinya seni yang baik ("spontanitas
murni dan kepolosan anak-anak lebih dihargai daripada karya orang
dewasa yang terlatih", 1972, hlm. 102) sehingga tidak dapat diharapkan
memenuhi tujuan pendidikan estetika, baik berupa karya studio atau
penampilan atau komposisi, sangatlah radikal bagi pendidikan seni dan
musik. Akan tetapi ide dan argumennya tentang sentralitas seni bagi
kurikulum sekolah tertuang dalam misi Getty Center for Arts 5 yang
bertujuan menempatkan sejarah seni, kritik seni, dan estetika sejajar
dengan studio seni. Pada 1980-an, tulisan Broudy (bersama tulisan Elliot
Eisner) mengangkat filsafat baru pendidikan seni yang menunjukkan
keterbatasan-keterbatasan ekspresi diri sebagai raison de'etre (alasan yang
menjustifikasi-penerjemah) pendidikan seni. Broudy sangat penting
dalam gerakan pendidikan estetika dengan perhatiannya pada semua
karya seni dan pelbagai pengalaman estetika. Ide-idenya membantu
menciptakan kurikulum seni visual yang ideal, formal, dan, sampai kadar
tertentu, operasional.

117
Harry Broudy (1905 - 1998)

Pada ringkat yang lebih mendasar, karya Broudy menghubungkan


kembali apa yang dipisahkan oleh Kant dan pemikiran esterika yang
mendominasi selama 200 tahun, yakni antara erika dan esterika. Dasar
pemikiran etika Broudy tentang estetika mendekonstruksi dunia
seni yang independen dan terisolasi, "seni untuk seni", berdasarkan
pandangan Plato dan Aristoteles tentang peran seni. Pandangannya
tersebut berkembang dalam pendidikan dengan mengubah tujuan
pelbagai disiplin pendidikan seni menjadi tujuan pendidikan umum,
memengaruhi pendidikan dan kurikulum seni. lnterdependensi antara
esterika dan erika muncul kembali dalam tulisan Wayne Bowman tentang
musik, Suzi Gablik tentang seni visual, dan penulis lingkungan esterika.
Dalam ayunan pendulum post-modernism, pandangan Broudy menandai
pergeseran dari dekonstruksi menuju pemahaman baru tentang tujuan
dan makna dalam pendidikan esterika.

Catatan
Saya sangat berhutang budi kepada Dorothy Broudy, Rupert Evans,
Gordon Hoke, Charlie Leonhard, dan Bob Stake, yang telah menghabiskan
banyak waktu dengan saya, berbagi perspektif yang luas tentang karya
dan kehidupan Broudy. Saya ucapkan banyak terima kasih kepada Eunice
Boardman, Dick Colwell, Ralph Page, dan Lou Smith atas komunikasinya
yang penting, dan kepada Sasha Ardichvili, Dorothy Broudy, Rupert Evans,
Gordon Hoke, dan Bob Stake atas pembacaan yang cermat pada naskah
ini dan juga komentar mereka yang bermanfaat.

1. Broudy adalah mahasiswa terakhir Whitehead, dan menurut teman-temannya


yang mengenal Broudy dengan baik, pengaruh Whitehead tercermin pada
pemikiran dan jalan hidupnya.
2. Dalam buku seperti "Real World", "Truth and Credibility", "The Citizens
Dilemma", "Paradox and Promise", dan "The Uses of Schooling".
3. Neo-Aristotelianisme dapat ditemukan dalam tulisan-tulisannya di North Adams
dan bukunya Building a Phi/osopf?y of Education yang diterbitkan pada 1961.
4. Pada tahun-tahun terakhir karirnya, Broudy banyak menggeluti permasalahan
pendidikan tinggi dan menjabat direktur. staf selama beberapa tahun pada
Chancellor Commission on the Reform of Undergraduate Learning and
Living.
5. Didirikan pada 1982.

118
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Lihat juga
Dalam buku ini: Eisner.
Dalam buku Fifty Mqjor Thinkers on Education: Aristoteles, Dewey, Plato,
Whitehead.

Karya-karya utama Broudy


"History without Hysteria", School and Society, 58, 1943.
The Real World q( the Public Schools, New York: Harcourt, Brace, 1972a.
Enlightened Cherising: An Essqy on Aesthetic Education, Urbana, IL: University of
Illionis Press, 1972b.
"How Basic Is Aesthetic Education? Or is 'Rt the Fourth R", Educational Leadership
35, 2, 1977, hlm. 139.
The Role o/ Imagery in Learning, Los Angeles, California: The Getty Center for
Education in the Arts, 1987.
The Uses q( Schooling, London: Roudedge and Kegan Paul, 1988.

Bacaan lebih lanjut


Bresler, L., 2001. "Harry Broudy's Aesthetics and Music Education". Research Studies
in Music Education, December.
Colwell, R., 1992. "Goodness and Greatness: Broudy on Music Education". Journal
q( Aesthetic Education, 26, 4, hlm. 37-48.
DiBlasio, M., 1992. "The Road from Nice to Necessary: Broudy's Rationale for
Art Education". Journal o/ Aesthetic Education, 26, 4, hlm. 21-35.
Margonis, F., 1986. "Harry Broudy's Defense of General Education", Tesis tidak
diterbitkan. Champaign, University of Illionis.
Smith, R., 1999. "On The Third Realm- Harry S. Broudy: A Life Devoted to
Enlightened Cherising". Arts Education Po/iry Review, 101, 2, hlm. 34-38.
Vandenberg, D., 1992. "Harry Broudy and Education for a Democratic Society''.
Journal q(Aesthetic Education, 26, 4, hlm. 5-15.

119
Simone Weil (1909 - 1943)

SIMONE WEll
(1909 - 1943)
-==)v~~~~~~~~

Richard Smith

Bertolak belakang dengan apa yang biasa dipercaya, seseorang


bergerak dati yang umum menuju yang khusus, dati yang abstrak
menuju yang konkret. (Hal ini memiliki konsekuensi penting untuk
pengajaran) .... Adalah seni yang membeti ide tentang apa yang
khusus kepada kita.... Dan seni berasal dari agama. Karena agama dan
senilah kita bisa sampai pada representasi yang bersifat individual,
karena perasaan (persahabatan, cinta, kasih sayang) manusia berbeda
dengan makhluk lain. Memberi julukan, menggolong-golongkan
seseorang yang dicintai, adalah suatu kejahatan. 1

Simone Weil dilahirkan di Paris dari keluarga Yahudi yang kaya.


Pada usia sepuluh tahun dia menyatakan diri sebagai seorang komunis.
Simpatinya dengan kaum miskin dan tertindas menjadi tema utama
dalam kehidupan dan tulisannya. Ia menuntut ilmu di Sorbonne, di
mana pandangan politik dan asketisismenya membuat Weil dijuluki
the red virgin. Setelah lulus ia mengajar di sekolah menengah di Le Puy.
Waktu senggangnya yang dihabiskan dengan para pengangguran, dan

120
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

penolakannya untuk memaksa anak didik mengikuti ujian dengan cara


konvensional, menyebabkan Weil dipecat dari pekerjaannya. Setelah
melewati masa suram sebagai pekerja pabrik, ia pergi ke Spanyol
bergabung dengan kelompok anarkis untuk berperang dalam Perang
Sipil Spanyol. Sebuah kecelakaan dengan minyak goreng menjadikan
ketedibatannya dengan perang tersebut berakhir. Pada 1942, keluarga
Weil melarikan diri ke Amerika Serikat dari pembantaian Nazi terhadap
orang Yahudi. Simone Weil melakukan perjalanan dari sana menuju
Inggris untuk bergabung dengan pasukan Pembebasan Francis (Free
French). Di Inggris, ia mengidap tuberkolosis yang mungkin bertambah
parah karena penolakannya untuk makan melebihi jatah ransum yang
diberikan kepada rekan seperjuangannya di wilayah pendudukan Prancis,
dan meninggal dunia di sebuah sanatorium di Ashford, Kent. Semua
tulisannya diterbitkan setelah ia meninggal dunia.
Simone Weil dikenal sebagai pemikir neo-Platonik dan mistikus
Kristen, walaupun ia keturunan Y ahudi. Pandangannya ten tang
kemanusiaan adalah bahwa secara alamiah kita cenderung mengelilingi
did kita dengan kenyamanan fantasi. Kita seperti tahanan dalam Gua
Plato (Republic, Buku VII) dengan mengira bayangan sebagai realitas
dan enggan berjuang membebaskan diri dari belenggu, meninggalkan
hangatnya api yang menciptakan bayangan terse but dan keluar menatap
cahaya matahari yang terang. Ia menyebut kondisi yang menyebar luas
ini sebagai "gravitasi" yang juga bersifat alarniah sebagaimana gravitasi
yang membuat setiap benda pasti jatuh. Kecerdasan dan kapasitas
untuk berpikir adalah pembimbing yang tak bisa diandalkan karena kita
mungkin menggunakannya dengan semangatyang salah-menjadi penipu
diri sendiri, misalnya. Atau seperti Oedipus yang melambangkan umat
manusia, kita mungkin hanya mempunyai semacam kecerdasan yang
dapat memecahkan teka-teki, namun sama sekali tak memiliki wawasan
dan pengetahuan diri.
Kita membutuhkan semacam reorientasi, bukan menambah
kekuatan, intelektual dan reorientasi tersebut terletak dalam pemisahan
diri (de-centrini) atau "peleburan diri" (unse!jini) yang disebut Weil sebagai
decriation. Weil menyatakan bahwa tiap manusia membayangkan dirinya
berada di pusat dunia 2 dan memerlukan kekuatan tak biasa untuk
menyerahkan posisi itu karena kita menguasainya bukan hanya secara
intelektual tetapi menyimpannya dalam bagian imajinatif dari jiwa kita.

121
Simone Wei! (1909 - 1943)

Kita perlu melihat benda dan manusia dalam keunikannya yang khas,
bukan sebagai contoh dari kategori umum. Weil menambahkan, "Jiwa
mengosongkan diri dari semua isinya untuk menerima wujud (the beiniJ
yang dilihatnya, sebagaimana adanya, dalam semua kebenarannya." 3
Menghadapi tuntutan egoisme kita, ego yang merengek mengakibatkan
pemahaman tentang kenyataan (sense if reality) yang bertambah dan
pemahaman itu selanjutnya justtu mengurangi egoisme kita.
Decriation ini terutama diperlukan ketika kita berjuang melawan
penderitaan yang dirasakan orang lain:

Mereka yang menderita tidak membutuhkan apa pun di dunia ini,


tapi orang lain mampu memberikan perhatian kepada mereka.
Kapasitas untuk memberikan perhatian kepada mereka yang
menderita sangatlah jarang dan sulit. Hampir merupakan mukjizat,
dan memang mukjizat. Hampir semua yang mengira memiliki
kapasitas ini ternyata tidak. 4

Sungguh sulit mengalami penderitaan orang lain secara tepat dan


benar, akibatnya kita cenderung merasakannya atau barangkali terbius
olehnya. Penderitaan kita yang lebih memilukan juga hampir mustahil
dipahami dengan tepat. Perangkapnya di sini meliputi masochisme
(penyiksaan diri untuk mendapatkan kepuasan seksual-penyunting)
dan fantasi bahwa penderitaan sesungguhnya merupakan penyelamatan.
Hanya orang suci yang dapat menghindarkan penderitaan mereka beralih
kepada orang lain.
Jiwa terbebas dati gravitasinya oleh cinta dan terutama oleh
pemahaman akan keindahan, sehingga yang terdekat dengan kitalah yang
mungkin akan merasakannya. 5 Di sini kita menemukan lagi kesamaan
gagasannya dengan gagasan Plato, di mana kita bisa berziarah dari cinta
pada keindahan bentuk menuju cinta akan karya-katya seni (yang mem-
berikan kepada kita "ide tentang apa yang khusus"), kemudian menuju
cinta akan Bentuk Keindahan (Form if Beaury) dan akhirnya mencintai
Kebaikan itu sendiri. Perbedaan utama antara Weil dengan Plato adalah
bahwa bagi Weil, yang khusus di dunia ini bersifat menyelamatkan
dan bukan hany~ dittansendensikan dalam perjalanan menuju yang
lebih tinggi. Tulis Weil, "Perenungan atas yang khusus memuliakan
manusia dan membedakannya dengan binatang."6 Cinta peziarah pada

122
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

dunia mengembalikannya ke Gua Platonik, sebagaimana Weil yang


meninggalkan studi filsafat untuk bergabung dengan pekerja pabrik
termiskin di Prancis.
Ide pokoknya adalah perhatian. Memerhatikan dengan benar adalah
melihat dunia dalam cahaya Kebaikan, berjuang untuk terbebas dari racun
kegelisahan dan fantasi pribadi yang biasanya menghalangi pemahaman
dan penilaian kita. Melihat dengan cara yang kuat dan jernih, bukan
"melalui kaca gelap":]

Perhatian berarti menahan pemikiran (though~ kita, membiarkannya


bebas, kosong, dan siap untuk dimasuki objek. Menahan beragam
pengetahuan yang sudah kita dapatkan dalam pikiran (mind), dalam
jangkauan pemikiran, tapi pada tingkat yang lebih rendah dan tidak
bersentuhan dengannya.... 7

Perhatian tidak dianggap sebagai persoalan atas tindakan keinginan


(act of wil~. Kita harus terus-menerus memperjuangkan kekuatan moral
ini, namun kekuatan moral juga his a tercipta hampir ex nihilo (dari
ketiadaan-penerjemah) apabila kualitas perhatian kita cukup adil dan
benar. Keadaan seperti itu disebut Weil sebagai ketenangan (grace). Suatu
keadaan di mana kita harus "melayani Tuhan"-menggunakan judul
dari salah satu karyanya (Waiting on God).
Ide-ide inilah yang mungkin menurut kita merupakan ide religius,
yang mengingatkan kita akan mistisisme Julian of Norwich atau
Buddhisme Zen yang pemikiran utamanya menurut Weil "menyerap
secara murni tanpa campuran angan-angan". 8 Ia bersikukuh bahwa ide-
ide ini harus menjadi dasar praktik pendidikan kita. Ia menulis bahwa
"perkembangan kemampuan memerhatikan membentuk objek nyata
dan minat tunggal" untuk belajar di sekolah.9 Latihan menulis prosa
dalam bahasa Latin atau soal geometri dapat menjadi latihan untuk
memerhatikan secara benar yang suatu saat nanti bisa memberikan nilai
tak terkira kepada kita sebagai manusia saat membutuhkan. Sehingga
belajar di sekolah memiliki efek spiritual kuat, tegas Simone, "Berbeda
dengan kepercayaan religius apa pun." 10 Hubungannya dengan cinta
juga bisa ditemukan di sini:

123
Simone Wei! (1909 - 1943)

Kecerdasan hanya bisa dibimbing oleh hasrat. Bila ada hasrat, pasti
ada kesenangan dan kegembiraan dalam bekerja. Kecerdasan hanya
tumbuh dan berkembang dalam kegembiraan .... Inilah peran yang
dimainkan kegembiraan dalam studi kita, menjadikannya persiapan
untuk kehidupan spiritual. 11

Mungkin latihan keterampilan teknis bisa dilakukan dengan cara


serupa. Ketika kita melatih keterampilan ini kita membuka diri pada
bahan-bahan, membiasakan diri dengan kualitas kayu yang akan kita
gunakan atau kertas dinding yang akan kita pasang. Kita menggunakan
pengetahuan kerajinan tangan, namun kurang menyadarinya, bahkan
mungkin tak menyadarinya sama sekali. Mungkin ada semacam harmoni
ketidaksadaran diri saat sedang berkebun, memasak, bahkan mengendarai
mobil. Apabila dilakukan dengan cara yang benar kita akan merasa
bahwa kegiatan-kegiatan ini menyegarkan secara spiritual. Perhatian
bisa berkembang bukan hanya dalam kajian akademik, tapi juga dalam
latihan kejuruan.
Filsuf Iris Murdoch mengambil dan mengembangkan unsur-unsur
gagasan Weil. The Sovereignty of Good merupakan contoh terkenal
tentang bagaimana seorang perempuan meneliti persepsinya dan
mulai mengetahui bahwa menantu perempuannya "yang masih muda,
membosankan, akrab, be bas" dapat juga dipandang sebagai mas a muda
yang spontan dan menyenangkan. Ada upaya untuk memahami secara
adil, bukan tergesa-gesa, dan memerhatikan tanpa rasa iri, prasangka,
atau neurosis. Kita mungkin menganggap penting dimensi kehidupan
moral ini dalam pendidikan, dengan menunjukkan bahwa usaha agar anak
mengerti perbedaan antara mengganggu dan meng~jek orang lain, misalnya,
mungkin bukan persoalan memahami fakta atau memikirkan "apakah
kamu akan suka jika seseorang melakukannya kepadamu", tapi usaha
ini lebih merupakan persoalan melihat fakta dengan cara lain, dengan
kualitas perhatian berbeda. Begitu juga bagi guru, terdapat perbedaan
antara memandang anak didik, di satu sisi sebagai anak yang malas dan
tidak memberi perhatian, dan di sisi lain tidak mempunyai kepercayaan
diri dan akibatnya kurang bersemangat dalam belajar.
Tentunya ide-ide Weil secara langsung kurang menekankan
pentingnya perawatan dan pendidikan generasi muda. Sebagai contoh
kita dapat menemukan pada perhatian Iris Murdoch terhadap bagaimana

124
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

televisi dan teknologi bam lain telah menumpulkan kemampuan kita


untuk memerhatikan lingkungan sekitar kita secara cermat. 12 Apakah
World Wide Web, keinginan kita untuk segera terhubung ke fink, dan
ketidaksabaran kita melakukan download, akan menambah kualitas
perhatian kita? Mungkin kita hams mengajar anak "bukan hanya
bagaimana cara melukis, tetapi juga bagaimana cara memandang lukisan
itu". 13 Guru yang baik mengajarkan ketepatan dan kebenaran, dan
perenungan-kapasitas untuk melakukan kontemplasi sunyi yang tak
terganggu oleh kebiasaan kita-harus diajarkan di sekolah. Kutipan dari
Iris Murdoch berikut ini secara gamblang mengungkapkan semangat
filsafat pendidikan Weil dan mengingatkan kita betapa jauhnya semangat
itu dengan semangat pendidikan dalam universitas dan sekolah kita
sekarang ini:

Belajar adalah kemajuan moral karena merupakan asketisisme,


mengurangi egoisme dan memperluas konsepsi kita tentang
kebenaran, juga memberikan visi yang lebih dalam, lebih tajam,
dan lebih bijak tentang dunia. Apa yang harus diajarkan di sekolah,
yakni memberi perhatian dan mengerjakan semuanya dengan benar.
Kekuatan kreatif memerlukan kemampuan ini. Studi intelektual
dan keterampilan menghasilkan kualitas kesadaran baru, kedalaman
persepsi, dan kemampuan mengamati. Semuanya mengubah
keinginan, gerak naluriah keinginan dan keengganan kita. Memberi
perhatian berarti peduli, yakni belajar untuk ingin belajar. 14

Catatan
1. Weil, Lectures on Philosopqy, him. 59.
2. Weil, "Reflections on the Right Use of School Studies with a View to the Love
of God", dalam Waiting on God, diterjemahkan E. Crauford (New York: G.P.
Putnam's Sons, 1951), him. 114.
3. Ibid., him. 115.
4. Ibid.
5. Weil, Notebooks, diterjemahkan A.F. Wills (New York: G.P. Putnam's Sons, 1956),
hlm. 348.
6. Weil, Lectures on Philosopqy, him. 59.
7. Weil, "Reflections on the Right Use of School Studies with a View to the Love
of God", dalam Waiting on God, op cit., him.l 08.

125
Simone Wei! (1909 - 1943)

8. Ibid., hlm. 406.


9. Ibid., hlm. 109.
10. Ibid., hlm. 116.
11. Ibid., hlm. 109.
12. Irish Murdoch, Metapqysics as a Guide to Morals (London: Chatto & Windus,
1992), hlm. 330.
13. Ibid., h!m. 329.
14. Ibid., hlm. 179.

Lihat juga
Dalam FiffY Mqor Thinkers on Education: Plato.

Karya-karya utama Weil


Waiting on God, diterjemahkan E. Crauford. New York: G.P. Putnam's Sons,
1951.
GravifY and Grace, diterjemahkan A. Wills. New York: G.P. Putnam's Sons, 1952.
The Needfor Roots, diterjemahkan A. Wills. New York: G.P. Putnam's Sons, 1953.
The Notebooks of Simone Wei!, diterjemahkan A. Wills. Dua volume. New York: G.P.
Putnam's Sons, 1956.
Lectures on Phifosopqy, diterjemahkan H. Price. Cambridge: Cambridge University
Press, 1978.

Bacaan lebih lanjut


Le Roy Finch, H. 1999. Simone Wei/ and the Intellect of Grace. New York:
Continuum.
Little, J.P. 1988. Simone WeiL· Waiting on Truth. Oxford: Berg.
McLellan, D. 1990. Utopian Pessimist: The Life and Thought of Simone WeiL New York:
Poseidon Press.

126
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

JOSEPH j. SCHWAB
(1910 -1988)

-==~"-'"'"'"'"'"'"'~

lan Westbury dan


Margery D. Osborne

[K]urikulum disusun bukan berdasarkan representasi ideal atau


abstrak, tapi pada hal yang nyata, permasalahan konkret-dalam
keutuhan dan perbedaan dengan permasalahan konkret lainnya,
pada sekumpulan fakta yang tanpanya abstraksi teoretik tidak
bekerja. 1

Joseph Schwab adalah salah seorang teoretikus kurikulum penting


pada paruh kedua abad ke-20 ini. Sebagai penerus filsafat John Dewey,
Robert Maynard Hutchins, dan Richard McKeon, karyanya mempunyai
ketegangan dan paradoks yang inheren dalam cita-cita pendidikan
pada suatu lingkungan demokrasi sebagaimana tampak dalam tulisan-
tulisannya. Schwab, seperti Dewey, berpendapat bahwa kurikulum
harus didasarkan pada penalaran (reasoned consideration) atas kebudayaan
atau partisipasi refl.ektif dan dilandasi pengetahuan dalam pertukaran
ide yang merupakan inti komunitas politik dan sosial partisipatoris.
Namun terciptanya pendidikan semacam itu memunculkan ketegangan
fundamental, yakni penalaran atas kebudayaan melibatkan pengembangan

127
Joseph J. Schwab (1910 - 1988)

apresiasi yang dalam terhadap artefak-artefak kebudayaan itu. Hal ini


bertentangan langsung dengan cita-cita egalitarian Amerika.
Schwab menyelesaikan paradoks tersebut dengan menekankan
pentingnya konteks dan penelitian. Ia menyatakan dalam esainya "The
Practical: a Language for Curriculum":2

Materi kurikulum konkret bukan hanya terdiri dari "sains",


"kesusastraan" dan "proses". Unsur pokok kurikulum merupakan
penegasan materi-materi terpilih yang ditulis dalam kosakata,
sintaksis, dan retorika tertentu. Berupa novel, cerita pendek, atau
puisi lirik, bagus ataupun jelek, tapi tetap dengan gayanya sendiri.
Berupa tindakan tertentu berdasar materi tertentu dalam suatu
urutan tertentu pula ... yang terpenting sasaran yang dimaksud
bukan anak pada umumnya, kelas, atau anak yang tidak disebut
sebagai anak dalam literatur sosiologi ·dan psikologi. Sasarannya
adalah anak-anak lokal dan dalam anak-anak lokal ini, sasarannya
adalah setiap anak.

Kecenderungan yang mewarnai seluruh karirnya sebagai guru


dan sarjana tersebut mengarahkan Schwab pada kelas ini; melakukan
analisis cermat terhadap karakteristik mahasiswanya semester ini; dan
selalu memberi perhatian pada konteks "di sini dan sekarang" dari
kelas berikutnya, dalam rangkaian kuliah ini, dalam program ini. Tulisan
Schwab merefleksikan kecenderungannya tersebut, yakni ditulis untuk
kesempatan tertentu dan mengerjakan topik tertentu serta jarang
mengembangkan tema yang melampaui esai yang sedang disusunnya.
Selama hampir lima puluh tahun, Joseph J. Schwab bekerja di
University of Chicago dan tinggal di Hyde Park, komunitas universitas.
Setelah memasuki universitas saat berusia lima belas tahun, ia lulus
pada 1930 dengan gelar baccalaureate dalam sastra Inggris. Awal 1931,
ia mengikuti program graduate untuk biologi dan ia meraih gelar doktor
genetika pada 1939. Ia meninggalkan Hyde Park selama setahun pada
1937 untuk menerimaftllowship dalam pendidikan sains di Teachers
College, University of Columbia, di mana ia mendalarni pengembangan
psikometrika dan membantu pengembangan kurikulum sekaligus
menyelesaikan penelitian doktoralnya. Pada 1938, ia kembali ke University
of Chicago sebagai pengajar (instructor) dan peneliti (examine?) biologi di
undergraduate college universitas itu. Ia pensiun pada 1974 sebagai William

128
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Raif!Y Harper Professor of NaturalSciences di Teachers College. Kemudian ia


menjadi follow di Center for the Study of Democratic Institutions, Santa
Barbara, California-sebuah institut independen yang didirikan Robert
Maynard Hutchins, rektor University of Chicago sejak 1929-1951.
Selama awal katimya di University of Chicago di bawah kepemimpinan
Robert Maynard Hutchins, Schwab menjadi bagian integral dari upaya
Hutchins untuk mendefinisikan ulang dan memperkuat kembali konsep
pendidikan liberal. Tulisan Schwab selanjutnya hanya dapat dipahami
sebagai refleksi dari kegiatan awalnya. Era reformasi di college tersebut
berlangsung sejak 1931 sampai awal1950, tapi bagi Schwab kolegialitas,
pemikiran, dan praktik pada periode itu tetap bersamanya, sehingga
kebanyakan tulisan dan aktivit_as profesionalnya dapat dilihat sebagai
usaha berkesinambungan untuk mendalanu implikasi karirnya di college
dalam konteks lebih luas dan lebih beragam.
Pada 1940, ketika ia berusia 30 tahun, Schwab menjadi salah seorang
anggota penting dari kelompok fakultas di University of Chicago yang
berkomitmen menjalankan reformasi Hutchins. Sebagai seorang ilmuwan
dengan minat yang luar biasa di bidang pendidikan ia dihormati oleh
orang-orang dekat Hutchins, Adler dan Clarence Faust, dekan college sejak
1941. Integrasi sains ke dalam skema pendidikan umum selalu merupakan
tujuan fundamental dari gerakan pendidikan umum, namun terbukti
sulit dipahami. Tulisan awal Schwab tentang hakikat sains dan peran
ilmuwan merefleksikan usaha integrasinya itu. Akan tetapi, konsepsi
pendidikan liberal Schwab sesungguhnya belum lengkap pada 1940.
Ia percaya dengan pengajaran dalam bentuk diskusi (discussion teachiniJ,
arti penting Buku Besar, dan mudahnya penggabungan sains ke dalam
pendidikan umum. Ia memberikan perhatian besar kepada hubungan
antara sains, nilai, dan pendidikan-tema tulisannya tentang pendidikan
yang diterbitkan pertama kali (1941). Kendati demikian ia tidak
mengembangkan sebuah kerangka koheren untuk menampung ide dan
perhatiannya. Kerangka itu tidak disusunnya sampai ia bekerja dengan
Richard McKeon-mahasiswa John Dewey-pada 1921 dalam rangka
perencanaan college empat tahun yang diawali tahun itu. Ia memberikan
struktur intelektual yang dibutuhkan untuk memfokuskan ide-idenya.
0 leh karena itu, tugas utama pendidikan dan kurikulum menurut
McKeon dan para koleganya didasarkan pada riga ide utama. Pertama,
ide tentang kebudayaan dan unsur-unsurnya. Kedua, pengembangan

129
Joseph J. Schwab (1910 - 1988)

pemahaman tentang apa yang menjadi persoalan dalam kebudayaan


dan hakikat perubahan yang terjadi sedemikian sehingga unsur-unsur
kebudayaan dapat diketahui dan dialami. Kedua ide tadi menemukan
fokusnya pada ide ketiga-bahwa manusia mengalami dan berupaya
menyelesaikan masalah yang muncul dalam kebudayaan. Argumen seperti
inilah--dengan dasar-dasarnya dalam ide tentang kebudayaan, manusia, dan
komunitas serta sintesisnya dalam konsep pengalaman--yang menjustifikasi
kurikulum 1942 pada tingkat teoretik. Richard McKeon terutama
memerhatikan persoalan bagaimana pemikiran tentang suatu masalah
dipahami. Disiplin tradisional yang telah memusatkan perhatiannya pada
penggalian makna dari teks kitab suci dan filsafat yang kompleks adalah
hermeneutika atau interpretasi, dan disiplin ini menjadi perhatian utama
McKeon. Tradisi hermeneutika menawarkan teknik dan metode kepada
McKeon yang dapat digunakan untuk interpretasi struktur semantik dari
ungkapan dan, dengan demikian, sarana-sarana pendidikan. Membaca
teks harus memerhatikan teks-teks itu sendiri dan kategori-kategori \
interpretatif yang diterapkan penafsir (interpreter) pada teks-teks itu.
Suatu kurikulum yang menggunakan interpretasi sebagai metode intinya
membutuhkan fokus pada masalah semantik yang melekat dalam karya
yang dibaca dan pada kesadaran anak didik sebagai pembaca.
Jika pihak lain tertarik kepada konsekuensi pemikiran McKeon
terhadap disiplin mereka, maka Schwab memahami implikasi uraian
McKeon tentang pengajaran serta pada teori dan praktik kurikulum.
Sehingga, Schwab harus menemukan cara untuk mengungkapkan
konsepsinya yang baru tentang pendidikan liberal dalam konteks
pemikiran McKeon. Melalui pengaruh McKeon lah, Schwab mengenal
pemikiran John Dewey. Ide Dewey memberikan kerangka yang sesuai
dengan pemikiran dan perhatian Schwab yang paling mendasar. Yang
menyatukan beragam pemikiran Dewey adalah caranya melihat dan
memperhitungkan arti penting komunita~ dan percakapan yang dihargai
Schwab. Paparan Dewey tentang proses penelitian sangat tepat dengan
apa yang sedang terjadi dalam dunia Schwab. Dewey menjadi pemikir
yang pengaruhnya sangat penting bagi pemikiran Schwab. Schwab
menilai bahwa Dewey tidak menawarkan "teori" pengetahuan atau
pendidikan dalam pengertian teori yang dapat diterima, melainkan ajakan
untuk melakukan penyelidikan, pendekatan persuasif bagi pembacanya
untuk mempraktikkan "teori" itu.

130
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Pada 1949, Schwab diminta bekerja di Jurusan Pendidikan University


of Chicago, dan Ralph Tyler, ketua jurusan, memaksanya untuk
mengalihkan perhatian Schwab pada eksplorasi formal terhadap dasar
pemikiran pendidikan liberal. Keterlibatan Schwab yang makin besar
dalam mengajar @safat pendidikan pada jurusan itu juga mendorongnya
ke arah yang sama, yakni berusaha menggeneralisasi pengalaman dan
perhatiannya. Pada 1951, Schwab menerbitkan tulisan pertamanya
yang membahas ide-ide kurikulum secara luas. Tulisan itu, "Dialectical
Means vs. Dogmatic Extremes in Relation to Liberal Education",
memberikan pemetaan komprehensif terhadap suatu mata pelajaran
dengan menggunakan sekumpulan topik atau pengalaman sehari-hari yang
memberikan kemungkinan-kemungkinan sebagai bahan pertimbangan
ketika guru (oratory berusaha mengembangkan argumennya. Gaya topikal
(berkonsentrasi pada topik-topik tertentu) ini menjadi karakter pemikiran
dan tulisan Schwab, dan ketika digabungkan dengan kategori-kategori
Aristotelian yang biasa digunakannya sebagai sumber pengalaman
sehari-hari beserta konstruksi pengalaman dari Dewey menciptakan
cara pendekatan terhadap persoalan-persoalan kurikulum yang khas
dari Schwab.
Esai berjudul "Eros and Education" menunjukkan pergeseran fokus
dari seni intelektual yang menjadi perhatian Hutchins dan McKeon
menuju ide tentang manusia (the person) dan manusia liberal (liberal
personhood) serta pengalaman liberal. Dalam konsep pendidikan Schwab,
kita melihat dengan jelas pengaruh penekanan Dewey pada kontinuitas
dan pertumbuhan pengalaman. Manusia memiliki kemampuan rasional,
yaitu kapasitas untuk menalar, dan kemampuan emosional indrawi.
Perilaku manusia berasal dari kedua kemampuan itu, namun karakter
kebaikan yang berkembang adalah karakter di mana kemampuan
emosional terbentuk sehingga manusia menikmati tindakan-tindakan
yang menciptakan kebaikan. Perilaku manusia yang bersumber dari
nalar didorong oleh keinginan dan keinginan dibentuk oleh nalar, dan
kepribadian yang berkembang dicapai dengan latihan atau pembiasaan
kemampuan irasional sedemikian sehingga seseorang berperilaku sejalan
dengan kebaikan.
Schwab, dan Dewey, berkali-kali menekankan aspek-aspek kebebasan
(discretionary aspects) dari perilaku individu dan kelompok. Ia berkali-kali
menguraikan bagaimana masalah dihadapi dan diselesaikan, tetapi bukan

131
Joseph J. Schwab (1910 - 1988)

apa solusinya atau, dalam pengertian khusus, apa solusi seharusf!Ya. Dengan
cara inilah, semua tulisan Schwab berusaha menemukan karakterisasi,
bukan preskripsi tentang seperti apa metode mengajar, seperti apa
pendidikan liberal, bagaimana kurikulum dikembangkan. N amun juga
terdapat dilema yang melekat dalam penekanan pada kecerdasan bebas
(discretionary intelligence) ini, dilema yang diakui Schwab dalam tulisan
berjudul "Science and Civil Discourses" mengenai kebutuhan para elite
dan kebutuhan masyarakat banyak.
Sejak tahun 1959, Schwab mengurangi kegiatannya di University of
Chicago. Ia kemudian bekerja di Mellon Research Center dari Jewish
Theological Seminary dan lembaga penyusun kurikulum sains yang
didanai pemerintah federal seperti Biological Sciences Curriculum Study.
Semua kegiatan ini merangsang Schwab untuk memulai memikirkan
kembali karyanya tentang sains sepuluh tahun yang lalu dan pada
saat yang sama mendorong minatnya ke arah baru, yakni memikirkan
komunitas, tradisi, dan pendidikan informal.
Selama awal1960-an perhatian kurikulum sekolah -sekolah Am erika
berpusat pada muatan sains di sekolah. Slogan yang berkaitan dengan
perhatian ini adalah "struktur disiplin ilmu" (structure if the disciplines).
Dengan perhatiannya yang terus-menerus pada hakikat kurikulum
yang tepat untuk pendidikan liberal dalam dan melalui sains, Schwab
dianggap sebagai juru bicara bagi arti penting pengajaran sains berbasis
disiplin ilmu (discipline-based teaching if science) di sekolah. Esainya, "The
Concept of the Structure of a Discipline", menjadi teks dasar bagi
para strukturalis. Tulisan seperti itu dan beberapa esai "praktis" yang
ditulis setelah 1970-an harus dilihat sebagaimana karya awal Schwab
di University of Chicago, di mana ia berusaha menentukan apa yang
penting dalam setiap disiplin untuk penyelidikan kreatif (creative inquiry).
Karya-karya itu berisi argumen untuk proses itu dan cara penyampaian
materi yang diperlukan bagi proses tersebut.
Sebagaimana esai-esai pada 1960-an, Schwab mengajukan
pertanyaan kurikulum yang abadi, yakni apakah cara mengatur disiplin
ilmu ini, cara mengetahui, adalah cara yang tepat? Mengapa? Apakah
cara menyampaikan pelajaran ini merupakan cara yang tepat? Mengapa?
Dalam esai "Education and the Structure of the Discipline" (penulisan
kembali atas esai sebelumnya), ia mendalami dua tema yang telah
dikembangkannya saat mengajar di Chicago. Pertama, ia memusatkan

132
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

perhatian pada pertanyaan "Bagaimana pelajaran disampaikan?" dan


ketika ia mendalaminya, ia meminta kita untuk mempertimbangkan k1aim
apa yang bisa ditelaah. Bahwa untuk menghargai signifikansi suatu klaim
atau temuan pada teks atau laporan ilmiah, seseorang harus memiliki
cara memahami karakter, maksud, dan konteksnya. Kemudian, Schwab
mendalami satu cara bagaimana pembaca dapat memahami liku-liku
konteks dan karakter disiplin ilmiah.
Pada 1960-an, selama unjuk rasa mahasiswa, Schwab kembali
mengajukan pertanyaan tentang nilai pendidikan liberal. Hasil
pemikirannya dicurahkan dalam College Cuticulum and Student Protest,
sebuah risalah penuh semangat yang dibuat bertepatan dengan gerakan
protes, namun tujuan paling dasarnya adalah menyatakan kembali
kepercayaan Schwab terhadap hakikat pendidikan liberal. Hasilnya adalah
pernyataan perhatian Schwab terhadap seni dan disiplin intelektual
dengan konsep kebiasaan (habit), sehingga fokus utama buku ini adalah
penelaahan hubungan antara kurikulum dengan pelbagai aspeknya dan
pendidikan pribadi dengan karakter yang cerdas dan bijak.
Karya terakhir Schwab yang ditulis selama tahun 1970-an terbagi
menjadi dua bentuk. Pertama, tiga esai tentang "aspek praktis" sebagai
suatu bahasa dalam penyusunan kurikulum. Alasannya adalah persepsi
Schwab tentang kegagalan penelitian pendidikan menemukan cara
menjalankan (a wcry rj if.fectiniJ sekolah. Karirnya sendiri di bidang
pendidikan selalu didorong oleh keinginan untuk bertindak dan
(dengan istilahnya sendiri) "berbuat baik"-walaupun pengalaman
mengajarkan bahwa dorongan-dorongan seperti itu justru dilunakkan
oleh kebijaksanaan dan pemikiran keras. Tak satu pun dati dorongan-
dorongan ini yang diakui dalam penelitian pendidikan seperti sudah
diketahuinya. Akhirnya, ia kembali kepada perhatian yang paling
fundamental, yaitu bentuk dan proses pendidikan dalam masyarakat
demokratis:

Pertama, suatu komunitas dapat dipelajari. Bukan sekadar


masalah tempat, kampung, ataupun kota kecil, tapi sekumpulan
kecenderungan terhadap tindakan dan perasaan, kecenderungan
yang dapat diungkapkan dalam pelbagai situasi sosial. Kedua,
proses belajar manusia (human learniniJ adalah urusan bersama.
Pengetahuan yang kita pelajari disimpan oleh suatu komunitas di
mana kita menjadi anggotanya dan disampaikan dengan bahasa

133
Joseph J. Schwab (1910 - 1988)

kerja dan bahasa tubuh (language of work andgesture) yang diciptakan,


dipelihara, dan disampaikan kepada kita oleh komunitas itu ....
Bahkan pengalaman sebagai bentuk proses belajar hanya menjadi
pengalaman jika dibagi dan diberi makna melalui transaksi dengan
sesama manusia. 3

Joseph Schwab untuk terakhir kalinya mengajak pembaca untuk


terlibat dalam proses pencarian yang dibelanya. Ia tidak pernah
menyebutkan apa yang harus dipikirkan, tapi mengajak kita untuk
berpikir keras. Pencarian itulah yang menentukan maksud Schwab
dan masalahan retorikanya sebagai seorang penulis dan guru. Ia selalu
mencari cara yang bisa dibagi dengan pembacanya, sehingga mereka
dapat menemukan sesuatu dari perhatiannya yang tercermin dalam esai
tertentu. Saling berbagilah, yang memungkinkan kita sebagai pembaca
untuk menjawab setiap teka-teki dan pertentangan yang mungkin kita
hadapi pada suatu argumen dan bersamanya kita sampai pada perenungan
apakah kita menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju, dan
mengapa. Dengan kata lain, esai-esai Schwab merupakan ajakan untuk
melakukan pencarian dan perenungan tentang pilihan-pilihan dan
alternatif-alternatif yang harus kita hadapi manakala memikirkan makna
pendidikan umum, hakikat sains, dan karakter pemikiran pendidikan.

Catatan
1. Schwab, The Practical.· A Language for Curriculum, hlm. 12.
2. Ibid., hlm. 13.
3. Schwab, "Education and the State: Learning Communities", hlm. 235.

Lihat juga
Dalam buku ini: Bruner.
Dalam buku Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

134
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Karya-karya utama Schwab


"The Role of Biology in General Education: The Problem of Value", Bios, 12,
1941, hlm. 87-97.
"Dialectical Means vs. Dogmatic Extremes in Relation to Liberal Education",
Harvard Educational Review, 21, 1951, hlm. 37-64.
"Eros and Education",Journal of General Education, 8, 1954, hlm. 54-71.
"Science and Civil Discourse: The Uses of Diversity",]ournal of General Education,
9, 1956, hlm. 132-143.
"The Concept of the Structure of a Discipline", Educational Record, 43, 1962, hlm.
197-205.
College Curriculum and Student Protest, Chicago, Illinois: University of Chicago Press,
1969.
"The Practical: A Language for Curriculum", Scho_oiReview, 78, 1969, hlm. 1-23.
"The Practical: Arts of the Eclectic", School Review, 79,1971, hlm. 493-542.
"The Practical 3: Translation into Curriculum", School Review, 81, 1973, hlm. 501-
522.
"Education and the State: Learning Communities", The Great Ideas Todqy, 1916,
Chicago, Illinois; Enryclopadia Britannica, 1978, hlm. 234-271.
"Education and the Structure of the Disciplines", Science, Curriculum, and Liberal
Education, Ian Westbury dan Neil Wilkof (ed.), Chicago, Illinois: University of
Chicago Press, 1978, hlm. 229-272.
Science, Curriculum, and LiberalEducation, Ian Westbury and Neil Wilkof (ed.), Chicago,
Illinois: University of Chicago Press, 1978.

Bacaan lebih lanjut


Westbury, I. dan Wilkof, N.J. 1978. "Introduction", Science, Curriculum, and Liberal
Education: Selected Essqys, ].]. Schwab. Chicago, Illinois: University of Chicago
Press.

135
Clark Kerr (1911 - ...)

CLARK KERR
(1911 - ..... )
--==~"v-"v"""v"v"'v"vA¢=

Debra D. Bragg dan


Frankie S. Laanan

Kenyataan mendasar bagi universitas adalah pengakuan lebih


luas bahwa pengetahuan baru adalah faktor terpenting dalam
pertumbuhan ekonomi dan sosial. Kita baru saja merasakan babwa
produk tak terlihat dari universitas, pengetabuan, bisa menjadi unsur
terkuat dalam kebudayaan kita, memengaruhi jatuh dan bangunnya
pelbagai profesi, kelas sosial, wilayah, bahkan bangsa. 1

Dikenal secara luas sebagai salah seorang ahli terkemuka pendidikan


tinggi abad ke-20, Clark Kerr dilahirkan pada 1911 dan tumbuh di wilayah
pertanian, Stony Creek, Pennsylvania. Ayah dan ibu Kerr berpengaruh
kuat terhadap kehidupannya, menanamkan penghargaan akan kerja keras,
keberanian untuk menjadi pemikir mandiri, dan kecintaan untuk belajar
seumur hidup. 2 Kerr memasuki Swarthmore College yang berafiliasi
dengan sekte Quaker pada musim gugur 1928 dan menyibukkan diri
sebagai anggota tim debat mahasiswa, atletik, surat kabar mahasiswa
dan studentgovernment (semacam lembaga mahasiswa--penyunting), serta

136
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

proyek pelayanan lainnya. Selama menjadi mahasiswa junior dan senior,


Kerr ikut serta dalam sebuah program penghargaan yang dirancang untuk
meningkatkan keunggulan intelektual di jurusan utama filsafat politik
yang dipilihnya, yakni ilmu sosial. Kerr juga mendalarni Quakerisme dan
selanjutnya bergabung dengan sekte Quaker sebelum menyelesaikan
sekolah. Saat menyimpulkan keputusan Kerr untuk bergabung dengan
Quaker, Stuart (1980) menjelaskan:

Kerr merasakan ketertarikan kuat pada nilai yang ditemukannya di


Swarthmore Quaker: pluralisme, pragmatisme, tindakan berprinsip,
dan keseimbangan antara individu otonom dan konsensus
kelompok. Ia menyukai masa studinya di Swarthmore, dengan
mengakui pentingnya periode tersebut dalam kehidupannya ....
[fapi] nilai-nilai Swarthmore tidaklah baru baginya.... Kerr tidak
menganut Quakerisme tatkala struktur sosial yang dilihatnya kurang
mencerminkan kepercayaan dan nilai yang dianutnya. Sangatlah
penting bagi anak petani desa untuk menemukan dunia yang
membenarkan dan mengesahkan nilai-nilai yang telah ditanamkan
ibu dan ayahnya. Memaharni persoalan ini dapat menjelaskan
kepercayaan diri dan kepastian yang tertanam dalam diri Kerr
sepanjang hidupnya. 3

Kerr segera meneruskan ke graduate schoolsetelah lulus dari Swarthmore,


meraih gelar master dalam bidang ekonorni di Stanford University pada
1933, dan kemudian memasuki University of California at Berkeley
(UC-B) untuk mengikuti program doktor dalam bidang ekonorni dan
hubungan pekerja dari 1933-1939. Selama studi doktoralnya, Kerr terlibat
dalam gerakan buruh California, terutama koperasi-koperasi swadaya.
Stuart menyatakan, "[K]eterlibatan dalam hubungan buruh memuaskan
keingintahuannya terhadap kesejahteraan mereka yang membutuhkan.
Ringkasnya, ia menggabungkan kegiatan intelektual dengan pelayanan
umum." 4 Selama periode ini, ia juga mengajar ekonorni selama 1 tahun
di Antioch College pada 1936-1937 dan pergi ke Eropa untuk belajar di
Graduate Institute of International Relations, Jenewa, 1935-1936, dan
London School of Economics pada 1935-1936 dan 1938-1939. Selama
di Eropa, Kerr mengajarkan gerakan koperasi di Amerika Serikat, Rusia,
dan Eropa Barat, dan kemudian ia kembali ke Amerika Serikat pada awal
Perang Dunia II. Ternan perjalanannya adalah sang isteri, Catherine

137
Clark Kerr (1911 - ...)

Spaulding, seorang perempuan berbakat yang secara politik terlibat aktif


dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Setelah menikah pada
1934, pasangan ini memiliki tiga anak, yaitu Clark Edgar, Alexander
William, dan Caroline Mary.
Setelah setahun bekerja sebagaiActingAssistant Professordi Stanford
University dalam bidang ekonomi tenaga kerja pada 1939-1940, Kerr
menjadi Assistant Professor dan kemudian Associate Professor dalam bidang
ekonomi di University of Washington dari 1940-1945. Selain mengajar,
Kerr terlibat dalam arbitrase buruh yang terkait dengan penyelesaian
perselisihan industrial selama Perang Dunia II, termasuk War Manpower
Commision (1942) dan Regional War Labor Boards di San Fransisco
(1942-1943) dan Seattle (1943-1945). Pada 1945, Kerr kembalike UC-B
sebagai Associate Professor dalam bidang ekonomi di School Business
Adminisration dan sebagai direktur pertama Institute of Industrial
Relations-sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pengajaran
dan penelitian untuk mengubah hubungan manajemen-pekerja, dari
konflik menuju kerja sama.
Dengan menerapkan pengetahuannya sebagai negosiator untuk
menyelesaikan dilema college, Kerr mengalami peningkatan karir yang
cepat dari jenjang fakultas menuju pengelola universitas (administration).
Berawal dengan kontroversi pengucapan sumpah setia di California
pada 1949-1950, sebuah pertentangan antara regent dengan pihak
fakultas tentang sumpah yang berkenaan dengan pengangguran (non-
emplqyment) dari anggota Partai Komunis. Negosiasi hati-hati yang
melibatkan Kerr berhasil mencapai resolusi untuk persoalan sumpah
setia tersebut, membuat Kerr menjadi perhatian seluruh fakultas,
pengelola, dan regent. Karena perannya yang sukses menghadapi regent,
pihak fakultas mempromosikan Kerr menduduki jabatan chancellor
(pemimpin kehormatan suatu universitas-penyunting) UC-B yang
baru ditetapkan pada 1952. Selama masa jabatan 5 tahunnya, Kerr
menyaksikan pertumbuhan luar biasa dan peningkatan kohesi antara
fakultas dan mahasiswa. Kebebasan berpikir, kesatuan kurikuluin, dan
pelbagai kegiatan ekstrakurikuler sangatlah penting bagi Kerr. Ia percaya
perpaduan ini akan mempersiapkan mahasiswa menjadi "individu
yang seimbang, mampu menjalankan pekerjaan khusus, dan menjadi
warga negara yang demokratis, yakni menghormati keanekaragaman
dan benar-benar memiliki keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai

138
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

[demokrasi barat]". 5 Pada 1957, n;gent mencari seorang pengganti rektor


(president) yang sudah pensiun, Robert Sproul, dan menunjuk Kerr
untuk menggantikannya karena ia mengakui perubahan mengesankan
yang dicapainya saat menjadi chance/lor UC~B dalam periode yang relatif
singkat. Pada 1957, 24 jurusan di UC~B dinilai menonjol (outstandinf)
dalam pemilihan kampus terbaik secara nasional dan berada di peringkat
ketiga setelah Harvard dan Yale. 6
Kerr menerima tawaran regent pada 1958 dan menjadi Rektor
University of California (UC) selama 9 tahun. Sebagai rektor ia
memprakarsai, melakukan lobi, dan menyaksikan era ekspansi terbesar
universitas itu. Ia membawa UC menuju pertumbuhan dan kesejahteraan
dengan menambah kampus baru, khususnya di Irvine, San Diego,
dan Santa Cruz. Kerr dikenal sebagai "produsen pendidikan massal
berkualitas tinggi dengan biaya rendah", prestasi ini membawa Kerr
pada Proyek California Master Plan-juga dikenal sebagai Donohoe
Act-yang kemudian disahkan menjadi undang-undang oleh Gubernur
California, Edmund "Pat" Brown,Jr, pada 1960. Rencana yang terkenal
ini dirancang untuk mengurangi persaingan, ketegangan, dan perebutan
kekuasaan yang muncul di antara riga segmen pendidikan tinggi publik:
University of California, State College (sekarang dikenal sebagai
California State University), dan Junior College (sekarang dikenal sebagai
California Community College). Rencana tersebut memiliki 4 prinsip
utama, yakni (1) membedakan fungsi-fungsi ketiga segmen pendidikan
tinggi publik itu, sehingga menciptakan sistem yang tersegmentasi
secara hierarkis dan melegitimasi peran junior college; (2) melembagakan
selektivitas yang berbeda berkenaan dengan standar masuk; (3)
memberikan "sesuatu untuk setiap orang", yakni monopoli pemberian
gelar doktor bagi universitas, status post-baccalaureate yang kuat untuk state
college, dan dimasukkannya junior college dalam sistem pendidikan tinggi;7
dan (4) menjamin bahwa tidak ada mahasiswa yang ditolak memasuki
setiap segmen karena ketidakmampuan membayar biayanya.8
Selama menjabat rektor, Kerr mendorong peran pemerintah
federal untuk mendukung riset, sehingga UC semakin terkenal di
dunia sebagai universitas riset dan berbicara tentang pentingnya riset
untuk semua universitas terkemuka di Amerika Serikat. Ia menciptakan
istilah "multiversitas" yang diperkenalkannya selama penyampaian
Godkin Lecture (Kuliah Godkin) di Harvard University pada 1963.

139
Clark Kerr (1911 - ...)

Dalam kuliah-kuliah ini, Kerr mengembangkan suatu filsafat untuk


mendefinisikan universitas modern sebagai multiversitas yang dicirikan
dengan institusi yang tersusun dari pelbagai komunitas, meliputi
komunitas undergraduate, graduate, ilmuwan sosial, ilmuwan, pengelola,
dan staf nonakademik. 9 Walaupun sosoknya dikenal di tingkat nasional
dan berhasil mengembangkan UC pada tingkat negara bagian, Kerr
menghadapi masalah serius di tingkat kampus pada pertengahan 1960-
an. Setelah serangkaian negosiasi yang gagal antara regent, fakultas, dan
mahasiswa selama Free Speech Movement, Kerr mengundurkan diri
pada 1967, dan regent-dengan dukungan kuat dari Gubernur Ronald
Reagan yang baru terpilih-dapat menerimanya. Kendati mengalami
periode yang sangat sulit, Kerr segera mendapatkan kembali reputasinya
di tingkat nasional. Lima hari setelah pengunduran dirinya, Kerr ditunjuk
untuk memimpin Carnegie Commission on Higher Education-sebuah
proyek bergengsi dari Carnegie Foundation for the Advancement of
Teaching.
Sejak 1967-1973, sebagai ketua dan direktur eksekutif Carnegie
Commision, Kerr memimpin penilaian dengan skala terbesar terhadap
pendidikan tinggi Amerika Serikat. Ia bergabung dengan sekelompok
pemikir bergengsi dalam mendokumentasikan, memperdebatkan,
mengevaluasi, dan mengusulkan perbaikan bagi pendidikan tinggi
di Amerika. Salah satu hasilnya adalah Carnegie Classification
of Institutions of Higher Education (1970) yang disusun untuk
"memberikan kategori-kategori yang lebih bermakna dan lebih
homogen daripada klasifikasi-klasifikasi lain" 10 dan menggolong-
golongkan institusi menurut skema sederhana yang mengidentifikasi
tingkat dan kontrol. Penggunaan Klasifikasi Carnegie semakin cepat
menyebar bahkan sampai sekarang sebagai cetak biru pendidikan tinggi
di tingkat negara. Baru sekarang, setelah 30 tahun keberadaannya,
direncanakan perubahan substantif untuk klasifikasi tersebut guna
memberikan sistem yang lebih komprehensif dan lebih fl.eksibelY
Sejak 1974-1979, Kerr tetap menjadi ketua Carnegie Council on
Policy Studies in Higher Education, menyebarkan pengaruhnya ke
tingkat internasional. Bersamaan dengan itu, antara 1967-1980, Carnegie
Commission and Council menghasilkan 17 5 dokumen yang memiliki
dampak kuat terhadap persepsi, cara kerja, dan pengorganisasian
pendidikan tinggi, memengaruhi para pemimpin institusi dan para

140
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

pembuat kebijakan, sekolah dan pengadilan. Pada 1980, Kerr pensiun


dari jabatannya sebagai Ketua Carnegie Commission dan kembali ke
UC-B. Di sana ia melakukan pelbagai kajian tentang ekonomi tenaga
kerja dan pendidikan tinggi, ikut serta dalam negosiasi pekerja (termasuk
US Postal Service), dan berbicara di pelbagai forum di seluruh dunia.
Sejak pertengahan 1980-an, ia menerbitkan setidaknya 8 buku, termasuk
tulisan-tulisan tentang masa depan pendidikan tinggi dan masyarakat
industri. Sebagai pengakuan atas sumbangannya yang luar biasa, Kerr
menerima 38 gelar kehormatan dari universitas-universitas di Amerika
Serikat dan di luar Amerika Serikat. Sampai sekarang, ia tetap bekerja
sebagai pejabat dan staf di kampus UC-B untuk menyelesaikan
memoarnya, "The Gold and the Blue", yang akan diterbitkan oleh
California University Press.
Pada puncak karirnya, kepemimpinan Kerr di UC dan Carnegie
Commission memberinya ruang untuk menyampaikan teori-teorinya
yang menitikberatkan pada pembimbingan dan perbaikan pendidikan
tinggi di Amerika Serikat. Stuart dengan tepat menjuluki Kerr sebagai
"intelektual aksi", yaitu intelektual percaya diri yang memperoleh akses
ke kalangan elite berkuasa dan sanggup mengatur dan memengaruhi
arah perkembangan masyarakat. 12 Selama hidupnya, Kerr menganut
ideologi liberal, menyebarkan cita-cita Amerika Serikat akan demokrasi,
kebebasan, dan kemerdekaan di Amerika. Keyakinannya pada kemajuan
mencakup keyakinan pada kebebasan, metode ilmiah, dan pluralisme
liberal sebagai cara untuk menghadapi kompleksitas dan ketidakadilan
masyarakat industri yang sedang tumbuh. Sebagai seorang negosiator
yang cakap, Kerr memandang pendidikan tinggi sebagai wahana utama
untuk mencapai persamaan kesempatan-bukan egalitarianisme-
melalui sistem pendidikan tinggi berjenjang yang akan memberikan akses
bagi semua orang sekaligus mempersiapkan sarjana yang mempunyai
kemampuan akademis, sehingga sanggup meningkatkan produktivitas
dan standar hidup bangsa. Cara untuk mencapai tujuan mulia ini
pertama kali diperkenalkan dalam California Master Plan, dan Kerr
dianggap sebagai perancang utama rencana tersebut dengan menciptakan
"keunggulan" dalam pelbagai wilayah yang sudah mapan pada setiap
sektor pendidikan tinggi publik Amerika Serikat meliputi akademi,
pendidikan kejuruan, pelatihan, dorongan untuk riset, dan dukungan
untuk pendidikan bagi siswa berbakat. 13

141
Clark Kerr (1911 - ...)

Kepemimpinan dalam pendiclikan tinggi telah menjadi keinginan


besar Kerr sejak tugas pertamanya mengelola UC-B dan mencapai
puncak pada studinya ten tang persoalan ini pada 1980-an. Ia menyatakan
bahwa para pemimpin pendidikan tinggi harus menjadi perencana,
penengah, pencipta konsensus, sosok yang mempunyai visi, dan
pragmatis. Ia percaya bahwa pemimpin harus mempertahankan stabilitas
dalam institusi mereka sekaligus menggerakkannya menuju masa depan.
Ia berpendapat bahwa mereka harus berjalan di antara para kritikus
dan loyalis. Untuk itu, menurutnya, diperlukan pengetahuan tentang
bagaimana membedakan kepercayaan personal dari kepercayaan pada
institusi. Martin Trow, profesor dalam bidang kebijakan publik UC-B,
menyimpulkan filsafat Kerr sebagai berikut:

Menurut [Kerr], para rektor dan chancellor universitas memiliki hak


penuh untuk membicarakan isu apa pun sebagai warga negara, tapi
mereka jangan berbicara atas nama institusi untuk persoalan politik
yang peka dalam kapasitas mereka sebagai pejabat lembaga. Lebih
lanjut, kendati mereka memiliki hak dan kewajiban untuk menekan
pandangan mereka sebelum suatu keputusan dibuat, mereka tidak
berhak untuk menyerang pandangan-pandangan yang bertentangan
secara terbuka setelah keputusan tersebut dibuat. Dalam seluruh
tulisannya, Kerr menekankan pentingnya rektor universitas sebagai
pencipta konsensus. 14

Dengan dukungannya untuk persamaan kesempatan dan pelindung


terhadap kebebasan berpikir, Kerr tak pelak adalah figur yang sangat
penting dalam menciptakan universitas riset modern di Amerika Serikat.
Ia dihormati atas pengembangan perbendaharaan kata dan filsafat yang
dapat dipahami dengan jelas dalam uraiannya tentang multiversitas. Kerr
berpendapat bahwa multiversitas dapat mempertahankan sifat keaneka-
ragamannya sebab komunitasnya banyak dan beragam. Tiap komunitas
memang memiliki tujuan dan kepentingan berbeda-beda, namun dapat
dileraikan dan dikumpulkan kembali dengan dampak kecil terhadap
sis tern secara keseluruhan. Konsep multiversitas memang dikritik karena
menentang pandangan klasik tentang college dengan sistem pengajaran
asli dan universitas riset murni, namun Kerr tak bergeming dengan
pendapatnya. Visinya berkembang dan dengan tepat menggambarkan
masa depan beragam institusi pendiclikan tinggi.

142
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Melalui perpaduan kecintaannya pada pendidikan tinggi dan


penghargaannya yang mendalam terhadap ekonomi, khususnya hubungan
pekerja, Kerr mengungkapkan kepercayaan yang kuat pada potensi
pendidikan tinggi dalam mengembangkan masyarakat industri dan
mencapai kemajuan serta kebebasan individu. Kerr sudah mencanang-
kan dasawarsa "belajar seumur hidup", bahkan sebelum digunakan di
universitas dan coilege, untuk memperlihatkan pentingnya pendidikan
seumur hidup. Ia percaya bahwa pendidikan bisa membantu menginteg-
rasikan manusia ke dalam masyarakat dan mengurangi isolasionisme yang
memberikan andil pada terjadinya konflik antarorang, antarkelompok,
dan antarkelas sosial. Menurut Stuart,

[Kerr] menganggap pendidikan memiliki peran ganda dan seimbang


dalam masyarakat industri, yakni memberikan pengetahuan dasar
dan kecakapan baru yang sangat diperlukan industrialisme serta
melindungi kemajuan dan kebebasan, melalui kebebasan akademik
dan pendidikan individu dalam masyarakat demokratis.... Kerr
percaya bahwa industrialisme merupakan kekuatan revolusioner di
dunia karena dapat meningkatkan produktivitas dan menciptakan
standar kehidupan yang lebih tinggi. 15

Dalam pidatonya yang disampaikan pada 2000, Kerr mengenang


penyampaian Godkin Lecture-nya di Harvard University, dengan
mengajukan pertanyaan apakah masa depan "kota cendekiawan»~ 6 harus
dipimpin oleh "landak" (menyimbolkan pengetahuan mengenai satu atau
dua hal secara mendalam) atau "rubah" (menyimbolkan pengetahuan
tentang banyak hal, tapi tak mendalam), merujuk pada esai Isaiah
Berlin yang terkenalY Ia menyatakan bahwa abad ke-20 sangat baik
bagi college dan universitas dengan menyebutnya sebagai "periode emas
pendidikan tinggi sepanjang sejarah Amerika serikat" .18 Ia menyebutkan
tiga perubahan besar yang terjadi selama 100 tahun sebelumnya, yaitu
akses universal, di mana institusi beralih dari orientasi kelas untuk elite
menuju orientasi pasar bagi semua orang; kemajuan ilmiah melalui
investasi pemerintah federal dalam riset dan "para profesor peneliti
menjadi warga negara dunia"; dan sumber daya yang diberikan melalui
kekayaan dan kemakmuran nasional bagi pendidikan tinggi serta
tersedianya pekerjaan yang layak bagi para sarjana. 19 Kerr mengakui
bahwa tantangan tersebut tetap ada, sehingga ia memperingatkan

143
Clark Kerr (1911 - ...)

adanya "fraksionalisasi serikat akademik" lfractionalization of academic


guild), di mana mata pelajaran dibagi menjadi rincian-rincian yang lebih
khusus, dan terciptanya lingkungan "kebebasan untuk semua", di mana
pengaruh eksternal memengaruhi pembuatan keputusan internal. Di
antara pelbagai rekomendasinya, Kerr menyarankan para pemimpin
masa depan untuk memberi perhatian pada globalisasi pasar ekonomi,
fluktuasi suku bunga dan pengaruhnya terhadap pendidikan coffege,
mahasiswa senior yang mencari pekerjaaan yang lebih baik, teknologi
elektronik baru, perkembangan biologi, otoritas nonakademik dalam
pengelolaan pendidikan tinggi, dan munculnya para pesaing yang mencari
keuntungan. Setelah menunjukkan optimisme besar yang menentukan
karakternya, Kerr mengakhiri pidatonya dengan uraian terakhir tentang
mas a depan dengan mendukung "kepemimpinan rubah",

Betapa luar biasa kesempatan yang dimiliki para rubah ini


untuk menjelajahi keruwetan suatu abad dengan begitu banyak
diskontinuitas dan skenario alternatif, dengan begitu banyak
kesempatan untuk mengubah tantangan menjadi kemenangan,
kesempatan untuk menjelajah dan menciptakan solusi.

Bagi para landak 1960-an, di mana salah satunya adalah saya, istilah
paling tepat adalah "Istirahat dalam Kedamaian", sedangkan bagi
para rubah abad ke-21 terbentang Harapan Besar bagi keberhasilan
solusi Anda! 20

Catatan
1. Kerr, The Uses rf University (Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press, 1963), hlm. vii-viii.
2. Mary Clark Stuart, "Clark Kerr: Biography of an Action Intellectual", Disertasi
tidak diterbitkan (University of Michigan, Ann Arbor, 1980), hlm.13.
3. Ibid., hlm. 44-45.
4. Ibid., hlm. 59.
5. Kerr, "Public Education in California - The Next Quarter Century",
disampaikan pada Phi Delta Kappa pada Mei 1953 (Phi Delta Kappa Journal,
October 1953), hlm. 311.
6. http:// sunsite.lib.narkeley.edu/ Calhitory/ chancellor.kerr.html.

144
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan ·Modem

7. C. Condren, Preparingfor the Twenty-First-Century: A Report on Higher Education in


California (California Post-secondary Education Commission, 1988), hlrn. 30.
8. T. Hayden, A New Vision for Higher Education in California, Bryond the Master Plan
(Sacramento, California: Join Publications Office, Subcommitee on Higher
Education, California State Legislature, 1986).
9. Kerr, The Uses of University (Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press, 1963).
10. Alexander C. McCormick, "Bringing the Carnegie Classification into the 21"
Century" (AAHE Bulletin, January 2000), hlrn 1.
11. Ibid., hlrn. 3.
12. Stuart, op. cit., hlm. 1-3.
13. Ibid., hlm. 158.
14. Surat untuk editor, "The Role of Trustees and Presidents" (The Chronicle of
Higher Education, 15 August 1997).
15. Stuart, op. cit., hlrn. 129, 143.
16. Kerr, The Uses of the University (Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press, edisi ke-4, 1995, bah 3).
17. Kerr, "The City of Intellect in a Century for the Foxes?", presentasi makalab
pada The Future of the City of Intellect Conference, University of California,
Riverside, 17 Februari 2002, hlrn. 13.
18. Ibid., hlm. 10.
19. Ibid., hlm. 5-10.
20. Ibid., hlrn. 36.

Karya-karya utama Kerr

Kerr, C., Harbison, F. H. Dunlop, J.T. dan Myers, C.A., Industrialism and Industrial
Man: The Problems of Labor and Management in Economic Growth, Cambridge,
Massachusetts: Harvard University Press, edisi diperbaiki, 197 5 (edisi pertama
1960). J ilid asli diterjemahkan ke dalam 8 bahasa.
The Uses of the University, Cambridge, Massachusetts: Harvard Uniersity Press, edisi
diperbaiki ke-3, 1982 (edisi pertama 1963). Versi asli diterjemahkan ke dalam
6 bahasa.
Marshal~ Marx, and Modern Times: The Multi-dimensional Society, London: Cambridge
University Press, 1969. Versi asli diterjemahkan ke dalam 3 bahasa.
The Great Transformation in Higher Education, 1960-1980, Albany, New York: State
University of New York Press, 1991.
Troubled Timesfor American Higher Education: The 1990s and Bryond, Albany, New York:
State University of New York Press, 1994.

145
Clark Kerr (1911 - ...)

Bacaan lebih lanjut

Clark Kerr adalah penulis utama dari sejumlah buku yang diterbitkan
oleh Carnegie Commision on Higher Education. Sejumlah buku
terpilih terbitan Carnegie yang menunjukkan kedalaman dan keluasan
pemahaman dan pengaruh Kerr adalah A Chance to Learn (1970), New
Students and New Places, termasuk Carnegie Classification of Institutions
in Higher Education (1970), Less Time, More Options: Education bryond High
School (1971), Governance of Higher Education (1973), dan The Purpose and
Performance of Higher Education in United States: Approaching the Year 2000
(1973).

Levine, A. 1993. Higher Learning in America: 1980-2000. Baltimore, Maryland: Johns


Hopkins University Press.
_ _ _ _ March/ April 1987. "Clark Kerr: The Masterbuilder at 75". Change,
19, 2, him. 12-13, 35.
Stuart, M.C. 1980. "Clark Kerr: Biography of Action Intellectual", Diserlasi tidak
diterbitkan, University of Michigan, Ann Arbor.
Wills, G. 1994. "Antitype Clark Kerr", Cerlain Trumpets: The Call o/ Leaders. New
York: Simon & Schuster.

146
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

BENJAMIN S. BLOOM
(1913-1999)
-==Ov"v"v"v"\v"v"v"v"'¢=

Torsten Husen

Sebagai psikolog dan sosok yang memiliki otoritas dalam


pengukuran pendidikan (educational measuremen~, Benjamin Bloom
telah memengaruhi banyak peneliti. Risetnya tentang pentingnya
pendidikan masa kanak-kanak telah menantang pendidik untuk
mempertimbangkan kembali prosedur yang ada dalam organisasi
sekolah dan alokasi sumber daya. Karyanya yang terakhir mengenai
Belajar Tuntas (Mastery LearniniJ berjanji membuka pendekatan baru
bagi pendidikan semua anak. 1

BenjaminS. Bloom dilahirkan di Lansford, Pennsylvania, pada 1913


dari keluarga Yahudi yang telah beremigrasi ke Amerika Serikat karena
suasana diskriminasi di Rusia beberapa tahun sebelumnya. Ayahnya
adalah seorang penjahit miskin dan Bloom, sebagaimana kebanyakan
anak lain dengan latar belakang serupa ingin menjadi guru, sebuah cara
untuk menaiki jenjang kehidupan sosial. Setelah lulus dari Pennsylvania
State College tahun 1935, ia menjadi asisten peneliti di American Youth
Commission. Setelah bergabung sebentar dengan Cooperation Study in

147
Benjamin S. Bloom (1913 - 1999)

General Education, ia bekerja pada program .Historical Eight-Year-Study


yang dirintis Ralph Tyler-pada waktu itu Tyler menjadi Ketua School of
Education di University of Chicago. Di sana ia mengikuti program doktoral
dan meraih gelar Ph.D. pada 1942. Setelah bekerja sebagai peneliti di
Board of Examiners, University of Chicago, dan penguji (examinei) di college
universitas tersebut, Bloom menjadi profesor dalam bidang pendidikan di
Chicago pada 1940. Ia ti.nggal di sana sampai pensiun pada 1990. Di awal
karirnya, Bloom terlibat dalam proyek-proyek internasional di India dan
Israel dan menjadi salah seorang pendiri International Association for
Evaluation of Educational Achievement (IEA) pada 1961. Ia termasuk
anggota panel yang mendirikan Research and Development Centres di
Arnerika Serikat pada 1960-an dan menjadi Ketua American Educational
Research Association (AERA) pada 1965-1966. Di antara sekian banyak
pengakuan atas jasa-jasanya adalah penganugerahan AERA-Phi Delta
Kappa Award atas kontribusinya yang luar biasa bagi pendidikan pada
1970.
Setelah bekerja di bawah kepernirnpinan Ralph Tyler, Bloom
mendapatkan wawasan yang mendalam tentang teori dan prakti.k evaluasi
pendidikan, suatu istilah yang diciptakan untuk tugas evaluator. Bloom
memulai tugas menerjemahkan tujuan pembelajaran melalui perilaku
konkret ke dalam instrumen pengukuran, sebuah tugas yang sangat
sulit jika harus berhadapan dengan tujuan-tujuan dalam ranah afektif,
yakni menilai sikap dan rninat. Pada 1950-an, ia menjadi ketua kornite
taksonorni tujuan-tujuan pendidikan yang dibentuk oleh AERA. Buku
pertama yang membahas ranah kognitif dan ditulis Bloom bersama
David Krathwohl, Taxonomy o/ Education Oijectives, diterbitkan pada 1956.
Delapan tahun kemudian atau pada 1964, terbidah jilid keduanya yang
membahas ranah afektif.
Pada akhir 1960-an, Bloom mulai mengembangkan teori "belajar
tuntas"' Menurut teori ini, mayoritas anak didik-rnisalnya 90-95
persen-mampu mempelajari prinsip, konsep, dan keterampilan
dasar, jika mereka diberi cukup waktu. Titi.k awal riset Bloom tentang
belajar tuntas adalah model belajar di sekolah (schoollearniniJ yang telah
dikembangkan John Carrol di University of Harvard dan kemudian
di Educational Testing Service di Princeton. Menurut Carrol, faktor
pembeda terpenting di balik prestasi di sekolah (school achievement)
adalah waktu bukan perbedaan bakat skolasti.k (scholastic aptitude). Salah

148
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

satu alasan mengapa perbedaan prestasi di sekolah secara ttadisional


disebabkan oleh bakat (aptitude) adalah bahwa ujian yang diberikan kepada
anak didik biasanya dibatasi waktu. Inilah penjelasan utama, tegas Bloom,
mengapa nilai ujian digambarkan dengan kurva distribusi berbentuk bel
Gaussian yang terkenal, yakni distribusi "normal". Namun, anak didik
yang memiliki keistimewaan mendapatkan pembelajaran secara individual
dan secara ttadisional merupakan milik strata sosial tertentu, memperoleh
cukup waktu untuk mempelajari apa yang diperlukan. Perbedaan yang
bisa ditunjukkan selama tahun pertama persekolahan formal semakin
bertambah tatkala anak didik semacam itu menyesuaikan diri dalam
suatu sistem. Dengan individualisasi radikal terhadap pembelajaran
dan penahapan belajar (pace of learnin~ sesuai titik awal tiap anak didik,
diperkirakan 90 persen anak didik mencapai tujuan pembelajaran. Hal
ini tentu saja menentang aksioma perbedaan individu yang menjadi
pandangan utama psikologi pendidikan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pada 1970, Bloom
mendapatkan Phi Delta Kappa Award dari .AERA atas kontribusinya
untuk riset pendidikan. Tahun berikutnya, ia diundang .AERA untuk
memberikan kuliah dengan topik yang dipilihnya sendiri. Rumusan
topiknya sangatlah provokatif, yaitu "Individual Differences: A Vanishing
Point?", bahkan diakhiri dengan tanda tanya. Riset berdasarkan konsep
belajar tuntas terpusat pada 3 faktor utama, yang menurut Bloom
akan menjelaskan 90 persen perbedaan prestasi yang didapat dengan
pembelajaran sekolah konvensional. Pertama, apa yang disebut sebagai
perilaku entri kognitif (cognitive entry behaviour}, yakni kompetensi anak didik
ketika dihadapkan pada tugas belajar baru. Melalui diagnosis perbedaan
awal dan penyesuaian kegiatan belajar - mengajar dengan perbedaan
tersebut, perbedaan akhir dapat diperkecil sampai 50 persen. Kedua,
perilaku entri afektif (affective entry behaviour} akan dianggap menghindari
kemunduran karena kegagalan awal yang sangat memengaruhi motivasi
untuk belajar selanjutnya. Dengan merangsang motivasi awal sampai
optimal, perbedaan prestasi akhir dapat diperkecil sampai 25 persen.
Ketiga, menyesuaikan pembelajaran yang berkaitan dengan media dan
waktu serta dorongan dan individualisasi. Dengan demikian 25 persen
perbedaan akhir lain dapat diatasi.
Setelah beberapa tahun riset lebih lanjut tentang belajar tuntas
dilakukan, pada 1976 Bloom berupaya "melakukan kaji ulang" setelah

149
Benjamin S. Bloom (1913 - 1999)

model clidaktisnya cligunakan eli dalam dan eli luar Amerika Serikat.
Hasilnya elitulis dalam Human Characteristics and 5 chool Learning. Dalam
pendahuluan buku itu, ia membagi fi.lsafat belajar tuntas ke dalam riga
inti sederhana. Ketika ia memulai karir risetnya dalam pengukuran
penelidikan, tesisnya adalah:

1. Ada pelajar yang bagus dan ada pelajar yang buruk. Kemuelian muncul
model Carroll untuk belajar eli sekolah;
2. Ada pelajar yang cepat dan ada pelajar yang lambat. Bloom dan
peneliti lain mulai memikirkan apakah waktu tambahan dan bantuan
akan membawa sebagian besar anak elidik menuju tingkat kompetensi
yang lebih tinggi daripada yang elicapai dengan model konvensional.
Sehingga sampailah mereka pada kesimpulan;
3. Kemampuan belajar, tingkat belajar, dan motivasi untuk belajar lebih
lanjut anak elidik hampir sama jika eliberikan konelisi belajar yang
membantu.

Bloom menyelesaikan bab pertama dari buku yang eliterbitkan pada


1976 tersebut dengan tesis antimeritokratik bahwa masyarakat modern
tidak dapat diwujudkan dengan anak didik yang cerdas saja. Masyarakat
harus menemukan cara untuk menciptakan anak elidik yang cerdas.
Primer (buku teks untuk mengajar anak-anak-penyunting) untuk
orang tua, guru, dan pendidik lain ten tang belajar tuntas terbit pada 1980
dengan judul All Our Children Learning.
Tahap selanjutnya dalam riset Bloom adalah upaya menemukan
cara mengubah pembelajaran eli kelas dengan mengembangkan metode-
metode yang akan membuat pembelajaran kelompok (group instruction)
efektif sebagaimana pengajaran satu per satu (tutoring one-to-one). Ia
menyebutnya sebagai "rnasalah 2 sigma" (2 sigma problem). Pada 1984,
ia menerbitkan hasil eksperimen uji coba pelbagai macam metode
pembelajaran dengan metode kelompok. Masalah 2 sigma dapat eliatasi
dengan beberapa metode, yakni membagi anak didik dalam kelompok-
kelompok sampai tingkat 2 sigma plus, padahal semula hanya bisa
dilakukan dengan pengajaran satu per satu.
Pada awal 1980-an, Bloom melakukan riset selama lima tahun
dengan meneliti perkembangan bakat yang terfokus pada 120 anak
berbakat dan mencapai status kelas dunia dalam bidang matematika,

150
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

neurologi, berenang, tenis, musik, dan seni. Sebagian anak ini dianggap
"anak ajaib" (anak dengan kepandaian luar biasa). Bloom secara hati-
hati mengidentifikasi kondisi belajar, kerja keras, dan dukungan dari
orang tua dan pihak lain yang diperlukan untuk mencapai prestasi
tertinggi. Penelitian ini dan riset lain tentang anak "berbakat"
dilaporkan dalam Developing Talent in Young People (1985).
Kajian-kajian yang berkaitan dengan tujuan dan teori pendidikan
serta metode evaluasi, seperti yang telah disebutkan, diilhami oleh
keterlibatannya dengan Program Eight-Year Study serta reformasi
pendidikan undergraduate di University o£1 Chicago. Kesamaan
keterlibatannya adalah kajian tentang perbedaan individu-seberapa
besar perbedaan tersebut dan apa penyebabnya.
Pada 1964, Bloom menerbitkan sebuah monograf, Stability and Change
in Human Characten"ctics. Seperti ditulis dalam buku-buku selanjutnya, ia
menantang tesis yang sudah mapan tentang perubahan apa yang dapat
dicapai dengan tolok ukur pendidikan.
Setelah Lyndon Johnson diangkat menjadi presiden di Amerika
Serikat dibentuk Gugus Tugas yang dipimpin oleh John Gardner
(kemudian juga disebut Komisi Gardner), seorang psikolog yang sangat
berminat pada pendidikan, dan kemudian dibentuklah Secretary of
State for Health, Education and Welfare atau Kementerian Kesehatan,
Pendidikan, dan Kesejahteraan (di Amerika Serikat, jabatan menteri
disebut secretary--penyunting). Tugas utama Gugus Tugas itu adalah
menyusun proposal tentang apa yang bisa dilakukan Pemetintal;l
Federal untuk memperbaiki pendidikan sekolah Amerika Serikat tanpa
bertentangan dengan Konstitusi. Bloom memberikan keahliannya kepada
Gugus Tugas, dan keahliannya itu memainkan peran penting yang terkait
dengan usulan yang dibuat. Komisi Gardner, ~tara lain mengusulkan
sebuah program pendidikan pengganti (compensatory) yang menjadi bagian
dari Program War Against Poverty dengan mengalokasikan sumber daya
untuk sekolah wilayah dengan porsi cukup besar untuk anak didik yang
tumbuh dalam keluarga miskin atau secara linguistik terkucil karena
bahasa-ibunya bukan bahasa Inggris. Pada 1965, Bloom (bersarna Alison
Davis dan Robert Hess) menerbitkan sebuah monograf tentang masalah
ini, Contemporary Education for Cultural Deprivation.
Dengan pengalarnan Bloom di bidang evaluasi pendidikan yang
diperoleh selama menjadi penguji universitas di University of Chicago,

151
Benjamin S. Bloom (1913 - 1999)

tidaklah mengherankan bahwa ia terlibat dalam kerja sama internasional


di bidang tersebut. Pada awal 1960-an, ia menjadi salah seorang
pendiri International Association for the Evaluation of Educational
Achievement (lEA). Satu dasawarsa kemudian, ia diminta UNESCO
untuk mempersiapkan sebuah seminar internasional tentang evaluasi.
Seminar terse but diselenggarakan di Granna, Swedia, pada 1971, dengan
peserta sekitar 25 negara berkembang. Bloom sendiri bertindak sebagai
direktur seminar dan pakar dalam bidang evaluasi, terlibat pula Ralph
Tyler dan John Goodlad yang berperan sebagai narasumber. Pada tahun
yang sama terbitlah Handbook on Formative and Summative Evaluation,
diikuti Handbook to Improve Learning satu dasawarsa kemudian. Kembali
ke kutipan pembuka saya, Benjamin Bloom memang seorang psikolog
dan sosok yang memiliki otoritas memengaruhi pelbagai generasi dalam
upaya memperbaiki kualitas pendidikan.

Catatan
1. Pidato pengantar dalam penyerahan anugerah dari Phi Delta Kappa dan
American Educational Research Association pada 1970, dikutip dalam Phi
Delta Kappa Monograph 1971 yang menerbitkan kuliah Bloom pada pertemuan
AERA di New York City, 6 Februari 1971, judul kuliahnya: "Individual
Difference in School: A Vanishing Point?"

Lihat juga
Dalam buku ini: Goodlad, Tyler.

Karya-karya utama Bloom


Benjamin S. Bloom adalah penulis atau penulis bersama pada 17 buku penring, di
antaranya adalah:
Taxonomy of Educational Objectives: Volume I Cognitive Domain, New York: David
McKay and Co., 1956.
Stability and Change in Human Characteristics, New York: John Wiley and Sons,
1964.
Benjamin S. Bloom, dengan D.B. Masia dan D. Krathwohl, Taxononry of Educational
Oijectives: Volume II, The Affective Domain, New York: David McKay and Co.,
1964.

152
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dengan J.T. Hastings, G. Madaus et aL, Handbook on Formative and Summative Evaluation
of Student Learning, New York: McGraw-Hill, 1971.
All Our Children Learning: A Primerfor Parents, Teacher and other Educators, New York:
McGraw-Hill, 1980.
Benjamin S. Bloom, dengan A. Sosniak, et aL, Developing Talent in Young People, New
York: Ballarine, 1985.

Pada awal 1990-an Bloom menjadi anggota Task Force yang dibentuk
oleh International Academy of Education-ia juga merupakan salah satu
pendirinya-yang meneliti permasalahan hubungan rumah- sekolah dari
sudut pandang riset pendidikan. Laporannya diterbitkan dengan judul The
Home Environment and School Learning, San Fransisco, California: Jossey Bass,
1993, ditulis bersama Thomas Kellaghan et aL

Bloom menerbitkan beberapa dari ide seminar dan hasil studi awalnya
dalam pelbagai jurnal pendidikan dan akademik. Daftar di bawah ini tidak
mewakili, tapi menyebutkan beberapa artikel utama.

"Individual Difference in School Achievement: A Vanishing Point?", pidato


penganugerahan di Pertemuan Tahunan AERA pada 1971, Bloomington,
Indiana: Phi Delta Kappa International, 1971.
"Innocence in Education", School Review, 80, 3, 1972, hlm. 1-20.
"The State of Research on Selected Alterable Variables in Education", Mesa
Seminar 1980, B.S. Bloom, Department of Education, University of Chicago,
1980.
"The 2 Sigma Problem: The Search for Methods of Group Instruction as Effective
as One-to-One Tutoring", Educational Researcher, 13, 6, 1984, hlm. 4-15.
"Helping All Children Learn Well in Elementary School- and Beyond", Principal,
hlm 12-17, Maret 1988.

Bacaan lebih lanjut


"In Memoriam: Benjamin Bloom (1913-1999)", lEA Newsletter, 34, Desember
1999.
''Never too Young to Learn", Newsweek, 22 Mei 1972.

153
Jerome S. Bruner (1915 - ...)

JEROME S. BRUNER
(1915- ... )
-==Ov~~~~~~,"~

Howard Gardner

Pendidikan bukan sekadar persoalan teknik pengolahan informasi,


bahkan bukan penerapan "teori belajar" di kelas atau menggunakan
hasil "ujian prestasi" yang berpusat pada mata pelajaran (suiject
centered "achievement testing'). Pendidikan merupakan usaha yang
kompleks untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan
anggotanya, dan menyesuaikan anggotanya dengan cara mereka
mengetahui kebutuhan kebudayaan.

Gerome Bruner,
The Culture of Education, hlm. 43)

Pada akhir 1980-an, saya menghadiri sebuah konferensi internasional


tentang pendidikan di Paris. Suatu malam saya makan malam dengan
setengah lusin orang, mewakili setengah lusin negara, tak seorang pun
dari mereka yang saya kenal sebelummya. Ketika kami berbicara, muncul
fakta luar biasa. Kami semua tertarik dengan pendidikan karena bacaan
kami bertahun-tahun sebelumnya, yakni karya psikologJerome Bruner,
The Process of Education. 1

154
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Dalam beberapa momen penting kehidupan profesional mereka,


banyak psikolog terlibat dengan isu pendidikan. Keterlibatan tersebut
banyak ditemukan di Amerika Serikat, di mana teori dan praktik
pendidikan sangat dipengaruhi oleh karya kontemporer dalam psikologi.
Psikolog seperti B. F. Skinner atau E.L. Thorndike mungkin saja memiliki
pengaruh lebih besar pada kebijakan pendidikan tertentu, seperti ujian.
Sementara untuk persoalan bagaimana anak belajar dan apa yang dicita-
citakan para pendidik, Bruner-lah tokohnya.
Lahir di New York City pada 1915, kehidupan profesional Bruner
adalah menjadi psikolog yang produktif dan cakap dalam segala bidang. Saat
belajar di Duke dan Harvard University, diterbitkanlah pada 1939 tulisan
Bruner yang membahas "dampak thymus (organ getah bening yang berada
di leher hewan bertulang belakang) terhadap perilaku seksual tikus be tina".2
Selama Perang Dunia II, Bruner ikut berpartisipasi sebagai psikolog sosial
dengan menyelidiki pendapat umum, propaganda, dan sikap sosial. Setelah
itu, sebagai salah satu pelopor "revolusi kognitif" pascaperang, fokus
utamanya terutama pada persepsi dan kognisi manusia.
Selama setengah abad sejak perang itu, Bruner telah menyelidiki
serangkaian topik yang kurang berhubungan. Dalam karyanya tentang
"pandangan baru" mengenai perseps~ ia menekankan peran harapan dan
penafsiran terhadap pengalaman perseptual kita. 3 Setelah mempertahankan
fokus ini pada peran aktif subjek, kemudian ia beralih pada peran strategi-
strategi dalam proses kategorisasi manusia. 4 Dengan minatnya yang besar
pada perkembangan kognisi manusia, Bruner dan para koleganya di
Center of Cognitive Studies yang baru dibentuk di Harvard melakukan
serangkaian studi tentang modus representasi yang digunakan anak. 5
Pada 1970, Bruner pindah dari Harvard ke Oxford University.
Di sana ia meneruskan studi perkembangannya mengenai agensi anak
(infant agenry) 6 dan memulai serangkaian penyelidikan terhadap bahasa
anak. 7 Setelah kembali ke Amerika Serikat satu dasawarsa kemudian,
ia menunjukkan perhatian yang makin besar pada fenomena sosial
dan budaya. Setelah menolak komputasionalisme berlebihan terhadap
perspektif kognitif, yang sebenarnya juga ditemukan Bruner, ia
mengarahkan perhatiannya pada kapasitas interpretatif dan naratif
manusia8-yang paling mutakhir adalah pada bidang hukum. 9 Dania
memicu revolusi ketiga dalam psikologi-yang berpusat di sekitar praktik
psikologi kebudayaan. 10

155
Jerome S. Bruner (1915 - ...}

Penting untuk memetakan sumbangan Bruner sebagai seorang


psikolog karena sumbangan tersebut membingkai keterlibatannya
dalam permasalahan-permasalahan pendidikan. Dengan merenungkan
minat risetnya yang universal dan proses belajarnya yang luas, Bruner
melihat pendidikan sebagai seorang pemikir umum, bukan teknisi. Ia
telah membahas serangkaian kapasitas manusia yang terlibat dalam
belajar dan mengajar-persepsi, pemikiran, bahasa, sistem simbollain,
kreativitas, intuisi, kepribadian, dan motivasi. Ia menafsirkan bahwa
pendidikan bermula sejak bayi dan, terutama dalam tulisannya yang
mutakhir, ia menekankan peran pendidikan yang diterima oleh pelbagai
institusi kebudayaan. Ia mengamati pengetahuan manusia awal dan
secara konsisten melihat pendidikan dari perspektif lintas budaya (pada
1990-an, ia mulai bekerja secara teratur dengan komunitas prasekolah
di Reggio Emilia dan komunitas-komunitas di Italia lainnya). Dalam
tulisan terbarunya tentang psikologi kebudayaan, Bruner menyebutkan
pendidikan sebagai "kerangka pengujian" yang tepat untuk membangun
psikologi kebudayaan.
Pada akhir 19 50-an, Bruner terlibat secara langsung dalam
pendidikan pra-college di Amerika Serikat. Setelah peluncuran satelit Rusia,
Sputnik, banyak orang Amerika Serikat merasa bahwa sebagian besar
sumber daya nasional harus dialokasikan untuk pendidikan, khususnya
dalam bidang sains, matematika, dan teknologi. Minat ini bertepatan
dengan munculnya revolusi kognitif di bawah kepemimpinan Bruner
yang kharismatik. National Academy of Science dan National Science
Foundation yang berpengaruh mengadakan pertemuan para ilmuwan,
psikolog, pendidik, dan akademisi lain di Wood's Hole, Massachusetts,
pada September 1959. Bruner bertindak sebagai ketua pertemuan itu.
Dalam bukunya yang terkenal, The Process of Education,11 Bruner
dengan jernih menjabarkan tema-tema pokok yang diajukan dalam
konferensi itu. Untuk menentang gagasan bahwa generasi muda harus
mempelajari fakta dan prosedur, para peserta konferensi menyatakan
pentingnya struktur disiplin ilmiah (dan disiplin lain). Jika anak didik
memahami langkah-langkah penting dalam suatu mata pelajaran, ia dapat
terus berpikir secara produktif tentang masalah-masalah baru. Menurut
Bruner, "mengetahui bagaimana sesuatu terjadi sama pentingnya dengan
ribuan fakta tentang sesuatu tersebut"Y Untuk menentang pandangan
anak sebagai pencerna informasi dan orang dewasa kecil (little adul~,

156
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

peserta konferensi (yang diilhami pemikiran Jean Piaget dan Barbel


Inhelder) mengemukakan pandangan yang tidak lazim tentang anak,
yakni anak sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah sendiri
secara aktif (active problem-solver), yang memiliki cara sendiri untuk
memahami dunia. Untuk menentang pandangan bahwa mata pelajaran
tertentu harus dihindari sampai menginjak sekolah menengah atau
setelahnya, peserta konferensi mengusulkan kurikulum spiral untuk
memperkenalkan mata pelajaran dengan cara yang tepat sejak jenjang
awal persekolaban dan kemudian ditinjau kembali dengan ditambab
pendalaman dan kompleksitas pada jenjang persekolahan berikutnya.
Argumen ini mengilhami kalimat yang paling sering dikutip (dan
paling kontroversial) dalam The Process rf Education, "Kita mulai dengan
hipotesis bahwa mata pelajaran apa pun dapat diajarkan secara efektif
dengan kejujuran intelektual kepada anak dalam tabap perkembangan
mana pun".B
Tanggapan terhadap laporan Bruner muncul dengan cepat dan
menggemparkan. Buku tersebut dipuji sebagai buku "yang berpengaruh",
"revolusioner", dan "klasik" oleh para sarjana dan perumus kebijakan.
Buku itu diterjemahkan ke dalam sembilan belas babasa, dan selama
bertahun-tabun, buku laris tersebut diterbitkan oleh Harvard University
Press. Mungkin buku yang terpenting, The Process rf Education, menjadi
katalisator pelbagai program dan eksperimen pendidikan di Amerika
Serikat dan di luar Amerika Serikat. Seperti yang dinyatakan Bruner
beberapa tahun kemudian, "Saya pikir 'kesuksesan' buku itu bersumber
dari kebutuhan untuk menilai kembali fungsi-fungsi pendidikan karena
ledakan pengetabuan dan teknologi pasca industri baru.m 4
Kendati Bruner memilih untuk kembali ke laboratorium psikologi,
ia masih terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan di Amerika Serikat
dan kemudian di Inggris Raya. Ia bergabung dengan sejumlah komite dan
komisi serta menjadi anggota Education Panel dari President's Science
Advisory Commitee di bawah Presiden Kennedy dan Johnson. Sejauh
ini, keterlibatannya yang paling dalam adalah sebagai ketua dan arsitek
kurikulum baru kajian-kajian sosial untuk jenjang kelas tengab (antara
kelas awal dan akhir).
Pada 1964-1966, dengan bantuan laboratorium penelitian dan
pengembangan pemerintah yang disebut Educational Service Inc.,
Bruner berusaha mendesain dan mengimplementasikan proyek "Man: A

157
Jerome S. Bruner (1915 - ...)

Course of Study". Proyek ambisius ini menghasilkan kutikulum lengkap


yang disusun berdasarkan pemikiran terbaru dalam ilmu-ilrnu behavior
yang sedang muncul. Sebagaimana dikonseptualisasi Bruner, kurikulum
harus menjawab riga pertanyaan mendasar, yakni "apa yang menjadi ciri
khas manusia?", "bagaimana manusia mendapatkan ciri khas itu?", dan
"bagaimana ciri khas manusia itu dibentuk?"
Dengan merefleksikan kepercayaan Bruner bahwa anak kecil pun
dapat mengatasi permasalahan yang sulit, maka kurikulum terse but betisi
tema-tema yang "hidup" dalam ilmu behavior era itu. Dalam analisis
linguistik Charles Hockett dan Noam Chomsky, generasi muda dapat
menjelajahi hakikat sistem komunikasi. Dengan merujuk penemuan
Sherwood Washburn ten tang penggunaan alat oleh manusia zaman dulu,
anak didik menyelidiki alat serta media kuno dan modern. Terilhami
oleh penemuan hubungan sosial primata (Irven DeVore) dan manusia
(Claude Levi Strauss), anak didik menyelidiki hubungan kekerabatan dan
organisasi sosial pelbagai kebudayaan. Terdapat pelbagai mateti ten tang
seni, mitos, dan praktik perawatan anak pada pelbagai kelompok. Ide
dan tema disajikan melalui studi kasus etnografik yang kaya, misalnya,
meneliti beberapa hal khusus dati Eskimo Netsilik di Pelly Bay dan
manusia semak Kung dati Gurun Kalahari.
Beberapa tahun kemudian Bruner mengenang, "Dalam suasana
tahun 1962 yang menggembirakan, apa saja mungkin terjadi.ms Sebagai
anggota muda tim tiset saat itu, saya dapat menunjukkan kegembiraan
yang merasuki usaha penyusunan kurikulum. 16 Para sarjana, peneliti
psikologi, perencana kurikulum, guru, dan siswa kelas lima yang
bersemangat bahu-membahu setiap hati menciptakan dan merevisi
kurikulum.yang akan digunakan dan diwajibkan. Mateti yang dihasilkan
disediakan secara luas dan disebarkan ke seluruh wilayah Amerika Serikat
dan di luar Amerika Serikat pada akhir 1960-an dan awal1970-an.
Namun, eufotia yang melingkupi uji coba pendidikan tersebut
tidak bertahan lama. Di Amerika Serikat, masalah kemiskinan dan
rasisme mencuat ke permukaan sementara perang di Vietnam makin
mengecewakan dan bahkan memecah belah rakyat Amerika, sehingga
melemahkan semangat untuk reformasi. Kurikulum Bruner diserang
secara langsung oleh kelompok sosial dan politik konservatif, yang
keberatan terhadap aspirasi intelektual (baca: "elitis") dan unsur
antarbudaya (baca: "relativistik'') dati kurikulum tersebut. 17 Akhirnya,

158
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

National Science Foundation menarik dukungannya untuk kurikulum


tersebut. Bruner mengakui bahwa kegagalan upayanya bukan hanya
karena kritik dati luar. Kurikulum dapat berjalan lancar dengan guru yang
sudah siap dan mengajar siswa unggul di sekolah. Bruner mengatakan,
"Kita tidak pernah menyelesaikan masalah memperoleh bahan dari
Widener (perpustakaan di Harvard University) sampai Wichita (kota
terbesar di Kansas, jantung Amerika Serikat)."
Keterlibatan Bruner dalam kegiatan pendidikan menghasilkan
sekumpulan esai tentang belajar dan pembelajaran yang dikumpulkan
dalam Towards a Theory of Instruction18 dan The Relevance of Education. 19
Dalam tulisan-tulisannya tersebut, Bruner mengajukan ide-idenya tentang
bagaimana pembelajaran benar-benar memengaruhi model-model
mental ten tang dunia yang dibangun, dielaborasi, dan diubah anak didik.
Dengan menggunakan kajian perkembangan kolaboratif, ia menunjukkan
3 cara bagaimana anak mengubah pengalaman menjadi pengetahuan:
tindakan, perumpamaan, dan beragam sistem simbolik. Kebanyakan
pendidikan melibatkan negosiasi, dan kadang-kadang konflik., di antara
modus-modus representasi ini. Dipengaruhi tulisan dati psikolog Uni
Soviet, Lev Vygotsky, Bruner menekankan bagaimana belajar melibatkan
internalisasi alat dan media yang telah diciptakan bertahun-tahun lalu
oleh manusia-secara individu atau kelompok. Ia terus mengembangkan
minatnya pada masalah-masalah yang belum diselidiki, seperti motivasi,
afeksi, kreativitas, dan intuisi.
Apabila melihat kembali kegiatan pendidikannya pada 1960-an dan
awal 1970-an, Bruner mengakui keterbatasan-keterbatasan tertentu.
Sebagian keterbatasan tersebut memperlihatkan keterbatasan psikologi
pada masa itu, yaitu fokus berlebihan pada proses mengetahui intrapsikis
tunggal. Keterbatasan lain berasal dati kegagalan mengetahui kedalarnan
dan keluasan masalah sosial, meliputi kerniskinan, rasisme, dan alienasi
yang menyebar. Sebagaimana komentar Bruner, "Sudah diterima begitu
saja (pada waktu itu) bahwa murid hidup dalam ruang hampa pendidikan,
tidak terganggu oleh penyakit dan permasalahan kebudayaan yang lebih
luas." 20
Pada 1970-an dan 1980-an, Bruner muncul sebagai pengkritik utama
revolusi kognitif. Ia memandangnya sebagai reduksi pernikiran manusia
menjadi serangkaian prosedur komputasional. Dengan kolega-koleganya
yang lain, ia membangun psikologi kebudayaan dengan lebih menitik-

159
Jerome S. Bruner (1915 - ...)

beratkan pada latar belakang historis dan kekuatan kebudayaan. Dalam


pandangan Bruner, psikologi yang masih muda harus menemukan apa
yang bermakna untuk individu dan kelompok-<.:lan mengapa hal itu
bermakna.
Menurut kerangka ini, Bruner meninjau kembali persoalan-
persoalan pendidikan dalam bukunya yang diterbitkan 1996, The Culture
of Education. Ia menyebutkan bahwa pendidikan tidak dilihat secara
tepat sebagai fungsi sekolah yang diarahkan pada pikiran setiap anak
didik. Menurutnya, "Sekolah yang didirikan saat ini bukanlah solusi
untuk masalah pendidikan, tapi justru menjadi bagian dari masalah itu
sendiri." 21 Kemajuan pendidikan akan tercapai bila pendidikan dilihat
sebagai fungsi kebudayaan secara keseluruhan dan bila bela jar berada di
antara interaksi dan kerja sama anak didik yang berusaha membangun
pengetahuan. Para teoretikus pendidikan tidak lagi memikirkan setiap
anak ("subjek epistemik", menurut Piaget) dengan merenungkan
hubungan darah dan seluk beluk hubungan kekerabatan. Para ahli
pendidikan harus mengarahkan perhatian kepada kelompok anak yang
berusaha bersama-sering dengan bantuan jaringan komputer dan ahli
dari jarak jauh-untuk memahami proses biologi, hakikat hukum, dan
bahkan bagaimana mereka belajar sendiri. Anak didik yang berhasil harus
saling memberi tahu apa yang telah mereka pelajari tentang dunia dan
tentang cara kerja pikiran individu dan kolektif.
Seperti dipaparkan dalam sketsa kasar ini, Bruner memainkan peran
penting dalam wacana pendidikan saat ini, yaitu melahirkan pemikiran
mutakhir dalam psikologi tentang masalah masyarakat kontemporer,
selalu waspada terhadap permasalahan yang pelik dan cara mencapai
solusinya, dan dengan senang hati terbuka terhadap pemikiran-
pemikiran baru. Pada saat yang sama, mahasiswa Bruner mencurahkan
perhatian pada tema-tema kuat yang mewarnai karir psikologinya dan
sudah sampai dasawarsa ketujuh, yaitu sebuah kepercayaan terhadap
manusia sebagai agen aktif, keyakinan tentang konstruksi pengetahuan,
perhatian abadi pada tujuan, sasaran, dan cara, ketepatan pandangan ter-
hadap permasalahan yang penting dan bagaimana cara menanganinya,
dan optimisme kuat yang dapat mencegah kemunduran pribadi dan
masyarakat.
Ringkasnya, Bruner bukan hanya seorang pemikir pendidikan
terkemuka saat ini, melainkan juga pelajar dan guru yang inspiratif.

160
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Keingintahuannya yang menular mengilhami semua orang yang


memiliki semangat tinggi. Inelividu dari pelbagai usia dan latar belakang
eliundang untuk bergabung. Analisis-analisis logis, pembedaan teknis,
pengetahuan yang kaya dan luas mengenai pelbagai mata pelajaran,
belum lagi informasi yang luas, lompatan intuitif, dan ucapan yang
membingungkan, mengalir ke luar dari lis an dan penanya yang tak kenai
lelah. Dengan istilah Bruner sencliri "aktivitas intelektual dapat elijalankan
eli mana-mana, eli garda depan pengetahuan atau eli ruang kelas tiga". 22
Bagi mereka yang mengenalnya secara pribaeli, Bruner adalah Penelidik
Paripurna, atau dengan istilah Bruner sencliri "komunikator, teladan,
dan figur menonjol". 23

Catatan
1. Bruner, The Process if Education (Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press, 1960).
2. J.S. Bruner dan B. Cunningham, ''The Effect of Thymus Extract on The Sexual
Behavior of the Female Rat" (journal of Comparative P.rychofogy, 7, 1939), hlm.
333-336.
3. J.S. Bruner dan C.C. Goodman, "Value and Need as Organizing Factors in
Perception" (journal of Abnormal and Social P.rychology, 42, 1, 1947), hlm. 33-44;
Bruner, "On Perceptual Readness" (P.rychological Review, 64, 1957), hlm. 123-
152.
4. J.S. Bruner,]. Goodnow, dan G. Austin, A Stucfy of Thinking (New York: Wiley,
1956).
5. J.S. Bruner, R.R. Olver, dan P.M. Greenfield, Studies in Cognitive Growth (New
York: Wiley, 1996).
6. Bruner, Process of Cognitive Growth: Infamy (Worcester, Massachusetts: Clark
University Press, 1968).
7. Bruner, Child~ Talk (New York: Norton, 1983); A. Ninio dan J. Bruner, "The
Achievement dan Antecedents of Labelling" (journal if Child Language, 5, 1978),
hlm. 1-15.
8. Bruner, Actual Minds, Possible Worlds (Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press, 1986); Bruner, Acts of Meaning (Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press, 1990).
9. A. G. Amsterdam dan J.S Bruner, Minding the Law (Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press, 2000).
10. J.S. Bruner, Acts of Meaning, op. cit.; J.S Bruner, The Culture of Education
(Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1996).
11. Bruner, The Process of Education, op. cit.
12. Bruner, In Search of Mind: Essqys in Autobiograpl!J (New York: Harper & Row,
1983), hlm. 183.
13. Bruner, The Process of Education, op. cit., hlm. 33.

161
Jerome S. Bruner (1915 - ...)

14. Bruner, In Search of Mind, op. cit., him. 185.


15. Ibid., him. 190.
16. H. Gardner, To Open Aiinds: Chinese Clues to the Dilema of Contemporary Education
(New York: Basic Books, 1989), bab 2.
17. P. Dow, Schoolhouse Politics: Lessonsfrom the Sputnik Era (Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press, 1991).
18. Bruner, Toward a Theory of Instruction (Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press, 1996).
19. Bruner, The Relevance of Education (New York: Norton, 1971).
20. Bruner, The Culture of Education, op. cit., him. xiii.
21. Ibid., hlm. 198.
22. Bruner, The Process of Education, op. cit., him. 14.
23. Ibid., him. 91.

Lihat juga
Dalam buku ini: Piaget, Vygotsky.

Karya-karya utama Bruner


The Process of Education, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press,
1960.
Bruner,J.S., Oliver R.R., dan Greenfield, P.P., Studies in Cognitive Growth, New York:
Wiley, 1996.
Toward a Theory of Instruction, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press,
1966.
The Relevance of Education, New York: Norton, 1971.
Bryond the Information Given,]. Anglin (ed.), New York: Norton, 1973.
In Search of Mind.· Esst!JS in Autobiograpi!J, New York: Harper & Row, 1983.
Acts of Meaning, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1990.
The Culture of Education, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press,
1996.

Bacaan lebih lanjut


Bakhurt, D. dan Shanker, S (ed.). 2001. Jerome Brttner: Language, Culture, Se(f London:
Sage.
Bruner, J.S. 1979. On Knowing: Esst!JS for the Left Hand Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press.
Dow, P. 1991. Schoolhouse Politic: Lessons From Sputnik Era, Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press.
Olson, D.R. (ed.). 1980. The Social Foundations rif Language and Thought: Esst!JS in
Honor rif Jerome S. Bruner. New York: Norton.
Olson, D.R. dan Torrance, N. 1996. The Handbook of Education and Human
Development. Cambridge, Massachusetts: Blackwell.

162
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

TORSTEN HUSEN
(1916- ... )
-==~"'"v"v"v"v"'"'~

T. Neville Postlethwaite

Membaca kehidupan memang relatif mudah, tapi sangat sulit


meramalkannya.

(ucapan yang sering diulang-ulang


oleh Torsten Husen)

Tortsen Husen dilahirkan tanggal1 Maret 1916 di Lund, Swedia.


Ibunya adalah operator telegraf setelah menyelesaikan pendidikan
menengah. Ayahnya pernah mengenyam pendidikan dasar "paruh
waktu" selama 5 tahun, suatu bentuk pendidikan yang khas di wilayah
pedesaan pada waktu itu. Ayah Husen adalah manajer di sebuah tempat
penggergajian. Husen tumbuh di Swedia selatan dan memasuki sekolah
dasar pada usia 6 tahun, lebih muda satu tahun dari usia resmi masuk
sekolah. Ia belajar mengetik di rumahnya dan memberitahukan kepada
guru sekolah dasarnya bahwa ia dapat melakukan hal ini sehingga tidak
perlu baginya belajar bagaimana menulis dengan tangan. Ia melanjutkan
pendidikannya ke gymnasium di Vaxjo, di mana ia memilih untuk menekuni

163
Torsten Husen (1916 - ...)

matematika dan ihnu alam. Sudah menjadi tradisi bahwa semua siswa
mempelajari tiga bahasa asing (dan memang itulah syarat memasuki
sekolah menengah yang lebih tinggi). Husen sendiri mempelajari bahasa
Jerman, Inggris dan Prancis. Bahasa Jermannya sangat baik, sehingga
bisa bertindak sebagai penerjemah untuk menemani ayahnya melakukan
perjalanan bisnis ke Polandia dan Jerman. Walaupun mempelajari bahasa
Inggris, ia tidak pernah dapat mempraktikkannya dan baru ketika
pergi ke Inggris sebagai anggota delegasi Swedia pada 1946, ia bisa
mempraktikkannya. Pada 1950-an, ia mulai menulis beberapa buku dan
artikel berbahasa Inggris. Akhirnya, bahasa Inggrislah barangkali bahasa
asing yang paling dikuasainya, walaupun bahasa Jermannya tetap fasih.
Pada usia sembilan belas tahun (1935), ia memasuki University of
Lund. Semula ia mempelajari matematika, kemudian sastra (tulisan
pertamanya adalah tentang pengaruh psikologi klinik dan psikiatri
Prancis terhadap karya Strindberg) serta sejarah dan akhirnya psikologi.
I a selalu menganggap bahwa universitas (dan berharap orang lain
merniliki anggapan yang sama pula) sebagai smorgasboard Gamuan
dengan pelbagai hidangan-penerjemah) besar, sehingga seseorang
bisa mernilih "hidangan" apa pun untuk memuaskan keingintahuan
intelektualnya. Saat menjadi mahasiswa, ia mulai "menulis setiap hari"
dan cara hidupnya segera menjadi nulla dies sine linea. Pada saat yang sama,
ia mengembangkan watak-watak lain yang menciptakan pendirian bahwa
"tidak ada yang mustahil", bahwa ia tidak pernah membiarkan birokrasi
menghalanginya dan kemampuan memberikan perhatian penuh terhadap
tugas-tugas yang dihadapinya. Penulis (T. Neville Postlethwaite) pernah
melihatnya menghabiskan waktu seharian penuh dalam pertemuan-
pertemuan yang sangat berat dan membosankan, kemudian mengetik
selama dua jam untuk menulis sebuah artikel!
Tesis doktoralnya setebalSOO halaman dan terbit pada 1944 berjudul
Adolescensen (namun judul untuk buku yang dijual di toko adalah Svensk
Ungdom). 1 Buku itu disusun berdasarkan tes dan pengumpulan data
kuesioner dari 1.000 remaja berusia 17-20 tahun ketika mengikuti
wajib militer. Tiap aspek keremajaan diuraikan dengan memasukkan
kutipan-kutipan dari karya-karya berbahasa Jerman, Inggris, dan bahkan
Prancis. Pada usia 28 tahun, ia telah menguasai ketiga bahasa asing itu,
mempelajari metode kritik sastra dan analisis sejarah, serta mempelajari
pendekatan psikologis Wundt, Meumann, dan filsafat Lingkaran Wina. Ia

164
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

belajar di bawah bimbingan Kretschmer. Dalam psikologi, ia mempelajari


pelbagai pendekatan metodologis dan mendalami psikologi persepsi
serta psikofisiologi. Pada akhir 1944, ia menerbitkan riga buku dan
sekitar 60 artikel.
Selama dua tahun terakhir kegiatannya di universitas, Husen terlibat
dengan sebuah tim di Stockholm yang bertugas mengembangkan
serangkaian tes psikologi untuk tujuan militer dan tugas ini menuntutnya
mempelajari psikometri. Ia pindah ke Stockholm pada 1944. Salah satu
hasil tambahan dari kegiatan ini adalah sebuah tes inteligensia untuk
remaja (adult). Pada 1948, Husen menerbitkan sebuah buku2 tentang
hubungan antara latar belakang sosial, inteligensia seperti yang diukur
dalam tes militer, dan persekolahan. Husen bukan hanya terlibat dalam
pembuatan tes pertama untuk militer yang digunakan di Swedia,
tapi selama 10 tahun karirnya sebagai psikolog senior di departemen
pertahanan, ia juga berperan penting dalam mengatur dan melaksanakan
penerapan hasil-hasil penelitiannya. Oleh sebab itu, ia disebut sebagai
bapak psikolog militer Swedia.
Pada 1938, semua anak yang lahir pada 1928 di kota Malmo
menjalani tes. Kegiatan ini akan menjadi permulaan studi longitudinal
yang masih terus berjalan hingga akhir abad ke-20. Pada 1950, terdapat
laporan utama3 tentang studi Malmo yang berupaya menilai pengaruh
persekolahan terhadap pertumbuhan inteligensia anak berusia 10-20
tahun. Laporan itu juga menyentuh persoalan "cadangan kemampuan"
(reserves of abi/i!Y) yang menjadi permasalahan hangat di Swedia pada
tahun-tahun berikutnya. Pada saat yang sama, ada riset lain yang
dilakukan oleh salah seorang mahasiswa Husen, Kjell Haernqvist, yang
meneliti "kumpulan kemampuan" (pool of abi/ity). 4 Prinsip utama riset-
riset ini adalah bahwa persekolahan menengah selektif tidak mendukung
perkembangan beragam bakat yang ada dalam masyarakat dikaitkan
dengan gagasan "cadangan bakat" (reserves of talent) dalam masyarakat.
Riset-riset tersebut tidak mampu mengidentifikasi dua bakat praktis dan
akademik berlainan yang inheren dalam pemikiran tentang pendidikan
selektif. Temuan-temuannya memang menimbulkan dampak nyata
terhadap perdebatan politik tentang pendidikan di Swedia dan juga di
negara-negara lain. Semua ini mengakibatkan Husen tertarik kepada
interaksi antara penelitian dan perumusan kebijakan. Tulisan-tulisan dan
pemikirannya memiliki pengaruh di seluruh dunia.

165
Torsten Husen (1916 - ...)

Studi Malmo terus berjalan dan beberapa mahasiswa doktoral


Husen melakukan analisis dan membuat laporan yang bersumber dari
sebagian data studi tersebut. Laporan komprehensif pertama dari data
Malmo diterbitkan pada 1969. 5 Pada akhir 1980-an, mahasiswa Husen
lainnya, Tuijnman, mampu menunjukkan bahwa pendidikan bekelanjutan
pada anak remaja berpengaruh terhadap pilihan pekerjaan dan gajinya
kelak. 6
Sementara itu (1953) Husen menjadi profesor dalam bidang pendidikan
dan psikologi pendidikan di Stockholm University. Pada waktu itu, tidaklah
cukup bagi seorang profesor pendidikan melakukan studi empiris dalam
pendidikan atau mengkhususkan diri dalam psikologi diferensial dan
perkembangan. Ia juga ingin menguasai filsafat dan sejarah pendidikan.
Keyakinan penuh pada pepatah yang menjadi pedomannya, nulla dies sine
linea, membuat Husen menghabiskan sisa waktu setelah kegiatan sehari-
harinya dengan menulis riga buku tentang sejarah pendidikan dasar di
Swedia dengan penekanan pada karya Fridtjuv dan Anders Berg. 7 Fridtjuv
dan Berg mendukung pendekatan pendidikan khusus pada pengajaran
ortografi, dan dengan demikian tidaklah mengherankan hila pada saat
yang sama Husen menerbitkan sebuah buku yang melaporkan hasil studi
psikologis empiris mengenai ortografi.8
Pada saat yang sama, Husen· tertarik dengan perdebatan alam-
asuhan (perdebatan ini berkisar pada persoalan faktor yang menentukan
perkembangan anak, genetik [alam] atau pengasuhan-penyunting) yang
belum berakhir. Ia menganalisis data pasangan kembar monozigotik dan
dizigotik (sekitar 600 pasangan) dari data militer yang dikumpulkan sejak
1948-19 52. Ia meneliti9 pola-pola perbedaan bakat, prestasi sekolah,
tinggi dan berat badan, lateralitas, dan tulisan pada intrapasangan
dan antar pasangan. Pendekatan yang digunakannya berbeda dengan
pendekatan sebelumnya.
Sejak 19 53 dan terutama setelah 19 56, saat ia menjadi profesor
pertama di Swedia dalam bidang penelitian pendidikan, Husen dan
para mahasiswanya tertarik pada pelbagai proyek penelitian pendidikan.
Proyek-proyek ini antara lain melibatkan perdebatan penting tentang
pendidikan selektif versus pendidikan komprehensif, 10 analisis kebutuhan
pendidikan sebagai dasar untuk reformasi kurikulum, 11 dan penelitian
tentang masalah ukuran dan homogenitas kelasY Manakala hasil
penelitian ini harus digunakan pembuat kebijakan untuk reformasi

166
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

pendidikan, Husen tertarik pada hubungan antara penelitian dan


peneliti dengan pembuatan kebijakan. Minat ini membuatnya meneliti
hubungan tersebut di beberapa negara dan hasilnya ditulis dalam dua
buku yang penerbitan masing-masing buku terpisah hampir 20 tahun.
Buku pertama diterbitkan tahun 1967 dan ditulis bersama Gunnar
Boalt,13 sedangkan buku kedua diterbitkan pada 1984 dan ditulis dengan
Maurice Kogan. 14 Dalam buku itu dicontohkan beragam cara bagaimana
penelitian berhubungan dengan pembuatan kebijakan dalam konteks
berbeda-beda.
Antara 1956-1982, Husen membimbing 38 mahasiswa yang
sukses mempertahankan tesis doktoral mereka. Perlu diingat, bahwa
program doktor di Swedia menyerupai program Habilitasi di Jerman
dan Doctoral d'Etat di Prancis. Jumlah penelitian yang terlibat dalam
tesis-tesis awal tersebut sangat banyak. Husen memiliki kepandaian
khusus mengidentifikasi peneliti-peneliti muda yang mengikuti pelatihan
untuk mengerjakan tesis doktoral. Sebagai ketua lEA, ia mengadakan
seminar Granna yang terkenal untuk tim-tim beranggotakan enam
spesialis kurikulum dari 23 negara. Seminar ini sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum di pelbagai negara. Ia juga sangat
berperan dalam pelaksanaan Seminars on Learning and the Educational
Process (SOLEP) di Eropa sebanyak riga kali, meneruskan seminar yang
diselenggarakan Lee Cronbach di Stanford.
Pada awal1950-an, Husen diundang ke Jerman untuk berpartisipasi
dalam sebuah lokakarya tentang peran penelitian psikologi dalam
mencari resolusi masalah pendidikan. Dampak metode penelitian empiris
terhadap peneliti yang secara teoretik terlatih dengan hermeneutika
seharusnya menghasilkan konseptualisasi riset yang lebih baik. Sejak
Husen menerbitkan beberapa buku dan artikel dalam bahasa lnggris,
namanya mulai dikenal oleh peneliti-peneliti dari luar Swedia, dan
pada 1958, kolompok penelitian Husen memutuskan untuk berafiliasi
dengan International Association for the Evaluation of Educational
Achievement (lEA) yang baru dibentuk. Pada 1962, Husen menjadi
ketua lEA, menyunting terbitan-terbitan utama organisasi itu,15 dan
kemudian _mengarahkannya sampai pada 1978. Pada 1960-an dan
1980-an, organisasi ini melakukan riset survei pendidikan dengan
sampel paling banyak. Menghitung jumlah lulusan dari kelas terakhir
sekolah menengah merupakan proksi yang buruk bagi produktivitas

167
Torsten Husen (1916 - ...)

sistem sekolah, dan yang diperlukan adalah sebuah tolok ukur dati apa
yang telah mereka capai kaitannya dengan pengetahuan, keterampilan,
dan nilai. Walaupun hasil studi tersebut terus-menerus digunakan oleh
kementerian pendidikan di sekitar 20 negara, baru pada 1990-an-seiring
terbitnya hasil studi TIMSS-IEA mulai "dikenal" media. Standar riset
yang ditentukan studi-studi lEA pada 1960-an dan 1970-an menjadi
standar yang dibutuhkan dalam studi prestasi internasional (international
achievement studies) yang dilaksanakan kemudian oleh ETS dan OECD.
Pada 1960-an, ia diminta menjadi penasehat pelbagai kementerian
pendidikan, International Institute for Educational Planning (IIEP) di
Paris (ia menjadi ketua lembaga ini sejak 1971-1981), UNESCO Institute
for Education di Hamburg, OECD, UNESCO, International Council
for Educational Development (di mana ia menjadi anggotanya selama
bertahun-tahun), juga pada beragam konferensi seperti yang diprakarsai
Presiden Johnson di Williamsburg, Virginia. Ia mengajar di Institute
for Humanistic Studies di Aspen, Colorado. Ia menikmati kunjungan
reguler ke Stanford sebagai fellow di Behavioral Sciences Center a tau di
universitasnya, bahkan setelah ia pensiun.
1982, ia menjadi profesor emeritus, namun masih terus
aktivitas bahkan menjalankan tugas-tugas baru. Ia terus
penyunting bersama
dan kedua
Ia semor
18

adalah sosok yang sangat ramah dan mampu menenangkan


suasana di kelompok ketika terjadi perselisihan. Ia juga
mampu memperkirakan munculnya gangguan saat mernimpin rapat
dan memiliki bakat istimewa, yakni mampu membelokkan arah diskusi
sedemikian sehingga potensi gangguan tidak muncul a tau segera hilang.
Ia memiliki kejernihan gagasan yang sangat penting dalam pertemuan-
pertemuan internasionaL Pengetahuan dan keterampilannya dalam
filsafat pendidikan dan riset empiris dalam pendidikan membuatnya
menjadi figur langka yang patut dihormati.

168
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Tidak mungkin baginya untuk menjalankan proyek-proyek riset


tanpa tim peneliti yang kompeten dan dana. Pendekatannya-"tidak
ada yang mustahil"-sangat penting untuk keberhasilan proyek-proyek
tersebut.
Husen sering terlibat dalam riset yang menyertai reformasi sekolah
di Swedia pada 1950 dan 1960-an. Kegiatan ini terkenal sekali di negara-
negara lain, dan ia menjadi anggota Governing Board dari Max Planck
Institut fur Bildungsforschung di Berlin. Ia juga diundang beberapa kali
oleh Anthony Crosland di Inggris untuk mendiskusikan struktur-struktur
sistem pendidikan. Ia dapat dikatakan pula sebagai salah satu pelopor
pendidikan komparatif di Eropa dan memberikan sumbangan pada
studi-studi mengenainya melalui kepemimpinannya di IEA.
Husen adalah pemikir interdisipliner. Pengetahuannya tentang sejarah
ide-ide pendidikan beserta pengetahuannya yang luas tentang literatur
pendidikan dan pendekatan empiris terhadap pendidikan membuatnya
memiliki keluasan visi yang mengagumkan. Kemampuannya mengacu
pada studi-studi psikologi, sosiologi, dan ekonomi dalam pendidikan
manakala terfokus pada aspek tertentu dari pendidikan memunculkan
masalah, jika dilihat dari pelbagai sudut. Tulisannya tentang apa yang
dapat atau tidak dapat dilakukan sekolah sebagai institusi, bagaimana
anak menemukan sendiri pelbagai dampak yang mereka pelajari dalam
beragam konteks, struktur sistem sekolah, dan gagasan pendidikan
seumur hidup mernilikl pengaruh penting di ua.o.LY """'
diterjemahkan ke beberapa ~~,·-~,-,
kalangan membahas permasalahan-permasalahan ini. 19
Secara keseluruhan ia telah menulis 55 buku dan 1.500 artikel.

Catatan
1. S vensk Ungdom (Adolescence], P[!kologiska undersokningar avynglingar I a!dern 17-20
ar (Stockholm: Gebers, 1994).
2. Begavning och Mi!fo [Aptitude and l\1ilieu], Studier I begavningsutveckfingen och
begavningsurvalets p[!kologisk- pedadogiska och sociala problem (Stockholm: Gebers,
1948).
3. Husen, Testresultatens prognosvarde. En undersiikning av den teoretiska skolningens
inverkan pa testresultatens, intelligenstestensprognosvarde och de socialaJaktorenas inverkan
pa urvalet till hiigre liiroanstalter (Stockholm: Gebers, 1950).

169
Torsten Husen (1916 - ...)

4. K. Haernqsvist, Reseroernafdrhiigre utbildning(Stockholm: Ecklesiastikdepartementet,


SOU 1958), him. 11; K. Haernqvist, Individuella differenser och skoldifferenttiering
(Stockholm: Ecklesiastikdepartementet, SOU, 1960), him. 13.
5. Husen, dengan bantuan I. Emanuelsson, I. Fagerlind, dan R. Liljefors, Talent,
Opportunity, and Career (Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1969).
6. A.C. Tuijnman, Recurrent Education, Earnings, and Well-being: A Fifty-year
Longitudianal Study of a Cohort of Swedish Men (Stockholm: Almqvist & Wiksell,
1989).
7. Husen dan Fridtjuv Berg, "folkskollararkaren och stavningsreformerna"
(Pedagogiska skrifter, 1946), hlm. 192; Husen dan Fritdjuv Berg, "och
enhetsskolan" (Pedagogiska skrifter, 1948), him. 199; Husen dan Anders Berg,
"under folkskolans pionjacir'' (Pedagogiska skrifter, 1949), him. 205.
8. Husen, "Rattstavningsformagans psykologi, Nagra experimentella bidrag",
(Pedagogiska skrifter, 1950), him 205-209.
9. Husen, T villingstudier (Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1953); Husen, Pqchological
Twin Research: A Methodological Study (Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1959).
10. N.-E. Svensson, Ability Grouping and Scholastic Achievement (Stockholm: Almqvist
& Wiksell, 1962).
11. U. Dahllof, K.ursplaneundersokningar I matematik och modersmalet (Stockholm:
Ecklesiastikdepartementet, 1960).
12. S. Marklund, Skolklassens storlek och struktur (Stockholm: Almqvist & Wiksell,
1962).
13. Husen dan G. Boalt, Educational Research and Educational Change: The Case of
Sweden (Stockholm: Almqvist & Wiksell, dan New York: John Wiley, 1967).
14. Husen, dan M. Kogan, (ed.), Educational Research and Poliry: How Do They Relate?
(Oxford: Pergamon Press, 1984).
15. Husen dan T.N. Postlethwaite (ed.), International Study of Achievement in
Mathematics: A Comparison of 12 Countries, volume 1 dan 2 (Stockholm: Almqvist
dan Wiksell, 1967).
16. Husen dan T.N. Posdethwaite (ed.), International Enryclopadia of Education, volume
1-10 (Oxford: Pergamon).
17. Husen dan T.N. Posdethwaite (ed.), InternationaiEnryclopadia of Education, volume
1-12 (Oxford: Pergamon, 1994).
18. Husen, A. Tuijnman, dan WD. Halls (ed.), Schooling in Modern European Society:
A Report of Academia Europaea (Oxford: Pergamon, 1992).
19. Husen, The School in Question: A Comparative Study of the School and its Future in
Western Societies (London and New York: Oxford University Press, 1979); Husen,
An Incurable Academic: Memoirs of a Professor (Oxford dan New York: Pergamon
Press, 1983); Husen, Education and the Global Concern (Oxford: Pergamon,
1990). •

170
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Lihat juga
Dalam buku ini: Cronbach.

Karya-karya utama Husen


Adolescensen (Adolesence), Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1994.
Predictive Value ifintel/egence Test Scores, Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1950.
P.rychological Twin Research, Stockholm: Stockholm University Press, 1959.
International Stut!J if Achievement in Mathematics I-II, penyunting dan penulis, New
York: John Wiley, 1967.
Talent, Opportunitfy, and Career, Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1969.
Talent, Equality, and Meritocrary, The Hague: Nijhoff, 1994.
The Schoof in Question, London: Oxford University Press, diterjemahkan ke dalam
sebelas bahasa, 1979.
Husen, T., dengan Kogan, M., Educational Research and Pofiry; Oxford: Pergamon
Press, 1984.
The Learning Society Revisited, Oxford: Pergamon Press, 1986.
Education and the Global Concern, Oxford: Pergamon Press, 1990.
Husen, T., dengan Tuijnman, A., dan Halls, WD., Schooling in Modern European Society:
A Report if Academia Europaea, Oxford: Pergamon Press, 1992.
The Role if University: A Global Perspective, penyunting dan penulis, Paris: UNESCO,
1994.

Bahan bacaan lebih lanjut


Husen, Tors ten. 1980. "A Marriage to Higher Education" ,Journalif Higher Education,
51, hlm. 15-38.
Husen, Torsten. 1983. An Incurable Academic: Memoirs if a Professor. Oxford:
Pergamon Press.
Postlethwaite, T. Neville (ed.). 1986. International Educational Research: Papers in Honor
if Totrsten Husen. Oxford: Pergamon Press.
Tjdelvoll, Arild. 1999. Listening to Torsten Husen: A Comparative Education Researcher,
buku yang melaporkan wawancara selama 15 jam.
Lihat juga, International Who3- Who, London: Europa Publications; Whos Who in
Europa: Dictionnaire Biographique, edisi Servie-Tech, Waterloo: Belgium; dan Whos
Who in The World, Chicago, Illinois: Who's Who Marquis.

171
Lee Cronbach (1916 - ...)

LEE CRONBACH
(1916- ... )
-==Ov"v"v"v"v"v"v"v~

Torsten Husen

Cronbach mengawali kontribusinya dalam History if Psychology


in Autobiograpi?Ji1 dengan menuliskan, "Psikologi telah menarik minat
saya sejak awal. Saya lahir pada 1916, sebelum para pengikut Lewis
Terman melakukan pengujian mental." Ia juga menambahkan bahwa
revisi Terman atas skala intelegensi Binet-Simon (Stanford-Binet)
terbit bersamaan dengan penerbitan History dalam buku berjudul The
Measurement if Intellegence. 2 Ia menyebutkan bahwa pada usia lima tahun
ia dites oleh seorang psikolog sekolah perempuan, dan dengan IQ 200,
Cronbach termasuk anak "ajaib" (Terman's kids) yang kemudian menjadi
perhatian Terman 19 50-an. Keajaibannya sedemikian rupa set.ingga
ia mampu menyelesaikan high school di Fresno, California (tempat ia lahlt),
pada usia 14 tahun dan state college di tempat yang sama pada usia 18
tahun. Ayahnya adalah pedagang sutra keturunan Yahudi. Keluarganya
tidak mampu membiayai pendidikan Cronbach ke universitas, artinya,
ia sebagaimana kebanyakan anak-anak lain dengan latar belakang sama,
belajar ke Fresno State College untuk dididik menjadi guru. Ia segera

172
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

tertarik kepada psikologi sekaligus mendalami matematika dan, seperti


yang dikatakannya, ia tertarik pada "engineering ana!ysis dari piranti ukur
dalam psikologi". Ia mengajar matematika selama dua tahun di Fresno
High School. Setelah setahun di Berkeley dan meraih gelar MA, ia
meneruskan pendidikannya pada 1938 ke University of Chicago yang
telah dikembangkan sebagai institusi terkemuka dalam bidang psikologi
pendidikan oleh C.H. Judd dan F.N. Freeman (keduanya dididik di
Leipzig yang memiliki tradisi eskperimental dan empiris kuat). Cronbach
meraih gelar Ph.D. di Chicago pada 1942 dengan menggunakan course
dari Ralph Tyler sebagai bahan disertasinya dan bekerja selama beberapa
tahun sebagai asisten peneliti di Program Eight Year Study yang dipimpin
Tyler. Sebagai staf, Cronbach dijuluki "ahli metodologi serba bisa".
Setelah bekerja sebagai pengajar college dan psikolog militer, Cronbach
kembali ke University of Chicago sebagai profesor asisten dengan
memberikan kuliah Pengantar Psikologi Pendidikan yang menjadi dasar
bagi bukunya, Educational P.rychology (terbit pertama kali pada 1949).
Ia menulis dalam outobiografinya bahwa ia "mempunyai suatu gaya
yang menjadi kekuataan sekaligus kelemahan utama" pada karya-karya
akademisnya, terutama "perbedaan individu dan pengukuran".
Pada 1948, ia ditunjuk sebagai profesor dalam bidang psikologi
pendidikan di University of Illionis, Urbana. Di sini, ia menjadi kolega
Raymond B. Cattel di jurusan psikologi dan N.L. Gage di jurusan
pendidikan. Penerimaan mereka di institusi terse but merupakan bagian
dari "lompatan untuk mencapai keunggulan" yang dilakukan universitas
waktu itu. Menurut Cronbach, program pengukuran dalam psikologi dan
pendidikan di Illinois memiliki "beberapa pesaing".
Pada 1964, setelah setahun di Centre for Advanced Studies in the
Behavioural Sciences di Stanford, Cronbach ditunjuk menjadi profesor
dalam bidang pendidikan di Stanford University. Ia pensiun pada 1980.
Selama masa karirnya terse but ia menulis tujuh buku.
Sumbangan Cronbach pada teori dan metodologi pengukuran
pendidikan tercermin dalam International Enryclopaedia of Education. 3 Ia
dikutip sebanyak 48 entri, terutama untuk kontribusinya pada teori dan
metodologi riset. Contohnya, ia dikutip dalam artikel-artikel mengenai
kemampuan dan bakat, pengukuran sikap, teori keputusan dalam tes
pendidikan, dan interaksi pelakuan-bakat.

173
Lee Cronbach (1916 - ...)

Sejak awal kegiatannya sebagai peneliti dalam ilmu behavioral,


Cronbach memusatkan perhatiannya pada persoalan-persoalan
pengukuran pendidikan dan psikometri. Sejak itulah, ia diakui sebagai
ahli metodologi. Kompetensi yang dicapainya sebagai peneliti dan
pelbagai bidang yang dikuasainya tercermin dalam kenyataan bahwa ia
terpilih menjadi Presiden American Psychological Association (APA) dan
American Educational Research Association untuk periode 10 tahun.
Pada 19 50-an, ia memimpin suatu komite standar tes di APA, dan sebagai
peneliti pendidikan yang melakukan studi "Research for Tomorrow's
Schools" (1969) bersama P. Suppes. Cronbach mengembangkan suatu
teori umum yang menggantikan "nilai benar" (true score) dalam teori
klasik pengukuran psikologi dengan "nilai universal" (universal score)
yang menentukan nilai rata-rata seseorang untuk semua temuan yang
dapat diterima. Generalisasi diperoleh dari sekumpulan sampel untuk
keseluruhan populasi.
Pada tahap awal karirnya, Cronbach tertarik pada persoalan
pengukuran psikologi dan mulai menggunakan teori keputusan dalam
menganalisis pengukuran pendidikan dan psikologi. Ia meneliti reliabilitas
tes yang menghasilkan kontribusi berupa kejelasan-kejelasan mendasar.
Sebagian penelitian ini dimasukkan dalarn P!Jchologica/Testing and Personnel
Decisions yang ditulisnya bersama G.C. Gieser dan terbit pada 1957.
Sebagai ketua komite standar tes APA, ia memberikan kontribusi berupa
kejelasan konsep validitas. Ciri khas pandangannya di antara beragam
pandangan tentang validitas masih menonjol.
Kontribusi Cronbach yang paling dikenal untuk penelitian pendidikan
barangkali adalah pengembangan paradigmaAptitude- Treatment Interaction
(Interaksi Bakat-Perlakuan) dalam bukunya yang ditulisnya dengan
Gleser, namun baru dikembangkan secara lengkap dalam buku yang
ditulis bersama koleganya di Stanford, Richard Snow, dan terbit pada
1977 berjudul Aptitudes and Instructional Methods: A Handbook for Research
on Interactions. Penelitian yang relevan terus dikaji ulang dan teori baru
ten tang hubungan an tara perbedaan-perbedaan individu dengan variabel-
variabel belajar terus dimunculkan. Latar belakangnya adalah model
pemilihan dan penempatan individu yang dikembangkan Cronbach
dengan Gleser dalam buku mengenai penggunaan teori keputusan.
Istilah "perlakuan" (treatmen~ dipakai untuk merujuk pada apa yang
dilakukan terhadap anak didik dalam kerangka program dan metode

174
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

pembelajaran tertentu. Dalam pendekatan ATI (Aptitude-Treatment


Interaction), penekanan eliberikan pada penentuan metode belajar apa
yang paling memadai untuk suatu bakat tertentu.
Sebagai salah seorang mahasiswa Ralph Tyler yang menonjol
dan karena kegiatan praktisnya eli Program Eight Year Study, evaluasi
penelidikan juga menjaeli bidang lain yang juga eliteliti Cronbach. Di
Stanford, Cronbach mengembangkan course evaluasi, eli mana setiap
mahasiswa merencanakan sebuah evaluasi. Sebagian dati karyanya
dalam bidang ini adalah evaluasi terhadap program undergraduate
Stanford berjudul ''Values, Technology and Society". Karya ini, menurut
terminologi Bloom, elisebut "evaluasi formatif" yang berdampak kuat
pada penerapan praktis dalam bidang evaluasi.
Dalam studi yang dilakukan Cronbach dengan P. Suppes (1969)
untuk US National Academy of Education, ia membedakan antara
penelitian berorientasi keputusan dengan penelitian berorientasi
kesimpulan, dan menolak pembedaan klasik an tara "riset murni" dengan
"riset terapan". Dalam metodologi pengukuran psikologi, ia melakukan
revisi terhadap teori reliabilitas. Cronbach telah memberikan kontribusi
sangat besar pada teori dan metodologi psikologi dan pengukuran
penelielikan. Kendati kontribusinya untuk bidang penelielikan terutama
adalah mengembangkan metodologi riset, namun tidak diragukan lagi,
ia juga memberikan sumbangan pada perspektif filosofis yang lebih luas
atas pemahaman kita tentang penelidikan.

Catatan
1. G. Lindzey (ed.), History of P.rychology inAutobiograply, 8, 64-93, hlm. 64, 1989.
2. L. Terman, The Measurement of llltelligence (London: Harrap and Co, 1989).
3. T. Husen (Editor Utama) dan T.N. Postlethwaite, The I11ternatio!1al Enqclopaedia
of Education, 1-12 (Oxford: Pergamon, 1993).

Lihat juga
Dalam buku ini: Bloom, Tyler.

17E;
Lee Cronbach (1916 - ... )

Karya-karya utama Cronbach


Essentials of Psychological Testing, New York: Harper & Row, 1949, edisi diperbaiki,
1960, 1970, 1984, 1990.
"Coefficient Alpha and Internal Structure of Test", Psychometrika, 16, hlm. 297-
334, 1951.
Educational Psychology, New York: Hartcourt and World Brace, 1954, edisi diperbaiki,
1963, 1977.
Cronbach, L.J., dengan Meehl, P.E., "Construct Validity in Psychological Tests",
Psychological Bulletin, 52, hlm. 281-303, 1955.
"The Two Disciplines of Scientific Psychology", American Psychologist, 12, 1957,
hlm. 671-684.
Cronbach, L.J., dengan Gieser, G.C., Psychological Testing and Personnel Decisions,
Urbana, Illinois: University of Illinois Press, 1957, edisi baru, 1965.
Cronbach LJ., dengan Gleser, G.C., dan Rajaratnam, N., "Generalizability of
Scores Influenced by Multiple Sources of Variance", Psychometrika, 30, hlm.
395-418,1965.
"Heredity, Environment and Educational Policy", Harvard Educational Review, 39,
1969, hlm. 338-347.
Cronbach, L.J., dengan Patrick Suppes, Research for Tomorrow's School: Disciplined
Inquiry in Education, New York: Macmillan, 1969.
Cronbach, L.J., Gleser, G.C., Nanda, H., dan Rajaratnam, N., The Dependability
of Behavioural Measurements: Theory of Generalizability for Scores and Profiles, New
York: Willey, 1972.
"Beyond the Two Disciplines of Scientific Psychology", American Psychologist, 30,
1975, hlm. 116-127.
"Five Decades of Public Controversy over Mental Testing", American Psychologist,
30, 1975, hlm. 1-14.
Cronbach, LJ., dengan Snow, R.E., Aptitudes and Instructional Methods: A Handbook
for Research on Interactions, New York: Irvington, 1977.
Toward Reform in Program Evaluation, San Fransisco, CA: Jossey-Bass 1980.
"Abilities and Ability Testing: Recent Lines of Thought", Evaluacirfn Psicologica, 1,
1-2, 1985, hlm. 79-97.
"Internal Consistencies of Test: Analysis Old and New", Pqchometrika, 53, 1988,
hlm. 63-70.

Bacaan lebih lanjut


Lindzey, G. (ed.). 1989. History of Pqchology in Autobiograply, 8, hlm. 64-93.
Husen T. (Editor Utama) dan Posdethwaite, T.N. 1993. The Internationa!Enrydopaedia
of Education, 1-12. Oxford: Pergamon.

171=;
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

DONALD THOMAS CAMPBELL


(1916 - 1996)
-==O.V~~~~~~~"C=

Carol Taylor Fitz-Gibbon

Dalam bah ini, kita akan meneliti validitas enambelas rancangan


eksperimental pada duabelas ancaman umum terhadap kesimpulan
yang valid. 1

Adakah kalimat pembuka "yang lebih kering" untuk karya yang


laku keras (seperti kutipan tadi)? Kenyataannya, risalah tentang metode-
metode eksperimen dengan kalimat pembuka seperti itu telah terjuallebih
dari 300.000 buah. Ditulis bersama Julian C. Stanley, risalah ini semula
hanyalah salah satu bah dalam Handbook of Research on Teaching karya
Gage. Melalui risalah ini dapat diketahui reputasi Campbell sebagai
metodolog, khususnya dalam pendidikan. Namun, ia lebih dari itu.
Ayah Campbell dibesarkan di sebuah gereja fundamentalis di
Pennsylvania, walaupun ia bukan jemaat gereja yang aktif saat sudah
dewasa. Ketika kecil, Campbell dimasukkan ke Sunday School oleh ibunya,
namun ia menolak agama kendati mengakui peran evolusionernya. Ia
mempunyai "rasa hormat yang besar terhadap kualitas kehidupan para
penganut agama yang saleh, yang memadukan pemahaman atas diri
mereka sendiri dengan standar-standar etika'?

177
Donald Thomas Campbell (1916 - 1996)

Ia menyelesaikan high school pada usia 18 tahun. Setelah mengetahui


bahwa ia ingin menjadi ilmuwan, tapi tidak ada bidang yang dipilih, ia
bekerja selama setahun di sebuah peternakan kalkun di dekat Victorville,
California dengan upah 40 dollar sebulan ditambah fasilitas kamar tidur
dan makan. Saat merenungkan pengaruh keluarganya, ia menyatakan
bahwa ideologi keluarga membantu "memperluas pengalaman".
Setahun kemudian, ia kernbali ke rumah dan masuk ke San Bernardino
Junior College. Ia diajar oleh seorang ahli zoologi yang menulis artikel-
artikel tentang warna bulu tupai yang relevan dengan teori evolusi. Dari
guru itu dan guru-guru lain di junior college, ia mendapatkan citra dirinya
sebagai ilmuwan.
Campbell meraih gelar pertamanya di University of California
at Berkeley sebagai lulusan pertama dari angkatan 1939 (dan adik
perempuannya adalah lulusan kedua). Ia menjadi pasukan cadangan
Angkatan Laut (Amerika Serikat) pada Perang Dunia II, dan kemudian
meraih gelar Ph.D. dalam bidang psikologi sosial di Berkeley tahun 1947
saat berusia 31 tahun.
Karya-karya awal Campbell adalah mengenai pengumpulan data
dan pengembangan teori yang berhubungan dengan pembentukan sikap
dengan selalu mempertimbangkan propaganda sebab masa itu adalah
masa pascaperang. Kemudian Campbell bekerja selama 3 tahun di Ohio
State University, setelah itu bekerja di Chicago University selama 3 tahun
berikutnya (19 50-19 53).
Selama tahun terakhir di Chicago, ia dibebastugaskan dari semua
kewajiban mengajar untuk ambil bagian dalam Committee on Behavioral
Sciences yang dipimpin James G. Miller. Kornite ini memusatkan
perhatiannya pada rybernetics, teori informasi, dan teori sistem umum.
Walaupun Campbell sangat menghargai kesempatan besar untuk
mengembangkan karir di Chicago, ia kritis terhadap pengalamannya di
sana. Komentarnya harus diperhatikan oleh mereka yang bertanggung
jawab menyusun sistem manajemen, kontrol, dan akuntabilitas:

Kehidupan akademik di sana ternyata kurang menyenangkan


dibandingkan yang saya alami di Ohio State (University). Di
Chicago, tekanan terhadap jabatan akademis sangat kuat. ... Publikasi
tulisan adalah segalanya .... Yang lebih buruk lagi, secara tersurat
ditekankan bahwa publikasi tulisan kami harus merupakan karya
genius. Ketentuan ini mengurangi produktivitas.

178
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Northwestern menawarkan jabatan Associate Professor kepada


Campbell selama 5 tahun. Ia melihatnya sebagai:

sebuah keserflpatan untuk kembali ke lingkungan akademis yang


sating mendukung, di mana ilmuwan dihormati dan saya dapat
menyibukkan diri dengan mengajar. Kemudian saya sadar bahwa
ternyata publikasi tulisan juga diperlukan di Northwestern. Saya
telah mengatasi persoalan ini kendati masih menggunakan jumal-
jurnal yang tidak dikenal.

Akhirnya, ia tinggal di Northwestern selama 36 tahun dan bekerja


di Lehigh University.
Campbell menerima banyak gelar kehormatan dan penghargaan
dari pelbagai kelompok profesional seperti dari universitas di Stanford,
Oxford, Harvard dan Yale, American Psychological Association,
National Academy of Arts and Sciences, Society for Psychological Study
of Social Issues, Evaluation Research Society, dan American Educational
Research Association.
Saat Campbell meninggal dunia, beritanya muncul di The New York
Times tanggal12 Mei 1996.3 Berita itu dimulai dengan kalimat:

Donald T. Campbell, seorang ilmuwan sosial cerdas yang


meninggalkan jejaknya pada setengah lusin disiplin ilmu dan
membantu mengubah prinsip-prinsip fundamental penelitian ilmiah
yang sudah umum, meninggal pada hari Senin di sebuah rumah
sakit dekat rumahnya di Bethlehem, Pennsylvania. Ia meninggal
pada usia 79 tahun.
Istrinya, Barbara Frankel, mengatakan bahwa penyebab kematiannya
adalah komplikasi yang berasal dari operasi pembedahan kanker
usus.

Berita tersebut diakhiri dengan, "Selain seorang istri, pensiunan


profesor antropologi di Lehigh ini juga meninggalkan dua anak laki-
laki dari pernikahan sebelumnya, . . . seorang adik perempuan, ... dan
dua cucu.
Empat tahun setelah kematiannya didirikanlah Campbell Collaboration
sebagai penghormatan kepadanya dan diresmikan di Philadephia pada
Februari 2000 dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh suatu

179
Donald Thomas Campbell (1916 - 1996)

kelompok internasional yang mewakili peneliti pelbagai ilmu sosial dan


diketuai Robert Boruch4 • Sebagaimana Cochrane Collaboration dalam
kedokteran (Maynard dan Chalmers 1997), organisasi tersebut bertujuan
menyediakan sumber informasi dengan kualitas terbaik.
Tiap disiplin ilmu boleh jadi memandang Campbell, yang telah
memberikan kontribusinya pada disiplin itu, sebagai bagian penting
dari disiplin mereka. Masing-masing melihatnya sebagai filsuf sains,
teoretikus organisasi, ahli metodologi ilmu sosial, pakar epistemologi,
dan ilmuwan biologi teoretis, dan lain-lain. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, mahasiswa Campbell pada 1960 dan 1970-an sangat menyukai
kejelasan dan kemampuan tulisan-tulisannya dalam menggugah semangat
pembaca. Jika seseorang dapat melakukan sebagaimana yang dilakukan
Campbell, ia pasti dapat mewujudkannya. Selain Experimental andQuasi-
Experimental Design for Research, terdapat artikellain yang banyak dikutip
dan ditulisnya bersama Donald Fisk, yakni "Convergent and Discriminant
Validation by the Multi-Trait- Multi-Method Matrix" (1959). Artikel
awal Campbell ini ("Convergent and Discriminant Validation by the
Multi Trait- Multi-Method Matrix'') menunjukkan komitmennya pada
validitas bukan sebagai dikotomi yang salah-apakah sesuatu valid atau
tidak, tetapi pada pengukuran derqjatvaliditas. Berbeda dengan ketepatan
mekanistik dan deterministik, Campbell mendukung penilaian yang
arif, dengan menyadari apa yang kita ketahui, tapi sekaligus juga sangat
menyadari apa yang tidak kita ketahui.
Meskipun secara umum ia bekerja sama dengan ahli statistik dan
mendorong uji coba terkontrol acak (randomized controlled tria~, stereotip
yang secara keliru sering dinisbatkan pada kegiatan-kegiatan seperti
itu tidak dapat diterapkan pada Campbell. Ia mengetahui kekacauan
eksperimen lapangan dan tidak berusaha menyembunyikannya. Lebih
jauh, kutipan dari tulisannya yang dibuat bersama Robert Boruch
menggambarkan komitmen mereka untuk menggunakan semua sumber
bukti:

Kesan subjektif dari para peserta dan pengamat eksperimen sosial


memperoleh relevansi yang sama dengan relevansi yang dihasilkan
komputer. Bila ... kesan kualitatif sangat berbeda dengan basil dati
komputer, validitas hasil dati komputer harus dicurigai sebagaimana
validitas kesan kualitatif. Perlu upaya untuk memahami sumber
perbedaan tersebut. 5

180
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Campbell tetap melakukan pelbagai macam evaluasi dengan tetap


menghargai praktisi yang tahu lebih banyak karena dekat dengan
data serta memiliki keinginan kuat terhadap rancangan terbaik untuk
memisahkan sebab dan akibat.
Dengan menulis tentang bahaya "peneliti yang menjadi elite
dan tidak melibatkan praktisi dengan mengadopsi prosedur statistik
kompleks, membuat kesimpulan kita kebal kritik, bahkan dari
pengamat berkompeten yang mengamati pelaksanaan program," ia
menyarankan:

Untuk menghindari bias, kita harus menemukan cara yang dapat


dipahami staf, penerima (recipient), dan pengamat lain untuk
mengumpulkan, merumuskan, dan merangkum perkiraan-perkiraan
mereka ten tang efektivitas program. . .. Kita harus mengakui
bahwa rangkuman tersebut memiliki validitas yang setara dengan
analisis statistik dengan tolok ukur yang lebih formal. Biasanya
perspektif-perspektif tersebut akan saling mendukung, namun hila
tidak demikian, kita harus ingat bahwa analisis statistik melibatkan
asumsi-asumsi yang menyederhanakan dan mungkin mempunyai
kesalahan serius. 6

Campbell menunjukkan toleransi terhadap penyelidikan menyeluruh


dan rinci yang menjadi ciri sains, tapi ia juga memiliki visi luas tentang
sebuah masyarakat yang melakukan eksperimen untuk menemukan
kebijakan sosial yang dapat diterapkan. "Reform as Experiments" adalah
judul artikel yang penting dan berpengaruh lainnya. 7
Campbell melihat ilmuwan riset termasuk dalam "komunitas
yang selalu berdebat" dan tidak mendukung kebenaran abadi, namun
kesimpulan sementara. Ia mengungkapkan perhatiannya pada apa yang
sekarang dikenal sebagai ilmuwan penjilat (academic spin-doctors).

Pemerintah meminta apa yang harus dilakukan, dan akademisi


menjawab dengan pasti; meskipun jawaban tersebut kurang sesuai
dengan status ilmiah bidang kajian mereka. Dalam prosesnya,
para penasihat dari kalangan akademisi (beserta para politikus)
terjebak dalam dukungan berlebihan. Gagasan yang sudah diketahui
menghalangi mengetahui seberapa valid gagasan tersebut. 8

1R1
Donald Thomas Campbell (1916 - 1996)

Selama eli Ohio, ia terlibat dalam "pengukuran sikap cidak langsung"


yang umumnya menyesatkan responden karena tujuan kuesioner adalah
mendapatkan sikap-sikap yang jika tanpa pencantuman tujuan kuesioner,
sikap-sikap itu tidak akan terungkap. Metodologi ini mengkhawacitkannya.
Dalam salah satu buku sebagai penghormatan padanya dan Campbell
juga menulis satu bab eli dalamnya, ia menyebutkan keberatan-keberatan
yang akan eliperhacikan komite erika:

Sikap-sikap para psikolog yang menipu, mencela, dan eksploitatif


terhadap subjek.
Kegagalan melakukan riset yang tersirat dalam pengenalan tes tidak ,
langsung.
Mengecewakannya hasil-hasil penelitian. 9

Dalam membaca uraian Campbell mengenai riset seolah-olah


perlu waktu banyak untuk mengumpulkan data survei dan membahas
hakikat sains. Data survei eligunakan untuk arcikel ilmiah, bukan sebagai
umpan balik kepada praktisi. Karya Campbell mungkin merefleksikan
keterlibatan awalnya dalam psikologi sosial yang sekalipun merupakan
ilmu eskperimen serius, namun juga bereksperimen dengan melakukan
validasi terhadap teori-teori, bukan mengembangkan teori yang didukung
pengumpulan data karena secara sosial berguna.
Campbell hidup pada masa Perang Dunia II dan segregasi
serta rasisme resmi eli Amerika Serikat yang secara politis menekan.
Pengalaman inilah yang bisa menjelaskan beberapa usahanya untuk
mengumpulkan data tentang hakikat prasangka dalam sikap sosial. Ia
menyebutkan bahwa:

Di Northwestem-bertentangan dengan komunitas ilmu sosiallain-


politisasi "kiri" mahasiswa kita yang potensial tidak didukung dengan
pandangan humanistis antikuantitatif dan antiilmiah. Mereka justru
terus memberikan sumbangan untuk metode-metode kuantitatif
demi pengujian hipotesis dunia nyata dan evaluasi program ateoretis
untuk memperbaikinya. 10

Integrasi teoretis menghasilkan hibah penelitian tentang "Varieties


of Projection in Trait Attribution" dari National Institutes of Health.
Laporan yang disajikan Campbell menjadi peringatan. Beberapa rekan

182
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

risetnya meliputi ahli statistik dan manajer komputer yang baik, dan
penelitian pun dimulai:

Kami adalah tim dengan semangat tinggi, bekerja berdasar


perpaduan teori dan pengumpulan data terbaik, dan dengan jumlah
sampel yang cukup banyak.

Hasilnya benar-benar negatif dan membuat saya merasa depresi,


setidaknya untuk sementara. Laporan riset kami diawali dengan
kalimat "kajian yang lengkap, membosankan, mahal, dan
mengecewakan ini ... " 11

Ilmuwan sosial mungkin perlu memikirkan secara sangat hati-hati nilai


teori. Campbell telah mengujinya terhadap data.
Tidak adanya produktivitas dalam proyek riset yang didukung dana
kuat, teori yang baik, dan rencana matang yang bertolak belakang dengan
tidak adanya produktivitas dalam kegiatan "yang menyenangkan", yakni
suatu kegiatan sosial mingguan-the social-p!]ch-sack lunch. Kegiatan
makan siang yang berkembang menjadi permainan ini diadakan di ruang
psikologi sosial di lantai atas Kresge Hall. Dalam pertemuan itu, para
peneliti ilmu psikologi/jiwa memperkenalkan metode-metode baru
yang aneh. Dari kegiatan itu, kemudian terbitlah buku yang berjudul
Unobtrusive Measures yang memberikan sumbangan pemikiran dalam
dunia pendidikan (1966). Buku itu kemudian direvisi dan diterbitkan
kembali pada 1981. 12
Campbell menceritakan saat mengalami depresi yang bertepatan
dengan ketidakmampuannya untuk tetap meneruskan komitmen
berlebihan. Ia berterima kasih banyak kepada rekan-rekannya yang
telah mengambil alih pekerjaan mengajar, pelaksanaan riset, dan lain-
lain selama mengalami depresi. Dengan menulis tentang komitmen
berlebihan sebagai risiko pekerjaan, ia menyebutkan:

banyak orang akan mengenal saya sebagai sosok yang baik, optimis,
dan ekspansif, dengan kelainan (yang mungkin tak tampak) memiliki
khayalan bahwa saya punya waktu untuk menjalankan semua minat
intelektual saya. Mungkin khayalan itu te/ah mewarnai suasana hati
saya selama 90 persen karir saya.... N amun saya merasa kurang
jujur dan kurang bermanfaat bagi orang lain hila saya membiarkan
kesedihan ituY

183
Donald Thomas Campbell (1916 - 1996)

Campbell memberikan peringatan berharga dalam penggunaan


indikator dalam ilmu sosial.
Tolok ukur yang valid untuk menggambarkan keadaan masyarakat
menjadi tidak valid jika (tolok ukur tersebut) mulai digunakan untuk
pembuatan keputusan politik. Lebih lanjut, penggunaan tersebut sering
mengarah pada korupsi destruktif terhadap proses sosial dari mana
indikator berasal.... Dengan demikian, tes prestasi yang sudah valid
untuk menggambarkan status pendidikan menjadi kurang valid hila
digunakan sebagai dasar penghargaan untuk guru atau murid. 14

Komunitas filsafat sering mengutip konsep Campbell tentang


epistemologi evolusioner dan BVSR (Blind Variation and Selective Retention)
berisi ringkasan mekanisme evolusi masyarakat dan pengetahuan.
Peneliti organisasi, McKelvey dan Baum, dalam salah satu buku untuk
menghormati CampbelP 5 menyatakan bahwa tulisan Campbell tahun
1965, ''Variation and Selective Retention in Socio-cultural Evolution",
mempunyai pengaruhyangpaling luas terhadap ilmu organisasz:
Situs Principia ybernetica mengutip karyanya:

Modifikasi dan variasi bersifat "buta", acak, secara individual tidak


tepat, dan bukan sistem koreksi (the order of corrections). Namun,
kebetulan modifikasi dan variasi memberikan kesesuaian lebih baik,
tetap bertahan, dan diulang-ulang. Kendati teori evolusi Darwinian
mengalami perluasan (elaborasi) dan perubahan (modifikasi) dan
kendati terdapat ketidaksepakatan mengenai mekanisme dan
besarnya variasi yang terlibat, model dasar seleksi alarnnya masih
diterima sampai sekarang dan tetap sebagai salah satu pencapaian
konseptual besar dari abad ke-19. Dalam aspek abstrak atau
formalnya, model dasar seleksi alarnnya dapat diterapkan pada
proses-proses adaptif lain atau rangkaian peristiwa teleologis lain,
di mana perubahan diarahkan oleh hasilnya.

(Campbell1956, hlm. 330r 6

Dalam kutipan yang menjadi pedoman sistem pemantauan,


Campbell menulis bahwa "seleksi masa lalu merupakan rahasia inovasi
rasional, bukan variasi yang akan datang". 17 Dengan mendukung realisme,
Campbell menolak konsep bahwa dunia yang kita lihat ini hanya ada
dalam pikiran kita. Campbell menyebut sudut pandang ini sebagai

1R4
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

"nihilisme ontologis". 18 Sementara Bertrand Russel menyebutnya sebagai


"dorongan kosmis".

Kebanyakan tulisan Campbell bersifat sangat idealistis, namun kita


dapat menerapkan prinsip refleksivitas Soros19 dan memperkirakan
bahwa dalam tulisannya ia membuat dunia menjadi lebih idealistis.
Bila kita percaya bahwa uang mendominasi perilaku, kepercayaan
itu akan meluas dalam masyarakat dan mungkin tidak sesuai dengan
kenyataan. Campbell menyatakan pengaruh Polanyi kepadanya dengan
menyebutkan bahwa kesanggupan untuk mampu mengatakan kebenaran
merupakan motif dominan dalam mendukung jurnalis pada saat
terjadinya Pemberontakan Hungaria:

Para jurnalis Komunis elite ini, yang diganjar kemapanan berupa


kekuasaan dan kekayaan, didorong oleh rasa sakit dengan
terus-menerus menuliskan kebohongan berupa janji-janji suatu
masyarakat yang di dalamnya mereka justru tidak dapat menulis
kebenaran seperti yang mereka lihat. 10

Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk membiarkan Campbell


mengungkapkan sendiri siapa dirinya. Mungkin bukan gaya yang baik,
namun juga memberikan data yang tidak mengada-ada. Kesimpulannya,
izinkan saya menyatakan bahwa dalam variasi "buta" dan keragaman
komunitas akademis yang selalu berdebat, banyak orang secara selektif
akan mempertahankan kebijakan dan komitmen Campbell untuk
memperbaiki dunia melalui ilmu (sosial) yang baik.

Catatan
1. Kalimat pembuka dalam D.T. Campbell dan J.C. Stanley (1963) Experimental
and Quasi-Experimental Designs for Research, him. 171.
2. Campbell, dalam Brewer dan Collins, Scientific Inquiry and the Social Sciences, him.
483.
3. New York Times, Sunday, Late Edition- Final, 12 May 1996, Bagian 1, him.
37.
4. Campbell Collaboration: http:/ /campbell.gse.upenn.edu.
Donald Thomas Campbell (1916 - 1996)

5. D.T. Campbell dan Boruch, "Making the Case for Randomized Assignment to
Treatments by Considering the Alternatives", him. 199.
6. D.T. Campbell dan Boruch, 1975, dalam Campbell dan Erlebacher, 1970.
7. Campbell, "Reforms as Experiments".
8. Dikutip oleh Dunn, The Experimenting Society, him. 25.
9. Kidder dan D.T. Campbell, 1970, him. 333, 466.
10. Brewer dan Collins, op. cit., him. 482.
11. Ibid., him. 475.
12. Webb, D.T. Campbell, etaL
13. Brewer dan Collins, op. cit., him. 478.
14. Dunn 1998, him. 55-56.
15. ''Variations in Organization Science: In Honor of Donald T. Campbell", http://
www.mgmt.utoronto.ca/.
16. Situs Principia Cybernetica: http://134.184.131.111/SEARCH.html.
17. Campbell, 1977, hlm. 506, dalam situs Principia Cybernetica:
http://134.184.131.111/SEARCH.html.
18. The Experimenting Society, him. 28. Russel menulis "cosmic impiety" (dorongan
kosmis) dan Popper adalah seorang "realis".
19. Bab 3 dan 4 dalam G. Soros, The Crisis o/ Global Capita/ism: The Open Society
Endangered (London: Litde Brown and Company, 1998).
20. Brewer dan Collins, op. cit.

Lihat juga
Dalam buku ini: Cronbach.
Dalam Fifty Mqor Thinkers on Education: Russel, Thorndike.

Karya-karya utama Campbell


Campbell, D.T. dan Fiske, D.W, "Convergent and Discriminant Validation by
the Multitrait- Multimethod Matrix", P.rychological Bulletin, 56, 2, 1959, him.
81-105.
Campbell, D.T. dan Stanley, J.C., Experimental and Quasi-Experimental Design for
Research, Chicago, Illinois: Rand McNally, 1966.
"Reforms as Experiments", American P.rychologist, 24, 1969, him. 409-429.
"Methods for Experimenting Society", Evaluation Practice, 12, 3, 1971/1991, him.
223-260.
Webb, E.J., Campbell, D.T., et aL, Unobstmsive Measures: Nonreactive Resarch in the Social
Sciences, Chicago, Illinois: Rand McNally, 1972.

186
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

"The Nature of Man and what Kind of Socialization Process is Needed",American


P!]chologist, 30, 1103-1126, 1975, hlm. 341-384.
Campbell, D.T. dan Boruch, R.F., "Making the Case for Randomized Assignment to
Treatments by Considering the Alternatives: Six Ways in Which Quasi-Experimental
Evaluation in Compensatory Education Tend to Underestimate Effects" dalam
CA. Bennet dan A.A. Lumsdaine (ed.), Evaluation and Experiment, New York:
Academic Press, 1975, hlm. 195-296.
Cook, T.D. dan Campbell, D.T.,Quasi Experimentation: Design andAnafysisjor Field
Settings, Chicago, Illinois: Rand MeN ally, 1979.
Campbell, F.A. dan Ramey, CT., "Effects of Early Intervention on Intellectual and
Academic Achievement: A Follow-up Study of Childern from Low-income
Families", Child D~velapment, 65, 1994, hlm. 684-698.
"Unresolved Issues in Measurement Validity: An Authobiographical Overview",
P!]chologicaiAssessment, 8, 1996, hlm. 363-368.

Bacaan lebih lanjut


Brewer, M.B. dan Collins, B.E. (ed.). 1981. Scientific Inquiry and the Social Sciences: A
Volume in Honor if Donald T. CampbelL San Fransisco, California: Jossey-Bass
Publishers.
Dunn, WN. (ed.). 1998. The Experimenting Socie!J: Essqys in Honor o/ Donald T.
CampbelL New Brunswick: Transaction Publishers.
McKelvey, B. dan Baum,J.A.C 1999. ''Variations in Organisation Science: In Honor
of Donald T. Campbell": http://www.mgmt.utoronto.ca/
Situs Principia (ybernetica: http://134.184.131.111/SEARCH.html.
Situs: http://www.psych.nwu.edu/ academics/ social/campbell.html.
Situs: http://www.edfac.unimelb.edu.ac/ AJE/ editorial.

1R7
Maxine Greene (1917 - ...)

MAXINE GREENE
(1917- ... )
-==Ov"v"v"v"v"v"v"v"¢=

Christine Thompson

Merasa sedang dalam perjalanan atau berada di suatu tempat, di


mana selalu terdapat kemungkinan penjelasan dan keterbukaaan
baru, perasaan inilah yang hams dikomunikasikan kepada anak jika
kita ingin menyadarkan mereka akan situasi mereka dan mendorong
anak untuk memahami dan menamai dunia. 1

Maxine Greene digambarkan sebagai "filsuf pendidikan Amerika yang


termasyhur saat ini"2 dan "salah satu figur paling penting dari generasi
mana pun yang telah menulis, mengajar, dan memberikan kuliah" dalam
bidang pendidikan. 3 Pengaruh Greene melalui karirnya yang luar biasa
sebagai kritikus sosial, filsuf pendidikan, guru, dan mentor menyebar
ke pelbagai bidang: seni dan estetika, sastra, kajian budaya, perbaikan
sekolah, pendidikan guru, keadilan sosial, hak-hak sipil, dan kajian
perempuan. Greene menghadirkan kesadaran kritis yang kuat, dengan
mencermati peristiwa-peristiwa yang hidup dalam konteks budaya, sosial,
dan sejarah tertentu untuk mencari makna dan akibatnya.

188
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dilahirkan di Brooklyn, New York, pada 1917, pengalaman awal


Greene sejalan dengan harapan kultural yang membentuk kehidupan
perempuan Amerika awal abad ke-20. Sebagai seorang anak perempuan
dari "keluarga yang tidak mengenal risiko dan petualangan intelektual",4
Greene menemukan kesempatan untuk menerobos kedangkalan
hidup sehari-hari lewat kegiatan menulis dan kesempatan menyaksikan
pertunjukan musik, teater, dan mengunjungi museum. Ia meraih gelar
Bachelor of Arts dalam bidang sejarah dan filsafat Amerika dari Barnard
College pada 1938. Kemudian ia menikah dengan seorang dokter muda,
bekerja di kantor suaminya sampai ia terlibat perang, dan Greene terpaksa
bekerja menjalankan "tugas yang aneh, sama sekali tidak mulia, rendah,
dan sulit"5 demi menghidupi dirinya sendiri dan anak perempuannya.
Setelah perang, Greene bercerai dan menikah lagi, mengikuti program
Master of Arts dan meraih gelar tersebut pada 1949 dari New York
University. Pilihan Greene pada filsafat pendidikan sebagai bidang
kajiannya bersifat kebetulan, yakni diputuskan berdasarkan kuliah-kuliah
yang waktunya bertepatan dengan jam sekolah anak perempuannya.
Enam tahun kemudian, dengan gelar Ph.D. yang diraihnya dari NYU,
Greene terlibat dalam fllsafat pendidikan yang baru muncul (dan
didominasi laki-laki). Selama bertahun-tahun, ia menjadi perempuan satu-
satunya yang dijadwalkan menyampaikan makalah pada setiap pertemuan
Philosophy of Education Society. Greene menjadi presiden perempuan
pertama organisasi tersebut pada 1967 dan perempuan pertama yang
memimpin American Educational Research Association pada 1984.
Greene memberi kuliah di beberapa universitas di Amerika Serikat
dan di luar Amerika Serikat. Namun tugas utamanya tetap di New
York. Setelah satu tahun bekerja sebagai profesor bahasa Inggris di
Montclair State College pada 1956-1957, Greene bekerja sebagai
profesor pendidikan di NYU sejak 1957-1965. Pada 1965, Greene
bekerja di Columbia University, semula sebagai editor untuk jurnal
Teachers College Record dan kemudian sebagai guru yang mengajar pelbagai
bidang, yakni bertanggung jawab mengajar filsafat sosial, filsafat dan
sejarah pendidikan, sastra, menulis, estetika, dan persoalan-persoalan
pendidikan lainnya. Sejak tahun 1974-1994, Greene menjabat sebagai
William F. Russel Chairdi Foundations of Education di Teachers College.
Sekarang setelah menjadi guru besar emerita, ia tetap mengajar dan
terlibat aktif di Lincoln Center Institute for the Arts in Education-eli

189
Maxine Greene (1917 - ...)

mana ia menjadi philosopher-in-residence selama lebih dari 2 dasawarsa--dan


Center for Arts, Social Imagination and Education yang bam didirikan
di Teachers College.
Bukti keterlibatan Greene sebagai guru masih banyak, sebagian besar
dapat dibaca dalam 2 jilid buku suntingan yang baru diterbitkan sebagai
penghormatan kepadanya. William Ayers menuliskan kesannya:

Seperti sebuah percakapan akrab dengan ternan lama yang dimulai,


berlanjut, dan terpotong untuk diteruskan lagi suatu saat nanti,
kuliah Greene penuh dengan spontanitas, keakraban, ketidakutuhan,
dan pandangan ke depan ... karena sumber pengajarannya adalah
dari pengalaman hidup. Selalu timbul kesan improvisasi pada cara
mengajarnya ... segar, hidup, dan inventif, sekaligus berakar kuat
dalam kepercayaan yang koheren dan tujuan yang besar. 6

Sejawat lain menggambarkan kegamblangan, perasaan terpanggil, dan


tertantang untuk mendekati filsafat sebagai sesuatu yang dilakukan bukan
sekadar dibaca saat bertemu dengan Greene. Selain kepadatan tulisan-
tulisannya, keseringan Greene merujuk pada beragam filsuf, seniman,
dan kritikus juga menjadi daya tarik lain sekaligus menjadi tuntutan bagi
pembacanya (untuk benar-benar mencermati tulisannya).
Dengan pelbagai penghargaan dan gelar kehormatan, Greene
pernah dua kali menerima julukan "Teacher of the Year" dari Phi
Delta Kappa dan menerima Teachers College Medal. Bukunya, Teacher
as 5 !ranger, dianugerahi Delta Kappa Gamma Award pada 1974 sebagai
"Educational Book of the Year".
Greene aktif secara politik dan sosial sejak menjadi mahasiswa.
Saat itu perhatiannya pada permasalahan buruh mengantarkannya
menjabat Legislative Director Partai Pekerja i\merika (American Labor
Party) di Brooklyn. Keterlibatannya dengan kelompok Republikan
Spanyol, gerakan hak-hak sipil, dan perdamaian, dan kehadirannya
di Teachers College di tengah-tengah demonstrasi mahasiswa pada
1960-an, memperkuat keinginannya untuk memusatkan perhatian pada
peristiwa yang terjadi di luar universitas dan mendorongnya untuk
memahami arti penting beragam interpretasi subjektif yang muncul
dari kejadian-kejadian biasa. Karya-karya Greene berbeda sebab ia
mengakui dan menjabarkan konteks yang kompleks dan terus berubah
dari persekolahan di Amerika Serikat.

190
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Greene telah menulis lima buku, lebih dari seratus artikel dan
tulisan dalam antologi tentang pelbagai topik, dan memberikan prakata
serta pengantar untuk buku-buku dari beragam penulis termasuk figur
terkenal seperti Seymour Sarason/ dan penulis muda seperti Dianne
Dubose Brunnerll dan Deborah P. Britzman. 9 Buku keduanya, Existential
Encounters for Teacher (1967), adalah kumpulan tulisan para filsuf Eropa
Kontinental (Eropa non-Inggris Raya-penyunting), meliputi Martin
Heidegger, Rainier Maria Rilke,Jean-Paul Sartre, Albert Camus, Martin
Buber, Soren Kierkegaard, dan lain-lain, dengan topik seperti individu,
yang lain (others), mengetahui, memilih, dan situasi. Komentar Greene
disisipkan di antara tulisan-tulisan tersebut. Yang tersirat dalam proyek
ini, seperti semua karya Greene, adalah penghormatan terhadap kapasitas
intelektual dan keingintahuan guru disertai penolakan yang kuat terhadap
beragam instrumentalisme yang membatasi wacana pendidikan pada
hal-hal yang serba praktis dan efekti£ Sebagaimana diungkapkannya
belakangan ini, "Saya percaya bahwa guru yang bagus adalah guru yang
tertarik pada pelbagai macam ide, walaupun ia tidak memiliki banyak
kesempatan untuk mengajar Habermas." 10
Buku pertama Greene, The Public School and the Private Vision, terbit
pada 1965 dan sekarang ia sedang merevisi buku tersebut. Greene
menggolongkan buku itu sebagai kritik terhadap "kebudayaan Amerika
yang sedang berubah dilihat dari perspektif senirnan imajinatif serta
reformis pendidikan". 11 Seperti kebanyakan karya berikutnya, teks
ini mirip literatur imajinatif yang "memungkinkan pembaca mampu
melihat lebih jauh sekaligus membayangkan kemungkinan-kemung-
kinan alternati£", 12 di luar masalah-masalah yang diutarakan Dewey
dan pemikir lain yang telah membahas hubungan antara sekolah dan
masyarakat. Karakter unik (dan agak memberontak) dari pendekatan
Greene terhadap teorisasi pendidikan dan tema-tema yang muncul dalam
karya-karya berikutnya terbentuk dengan jelas dalam teks ini.
.Greene mengambil konsep utama untuk bukunya yang terbit tahun
1973, Teacher as Stranger, dari sosiolog fenomenologis, Alfred Schutz:

Saya ingin menunjukkan bahwa visi orang asing mempunyai


semacam ketajaman yang tidak akan ditemukan pada orang yang
visinya tumpul karena keakraban. Saya meminta guru untuk
menggunakan pandangan penyimak yang kritis, yang memerhatikan

191
Maxine Greene (1917 - ...)

dengan cermat ketidakadilan, kesalehan palsu, janji-janji yang tidak


berdasarY

Kepercayaan Greene terhadap pentingnya persoalan-persoalan


eksistensial bagi mereka yang mengajar secara reflektif bisa ditemukan
dalam Teacher as Stranger, dengan penekanan pada kebutuhan akan
"pergulatan melawan keterlibatan mendalam tanpa pertimbangan
nalar (unthinking submergence) dalam kenyataan sosial yang ada»~ 4 dan
mempertanyakan secara terus-menerus asumsi-asumsi dasar yang
mendukung cara mengajar biasa.
Dalam Landscapes of Learning (1978), Greene menekankan kepada
para guru tentang perlunya menggali kesadaran yang luas-suatu
sikap menyatu dengan dunia dan perhatian penuh pada setiap orang
dan peristiwa. Intensitas kehadiran dalam pengalaman ini (the presence
to experience) merupakan suatu perluasan logis atas situasi eksistensial
yang dipaparkan Greene dalam buku sebelumnya, Teacher as Stranger.
Selanjutnya, ia mengembangkan pendekatan estetika terhadap
pendidikan yang sangat berbeda dengan pendidikan estetika yang
dirumuskan akhir 1970-an dalam wacana pendidikan seni. Minat Greene
pada seni terutama terfokus pada makna yang hendak disampaikan seni,
makna kemanusiaannya (human import), bukan aspek indrawi, formal,
atau teknisnya. Dalam teks ini, seperti pada teks-teks selanjutnya,
"Greene mendukung penggunaan seni untuk pendidikan guna melawan
objektivikasi kaku yang menjadi karakter masyarakat kontemporer". 15
The Dialectic oJFreedom, buku Greene berikutnya, mereproduksi John
Dewey Lecture yang disampaikannya pada 1988 dan memperlihatkan
pengaruh ide-ide Dewey. Teks tersebut diterbitkan pada akhir
pemerintahan Reagan, suatu masa yang dikenal Greene sebagai
permusuhan terhadap keprihatinannya dan mendorongnya pada
kemunduran menuju "individualisme yang berpusat pada diri dan merasa
paling layak dengan meremehkan sisi positif tanggung jawab individu
terhadap orang lain dalam komunitas atau komitmen pada tindakan
sosial". 16 Kuatnya situasi ini tampak dalam pertanyaan yang dilontarkan
Greene:

Apa yang tersisa bagi kita pada zaman positivistik yang didominasi
media dan berpusat pada diri ini? Bagaimana kita membuka kesadaran

192
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

masyarakat akan kekuatan kemungkinan, dengan begitu banyaknya


yang kita ketahui sekaligus tidak kita pahami? Bagaimana kita
membuat mereka merasakan alternatif agar mereka dapat berbuat
lain, dengan tetap menekankan persiapan generasi muda menuju
masyarakat berteknologi tinggi? Mengapa? Untuk apa? 17

Greene menunjukkan bahwa visi kebebasan Amerika tidak memiliki


batasan atau kewajiban dan harus dibuang dari benak para guru dan
pelajar serta diganti dengan pemahaman akan kebebasan yang lebih positif
sebagai kemungkinan, kapasitas untuk memilih dan mencipta sendiri,
menemukan cara pandang baru, dan menolak pengetahuan yang diberikan
dan diterima begitu saja. Ia menekankan dalam buku tersebut dan tulisan
selanjutnya, respon yang makin besar terhadap kritik-kritik posmodern atas
kesetiaan Amerika terhadap individualisme dan identitas pribadi, bahwa
komunitas diperkuat dan dimungkinkan manakala individu menyadari
bahwa perspektifnya bertentangan dengan orang lain dan dengan validitas
pelbagai konstruksi realitas:

Kebebasan terlihat atau terwujud ketika individu-individu bersatu


dengan cara tertentu, ketika mereka hadir secara otentik (tanpa kedok,
kepura-puraan, atau pangkat), ketika mereka mempunyai kegiatan
yang dapat mereka jalankan bersama-sama. 18

Buku Greene yang terbaru, Releasing The Imagination: Esscrys on


Education, the Arts and Social Change (1995), menunjukkan bahwa
imajinasi-kapasitas untuk melihat segala hal sebagai kemungkinan
dan membayangkan altematif-bersifat fundamental bagi pendidikan
dan reformasi sosial yang bermakna. Slattery dan Dees menanggapi
buku itu dengan menulis, "Greene membayangkan ruang kelas dan
komunitas yang menghargai beragam perspektif, pluralisme demokratis,
narasi-narasi kehidupan, dan perubahan sosial yang terus- menerus. Ia
percaya semua ini dapat dicapai melalui pengalaman sastra, seni, dan
fenomenologis yang membebaskan imajinasi". 19 Minat Greene terhadap
pendidikan estetika terlihat saat direkomendasikannya penggunaan
literatur imajinatif dan karya seni lain sebagai sarana untuk merangsang
anak didik berimajinasi, berpikir lain, menghadapi "yang lain" secara
konkret dalam selubung karakter pada sebuah novel atau skenario, dan
berada dalam suatu realitas yang terlepas dari realitas mereka sendiri

10::!
Maxine Greene (1917 - ...)

selama memahami karya seni. Diilhami oleh gagasan-gagasan transaksi


estetika yang clitawarkan John Dewey, J'vlikel Dufrenne, Arthur Dan to,
Wolfgang Iser, dan lain-lain, Greene mengusulkan penciptaan karya seni
(the constitution of an artwork) dalam kesadaran pengamat sebagai metafora
bagi proses belajar.
Saat merefleksikan tema-tema yang telah menghidupkan karyanya
selama perjalanan karir yang panjang, Greene menulis:

Saya telah membicarakan pelbagai tema yang menjadi perhatian


saya, baik yang populer atau tidak, antara lain masalah nirmakna,
pemberontakan mahasiswa, hak -hak sipil dan persoalan invisibility,
pilihan moral dan "kesadaran luas", permasalahan kurikulum,
kejelasan (atau ketidakjelasan) publik dalam menyampaikan
pendapat, standar pendidikan, dan seni-dengan perhatian khusus
pada sastra.20

Ia mempertahankan suatu perspektif kritis yang hati-hati, dengan


mempertimbangkan perkembangan yang sekilas terkesan selaras secara
cermat, contohnya, ia mencermati "determinisme baru,z 1 dalam sejarah-
sejarah revisionis yang clitulis pada 1960-an ketika kelompok-kelompok
yang secara tradisional tersisihkan mulai bersuara. Skeptisisme ini
konsisten dengan resistensi Greene terhadap struktur birokratis yang
menggerogoti sense of agenry individu, situasi sosial yang clisamakan
Greene dengan wabah dalam novel Camus dan dengan konsep rule f::y
Nobo4J dati Hannah Arendt. Ia mempersoalkan depersonalisasi yang
menyertai metode ilmiah dan kemunculan tek..'1ologi yang tidak clicermati,
dengan mengakui potensinya untuk mengisolasi dan mengikis komunitas
dan lebih mengutamakan signifikansi lebih dalam dati konteks kultural
dan personal yang membentuk pengalaman.

Catatan
1. Greene, Releasirtg the Imagination (San Fransisco, California: Jossey Bass, 1995),
hlm. 149-150.
2. William C. Ayers dan Janet L. Miller (ed.),A Light in Dark Times: Maxine Greene and
the Unfinished Conversation (New York: Teachers College Press, 1998), hlm. 4.
3. Willia.m F. Pinar, "Notes on the Intellectual: In Praise of Maxine Greene",
dalam Ayers dan Ivfiller, op. cit., hlm. 108.
4. Maxine Greene, "An Autobiographical Remembrance", dalam William F. Pinar
(ed.), The Passionate A1ind of Maxine Greene (London and Bristol, Pennsylvania:
Palmer Press, 1998), hlm. 9.

194
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

5. Ibid., hlm. 9.
6. William C. Ayers, "Doing Philosophy: Maxine Greene and the Pedagogy of
Possibility", dalam Ayers dan l'vfiller, op. cit., hlm. 3-4, 6.
7. Seymour B. Sarason, Teaching as a Performing Arl (New York: Teacher College
Press, 1999).
8. Dianne Dubose Brunner, Inquiry and Reflection: Framing Narrative Practice in Education
(Albany, New York: State University of New York Press, 1991).
9. Deborah P. Britzman, Practice Makes Practice: A Critical Stucfy of Learning to Teach
(Albany, New York: State University of New York Press, 1991).
10. Mark Weiss, Candy Systra, dan Sheila Slater, "Dinner with Maxine" dalam Ayers
dan Miller, op. cit., hlm. 30.
11. Maxine Greene, "The Educational Philosopher's Quest", dalam Derek
L. Burleson (ed.), Reflections: Personal Essqys by 33 Distinguished Educators
(Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa, 1991), hlm. 202.
12. Ibid., hlm. 203.
13. Ibid., hlm. 204.
14. Greene, Teacher as S !ranger (Belmont, California: Wadsworth, 1973), hlm. 269.
15. Anne E. Pautz, "Views Across the Expanse: Maxine Greene's Landscape of
Learning", dalam Pinar, op. cit., hlm. 33.
16. Jon Davies, "The Dialectic of Freedom", dalam Pinar, op. cit., hlm. 41.
17. Greene, The Dialectic of Freedom (New York: Teachers College Press, 1988), hlm.
55.
18. Ibid., hlm. 17.
19. Patrick Slattery dan David M. Dees, "Releasing the Imagination and the 1990s",
dalam Pinar, op. cit., hlm. 46.
20. Greene, dalam Burleson, op. cit., hlm. 208.
21. Ibid., hlm. 203.

Lihat juga
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Greene


Teacher asS!ranger, Belmont, California: Wadsworth, 1973.
Landscapes of Learning, New York: Teachers College Press, 1978.
The Dialectic of Freedom, New York: Teachers College Press, 1988.
Releasing the Imagination: Essqys on Education, the Arls, and S ociaf Change, San Fransisco,
California: Jossey-Bass, 1995.

Bacaan lebih lanjut


Ayers WC. dan Miller,J.L. (ed.). 1998. A Light in Dark Times: Maxine Greene and the
Unfinished Conversation. New York: Teachers College Press.
Pinar, W (ed.). 1998. The Passionate 1\.1ind of Maxine Greene. London and Bristol,
Pennsylvania: Palmer Press.

101:;
R.S. Peters (1919 - ...)

R.S. PETERS
(1919- ... )
-==~~~~~~~~"¢:=

John White

Pendidikan tidak mempunyai tujuan lain di luar pendidikan. Nilainya


bersumber dari prinsip dan standar yang tersirat di dalamnya. Menjadi
seorang yang terdidik tidak harus sampai pada suatu tujuan, tetapi
mempunyai suatu pandangan berbeda. 1

Richard Stanley Peters adalah pendiri filsafat pendidikan Inggris


yang dipraktikkan pada paruh kedua abad ke-20. Ia dilahirkan tahun 1919
dan dididik di Oxford University dan Clifton College, di mana ia banyak
membaca karya-karya klasik. Selama Perang Dunia II, ia bergabung
dengan Friends Ambulance Unit dan terlibat dalam pekerjaan sosial. Pada
akhir perang, ia menjadi pengajar di Sidcot School sambil bela jar filsafat
di Birkbeck College, London. Kemudian ia bekerja Birkbeck sebagai
dosen filsafat dan reader filsafat dan psikologi, dengan spesialisasi etika,
filsafat pikiran, filsafat politik, serta sejarah dan filsafat psikologi.
Set'elah 1962, rninat Peters semata-mata tercurah pada filsafat
pendidikan. Pada saat itulah, ia menerima jabatan yang kemudian
identik dengan dirinya-Ketua Philosophy of Education di Institute

196
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

of Education, University of London. Selama 12 tahun berikutnya, ia


bekerja keras untuk mengubah filsafat pendidikan dari minat intelektual
minor di tangan segelintir sarjana menjadi subdisiplin filsafat baru
yang berpengaruh. Dalam perkembangan selanjutnya, ia dibantu oleh
kolega baru yang kemudian juga menulis buku bersamanya, Paul Hirst.
Ratusan mahasiswa dari Inggris dan negara-negara berbahasa Inggris
di seluruh dunia ambil bagian dalam course untuk program diploma dan
T\1A yang baru atau mengikuti program doktor sebelum bekerja di college
dan universitas di mana mereka kemudian mengajarkan apa yang telah
mereka peroleh kepada guru dan guru peserta latihan. Peters dan Hirst
yakin bahwa filsafat pendidikan akan menjadi komponen utama beserta
disiplin-disiplin pendidikan lain dalam pendidikan guru awal, termasuk
course untuk Bachelor of Education yang bam didirikan di Inggris.
Makin banyaknya jumlah filsuf pendidikan memungkinkan Peter
dan Hirst membentuk Philosophy of Education Society of Great Britain
pada 1964. Pada 1964-1975, Peters menjadi Ketua (Chairman) PESGB.
Pada 1966-1982, Peters juga menjadi editor Proceedings tahunan (dari
PESGB) dan penggantinya, The Journal of Philosop~ of Education. Sejak
1986, Peters menjadi Presiden (Presiden~ PSGEB.
Selama masa tersebut, Peters juga menulis buku dan artikel
berpengaruh yang memberi dasar-dasar bagi filsafat pendidikan
bam. Beberapa kumpulan tulisan hasil suntingannya dan jilid-jilid
awal Proceedings berisi esai dari filsuf-filsuf Inggris terkemuka waktu
itu-seperti David Hamlyn, .Michael Oakeshott, Anthony Quinton, dan
Gilbert Ryle-yang didorongnya untuk menerapkan pemikiran mereka
pada permasalahan-permasalahan pendidikan. Pada 1973, ia menyunting
Philosop~ of Education dalam seri Oxford Readings in Philosophy yang
bergengsi. Sumbangannya ini membuktikan usaha keras Peters untuk
memantapkan filsafat pendidikan sebagai subdisiplin bam dalam filsafat
yang setara dengan filsafat hukum atau filsafat agama.
Namun setelah perte1;1gahan 1970-an, kesehatannya mulai menurun,
sehingga jumlah tulisan Peters berkurang. Kondisi itu juga mengakhiri
kegiatan komitenya yang tak kenal lelah demi filsafat pendidikan dan
kedudukan kajian-kajian pendidikan dalam pendidikan guru. Ia berhenti
dari Institute of Education pada 1983.
Filsafat pendidikan Peters memiliki banyak sisi. Seperti Israel
Scheffler, rekannya di Harvard, di mana Peters menjadi Profesor Tamu di

107
R.S. Peters (1919 - ...)

sana pada 1961, ia berupaya menerapkan kekuatan analitis dan kejernihan


pemikiran filosofis aliran utama saat itu pada permasalahan-permasalahan
pendidikan. Sejak perang dan sampai penunjukannya sebagai ketua pada
1962, minatnya terhadap filsafat umum telah sampai pada apa yang
dikenal sebagai analisis "konseptual" atau kadang analisis "linguistik"
yang terpusat pada konsep-konsep penting bidang ini-misalnya konsep
pengetahuan, kewajiban moral, Tuhan, kausalitas, hukum, negara, pikiran,
dan konsep-konsep mental lain-dengan maksud menguraikannya
menjadi unsur-unsur pembentuk dan sating hubungan dengan konsep
terkait lain. Salah satu jalur memasuki minat ini yang diikuti sebagian
filsuf adalah melalui pengujian terhadap cara-cara mengungkapkan
konsep yang dianalisis ke dalam bahasa sehari-hari. Sehingga perhatian
yang lebih sempit pada "linguistik" berada dalam analisis "konseptual"
yang lebih luas.
, Sebagian dari proyek awal Peters adalah menerapkan teknik-teknik
"analitik" untuk konsep-konsep pendidikan khusus. Kendati Scheffler
memusatkan perhatiannya pada konsep mengajar dan belajar, dan filsuf-
filsuf Inggris lain yang dipengaruhi Peters meneliti konsep tersebut
dan konsep lain seperti bermain, indoktrinasi, latihan, pertumbuhan,
dan sosialisasi, Peters justru mengkhususkan diri menganalisis
konsep pendidikan itu sendiri. Sehingga ia mengklaim bahwa demi
berlangsungnya pendidikan-yang dibedakan dengan latihan atau
indoktrinasi-maka tiga kriteria berikut harus dipenuhi:

i bahwa "pendidikan" merupakan penyampaian (transmisi) sesuatu


yang berharga kepada mereka yang terikat dengannya,
ii bahwa "pendidikan" harus mencakup pengetahuan dan
pemahaman serta semacam perspektif kognitif yang tidak
lembam,
iii bahwa "pendidikan" setidaknya mengesampingkan sebagian
prosedur penyampaian karena tidak memiliki kesadaran dan
kerelaan.

(Peters 1996, hlm. 45)

Pendidikan, berdasarkan kriteria ini-dan seperti diuraikan dalam


tulisan-tulisan awalnya-terdiri dari inisiasi terhadap (anak didik)
yang belum terinisiasi ke dalam kegiatan yang layak dij~an demi

198
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

kepentingan mereka sendiri. Yang menonjol di antara kegiatan tersebut


adalah kegiatan yang berkaitan dengan pencarian kebenaran seperti
sains, sejarah, sastra, dan filsafat. Orang terdidik bukanlah spesialis yang
membatasi diri pada ranah terse but, namun dapat memahami perspektif
lebih luas bahwa disiplin-disiplin ini juga berpengaruh dalam bidang lain
dan terhadap kehidupan manusia secara lebih umum.
Di bawah tekanan filsuf-filsuf lain, ternyata pemikiran Peters
bukanlah analisis "netral" dan objektif terhadap konsep pendidikan,
melainkan sebuah uraian dari sudut pandang tertentu-yang
menunjukkan lingkaran universitas dan sekolah menengah elite masa
itu-mengenai pendidikan apa yang harus dijalankan.
Kesadaran mengenai watak pemikiran Peters tersebut melahirkan
kesulitan yang makin besar pada akhir 1960-an hingga awal 1970-an
bagi teori Peters dan filsafat pendidikan baru itu sendiri. Meskipun
Peters berusaha memperbaiki analisisnya untuk mengatasi masalah
tersebut, proyek membangun filsafat pendidikan sebagai salah satu
bagian baru dati filsafat justru berada dalam bahaya. Agar suatu cabang
filsafat dianggap sebagai bidang yang relatif otonom dalam disiplin
induk, cabang itu harus memiliki konsep utama apalagi berada pada
masa kejayaan mazhab analirik pascaperang. Filsafat hukum membahas
konsep hukum dan konsep terkait lainnya, sedangkan filsafat agama
berkisar tentang Tuhan dan ide~ide terkait lainnya seperti keabadian.
Sejak awal, Peters melihat konsep pendidikan sebagai kunci untuk
subdisiplin baru didukung konsep-konsep l:iin yang telah disebutkan
sebelumnya seperti mengajar, latihan, dan belajar. Namun bila "analisis"
konsep pendidikan kw:ang memberi hasil (dan hasil dati konsep-konsep
sejenis seperti mengajar, indoktrinasi,latihan dan lain-lain, terbukti tidak
lengkap), bagaimana filsafat pendidikan bisa mendapatkan klaim untuk
status khususnya?
Akan tetapi, klaim utama Peters sehingga menjadi perintis filsafat
pendidikan Inggris abad ke-20 justru tersebar dan tidak membentuk
subdisipilin filsafat baru. "Filsafat terapan" dan "erika terapan" muncul
setelah masa produktif Peters berakhir, dengan menawarkan perspektif
filsafat, terutama erika, untuk masalah kedokteran, hukum, perang dan
damai, dan lingkungan. Namun, Peters tetap merupakan filsuf terapan
Inggris pertama. Ia memberikan perhatian penuh untuk membantu
guru dan pendidik guru agarmereka lebih memahami dimensi filosofis

199
R.S. Peters (1919 - ...)

kegiatan mereka. Upayanya ini memiliki beberapa bentuk, antara lain


membuka mata guru terhadap kekurangan filosofis dari teori pendidikan
saat ini (termasuk teori "progresif" yang tercantum dalam Plowden
Report tahun 1967), mendorong mereka untuk mempertanyakan
keabsahan praktik-praktik sekarang (hukuman dan disiplin, contohnya),
dan membuka mata mereka pada persoalan-persoalan yang lebih luas:
demokrasi di sekolah, sasaran pendidikan, kesetaraan, pendidikan moral,
pendidikan emosi, peran kepala sekolah, hakikat disiplin-disiplin ilmu
pendidikan.
A.spek terapan dari karya Peters membantu perumusan agenda yang
luas untuk filsafat pendidikan Inggris--dan bukan hanya di Inggris-abad
ke-20. Ia mewariskan pendekatan yang berpusat pada masalah. Berbeda
dengan cara-cara berfilsafat lainnya mengenai pendidikan-tradisi
historis di negara-negara berbahasa Jerman dan Jepang, contohnya-
sekolah yang dibentuk Peters berakar dalam praktik pendidikan dan
berdedikasi pada perbaikan. Kendati demikian, memberikan bobot
relevansi kontemporer pada ide-idenya juga merupakan kesalahan.
Gagasan ini hanya sebagian dari warisan Peters. Yang lebih penting
adalah hubungan antara permasalahan-permasalahan dangkal dengan
pemikiran filsafat yang lebih dalam, terutama dalam filsafat pikiran dan
etika. Dalam etika, Peters memperkuat argumennya tentang kurikulum,
perkembangan moral, persamaan kesempatan pendidikan, dan topik-
topik lain, dengan filsafat moral. Upayanya ini dapat dikembalikan pada
filsafat Kant. Penilaian moral pertama (first-order moraljudgment)-bahwa
hukuman badan adalah salah, misalnya-harus diuji terhadap prinsip
moral yang lebih tinggi yakni kebaikan, kebebasan, imparsialitas, dan
menyampaikan kebenaran. Mengapa? Peters berusaha menunjukkan
bahwa semua prinsip moral utama memiliki ke~ampuan pembenaran
"ttansendental", bahwa setiap peneliti rasional yang bertanya mengapa
prinsip moral utama harus diikuti pasti terikat dengannya karena
rasionalitas itu sendiri.
Peters juga menggunakan sebuah pola argumen serupa untuk
membenarkan proses alami sebuah kurikulum. Seperti disebutkan
sebehfmnya, ia melihat pendidikan sebagai inisiasi menuju kegiatan
yang secara intrinsik berguna seperti sejarah, sains, sastta, dan filsafat.
Namun, apa yang membuat proses ini lebih bermanfaat dibandingkan
bermain golf atau berjemur di bawah sinar matahari? Dalam salah satu

200
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

bab yang banyak clibahas dalam karyanya yang terbit pada 1966, Peters
berpendapat bahwa pencarian kebenaran tertanam dalam pergulatan
intelektual peneliti yang mempertanyakan keabsahannya tidak dapat
menolak pergulatan intelektual tanpa menggoyahkan unsur utama dalam
rasionalitas yang mengikatnya.
Apakah argumen "transendental" ini atau argumen "transendental"
lain bisa dipertahankan atau tidak, masih diragukan. Kebanyakan
pembahasan kritis terhadap ide-ide Peters berpusat pada argumen-
argumen ini. Etika Kantian yang menjacli dasar filsafat penclidikan Peters
kehilangan kekuatannya pada seperempat terakhir abad ke-20, sehingga
menjacli perspektif Aristotelian. Filsafat pencliclikan Peters terpusat pada
"perkembangan nalar" (the development rf reason)-meminjam sebagian
judul salah satu kumpulan tulisan hasil suntingannya yang sangat terkenal.
Kehidupan rasional yang clicurahkan untuk pencarian kebenaran adalah
pedomannya dalam filsafat sebagaimana dalam kehidupan. Ia sangat
menyadari kelemahan cita-citanya yang diistilahkannya sebagai "kerak
tip is peradaban". Emosi dan has rat terus-menerus mengancam nalar dan
perlu clitundukkan. Penclidikan adalah proses inisiasi menuju tuntunan
rasional.
Selama bertahun-tahun, Peters dianggap-dan menganggap
dirinya-sebagai orang yang pertama kali membawa teknik-teknik
filsafat "analitik" Oxford pascaperang pada permasalahan penclidikan
konkret. Namun, seperti komentar paling cerdas atas karyanya yang
ditulis sebagai penghormatan oleh mantan koleganya, Ray Elliot,
menunjukkan bahwa Peters sesungguhnya adalah "filsuf gaya Iama". 2
Peters menulis bahwa perhatiannya "lebih terpaku pada tugas-tugas guru
daripada Bentuk Kebaikan'? Kendati menolak pendekatan metafisika
terhadap penclidikan, penclirian filsafatnya-universalisme, kesetiaan
pada kebenaran dan nalar, dan penekanannya pada kontrol diri, menurut
Elliot, serupa dengan Stoic. Seperti Stoic, Peters mempunyai kesadaran
yang kuat akan kesulitan manusia-yakni perlunya memahami kehldupan
kita dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan di dunia.

201
R.S. Peters (1919 - ...)

Catatan
1. Peters, Education as Initiation, him. 47.
2. Lihat Cooper, Education, Values and Mind, him. 41-68.
3. Peters, Education as Initiation, him. 8.

Lihat juga
Dalam buku ini: Hirst, Scheffler.

Karya-karya utarna Peters (tentang pendidikan)


Education as Initiation, pidato pengukuhan, London: University of London Institute
of Education, 1967; terbitan pertama, London: Harrap, 1964.
Ethics and Education, London: Allen dan Unwin, 1966.
The Concept of Education, penyunting, London: Routledge & Kegan Paul, London,
1967.
Perspectives on Plowden, penyunting, London: Roudedge & Kegan Paul, 1969.
Peters, R.S., dengan Hirst, P.H., The Logic of Education , London: Routledge &
Kegan Paul, 1970.
Peters R.S., editor bersama Dearden, R.F. dan Hirst, P.H., Education and the
Development of Reason, London: Routledge & Kegan Pau~ 1972.
The Philosopf?y of Education, penyunting, Oxford: Oxford University Press, 1973.
P!Jchology and Ethical Development, London: Allen dan Unwin, 1974.
Moral Development and Moral Ed:rcation, London: Allen dan Unwin, 1981.

Bacaan lebih lanjut


Collins, M. 1994. "R.S. Peters: A Man and his Work", Tesis tidak diterbitkan.
University of New England. Armidale, New South Wales, Australia.
Cooper, D. E. (ed.). 1986. Education, Values and Mind· Essqy for RS. Peters. London:
Routledge.

202
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

JOHN I. GOODLAD
(1920- ... )
-==~~~~~~~~~

Jianphing Shen

Terdapat dua tujuan penting; pertama, berupaya memperbesar


cakupan pengajaran; dan kedua, menjaga agar pendidikan umum
tersedia bagi semua orang. Mengembangkan tujuan-tujuan ini
adalah misi saya. 1

John I. Goodlad mengajar di setiap jenjang mulai dari kelas satu (first
grade) sampai seminar advancedgraduate. Ia memulai karir profesionalnya
di sebuah sekolah desa yang hanya memiliki satu ruangan di British
Columbia, Kanada. Setelah menerima ijazah mengajar pada 1939, ia
menjadi guru sebelum akhirnya menjadi kepala sekolah pada 1941.
Pada 1946, ia belajar ke University of Chicago dan menerima gelar
Ph.D. pada 1949. Selain itu, ia juga menjadi guru besar di Emory
University, University of Chicago, University of California at Los
Angeles, dan University of Washington. Ia menduduki beberapa
jabatan kepemimpinan di pelbagai universitas serta organisasi penelitian
dan pendidikan lainnya seperti Direktur Center for Teacher Education
University of Chicago, Direktur University Elementary School di UCLA,

70~
John I. Goodlad (1920 - ...)

Dekan Graduate School of Education di UCLA, Direktur Center for


Educational Renewal di University ofWashi'lgton, dan Presiden Institute
of Education Inquiry yang independen dan berbasis di Seattle. Ia juga
merupakan Presiden American Educational Research Association dan
American Association of Colleges for Teacher Education.
Goodlad adalah seorang penulis produktif. Penyelidikan dan
renungannya ten tang pendidikan menghasilkan lebih dati 30 buku, 200
artikel jurnal, dan 80 bab buku dan entri ensiklopedia. Sebagai seorang
pendidik, Goodlad juga sosok yang unik. Ia adalah peneliti, aktivis,
sekaligus filsu£ Ia melakukan studi empiris tentang persekolahan dan
pendidikan, menerapkan ide-ide inovatifnya, dan merenungkan secara
filosofis fenomena sosial yang disebut "pendidikan". Perpaduan antara
peneliti empiris, pemikir filsafat, dan aktivis pembaharuan pendidikan
tidaklah lazim dalam pendidikan.
Kaitannya dengan penelitian empiris, Goodlad memiliki beragam
minat. Shen mengkaji ulang karya-karya Goodlad dan membaginya
menjadi tema-tema utama berikut ini, yakni (1) nonkelas (non-gradiniJ,
(2) penelitian kurikulum, (3) persekolahan, (4) pendidikan guru,
dan (5) strategi pembaharuan pendidikan. 2 Namun, Shen mengakui
bahwa kelima tema tadi hanya sebuah struktur untuk mempermudah
pembahasan ide-ide Goodlad karena tema-tema tersebut saling berkaitan
dalam karirnya.
Nonkelas adalah tema penelitian Goodlad yang pertama dan
didasarkan pada pengalaman profesional pribadinya dalam pendidikan.
Dati tema penelitian inilah berkembang tema-tema lain. Pada September
1939, Goodlad mengajar kelas pertamanya di Woodwards Hill School di
Surrey Municipality, British Columbia. Sekolah itu memiliki satu ruangan
yang dibagi menjadi 8 kelas berisi 34 murid, murid termuda masih berusia
kurang dati 6 tahun dan tertua berusia 17 tahun. Di sekolah satu ruangan
ini, Goodlad menyadari besarnya norma persekolahan berkelas, yak..'li
perlunya mengajarkan mata pelajaran tertentu untuk kelas tertentu (56
jam pelajaran per hari dan rata-rata 7 mata pelajaran di setiap kelas) dan
sis tern lulus atau gagal yang mengakibatkan Ernie, seorang anak laki-laki
berusia 13 tahun, bersekolah selama 7 tahun di kelas satu. Beberapa tahun
kemudian, sebagai direktur pendidikan di British Columbia Industrial
School for Boys, Goodlad menemukan bahwa hampir semua anak
didiknya tertinggal beberapa kelas dalam penentuan kelas. Disertasi

70.1
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

doktoral Goodlad adalah kajian tentang dampak naik kelas (promotion)


atau tinggal kelas (non-promotion), regularitas persekolahan yang bukan
hanya merisaukan kehidupannya sebagai seorang guru di sekolah satu
ruangan itu, tapi juga kehidupan anak-anak didiknya yang tidak naik
kelas. Ia menemukan bahwa penyesuaian sosial dan personal siswa
yang naik ke kelas dua dengan siswa kelas satu yang tinggal kelas secara
signifikan berbeda. Ia menyimpulkan bahwa bukti yang ada mendukung
naik kelas dibariding tinggal kelas sebagai praktik pendidikan yang
lebih baik. Lahirlah kemudian gagasan nonkelas. Pada 1972, Goodlad
mengembangkan kerangka teoretis yang lebih komprehensif dengan
memasukkan pertimbangan moral, efisiensi ekonomi, alasan psikologis,
dan dasar-dasar pedagogis serta pengalaman (eksperiensial) sebagai
faktor yang mendukung nonkelas. 3
Bila mempertimbangkan substansi penelitian kurikulum Goodlad,
karyanya dikembangkan pada 3 tingkat. Pertama, ia meneliti praktik
kurikulum. Risetnya pada tingkat pertama ini meliputi penelitian terhadap
gerakan reformasi kurikulum pada 19 50 dan 1960-an, kurikulum inti (core
curriettlum), serta paparan dan analisis komprehensif terhadap kurikulum
(pendidikan) dasar dan menengah. Ia menyatakan bahwa kurikulum inti
merupakan tanggung jawab masyarakat dengan menjamin semua murid
sekolah dasar dan menengah berhubungan dengan ranah paling penting
dari pengalaman manusia. Kedua, setelah meneliti praktik kurikulum,
Goodlad memberi perhatian pada suatu kerangka untuk mengidentifikasi
dan menghubungkan satu sama lain persoalan-persoalan pokok
kurikulum secara sistematis. Ia menyatakan bahwa sistem konseptual
yang mengidentifikasi persoalan-persoalan utama yang dijawab dalam
mengembangkan sebuah kurikulum harus dirumuskan secara baku,
dan Goodladlah yang pertama kali mengembangkan suatu kerangka
yang membedakan jenjang-jenjang masyarakat, institusional, dan
pembelajaran pada 1960. Kemudian ia memperbaiki sistem konseptual
untuk kurikulum dalam Curriculum Inquiry: The Stucfy of Cttrriettlum Practice
(1979). Sistem konseptual Goodlad mencakup tiga unsur-substantif,
sosial politik, dan profesional teknis--dan mengembangkan lebih lanjut
dasar pemikiran Tyler. Ketiga, Goodlad juga melihat kurikulum sebagai
suatu bidang kajian, mengkaji ulang statusnya, dan membuat rekomendasi
untuk perbaikannya. Berdasarkan kaji ulang secara komprehensif atas
kurikulum sebagai bidang studi, Goodlad mengatakan bahwa kita harus

205
John I. Goodlad (1920 - ...)

memisahkan persoalan "normatif" (ought) dari persoalan "faktual" (what).


Ia menyebutkan pada 1979 bahwa, "Telah menjadi pendirian saya selama
bertahun-tahun bahwa peninjauan k-urikulum harus kembali ke dasar, dan
tidak ada yang lebih mendasar untuk dikaji daripada apa yang dipraktikkan
atau dilakukan, baik atau buruk, benar atau salah."4 Penelitian kurikulum
Goodlad mencakup 3 tingkat, mulai dati penyelidikan praktik dan
kecenderungan kurikulum, pemaparan kurikulum sebagai suatu ajang
praktik, dan metaanalisis kurikulum sebagai bidang kajian. Tidaklah lazim
bagi seorang peneliti mampu merengkuh 3 tingkat ini sekaligus.
Selain penelitiannya tentang kurikulum dan nonkelas, Goodlad juga
meneliti topik-topik lain yang bersinggungan dengan persekolahan, ·
seperri sasaran sekolah, tujuan sekolah, fungsi sekolah, lingkungan
(ambience) sekolah dan kelas, persekolahan awal, dan sejarah sekolah
dasar. Ketika mengangkat persoalan what schools arefor, ia membedakan 3
aspek-tujuan (what schools are asked to do), fungsi (what schools do or are used
jory, dan sasaran (what schools should do). Menurut Goodlad, sasaran sekolah
adalah mengembangkan manusia rasional yang ridak berdosa terhadap
ditinya dan sesamanya. Sasaran persekolahan Goodlad menekankan
individu dan umat manusia. Individu yang rasional bukan individu
yang berpusat pada dirinya sendiri. Idealnya, individu mengembangkan
bakatnya secara penuh dan memberi sumbangan bagi kesejahteraan
umat manusia. Sekolah selalu ada dalam suatu konteks sosial dan
diharapkan mengembangkan tujuan-tujuan tertentu. Harapan tersebut
diungkapkan, meminjam isrilah Goodlad, sebagai tujuan persekolahan.
Dalam "A Study of Schooling", Goodlad dan rekan-rekannya membagi
tujuan sekolah dalam empat kategori, yaitu (1) akademik, mencakup
semua keterampilan intelektual dan ranah pengetahuan; (2) kejuruan,
untuk pengembangan kesiapan berkarya secara produktif dan tanggung
jawab ekonomi; (3) sosial dan kewarganegaraan, berhubungan dengan
kesiapan untuk sosialisasi dalam masyarakat kompleks; dan (4) personal,
menekankan perkembangan tanggung jawab, bakat, dan ungkapan be bas
individual. Apa yang benar-benar dilakukan sekolah adalah sumbangan
besar Goodlad lainnya. Terdapat banyak informasi tentang kondisi
sekolah-sekolah di Amerika Serikat yang ditulis dalam Earfy Schooling
in the United States (1973), Looking Behind the Classroom Door (1974), dan
terutama, A Place Called School (1984).

?OFi
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Pendidikan guru adalah tema utama lain dalam kehidupan profesional


Goodlad. Karyanya mengenai tema ini memiliki 3 karakteristik. Pertama,
sejak awal 1960-an, Goodlad mengajukan usulan penting bahwa
"mengajar adalah suatu sintesis" dan memberi perhatian khusus
pada keputusan nilai dalam sintesis mengajar. 5 Dengan menentang
kccenderungan meningkatnya teknifikasi (penekanan pada aspek-aspek
teknis) dalam pendidikan guru, Goodlad menekankan dimensi moral
dalam mengajar dan rnisi moral persekolahan. Kedua, ia melakukan
kajian komprehensif untuk memaharni sejarah (seperti dituangkan
dalam Places Where Teachers Are Taugh~ dan status pendidikan guru saat
ini (sebagairnana diutarakan dalam Teachers for Our Nations Schools). Ketiga,
berdasarkan pemahaman sejarah dan status pendidikan guru saat ini,
Goodlad mengajukan 20 postulat yang menetapkan syarat perlu untuk
pendidikan guru yang baik.
Tema strategi-strategi pembaharuan pendidikan memiliki posisi
unik dalam karir profesional Goodlad. Tema ini bukan hanya bagian
penting dan terpisah dari penelitiannya, tapi juga menjembatani riset
dan praktik. Goodlad menggunakan sebagian besar waktunya untuk
~------~-- ... ··--- ··- ··- ----·-·----· ..
me11~liri pelbagai aspek persekolahan dan pendidikan guru, dan strategi
p~~baharuan pendidikanny~ menghubungkan kedua f1;J i;.;fr(f_- L~---~
9 odlad
mengajukan konsep-konsep saling terkait berikut ini sebagat strategi
pembaharuan pendidikan-sekolah sebagai pusat pembaharuan, kepala
sekolah sebagai kunci pembaharuan di sekolah, kerja sama sekolah -
universitas, dan mengaitkan kerja sama ini dalam hubungan mengikat
untuk membentuk jaringan. Goodlad telah menguji teori proses
pembaharuan pendidikannya illi. Bidang pendidikan didominasi oleh
model penelitian, pengembangan, penyebaran, dan evaluasi (RDDE,
Research, Development, Dissemination, and Evaluation). yang terbukti efekrif
dalam pertanian dan industri, adalah suatu model rasional dan linier
untuk perubahan yang terjadi pada budaya industrial Barat yang sangat
teknologis. Goodlad menyatakan agar pembaharuan dapat tercapai
harus ada perpaduan antara daya tanggap internal (internal responsiveness)
dan stimulasi eksternal, agar pembaharuan bisa berkelanjutan harus
ada ketegangan produktif yang terus-menerus antara daya tanggap
internal dan stimulasi eksternal yang penting tadi. Ia mengajukan
model penelitian, pengembangan, penyebaran, dan evaluasi (RDDE,
Research, Development, Dissemination, and Evaluation) untuk pembaharuan
l
John l Goodlad (1920 - ...) I
pendidikan. Model DDAE ti.dak bersifat instrumental bagi tujuan yang
bersifat eksternal. Model ini lebih merupakan hakikat eksistensi (state o/
existence). Model DDAE mengupayakan pembaharuan insti.tusional dan
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan hakiki. F/
Studi empiris Goodlad seperti. telah diuraikan tadi dibimbing oleh visi
moral ten tang pendidikan, persekolahan, dan pengajaran. Sebagaimana
dinyatakan Sirotnik, "Ia secara konsisten memerhati.kan permasalahan
kejujuran, persamaan, dan keadilan sosial dalam memperlakukan semua
anak, serta menjamin akses mereka pada pendidikan umum yang baik."6
Saat mendiskusikan dimensi-dimensi moral dalam mengajar, Goodlad
menekankan perlunya memperlancar proses pembudayaan (enculturation),
memberikan akses pada pengetahuan, membangun hubungan yang
efekti.f antara guru dan murid, dan menerapkan pengasuhan yang baik
dengan imperati.f moral yang tertanam pada kedua pihak. Goodlad
menyatakan bahwa pendidikan adalah hak yang ti.dak dapat dicabut untuk
ti.ap individu dan pendidikan harus memperantarai transendensi diri.
Agenda pembaharuan pendidikannya didasarkan pada keti.daksesuaian
antara prinsip moralnya untuk pendidikan, persekolahan, dan pengajaran
dengan temuan empirisnya tentang bagaimana pendidikan, persekolahan,
dan pengajaran berjalan.
Goodlad bukan hanya seorang peneliti. empiris dan pemikir reflekti.f,
tapi ia juga akti.f dalam mewujudkan ide-idenya. Contohnya, selama
awal karirnya, secara akti.f ia melakukan inovasi program-program
pendidikan guru di Emory University dan University Chicago, dan
membantu mengembangkan sekolah tanpa kelas (non-graded schoo~.
Pada 1966, ia mendirikan League of Cooperating Schools yang
merupakan kesepakatan riga pihak untuk pembaharuan pendidikan di
sembilan sekolah wilayah di California selatan, University of California
at Los Angeles, dan Divisi Riset di Institute for the Development of
Educational Activities. Agenda lembaga tersebut adalah menerapkan
gagasan-gagasan baru dan mempelajari proses dinamis perubahan
pendidikan. Proyek pembaharuan terbesar yang dipimpin Goodlad
adalah National Network for Educational Renewal, yang terdiri dari
33 college dan universitas, lebih dari 100 distrik sekolah, dan sekitar 500
sekolah rekanan yang tersebar di seluruh Amerika Serikat. Dipandu oleh
20 postulat untuk pendidikan guru yang baik, dimensi-dimensi moral
pengajaran, dan prinsip-prinsip pembaharuan pendidikan, misi jaringan

JOR
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

ini adalah memperbaharui sekolah K-12 (taman kanak-kanak sampai


kelas 12) dan pendidikan pendidik dalam alam demokrasi.
Keberhasilan profesional Goodlad diakui dalam bentuk 20 gelar
kehormatan dari pelbagai college dan universitas, dan penghargaan
dari komunitas profesional. Bukunya, A Place Called School, menerima
"Distinguished Book-of-the-Year Award" pertama dari Kappa Delta Pi
dan "Outstanding Book Award" dari American Educational Research
Association pada 1985. Belakangan ini, ia menerima Harold W McGraw
Jr Prize in Education dan James B. Conant Award atas sumbangannya bagi
pendidikan.
Goodlad meninggalkan jejaknya dalam pendidikan Amerika Serikat.
Kutipan berikut ini merangkum pengaruh Goodlad, "Seorang akademikus
yang lembut dan lama berkecimpung dalam usaha membangun
persekolahan terbaik, selalu disambut pada setiap pertemuan para
pendidik. Buku, monograf, dan tulisan pendeknya selalu ada eli setiap
ruang guru dan institusi pelatihan guru." 7 Meskipun menghadapi banyak
perubahan dan ketidakseriusan dalam pendidikan, Goodlad konsisten
dengan pesan dan optimismenya tentang masa depan pendidikan dan
persekolahan publik. Pesan konsistennya ditentukan oleh cita-citanya
untuk pendidikan, persekolahan, dan kehidupan manusia dan didasarkan
pada pengetahuannya tentang status pendidikan dan sekolah saat ini.
Itulah alasan mengapa para penyunting sebuah buku penghormatan
terhadap Goodlad memberinya judul The Beat rf a Different Drummer.
Goodlad juga berpengaruh eli kancah internasional. Tulisan-tulisannya
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Cina, Prancis, Yahudi, Italia,Jepang,
dan Spanyol. Sebagaimana kunjungan Dewey ke Cina an tara 1919-1921,
kunjungan Goodlad ke Cina pada 1981 ketika Cina mulai membuka diri,
meninggalkan jasa besar pada sistem pendidikan Cina.
Dalam pengantaruntukFatiJ~ the Future: Issues in Education and Schooling,
Ralph Tyler menyimpulkan karakteristik karir profesional Goodlad:

Saya bukan hanya terkesan pada keluasan pengetahuan dan


pengalaman Goodlad, tapi juga pada cara kerjanya yang efektif
dalam 3 peran berbeda yang saling berhubungan. Ia menunjukkan
kompetensi dalam perannya sebagai peneliti, yakni mengumpulkan,
menguji, dan menafsirkan informasi tentang realitas-realitas
pendidikan. 8

209
John I. Goodlad (1920 - ...)

Goodlad juga menyajikan pandangan normatif tentang pendidikan


dan persekolahan yang sangat menarik dan benar-benar memberikan
inspirasi. Utopianya kuat, komprehensif, dan mungkin dicapai
suatu saat nanti. Dalam pengertian ini ia benar-benar seorang yang
memiliki visi profetik.
Pengetahuan Goodlad tentang realitas pendidikan dan persekolahan
serta konsepsinya tentang pendidikan ideal berpadu dengan desain
perbaikan progresif dan strategi tindakan. . . . Ia menunjukkan
dengan jelas kompetensi sebagai pemimpin dalam praktik
pendidikan. Perpaduan tiga peran dalam satu sosok-peneliti, figur
dengan visi profetik, dan penggerak-sangat jarang dijumpai. 9

Dan komentar Tyler ini dibuat tanpa mempertimbangkan karir


Goodlad selama seperempat terakhir abad ke-20.

Catatan
1. Carol Tell, ''A Conversation with John Goodlad" (Educational Leadership, 56, 8,
May 1999), him. 19.
2. J. Shen, "Connecting Educational Theory, Research and Practice: A
Comprehensive Review of John I Goodlad's Publications" (journal of Thought,
34, 4, Winter 1999), him. 25-96.
3. Goodlad, Speaking of Nongrading, album dua kaset, Kode No. 07-079425-X
(New York: McGraw-Hill, 1973).
4. Goodlad, Curriculum Inquiry: Stucfy of Curriculum Practice (New York: McGraw-
Hill, 1979), him, 46.
5. Goodlad mengatakan, "Mengajar menuntut guru untuk membuat penilaian
terhadap pelbagai hal yang mengakibatkan penggunaan teknik-teknik paling
menjanjikan guna merangsang dan mengarahkan pengajaran." Lihat Goodlad,
"The Professional Curriculum of Teachers" (journal of Teacher Education, 11,
December 1960), him. 454.
6. K.A. Sirotnik, "On Inquiry and Education", dalam K.A. Sirotnik dan R. Soder
(ed.), The Beat of a Different Drummer: Essqys on Educational Renewal in Honor of
John I Good/ad (New York: Peter Lang Publishing, 1999), him. 5.
7. Dikutip dari C. Frazier, "Goodlad and Educational Policy", dalam ibid., him.
245.
8. Z. Su, 'john I. Goodlad and John Dewey: Implications of Their Ideas for
Education and Democracy in China", dalam ibid., him. 151-163.
9. R.W. Tyler, "Introduction", dalam Goodlad, Facing the Future (New York:
McGraw-Hill, 1976), him. xi.

210
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Lihat juga
Dalam buku ini: Tyler.

Karya-karya utama Goodlad

Goodlad, J.I dan Anderson, R.H., The Nongraded Elementary School, New York:
Harcourt, Brace & Co., 1959.
Goodlad,J.I. dan rekan-rekan, Looking behind the Classroom Door, Worthington, Ohio:
Charles A. Jones Publishing Company, 1974.
The Dynamics if Educational Change: Toward Responsive Schools, New York: McGraw-
Hill Book Co., 1975.
Goodlad, J.I. dan rekan-rekan, Curriculum Inquiry: The Stucfy if Curriculum Practice,
New York: McGraw-Hill Book Co., 1979.
What School Are For, Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa Educational
Foundation, 1979.
A Place Called SchooL· Prospect for the Future, New York: McGraw-Hill Book Co.,
1984.
Teachers for Our Nation's School, San Fransisco, California: Jossey-Bass, 1990.
Educational RenewaL· Better Teachers, Better Schools, San Fransisco, California: Jossey-
Bass, 1994.
In Praise if Education, New York: Teachers College Press, 1997.

Bacaan lebih lanjut


Shen,]. 1999. "Connecting Educational Theory, Research, and Practice: A
Comprehensive Review of John I. Goodlad's Publication",Journa/ if Thought,
34, 4, Winter, hlm. 25-96.
Sirotnik, K.A dan Soder, R. (ed.). 1999. The Beat if a Dijfermt Drummer: Essqys
on Educational Renewal in Honor if John I. Good/ad. New York: Peter Lang
Publishing.

211
Paulo Freire (1921 - 1997)

PAULO FREIRE
(1921 - 1997)
-==~~~~~~~~'\¢=

Michael W. Apple, Luis Armando Ganding,


dan Alvaro Moreira Hypolito

Pendidikan untuk orang tertindas [adalah] pendidikan yang hams


dilaksanakan dengan, bukan untuk, kaum tertindas (individu atau
manusia secara keseluruhan) dalam perjuangan tanpa henri untuk
meraih kembali kemanusiaan mereka. Pendidikan ini membuat
penindasan dan penyebabnya menjadi objek refleksi kaum tertindas,
dan dari refleksi itulah lahir pembebasan (liberation). 1

Paulo Freire adalah salah satu penulis paling penting dan


berpengaruh mengenai teori dan praktik pendidikan kritis abad ke-20
dan tetap berpengaruh besar sampai saat ini. Ia dilahirkan di Recife,
Brasil th'TIUt laut, pada 19 September 1921. Ia pertama kali terkenal
secara i.•1ternasional sebagai pendidik orang dewasa (adult educatory karena
program melek huruf (literary programme) yang dikembangkannya, dan
menjadi ide inti pendidikan kritis. Pendekatan kritis Freire pada akhirnya
melampaui pendidikan orang dewasa. Fokusnya pada peran pendidikan
dalam perjuangan kaum tertindas dicirikan dengan perpaduan yang
langka. Komitmen politik dan perspektif radikalnya menyatu dengan

212
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

kesederhanaan pribadi, pandangan erika yang kuat, dan koherensi


intelektual yang mengesankan.
Freire terlibat dalam gerakan sosial dan pendidikan orang dewasa,
khususnya gerakan yang berhubungan dengan budaya rakyat dan "gerakan
masyarakat bawah" di Gereja Katolik. Dengan bekerja bersama petani dan
buruh terutama di wilayah miskin Brasil timur laut, di sanalah pertama
kali ia mengembangkan metodenya yang berpengaruh untuk menghadapi
persoalan buta huruf (il/iterary). Setelah pengalamannya tersebut dan
sesudah menyusun beberapa program pemberantasan buta huruf yang
terkenal, Freire diundang Menteri Pendidikan Brasil untuk menyusun
program melek huruf nasional. Walaupun sukses, kegiatannya tersebut
terputus oleh kudeta militer pada 1964. Freire ditahan dan dibuang ke
Chili. Selama pengasingannya, ia bekerja di pelbagai wilayah. Ia ikut
terlibat dalam perjuangan memberantas buta huruf dan program-
program pendidikan lain di Chili, Angola, Mozambik, Cape Verde,
Guinea-Bissau, Nikaragua, dan negara-negara lain. Ia juga bekerja sebagai
konsultan untuk UNESCO dan Departemen Pendidikan World Council
of Churches di Jenewa. Ketika pengaruhnya menyebar ke. seluruh dunia,
ia diundang untuk mengajar di Harvard University. Freire juga menjadi
honoraryfellowdi sejumlah universitas dan rnenerima banyak penghargaan
dari universitas-universitas di seluruh dunia.
Setelah pemerintah Brasil memberikan amnesti pada 1979, mereka
yang diasingkan bisa kembali ke Brasil. Freire juga kembali ke Brasil
dan menerima tugas mengajar di Pontifical Catholic University di Sao
Paulo dan University of Campinas. Pengasingan tidak meredupkan
semangat politik dan pendidikannya. Freire segera menjadi anggota
Partai Buruh (Workers' Party), dan dengan cepat menjadi tokoh utama
dalam kebijakan program melek huruf dan kebudayaannya. Setelah
Partai Buruh memenangkan pemilihan umum lokal di Sao Paulo pada
1989, Freire ditunjuk rnenjadi Menteri Pendidikan(Semtary o/ Education).
Di bawah pengelolaannya dilaksanakan program-program progresif
berupa pendidikan orang dewasa, resttukturisasi kurikulum, :partisipasi
m~syarakat, dan seperangkat kebijakan ambisius untuk demokratisasi
sekolah.
Setelah rneninggalkan jabatannya sebagai · Menteri Pendidikan,
Freire menghabiskan enam tahun terakhir kehidupannya dengan
menulis dan menyampaikan ceramah di tingkat nasional maupun

213
l
Paulo Freire (1921 - 1997)

internasional. Masa ini merupakan masa produktivitas intelektualnya.


Ia menulis sejumlah buku provokatif, bahkan buku yang lebih bersifat
pribadi dan banyak dibaca di seluruh dunia. Dalam buku-buku tersebut,
wawancara, dan artikelnya, ia berusaha mengangkat pertanyaan seputar
karyanya dan karya orang lain yang menuntut perhatian. Seolah-olah ia
mengetahui bahwa hidupnya memang tak lama lagi. Freire meninggal
dunia pada 1997, tapi warisan dan pemikirannya tetap hidup di seluruh
dunia. Alasan bagi kekuatan karyanya yang terus bertahan sangat
terkait dengan kekuatan gagasan-gagasannya. Barangkali idenya yang
paling terkenal adalah bahwa pendidikan selalu merupakan tindakan
politis. Ide ini bukan sekadar slogan baginya. Ide tersebut penting
untuk memahami teori pendidikan Freire. Baginya, pendidikan selalu
melibatkan hubungan sosial dan dengan sendirinya melibatkan pilihan-
pilihan politik. Freire menegaskan bahwa pertanyaan seperti "apa?",
"mengapa?", "bagaimana?", "untuk tujuan apa?", "bagi siapa?" sangatlah
penting untuk setiap aktivitas pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan ini
tidak dimaksudkan sebagai abstraksi. Setiap pendidik harus mengajukan
pertanyaan tersebut dan jawaban untuknya akan menjadi pedoman
penting bagi proyek pendidikan kritis apa pun. Dengan demikian,
mustahil untuk tetap bersikap netral dalam pendidikan karena kita
harus terus-menerus menyadari bahwa semua kebijakan dan praktik
pendidikan memiliki implikasi sosial. Kebijakan dan praktik pendidikan
dapat mengabadikan ketertutupan dan ketidakadilan atau membantu kita
membangun kondisi-kondisi untuk transformasi sosial.
Bagi Freire, kebanyakan hubungan sosial dalam masyarakat kapitalis
seperti masyarakat kita-termasuk hubungan yang terlibat dalam
pendidikan-didasarkan pada hubungan penindasan. Dalam konteks
Brasil, tempat Freire mengembangkan teori dan praktiknya, kenyataan
tersebut adalah ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik yang luas di
mana jutaan orang tidak memiliki modal ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Penindasan ini dan hubungan antara penindas dan yang ditindas memberi
dorongan bagi Freire. Hubungan tersebut memberikan motivasi terhadap
perjuangannya bersama kaum miskin di Brasil dan kemudian di negara-
negara lain.
Bahkan dalam beberapa tulisan-tulisan awalnya, ia menyadari bahwa
gagasan-gagasan dominan dalam pendidikan tidak akan membalik
reproduksi ketertutupan yang telah menjadi watak masyarakat kapitalis

214
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

ini. Karena realitas ini, Freire mendesak perlunya sebuah konsepsi


baru mengenai pendidikan yang bersumber dari pemikiran dan
pandangan dunia yang sangat berbeda dan membutuhkan pendekatan
epistemologis yang juga sangat berbeda. Oleh sebab itu, dasar yang
penting dalam konsepsi Freire ten tang pendidikan dan metodologi yang
dikembangkannya adalah fakta bahwa ia memilih untuk mendahulukan
kebudayaan, pengetahuan, dan kondisi kaum yang dirugikan, dikucilkan,
dan ditindas.
Konsepsi pendidikan yang ditawarkan Freire tidak hanya meliputi
ruang kelas saja. Sekalipun memahami pentingnya aktivitas di ruang
kelas untuk reproduksi dan transformasi, ia menekankan bahwa metode
pendidikan yang baru tidak berarti akan menciptakan sekolah atau
masyarakat yang baru pula. Pendidikan hanya dapat membantu kita
dalam memahami persoalan di sekitar kita dan menyiapkan kita untuk
mengubahnya. Akan tetapi, hal itu bisa terjadi jika kita mengaitkan dunia
pendidikan dengan kenyataan yang lebih luas perihal kehidupan manusia
beserta usaha mereka dalam melakukan perubahan. Untuk menjawab
persoalan ini, ia menawarkan pendekatan epistemologis baru dalam
dunia pendidikan.
Pendidikan emansipatoris bagi Freire tidak pernah merupakan
suatu transmisi pengetahuan yang sederhana. Mengetahui bukanlah
mengumpulkan fakta dan informasi yang disebutnya "penyimpanan"
(banking, diibaratkan seperti menyirnpan uang di bank-penyunting).
Mengetahui berarti membentuk diri sebagai subjek di dunia, diri yang
mampu menuliskan kembali apa yang sudah dibacanya dan bertindak
di dunia ini untuk mengubahnya secara radikal. Sehingga, ide Freire
tentang melek huruf melampaui kapasitas subjek untuk membaca kata-
kata. Tindakan membaca harus dikaitkan dengan kemampuan untuk
"membaca" dunia.
Di balik usulan Freire untuk pendidikan emansipatoris adalah klaim
antropologis yang penting. Ia percaya bahwa laki-laki dan perempuan
merupakan pencipta kebudayaan dan karena itu juga pencipta sejarah.
Manusia adalah makhluk tidak sempurna dan memiliki "tugas ontologis",
yaitu menjadi manusia yang lebih sempurna. Guru dan murid adalah
makhluk yang belum sempurna dan keduanya harus belajar satu sama
lain dalam proses pendidikan. Proses ini bukan berarti bahwa guru
harus menolak perannya sebagai fi.gur yang melaksanakan proses

?1!:i
Paulo Freire (1921 - 1997)

belajar. Namun, proses tersebut harus didasarkan pada dialog kritis dan
penciptaan pengetahuan bersama.
Freire menekankan peran guru sebagai pekerja budaya yang kritis.
Guru harus berjuang menghadapi nilai-nilai kultural dominan dalam
masyarakat maupun dirinya sendiri agar dapat mengerti fungsi politik
dan kultural mereka. Perjuangan ganda ini dapat membuat guru bekerja
secara reflektif dan transformatif. Sekali lagi, usaha transformatif ini
dengan sendirinya melampaui ruang kelas. Ia pernah menulis:

Manakala pilihan dan mimpi saya sudah jelas, yang secara


substantif bersifat politis dan secara atributif bersifat pedagogis,
saya mengakui bahwa disamping seorang pendidik, saya juga agen
politik. Saya dapat mengerti dengan baik mengapa saya takut dan
menyadari betapa jauhnya perjalanan yang harus kita tempuh untuk
memperbaiki demokrasi kita. Saya juga memahami bahwa ketika
kita mempraktikkan pendidikan yang secara kritis membangkit-
kan kesadaran anak didik, kita dengan sendirinya tengah melawan
mitos yang merusak. Ketika menghadapi mitos seperti itu, kita
juga menghadapi kekuasaan dominan karena mitos-mitos tersebut
hanyalah ungkapan kekuasaan ini, ungkapan ideologinya. 2

Makna etis dan politis eli balik pernyataan ini sangat jelas. Jika benar
bahwa pendidikan dialogis mengandaikan pemahaman politik tentang
apa yang saya ketahui sebagai guru, benar juga bahwa pemahaman
ini menuntut penghormatan yang dalam terhadap anak didik dan
pengetahuannya. Freire menulis lagi, ''Ada suatu kecenderungan kuat
yang mendorong kita untuk menyatakan bahwa apa yang berbeda adalah
inferior.... Inilah sikap tidak toleran, yakni kecenderungan menentang
perbedaan."3
Namun, sekolah adalah salah satu institusi utama yang menanamkan
ideologi inferioritas terse but Sekolah menguasai pengetahuan dominan dan
melakukan dehistorisasi dan naturalisasi terhadapnya. Sekolah menjadikan
pengetahuan dominan tersebut sebagai satu-satunya pengetahuan yang
nyata dan secara sosial dapat diterima. Bagi Freire, kecenderungan tersebut
salah. Ia bersikeras bahwa pengetahuan bersifat historis. Menurutnya,
tidak ada pengetahuan yang diciptakan secara historis dan sosial dalam
hubungan-hubungan politik, budaya, dan ekonomi. Pemahaman relasional
ini sangat penting untuk argumennya bahwa "perbedaan", yang elise but

216
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

pengetahuan "rakyat", tidak berharga dan tidak elianggap sah untuk model
penelidikan konservatif yang dominan. Pendidikan emansipatoris jangan
mereproduksi praktik yang sangat umum eli sekolah-sekolah traelisional.
Berbeda dengannya, model pendielikan Freirean untuk pembebasan
menganggap bahwa pengetahuan anak elidik juga sah sekaligus menghargai
dan melakukan historisasi terhadapnya. Namun tidak berhenti sampai eli
sini. Pendekatan Freire menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki anak
elidik untuk memberi mereka kekuatan guna merebut kembali pengetahuan
dominan demi emansipasi mereka sendiri. Contohnya, dalam perspektif
ini anak elidik bisa mempelajari apa yang secara sosial elidefinisikan sebagai
"norma" dalam penggunaan bahasa. Namun, pendidikan kritis yang
sebenamya harus melampauinya. Seperti yang dikatakannya:

Dalam mempelajari "norma", [anak didik] mengerti bahwa


mereka mempelajarinya bukan karena bahasa mereka buruk dan
inferior, tapi karena dalam rangka menguasai "norma" itu mereka
memperoleh alat untuk [digunakan dalam] perjuangan menciptakan
kembali dunia. 4

Dengan komitmennya pada hubungan dialektis antara praktik


dan teori, Freire senantiasa mendasarkan praktiknya pada ide-ide
teoretis yang meyakinkan, yang selanjutnya berhubungan erat dengan
tindakan-tindakan praktisnya. I a menghabiskan seluruh hidupnya untuk
menjalankan suatu praksis pedagogis, tanpa definisi muatan a priori,
buku teks, atau teknik-teknik pendidikan. Tujuannya adalah membangun
suatu proses pendidikan yang disebutnya "penyadaran" (conscientization),
yang dibangun dalam realitas sosial dan kultural guru dan murid. Dari
realitas ini, unsur-unsur tematik, isi, keputusan pedagogis--dengan
kata lain, kurikulum dan pengajaran-akan muncul. Perpaduan teori
dan praktik ini memberikan sumbangan bagi kekuatan dan pengaruh
gagasan-gagasan Freire.
Dalam pengertian konkret, metode "penyadaran" pada orang
dewasa dalam program melek huruf pada dasarnya dibentuk oleh proses
coding/ decoding (mengubah sesuatu menjadi kode dan mengubah kode
menjadi sesuatu yang dapat dipahami) terhadap makna-makna linguistik
dan sosial yang dijalankan dengan beberapa tahap. Pertama, tema-
tema generatif dikembangkan. Tema tersebut muncul dati hubungan

217
Paulo Freire (1921 - 1997)

personal dan informal dengan komunitas dan kemudian didiskusikan


dalam "Lingkaran Budaya" dengan menggunakan prosedur dialog. Dari
diskusi ini, diperoleh sekumpulan tema dan darinya guru menggali per-
bendaharaan kata yang dibentuk oleh beberapa kata yang secara sosial
dan kultural relevan untuk komunitas tersebut. Dari perbendaharaan
kata ini didapat perbendaharaan kata minimum yang dibentuk oleh
17 atau 18 kata generatif yang secara fonemik kaya dan disusun sesuai
kesulitan fonetiknya. Terakhir, dilakukan langkah-langkah tertentu untuk
mencapai proses membaca yang terdiri dari proses decodingterhadap kata-
kata tertulis yang diambil dari situasi eksistensial yang telah ditentukan
kodenya. Kaitan dengan situasi eksistensial riil ini adalah suatu langkah
penting dan merupakan salah satu kunci utama yang memungkinkan
anak didik dari kelompok tertindas menggunakan pengetahuan yang
baru diperoleh untuk merekonsttuksi kehidupannya.
Dengan fakta bahwa penerapan pendekatan ini pada kaum tertindas
menyebar ke seluruh dunia, Freire selalu khawatir bahwa ide-idenya
akan menjadi "metode" belaka, yaitu resep yang diikuti secara tidak
kritis. Dengan demikian, Freire menyadari bahaya-bahaya yang berkaitan
dengan esensialisasi teori. Ia tahu bahwa asal mula teori dan praktik
pendidikan kritisnya-keputusan untuk terlibat di dunia, dalam realitas
masyarakat Brasil yang sangat tidak adil-pasti tidak pernah dilupakan.
Realitas ini sejalan dengan dorongan utama teorinya, yakni menjadi
pengingat terus-menerus bahwa apa yang tampak sebagai sekadar
mempelajari huruf atau matematika sebenarnya merupakan hubungan
politik yang kompleks. Baginya, fakta pendidikan yang biasanya tidak
dianggap bersifat politis adalah bagian dari masalah dan transformasi
situasi ini dengan sendirinya adalah bagian dari proyek politik khusus.
Mereduksi teorinya menjadi metodologi sederhana yang diulang-ulang
berarti meniadakan hakikat sumbangan teori Freire yang sangat besar
bagi pendidikan.

218
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Catatan
1. Freire, Pedagogy of the Oppressed (Harmondsworth: Penguin, 1982), hlm. 25.
2. Freire, Teacher as Cultural Workers: Letters to Those who Dare Teach (Boulder,
Colorado: Westview Press, 1998), hlm. 41.
3. Ibid., hlm. 71.
4. Freire, A educarao na cidade (Sao Paulo: Editora Cortez, 1991), hlm. 46.

Karya-karya utama Freire


Pedagogy of the Oppressed, diterjemahkan M.B. Ramos, Harmondsworth: Penguin,
1982; New York: Seabury Press, 1970.
Cultural Action for Freedom, Cambridge, Massachusetts: The Harvard Educational
Review Monograph Series, no. 1, 1970.
Education for Critical Consciousness, New York: Seabury Press, 1973.
Pedagogy in Process: The Letters to Guinea-Bissau, diterjemahkan C. St. John Hunter,
New York: Seabury Press, 1978.
Pedagogy of Hope: Reliving Pedagogy of the Oppressed, diterjemahkan R.R. Bar, New
York: Continuum, 1994.
Teachers as Cultural Workers: Letters to Those Who Dare Teach, Boulder, Colorado:
Westview Press, 1998.

Bacaan lebih lanjut


Collins, D.E. 1977. Paulo Freire: His life, Works and Thoughts. New York, Paulist
Press.
Freire, P., Fraser, J.W, Macedo, D., McKinnon, T., dan Stokes, W (ed.). 1997.
Mentoring the Mentor: A Critical Dialogue with Paulo Freire. New York: Peter
Lang.
Horton, M. dan Freire, P. 1990. We Make the Road f?y Walking: Conversation on Education
and Social Change. Philadelpia, Pennsylvania: Temple University Press.
McLaren, P. dan Leonard, P. (ed.). 1996. Paulo Freire: A Critical Encounter. New
York: Roudedge.
Shor, I. dan Freire, P. 1987. A Pedagoo for liberation: Dialogues on Transforming
Education. Westport, Connecticut: Bergin & Garvey.
Taylor, P.V 1993. The Texts of Paulo Freire. Buckingham: Open University Press.

219
Seymour B. Sarason (1919 - ...)

SEYMOUR B. SARASON
(1919- ... )
-==Ov"v"v"v"v"v"v"v"C=

Andrew Hargreaves

Memperkenalkan, meneruskan, dan menilai perubahan pendidikan


adalah proses politik, karena mengubah atau mengancam untuk
mengubah hubungan-hubungan kekuasaan yang ada.... Sebagian
mitos yang melawan perubahan berasumsi bahwa budaya sekolah
adalah budaya nonpolitik dan sebagian mitos ini memengaruhi
kegagalan mewujudkan perubahan. 1

Seymour Sarason, yang saat tulisan ini dibuat masih menulis secara
produktif pada usia 80 tahun, adalah salah satu pemikir dan penulis
terkemuka tentang budaya sekolah, khususnya dalam pengertian
perubahan pendidikan. Apabila melihat latar belakang dan latihannya
dalam psikologi klinik, Sarason selama hidupnya telah mengembangkan
karya yang luas dan perspektif eklektik yang mengkritik pandangan
psikologi mengenai pendidikan sekaligus memadukan pandangan ini
dengan pemahaman yang lebih historis, kultural, dan politis. Sebagian
besar buku Sarason mencakup beragam subjek dan saling berhubungan
seperti budaya sekolah, perubahan dan reformasi pendidikan, pendidikan

220
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

guru, peran seni dalam mengajar dan belajar, cacat dan gangguan mental
(seperti dikenal selama ini), konseling, karir, proses penuaan, termasuk
autobiografi profesionalnya sendiri.
Seymour B. Sarason dilahirkan pada 1919 di Brooklyn, New York,
sebagai putra imigran Yahudi. Ayahnya, seorang "pemotong pakaian
anak-anak'>,2 disukai, walaupun tidak dihormati secara khusus dalam
keluarganya. Ayahnya "lebih Yahudi" daripada ibunya dalam pengertian
religius. 3 Ibu Sarason, yang "lebih Amerika", "memiliki stereotip ibu
Yahudi: kasih sayang, terlalu protektif, keras, dan sangat ambisius"4
yang menganggap masa lalu sebagai "sesuatu yang harus dihadapi,
bukan dibiarkan". 5 Dalam autobiografinya, Sarason merenungkan
perasaannya sebagai "orang luar" (outsidery dan suasana tak memiliki
akar historis dapat ditelusuri kembali pada perasaan tersebut. 6 Demikian
juga dengan sumbangan intelektualnya yang istimewa untuk memaharni
peran dan saling hubungan an tara budaya, perubahan, dan sejarah dalam
pendidikan-sebagai hasil perpaduan antara kemajuan dan tradisi.
Akar imigran Yahudi pada diri Sarason dan fakta bahwa ia adalah
orang Yahudi pertama yang bekerja di universitas-universitas besar di
Amerika Serikat tak hanya memengaruhi pemahamannya tentang apa
arti berbeda secara kultural, tapi juga keterlibatannya secara mendalam
dengan identitas Amerika dan dengan sifat khas psikologi Amerika
yang jarang diakui, yakni sebagai sebuah komunitas "bangsa Romawi
era modern yang membangun imperium psikologi di atas bumi". 7 Jika
asal usulnya sebagai imigran Yahudi memunculkan ambivalensi identitas
"orang dalam - orang luar" dalam karya dan kehidupan Sarason,
demikian juga dengan penyakit polio yang dideritanya. Selama 2 tahun
bersekolah di junior high school, anggota tubuh bagian atas Sarason harus
disangga atau ditopang. Dampak dari penyakit melumpuhkan yang
membuat Sarason cacat seumur hidup memengaruhi minatnya kepada
penderita cacat-terutarna penderita keterbelakangan mental. Kebetulan,
cacat yang membuat Sarason be bas dari wajib militer pada masa Perang
Dunia II, menumbuhkan minatnya pada bagaimana psikologi klinik: dan
kebijakan pemerintah memperlakukan para veteran yang mengalami
cacat fisik akibat perang. Kebetulan lain adalah ketika polio menghalangi
Sarason untuk ambil bagian dalam permainan dan ritual kompetitif
maskulin. Keadaan itu secara tidak langsung juga membuat ia tidak
terlibat dengan budaya kompetitif intelektual dan budaya konforrnis

221
Seymour B. Sarason (1919 - ...)

institusional dalam kegiatan guru besar dan perkembangan karir maskulin


di universitas. 8
Satu-satunya yang sesuai bagi "orang luar ambisius" ini, yang berakar
dalam tradisi namun tidak lepas dari perubahan, adalah menjadi guru
besar universitas. Sarason memulai pendidikan tingginya di DANA
College, Newark, sebagai mahasiswa berusia 16 tahun "yang secara
ekonorni rniskin" pada 1935. DANA-lah yang membuat Sarason ingin
menjadi bagian dari dunia ide dan di sanalah ia menjadi Marxis dan
anggota Partai Pekerja Sosialis (Socialist Workers' Party) yang ideologi
kirinya ditolak Sarason karena obsesi rnisionaris, kegagalan memaharni
kompleksitas Amerika, keengganan mengikuti gaya dan pandangan
partai itu mengenai ketidakadilan yang dapat mengundang rasa hormat
publik yang lebih luas, dan sikap yang terlalu serius. 9 Sarason memper-
kuat ikatannya dengan para konforrnis kiri dengan semua prediktabilitas
ideologisnya dan mulai meretas jalur politik kritisnya sendiri.
Pada 1939, Sarason menerima beasiswa untuk melanjutkan belajar
ke graduate school Clark University, Worcester, Massachusets, di mana ia
belajar antara lain pada psikolog Inggris dan ahli analisis faktor, Raymond
Cattel. 10 Pada akhir tahun kedua, ia memperoleh tawaran khusus atau
externship di Worcester State Hospital untuk penyakit mental, di mana
ia mulai tertarik pada psikologi masyarakat. Setelah menyelesaikan
pendidikannya di Clark, Sarason lulus ujian civil service untuk menjadi
psikolog, dan pada usia 23 tahun, ia bekerja di institut baru dan inovatif,
Southbury Training School. Di sana, Sarason mengembangkan pandangan
humanistik tentang keterbelakangan mental, memperkuat skeptisismenya
pada penyalahgunaan tes IQ untuk kepentingan politik, sosial, dan
organisasi, tertarik pada bagaimana dorongan inovatif dari "lembaga"
baru seperti Southbury memudar begitu cepat, dan mempelajari untuk
pertama kalinya bagaimana seni, melalui karya para guru seperti Profesor
Henry Schaefer-Simmon, dapat memunculkan bakat tersembunyi anak
didik yang mentalnya dianggap terbelakang.
Sarason hanya bekerja di satu universitas selama hidupnya, yakni
jurusan psikologi Yale University pada 1945, di mana ia bertugas di
sana selarna 45 tahun. Buku pertamanya, P.rychological Problems in Mental
Deftcienry, 11 terbit pada 1949 dan diikuti The Clinical Interaction (1956)Y
Pekerjaannya di Institute of Human Relations di Yale menawarkan
kemungkinan untuk proses belajar interdisipliner. Rekan-rekan dekatnya

222
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

meliputi ahli sejarah kehidupan (lift history), John Dollard, antropolog


kebudayaan yang terkenal dan inovatif, Thomas Gladwin-yang
menulis monograf tentang subnormalitas mental bersama Sarason, dan
Pomeroy-kolega senior Kinsey-yang mewawancarai Sarason sebagai
subjek untuk proyek Kinsey Report tentang perilaku seksuallaki-laki.
Dua episode selama karir panjang Sarason di Yale sangatlah berarti.
Episode pertama, hubungan jangka panjangnya dengan Burton Blatt,
ketua pendidikan khusus di New Haven State College pada pertengahan
1950-an. Melalui hubungan ini, Sarason memperkuat minatnya pada
pendidikan dalam konteks realitas aktivisme dan pendidikan guru yang
menjadi perhatian utama Blatt-hasilnya adalah karya Sarason dan Blatt
berjudul The Preparation of Teachers: An Unstudied Problem in Education. 13
Buku ini mengkritik pendidikan guru yang dianggap tidak sosiologis,
ahistoris, dan enggan menghadapi "kekuatan tradisi masyarakat (yang)
menyebar dan menentukan sekolah sebagai entitas budaya". 14
Episode kedua adalah dasawarsa yang disebut Sarason sebagai
"Camelot Years"/ 5 yaitu saat ia mendirikan dan menjalankan Psycho-
Educational Clinic di Yale University-lembaga baru untuk aksi,
intervensi, observasi, dan refleksi. Lembaga itu didirikannya untuk
meredakan kegelisahan dan mengakhiri "pengelolaan pabrik riset". 16
Klinik itu istimewa sebab mendorong stafnya untuk menciptakan atau
mengubah lingkungan komunitas nyata-seperti sekolah, memahami-
nya, dan membantu mereka yang berada di dalamnya, serta melakukan
semua itu disertai sensitivitas pada karakteristik sejarah dan budayanya
yang unik. Pengalaman Sarason dalam mendirikan dan menjalankan
klinik tersebut menjadi basis pengalaman bagi The Creation of Settings
and the Future SocietiesY
Selama berkarya, Sarason menekuni sejumlah kecil persoalan
dengan sabar. Pertama, psikologi klinis Amerika yang tidak kritis dan
perannya sebagai sarana kontrol administratif (peran yang mengantisi-
pasi kritik terhadap pengujian psikometrik). Kedua, berulang-ulangnya
kecenderungan "pemerintah besar", sekalipun pemerintah seperti itu
didorong oleh niat baik, yang berusaha mengubah organisasi besar
seperti sekolah dan sistem sekolah tanpa memahami kompleksitas dan
fl.eksibilitas terhadap perubahan kebudayaan. Ketiga, psikologi Amerika
yang ahistoris dan bebas budaya telah menentukan problem psikologi
dengan cara sedemikian sehingga membuat problem tersebut mengha-
Seymour B. Sarason (1919 - ...)

dapi campu:r tangan dan penyelesaian secara individual, bukan sebagai


problem yang memiliki akar sejarah yang dalam, kompleksitas sosiologis,
dan ciri khas Amerika. Keempat, Sarason terus-menerus menghadapi isu-
isu menciptakan (dan melanjutkan) lingkungan organisasi baru seperri
sekolah, unit kesehatan mental, dan, dalam pengalamannya sendiri,
Psycho-Educational Clinic di Yale University. Kelima, ia selalu berbicara
ten tang dampak intelektual dan personal dari awal masa muda dan per-
kembangan karirnya pada masa Depresi, Perang Dunia II, dan sesudahnya
terhadap era perubahan institusi dan sosial yang secara bersamaan
dicirikan dengan visi kemajuan dan penyelamatan yang paling optimistik
dan bencana kecurangan politik dan organisasi paling spektakuler
karena gagal mewujudkan visi tersebut. 18 Keenam, Sarason terus-menerus
khawarir dan putus asa akan kualitas serta karakter pendidikan guru,
demikian juga dengan ketidakmampuannya menciptakan budaya
persekolahan yang lebih produktif. Ketf!iuh, perhatian Sarason terhadap
pemahaman dan dukungan bagi para "pecundang" dalam pendidikan,
yakni para guru besar yang menentang skolatisisme, para guru yang
melawan kecenderungan budaya, dan para murid penderita cacat mental
yang sesungguhnya sanggup memperlihatkan bakat, kemampuan, dan
kecerdasan, jika pengalaman mereka ditangani secara lebih serius.
Gaya Sarason dalam mengangkat tema-tema ini senanriasa bersifat
kritis, provokatif, dan bahkan ikonoklastik (menentang pemujaan
berhala-penerjemah). Ia menentang kearifan konvensional (walaupun
jarang mengkritik para pendukung kearifan terse but). Tulisan-tulisannya
memang jarang merujuk pada referensi yang banyak. Inspirasi Sarason
lebih banyak berasal dari refleksi atas pengalaman praktis dan dunia
di sekitarnya, bukan sintesis literatur yang melelahkan atau akumulasi
bukti-bukti empiris. 19 Dengan istilahnya sendiri, "Saya lebih tertarik pada
ide-ide daripada penelitian. Saya lebih pantas disebut pengkritik daripada
peneliti. Saya lebih pantas disebut filsuf daripada psikolog."
Sarason memang seorang aktivris sekaligus analis dengan berkarya
sebagai praktisi dan figur menonjol dalam bidang kesehatan mental,
dan sebagai pendiri Psycho-Educational Clinic yang unik di Yale
University. Kendati menjadi aktivis dan analis, Sarason mengakui
dalam autobiografinya bahwa ia lebih merasa sebagai "orang luar" 20
yang berjuang membangun psikologi pendidikan yang lebih politis
dan historis. Meskipun situasi ini mengakibatkannya merasa kesepian

224
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

secara profesional (perasaan semacam itu saya peroleh dari komunikasi


pribadi dengan Sarason) pada usia 80 tahun, masih banyak sumbangan
yang diberikan dan kewajiban yang ditunaikan sebagai intelektual publik
yang tak pernah "benar-benar merasa betah ,berada di satu tempat",
sebagaimana diutarakan teoretikus budaya asal Palestina, Edward Said.21
Mungkin cara Sarason memuji kedga "pahlawan" psikolog-intelektual-
nya-John Dewey, William James, dan Sigmund Freud-ditunjukkan
melalui kekhasan dan pola pemikiran yang dapat dilihat dalam karya
dan kehidupan Sarason sendiri:

Kesamaan mereka adalah pendidikan, setumpuk pengetahuan,


pemikiran yang resah, pemikiran yang menyebar, dan keberanian
yang membuat mereka mampu menjalani perubahan pemikiran dan
cara pandang yang dramatis. Bagi orang biasa dan penuh rasa iri
seperti saya, derajat pengetahuan mereka tentang sejarah manusia
sungguh mengagumkan. Dari puncak Olimpian [Gunung Olympus
da1am mitos Yunani adalah tempat tinggal para dewa, dalam konteks
kutipan ini berarti puncak pencapaian intelektualitas-penyunting],
mereka dapat melihat masa Wu dan membayangkan masa depan
yang sangat berbeda. Dan mereka menulis untuk membuat ide-ide
mereka menyebar dan berpengaruh. Mereka selalu bertanya. Dan
dunia pun sulit menyederhanakan sumbangan dan karya besar
mereka. 22

Di antara pelbagai kontribusi Sarason untuk pendidikan dan


psikologi, empat teksnya meninggalkan warisan intelektual yang abadi.
Teks pertama adalah The Culture of The School and the Problem of Change,23
yang tidak diterbitkan sampai Sarason berusia 50 tahun. Buku ini menjadi
salah satu buku klasik besar tentang perubahan pendidikan dan budaya
organisasi persekolahan. Buku ini menyajikan kritik kuat terhadap inovasi
besar-besaran seperti matematika baru pada 1960-an dan kegagalan
inovasi itu untuk mengatasi "regularitas" sekolah yang mendalam dan
arbitrer, seperti penjadwalan, pengaturan kelas, dan tradisi isolasi guru.
Budaya sekolah, menurut buku ini, sangat kebal terhadap perubahan
sistemik. Usaha-usaha perubahan sekolah jarang menyinggung persoalan
politik sekolah, kepemimpinan sekolah, konteks komunitas dan kebijakan
persekolahan, atau budaya individualisme guru yang kuat, yang membuat
sekolah menjadi tempat buruk bagi proses belajar guru padahal sangat
penting bagi kesuksesan upaya perubahan tersebut.

225
Seymour B. Sarason (1919 - ...)

Buku Sarason yang diakui paling berpengaruh ini sejajar dengan


beberapa teks penting tentang pijakan budaya sekolah dan perubahan
sekolah. Buku-buku tersebut adalah Sociology of Teaching karya Williard
Waller, 24 yang anehnya tidak dikutip Sarason dalam edisi pertama
bukunya, dan dua buku lain, Schoolteacher karya Dan Lortie 25 serta
The Meaning of Educational Chang~ 6 karya Michael Pullan, yang tidak
dimasukkannya sebagai referensi dalam edisi revisi pada 1982, namun
sudah disebutkan pada buku edisi kedua yang akan diterbitkan.
Dalam kedua edisi ini dan juga dalam buku yang ditulis kembali pada
1996, Revisiting "Culture of the School and the Problem of Change", 27 cukup
adil untuk mengatakan bahwa karya-karya Sarason tidak mempunyai
pengaruh internasional sebagaimana karya Waller, Lortie, dan Pullan.
Alasannya tidak ditemukan dalam kualitas analisisnya, namun sikap
kukuh Sarason untuk membahas ciri khas Amerika dari persoalan
perubahan yang dihadapinya dan menempatkan persoalan terse but dalam
perdebatan kebijakan Amerika. Karya ini memang layak dipuji, namun
juga mengurangi aksesibilitas global dan universalitasnya. Hal ini sangat
disayangkan karena begitu banyak permasalahan yang diangkat Sarason
justru menjadi perdebatan utama dalam analisis perubahan pendidikan
selanjutnya yang dilakukan oleh pemikir lain. Mengenai pentingnya
proses perubahan tersebut, Sarason berpendapat bahwa:

Kita tidak bisa memperoleh gambaran dan kajian yang relevan


sampai kita mengakui bahwa gambaran proses perubahan
mencakup ... asumsi-asumsi ... paling mendasar yang menentukan
riga hubungan sosial umum, yakni hubungan antarprofesi dalam
lingkungan sekolah, hubungan antara pelbagai profesi di sekolah
dan anak didik, dan hubungan antara pelbagai profesi di sekolah
dengan pelbagai pihak dalam masyarakat yang lebih luas. 28

Tentang politik budaya dari perubahan, Sarason memperingatkan


bahwa "sebagian mitos yang melawan perubahan berasumsi bahwa
budaya sekolah adalah budaya nonpolitik". 29 Ia berkali-kali meminta
agar permasalahan waktu yang tersedia bagi guru untuk menyesuaikan
implementasi perubahan harus diselesaikan. Ia mengeluh bahwa
perspektif waktu dalam proses perubahan bukan "ditentukan oleh
mereka yang ada di sekolah, melainkan oleh para pembuat kebijakan
federal". Bagi orang seperti saya yang menulis Whats Worth Fighting

226
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendklikan Modem

For Out There?, 30 Sarason menyajikan analisis awal yang cermat atas
pentingnya hubungan ekologi sekolah dengan lingkungannya. Sebagai
seseorang yang berupaya menyusun analisis tentang mengajar dan
rasa bersalah,31 saya harus kembali ke karya Sarason paling penting
dan membaca uraiannya tentang guru yang terlibat dalam "penciptaan
konteks kewaspadaan terus-menerus". Konteks itu menimbulkan "rasa
bersalah karena guru tidak dapat memberikan semua yang dibutuhkan
anak didik". 32 Implikasi kuat bagi proses belajar, menurut Sarason, adalah
bahwa "melanjutkan pemberian [bahan pelajaran kepada anak didik]
mensyaratkan guru untuk selalu cermaf'. 33 Ringkasnya, hampir tidak ada
literatur perubahan pendidikan berikutnya yang tidak disebutkan Sarason
sendiri dalam karya penting ini.
Hanya satu tahun setelah The Culture tf the School and the Problem tf
Change diterbitkan, Sarason menulis buku lain tentang penghancuran
orisinalitas. Berdasarkan pengalamannya menyaksikan bagaimana inovasi
memudar di Southbury Training School, pengalaman mendirikan serta
memirnpin Psycho-Educational Clinic di Yale, dan pengamatannya
tentang bagaimana usaha-usaha inovatif di sekolah atau sistem kesehatan
mental berjalan dengan baik, Sarason menulis analisis yang sangat baik
dalam The Creation tf Settings and the Future Societies. 34
Buku tersebut mungkin lebih tepat diberi judul The Collapse tf
Settings ("penghancuran lingkungan", bukan "penciptaan lingkungan"
[Creation tf S ettings]-penyunting). Buku terse but menjelaskan cara-cara
naif pendekatan pemerintah dan pembuat kebijakan dalam penciptaan
lingkungan. Buku itu menyoroti arogansi arsitek dengan keyakinannya
bahwa bangunan dan rancangannya akan membentuk komunitas dalam
lingkungan itu. Buku tersebut menunjukkan bagaimana lingkungan
baru mengancam dan sering disabotase oleh lingkungan yang ada, arti
penting dan kesulitan mengelola "hubungan-hubungan yang asing"
dengan lingkungan lain, perasaan superioritas aktual dan perasaan yang
bersumber pada superioritas itu dari anggota dan pemirnpin lingkungan
baru, dan kecenderungan berbahaya dari anggota suatu lingkungan
untuk mempersoalkan pengelolaan lingkungan dan skeptisisme politik
sebagai penghinaan moral.
Lingkungan baru tersebut, menurutnya, mengumpulkan mereka
yang menginginkan kesenangan, tantangan, dan kebebasan untuk
berinovasi, namun segera terantuk oleh masalah anggaran, ruang, dan

227
Seymour B. Sara son (1919 - ...)

kelambanan birokrasi. Lingkungan baru sering terbentuk dari lingkungan


kecil dengan pemahaman bersama di antara komunitas-komunitas
yang dekat, tapi segera menjadi korban keberhasilannya sendiri ketika
komunitas berkembang, mengalami diferensiasi, dan terkoyak menjadi
kelompok-kelompok kecil yang saling berselisih. Terdapat mitos-mitos
tentang sumber daya tak terbatas dan kesulitan mengalokasikan nilai
serta permasalahan yang lazim di sekitar kepemimpinan lingkungan baru
ketika pengelolaan "bayi" organisasi dipersoalkan oleh pihak-pihak lain,
ketika konflik pecah, dan ketika pemimpin merasa sangat kesepian.
The Creation of Settings berdampak nyata pada persoalan mengapa
inovasi jarang bertahan lama, mengapa sekolah model, sekolah
mercusuar, sekolah masa depan, dan proyek rintisan menjadi kegiatan
tak berkelanjutan yang bersumber dari kepolosan atau kesombongan
administratif. Tiga dasawarsa setelah penerbitannya, The Creation of
Settings menjadi sumber yang sangat berpengaruh bagi mereka yang
mempelajari sejarah inovasi pendidikan dan kondisi eksperimen sekolah
model saat ini. 35
Beberapa tahun kemudian, Sarason menerapkan gagasan pendi-
dikannya pada kritik yang lebih lengkap mengenai kebijakan pendidikan. 36
The Predictable Failure of Educational Rejornf37 merupakan contoh yang
paling tajam dan ringkas dati buku-buku seperti itu. Di dalamnya, Sarason
menguraikan empat butir penting yang saling berhubungan. Pertama,
meskipun usaha perubahan pendidikan sering menjanjikan kualitas dan
kemajuan, us aha itu jarang mencoba mengubah regularitas fundamental
atau struktur persekolahan mendalam yang terus-menerus merintangi
usaha perbaikan. Kedua, regularitas ini, seperti semua aspek persekolahan,
secara sistematis saling berhubungan, "berusaha mengubah bagian-
bagian sistem membutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang
bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan". 38 Ketika
masalah seperti kepemimpinan, kurikulum, strategi mengajar, atau
organisasi sekolah "dimengerti dan diselesaikan secara terpisah", maka
"peluang kegagalannya tinggi". 39 Ketiga, Sarason menyatakan bahwa
regularitas sistemik persekolahan ini ditopang oleh hubungan kekuasaan
yang sangat kuat. Salah satu pandangannya yang paling diingat adalah
bahwa "sekolah akan tetap sulit mengalami reformasi yang diharapkan
selama kita menghindari ... hubungan kekuasaan yang ada", termasuk

228
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

hubungan kekuasaan eli ruang kelas. 4° Keempat, dan konsisten dengan


karya sebelumnya, Sarason mengingatkan pembacanya bahwa "sungguh
mustahil mendptakan dan melanjutkan konelisi belajar yang produktif
bagi para murid bila konelisi itu tidak dimiliki guru" 41 , konelisi eli sini
berarti pengembangan profesional, perasaan memiliki kekuasaan, dan
kesempatan untuk bekerja sama dengan sejawat (kolegialitas). Beberapa
bukunya, sebagaimana buku ini, menunjukkan arti penting melihat
sekolah sebagai organisasi historis dan politis, jika kita ingin memahami
kekakuannya terhadap prakarsa perubahan penelielikan.
Dalam salah satu bukunya yang paling akhir, Sarason kembali ke dua
tema pokok dalam karirnya-penelidikan guru42 dan seni mengajar. Dalam
Teaching as a PetjormanceArt,43 Sarason berpendapat bahwa mengajar lebih
dari sekadar melatih teknik atau memenuhi standar. Mengajar adalah seni
pertunjukan (petjormance ar!), aktivitas penuh gairah yang menggerakkan
mereka yang tersentuh dan melarutkan anak elidik (sebagai penonton) eli
ruang kelas dalam pertunjukan itu sendiri. Mengajar, menurut Sarason,
lebih dari sekadar fasilitasi yang tenang a tau pengawasan tidak langsung
seperti dinyatakan pendukung pemakaian komputer. Sesuai dengan
riset saya sendiri, mengajar melibatkan keterikatan langsung, dramatis,
dan membangkitkan semangat anak elidik, bahkan pada guru paling
progresif sekalipun. 44
Sarason menjelaskan implikasi analisisnya dengan menyatakan
bahwa prakarsa pendidikan guru harus mernilih bakat profesional
mereka secara lebih cermat melalui prosedur pernilihan yang melibatkan
auelisi, bahwa organisasi harus menahan diri untuk tidak melumpuhkan
dan menyia-nyiakan bakat guru, bahwa sekolah harus memberikan
kesempatan pada guru untuk beragam dan pengembangan peran
sehingga mereka tidak bosan dan menjaeli typecast (hanya memiliki peran
tertentu-penerjemah).
Konsepsi Sarason tentang mengajar dan guru mengarahkan
pemahaman serta rekomendasi mengenai pendidikan guru dan
perubahan penelielikan. Konsepsi guru sebagai seniman pertunjukan
sangat berbeda dengan konsepsi guru yang secara politik populer, yakni
guru "sebagai 'perwira militer' yang eliperlukan untuk memperkuat
standar penelidikan". 45 Konsepsi Sarason ini menyebutkan bahwa:

229
Seymour B. Sara son (1919 - ...)

Guru menginginkan anak didiknya merasa bahwa guru mereka menarik,


memberikan rangsangan, dapat dipercaya, membantu melihat dirimereka
sendiri dan dunia dengan cara bam dan lebih luas, memenuhi kebutuhan
mereka akan pengalaman bam yang membawa mereka melarnpaui
keseharian. 46

Guru semacam itu, keluhnya, "Hanyalah mengajar dalam sebuah sistem


yang pura-pura memahami kebutuhan guru belaka."
Seymour B. Sarason, seorang ahli psikologi politik dan sejarah,
pemikir orisinal, dan intelektual "anti-pemujaan berhala", mengaku
sendiri sebagai "orang luar". Status "orang luar" ini bertambah kuat
bahkan sampai sekarang manakala perspektif dan dunia akademis yang
secara politik bersifat kritis makin tersisih dalam lingkungan pendidikan
normal yang distandarisasi oleh reformasi pendidikan yang didominasi
konservatisme dan "ideologi efisiensi". Warisan pemikiran Sarason
akan menjadi saksi ketololan yang angkuh dari usaha-usaha refomasi,
dengan memberikan bantuan kepada mereka yang mempertahankan atau
menghalangi usaha tersebut dan menghidupkan kembali ingatan ten tang
pendidikan yang lebih humanistik, lebih memberdayakan, dan lebih
demokratis, yang merepresentasikan prestasi terbaik para pendidik.

Catatan
1. Sarason, The Culture of the School and the Problem of Change, edisi ke-2 (Boston,
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1982), hlm. 71.
2. Sarason, The Making of an American P!]chofogist: An Autobiograpf?y (San Frans is co,
California: Jossey-Bass, 1988), hlm. 17.
3. Ibid., hlm. 29.
4. Ibid., hlm. 28.
5. Ibid., hlm. 28.
6. Ibid.
7. Ibid., hlm. 9
8. Ibid.
9. Ibid., hlm. 90-98
10. Ibid., hlm. 116.
11. S~ P!Jchologicaf Problems in Mental Deftcienry (New York: Harper & Row,
1949).
12. Sarason, The Clinical Interaction (New York: Harper & Row, 1956).

230
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

13. Sarason, K. Davidson, dan B. Blatt, The Preparation of Teachers: An Unstudied


Problem in Education (Cambridge, Massachusetts: Brookline Books, 1987, pertama
kali diterbitkan tahun 1962).
14. Sarason, The Making of an American Pqchologist: An Autobiograpf(y, op. cit., hlm.
340.
15. Ibid, him. 353.
16. Ibid, hlm. 356.
17. Sarason, The Creation of Settings and the Future Societies (San Fransisco, California:
Jossey-Bass, 1972).
18. Sarason, The Making of an American Pqchologist, op. cit.
19. Ibid, hlm. 232.
20. Ibid, him. 29.
21. E.W Said, Representations of the Intellectual (}'Jew York: Random House, 1994),
him. 57.
22. Sarason, The Making of an American Pqchologist, op cit., him. 329-330.
23. Sarason, The Culture of the School and the Problem of Change, op. cit.
24. Willard Waller, The Sociology of Teaching (}'Jew York: Wiley, 1932).
25. Dan Lortie, Schoolteacher (Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1975).
26. Michael Pullan, The Meaning of Educational Change (}'Jew York: Teachers College
Press, 1980).
27. Sarason, Revisiting The Culture of the School and the Problem of Change' (}'Jew York:
Teachers College Press, 1996).
28. Sarason, The Culture of the School and the Problem of Change', op. cit., him. 59.
29. Ibid, him. 71.
30. Andy Hargreaves dan Michael Pullan, Whats Worth Fighting For Out There? (J.'J ew
York: Teachers College Press, 1998).
31. Andy Hargreaves, Changing Teachers, Changing Times (London: Cassel; New York:
Teachers College Press, 1994).
32. Sarason, The Culture of the School and the Problem of Change, op. cit., him. 200.
33. Ibid
34. Sarason, The Creation of the Settings and the Future Societies, op. cit.
35. Dean Fink, Good School/Real School (}'Jew York: Teachers College Press, 2000).
36. Sarason, Schooling in Amerika: Scapegoat and Salvation (}'Jew York: Free Press,
1983); Sarason, Letters to a Serious Education President (J.'Jewbury Park, California:
Corwin Press); Sarason, Barometers of Social Change (San Fransisco, California:
Jossey-Bass, 1996).
37. Sarason, The Predictable Failure of Educational Reform (San Fransisco, California:
Jossey-Bass, 1990).
38. Ibid, him., 15.
39. Ibid, hlm. 27.
40. Ibid, hlm. 5.
41. Ibid, hlm. 145.
42. Sarason, et aL, The Preparation of Teachers, op cit.; Sarason, The Case for Change:
Rethinking the Preparation of Educators (San Fransisco, California: Jossey-Bass,
1993);

231
Seymour B. Sarason (1919 - ...)

H Sarason, Teaching as a Performance Art (New York: Teachers College Press,


1999).
44. Andy Hargreaves, Lorna Earl, Shawn Moore, dan Susan Manning, Learning to
Change: Teaching Bryond Suiject and Standards (San Fransisco, California: Jossey-
Bass, 2001).
45. Sarason, Teaching as a Performance Art; op. cit., him. 6.
46. Ibid, him. 36.

Lihat juga
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Sarason


P[Jchofogical Problems in Mental Deftcienry, New York: Harper & Row, 1949.
The Clinical Interaction, New York: Harper & Row, 1965.
Sarason, S.B., dengan Davidson, R. dan Blatt B., The Preparation of Teachers: An
Unstudied Problem in Education, Cambridge, Massachusetts: Brookline Books,
1987, pertama kali diterbitkan 1962.
Sarason, S.B., dengan Levine, M., Goldenberg, I., Cherlin, D., dan Bennett, E.,
P[Jchofogy in Community Settings, New York: Wiley, 1966.
The Creation of Settings and the Future Societies, San Fransisco, California: Jossey-Bass,
1972.
The Culture of the Schoof and the Problem of Change, edisi ke-2, 1982; Boston,
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1971.
S choo!ing in Amerika: Scapegoat and S a!vation, New York: Free Press, 1983.
The Making of an American P[Jchologist: An Autobiograpf!J, San Fransisco, California:
Jossey-Bass, 1988.
The Predictable Failure of Educational Reform, San Fransisco, California: Jossey-Bass,
1990.
The Case for Change: Rethinking the Preparation of Educators, San Fransisco, California:
Jossey-Bass, 1993.
Barometers of Social Change, San Fransisco, California: Jossey-Bass, 1996.
Teaching as a Performance Art; New York: Teachers College, 1999.

232
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Bacaan lebih lanjut


Fullan, M. 1980. The Meaning of Educational Change. New York: Teachers College
Press.
Hargreaves, A. 1986. Two Cultures of Schooling: The Case of Middle SchooL Lewes:
Falmer Press.
Hargreaves, A. 1994. Changing Teachers, Changing Times: Teachers' Work and Culture in
the Postmodern Age. London: Cassell dan New York: Teachers College Press.
Hargreaves, A. 1998. Lieberman, A., Fullan, M., dan Hopkins, D. (ed.), The
International Handbook of Educational Change. Netherlands: Kluwer Press.
Hargreaves, D. 1982. The Challenge for the Comprehensive SchooL London: Roudedge
& Kegan Paul.
Huberman, M. 1993. The Lives of Teachers. London: Cassell dan New York: Teachers
College Press.
Lieberman, A. (ed.). 1988. Building Collaborative School Culture. New York: Teachers
College Press.
Lortie D. 1975. Schoolteacher. Chicago, Illinois: University of Chicago Press.
Nias, J., Southworth, G., dan Yeomans, A. 1989, Staff Relationships in the Primary
SchooL London: Cassell.
Waller, W 1932. The Sociology of Teaching. New York: Wiley.
Woods, P. 1985. Sociology and the SchooL London: Roudedge & Kegan Paul.

233
Israel Scheffler (1923 - ...)

ISRAEL SCHEFFLER
(1923- ... )
-==Ov~~~~~~~~

Harvey Siegel

Pemikiran kritis adalah arti penting pertama dalam konsepsi dan


pengaturan aktivitas pendidikan. 1

Israel Scheffler adalah Victor 5. Thomas Professor of Education and


Philosopl!J Emeritus di Harvard University. Ia bergabung dengan Harvard
pada 19 52 dan pensiun pada 1992. Ia meraih gelar B.A. dan M.A. dari
Brooklyn College, dan Ph.D. dalam bidang filsafat dari University of
Pennsylvania di bawah bimbingan filsuf terkenal, Nelson Goodman,
yang menjadi sahabat, sejawat, dan protagonis filsafat Scheffler.
Schleffler adalah tokoh utama filsafat pendidikan di Amerika
Serikat dan bersama R.S. Peters di Inggris Raya adalah filsuf pendidikan
terkemuka di negara-negara berbahasa Inggris pada paruh kedua abad ke-
20. Sumbangan pemikirannya bagi pendidikan dapat dibagi menjadi dua.
Pertama, Scheffler sangat memengaruhi metodologi filsafat pendidikan
dengan memberikan metode, teknik, dan pandangan dalam filsafat
umum pada metodologi terse but. Kedua, ia mengembangkan pandangan

234
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

substantif yang sangat berpengaruh mengenai konsep dan persoalan


pendiclikan yang penting, termasuk konsep mengajar dan pendiclikan
itu sendiri, dan topik-topik pokok, termasuk sasaran dan cita-cita
pendiclikan. Pandangan substantif tersebut mencerminkan komitmen
Scheffler untuk menjelaskan pendiclikan dalam pengertian mora4 yang
mengutamakan kewajiban untuk memperlakukan anak didik dengan
hormat sebagai manusia.
Pendekatan analitis yang dikembangkan Scheffler sangat
memengaruhi generasi filsuf pendidikan berikutnya. Tulisan paling
awalnya ten tang filsafat pendiclikan, "Toward an Analytic Philosophy of
Education", menawarkan konsep filsafat pendiclikan sebagai "analisis
logis yang baku terhadap konsep-konsep penting yang berhubungan
dengan praktik pendiclikan". Dalam artikel tersebut, "analisis logis"
dipahami sebagai perhatian dan sofistikasi yang cermat berkenaan
dengan "bahasa serta saling pengaruh an tara bahasa dan penelitian",
yang berupaya "mengikuti semangat empiris, pembakuan, perhatian
pada detail, menghargai alternatif, dan objektivitas metode dalam sains",
menekankan pembakuan yang argumentatif, dan membuat "penggunaan
teknik logika simbolik berkembang pesat hanya dalam waktu 50 tahun
terakhir" menuju arah yang relevan dan tepat. 2 "Sense rf community dari
penelitian yang berpadu dengan metode, bukan doktrin", dan "pencarian
kejelasan atas persoalan-persoalan fundamental" menjadi ciri pendekatan
analitis terhadap filsafat, suatu pendekatan yang menurut Scheffler harus
menjadi inti filsafat pendidikan. Schleffler mengilustrasikan analisis
logis ini dengan dua contoh terkenal dari filsafat umum, yakni teori
Russel ten tang deskripsi definitif dari filsafat bahasa untuk menjelaskan
permasalahan dalam teori makna dan referensi, dan paradoks Hempel
tentang burung gagak dari filsafat sains untuk membantu menjelaskan
karakter konfirmasi. Gagasan Scheffler adalah menerapkan pendekatan
analitis ini pada pendidikan dengan menerapkan hasil-hasil analisis pada
riset otonom selanjutnya dan metode analisis terhadap permasalahan
dan konsep pendidikan. Kedua aplikasi tersebut mensyaratkan filsafat
pendidikan untuk berhubungan erat dengan metode dan substansi
filsafat umum.
Buku pertama Schleffler tentang filsafat pendidikan yang dipandu
pendekatan analitis adalah antologi yang disuntingnya, Philosop!(y and
Education: Modern Readings, yang menarik banyak minat dan perhatian

235
Israel Scheffler (1923 - ...)

pada arah baru dalam bidang ini. Usaha pertamanya menjelaskan istilah
dan konsep pendidikan dengan pendekatan analitis tertuang dalam The
Language of Education. Dalam buku ini, Scheffler menawarkan analisis
terhadap 3 lokusi (cara mengungkapkan pikiran, dapat berupa kata,
ungkapan, atau idiom-penyunting) pendidikan, yaitu slogan pendidikan,
seperti "mengajar anak, bukan mengajarkan mata pelajaran"; metafor
pendidikan, seperti "pendidikan sebagai pertumbuhan"; dan definisi
pendidikan, yakni definisi istilah-istilah penting dalam pendidikan,
seperti "kurikulum". Dalam semua pembahasan Scheffler, ia bermaksud
membuat analisis yang memadai untuk melakukan penilaian logis yang
serius terhadap tiga lokusi pendidikan itu. Contohnya, analisisnya
tentang slogan pendidikan menjelaskan bahwa "mengajar anak, bukan
mengajarkan mata pelajaran" secara harfiah salah (karena ketika sedang
diajari, anak harus diajari sesuatu). Meskipun demikian, slogan itu
memiliki arti praktis yang penting dan ia menunjukkan bahwa definisi
seperti itu juga dapat bersifat deskriptif dan programatik, serta perlu
dievaluasi berdasarkan nilai deskriptif dan programatiknya. Membedakan
slogan harfiah dan arti praktisnya memungkinkan kita menilai slogan
tersebut secara memadai. Cara serupa berlaku pula pada penggunaan
dan kajian metafora, definisi, dan lokusi-lokusi pendidikan lain. Sehingga
dapat dikatakan bahwa Schleffler menerapkan pandangan filsafat bahasa
pada analisis konsep-konsep pendidikan.
Perhatikan,penilaian (appraisa~ adalah kunci utama di sini. Kitaingin
menilai pengucapan dan mengevaluasinya. Anggapan bahwa analisis
hanya dilakukan pada makna kata dan tidak relevan dengan persoalan
nilai atau masalah normatif merupakan kesalahan. Bagi Scheffler, inti
analisis yang cermat adalah memperkaya pemahaman kita tentang
pendidikan dan membantu kita untuk memperoleh konsep, teori,
dan praktik pendidikan yang lebih kuat. Pandangan ini terlihat dalam
analisis Scheffler tentang mengajar, suatu konsep yang sepenuhnya
bersifat normatif dan sarat nilai. Bagi Scheffler, (makna) "mengajar"
lebih sempit daripada konsep "pengembangan kepercayaan" yang luas
karena kepercayaan dapat dikembangkan dengan cara nonmengajar,
misalnya dengan indoktrinasi atau "cuci otak". Mengajar, menurut
Scheffler, dilakukan dengan pembatasan tata cara (restriction of manner)
yang menuntut pengakuan terhadap sense of reason anak didik. Dengan
demikian konsep mengajar memiliki komponen moral fundamental

236
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

yang dalam pandangan Scheffler sudah hilang sebab (komponen moral)


ditunjukkan dalam bentuk rangkaian perilaku atau gerak yang dirancang
untuk mendapatkan hasil tertentu. Mengajar difokuskan pada nalar(reason)
dan rasionalitas, yakni guru berusaha membuat anak percaya demi na!aryang
baik (good reason) dan guru harus melakukannya dengan cara menghargai
penilaian be bas anak didik. Sense of reasonableness anak didik sendiri harus
digali dengan pengajaran yang sungguh-sungguh (genuine teaching), dan
tugas guru adalah mendorong serta memperkaya pemahaman anak
didik tentang apa yang membentuk nalar yang baik. Dengan cara ini,
rasionalitas adalah sasaran utama pendidikan sebagaimana ditunjukkan
dalam kutipan pembuka dan bagian yang sering dikutip berikut ini,
"rasionalitas... adalah masalah nalar dan menjadikannya sebagai cita-cita
pendidikan fundamental berarti menyebarkan nalar yang kritis dan bebas
seluas mungkin ke semua bidang studi". 3
Konsepsi pendidikan menghendaki-demi guru dan anak didik-
kritisisme berdasarkan penalaran (reasoned criticism) terhadap segala sesuatu
yang berkenaan dengan pendidikan, bukan hanya muatan kurikulum,
namun juga hakikat dan organisasi sekolah serta budaya tempat
pendidikan itu berlangsung. Dalam hal ini, pendidikan ideal menurut
Scheffler bersifat sangat menantang dan idealistik, yaitu tidak ada budaya
yang secara sistematik meminta dan menyambut kritik terhadapnya demi
kemajuan yang sesungguhnya. Cita-cita ini menunjukkan bahwa dta-cita
rasionalitas dalam pendidikan yang didukung Scheffler memang bersifat
ideal-sesuatu yang mungkin tak pernah dapat sepenuhnya tercapai,
namun bisa memberikan fokus pedoman bagi kegiatan pendidikan.
Karya yang dibahas ini, yakni tentang gagasan-gagasan pengajaran
dan pendidikan serta pengembangan rasionalitas anak didik sebagai
sasaran dan cita-cita pendidikan, adalah inti filsafat pendidikan Scheffler.
Sekumpulan esainya yang diterbitkan pertama kali pada 1973, Reason and
Teaching, menyebutkan pelbagai konteks pendidikan yang menjabarkan
tema-tema tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah karya Scheffler
mengenai pendidikan guru dan peran guru dikembangkan dalam esai-
esai klasiknya, "Philosophical Models of Teaching" dan "University
Scholarship and the Education of Teachers", sedangkan pernyataan
penting dari pandangannya tentang rasionalitas sebagai cita-cita pokok
pendidikan diungkapkan dalam "Moral Education and The Democratic
Ideal"-ketiga esai itu dimasukkan dalam Reason and Teaching.

237
Israel Scheffler (1923 - ...)

Berbicara tentang kebaikan nalar adalah cara lain membicarakan


justifikasi, yakni bertanya "apakah saya memiliki nalar yang baik untuk
mempercayainya?" yang sama saja dengan bertanya "apakah kepercayaan
saya terhadapnya dapat dijustifikasi?" Justifikasi adalah perhatian utama
epi<;temologi-yaitu cabang filsafat yang berkenaan dengan memahami
hakikat, cakupan, dan batas-batas pengetahuan. Dalam Conditions
if Knowledge: An Introduction to Epistemology and Education, Scheffler
menawarkan pembahasan yang sistematik tentang epistemologi serta
persoalan dan konsep pokoknya-pengetahuan, kebenaran, kepercayaan,
bukti, alasan, pembenaran, dan seterusnya-yang berhubungan dengan
pendidikan. Buku terse but masih merupakan pengantar yang baik untuk
epistemologi dan bersifat unik karena adanya saling hubungan yang
sistematik an tara konsep dan permasalahan epistemologi dengan konsep
dan permasalahan pendidikan.
Perhatian Scheffler terhadap oijektivitas-objektivitas penilaian
maupun metode-terungkap dalam 2 buku penting dalam filsafat sains.
The Anatomy if Inquiry adalah karya yang membahas permasalahan
inti dalam filsafat sains, yaitu hakikat penjelasan, signifikansi kognitif,
dan konfirmasi. Dalam buku ini, Scheffler menunjukkan kemampuan
analisis yang teliti untuk menjelaskan persoalan-persoalan penting
yang ditekankan filsafat sains. Science and Suijectivity adalah pembahasan
berikutnya tentang objektivitas dan metode sains, dan menawarkan reaksi
kritis yang rind terhadap upaya-upaya filosofis untuk melemahkan klaim
sains atas objektivitas dan rekonseptualisasi konsep tersebut. Dalam
kedua buku itu, Scheffler membahas permasalahan-permasalahan dalam
filsafat sains, sedangkan filsafat pendidikan tidak dibahas di dalamnya.
Dalam kedua buku tersebut, Scheffler memusatkan perhatiannya pada
rasionalitas kepercayaan dan penilaian serta objektivitas metode. Dengan
cara ini, minat filsafat Scheffler yang luas-sains, pengetahuan, bahasa,
dan pendidikan-disatukan oleh permasalahan dan penekanan yang
saling berjalin. Sehingga jelas juga mengapa, dalam pandangan Scheffler,
filsafat pendidikan hams berkaitan erat dengan disiplin induknya.
Buku Scheffler yang lain, The Language if Education, berusaha
memasukkan pandangan filsafat bahasa ke dalam bahasa pendidikan.
Dalam Bryond the Letter: A Philosophical Inquiry into Ambiguity, Vagueness
and Metaphor in Language, Scheffler memberikan sumbangan besar pada
filsafat bahasa, sebagaimana buku-buku sebelumnya yang memberikan

238
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

kontribusi pada filsafat sains dan epistemologi. Bukunya yang lain, Four
Pragmatist, walaupun kurang bersinggungan dengan pendidikan, juga
memberikan sumbangan bagi pemahaman kita ten tang gerakan filsafat
pragmatisme yang menawarkan kritik simpatik terhadap beberapa aspek
tertentu dari karya Peirce, James, Dewey, dan Mead. Dalam Of Human
Potential, Scheffler kembali ke filsafat pendidikan dan menawarkan
analisis sistematik terhadap konsep potensi manusia dan perannya dalam
konsepsi kita tentang pendidikan.
Dalam buku-buku tadi dan dalam tiga kumpulan esai lain-Inquiries:
Philosopical Studies of Language, Science and Learning, In Praise of Cognitive
Emotions (yang menolak pembedaan tajam antara kognisi dan afeksi),
dan Symbolic Worlds (berkaitan dengan seni, sains, bahasa, ritual, dan
permainan)-Scheffler memberikan sumbangan besar pada filsafat
umum, dan terutama filsafat pendidikan. Salah satu buku terbaru
Scheffler, Teachers of My Youth: An American Jewish Experience, menawarkan
catatan autobiografis masa kecil dan pengalaman pendidikannya,
dilengkapi dengan pembahasan bersifat personal mengenai filsafat
pendidikan yang impersonal. Buku lain, Work, Education and Leadership,
yang ditulis bersama V.A. Howard, sekali lagi mengangkat persoalan-
persoalan pokok dalam filsafat pendidikan.4 I a memberikan sumbangan
penting pada epistemologi, filsafat sains, filsafat bahasa, dan kajian
pragmatisme, ditambah sumbangannya yang fundamental dan kuat
pada filsafat pendidikan. Jika saya boleh memasukkan kesan pribadi,
saya merasa senang dan beruntung dapat menjadi mahasiswa Scheffler.
Keunggulan pandangan filsafatnya hanya kalah oleh keunggulannya
sebagai guru dan manusia, yang menunjukkan kepedulian, perhatian, dan
penghormatan kepada anak didik yang mendorong kita untuk melakukan
hal serupa pada anak didik kita.
Semua filsuf pendidikan penting telah menjembatani jurang
pemisah antara filsafat pendidikan dan filsafat umum, dan memperjelas
relevansi permasalahan serta metode filsafat yang lebih luas bagi filsafat
pendidikan. Sangatlah disayangkan adanya fakta institusional bahwa
di Amerika Serikat, Inggris Raya, dan negara-negara lain-sejak era
Dewey-para filsuf pendidikan berkecimpung di jurusan pendidikan,
bukan di jurusan filsafat. Situasi ini secara keseluruhan berdampak
buruk terhadap filsafat pendidikan sebab filsafat pendidikan perlu
berhubungan erat dengan disiplin induknya (filsafat). Karya Scheffler

239
Israel Scheffler (1923 - ...)

tentang epistemologi, filsafat bahasa, dan filsafat sains sangat menduk:ung


karyanya mengenai filsafat pendidikan. Karyanya memperlihatkan
sofistikasi filsafat yang biasanya tidak ditemukan dalam karya para
filsuf pendidikan lain yang kurang berhubungan dengan, atau tidak
chdorong oleh, permasalahan-permasalahan utama dalam filsafat. Lebih
lanjut, karena karya Scheffler tentang filsafat bahasa, filsafat sains, dan
epistemologi sangat dihormati dalam komunitas filsafat yang lebih luas,
karyanya dalam filsafat pendidikan juga mengundang rasa hormat-dan
berarti memberikan penghormatan pula pada filsafat pendidikan-yang
mungkin tidak diperoleh filsuf-filsuf pendidikan lain. Sebagai sosok yang
tertarik pada persoalan-persoalan filosofis fundamental, memberikan
sumbangan pada filsafat umum, menempatkan permasalahan filsafat
pendidikan dalam konteks filosofis yang lebih luas, dan pembahasannya
atas permasalahan filsafat pendidikan dengan memanfaatkan apresiasi
dan bakat dari disiplin induknya, Scheffler memberikan suatu model
yang dicita-citakan para filsuf pendidikan. Filsafat pendidikan dapat
memanfaatkan hubungan yang kuat dengan filsafat umum, sekaligus
tetap mempertahankan fokus dasarnya pada praktik pendidikan dan
persoalan filosofis yang muncul darinya. Dalam hal ini, para filsuf
pendidikan disarankan mengikuti upaya Scheffler yang memadukan
filsafat pendidikan, filsafat umum, dan praktik pendidikan. Kekuatan
filsafat pendidikan terutama dapat diukur lewat kemampuan praktisi
untuk memahami sofistikasi upaya Scheffler tersebut.
Kesimpulannya, izinkan saya sekali lagi untuk menjelaskan empat
sumbangan utama Scheffler pada filsafat pendidikan. Pertama, ia
memperkenalkan metode analisis logis-perhatiannya pada bahasa,
kejelasan, objektivitas metode, dan argumentasi yang baku serta cermat.
Kedua, penggunaan metode-metode itu untuk menganalisis persoalan
penting dalam usahanya mengembangkan konsepsi yang kuat tentang
pendidikan, mengajar, dan seterusnya, sehingga kita dapat memiliki
pemahaman sebaik mungkin tehadap pendidikan dan sasaran serta
cita-cita pendidikan, yang selanjutnya akan sangat berguna bagi praktik
pendidikan. Ketiga, ia memberikan uraian khusus mengenai konsep-
konsep pendidikan utama, (1) pendidikan, yaitu konsepsi pendidikan
yang bertujuan mengembangkan rasionalitas; dan (2) pengqjaran, yaitu
suatu aktivitas yang dibatasi oleh cara guru mengajar dan menyerahkan
substansi bahan pelajaran pada keputusan mandiri anak didik,

240
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

menghormati sense of reasons dan sense of reasonableness anak dldik dan


memperlakukan anak dldik dengan hormat, dan sebagai konsep dengan
komponen moral yang dalam, yang tidak dapat dlpahami atau dlanalisis
secara behavioristik. Keempat, ia menunjukkan manfaat mempertalikan
filsafat pendidikan dengan filsafat umum dan menunjukkan kesalahan
memisahkan filsafat pendldikan dengan dlsiplin induknya.
Tentu saja, karya Scheffler tidak lepas dari kritik. Sebagaimana
pandangan filosofis yang luas, ada celah bagi kritik dan para filsuf
telah mengkritik pelbagai aspek pandangan Scheffler. Sebagian filsuf
mempersoalkan apakah analisis logis memang harus ditekankan
sebagai metode fundamental dalam filsafat pendldlkan, apakah filsafat
pendidlkan perlu berhubungan erat dengan filsafat umum seperti
pendapat Scheffler, apakah mengajar hanya bisa dlanalisis secara tepat
dalam pengertian moral, bukan perilaku atau pengertian lainnya, dan
apakah pengembangan rasionalitas sangat mendasar bagi pendldikan
sebagaimana dinyatakan Scheffler. Dimensi yang telah dlutarakan tadl
dan dimensi lain dari karya Scheffler, serta kritik tersebut dan kritik lain
terhadap karya Scheffler, disampaikan (antara lain) dalam edlsi khusus
Jurnal Synthese dan antologi Reason and Education: Essqys in Honor of Israel
S chef/ler. Beragam artikel dalam antologi terse but membahas secara
kritis karya Scheffler tentang pendldikan, pengajaran, dan rasionalitas,
serta menerapkan karyanya terse but dalam pelbagai konteks filsafat dan
pendidikan, yaitu filsafat sains dan pendidikan sains, filsafat moral dan
pendldlkan moral, filsafat agama dan pendldikan agama, filsafat bahasa
dan bahasa pendldikan, emosi, potensi manusia, kebijakan pendidikan,
dan lain-lain. Scheffler seharusnya senang karena pendapatnya yang keras
tentang analisis baku dan kritiknya benar-benar dlterapkan pada karyanya
sendiri serta karya lain. Karya-karyanya akan bertahan menghadapi
ujian waktu dan kritik. Sekalipun tidak demikian, karyanya mengenai
filsafat pendldikan tetap penting. Scheffler telah menetapkan standar
bagi usaha serius dalam filsafat pendldikan yang merupakan sumbangan
paling penting. 5

241
Israel Scheffler (1923 - ...)

Catatan
1. Scheffler, Reason and Teaching, him. 1.
2. Penekanan logika simbolik ini membedakan filsafat analitik Scheffler dengan
filsafat analitik Peters yang berada dalam tradisi analisis "bahasa sehari-hari".
Kendati analisis Scheffler selalu menekankan makna dan penggunaan bahasa
sehari-hari, ia tidak ragu untuk menggunakan teknik-teknik logika untuk
menggantikan bahasa sehari-hari hila pemahaman dan teori filsafat dapat
memperoleh manfaat dari penggunaan teknik tersebut.
3. Scheffler, "Concept of Education: Reflections on The Current Scene",
dimasukkan dalam Scheffler, Reason and Teaching, him. 62.
4. Bibliografi lengkap karya Scheffler sampai 1992 dapat dibaca dalam Synthese,
94, 1, 1993 hal. 139-144.
5. Artikel ini diambil dari pembicaraan saya, "Israel Scheffler", direkam dalam
kaset, William Hare (ed.), Twentieth Century Philosopf?y of Education: Four Lectures
on John Dewry, Bertrand Russe~ Israel Schejjier and RS. Peters (Dalhousie University
Learning Services, 1990).

Lihat juga
Dalam buku ini: Hirst, Peters.
Dalam buku Fifty Mcgor Thinkers on Education: Dewey, Russel.

Karya-karya utama Scheffler


"Toward an Analytic Philosophy of Education", Harvard Educational Review, 24,
1954, him. 223-230.
Phi/osopf?y and Education: Modern Readings, editor, Boston, Massachusetts: Allyn dan
Bacon, edisi ke-2, 1966, 1958.
The Language of Education, Springfield: Charles C.·Thomas, 1960.
The Anatomy of Inquiry, New York: Alfred A. Knopf, 1963.
Conditions of Knowledge: An Introduction to Epistemology and Education, Chicago, Illinois:
Scott, Foresman, 1965.
Science and Suijectivi!J, Indianapolis, Indiana: Hackett Publishing Company, edisi ke-2,
1982 cetakan pertama, Indianapolis, Indiana: Bobbs-Merrill, 1967.
Reason and Teaching, Indianapolis, Indiana: Hackett Publishi.11g Company, 1989;
cetakan pertama, London: Routledge & Kegan Paul, 1973.
Four Pragmatists, London: Routledge & Kegan Paul, 1974.
Bryond the Letter: A Philosopical Inquiry into Ambiguity, Vagueness and Methapor in
Language, London: Routledge & Kegan Paul, 1979.
OJ Human Potential, London: Routledge & Kegan Paul, 1985.

242
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Inquiries: Philosopica/ Studies of Language, Science, and Learning, Indianapolis, Indiana:


Hackett Publishing Company, 1986.
In Praise of the Cognitive Emotions, New York: Routledge, 1991.
Teachers of My Youth: An American Jewish Excperience, Dordecht: Kluwer, 1995.
Symbolic Worlds, Cambridge: Cambridge University Press, 1997.
Scheffler, I., dan Howard, V.A., Work, Education and Leadership, New York: Peter
Lang, 1995.

Bacaan lebih lanjut


Siegel, H. 1988. Educating Reason: Rationality, Critica!Thinking; and Education. London:
Routledge.
_ _ 1997. Rationality Redeemed?: Further Dialogues on an Educational IdeaL New
York: Routledge.
_ _ (?), (ed.). Reason and Education: Essqys in Honor of Israel Scheffler, Dordrecht:
Kluwer.
Synthese, 94, 1, 1993. Edisi khusus jurnal ini membahas karya filsafat Scheffler,
dengan penyunting tamu Catherine Elgin.

243
Jean-Fran~ois Lyotard (1924 - 1998)

JEAN-FRAN(_;OIS LYOTARD
(1924 - 1998)
-==0\,~~~~~~~"¢=

Michalinos Zembylas

Pengetahuan posmodern bukan sekadar piranti otoritas.


Pengetahuan tersebut mempertajam kepekaan kita terhadap
perbedaan dan memperkuat kemampuan kita untuk tetap menerima
"yang tak terbandingkan" (the incommensurable). Prinsipnya bukanlah
homology ahli, melainkan paralogy pencipta. 1

Jean-Frans:ois Lyotard adalah salah seorang filsuf dan intelektual


terkemuka Prancis abad ke-20. Ia dianggap sebagai salah satu tokoh utama
"perdebatan posmodernisme" dalam filsafat. Kecika buku Lyotard, The
Postmodern Condition: A &port on Knowledge (1984, edisi bahasa Inggris,
sering disebut secara singkat dengan The Postmodern Condition atau PMq,
pertama kali diterbitkan di Prancis pada 1979, buku tersebut segera
menjadi karya klasik. Buku ini, seperti ditulis Lyotard dalam pengantarnya,
adalah "sebuah laporan tentang pengetahuan pada masyarakat sangat
maju". 2 The Postmodern Condition merupakan sumbangan asli tentang
perkembangan status pengetahuan, sains, dan pendidikan yang tengah
berubah pada masyarakat maju. Untuk pertama kalinya, Lyotard

244
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

menyatukan ide-ide hlsafat dari beragam kajian tentang kebudayaan


posmodern dan mendefinisikan pandangan "posmodernisme" sebagai
"ketidakpercayaan terhadap metanarasi-metanarasi".3 Lyotard menolak
"Narasi-Narasi Besar" (Grand Narratives) kebudayaan Barat seperti
dialektika Roh, hermeneutika makna, emansipasi subjek rasional atau
subjek aktif (working sui:Jec!), atau pencapaian kesejahteraan yang mengklaim
menawarkan solusi yang netral dan tak terkontaminasi oleh kepentingan
dominasi. Sebaliknya, Lyotard melihat kegagalan "Narasi-Narasi Besar"
tersebut dan menunjukkan bahwa narasi besar harus memberi jalan bagi
petits ricits yang kurang ambisius, yaitu narasi-narasi kecil yang menentang
ketertutupan dan totalitas. Seperti diuraikannya dalam The Dif.ferend
(1988), "pada umumnya tidak ada aturan penilaian universal di antara
beragam aliran" ,4 dan "[t]idak ada aliran yang hegemoninya atas aliran lain
akan adil". 5 Hanya dengan kesaksian berulang-ulang berupa petits ricits,
kita dapat merayakan variasi, keragaman, dan perbedaan dalam kehidupan
kita. Kesaksian ini menandakan pencarian akan perihal baru, pencarian
pertanyaan-pertanyaan baru yang akan melahirkan penyelidikan baru.
Pencarian seseorang yang merayakan apa saja yang tak menentu, tak dapat
diketahui, tak dapat direduksi, tak dapat dihadirkan, yang menentang
kategorisasi global. Pandangan ini menentukan visi Lyotard tentang
sains, pengetahuan, dan pendidikan, bukan untuk mencapai konsensus
namun "ketidakstabilan", sebagai praktik paralogisme, yang tujuannya
bukan mencapai kesepakatan melainkan merayakan perbedaan dan
menyaksikan perbedaan tersebut (suatu kewajiban etis).
Jean-Frans:ois Lyotard dilahirkan di Versailles pada 1924. Ia
mempelajari fenomenologi dari Marleau-Ponty dan tulisan filsafat
pertamanya, La Phinominologie (1954) yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris pada 1991, membahas pemikiran mentornya tersebut.
Ia mengajar filsafat di sekolah menengah selama 10 tahun (1949-1959),
termasuk mengajar di sekolah menengah (jycee) untuk imigran Aljazair di
Constantine (sebuah kota di Prancis timur laut) dari 1950-1952 sebelum
pecahnya perang Aljazair. Pada 1954-1964 menandai keterlibatan politik
aktif Lyotard. Pada 19 54, ia bergabung dengan kelompok Marxis radikal,
Socialisme ou Barbie, yang ditinggalkannya kemudian untuk bergabung
dengan Pouvoir ouvrier, sebuah organisasi buruh revolusioner (1a menjadi
anggota organisasi ini selama 2 tahun). Selama 20 tahun berikutnya, ia
mengajar di beberapa institusi pendidikan tinggi (Sorbonne, Nanterre,

245
Jean-Fran~ois Lyotard (1924 - 1998)

CNRS, dan Vincennes). Saat mengajar di University of Nanterre, Lyotard


memprakasai Le Mouvement du 22 Nars-sebuah gerakan menentang
reformasi Fouchet pada 1967 dan memperjuangkan kebebasan berbicara
dan partisipasi demokratis mahasiswa dan staf dalam urusan-urusan
universitas. Lyotard aktif secara politik selama kejadian-kejadian pen ring
pada Mei 1968 dan mendukung keinginan mahasiswanya akan partisipasi
demokratik sejati. Lyotard meraih gelar Docteur es lettres dengan tesis
doktoral berjudul "Discours, figure" yang memperlihatkan pergeserannya
dari Marxisme. Kemudian Lyotard menjadi guru besar filsafat di
University of Paris VIII (Saint-Denis) sampai pensiun pada 1989. Lyotard
menjadi anggota dewan College International de Philosophie di Paris.
Ia menjadi Profesor Tamu di pelbagai universitas seperti Wisconsin,
Minnesota, Yale, John Hopkins, Montreal, Sao Paolo, dan Turin. Lyotard
menjadi Profesor Emeritus di University of Paris, dan selama beberapa
tahun menjadi Guru Besar Bahasa Prancis di University of California,
Irvine. Kemudian ia pindah ke Emory University di Atlanta, di mana ia
menjadi Guru Besar Bahasa Prancis dan Filsafat. Ia meninggal dunia di
Paris pada malam hari antara 20-21 April 1998.
Karya Lyotard merupakan kontribusi yang berpengaruh bagi apa
yang dikenal kemudian sebagai perdebatan modernitas- posmodernitas,
suatu perdebatan yang melibatkan pelbagai filsuf dan teoretikus sosial
kontemporer terkemuka. 6 Perdebatan ini mengembangkan suatu
interpretasi filosofis terhadap asal mula dan perubahan pengetahuan,
sains kontemporer, teknologi, dan pendidikan dalam masyarakat pes-
industrial. Lyotard, menurut Michael Peters, menandai suatu pemutusan
"bukan hanya dengan 'era modern', tapi juga pelbagai cara pandang
'modern' yang tradisional terhadap dunia". 7 Lyotard menyatakan bahwa
penggunaan istilah "posmodern" bukan sekadar menyiratkan rangkaian
temporal linear, yaitu "modernitas" yang diikuti "posmodernitas".
Sebaliknya, posmodern disiratkan oleh modern, sebab "sebuah karya
hanya bisa menjadi modern jika sejak awal sudah 'bersifat' posmodern.
Dengan demikian, posmodernisme dipahami bukan sebagai ujung
modernisme, tapi kelahiran, dan kelahiran tersebut berlanjut". 8 Ada
kesejajaran dan asumsi serupa dalam ide-ide kontemporer lain seperti
pos-strukturalisme dan dekonstruksi seperti yang dikembangkan
Foucault, kemudian Barthes, Kristeva, Derrida, dan Deleuze. Pendekatan
interdisipliner kreatif yang dibawa Lyotard untuk proyeknya bukan hanya

246
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

memengaruhi ranah filsafat, tapi juga seluruh spektrum ilmu humaniora,


termasuk pendidikan. 9
Karya Lyotard secara langsung membahas persoalan pendidikan,
terutama filsafat dan teori pendidikan serta kebijakan pendidikan.
Ide-idenya menganalisis status dan peran masa depan pendidikan
dan pengetahuan. Ide-ide tersebut terbukti tepat dalam meramalkan
bagaimana status pengetahuan mengalami perubahan ketika masyarakat
memasuki era pes-industrial. Lyotard berpendapat bahwa kebudayaan
dan pengetahuan Barat terus berubah "mengikuti transformasi yang
sejak akhir abad ke-19 telah mengubah aturan sains, sastra, dan seni" .10
Lyotard menempatkan transformasi ini dalam konteks krisis "Narasi
Besar", terutama metanarasi Pencerahan yang berkaitan dengan makna,
kebenaran, dan emansipasi yang digunakan untuk melegitimasi aturan
pengetahuan dalam sains dan landasan institusi pendidikan modern.
Transformasi ini tak hanya mengubah aturan, tetapi juga praktik-praktik
penyampaian dan produksi pengetahuan. Dengan kata lain, transformasi
ini telah mengubah aturan wacana legitimasi pengetahuan. Kondisi
posmodern, menurut Lyotard, merepresentasikan krisis legitimasi pada
cara-cara modern produksi pengetahuan. Pengetahuan telah menjadi
kekuatan penting dari proses produksi, yakni perubahan komposisi
tenaga kerja di negara-negara maju. Komersialisasi pengetahuan dan
sirkulasinya yang baru, menurut Lyotard, memunculkan masalah erika,
politik, dan hukum yang baru antara negara-bangsa dan perusahaan
multinasional kaya informasi serta memperlebar perbedaan antara
negara-negara maju dan negara-negara dunia ketigaY
Persoalannya bagi Lyotard adalah bagaimana memahami dan
memberikan kritik terhadap "transformasi bahasa menjadi komoditas
produktif" yang mereduksi frase menjadi pesan-pesan bersandi (encoded
message) yang dapat dipertukarkan, disimpan, ditampilkan kembali,
dikemas, dirnanipulasi, dan disampaikan. Ia menguraikannya dalam
pengertian prinsip performativitas, yaitu sense of ejjicienry yang diukur
menurut rasio masukan/keluaran. Prinsip ini menunjukkan kecende-
rungan untuk memasukkan semua wacana dalam satu kriteria, yaitu
efisiensi. Prinsip performativitas, menurut Lyotard, memperlakukan
semua permainan bahasa sebagai consummerable. Ia menyatakan bahwa
prinsip tersebut mengaburkan pluralitas permainan bahasa serta
perbedaan kultural dan sosial. Konsep di balik performativitas adalah

247
Jean-Fran~ois Lyotard (1924 - 1998)

optimalisasi efisiensi kinerja sistem. "Penerapan kriteria ini," menurut


Lyotard, "pada semua permainan kita dengan sendirinya membutuhkan
teror, baik yang lembut maupun yang keras, agar (permainan itu) dapat
bekerja (yakni menjadi consummerable) atau menghilang." 12
Lyotard menentang legitimasi pendidikan dengan performativitas
karena ia percaya bahwa para pendukung performativitas mendesak
pendidikan agar memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan guna menjaga dan meningkatkan efisiensi operasional
masyarakat. Logika prinsip performativitas-optimalisasi kinerja sis tern
secara keseluruhan dan kriterianya-bersifat teknologis, yaitu tidak
dapat menyediakan aturan penilaian mengenai apa yang benar atau apa
yang indah. Sehingga apa yang diajarkan ditentukan oleh syarat-syarat
teknologis dari suatu sistem, dan para pendidik dievaluasi berdasarkan
efisiensi penyampaian bahan pelajaran. Jika pendidikan dilegitimasi
dengan performativitas, menurut Lyotard, pengetahuan dianggap tidak
memiliki nilai intrinsik. Pengetahuan hanya dihargai sebagai komoditas
yang dapat dijual, pengetahuan tak lagi memiliki "nilai guna", tapi "nilai
tukar". 13
Lyotard menyatakan bahwa legitimasi melalui performativitas
bersifat problematik dan memiliki konsekuensi yang dapat dipersoalkan
bagi masyarakat. Pendidikan dan sains posmodern, bagi Lyotard, tidak
dilegitimasi oleh kriteria efisiensi maupun usaha mencapai konsensus
universal. Dalam pandangan Lyotard, legitimasi bersumber dari pluralitas,
dissensus, inovasi, imajinasi, dan kreativitas, atau apa yang diistilahkannya
sebagai "pencarian paralogi" (quest if paralogy). 14 Lyotard menyebutkan
bahwa "konsensus hanyalah suatu tahap diskusi tertentu, bukan tujuan.
Yang menjadi tujuannya adalah paralogi"Y Bila hendak mencari legitimasi
lain, Lyotard menunjukkan bahwa "[s]atu-satunya legitimasi yang dapat
memuaskan pencarian ini [aktivitas paralogi] adalah legitimasi yang akan
menghasilkan ide, atau pernyataan baru" .16 Tujuan pendidikan dan sains
posmodern adalah penemuan ide-ide dan konsep-konsep baru ini.
Kontribusi Lyotard bagi pemahaman yang lebih kaya tentang
pendidikan posmodern dan status pengetahuan yang berubah bukan
berarti mengurangi signifikansi karyanya yang lain. Lyotard menulis
20 buku dan beragam artikel ilmiah, mencakup pelbagai bidang, tema,
gaya, dan topik filsafat. Pemikiran Lyotard yang berkembang selama
bertahun-tahun bersumber dari sejumlah pemikir seperti Marleau-Ponty,

248
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Freud, Nietzsche, Kant, Wittgentstein, dan Deleuze. Karya awalnya


pada 1950-an dipengaruhi oleh para pemikir fenomenologi (M:arleau-
Ponty, Heidegger, dan Levinas). Bagi Lyotard, terdapat "jarak" antara
pengalaman dan bahasa yang kita gunakan untuk mengungkapkan
pengalaman ini. Dalam "Discours, figure", Lyotard mengkritik konsepsi
teoretik yang mengabaikan sejarah demi kategorisasi pemikiran universal
yang abadi dan terbebas dari partikularitas pengalaman dunia kehidupan
ini. Keterlibatan Lyotard pada 1960-an dengan kelompok Marxis radikal,
Socialisme ou barbaric, memperkuat ketidakpercayaannya terhadap teori
apa pun yang mengabaikan kritik materialisme sejarah dan kebebasan
praksis politik. 17
Setelah 1966, Lyotard memutuskan afiliasi politik aktifnya dengan
kelompok Marxis radikal dan autobiografinya "A Memorial for Marxism:
For Pierre Souyri", 18 di satu sisi, menyajikan ketidaksepakatan dengan
Marxisme dan, di sisi lain, pergeseran pemikirannya menuju filsafat. 19
Michael Peters (1995) mengungkapkan bahwa pergeseran Lyotard dari
Marxisme menuju filsafat harus dilihat dalam konteks sejarah kehidupan
intelektual Prancis pada 1950 dan 1960-an, dan terutama perjuangan
menentang humanisme dan perkembangan manusia "universal" (komunis
atau kapitalis) yang ditunjukkan dalam asumsi "kemajuan" yang netral.
Dalam Economie libidinale (1993, pertama kali terbit dalam bahasa Prancis
pada 1974), Lyotard mengkritik gagasan dialektika dan berpendapat
bahwa tidak ada kebenaran yang dicapai melalui kebenaran etis dan sosial
Marxisme karena kebenaran itu tidak lebih baik daripada kesalahan yang
akan diatasinya. Lyotard menggunakan gagasan energi ekonomi (economy
if libidina~ dari Freud dan menempatkannya pada konteks ekonomi
politik Marxis untuk memperlihatkan kemustahilan mengutamakan
satu pandangan politik di atas pandangan lain sebab kita tidak pernah
dapat memutuskan pandangan politik yang benar. Pengalaman suatu
pandangan (politik ataupun filsafat), menurut Lyotard, tidak dengan
sendirinya menunjukkan kemunduran atau perkembangannya menuju
pandangan lain. Dalam The Differend (1988), Lyotard memperluas ide-ide
yang diperkenalkannya pada Tbe Postmodern Condition dan mengutarakan
bahwa diflerend (perbedaan radikal) tidak dapat diselesaikan dengan
konsensus universal tanpa mengabaikan kepentingan kelompok yang
lebih lemah. Lyotard dengan jelas menolak visi Habermas tentang
lompatan sosial evolusioner menuju masyarakat rasional baru yang

249
Jean-Fran~ois Lyotard (1924 - 1998)

elidefinisikan sebagai masyarakat komunikasi (communication communi!J)


yang mencapai konsensus berdasarkan argumen-argumen terbaik. Visi
Habermas ini, bagi Lyotard, adalah sisa-sisa traelisi filsafat "totalitas"
yang tak dapat eliterima, eli mana para konformis elidukung, sedangkan
antikonformis dicap "teroris" bagi cita-cita konsensus. Pandangan
Habermas tersebut, menurut Lyotard, mengabaikan konteks argumentasi
sesungguhnya yang tak elipersoalkan secara kritis, yang selalu elitandai
oleh efek kekuasaan, status, jaringan, dan pengaruh.
Tema utama karya Lyotard adalah legitimasi pengetahuan pada
era posmodern, suatu tema yang sangat relevan dengan perhatian
utama dalam penelidikan. Pandangan Lyotard memberikan kritik keras
terhadap komersialisasi neoliberal atas pendidikan dalam konteks
kapitalisme global yang menyebar dan bisa mengatur sendiri (self
regulatory). Komitmen lembaga-lembaga dunia seperti World Bank dan
International Monetary Fund (IMF) pada monetarisme dan ekonomi
sisi penawaran (supp!J-side economics) merupakan indikasi kuat dari strategi
neoliberal untuk akumulasi modaU0 Penekanan pada investasi swasta dan
inelividu, bukan investasi publik, telah menjadikan penelidikan sebagai
komoditas dan menempatkannya sebagai alat untuk meningkatkan
fieksibilitas serta efisiensi tenaga kerja, yang selanjutnya dapat menambah
daya saing ekonomi. Penelidikan, dalam model ini, dilihat sebagai sektor
ekonomi yang utama dan elibentuk berdasarkan prinsip performativitas.
Lyotard menentang legitimasi penelidikan berdasarkan kinerja sebuah
sistem secara keseluruhan. Performativitas berfungsi sebagai metanarasi
tertinggi yang menentukan kebijakan penelidikan. Lyotard melakukan
teorisasi legitimasi pengetahuan dan penelidikan berdasarkan perbedaan
yang elipaharni sebagai paralogi, eli mana "narasi-narasi kecil menjaeli
bentuk sejati penciptaan imajinasi" .21
Dalam masyarakat posmodern yang sedang muncul, perhatian
utama terhadap legitimasi pengetahuan dan penelidikan mungkin lebih
mendesak daripada sebelurnnya. Semen tara prinsip performativitas lebih
menyebat dalam penelidikan saat ini, sehingga ide-ide Lyotard dapat
menjaeli sarana kt,1at untuk mengkritik prioritas dan landasan institusi
pendidikan modern.

250
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Catatan
1. Lyotard, The Postmodern Condition: A Report on Knowledge, diterjemahkan G.
Bennington dan B. Massumi (Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota
Press, 1984, edisi pertama diterbitkan di Prancis pada 1979), hlm. xxv.
2. PMC, hlm. XXV.
3. PMC, hlm. xxiv.
4. Lyotard, The Differend: Phrases in Dispute, diterjemahkan G.Van den Abbeele
(Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press, 1988, edisi pertama
diterbitkan di Prancis pada 1982), hlm. xi.
5. Ibid., hlm. 158.
6. M. Peters, Poststmcturalism, Politics and Education (New York: Bergin & Garvery,
1996).
7. M. Peters, "Education and the Postmodern Condition: RevisitingJean-Fran<;ois
Lyotard" (journal of Philosopl!J Education, 29, 1995), hlm. 387.
8. PMC, hlm. 3
9. R. Kearny dan M. Rainwater, The Continental Philosopf?y Reader (London,
Routledge, 1996).
10. PMC, hlm. 3.
11. Lihat Peters, Education and the Postmodern Condition, op. cit.
12. PMC, hlm. xxiv.
13. PMC, hlm. 4-5.
14. PMC, hlm. 66.
15. PMC, hlm. 65-66.
16. PMC, him. 65.
17. R, Kearney dan M. Rainwater, The Continental Philosopf?y Reader (London,
Routledge, 1996).
18. Lyotard, "A Memorial for Marxisme: For Pierre Souyri", dalam Peregrinations: Lall-)
Form, Event (New York: Columbia University Press, 1988).
19. M. Peters, "Emancipation and Philosophies of History: Jean-Fran<;ois Lyotard
and Cultural Difference", naskah tidak diterbitkan (University of Auckland,
1998).
20. M. Peters, "Education and the Postmodern Condition: RevisitingJean-Fran<;ois
Lyotard" (journal of Philosopl!J of Education, 29, 1995), him. 393-394.
21. PMC, him. 60.

Lihat juga
Dalam buku ini: Habermas, Wittgenstein.
Dalam buku Fifty Mqjor Thinkers on Education: Kant, Nietzsche.

251
Jean-Fran~ois Lyotard (1924 - 1998)

Karya-karya utama Lyotard


Libidinal Econonry, Bloomington, Indiana: Indiana University, 1993, Pr. (diterbitkan
dalam bahasa Prancis tahun) 1979.
Lyotard, J.-F., dengan Thebaud, J.-L., Just Gaming, Minneapolis, Minnesota:
University of Minnesota Press, 1985, Pr. 1979.
The Postmodern Condition, Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press,
1984, Pr. 1979.
The Differend, Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press, 1988, Pr.
1982.
The Postmodern Explained, ·Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press,
1992, Pr. 1986.
Heiddegger and the Jews, Minneapolis, Minnesota: University of Minnesota Press,
1991, Pr. 1988.
The Inhuman: Reflections on Time, Stanford, California: Stanford University Press,
1991, Pr. 1988.
Peregrinations: Law, Form, Event, New York: Columbia, 1988.
The 4'otard Reader, Cambridge, Massachusetts: Blackwell, 1989.
Lessons on the Anajytic o/ the Sublime, Stan ford, California: Stanford University Press,
1994, Pr. 1991.
Toward the Postmodem, Atlantic Heights, New Jersey: Humanities Press, 1993.
Political Writings, l\1inneapolis, Minnesota: University of l\finnesota Press, 1993.

Bacaan lebih lanjut


Benjamin, A. (ed.). 1992. Judging Lyotard. London and New York: Routledge.
Bennington, G. 1988. 4'otard.· Writing the Event. New York: Columbia.
Peters, M. (ed.). 1995. Education and the Postmodern Condition. New York: Bergin &
Garvey.
Readings, B. 1991. Introducing 4'otard.· Art and Politics. London and New York:
Routledge.

252
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

LAWRENCE A. CREMIN
(1925 - 1990)
~==~~~~~~~~~==~

James D. Anderson

Bagi saya, kita tidak mempelajari sejarah pendidikan hanya untuk


menghlndari inefisiensi sis tern pemantauan, parokialisme pendidikan
eklesiastik, atau kerapuhan kebebasan akademik, walaupun sejarah
dapat memenuhi maksud-maksud tersebut. Kita mempelajari sejarah
untuk mengetahui asumsi dan komitmen kita dalam pendidikan
dengan meneliti asal mula asumsi dan komitmen tersebut. Saya
percaya, jika para pemimpin nasional kita memiliki sejarah yang lebih
akurat dan kaya ten tang pendidikan Amerika Serikat selama 25 tahun
terakhir, mereka akan memiliki lebih banyak pilihan untuk melakukan
intervensi demi pendidikan yang baik dan bagaimana melakukannya.
. . . Kita mempelajari sejarah, bukan karena jika tidak ada sejarah,
tidak akan ada sejarah sama sekali, tapi karena jika tidak ada sejarah,
kita akan memiliki sejarah yang timpang. Kita akan memiliki mitos,
distorsi, dan ideologi yang berkembang sebab tidak ada pemikiran
kritis. Inilah yang, menurut saya, dipikirkan Socrates saat mengatakan
bahwa kehidupan yang tak direnungkan tidak pantas dijalani oleh
manusia. Dan inilah yang mendorong kami untuk mempelajari masa
lalu, sekalipun kami tak pernah benar-benar mengetahuinya 1•

253
Lawrence A Cremin (1925 - 1990)

Cremin adalah seorang sejarawan, guru, dan pelopor yang karyanya


berdampak nyata terhadap sejarah penclidikan pada khususnya dan riset
peneliclikan pada umumnya. Ia clilahirkan eli New York City, Amerika
Serikat, pada 1925. Setelah bersekolah eli Towsend Harris High School,
sebuah high schoolpublik untuk anak-anak berbakat, ia mendaftar ke City
College of New York (CCNY) pada 1942. Ia bergabung dengan US
Army Air Corps sebelum sampai jenjang tertinggi (eli college tersebut)
dan kemuelian kembali untuk menyelesai-kannya setelah Perang Dunia
II. Ia terpilih menjaeli anggota Phi Beta Kappa dan lulus dari CCNY
dengan gelar BS dalam ilmu sosial. Ayah dan ibunya yang menclirikan
New York School of Music menginginkannya menjaeli pianis, namun
Cremin akhirnya tertarik pada ilmu sosial dan humaniora, terutama
sejarah. Setelah eliberlakukannya GI Bill ia meneruskan peneliclikannya
ke Teachers College, Columbia University, pada September 1946. Di
Teachers College ia mengikuti pelbagai graduate course, termasuk course
(serangkaian kuliah) dasar-dasar filsafat dan sosial penelidikan Amerika
Serikat dari para sarjana terkemuka seperti John L. Childs, George
Counts, R. Freeman Butts, dan R. Bruce Raup. Ia meraih gelar MA pada
1947 dan Ph.D. pada 1949.2
Cremin sangat dikenal berkat usahanya untuk memperbaiki kualitas
akademik dan pengajaran sejarah penelidikan dan memperluas parameter
penelitian bagi sejarawan penelidikan. Selain itu, ia menghabiskan karirnya
untuk membangun sejarah penelidikan sebagai bidang berbasis clisiplin
ilmu (disciplined-based field) yang berhubungan erat dengan arus utama
ilmu sejarah. Ketika ia menggeluti bidang tersebut pada awal1950-an,
tulisan-tulisan tentang sejarah penelidikan tak memiliki dasar teoretis
dan metodologis yang baku serta cenderung menonjolkan keilmuannya
saja, parokial, dan tidak kritis. Tulisan seperti itu menjabarkan asal
mula dan perkembangan pendidikan publik dalam "ruang hampa"
yang tidak memperhitungkan konteks ekonomi dan sosial lebih luas
yang membentuk struktur dan muatan persekolahan formal. Lebih
lanjut, Cremin menilai bahwa para sejarawan peneliclikan reman untuk
melakukan romantisasi penelidikan publik sebagai "penyeimbang besar"
(great equalizer) masyarakat demokratis. Saat menelusuri perkembangan
penelidikan sekolah publik sebagai bagian dari kebesaran demokrasi
modern, para sejarawan pendidikan mudah sekali mengabaikan
pengalaman tidak demokratis dari penduduk Amerika asli, budak,

254
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

imigran, buruh, wanita, dan kelompok etnis minoritas. Cara penulisan


asal mula dan perkembangan pendidikan Amerika ini dikenal sebagai
tradisi Cubberly--diambil dari nama seorang panutan besar, Ellwood P.
Cubberly, Dekan School of Education di Stanford University. "Mazhab .
Cubberly", dalam sejarah pendidikan, mengembangkan ilmu sejarah yang
memperlihatkan asal usul, kebangkitan, dan keberhasilan sekolah umum
sebagai mesin demokrasi modern. Gagasan mazhab Cubberly yang
terutama ditulis oleh profesor pendidikan yang tak menjalani pelatihan
standar dalam teknik dan metode riset sejarah, lebih tepat disebut
sebagai sejarah "domestik" (in-house) yang ditandai pandangan romantik
dan sempit tentang masa lalu persekolahan publik yang kompleks
dan bermasalah. Karena buku tersebut ditulis untuk mendukung
bentuk pendidikan publik tertentu, sebagian besar penulisannya,
dengan sendirinya, didorong oleh komitmen ideologis khusus, bahkan
pendukungnya melihat tujuan tersebut sebagai dedikasi pada standar
profesional yang kuat. Warisan tradisi Cubberly memainkan peran
penting dalam membentuk pandangan Cremin tentang peran sejarah
dalam kebijakan dan praktik pendidikan, namun ia menentang konsep
fundamentalnya mengenai sejarah ketika ia memperkenalkan standar
baru yang berbeda untuk sejarah pendidikan berbasis disiplin ilmu.
Arti penring yang diberikan Cremin pada transformasi peran sejarah
dalam pendidikan dapat dipahami terutama melalui apresiasi terhadap
peran pen ring yang dimainkannya di dua sektor. Pertama, ia memainkan
peran penting dalam memperbaiki kualitas keilmuan dan pengajaran
sejarah pendidikan. Kedua, di bawah pengaruh kerangka konseptual
sejarawan Bernard Bailyn, ia memperluas parameter sejarah intelektual
dan sosial untuk sejarawan pendidikan. Selama akhir 19 50-an, Fund for
Advancement of Education-bagian dari Ford Foundation-berupaya
memperbaiki kualitas keilmuan dan pengajaran sejarah pendidikan. Pada
1961, seiring penerbitan The Transformation of the School· Progressivism in
Amen"can Education, 1876-1957, Cremin menjadi contoh dari kampanye
Ford Foundation untuk melibatkan akademisi sejarah pendidikan yang
lebih berbasis disiplin ilmu. Buku ini mengaitkan sejarah pendidikan
progresif dengan sejarah sosial dan intelektual arus utama era progresif
dan menduduki tempat utama dalam sejarah Amerika Serikat. Sebagai
peraih Bancroft Prize in American History pada 1964, The Transformation
dianggap sebagai model historiografi baru dalam sejarah pendidikan.

255
Lawrence A. Cremin (1925 - 1990)

Setelah penerbitan buku terse but, Cremin clitawari mengajar eli Jurusan
Sejarah Columbia University dan cliundang untuk menjadi anggota
Comittee on the Role of Education in American History dari Ford
Foundation. Ia menjacli simbol dari penekanan komite tersebut pada
keutamaan sejarah pendidikan dan model untuk penekanan baru
pada kajian sejarah berbasis clisiplin ilmu dalam penclidikan. Karyanya
kemudian dikenal eli kancah internasional manakala para sejarawan dari
pelbagai konteks geopolitik bergelut dengan hubungan antara politik
progresif dan perubahan penclidikan.3
Pada 1960, Bernard Bailyn, dalam Education in the Forming of
American Society, mengajukan definisi yang jauh lebih luas tentang
sejarah penclidikan daripada fokus sempit pada persekolahan formal
dan mengarah pada kajian terhadap semua institusi dan agensi, formal
dan informal, yang membentuk kepercayaan budaya dan perilaku sosial
sepanjang masa. Penerimaan Cremin atas konsepsi sejarah pencliclikan
Bailyn juga dituangkan dalam The Wonderful World of Ellwod Patterson
Cubberfy (1965). Sepakat dengan kritik terhadap kajian historis terhadap
penclidikan yang clilontarkan Bailyn, Cremin meminta agar sejarah
penclidikan tak hanya mengkaji sekolah, namun juga institusi lain yang
menjalankan pendidikan, mencakup keluarga, gereja, perpustakaan,
museum, penerbitan, kelompok dermawan, kelompok pemuda,
kelompok petani, jaringan radio, organisasi militer, dan lembaga riset.
Pandangan ini bukan hanya menandai perbedaan tajam dengan stucli
sejarah pencliclikan sebagaimana clipraktikkan dalam tradisi Cubberly,
tetapi juga sangat berbeda dengan fokus pemikiran Cremin sebelumnya.
Dalam The American CommonSchool: An Historic Conception (19 51), Public
Schools in Our Democrary (clitulis bersama Merle Borrowman pada 1956),
dan The Tran.iformation (1961), pemikiran Cremin hampir seluruhnya
terpusat pada sejarah sekolah publik. Segera setelah penerbitan The
Wonderful World of Ellwood Patterson Cubberfyn, ia climinta oleh Carnegie
Corporation eli New York untuk menulis sejarah pendidikan Amerika
yang komprehensif sebagai perayaan ulang tahun ke-1 00 US Office of
Education. Stucli sejarah penclidikan yang baru itu clikonseptualisasi
terutama berdasarkan definisi penclidikan yang cliperluas sebagai proses
enculturalization formal dan informal.
Studi 3 jilidnya itu diawali pada 1964. Tiap jilid clitulis berdasarkan
definisi baru tentang penclidikan yang cliadopsinya dari Bernard Bailyn.

256
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Untuk karya ini, ia mendefiniskan kajian sejarah pendidikan sebagai usaha


yang terencana, sistematik, dan berkelanjutan untuk menyampaikan,
memunculkan, atau memperoleh pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan,
sensibilitas, dan proses belajar dari usaha itu, secara langsung a tau tidak
langsung, sengaja a tau tidak sengaja. Yang jelas, lewat fokus ini ada sedikit
perbedaan an tara konsep pendidikan Cremin dengan definisi antropologi
tradisional ten tang kebudayaan itu sendiri. Bagi Cremin, perbedaan antara
sejarah pendidikan dengan sejarah kebudayaan sebenarnya sudah pupus.
Sejarah pendidikan Amerika Serikat yang komprehensif ditulis Cremin
dalam 3 buku besar, yakni American Education: The Colonial Experience
(1970), American Education: The National Experience (1980), dan American
Education: The Metropolitan Experience (1988). Buku jilid ke-2, American
Education: The National Experience, meraih Pulitzer Prize untuk sejarah
pada 1981. Dengan meraih Bancroft Prize dan Pulitzer Prize, ia menjadi
sejarawan pendidikan terkemuka di Amerika Serikat dan salah satu
sarjana bidang terse but yang terkenal secara internasional. Tak diragukan
lagi, ketiga buku Cremin tersebut menjadi simbol dari perhatian Ford
Foundation sebelumnya bahwa sejarah pendidikan dapat diintegrasikan
ke dalam disiplin ilmu utama sejarah sosial dan intelektual.
Sejarah pendidikan semakin berkembang pesat di Amerika
selama paruh kedua 1960-an. Cremin, sebagaimana sarjana lain, telah
membantu menghidupkan kembali sejarah pendidikan yang hampir
mati pada pertengahan abad ke-20. Kendati ia menjadi "pelopor"
sejarah pendidikan Amerika, kebanyakan pemikir muda akhir 1960-an
dipengaruhi oleh perspektif kritis Gerakan Pembela Hak-hak Sipil,
sejarah sosial radikal "baru", gerakan perempuan, gerakan kebebasan
berbicara, dan gerakan antiperang di pelbagai college. Mereka hidup dan
dididik sebagai sejarawan dalam konteks sosial yang sangat berbeda
dengan generasi Cremin era pasca-Perang Dunia II. Sebagaimana
dilakukan Cremin untuk generasinya, para pemikir muda bidang ini mulai
menulis sejarah baru dan berbeda yang lebih sesuai dengan persoalan-
persoalan yang inheren dalam pengalaman generasi mereka. Bidang-
bidang sejarah sosial, sejarah kelas pekerja, sejarah etnik, dan sejarah
perempuan yang baru muncul mempertautkan bidang sejarah pendidikan
tertentu dengan bidang sejarah sosial dan intelektual umum melalui
cara yang berbeda dengan cara yang didefinisikan Bailyn dan Cremin.
Alih-alih bergeser dari kajian sekolah menuju kajian lembaga-lembaga
Lawrence A. Cremin (1925 - 1990)

formal dan informal, para pemikir baru memusatkan perhatiannya yang


lebih kritis pada konsep "Dunia Indah" Cubberly untuk sekolah umum.
Mereka mengubah sejarah domestik yang kedaluwarsa ten tang asal-usul,
kebangkitan, dan keberhasilan sistem sekolah umum demokratis menjadi
analisis peran kelas, ras, gender, dan birokrasi yang tak demokratis dalam
membentuk struktur dasar dan muatan pendidikan publik. Alih-alih
menyandingkan sejarah sistem sekolah dengan sejarah perpustakaan,
gereja, museum, dan kelompok dermawan, sejarawan pendidikan baru
berusaha memadukan asal mula dan perkembangan sistem sekolah
ke dalam kontradiksi perkembangan sosial dan ekonomi keseluruhan.
Tema-tema dominasi kelas dan ketimpangan sosial muncul bersamaan
dengan tema-tema demokrasi dan kesempatan individu yang tradisional.
Sejarah baru ini bukan hanya menentang kepercayaan Cubberly bahwa
kehebatan peradaban Amerika terdapat dalam perkembangan pen-
didikan publiknya, tapi juga meredefinisi makna historis pendidikan
publik dan menentukan kembali parameter-parameter penelitian sejarah
seperti didefinisikan Cremin. Ringkasnya, sejarah baru menempatkan
persekolahan publik sebagai institusi subordinat yang umumnya
memperkuat pola-pola ketimpangan sosial dominan, dan menentukan
peran utama sejarah pendidikan sebagai penyelidikan terhadap peran
persekolahan formal dalam tatanan sosial yang lebih luas. Meskipun
beberapa kajian memusatkan perhatiannya pada pendidikan dalam
lingkungan sosial nonsekolah, kajian tersebut mengabaikan pemikiran
Cremin yang tertuang dalam karya utama riga jilidnya. Sekarang ini telah
dicapai keseimbangan pada dua konsepsi tersebut, namun penekanan
utamanya dalam sejarah pendidikan tetap pada persekolahan formal,
bukan keluarga, gereja, perpustakaan, museum, penerbitan, kelompok
dermawan, kelompok pemuda, kelompok petani, jaringan radio,
organisasi militer, dan lembaga riset.
Walaupun kontroversi muncul mengenai apa yang dikenal sebagai
sejarah pendidikan "revisionis" selama akhir 1960-an dan awal1970-an,
perbaikan kualitas akademik dan pengajaran dalam sejarah pendidikan
sejak akhir 1960-an sampai akhir 1980-an juga tumbuh secara signifikan.
Lebih lanjut, sejarah pendidikan mulai diperhitungkan secara serius di
kancah internasional sehingga mendapat kedudukan lebih kuat dalam
sejarah sosial dan intelektual yang lebih luas. Sejarah pendidikan memang

258
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

mengalami transformasi dati sejarah domestik yang sempit dan mandul


pada pertengahan abad ke-20 menuju bidang yang kaya dan kuat selama
sepertiga terakhir abad ke-20. Tak diragukan lagi, Cremin memainkan
peran menentukan dalam menciptakan perdebatan luas. Melalui tulisan
dan pengajarannya, ia-sebagaimana pemikir lain-mengubah sejarah
pendidikan menjadi penelitian yang lebih berbasis disiplin ilmu. Ia
membantu mendirikan History of Education Society dan National
Academy of Education, dua organisasi yang telah mengembangkan sejarah
pendidikan pada khususnya dan riset pendidikan pada umumnya. Setelah
memimpin Spencer Foundation Cremin membantu mengembangkan
1

kualitas riset pendidikan umum melalui penambahan hibah untuk riset


ilmu dasar dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut, dengan memusatkan
perhatian pada kajian-kajian yang dapat memperjelas persoalan kesetaraan
dalam pendidikan dan mengalokasikan dana tambahan untuk program
fellowship yang bisa membantu memperbarui komunitas riset pendidikan,
ia mewujudkan komitmen kuat untuk mengembangkan kualitas akademik
dalam pendidikan menjadi program-program yang dilembagakan. Banyak
mahasiswa nasional dan internasional yang melakukan riset pendidikan,
di dalam dan di luar bidang pendidikan, mendapat manfaat dari program
riset dan fellowship yang dikembangkannya di Spencer Foundation.
Selanjutnya, selama menjadi Frederick Barnard Prf!!essor rf Education di
Teachers College, ia mampu mencetak sarjana-sarjana menonjol dalam
sejarah pendidikan. Melalui beberapa mantan mahasiswanya seperti
Patricia Albjerg Graham (sejarawan dan mantan presiden Spencer
Foundation), Ellen Condliffe Lagemann (sejarawan dan presiden Spencer
Foundation sekarang), dan Marry Ann Dzuback (sejarawan dan presiden
terpilih History of Education Society), Cremin meninggalkan warisan
besar yang terus melahirkan course dalam bidang pendidikan. Terakhir,
sebagai penulis produktif, ia telah menghasilkan karya-karya besar yang
menjadi bacaan wajib bagi semua mahasiswa sejarah pendidikan.

259
Lawrence A. Cremin (1925 - 1990)

Catatan
1. Cremin, ''American Education: Some Notes Toward a New History", Monograf
untuk American Educational Research Association-Phi Delta Kappa Award
Lecture (Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa International, 1969), hlm.
17-18.
2. Ellen Condliffe Lagemann dan Patricia Albjerg Graham, "Lawrence Cremin: A
Biographical Memoir" (Teachers College Record, 96, 1, Fall, 1994), hlm. 102-111;
Diane Ravitch, "Lawrence A. Cremin" (The American Scholar, 61, 1, Winter,
1992), hlm. 83-89.
3. Peter Cunningham, Curriculum Change in the Primary School Since 1945: Dissemination
of the Progressive Ideal (London and New York: Falmer Press, 1988); Ron Brooks,
King Alfred School and the Progressive Movement, 1898-1998 (Cardiff: University
of Wales Press, 1998); Shirley Dennis, The Politics of Progressive Education: the
Odenwaldschule in Nazi Germa'!Y (Cambridge, Massachusetts: Harvard University
Press, 1992); John Shotton, No Master High or Low: Libertarian Education and
Schooling in Britain 1890-1990, (Bristol: Libertarian Education, 1993);Joachim
Liebshner, Foundations of Progressive Education: The History of the National Froebel
Society (Cambridge: Lutterworth Press, 1991).

Karya-karya utama Cremin


"Toward a More Common School", Teachers College Record, LI, 1949-1950, hlm.
308-319.
The American Common School· An Historic Conception, New York: Bureau of
Publications, Teachers College Columbia University, 1951.
"The Curriculum Maker and His Critics: A Persistent American Problem", Teachers
College Record, LIV, 1952-1953, hlm. 234-245.
Cremin, L.A., dengan Freeman Butts, R.,A History of Education in American Culture,
New York: Henry Holt and Company, 1953.
Cremin, LA., Richardson, C.C., Brule, H. and Synder, H.E., The Education of Teachers
in England, France, and the USA, Paris: UNESCO, 1953 hlm. 225-248.
"The Revolution in American Secondary Education, 1893-1918", Teachers College
Record, LVI, 1954-1955, hlm. 295-308.
Cremin, L.A., dengan Merle L. Borrowman, Public Schools in Our Democrary, New
York: Macmillan, 1956.
"The Problem of Curriculum Making: An Historical Perspective", dalam What
Shall High Schools Teach?, Washington, DC: Association for Supervision and
Curiculum Development, 1956, hlm. 6-26.
The Republic and the SchooL· Horace Mann on the Education ofFree Men, New York: Bureau
of Publications, Teachers College, Columbia University, 1957.

260
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

"The American Common School in Theory and Practice", The Year Book if Education
1957, New York: World Book, 1957, hlm. 243-259.
"The Progressive Movement in American Education: A Perspective", Harvard
Educational Review, XXVII, 1957, hlm 251-270.
"L 'i\vvenire della Scuola Pubblica Americana", Problemi della Pedagogia, Luglio
Ottobre, I, 1957, hlm. 37-54.
"The Writings of William F. Russell", Teachers College Record, LIX, hlm. 172-178,
1957-1958.
"The Recent Development of the History of Education as a Field of Study in the
United States", History if Education Journal, 11, VII, 1955-1956, hlm. 1-35.
The American School, Madison, Wisconsin: Americana Press, 1958.
"John Dewey and the Progressive-Education Movement, 1915-1952", The School
Review, LXVII, 1959, hlm. 160-173.
"What Happened to Progressive Education?", Teachers College Record, LXI, 1959-
1960, hlm. 23-29.
The Transformation if the SchooL· Progressivism in American Education, 1876-1957, New
York: Alfred A. Knopf, 1961.
"L'Ecole Pour Tous", Education Americaine, Paris: Nouveaux Horizons, 1963, hlm.
i-40.
The Genius if American Education, Pittsburgh, Pennsylvania: University of Pittsburgh
Press, 1965.
The Wondeiful World if Ellwood Patterson Cubberfy, New York: Bureau of Publications,
Teachers College, Columbia University, 1965.
Cremin, L.A., dengan Committee on the Role of Education in American History,
Education and American History, New York: The Fund for the Advancement of
Education, 1965.
"John Dewey's My Pedagogic Creed", dalam Daniel J. Boors tin (ed.), An American
Primer, 2 jilid, Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1966, hlm. 608-
620.
"American Education: Some Notes Toward a New History", Monograf untuk
American Educational Research Association-Phi Delta Kappa Award,
Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa International, 1969.
Amerian Education: The Colonial Experience, 1607-1783, New York: Harper & Row,
1970.
"Curriculum-Making in the United States", Teachers College Record, LXXIII, 1971-
1972, hlm. 207-220.
"The Family as Educator: Some Comments on the Recent Historiography", Teachers
College Record, LXXVL, 1974-1975, hlm. 250-265.
"Public Education and the Education of the Public", Teachers College Record, LXXVII,
1975-1976, hlm. 1-12.
Public Education, New York: Basic Books, 1976.
Traditions if American Education, New York: Basic Books, 1977.
Ametican Education: The National Experience, 1783-1876, New York: Harper & Row,
1980.

261
Lawrence A. Cremin (1925 - 1990)

"The Problematics of Education in the 1980s: Some Reflections on the Oxford


Workshop", O'iford Review of Education, 9, 1, 1983, hlm. 9-20.
"Grading theN arion's Schools", The World Book Year Book, Chicago, Illinois: World
Book-Child Craft International, 1983, hlm. 66-83.
"The Popularization of American Education Since World War II", Proceedings
American Philosophical Society, 129, 2, 1985, hlm. 113-120.
American Education: The Metropolitan Experience, 1876-1980, New York: Harper &
Row, 1988.
Popular Education and Its Discontents, New York: Harper & Row, 1990.

Bacaan lebih lanjut


Bailyn, Bernard. 1960. Education in the Forming of American Society. New York:
Random House.
Bowles, Samuel dan Gintis, Herbert. 1976. Schooling in CapitalistAmerica: Educational
Reform and the Contradictions of Economic Lft. New York: Basic Books.
Bullock, Henry Allen. 1970.A History of Negro Education in the South: From 1619 to
the Present. New York: Praeger.
Burgess, Charles 0. dan Borrowman, Merle L. 1969. What Doctrines to Embrace: Studies
in the History of American Education. Glenview, Illinois: Scott, Foresman.
Church, Robert L. 1976. Education in the United States: An Interpretive History. New
York: The Free Press.
Clifford, Geraldine Joncich. 1984. Edward L Thorndike: The Sane Positivist,
Middletown, Connecticut: Wesleyan University Press.
Cohen, Sol. 1964. Progressives and Urban School Reform: The Public Education Association,
of New York City 1895-1954. New York: Bureau of Publications, Teachers
College, Columbia University.
Cubberly, Ellwood P. 1934. Public Education in the United States. Edisi ke-2 diperbaiki.
Boston, Massachusetts: Houghton Mifflin.
Dzuback, Mary Ann. 1991. Robert M. Hutchins: Portrait of an Educator. Chicago,
Illinois: University of Chicago Press.
Fisher, Berenice M. 1967. Industrial Education: American Ideals and Institutions. Madison,
Wisconsin: The University of Wisconsin Press.
Graham, Patricia Albjerg. 1967. Progressive Education from Arcat!J to Academe: A
History of the Progressive Education Association, 1919-1955, New York: Teachers
College Press.
Kaestle, Carl F. 1973. The Evolution of an Urban School System: New York City. 1750-
1850. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.
Karier, Clarence J., Violas. Paul, dan Spring, Joel. 1973. Roots of Crisis: American
Education in the Twentieth Century. Chicago, Illinois: Rand McNally.
Katz, Michael B. 1968. Iro'!Y of Ear!J School Reform: Educational Innovation in Mid-
Nineteenth Century Massachusetts. Boston, Massachusetts: Beacon Press.

262
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Krug, Edward A. 1972. The Shaping cif the American High Schoo4 1920-1941. Dua
jilid. Madison, Wisconsin: University of Wisconsin Press, 1972.
Lagemann, Ellen Condliffe. 1989. The Politics cif Knowledge: The Carnegie Corporation,
Philanthropy and Public Poliq. Middletown, Connecticut: Wesleyan University
Press.
Lazerson, Marvin. 1971. Origins cif the Urban School· Public Education in Massachusetts,
1870-1915. Cambridge, Massachuhsetts: Harvard University Press.
Mattingly, Paul H. 197 5. The Classless Prl!ftssion: American S choolmen in the Nineteenth
Century. New York: New York University Press.
Perkinson, Henry. 1968. The Impetftct Panacea: American Faith in Education, 1856-1965.
New York: Random House.
Ravitch, Diane. 1974. The Great School Wars: New York CifY, 1805-1973. New York:
Basic Books.
Schultz, Stanley K 1973. The Culture Factory: Boston Public Schools, 1789-1860. New
York: Oxford University Press.
Spring, JoeL 1972. Education and the Rise cif the Corporate State. Boston, Massachusetts:
Beacon Press.
Tyack, David B. 1974. The One Best System: A History cif American Urban Education.
Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.

263
Basil Bernstein (1925- 2000)

BASIL BERNSTEIN
(1925 - 2000)
-==OOv~~~~~~~==-

lvor F. Goodson

Kita sedang bergeser dari sekolah menengah yang memisahkan


para pengajar berdasarkan ruang lingkup otoritas yang mereka miliki
menuju sekolah menengah yang menyatukan mereka dalam sebuah
kerjasama tim yang solid. Terdapat pergeseran dari peran mengajar
yang "diberikan" (tugasnya telah ditentukan) menuju peran yang
dimainkan berkaitan dengan guru-guru lain. Inilah peran yang tak
lagi ditentukan begitu saja, tapi harus sungguh-sungguh direncanakan.
Guru tidak lagi dipisahkan dari guru lain, yang disatukan oleh prinsip
integrasi antar-mata pelajaran dilakukan oleh guru lain. Akan tetapi,
sekarang guru menjadi pelengkap bagi guru lain dalam kegiatan
belajar-mengajar sehari-hari. 1

Kutipan tadi diambil dari sebuah artikel berjudul "Open School,


Open Society", yang pertama kali diterbitkan dalam jurnal populer, New
Society, pada 1967.2 Judul artikel itu dan nama jurnalnya menunjukkan
keinginan akan masyarakat terbuka yang tidak didasarkan kelas, di mana
kompetensi, bukan latar belakang, lebili penting dalam menentukan masa
depan pendidikan. Artikel tersebut muncul pada saat harapan akan masa

264
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

depan seperti itu tengah menyebar luas, dan dengan demikian harus
dipahami dalam konteks historisnya. Kebanyakan karya Bernstein harus
dipahami dengan cara ini, bukan karena tidak adanya otentisitas abadi
dalam tulisannya, namun karena pelbagai kesalahan pemahaman dan
kesalahan penerapan teori-teorinya.
Konteks Inggris pada saat Bernstein mulai menulis merupakan "masa
pergolakan" pasca-Perang Dunia II. Pada 1945, pemerintahan Partai
Buruh terpilih dengan program rekonstruksi sosialis untuk membangun
kembali masyarakat Inggris yang hancur akibat perang selama enam
tahun. Seluruh kelompok sosial bahu-membahu, semangat perang "kita
menghadapinya bersarna-sarna" untuk sementara disisihkan dan diubah
menjadi semangat egalitarian dalam hubungan sosial yang diungkapkan
dalam aspirasi-aspirasi politik.
Misi aspirasional pemerintahan Partai Buruh untuk membangun
''Yerusalem Baru" di Inggris diwujudkan dalam suatu wilayah kultural
yang terkotak-kotak oleh perbedaan kelas dan regional. Tumbuh sebagai
murid sekolah dari kelas pekerja pada 1950-an-seperti saya (Ivor F.
Goodson)-akan menjadi kenangan pada setiap langkah perjalanan
hidup seseorang. Sangat sulit memang bagi para pembaca Amerika U tara
untuk membayangkannya, petikan berikut ini berusaha menggambarkan
"struktur perasaan" yang merupakan bagian dari pengalaman anak-anak
kelas pekerja pada waktu itu:

Sejak awal saya mengalami kontradiksi yang ganjil. Untuk sementara,


saya harus bela jar bahwa kebanyakan pertanyaan yang jawabannya
secara kurang meyakinkan dan tentatif ternyata tidak ditemukan
dalam agenda sekolah. Pertanyaan terse but sebenarnya merupakan
pertanyaan kekanak-kanakan, namun menambah pemahaman saya
atas dunia pada waktu itu. Pertanyaan tersebut selalu dibicarakan
di rumah: mengapa ayah saya bekerja begitu keras? Mengapa saya
tidak melihatnya sejak pagi sampai malam? Mengapa ibu saya harus
bekerja untuk membiayai hidup saya? Mengapa semua lapangan
tempat saya bermain dibangun menjadi rumah-rumah besar?
Mengapa kami harus berjalan (atau naik sepeda) lebih dari tiga mil
ke sekolah? Mengapa sekolah berada di desa "kelas atas" bukan di
desa saya? Mengapa anak-anak dari desa saya diperlakukan secara
berbeda dengan anak-anak yang tinggal di dekat sekolah?

265
Basil Bernstein (1925 - 2000)

Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bagian dari dunia saya,


namun mengapa kita tak pernah membicarakannya dan hanya
mempelajarinya di sekolah?

Perhatian saya tentang persekolahan semakin bertambah tatkala


saya memasuki sekolah menengah. Saya lulus saat berumur sebelas
tahun dan bersekolah digrammar school (sekali lagi, jauh dari desa
saya). Semua ternan saya sekarang telah memasuki sekolah desa
kami-sekolah menengah modern. Perjalanan menuju grammar school
melewati perumahan elite dengan memakai blazer Venesia dan topi
berjumbai kuning menambah semangat bersekolah. (Semangat itu
hanya sebatas blazer dan topi yang saya simpan di tas sepeda setiba
di sekolah dan kemudian memarkirnya di tempat sepeda.)

Kurikulum di grammar school memperlihatkan keterputusan


(disconnectedness) dan dikotorni di sekolah dasar yang kekanak-
kanakan. Bukan hanya muatannya yang asing dan tumpul, tapi
penyampaian dan strukturnya (termasuk formasi diskursif) juga
membingungkan. Saya bersekolah seakan-akan saya sedang
mempelajari bahasa kedua. Faktor utama dalam pergeseran kultural
ini adalah kurikulum sekolah.3

Pengamatan melalui penelitian dan penggalian pengalaman kelas


dan regional dalam persekolahan di Inggris menjadi proyek utama
bagi para sosiolog. Bernstein termasuk sosiolog yang paling persuasif,
produktif, dan menonjol. Dalam ungkapannya yang terkenal, Bernstein
menyatakan bahwa "pendidikan tidak dapat memperbaiki masyarakat". 4
Masalahnya, menurut Bernstein, bukanlah masalah sistem pendidikan
dan pengkodean budaya per se, tetapi akses pada sistem-sistem tersebut.
Apa yang dicapai Bernstein adalah "menunjukkan mekanisme di mana
akses pada elaborated code (kode yang diperluas) menjadi fungsi kelas
sosial". 5
Perjalanan intelektual Bernstein hingga sampai pada pandangan
tersebut didokumentasikan dengan baik. Lahir pada 1925, sebagian
pengalaman budaya kelas pekerja dialami Bernstein ketika menjadi
pekerja di Bernhard Baron Settlement di East End, London. Kegiatannya
di tempat ini memunculkan keprihatinan untuk melahirkan pencerahan
spiritual dan kultural di wilayah yang kurang beruntung. Keprihatinan
tersebut diwujudkan dengan membawa Reformasi Judaism kepada

266
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

komunitas Yahudi Ortodoks. Bernstein terlibat dalam casework (pekerjaan


sosial yang dimaksudkan untuk mempelajari latar belakang dan keluarga
seseorang-penyunting) dan kemudian menulis, "Pengalaman ini
sangat memengaruhi kehidupan saya. Pengalarnan ini memusatkan dan
menegaskan minat yang saya miliki dalam sttuktur dan proses ttansmisi
kultural." 6
Bernstein mempelajari sosiologi di London School of Economics
(LSE). Pada waktu itu LSE melatih sekelompok sosiolog yang meneliti
dampak kesenjangan sosial dalam bidang-bidang terapan, seperti
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Bernstein, yang memilih
pendidikan, kemudian mengikuti pelatihan sebagai guru. Jabatan
mengajar pertamanya adalah dari 19 54-1960 di City Day College. Ia telah
menunjukkan ketertarikannya pada tantangan mengajar "anak didik"
buruh yang dibebaskan dari kehidupan industri selama sehari untuk
mengenyam pendidikan dan latihan. Perbedaan antara wacana teoretik
dan keterlibatan praktis sangatlah menarik, terutama dalam pelajaran
mekanik mobil. Bernstein tidak pernah mengemudikan mobil seumur
hidupnya, padahal teorinya harus dipraktikkan (status bukan pengemudi
banyak dijumpai di kalangan teoretisi sosial-sekalipun sudah menetap
di AS-misalnya Studs Terkel, Derek Sayer, Gordon Wells, Philip
Corrigan, Dick Hebdige).
Para pekerja yang diajar Bernstein di City Day College gagal dalam
pendidikannya di sistem sekolah formal. Minat Bernstein pada penggunaan
bahasa dan hubungan bahasa dengan kelas sosial diwujudkan dalam
penelitian saat berkecimpung selama dua tahun di Jurusan Fonetik
University College London pada awal1960-an. Karya sejawat Bernstein,
Frieda Goldman-Eisler, sangat penting baginya, namun yang paling
signifikan adalah pengaruh pakar sosiolinguistik, M.A.K. Halliday.
Pengaruh-pengaruh tersebut dan penempatan institusional di
jurusan fonetik telah memperkuat fokus Bernstein pada bahasa dan
kelas sosial.
Saat ini, program riset Bernstein dituangkan dalam pelbagai tulisan
dan disampaikan secara resmi saat pendirian Sociological Research Unit
di London University Institute of Education pada 1963. Setelah ditunjuk
menjadi Do sen Senior Sosiologi Pendidikan, Bernstein menetap di sana
sepanjang karir akademiknya dengan melakukan riset dan membimbing
penelitian doktoral dan pascadoktoral.

267
Basil Bernstein (1925 - 2000)

Kesulitan meringkas sumbangan pemikiran Bernstein diakui oleh


salah seorang komentator karyanya yang paling fasih, Paul Atkinson,
"Bernstein ditakdirkan seperti kebanyakan pemikir orisinallain, yakni ia
dikenal karena apa yang tak pernah diucapkan atau ditulisnya." 7 Takdir
ini dapat dibaca pada kesimpulan umum Atkinson:

Ia merupakan salah seorang sosiolog Inggris yang paling dikenal


dan berpengaruh. Karyanya dikenal di seluruh dunia oleh para
sosiolog, linguis, dan pemikir pendidikan. Tulisan-tulisannya telah
disebarluaskan, ditulis ulang, dibuat antologinya, dan diperdebatkan.
Ide-idenya menjadi subjek ketertarikan dan perbedaan pendapat
selama bertahun-tahun, dan sekian generasi mahasiswa telah mengenal
paling tidak penafsiran atas ide-idenya. Nama Bernstein disebutkan
berkali-kali dalam buku teks tentang pendidikan dan bahasa. 8

Karya awalnya tentang bahasa dan kelas sosial memang terkenal,


namun sering dalam representasi yang keliru. Karyanya tentang sistem
pengkodean menjadi "karya hidupnya", padahal semula ia hanya
mengembangkan pembedaan an tara elaborated codes (kode yang diperluas,
yakni kode yang sering digunakan kelas menengah) dengan restricted
code (kode yang dipersempit). Ia juga mengembangkan pembedaan
antara "bahasa formal" dan "bahasa publik". Biasanya anak-anak kelas
menengah dapat berbicara dalam kedua bahasa itu, sedangkan anak-anak
kelas pekerja terbatas dalam kode-kode bahasa publik.
Teori pengkodean Bernstein dapat direduksi. Anak-anak kelas
pekerja hidup dengan "defisit linguistik" dan (pada tahap selanjutnya
dalam proses penyebutan dan penghukuman [naming and blamingprocess])
defisit tersebut menjelaskan kegagalan mereka di sekolah. Dengan
dernikian, lokus kesalahannya diam-diam bergeser dari persekolahan
ke lokasi kultural, namun tetap memunculkan kesalahan pembacaan
dan kesalahan penafsiran. M.A.K. Halliday berusaha menjelaskan apa
yang terjadi:

Berkenaan dengan teori kode umum, persoalannya bukan slogan


"defisit atau perbedaan" .... Jika kesetaraan sosial dicapai melalui
pendidikan dan untuk mendapatkan pendidikan, Anda harus hidup
dengan elaborated code, jadi siapa saja yang tidak memiliki akses pada
elaborated code-apa pun alasannya-tidak akan merasakan keadilan

268
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

sosial. Oleh sebab itu, akses mereka [terhadap kode itu} harus dibuka
atau proses pendidikan hams diubah. 9

Namun bukan seperti ini teori pengkodean dipahami dan diterima.

Saat ini, teori "defisit" variasi linguistik menjadi sasaran kritik


dari ahli sosiolinguistik dan pendidik (terutama dari Amerika dan
negara lain [lihat, misalnya, Labov, 1970]). Konsep restricted code-
nya dikritik karena mengaitkan inteligensia inferior dengan kelas
pekerja dan mitologi yang dibangun berdasarkan persoalan defisit
versus perbedaan, di mana Bernstein disalahkan atas sebab-sebab
defisitnya. Mengaitkan kode pada permasalahan kinerja, sama saja
dengan mengatakan bahwa kode tersebut tak berkaitan dengan
potensi sistem. 10

Pemikiran Bernstein tidak dapat dianggap bermuatan sosiopolitis,


sebab mengalihkan perhatian dari analisis dan diagnosis sosial menuju
kontroversi yang remeh. Walaupun demikian, perhatian Bernstein tetap
menjadi perhatian para sosiolog klasik, "ia memberi perhatian pada
transmisi kultural" dan reproduksi sosial (sebagaimana Pierre Bourdie).
Teori pengkodean Bernstein merupakan inti dari karyanya, yakni:

Upaya terus-menerus untuk memahami hubungan sistemik antara


kelas sosial, kebudayaan, dan sosialisasi. Kode-kode digunakan untuk
mengungkapkan prinsip umum penyusunan dan reproduksi yang
menyatukan sekumpulan tingkat analisis: pembagian kerja, distribusi
peran dan identitas, konstruksi pesan dan makna, pelaksanaan kontrol
sosialY

Bernstein sendiri, 12 dalam Festschrift (buku berisi kumpulan


tulisan yang dimaksudkan sebagai penghormatan kepada seseorang-
penyunting) yang disusun oleh Alan Sadovnik,13 memberikan pandangan
terhadap pemikirannya:

Dorongan utama pemikiran saya berkembang menuju penjelasan


regulasi sosiologis yang khas pada komunikasi. . .. Saya dimotivasi
oleh keinginan untuk mengkonseptualisasikan kode, sehingga
ddinisinya akan menyatukan pelbagai tingkat analisis dan regulasi
kulturalnya. Bahasan dalam karya awal saya adalah pembedaan

269
Basil Bernstein (1925 - 2000)

antara orientasi pada makna dengan bentuk realisasinya. Orientasi


pada makna merupakan ciri dasar yang berkaitan dengan dimensi
penting, ketergantungan/kemanclirian konteks. Bentuk realisasi
adalah regulasi praktik interaksional terhadap aktualisasi orientasi
pada makna dalam ucapan dan tindakan. Kontrollewat sekolah atau
keluarga yang berbentuk posisional dan personal dapat menjacli
realisasi berbeda dati orientasi yang samapada makna, yakni [realisasi
yang] cliperluas.

Bentuk kontrol posisional dan personal menimbulkan perbedaan


dalam modalitas kode. Kode-kode lebih mengatur kejelasan dan
kekhususan. Para pengguna berada dalam suatu posisi dan
clipertentangkan (to be positioned and to be oppositioned) dalam konteks
yang beragam mengikuti cara-cara kekuasaan cliartikulasikan dan
subjektivitas dikonstruksi serta cliungkapkan. Meskipun demikian,
kontrol posisional dan personal tidak memungkinkan pembedaan
pen ring an tara kekuasaan dan kontrol. Klasifikasi dan framing
konsep yang lebih tinggi dikembangkan pada 1971. Hubungan
kekuasaan membentuk prinsip klasifikasi dan hubungan kontrol
membentuk prinsip framing. Dengan cara ini, orientasi pada makna
cliatur oleh nilai-nilai klasifikasi dan framing. Modalitas-modalitas
kode mengubah clistribusi kekuasaan dan prinsip-prinsip kontrol
menjacli komunikasi yang cliatur secara kontekstual.

Riset mengarah pada pembentukan kode-kode semiotik khusus,


terutama kode-kode pedagogis (yang clidefinisikan secara luas),
dalam konteks kontrol simbolik yang lebih luas. 14

Kutipan tadi memberikan rangkuman kronologis perhatian


Bernstein. Perhatian awalnya terutama clitujukan pada bahasa. Pada
1971,15 cliterbitkan karya tentang klasifikasi dan framing dan kemudian
clisusul dengan tulisan (1977) mengenai pendidikan yang nyata dan tak
nyata (visible and invisible pedagogues). 16 Tulisan ini menandai karyanya
tentang wacana pendidikan (1986, 17 1990 1 ~.
Karya ten tang klasifikasi dan framing serta wacana pendidikan
tumbuh dari minat untuk mengembangkan teori pengkodean menjadi
suatu pemahaman terhadap "sistem pesan" dalam kurikulum dan
pendidikan. Kurikulum menentukan apa yang disebut pengetahuan
valid dan penclidikan menetapkan apa yang disebut sebagai penyampaian
pengetahuan yang valid. Untuk itu, Bernstein menambahkan konsep

270
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

"evaluasi" yang menentukan apa yang disebut sebagai realisasi


pengetahuan yang valid oleh anak didik.
Dalam pengertian Durkheimian, Bernstein melihat suatu peralihan,
yaitu evolusi dari solidaritas mekanik menuju solidaritas organik.
Klasifikasi mengacu pada batas-batas antara kategori-kategori kurikulum.
Klasifikasi yang kuat berarti kurikulum dibagi-bagi ke dalam mata
pelajaran tradisional. Klasifikasi yang lemah merujuk pada kurikulum
terpadu dengan mempertahankan batas yang lemah. Dua klasifikasi ini
dicirikan dengan collection code (kode kumpulan) dan integrated code (kode
terpadu).
Framing merujuk pada penyampaian apa yang disebut sebagai
pengetahuan sekolah yang valid (valid school knowledge) melalui praktik-
praktik pendidikan. Dalarnframing dianalisis derajat kontrol yang dimiliki
guru dan murid atas pemilihan dan pengaturan pengetahuan sekolah.
Framing yang kuat membatasi pilihan, sedangkan framing yang lemah
menyiratkan pilihan yang lebih luas.
Karya Bernstein berikutnya menganalisis bagaimana "sarana
pendidikan" menjadi pengkodean kekuasaan, yang menyampaikan
pengetahuan sekolah yang sempurna secara tak merata pada kelompok-
kelompok masyarakat. Dalam buku ini, perhatiannya adalah menganalisis
"asumsi-asumsi kelas sosial dan konsekuensi-konsekuensi pelbagai
bentuk praktik pendidikan". 19 Kontinuitas dalam karya Bernstein
tentang transmisi kultural dan reproduksi sosial terlihat jelas, meskipun
perhatiannya sangat beragam. Bagaimana karyanya yang monumental
ini diterima dan diakui selama bertahun-tahun? Konteks historis yang
berubah-ubah adalah jawabannya. Atkinson et.aL menyatakan:

Sangatlah mengherankan bahwa seorang sosiolog yang telah


menjabarkan dan merenungkan pelbagai persoalan dan tema
fundamental dalam pemikiran sosial kontemporer tidak
diperhitungkan sebagai akademikus penting. Alasannya tidak sulit
cliungkapkan. Walaupun tema-tema yang clipilihnya terbukti penting
dan memiliki keterkaitan dengan akademisi lain yang memiliki
reputasi internasional, Bernstein selalu menggali alur intelektualnya
sencliri. Ia menghindari menyejajarkan dirinya dengan pandangan-
pandangan yang sedang marak waktu itu demi memperoleh
otoritas semu. Riset dan tulisan-tulisannya hanya menjacli miliknya
sencliri. 20

271
Basil Bernstein (1925 - 2000)

Sahabatnya, Brian Davies,21 mengutarakan:

Ia memang tokoh penting, tetapi juga memilih untuk menyendiri.


Karyanya yang kompleks dan masih berkembang tentang sekolah
memang belum diapresiasi dan dipahami secara luas. Karyanya
merupakan campuran yang rumit antara gaya, kekuatan dan
kelemahan, serta konteks kehidupan Bernstein yang unik, dan
satu-satunya "ternan" yang selalu bersamanya adalah gagasan yang
harus disampaikan. 22

Kedua komentar tersebut menitikberatkan pada karakter pribadinya,


tetapi Davies juga menyebutkan "konteks" kendati hanya sekilas.
Barangkali penilaian-penilaian sosiologis memiliki kecenderungan
yang bersifat ahistoris, namun konteks historis di sini merupakan bagian
penting dari penilaian yang muncul. Bernstein telah menghabiskan seluruh
hidupnya untuk menggeluti salah satu "tabu" besar dalam masyarakat, yakni
pola-pola marginalisasi yang menopang tatanan sosial. Pada 1960-an dan
1970-an serta dalam rentang waktu singkat, "tabu" ini semakin mencolok
daripada sebelumnya, atau karena klasifikasi dan framing sedikit melemah.
Sejak itu, pengetatan semakin kuat dan terlihat jelas. Rezim persekolahan
Inggris yang berubah-ubah semakin menggejala. Perubahan ini mungkin
merupakan kerangka penjelas yang lebih penting bagi karya Bernstein
daripada persoalan gaya pribadinya. Davies membuat pernyataan
berkaitan dengan wacana persekolahan saat ini:

Dalam perdebatan keadilan yang obsesif ini, terutama yang


didorong oleh agenda efektivitas Sekolah Amerika Utara, terdapat
sedikit keanehan, di mana mereka yang menyukai jawaban-jawaban
teknologis telah menjadi pihak yang memperbaiki sekolah. Kondisi
ini berujung pada suatu situasi yang mencuatkan pertanyaan "apa
yang membuat murid mampu?"-atau tak pernah mengajukan
pertanyaan tersebut secara serius-sehingga kita dituntut untuk
bertanya "apa yang membuat murid lebih mampu?". 23

Dengan melihat sekolah sebagai "penghasil" lulusan yang


mempunyai keunggulan dan lulusan yang tak mempunyai keunggulan,
maka persoalannya hanya bagaimana membuat sekolah lebih efektif.

...,,...,
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Dengan menempatkan gaya pribadi Bernstein dalam konteks


historis, izinkan saya memberikan penghargaan dan kata-kata terakhir
dalam konteks sekarang ini kepadanya yang meninggal pada 2000:

Apa yang menonjol adalah peningkatan kekuasaan negara


atas lembaga-lembaga kontrol simbolik dan bentuk-bentuk
kekuasaannya-pengenalan dan perayaan pasar sebagai relay
yang didesenttalisasi bagi konttol negara. Apakah relay ini dengan
sendirinya selalu menjadi relay ideologi kelas atau tidak, masih
perlu dicermati. Sekarang ini kelompok kiri tampak lebih tanggap
terhadap gerakan-gerakan sosial, feminisme, orientasi seksual, dan
regionalisme sebagai upaya untuk menciptakan sebuah bahasa yang
terbebas dari pencemaran kolektivisme dan individualisme. Sulit
untuk berbicara tentang kelas dan budaya, apalagi budaya kelas.24

Menyinggung kembali kutipan pembuka di awal tulisan ini, kita


anggap saja kutipan itu sebagai pernyataan tentang "keinginan dan
peralatan", yakni kesaksian atas apa yang pemah dipikirkan, tapi untuk
sejenak tak dapat dipikirkan, karena:

Di satu sisi, wacana pedagogi sekolah semakin diklasifikasi,


berkenaan dengan batas-batas mata pelajaran, kompetensi khusus,
keterampilan dasar, dan hubungan pedagogis guru-bukan anak
didik-yang semakin ditekankan. Pendidikan kejuruan hanya
memiliki sedikit atau sama sekali tak memiliki tempat dalam
kurikulum nasional. Di sisi lain, sekolah ditempatkan dalam
situasi persaingan pasar, keberhasilan akademis ditunjukkan
dengan menerbitkan hasil-hasil ujian dan tes, pengelolaannya
didesenttalisasi, dan orientasi pasar mengubah budaya manajerial.
Sekolah desenttalisasi baru ini, dengan budaya manajemen, adalah
produk dari pandangan neoliberal kanan baru, namun wacana
pedagogi dan selektivitas adalah produk konservatisme yang lebih
ttadisional. Dengan demikian, ketegangan dalam konservatisme
kontemporer di tingkat negara direproduksi menjadi ketegangan
dalam budaya sekolah.
Program ujian nasional mencerminkan ketegangan dalam
konservatisme kontemporer, dan antara konservatisme kontemporer
dengan kemapanan pendidikan. Ketegangan ini berpuncak pada
penolakan para guru untuk menyelenggarakan ujian nasional bagi
anak didik berusia 14 tahun, dan akhirnya seluruh program ujian
sekolah direvisi. 25

273
Basil Bernstein (1925 - 2000)

Catatan
1. Bernstein, Class, Codes a11d Control.· Towards a Theory of Educational Transmissions,
volume 3 (London: Routledge & Kegan Pau~ edisi ke-2, 1975), hlm. 71.
2. Bernstein, "Open Schools, Open Society" (New Sociery, 14 September 1967),
hlm. 351-353.
Sekolah menengah khusus.
3. Goodson, I.F., "A Genesis and Genealogy of British Curriculum Studies",
dalam A.R. Sadovnik (ed.), Knowledge and Pedagogy: The Sociology of Ba~il Bernstein
(Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corp, 1995), hlm. 360-361.
4. Bernstein, Class, Codes and Control.· Applied Studies Towards aSociology of Language,
volume 2, bab 10 (London: Routledge & Kegan Paul, 1973).
5. Halliday, M.A.K., "Language and the Theory of Codes", dan A.R. Sadovnik
(ed.), Knowledge and Pedagogy: The Sociology of Basil Bernstein (Norwood, New Jersey:
Ablex Publishing Corp, 1995), hlm. 134.
6. Bernstein, "Introduction", dalam B. Bernstein (ed.), Class, Codes and Control.·
Theoretical Studies Toward a Sociology of Language, volume 1 (London: Routledge
& Kegan Paul, edisi ke-2, 1974), hlm. 2.
7. Atkinson, P., Davies, B., dan Delamont, S., Discourse and Reproduction: Esst!JS
in Honor of Basil Bernstein (CresskiR New Jersey: Hampton Press Inc., 1995),
hlm. xi.
8. Atkinson, P., Language, Structure and Reproduction: An Introduction to the Sociology
of Basil Bernstein (London: Methuen, 1985), hlm. 1.
9. Halliday, "Language and the Theory of Codes", op. cit., hlm. 134.
10. Ibid., hlm. 133.
11. Atkinson eta/., Discourse and Reproduction, op. cit., hlm. x-xi.
12. Bernstein, "A Response", dalam A.R. Sadovnik (ed.), Knowledge and Pedagogy:
The Sociology of Basil Bernstein (Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corp.,
1995), hlm. 385-424.
13. Sadovnik, A.R., Knowledge and Pedagogy: The Sociology of Basil Bernstein (Norwood,
New Jersey: Ablex Publishing Corp., 1995).
14. Bernstein, ''A Response", op. cit., hlm. 399.
15. Bernstein, Class, Codes and Control.· Theoretical Studies Towards aSociology of Language,
volume 1 (London: Routledge & Kegan Pau~ 1971).
16. Bernstein, "Class and Pedagogics: Visible and Invisible", dalam B. Bernstein
(ed.), Class, Code and Control: Towards a Theory of Educational Transmissions, volume
3 (London: Routledge & Kegan Pa~ edisi ke-2 yang diperbaiki, 1977), hlm.
116-156.
17. Bernstein, "On Pedagogic Discourse", dalamJ. Richardson (ed.). Handbook of
Theory and Research in the Sociology of Education (New York: Greenwood Press,
1986), hlm. 205-240.
18. Bernstein, Class, Codes and Control: The Structuring of Pedagogic Discourse, volume
4 (London: Routledge & Kegan Pau~ 1990).
19. Ibid., hlm. 63.
20. Atkinson eta/., Discourse and Reproduction, op. cit., hlm. ix.

274
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

21. Davies, B., "Bernstein, Durkheim and the British Sociology of Education",
dalam A.R. Sadovnik (ed.), Knowledge and Pedagogy: The Sociology of Basil Bernstein
(Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corp, 1995), hlm. 39-57.
22. Ibid., hlm. 40.
23. Ibid., hlm. 46.
24. Bernstein, "A Response", hlm. 389.
25. Ibid., hlm. 390.

Karya-karya utama Bernstein


"Open Schools, Open Society", New Society, 14 September, 1967, hlm. 351-353.
Class, Codes and Control· Theoretical Studies Towards a Sociology of Language, volume 1,
London: Roudedge & Kegan Paul, edisi ke-2, 1974, 1971.
Class, Codes and Control: Applied Studies Towards a Sociology of Language, volume 2,
London: Roudedge & Kegan Paul, 1973.
Class, Codes and Control: Ton 1ards a Theory of Educational Transmission, volume 3.
London: Roudedge & Kegan Paul, 1975.
Class, Codes and Control: The Structuring of Pedagogic Discourse, vol. 4. London: Routledge
& Kegan Paul, 1990.
Pedagogy, Symbolic Control and Identity: Theory &search and Critique, London and
Washington: Taylor & Francis, 1996.

Bacaan lebih lanjut


Atkinson, P. 1985. Language, Structure and Reproduction: An Introduction to the Sociology
of Basil Bernstein. London: Methuen.
Atkinson, P., Davies, B., and Delamont, S. 1995. Discourse and Reproduction: Essqys in
Honor of Basil Bernstein. Cresskill, New Jersey: Hampton Press Inc.
Sadovnik, A.R. (ed.). 1995. Knowledge and Pedagogy: The Sociology of Basil Bernstein.
Norwood, New Jersey: Ablex Publishing Corp.

275
Michel Foucault (1926 - 1984)

MICHEL FOUCAULT
(1926 - 1984)
-==~"v"v"v"v"v"v"vJ\C=:

Michael Peters

Persoalan pokok dalam filsafat dan pemikiran kritis sejak abad ke-
18 selalu, masih, dan akan merupakan pertanyaan, Apakah N alar
ini yang kita gunakan? Apa dampak historisnya? Apa batas dan
bahayanya? Bagaimana kita ada sebagai makhluk rasional yang
mewujudkan rasionalitas, namun sayangnya selalu berkelindan
dengan bahaya-bahaya intrinsik ... ?1

Michel Foucault dilahirkan di Poitiers pada 1926 dan meninggal


akibat AIDS pada 1984 dalam usia 57 tahun. Dalam rentang kehidupannya
yang singkat, Foucault menjadi lambang bagi satu generasi intelektual,
yakni seorang yang karyanya sarat akan isu-isu intelektual paling kuat
pada masanya. Jiirgen Habermas mengatakan, "Dalam lingkaran filsuf
generasi saya yang merenungkan zaman ini, Foucault-lah yang paling
memengaruhi Zeitgest (roh zaman)."2 Meskipun demikian, sangat sulit
menentukan karakter karya dan idenya. Foucault bukan hanya mengubah
arah dan penekanan pemikirannya selama hidupnya, tapi juga sulit
untuk dikotakkan ke dalam kategori-kategori akademik normal apa pun.

276
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Georges Durnezil, sejarawan agama-seorang mentor yang memiliki


pengaruh kuat terhadap Foucault-menyatakan bahwa ada seribu
Foucault, "Ia mengenakan topeng dan selalu mengganti-gantinya."3
Foucault sendiri sulit menempatkan pandangan politiknya dalam peta
pemikiran tradisional:

Saya pikir saya berada di hampir semua kotak dalam papan catur
politik. Kadang berpindah dari satu kotak ke kotak lain dan kadang
dalam beberapa kotak sekaligus, yakni sebagai anarkis, penganut
paham kiri, berlagak Marxis, nihilis, anti-Marxis terang-terangan
atau sembunyi-sembunyi, teknokratik yang melayani Gaullisme,
penganut paham liberal baru, dan lain-lain. Seorang guru besar
Amerika mengeluhkan bahwa seorang Marxis semu seperti saya
diundang ke Amerika Serikat, dan saya dicela oleh pers Eropa Timur
sebagai kaki tangan para penentang. Tak satu pun dari gambaran ini
yang berarti bagi saya. Di sisi lain, jika disatukan maka gambaran
terse but mempunyai makna. Saya harus mengakui bahwa saya lebih
suka makna tersebut. 4

Foucault mengikuti kuliah-kuliah Kojeve dan Hyppolite tentang


Hegel. Dalam pidato pengukuhannya di College de France ia
menganggap Dumezil, Canguilhelm (filsuf biologi yang menggantikan
Gaston Bachelard di Sorbonne), dan Hyppolite sebagai teladan dan
pendukungnya. Ia pernah menjadi mahasiswa Louis Althusser dan
~aurice Marleau-Ponty. Ia tumbuh dalam tradisi sejarah filsafat yang
mendominasi universitas-universitas di Prancis, yakni sejarah yang
memberikan kedudukan terhormat kepada Hegel dan melegitimasi
penekanan kontemporer pada fenomenologi dan eksistensialisme,
terutama yang dikembangkan dalam pemikiran Jean-Paul Sartre. Ia
digolongkan oleh pers sebagai anggota Gang of Fourpemikir stukturalis
bersama Claude Levi-Strauss, Jacques Lacan, dan Roland Barthes.
Foucault menyatakan utang intelektualnya dalam esai berjudul "Nietzsche,
Freud, Marx"S, namun hubungannya dengan Marx dan Marxisme lebih
rumit dan problematik daripada hubungannya dengan Nietzsche. Buku
Nietzsche, Genealogy of Morals (1887), menjadi model untuk kajian
sejarah Foucault. Foucault pernah mengatakan, "Saya hanya seorang
Nietzschean". 6 Ia mengenal Nietzsche melalui tulisan-tulisan Georges
Bataille dan Maurice Blanchot, keduanya memberikan pengaruh kuat
terhadap karyanya. Kendati demikian, Nietzsche dan Martin Hdddeger-

277
Michel Foucault (1926 - 1984)

lah yang membantu Foucault membingkai karyanya menjaeli sejarah, eli


mana manusia menjaeli subjek dan mengubah penekanan karya awalnya,
dari penaklukan politis atas "tubuh-tubuh jinak" (docile bodies) menuju
inelividu sebagai mahluk yang mampu menentukan nasibnya sendiri (se!f
determining beings) dalam proses pembentukan diri sebagai subjek etis.
Ketika masih anak-anak, Foucault belajar di beberapa sekolah
negeri lokal dan meraih baccalauriat (ijazah) dari sebuah sekolah Katolik.
Kemuelian ia meraih licence de philosophie (gelar dalam bidang filsafat-
penerjemah) dari Ecole Normale Superieure dan mengikuti agregation (ujian
tertinggi untuk menjaeli guru-penerjemah) pada usia 25 tahun. Pada
1950, ia memperoleh licence de p[Jchology (gelar dalam bidang psikologi-
penerjemah) dan bekerja eli sebuah rumah sakit psikiatris. Dua tahun
kemudian, ia memperoleh ijazah dalam bidang psikopatologi dan
menerbitkan sebuah buku tentang penyakit mental dan kepribadian pada
1954-cliterbitkan kembali pada 1966 (dalam bahasa Prands). Pada 1976,
buku tersebut eliterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan eliterbitkan
kembali dengan judul Mental Illness and P[Jchology.
Dalam karya awal ini dan pengantar untuk karya psikoterapis
Heiddegerian, Ludwig Binswanger (berjudul "Dream, Imagination
and Existence"), Foucault menggunakan pendekatan fenomenologi
dan psikiatri eksistensial. Kemudian ia bekerja di Jurusan Bahasa
Prancis eli universitas-universitas eli Sweelia, Polanelia, dan Jerman,
dan menyelesaikan stueli doktoralnya eli bawah bimbingan Georges
Canguilhem pada 1959 eli University of Hamburg melalui kajian terhadap ·
kegilaan yang menjaeli dasar untuk Folie et deraison: Historie de Ia folie a
/'age classique (diterjemahkan menjadi Madness and Civilization: A History
if Insanity in the Age if Reason dan diterbitkan pada 1992), pertama kali
eliterbitkan pada 1961. Pada zaman klasik, kegilaan masih merupakan
persoalan legal, tapi belum menjadi persoalan medis. Abad ke-18
menyaksikan lahirnya rumah sakit jiwa sebagai tempat khusus untuk
orang gila dan menggantikan kewenangan yurielis dengan kekuasaan
medis. "Medikalisasi" kegilaan ini elidasarkan pada praktik pembagian
an tara yang normal dan yang patologis-tema inilah yang direformulasi
Foucault dalam buku berikutnya berjudul Naissance de Ia clinique: Une
Archeologie du regard medical yang eliterbitkan pada 1963 (eliterjemahkan
menjaeli The Birth if the Clinic: An Archaeology if Medical Perception dan
eliterbitkan pada 1973) dan Raymond Russel (1963).

278
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Pada dasawarsa berikutnya, ia menjadi sejarawan filsuf ikonoklastik


setelah meninggalkan jabatan Profesor Filsafat di University of Clemont-
Ferrand, pindah ke University of Vincennes, dan kemudian ke College
de France yang bergengsi sebagai Guru Besar Sejarah Sistem Pemikiran
(kedudukan ini mencerminkan inovasi dan perbedaan kecenderungan
"strukturalis" Foucault dengan sejarah ide). Metode "arkeologis"
Foucault memang khas karena terfokus pada kondisi di mana subjek
dibentuk sebagai objek pengetahuan. Pada 1966, terbit buku Foucault
yang berjudul Les Mots and les choses (diterjemahkan menjadi The Orderrif
Things: An Archaeology rif the Human Sciences dan diterbitkan pada 1970).
Seperti disampaikannya dalam buku itu, "Strukturalisme bukanlah
sebuah metode baru. Strukturalisme merupakan kesadaran yang bangkit
dan kemudian bergejolak dalam pemikiran modern." 7 Namun, dalam
Prakata untuk edisi bahasa Inggrisnya, Foucault juga menyebutkan:

Terdapat permasalahan subjek. Dalam membedakan tingkat


pengetahuan epistemologis (a tau kesadaran ilmiah) dengan tingkat
pengetahuan arkeologis, saya sadar bahwa saya sedang bergerak
menuju kesulitan besar. . .. Saya tidak ingin menyangkal validitas
biografi-biografi intelektual atau kemungkinan suatu sejarah teori,
konsep, atau tema. Saya hanya membayangkan apakah deskripsi-
deskripsi semacam itu dengan sendirinya sudah memadai, apakah
kita dapat adil saat menghadapi wacana yang sangat banyak, apakah
tidak ada--di.luar batas-batas wajar-sistem-sistem regularitas yang
memiliki peran menentukan dalam sejarah sains. 8

The Order rif Things mengajukan sebuah arkeologi ilmu-ilmu


humaniora yang didasarkan pada penemuan hukum, regularitas, dan
aturan formasi sistem pemikiran yang muncul pada abad ke-19. Foucault
membedakan riga episteme atau sistem pemikiran, masing-masing dengan
strukturnya yang khas, yakni episteme zaman Renaissance, zaman
klasik, dan zaman modern. Dengan pengaruh kuat dari Genealogy rif
Moral (Nietzsche 1887) dan "kritiknya terhadap humanisme", Foucault
menggunakan gagasan "kematian Tuhan" saat ia menyatakan, "Zaman
sekarang-dan Nietzsche telah menunjukkan titik balik dari kebuntuan
yang panjang-bukanlah sekadar ketiadaan atau kematian Tuhan yang
ditegaskan dengan akhir manusia.... Sebagaimana ditunjukkan dengan

279
Michel Foucault (1926 - 1984)

mudah oleh arkeologi pemikiran kita, manusia adalah ciptaan masa kini
dan mungkin mendekati kematiannya." 9
Dalam studinya terhadap karya Foucault, Dreyfus dan Rabinow
(1982) mengajukan empat tahap perjalanan pemikiran Foucault,
yaitu tahap Heideggerian (studinya tentang kegilaan dan nalar), tahap
arkeologis atau tahap kuasistrukturalis (dicirikan dengan The Archaeology
rf Knowledge dan The Order rf Things), tahap genealogis, dan terakhir,
tahap etis. Peralihan dari tahap arkeologis menuju tahap genealogis
dalam tulisan Foucault diperlihatkan dalam Discipline and Punish, sebuah
karya yang memiliki relevansi langsung dengan teori pendidikan.
Sebagaimana The History rf Sexuality, Disciphne and Punish menunjukkan
pengaruh genealogis Nietzschean yang terfokus pada kajian-kajian
ten tang keinginan untuk mengetahui (will to knowledge) yang dipahami sebagai
refleksi atas praktik diskursif dan nondiskursif (praktik institusional),
dan terutama hubungan yang kompleks an tara kekuasaan, pengetahuan,
dan tubuh. Discipline and Punish berkenaan dengan tubuh sebagai objek
teknologi kekuasaan tertentu, dan Foucault meneliti genealogi bentuk-
bentuk hukuman serta perkembangan institusi hukum modern dengan
membahas penyiksaan (diawali gagasan yang mengerikan dari Damien,
yaitu pembantaian), hukuman (mengikuti sekumpulan istilah dari
Nietzsche dalam Genealogy1 ~, disiplin, dan penjara.
Bah tentang "disiplin" tersusun dalam tiga bagian, yakni "tubuh
jinak", "sarana latihan yang benar", dan "panoptisisme", meliputi
uraian tentang bagaimana disiplin menjadi rumusan dominasi umum
selama abad ke-17 dan 18. Foucault mengklaim bahwa anatomi politik
baru in.i terlihat dalam pelbagai proses minor di beragam lokasi yang
akhirnya menyatu menjadi sebuah metode umum, "Teknik tersebut
[teknik-teknik pendisiplinan] berlangsung dalam pendidikan menengah
sejak dulu dan kemudian di sekolah dasar. Teknik-teknik itu lambat
laun memasuki rumah sakit dan dalam beberapa dasawarsa juga telah
merestrukturisasi organisasi militer" .11 Foucault berbicara tentang teknik
pendisiplinan dalam pengertian "seni penyaluran" (the art rf distributions),
model biara tertutup menjadi rezim pendidikan paling sempurna dan
"partisi" (setiap individu memiliki ruang yang terpisah satu sama lain).
Ruangfungsional ini merujuk pada cara arsitek merancang ruang untuk
disesuaikan dengan kebutuhan mengawasi dan mencegah "komunikasi
berbahaya". Foucault menyatakan bahwa "susunan ruang berangkai

280
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

merupakan salah satu mutasi teknis besar dari pendidikan dasar" 12 yang
memungkinkan mengganti sistem belajar tradisional, di mana seorang
anak didik belajar dengan gurunya selama beberapa saat, sementara anak
didik lain diam menunggu.
Foucault secara rinci menguraikan "aktivitas-aktivitas kontrol",
termasuk daftar jam pelajaran, yang disebutnya sebagai "elaborasi
temporal terhadap tingkah laku" (contohnya, baris-berbaris) dan korelasi
tubuh dengan bahasa tubuh (rnisalnya, "tulisan tangan yang bagus...
mensyaratkan senam") serta aspek-aspek lain. Ia menulis:

Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa disiplin menciptakan tubuh


yang mengontrol empat jenis individualitas, atau individualitas
yang ditopang empat karakteristik, yakni selular (permainan
distribusi spasial), organik (dengan pengkodean aktivitas), genetik
(akumulasi waktu), dan kombinasi (komposisi kekuatan). Dan dalam
perwujudannya, individualitas menjalankan empat teknik besar,
yaitu menyusun meja, menentukan gerakan, melakukan latihan,
dan terakhir, untuk memperoleh kombinasi kekuatan, mengatur
"taktik" Y

Ia membahas cara-cara latihan yang benar dalam pengertian


"pengamatan hierarkis", seperti dinyatakannya bahwa "gedung sekolah
menjadi mekanisme untuk latihan ... ", atau suatu "mesin pedagogis", 14
dengan melakukan normalisasi melalui penilaian dan ujian. Ujian
"mengubah the economy if visibility menjadi penggunaan kekuasaan",
memperkenalkan "individualitas ke dalam bidang dokumentasi", dan
"beserta semua teknik dokumentasinya, . . . [membuat] tiap individu
menjadi sebuah 'kasus"' .15 Foucault membahas "panoptisisme"-sebuah
sistem pengawasan yang didasarkan pada karya Jeremy Bentham, di mana
para sipir melakukan pengawasan terus-menerus tanpa belas kasihan di
bagian tengah penjara terhadap para tahanan yang ditempatkan di bagian
pinggir tanpa pernah diketahui para tahanan.
Discipline and Punish menjabarkan cara kerja teknologi kekuasaan dan
hubungannya dengan kemunculan pengetahuan dalam bentuk wacana
baru berdasarkan modus objektifkasi yang melalui modus itu manusia
menjadi subjek. Tema ini lebih jauh dikembangkan Foucault dalam
karyanya tentang sejarah seksualitas. Foucault bertanya:

?Q1
Michel Foucault (1926 - 1984)

Mengapa seksualitas banyak dibicarakan dan apa saja yang telah


dibicarakan mengenainya? Apa dampak kekuasaan yang ditimbulkan
dari pembicaraan tentang seksualitas? Apa hubungan antara
wacana-wacana ini, dampak kekuasaan, dan kesenangan yang
diperoleh darinya? Pengetahuan apa yang diperoleh sebagai basil
dari hubungan ini? 16

Dalam penelitiannya tentang seksualitas dan perkembangan wacana,


muncullah apa yang diistilahkan Focault sebagai bio-power, yak:ni semacam
politik anatomi tubuh manusia dan kontrol populasi secara luas.
Dalam fase "erika", Foucault dianggap "kembali ke subjek" atau
kembali pada erika formasi diti yang dianggap sebagai praktik asketik.
Foucault berpendapat bahwa "kerja" yang ditujukan pada diri tidak
dipahami dalam pengertian model of liberation dari paham kiri tradisional,
tetapi practices of freedom (Kantian). Bagi Foucault, tidak ada diti yang
hakiki, tersembunyi, atau sejati "yang disembunyikan, diasingkan, atau
dipenjara oleh mekanisme represim 7 sehingga memerlukan pembebasan
(liberation). Yang ada hanyalah hermeneutika diri, yaitu sekumpulan praktik ·
interpretasi diti. Foucault menekankan bahwa kebebasan (freedom) adalah
kondisi ontologis bagi erika dan dalam karyanya mengenai sejarah
seksualitas, ia kembali pada pandangan kaum Stoic dengan menggunakan
gagasan "peduli terhadap diri" yang memiliki prioritas di atas dan
berkembang lebih awal daripada gagasan "peduli terhadap orang lain".
Signifikansi pemikiran Foucault dalam pendidikan adalah ia
menawarkan piranti teoretis dan metodologis untuk mempelajari
pendidikan yang menjadi bagian dari ilmu humaniora yang barn muncul
dengan menitikberatkan perhatian pada kondisi dan hubungan kuasa/
pengetahuan, di mana subjek menjadi objek pengetahuan, dan para ahli
pendidikan baru saja memulai menjelajahi relevansi dan janji pemikiran
Foucault untuk bidang mereka.

282
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Catatan
1. Foucault, "Space, Knowledge and Power: Interview'' (Sk:Jiine, March, 1982),
him. 19.
2. Ji.irgen Habermas, "Taking Aim at the Heart of the Present", dalam David
Cousens Hoy (ed.), Foucault: A Critical Reader (Oxford: Blackwell, 1986), him.
107.
3. Dikutip dalam Didier Eribon, Michel Foucault, diterjemahkan Betsy Wing
(Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1991), him. xi.
4. Foucault, "Polemics, Politics and Problematisation", dalam The Foucault Reader
(New York: Pantheon Books, 1984), him. 383-384.
5. Foucault, "Nietzsche, Freud, Marx" dalam Nie~ifche, "Proceedings of Seventh
International Philosophical Colloquium of the Cahiers de Royaumont", 4-8
Juli, 1964 (Edition de Minuit, Paris, 1967), him. 183-200.
6. Dikutip dalam Fran<;oise Dosse, History tif Strllcturalism VoL 1, The Rising Sign,
1945-1966 (Minneapolis, Minnesota, and London: University of Minnesota
Press, 1997), him. 374.
7. Foucault, The Ordertif Things (New York: Vintage, 1970), him. 208.
8. Ibid., him. xiii-xiv.
9. Ibid, him. 385 dan 387.
10. Friederich Nietzsche, The Birth of Traget!J dan The Genealogy tif Morals,
cliterjemahkan Francis Golffing (New York: Anchor Books, 1956), him. 213.
11. Foucault, Discipline and Punish, diterjemahkan Alan Sheridan (Harmondsworth:
Penguin, 1991), him. 138.
12. Ibid, him. 147.
13. Ibid., him. 167.
14. Ibid, him. 172.
15. Ibid., him. 187 dan seterusnya.
16. Foucault, The History of Sexuality, volume 1 (London: Allen Lane, Penguin,
1978), him. 11. .
17. Foucault, "The Ethics of the Concern for the Self as a Practice of Freedom",
dalam Paul Rabinow, Michel Foucault: Ethics, Suijectivity and Truth (London:
Penguin, 1997), him. 283.

Lihat Juga
Dalam buku ini: Heidegger.
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Nietzsche.

283
Michel Foucault (1926 - 1984)

Karya-Karya Utama Foucault


The Archaeology of Knowledge, cliterjemahkan A.M. Sheridan, London: Tavistock,
1977.
The Birth of the Clinic: An Archaeology of Medical Perception, diterjemahkan A.M.
Sheridan, London: Tavistock, 1973.
Discipline and Punish: The Birth of the Prison, New York: Vintage, 1977.
"On Govermentality", Ideology and Consciousness, 6, 1979, hlm. 5-21.
The History of Sexualiry, volume I, New York: Vintage, 1980.
The Use of Pleasure: The History of Sexuality, volume II, New York: Vintage, 1985.
The Care of the Self: The History of Sexuality, volume III, New York: Vintage, 1990.
"Govermentality", dalam G. Burchell, C. Gordon dan P. Miller (ed.), The Foucault
Effect: Studies in Govermentaliry- With Two Lectures f?y and an Interview with Michel
Foucault, Brighton: Harvester Wheatsheaf, 1991, hlm. 87-104.
Madness and Civilization: A History of Insanity in the Age of Reason, cliterjemahkan
Richard Howard, London: Routledge, 1992, 1961.
"Michel Foucault: Ethics, Subjectivity and Truth", The Essential Works of Michel
Foucault 1954-1984, volume 1, Paul Rabinow (ed.), London: Allen Lane,
Penguin, 1997.
Power/ Knowledge: Selected Interview and Other Writings 1972-1977, Colin Gordon (ed.),
London: Harvester, 1980.
Politics, Philosopf?y and Culture: Interviews and Other Writings, 1977-1984, M. Morris and
P. Patton (ed.), Routledge: New York, 1988.

Bacaan Lebih Lanjut


Dreyfus, H. dan Rabinow, P. 1982. Michel Foucault: Bryond Structuralism and Hermeneutics.
Brighton: Harvester Press, hlm. 208-226.
Macey, D. 1993. The Lives of Michel Foucault: A Biograpf?y. New York: Pantheon
Books.
Marshall, J. 1996. Michel Foucault: Personal Autonomy and Education. Dordrecht:
Kluwer.
Smart, B. (ed.). 1994. Michel Foucault: Critical Assessment, volume 1-3, London:
Routledge.

284
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

MARGARET DONALDSON
(1926- ... )
-==Ov~~~~~~~

Martin Hughes

Sebagian dari keterampilan yang kita junjung tinggi dalam sistem


pendidikan sangat bertentangan dengan cara kerja pikiran manusia
yang bersifat spontan. 1

Margaret Donaldson adalah ahli psikologi. perkembangan yang teori-


teorinya tentang hakikat dan perkembangan pikiran manusia memiliki
implikasi besar bagi pendidikan. Ia dilahirkan di Paisley di dekat Glasgow,
Skotlandia, pada 16 Juni 1926 sebagai anak sulung dari riga bersaudara.
Ketika berusia enam tahun, keluarganya pindah dari Paisley ke sebuah desa
di Perthshire, tempat ia menuntut ilmu di sekoJah dasar lokal dan kemudian
melanjutkan ke sekoJah menengah di Callander. Pada usia 17 tahun, ia
kuliah padaJurusan Bahasa Prancis danJerman di University ofEdinbw:gh,
dan sejak itu menjadi awal dari karir seumur hidupnya bersama universitas
tersebut. Sete1ah lulus pada 1947, Donaldson mengikuti program M.Ed.
dalam bidang psikologi. dan pendidikan dan lulus dengan nilai memliaskan
pada 19 53. Waktu itu, ia memutuskan untuk tidak menjadi guru bahasa
Prancis dan Jerman, tetapi mengembangkan minatnya pada pemikiran

285
Margaret Donaldson (1926 - ...)

dan proses belajar anak. Ia menjadi asisten dosen di Jurusan Pendidikan


dan memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang kajian cara berpikir anak
(children thinking) pada 1956. Pada 1958, ia memperoleh jabatan dosen
di Jurusan Psikologi di University of Edinburgh dan menetap di sana
sampai akhir karir akademiknya. Donaldson ditunjuk menjadi readerpada
1969 dan profesor pada 1980. Sekarang ia menjabat Profesor Emerita
dalam bidang psikologi perkembangan di University of Edinburgh.
Tatkala Donaldson memulai karirnya pada bidang psikologi
perkembangan, psikologi Inggris sangat didominasi oleh teori-teori
behavioris. Walaupun demikian, Donaldson lebih tertarik pada pelbagai
pendekatan teoretik yang muncul dari negara-negara lain. Pada 1957,
misalnya, ia bekerja sama dengan psikolog Swiss, Jean Piaget, dan timnya
di Jenewa. Ia terkesan dengan metode dan teorisasi Piaget, tapi tidak yakin
apakah Piaget memang benar. Donaldson juga dipengaruhi oleh karya
psikolog Soviet yang baru muncul seperti Lev Vygotsky dan Alexander
Luria serta karya psikolog Amerika,Jerome S. Bruner. Ia memang bekerja
sama selama beberapa musim panas pada 1960-an dengan Bruner dan
kolega-koleganya di Harvard.
Salah satu minat awal Donaldson adalah pada jenis item yang
digunakan dalam tes kecerdasan. Ia tertarik pada permasalahan mengapa
anak-anak menemukan kesulitan pada pertanyaan tertentu dan berusaha
menemukan alasan di balik jawaban anak terhadap pertanyaan tersebut. 2
Ia menemukan bahwa anak sering gagal memberikan jawaban yang
benar karena mereka tidak memerhatikan informasi yang diberikan pada
pertanyaan tersebut. Anak menggunakan ide-ide mereka sendiri dan
sering masuk akal, namun tidak relevan dengan tugas yang dikerjakan.
Seperti akan kita ketahui, ini1ah tema yang sering muncul dalam karya
Donaldson berikutnya.
Selama 1960-an, Donaldson tertarik pada cara berpikir dan bahasa
anak prasekolah. Ia mendirikan taman kanak-kanak di Jurusan Psikologi
University of Edinburgh yang diikuti anak-anak setempat berusia 3-5
tahun. Anak-anak tersebut diteliti secara intensif oleh Donaldson,
sejawat, dan mahasiswanya. Hasil penelitian ini menjadi dasar bagi
Children's Mind (1978), buku yang sangat terkenal dan mendapat sambutan
luar biasa dari banyak kalangan.
Ide utama Children's Mind adalah pembedaan antara pemikiran yang
"tertanam" (embedded) dalam konteks yang sudah dipahami dengan

286
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

pemikiran yang ridak tertanam dalam konteks seperri itu. Menurut


Donaldson, pemikiran yang muncul dalam konteks yang sudah dikenal
atau yang dapat dimengerri memang relarif mudah bagi kita. Dalam
konteks tersebut, manusia biasanya mampu menalar atau berpikir secara
logis tentang pelbagai permasalahan, khususnya jika kesimpulan yang
diperoleh ridak bertentangan dengan pengetahuan dan kepercayaan
yang ada. Contoh-contoh dari penalaran tersebut dapat dilihat pada
anak berusia riga atau empat tahun. Namun, hila kita diminta untuk
"melampaui batas-batas pemahaman manusia" sehingga pemikiran
kita ridak lagi didukung oleh konteks perisriwa yang bermakna, orang
dewasa sekalipun akan menghadapi kesulitan besar. Jenis pemikiran ini
disebut Donaldson sebagai pemikiran yang "tercerabut" (disembedded),
suatu istilah yang diharapkannya dapat menjelaskan gagasan "inilah
pemikiran yang diambil dari matriks primirif tua yang memuat semua
pemikiran kita'?
Pembedaan antara pemikiran yang "tertanam" dan "tercerabut"
digambarkan dengan membandingkan dua tugas yang dipakai untuk
meneliri egosentrisme anak. Istilah "egosentrisme" berasal dari Piaget4
dan berkaitan dengan kemampuan untuk mempertimbangkan sudut
pandang orang lain. Piaget yakin bahwa anak yang berusia kurang dari
enam atau tujuh tahun biasanya bersifat ego~entrik dalam pengertian
ini dan ia merancang sejumlah tugas yang mampu membuktikan
pandangannya.
Dalam salah satu tugas, anak didudukkan pada sebuah meja berisi
riga model gunung, masing-masing memiliki warna berbeda. Sebuah
boneka ditempatkan juga di atas meja di posisi lain dan anak clisuruh
memilih satu gambar gunung menurut sudut pandang boneka. Piaget
menemukan bahwa anak berusia tujuh atau delapan tahun memiliki
kesulitan besar dengan tugas ini dan sering memilih gambar gunung
yang menunjukkan pandangan mereka, bukan pandangan boneka.
Piaget menyimpulkan bahwa egosentrisme anak menghalanginya untuk
menyadari bahwa sudut pandang mereka hanya salah satu dari beberapa
sudut pandang.
Dalam Children's Mind, Donaldson merancang tugas lain yang
dimaksudkan untuk menguji egosentrisme anak. Dalam tugas ini
terdapat riga boneka, yaitu dua boneka polisi dan satu boneka anak kecil.
Kemudian anak diminta menyembunyikan boneka anak kecil dalam suatu

287
Margaret Donaldson (1926 - ...)

konfigurasi tembok, sehlngga tak terlihat oleh kedua boneka polisi. Agar
tugas ini berhasil, anak harus mengabaikan pandangan mereka terhadap
situasi ini dan menggunakan sudut pandang lain. Walaupun memiliki
egosentrisme, anak berusia tiga atau empat tahun ternyata mampu
menjalankan tugas ini dengan sedikit kesulitan. 5
Menurut Donaldson, dua tugas ini memberikan gambaran yang
baik tentang perbedaan antara pemikiran tertanam dengan pemikiran
tercerabut. Dalam tugas polisi, tujuan dan motif pelaku sudah jelas
dan dapat dimengerti anak-tugas ini tertanam dalam konteks yang
dipahami. Berbeda dengan tugas gunung-sebagaimana tugas-tugas
Piaget lain-tugas itu tidak tertanam dalam konteks seperti itu, yakni
tidak ada maksud atau tujuan jelas yang membuat tugas terse but langsung
dapat dipahami. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan bahwa anak
mengalami kesulitan.
Pembedaan antara pemikiran tertanam dan tercerabut barangkali
merupakan satu-satunya ide terpenting dalam Children s Minds. Sekaligus
pembedaan yang sangat penting dalam memahami mengapa banyak anak
mengalami kesulitan di sekolah. Seperti dikatakan Donaldson, "Makin
baik Anda menangani masalah tanpa didukung pemahaman manusia,
makin mungkin Anda berhasil dalam sistem pendidikan."6 Akibatnya,
kita hanya memperoleh "sedikit "keberhasilan" pendidikan sekaligus
mendapatkan banyak "kegagalan" pendidikan.
Bagaimana kita menghlndari keadaan ini? Dalam Chi/drens Minds,
Donaldson menguraikan beberapa cara supaya sekolah sanggup
membantu anak mengatasi kesulitan dalam memperoleh cara berpikir
tercerabut. Ia sangat menekankan ptoses membaca yang diyakininya
sangat penting pada awal usia sekolah. Donaldson juga mengingatkan
bahwa proses membaca ini tidak menjamin anak akan memiliki
keterampilan praktis membaca teks, kendati keterampilan itu memang
penting. Donaldson menegaskan, "Harapan saya adalah bahwa membaca
dapat diajarkan sedemikian rupa sehingga mendorong kesadaran
reflektif anak, bukan kesadaran terhadap bahasa sebagai sistem simbolik,
namun kesadaran terhadap proses berpikirnya sendiri.m Oleh karena
itu, Donaldson menekankan pentingnya membuat anak mengetahui
hubungan antara bahasa lisan dan tulisan, memberikan waktu kepada
anak untuk berpikir terlebih dulu-bukan langsung menjawab-dan
membiarkan anak membuat kesalahan serta belajar darinya. Ia juga

288
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan JV\odern

menekankan bahwa anak harus eliberitahu hakikat sistem yang


mereka hadapi sejak awal, misalnya, bahwa tidak ada korespondensi
satu-satu antara bahasa tulisan dengan ucapan lisan.
Children} Mind elisambut dengan baik sekali oleh beragam pembaca.
Seperti semua tulisan Donaldson, argumen-argumennya disajikari dengan
sangat jelas dan menimbulkan simpati dari para pembacanya. Sebagai
akibatnya, para guru eli sekolah-sekolah dasar menilai kembali asumi-
asumsi mereka mengenai kemampuan anak serta ketepatan gagasan-
gagasan Piagetian, seperti "kesiapan belajar". Para pakar psikologi
perkembangan mulai mengkaji clang teknik yang mereka gunakan untuk
menilai kemampuan anak dan mendalami implikasi ide-ide Donaldson
pada bidang lain, seperti mempelajari matematika. 8
Setelah Children's Minds, karya Donaldson berkembang menuju
dua arah. Ia tetap memberikan perhatian pada pengajaran baca-t:ulis
(teaching literary), dan pada 1989, ia melontarkan kritik sangat tajam
terhadap metode yang masih elipakai, yakni antusiasme terhadap "buku"
dan gagasan bahwa belajar baca-tulis (learning literary) pada dasarnya
merupakan proses yang sama dengan belajar menggunakan bahasa lisan. 9
Donaldson juga menulis beberapa buku fiksi untuk anak berdasarkan
pemahaman anak yang eliperolehnya dari penelitian. 10
N amun, perhatian utama Donaldson adalah memperbaiki
kelemahan-kelemahan dalam Children's Minds. Ia merasa bahwa proses
yang terlibat dalam peralihan dari pemikiran tertanam menuju pemikiran
tercerabut tidak elijabarkan secara memadai dan memberikan perhatian
tidak cukup pada peran emosi. Oleh karena itu, ia melakukan penelitian
yang baru selesai pada 1992 dan hasilnya elituangkan dalam Human
MindsY
Dalam Human Minds, Donaldson mengajukan model perkembangan
mental yang elidasarkan pada empat modus utama fungsi mental. Tiap
modus elidefinisikan sesuai lokus perhatian pikiran pada waktu tertentu
atau aktivitas mentalnya. Dalam modus pertama, yang diistilahkan
Donaldson sebagai point mode lokus perhatiaan pikiran berkaitan dengan
1

"eli sini dan sekarang". Modus ini mulai terlihat pada usia dua-tiga bulan.
Dalam modus kedua atau line mode, lokus perhatian melampaui "di sini
dan sekarang" serta mencakup ingatan pada peristiwa-peristiwa khusus
dari masa lalu atau diperkirakan akan terjadi kelak. Modus ini muncul
pada usia 8-9 bulan. Pada modus ketiga atau construct mode yang muncul
Margaret Donaldson (1926 - ...)

pada usia riga atau empat tahun, lokus perhatian bergeser dari hal-hal
khusus menuju hal-hal umum, yakni berkaitan dengan "bagaimana
semua ini hadir di dunia" atau "hakikat umum segala hal". Pada modus
terakhir, transcendent mode, lokus perhatian melampaui ruang dan waktu,
contohnya, ketika mengerjakan matematika atau logika abstrak. Modus
terakhir ini, menurut Donaldson, tidak selalu dicapai setiap orang.
Empat modus fungsi mental Donaldson sekilas sama dengan tahap
perkembangan utama dari Piaget, namun sebenarnya sangat berbeda.
Salah satu perbedaan yang sangat pen ring adalah bahwa tiap tahap dalam
teori Piaget berlangsung di luar dan menggantikan tahap sebelumnya.
Sebaliknya, tiap modus fungsi mental yang diajukan Donaldson masih
bekerja setelah tercapai modus baru. Modus demi modus berkembang
susul-menyusul, namun tidak sating menggantikan. Dengan demikian,
kita masih bisa menggunakan modus-modus awal sepanjang hidup dan
berakhir dengan sekumpulan modus, bukan dengan satu modus fungsi
mental "orang dewasa" yang di luar jangkauan anak. Dalam teorinya,
orang dewasalah yang menyerupai anak-anak.

Ciri penting selanjutnya dari model perkembangan Donaldson


adalah menghargai emosi-yang diistilahkan Donaldson sebagai
"perasaan-perasaan bernilai" (value ftelings)-sebagaimana ia juga
menghargai pikiran. Dalam pembahasannya, Donaldson sangat
menyadari bahwa ia sudah keluar dati budaya Barat modern, di mana
emosi dianggap lebih rendah datipada logika atau nalar. Padahal
menurut Donaldson, emosi dan pikiran berhubungan erat. Sehingga
dalam modus pertama dan kedua, emosi dan pikiran biasanya saling
terkait, sebagaimana pada modus ketiga. Namun dalam modus
ketiga, pikiran kadang-kadang sangat dominan dan Donaldson
menyebutnya sebagai intellectual construct mode. Contohnya, saat
melakukan perhitungan matematis tentang situasi hipotetis. Atau
sebaliknya, kadang emosi lebih dominan daripada pikiran dan
Donaldson menyebutnya sebagai value-sensing construct mode-
sebagian respon emosional pada seni atau musik termasuk dalam
kategori ini. Donaldson juga membuat pembedaan serupa antara
intellectual transcendent mode dan value-sensing transcendent mode. Intellectual
transcendent mode meliputi penalaran abstrak dalam matematika atau
logika, sementara value-sensing transcendent mode terutama ditemukan
dalam penjelasan pengalaman spiritual atau religius.

290
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Sebagaimana ditunjukkan kalimat terakhir tadi, argumen Donald. son


dalam Human Minds membuatnya keluar dari bidang psikologi
perkembangan dan mengarahkannya untuk mendalami sejarah sains,
hakikat Buddhisme, dan beragam pengalaman religius atau spiritual.
Pengembaraan melalui ranah yang tak terduga, namun tetap relevan inilah
yang membuat Human Minds menjadi karya yang khas sekaligus menarik.
Pada bab terakhir buku tersebut, Donaldson mempertimbangkan
kembali implikasi-implikasi pendidikan dari model perkembangannya.
Muncullah kemudian dua ide penting.
Pertama, Donaldson berargumen bahwa tercapainya modus pertarna
dan kedua-sebagaimana proses belajar dalam core construct mode-terjadi
secara spontan dan alami, yakni anak-anak belajar melalui pertemuan
informal dan tak terencana dengan dunia di sekitar mereka dan terutama
dengan orang-orang dewasa yang berpengetahuan lebih banyak.
Walaupun demikian, proses bela jar dalam modus lebih tinggi-intel/ecttial
modes dan value-sensing mode-tidak terjadi dengan cara seperti ini. Jika
kita menghendaki semua anak memperoleh potensi untuk mencapai
modus-modus ini--dan Donaldson menyatakan bahwa kita memang
demikian-kita perlu mengajari mereka secara formal dan eksplisit. Kita
juga mengakui bahwa sulit sekali melakukannya.
Kedua, Donaldson mengatakan bahwa pendekatan-pendekatan
dalam pendidikan yang disebut "berpusat pada anak"-yaitu pendekatm
yang didasarkan pada keinginan dan minat anak-tidak akan memadai
untuk masalah tersebut. Kendati ia sangat mendukung pentingnya
melihat dari sudut pandang anak, ia juga menyatakan bahwa sudut
pandang anak juga terbatas, bahwa anak tidak tahu kemungkinan yang
akan terjadi. Pada saat yang sama, ia menolak pendekatan-pendekatan lain
yang diistilahkannya sebagai pendekatan "berpusat pada kebudayaa:..-:1".
Pendekatan tersebut-yang berusaha memaksakan penyeragaman
dan standar dengan mengorbankan kreativitas-juga terbatas karena
mengabaikan sudut pandang anak. Sehingga, ia menawarkan pendekatan
decentered terhadap pendidikan yang secara tersurat menggunakan
pendapat Piaget untuk mendukung pendekatan yang memperhitungkan
sudut pandang anak sekaligus mempertimbangkan kebudayaan.
Jika kita mengkaji tulisan Donaldson secara keseluruhan, tak
diragukan lagi bahwa ia memberikan kontribusi yang besar dan luas
pada pemikiran kita ten tang pendidikan. Ia telah mengingatkan kita akan

291
Margaret Donaldson (1926 - ...)

atti penting (dan keterbatasan) melihat sudut pandang anak, tetapi juga
menentang ortodoksi, baik dalam teori perkembangan maupun praktlk
mengajar. Ia mengemukakan teorinya sendiri yang asli tentang bagaimana
pikiran manusia berkembang dan menunjukkan perlunya pendekatan
yang sangat menghargai perkembangan kecerdasan dan emosi. Ia
juga memperlihatkan dengan cara paling jelas bahwa cita-cita pendi-
dikan hanya dapat diwujudkan jika didasarkan pada pemahaman yang
mendalam dan akurat tentang hakikat pikiran anak--dan manusia.

Catatan
1. Donaldson, Children's Minds (London: Fontana, 1978), him. 15.
2. Donaldson, A Stucfy o/ Children's Thinking (London: Tavistock, 1963).
3. Donaldson, Children's Minds, him. 76.
4. Lihat contohnya,J. Piaget dan B. Inhelder, The Child's Conception o/ Space (London:
Routledge, 1956).
5. M. Hughes dan M. Donaldson, "The Use of Hiding Games for Studying the
Coordination of Viewpoints" (Educational Review, 31, 1979), him. 133-140.
6. Donaldson, Children's Minds, him. 77-78.
7. bid., him. 99.
8. Lihat contohnya, M. Hughes, Children and Number (Oxford: Blackwell, 1986).
9. Donaldson, Sense and Sensibility: Some Thoughts on the Teaching o/ Literary,
Occasional Paper 3 (Reading and Language Information Centre, University
of Reading, 1989).
10. Lihat contohnya, Donaldson, ]ournry into War (London: Andre Deutsch,
1979).
11. Donaldson, Human Minds: An Exploration (London: Allen Lane, Penguin,
1992).

Lihat juga
Dalam buku ini: Bruner, Piaget, Vygotsky.

292
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Karya-karya utama Donaldson


A Stuqy if Children} Thinking, London: Tavistock, 1963.
Children} Minds, London: Fontana, 1978.
Donaldson, M., dengan Grieve, R. dan Pratt, C., Ear!J Childhood Development and
Education: Reading in P.rychofogy, Oxford: Blackwell, 1983.
Human Minds: An Exploration, London: Allen Lane, Penguin, 1992.
Human!J Possible: Education and the Scope if the Mind, dalam D. Olson and N. Torrance
(ed.), The Handbook if Education and Human Development, Oxford: Blackwell,
1996, him. 324-344.

Bacaan lebih lanjut


Bryant, P. 25 September 1992. "Constraints of Context: A Review of Human
Minds", Times Higher Education Supplement.
Grieve, R. dan Hughes, M. 1990. Understanding Children: Essqys in Honour of Margaret
Donaldson. Oxford: Blackwell.

293
Ivan lllich (1926 - 2002)

IVAN ILLICH
(1926- 2002)
-==»vAvAvAvAv"v"v~

David A. Gabbard dan Dana L. Stuchul

Karya saya menunjukkan kegetiran saya dalam menerima kenyataan


budaya Barat. Dawson menyatakan bahwa Gereja adalah Eropa dan
Eropa adalah Gereja, dan saya mengiyakan! Corruptio optimi quae est
pessima. Melalui us aha untuk memastikan, menjamin, dan mengatur
Wahyu, yang terbaik justru menjadi yang terburuk. Setiap saat saya
masih bisa melihat, bahkan seandainya saya orang Palestina, masih
ada orang Yahudi tergolek di pinggir jalan yang dapat saya angkat
dan gendong.

Saya juga hidup dengan ambiguitas yang kuat. Saya tak dapat hid up
tanpa tradisi, tapi saya juga harus mengakui bahwa pelembagaan
nilai-nilai Wahyu merupakan akar kejahatan yang lebih dalam
daripada kejahatan apa pun yang dapat saya ketahui dengan mata
dan pikiran. Inilah yang saya sebut Barat. Dengan mempelajari
dan menerima Barat sebagai penyimpangan Wahyu, saya semakin
ragu, tapi juga semakin ingin tahu dan terlibat sepenuhnya dalam
penyelidikan asal mulanya (Barat) yang menjadi latar belakang
pendapat Dawson. Sesederhana menganggapnya ... kekanak-

294
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

kanakan jika Anda menginginkannya, [atau] seperti anak, mcnurut


saya.
(dati Ivan Il/ich:
In Conversation, him. 242-243) 1

Ivan Illich, sejarawan ikonoklastik dan kritikus sosial, mengabdi


sebagai pastur gereja, pengelola dan guru besar universitas, direktur
lembaga kajian, dosen, dan penulis. Ia sangat terkenal di kalangan
pendidikan atas karya-karya yang ditulisnya pada akhir 1960-an can 1970-
an, terutama buku keduanya, Deschoo!ing Society. Ketika Illich menyebutkan
"Barat sebagai penyimpangan Wahyu", dapat dengan mudah disrmpulkan
bahwa kepercayaan teologisnya memengaruhi kritik sosialnya. N amun,
kesimpulan yang sama tak akan diperoleh bila hanya membaca Deschoo!ing
Society. 2 Didorong oleh keyakinannya bahwa kekuasaan sekuler atau
aktivisme sosial berada di balik rnisi khusus gereja, Illich menyatakan
dalam sebuah esai mengenai perlunya "cita-cita humanis radi.kal" dan
"ideologi sekuler" untuk merencanakan dan mencapai "solusi baru bagi
masalah-masalah sosial". 3 Sehingga sampai saat ini, Illich menulis sebagai
humanis radikal dengan bahasa sekuler untuk membahas permasalahan
sosial. Oleh karena itu, mereka yang mempelajari Ivan Illich dianjurkan
membacanya melalui kacamata teologis dan sekuler.
Lahir sebagai anak sulung dari riga bersaudara pada September
1926 di Wina, Austria, ketaatan Illich pada Gereja tetap utuh selama
masa mudanya yang bergolak. Saat merenungkan keberadaannya
sebagai anak yang harus mengikuti orang tuanya dan tak pernah belajar
di sekolah tertentu, Illich menyebutkan bahwa ia sempat berpindah-
pindah tempat tinggal selama empat tahun di Dalmatia, Wina, dan
Prancis, atau di mana pun orang tuanya berada. Baru di rumah kakeknya
di Wina, ia bertempat tinggal selama tahun 1930-an. Saat masih anak-
anak inilah, perkembangan intelektual Illich bertambah bukan hanya
karena belajar dari sejumlah guru privat yang mengajarkan pelbagai
bahasa (dan dikuasainya kemudian) dan membaca buku-buku dari
perpustakaan pribadi neneknya, melainkan juga dengan interaksinya
dengan cendekiawan-cendekiawan penting yang menjadi sahabat orang
tuanya (seperti Rudolf Steiner, Raine Maria Rilke, dan Jacques Maritain,
belum lagi dokter keluarganya, Sigmund Freud). Illich dianggap terlalu
muda untuk bersekolah, sehingga ia tidak segera dimasukkan ke sekolah
meskipun sudah menunjukkan kecerdasan.

?QE;
Ivan lllich (1926 - 2002)

Pada 1938, serdadu Hitler menduduki Austria. Sebagai putra insinyur


Dalmatia yang kaya dan ibu Yahudi Sephardic, Illich menjadi korban
diskriminasi Nazi terhadap etnis Yahudi. Pada 1941, bersama ibu dan
saudara kembarnya, mereka meninggalkan Austria dan tinggal di Italia.
Walaupun ia sulit menjelaskan keputusannya, pada periode inilah Illich
memasuki biara.
Pada usia 24 tahun, ia ditahbiskan menjadi pastur dan meraih gelar
master dalam bidang teologi dan filsafat dari Gregorian University,
Roma. Tak lama kemudian, ia memperoleh gelar doktor filsafat sejarah
dari University of Salzburg. Di Salzburg, dengan bimbingan Profesor
Albert Auer dan Michael Muechlin, Illich mulia berminat pada metode
sejarah dan interpretasi naskah lama. Auer, yang tulisannya mengenai
teologi penderitaan (theology if sufftrin~ abad ke-12 sangat relevan bagi
Illich, membimbing Illich untuk menyelesaikan tesis doktoralnya tentang
metode sejarah dan filsafat Arnold Toynbee. Illich juga mempelajari
kimia lanjut (kristalografi) di University of Florence.
Walaupun kecerdasan, sofistikasi aristokratik, dan kesalehannya
mendukung Illich sebagai calon ideal untuk tugas diplomatik dati Vatikan,
pandangan kritis Illich terhadap dimensi institusional gereja yang kemudian
diungkapkan dalam tulisan-tulisannya membuatnya menolak belajar di
collegio (sekolah berasrama) Gereja di Nobili Ecclesiastici. Pada 1951, ia
memilih meninggalkan Roma untuk mengikuti program pascadoktoral
dengan menulis disertasi tentang kimia (alchemy) berdasarkan karya Santo
Albertus Magnus di Princeton University.
Namun, setibanya di New York pada malam hari, sebuah percakapan
setelah makan malam di rumah seorang temannya menyebabkan Illich
membatalkan rencana tersebut Topik percakapan mereka adalah "masalah
orang Puerto Rico" di New York. Tidak lama kemudian, ia menemui
Kardinal Spellman untuk minta ditugaskan di tengah jemaat Puerto Rico.
Kardinal memenuhi keinginan pastur muda ini dan menugaskannya ke
Incarnation Parish di Washington Heights, komunitas yang secara historis
terdiri dati orang Irlandia yang mengalami derasnya aliran masuk imigran
Puerto Rico.
Bagi Keuskupan Agung New York, "masalah orang Puerto Rico"
adalah "mengintegrasikan" para imigran ke dalam agama Katolik
Amerika-sebuah ide yang dianggap chauvinistik oleh Illich dan sangat
bertentangan dengan kasih Kristus. Menurut Illich, "Superioritas kultural

296
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

itu sangat kuat sebagaimana manifestasi dosa asal berupa kekacauan


bahasa di Babel. Proses memperoleh rahmat," tegasnya, "melibatkan
penelanjangan total nilai-nilai budaya, 'indahnya kemiskinan budaya'
(beatitude of culturalpoverry)."4
Segera setelah melapor ke Incarnation Parish, ia mulai mengembang-
kan dan mempraktikkan pendekatan yang sangat berbeda. Pertama, Illich
mempelajari bahasa Spanyol selama tiga bulan. Tiga minggu pertama
latihan Illich dalam program Berlitz mampu mengasah kemampuan
bahasa Spanyolnya melalui interaksi tatap muka dengan para imigran
Puerto Rico. Kedua, tidak seperti orang Amerika, Illich melibatkan diri
dalam pola-pola budaya orang Puerto Rico untuk memahami secara
lebih baik bagaimana bisa bersahabat dengan mereka. Ia bukan hanya
berpartisipasi dalam aktivitas budaya Puerto Rico di New York, tapi juga
berlibur ke Puerto Rico. Di sana, ia berjalan kaki, mengendarai kuda, dan
mengelilingi pulau untuk mempelajari dan melayani kebutuhan religius
masyarakat Puerto Rico. Keterlibatan budaya ini tentu saja memperlancar
kemampuan bahasa Spanyol Illich dan memungkinkannya-sebagaimana
dijelaskan dengan indah dalam "The Eloquence of Silence" 5-untuk
tak hanya mempelajari bunyi bahasa, tetapi juga kesunyiannya.
Pendekatan latihan linguistik tersebut kemudian menjadi ciri khas
institut bahasa Spanyol yang didirikannya di Puerto Rico dan Meksiko.
Ketiga, Illich meneliti dan mempelajari karakter khas imigrasi Puerto
Rico----bagaimana imigrasi mereka berbeda dengan pola-pola imigrasi
sebelumnya ke Amerika Serikat dan bagaimana kondisi historis Puerto
Rico memengaruhi sifat khas orang-orang Puerto Rico sebagai penganut
Katolik. Ia menuliskan temuannya tersebut dalam esai berjudul "Not
Foreigners, Yet Foreign". 6
Sebagai bukti kesuksesannya melayani kebutuhan religius imigran
Puerto Rico di New York, kita harus memerhatikan bahwa Ivan Illich-
lah yang membantu merintis apa yang dikenal sebagai San Juan~ Dqy.
Tak lama sebelum perayaan pertamanya sebagai hari besar nasional,
seorang polisi menyampaikan kepada Illich bahwa akan datang 5.000
orang untuk menghadiri pesta terse but. Kenyataannya, lebih dari 35.000
orang menghadiri perayaan San Juan~ Dqy pertama di lapangan sepak
bola Fordham University. Setelah itu, Illich pun menjadi idola jemaat
yang terlantar.

7Q7
Ivan lllich (1926 - 2002)

Kesuksesan aktivitas Illich dalam berkarya di kalangan orang-orang


Puerto Rico menyebabkannya menjadi monsinyur (hierarki dalam Gereja
Katolik-penyunting) termuda-usia 29 tahun--dalam sejarah gereja
Amerika dan menjadi koordinator Office of Spanish-American Affairs.
Pada 1955, ia ditunjuk sebagai Wakil Rektor Catholic University of Puerto
Rico at Ponce. Tugasnya adalah membentuk Institute of Intercultural
Communication (II C) yang akan melibatkan para pastur Amerika dalam
kebudayaan Puerto Rico dan Amerika Latin. Selain mengikutsertakan
rohaniwan dalam latihan bahasa Spanyol yang intensif, Illich juga
berusaha menjamin bahwa pola kehidupan sehari-hari di lembaga itu
akan mencerminkan, semirip mungkin, pola-pola kebudayaan Puerto
Rico. Dengan cara ini, Illich berharap para pastur akan mengetahui dan
menentang kesombongan serta kekerasan pemaksaan budaya yang secara
historis telah dilakukan gereja dan ecclesiastical conquistadores-nya. 7 Setelah
lima tahun tinggal di pulau tersebut, karena pelanggarannya terhadap
larangan Uskup Ponce untuk berhubungan dengan calon gubernur yang
prokontrasepsi, Munoz Marin, Illich diperintahkan untuk meninggalkan
Puerto Rico.
Setelah tinggal sejenak diN ew York, Illich menuju Amerika Selatan
mana ia melakukan perjalanan sejauh 3000 mil dari Santiago, Chili,
ke Caracas, Venezuela, untuk mencari lokasi guna membangun sebuah
lembaga baru. Ia ingin membangun gedungnya di "sebuah lembah
dengan iklim bagus di kota yang jaraknya dapat ditempuh kurang
dari sejam dari perpustakaan besar dan universitas yang baik, di mana
perumahan dan makanan cukup murah untuk memenuhi kebutuhan
mahasiswa". 8 Akhirnya, ia menemukan kondisi-kondisi ideal ini di
Cuernavaca, Meksiko, yang menawarkan tempat sangat menarik dan
berada di biara paling progresif di Amerika Latin serta dipimpin oleh
figur kontroversial, Uskup Mendez .Arceo.
Dengan dukungan Uskup Arceo, Kardinal Spellman, dan Fordham
University, Illich membangun lembaga barunya ini untuk melakukan
de-Yankeeftcation (yankee adalah sebutan untuk orang Amerika Serikat,
de-Yankeejication berarti menentang pengaruh Amerika Serikat yang
menyebar luas-penyunting) pada 1961. Lembaga yang semula bernama
Center of Intercultural Formation (CIF), kemudian berubah menjadi
Center of Intercultural Documentation (CIDOC). Illich membangun
lembaga ini untuk menandingi Alliance for Progress yang dibentuk

298
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Presiden Kennedy (yang dianggapnya sebagai penyebaran cita rasa


borjuis Amerika Serikat yang mengorbankan budaya dan kehidupan
Amerika Selatan) dan menentang keputusan Paus untuk mengirimkan
10 persen dari pastur dan jemaatnya (kira-kira 35.000 orang) ke Amerika
Latin. Pada dasarnya, Illich ingin agar CIDOC dapat seperti IIC di Puerto
Rico. N amun, karena perintah Paus terkait dengan Alliance for Progress,
Illich melihat proyek ini lebih mendesak daripada proyeknya di Puerto
Rico. "Saya menentang", tuturnya:

Pelaksanaan perintah ini. Saya yakin bahwa perintah ini akan


menimbulkan bahaya serius bagi mereka yang dikirimkan, klien, dan
pendukung mereka di Amerika Serikat. Saya telah bela jar di Puerto
Rico bahwa hanya beberapa orang saja yang dapat bertahan atau
menderita karena menjalankan karya 'untuk kaum papa' di negara
asing. Penerapan harapan dan standar hidup Amerika Serikat hanya
akan menghambat perubahan revolusioner yang diperlukan, dan
penggunaan ajaran gereja untuk melayani kapitalisme a tau ideologi
lain jelas salah. 9

Illich sangat percaya bahwa Gereja, meskipun memiliki misi profetik,


hanya memberikan tanggapan tanpa melakukan tindakan apa pun. Hanya
dengan cara tersebut, Gereja bisa menghindari memberikan legitimasi
pada urusan politik duniawi. Kendati menarik diri dari dukungan politik
dan sosial secara langsung, Gereja tetap harus menggeluti misteri iman,
tempat bersemainya perubahan personal dan sosial yang radikal. Pendirian
teologis ini-suatu komitmen yang menganggap Church as She (misteri
kehadiran Tuhan, kerajaan Allah di dunia) bukan Chuch as It (penjelmaan
institusional)-menyebabkan Illich mendapat musuh ideologi, kiri dan
kanan, di dalam dan di luar gereja. Walaupun sebagai orang awam, Illich
memiliki pandangan politik kontroversial, sebagai pastur, ia masih setia
pada konservatisme teologis dan aktivitas Roh Kudus.
Dengan tuntutan profetiknya akan Gereja yang kurang birokratik,
dipirnpin orang awam, dan lebih rendah hati, Illich memicu kemarahan
lawan-lawannya. Petisi yang disampaikan berulang kali pada Keuskupan
Agung New York oleh para pemirnpin ultrakonservatif memaksanya
meninggalkan Meksiko. Kecaman serupa yang diajukan ke Vatikan
menyebabkan Illich dipanggil menghadap Congregation for the Doctrine
of the Faith (bagian dari Sacred Congregation of the Universal Inquisition)
pada Juni 1968.

299
Ivan lllich (1926 - 2002)

Dengan rendah hati, ia segera menuju Roma. Berbekal kebenaran


kanonik yang mudak, Illich hadir, membaca daftar pertanyaan yang
panjang dan penuh dengan tuduhan meragukan, mengajukan pembelaan,
dan kembali ke Cuernavaca. Dalam kesendirian, Illich memilih
menanggung malu atas "aktivitas menyimpangnya" di hadapan Gereja.
Tiga bulan kemudian, permintaannya untuk meninggalkan Gereja dan
hidup sebagai orang biasa dikabulkan.
Pada Januari 1969, Paus melarang semua pastur, biarawan, dan
biarawati Katolik menghadiri kursus atau seminar di CIDOC. Illich
segera mengirimkan rincian hasil penyelidikannya ke Editor Agama
harian New York Times. Bulan Maret tahun itu juga, Illich, salah seorang
pelayan Gereja yang paling cerdas dan taat, resmi mengundurkan diri.
Meskipun ada larangan terhadap CIDOC dan dicabut kemudian pada
Juni 1969, kegiatan di lembaga terse but terus berlanjut tanpa hambatan.
Setelah bergiat dalam aktivitas persekolahan publik saat di Puerto Rico,
di mana ia bertemu Everett Reimer (yang dianggap telah merangsang
minatnya pada pendidikan umum), Illich mengalihkan perhatiannya ke
"gereja" baru-persekolahan. Sejak 1969-1970, CIDOC mengadakan
serangkaian seminar dengan tema "Alternatives in Education". Reimer,
Paul Goodman, Joel Spring, John Holt, Jonathan Kozo~ dan Paulo Freire
adalah sebagian dari peserta penting dalam seminar itu. Beberapa tulisan
yang bersumber dari seminar ini telah diterbitkan, yang paling menonjol
adalah Deschooling Society.
Para pembaca Illich tahu bahwa ia tidak memberi judul Deschooling
Society untuk bukunya. Adalah Cass Canfield, Sr, presiden penerbit
Harper, yang memberikan judul itu untuk tujuan pemasaran. Illich tidak
menganjurkan penghapusan sekolah, tetapi disestablishment. Maksud Illich
adalah bahwa dana publik jangan digunakan untuk membiayai sekolah.
Sebaliknya, ia percaya bahwa sekolah harus membayar pajak, sehingga
persekolahan menjadi barang mewah dan dengan demikian memberi
dasar yang sah untuk menghentikan diskriminasi terhadap mereka
yang tak bersekolah. Akibatnya, tercipta pemisahan antara sekolah dan
negara sebagaimana pemisahan antara gereja dan negara yang diakui
Konstitusi Amerika Serikat. Illich juga percaya bahwa pendapatnya itu
akan menghasilkan perbaikan kualitas pendidikan. Niat untuk belajar
dapat diwujudkan dengan tujuan yang lebih otentik dan tanpa motif
tersembunyi dari mereka yang ingin belajar dan pendidikan dapat

300
56 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

diberikan sebagai kegiatan di kala senggang (act if leisure) dan sebagai


berkah cinta dan ampunan bagi mereka yang mencari pengetahuan,
karena pendidikan tidak diwajibkan.
Lebih lanjut, para pembaca Illich juga harus memahami bahwa
pemikiran dan pendekatannya terhadap studi persekolahan dan
pendidikan mulai bergeser, bahkan sebelum penerbitan Deschooling Society.
Secara metodologis, analisis fenomenologis yang digunakannya dalam
Deschooling Society bersumber dari minatnya terhadap ecclesiology. Bagi
Illich, ecclesiology adalah "pendahulu sosiologi", di dalamnya terdapat
"kajian ilmiah terhadap komunitas tertentu yang menjadi cita-cita gereja
dan ecc/esiology sudah ada sejak abad ke-4" .10 Dalam ecc/esiology terdapat
/iturgi, yaitu cabang ecc/esiology dengan fokus ritual dan tata cara yang
"menciptakan komunitas yang kemudian menganggap dirinya gereja dan
dipelajari ecc/esiologj'Y Oleh sebab itu, salah satu bab terpenting dalam
Deschoo/ing Society berjudul "The Ritualization of Progress". Dalam esai
itu, Illich memaparkan bagaimana:

Sistem sekolah saat ini menjalankan riga fungsi umum gereja


sepanjang sejarahnya, yakni menjadi gudang mitos masyarakat,
pelembagaan kontradiksi dalam mitos tersebut, dan lokus ritual
yang mereproduksi serta menyelubungi perbedaan antara mitos
dan realitas. 12

Sebagaimana Church as Jtmewajibkan agama demi penyelamatan jiwa


yang terlantar, sekolah menjadi "Agama Dunia Baru" atau ritual yang
diperlukan untuk ambil bagian dalam masyarakat, dan menjadi sarana
untuk mendapatkan penyelamatan sekuler bagi mereka yang telantar
dalam pendidikan.
Bahkan, sebelum penerbitan Deschooling Society, Illich sangsi dengan
tuntutannya untuk disestablishment sekolah. Ia ingat ketika Wolfgang Sachs
dan sekelompok kecil mahasiswa yang ditemui Illich di Jerman mengkritik
artikel-artikel dalam Deschoo/ing dengan mengklaim:

Bahwa dengan begitu banyaknya efek samping tak dikehendaki dari


pewajiban sekolah, saya menjadi buta dengan fakta bahwa fungsi
pendidikan telah beralih dari sekolah dan bahwa semakin banyak
bentuk proses belajar wajib lain yang akan melembaga dalam
masyarakat modern. 13

301
Ivan Jllich (1926 - 2002)

Bentuk-bentuk proses belajar lain (contohnya, [melalui] televisi,


latihan wajib, lokakarya, dan lain-lain) tidak akan menjadi kewajiban dalam
pengertian legalistik, namun proses belajar itu akan menggunakan cara lain
untuk membuat orang percaya bahwa mereka mempelajari sesuatu.
Akibatnya, Illich mengalihkan fokus karyanya dari proses
fenomenologis persekolahan menuju orientasi kebudayaan yang
menghasilkannya (persekolahan). Bagaimana manusia begitu tertarik
pada ide pendidikan? Bagi Illich, jawaban bagi pertanyaan ini terdapat
dalam pemahaman tentang bagaimana asumsi kelangkaan-dugaan
utama pandangan dunia ekonomi-menyebabkan manusia melihat
pendidikan sebagai "kebutuhan". Dengan hukum kelangkaan, kebutuhan
kita banyak, namun sarana untuk memenuhinya langka. Termasuk sarana
untuk memenuhi "kebutuhan" belajar. Dengan perubahannya menjadi
sejarawan kelangkaan (a historian rj scarcity), Illich mengakui bahwa:

Pada awal abad ke-17, lahirlah sebuah kesepakatan baru, yakni ide
bahwa manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki kompetensi bagi
masyarakat dan tetap demikian kecuali telah menerima pendidikan.
Pendidikan menjadi kebalikan dari kompetensi vital. Pendidikan
juga berarti proses, bukan pengetahuan sederhana tentang fakta
dan kemampuan menggunakan alat yang membentuk kehidupan
konkret manusia. Pendidikan menjadi suatu komoditas tak nyata
yang harus diproduksi demi kebaikan semua orang dan diberikan
kepada mereka sebagaimana dulu Gereja yang nyata memberikan
rahmat tak nyata. Justifikasi dari masyarakat menjadi kebutuhan
pertama untuk manusia yang lahir dengan kebodohan asal, yang
sama dengan dosa asal. 14

Sebagai seorang sejarawan yang memandang dunia kontemporer dari


sudut pandang abad ke-12, Illich menunjukkan bagaimana kepastian saat
ini tidak ada pada masa lalu. Dengan mempertimbangkan sejarah "perang
melawan subsistensi" selama 500 tahun terakhir, Illich memperlihatkan
pada pembaca bagaimana dalam menentukan keberadaan kita, manusia
harus menentukan kembali dirinya untuk menyesuaikan diri dengan
sis tern dan ciptaan baru. Kosmos yang awalnya di tangan Tuhan, sekarang
berada di tangan manusia.
Sebagai filsuf, Illich biasa dikategorikan sebagai teoretikus religius
antiteknologi yang berbeda dengan filsuf antiteknologi sekuler

302
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

(contohnya, Junger, Marcuse, Habermas, dan lain-lain). \17alaurmn


demikian, ia menentang setiap usaha kategorisasi dan klasifikasi.
Sebagai seorang teoretikus antisekolah, antiinstitusi, dan antiteknolcgi,
Illich sangat menyadari ciptaan-ciptaan yang membatasi kemungkinan
memperluas persahabatan dengan Yang Lain melintasi batas-batas.
Dalam semua tulisan Illich, perluasan dan penggalian philia, y:akni cinta
yang lahir dari persahabatan, merupakan minat. utamanya.

Catatan
1. David Cayley, Ivan Illich in Conversation (Concord, Ontario: House of Anansi
Publications, 1992), him. 242-243.
2. Illich, Deschooling Society (New York: Harper & Row, 1970).
3. Illich, Celebration if Awareness: A Call for Institutional Revolution (New York:
Doubleday, 1970), him. 102 dan 103.
4. Francine du Plessix Gray, Divine Disobedience: Profiles in Catholic Radicalism (New
York: Vintage Books, 1971), him. 245.
5. Illich, Celebration if Awareness, him. 41-51.
6. Ibid, him. 29-40.
7. Gray, Divine Disobedience, him. 244.
8. Ibid, him. 251.
9. Illich, Celebration of Awareness, him. 53-54.
10. Cayley, Ivan Illich in Conversation, him. 65.
1L Ibid, him. 66.
12. Illich,Deschooling Society, him. 54.
13. Cayley, Ivan Illich in Conversation, him. 70.
14. Illich, Toward a History of Needs (Berkeley, California: Heyday Books, 1977), hlm.
75-76.

Lihat juga
Dalam buku ini: Freire, Habermas.
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Steiner.

303
Ivan Illich (1926 - 2002)


Karya-karya utama Illich
\
A Celebration if Awareness: A Callfor Institusional Revolution, New York: Doubleday,
1970.
Deschooling Society, New York: Harper & Row, 1970.
Tools for Conviviality, New York: Harper & Row, 1973.
Medical Nemesis: The Expropriation if Health, New York: Pantheon, 1973.
Energy and Equity, New York: Harper & Row, 1974.
Toward a History if Needs, Berkeley, California: Heyday Books, 1977.
Shadow Work, London: Marion Boyers, 1981.
Gender, New York: Pantheon Books, 1982.
Illich, I., dengan Barry Sander, ABC: The Alphabetization if the Popular Mind, Berkeley,
California: North Point Press, 1988.
In the Mirror if the Past: Lectures and Addresses, 1978-1990, London: Marion Boyers,
1992.
In the Vinryardifthe Text, Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1993.

Bacaan lebih lanjut


Aries, Phillipe. 1962. Centuries if Childhood: A Social History if Fami!J Iije. New
York: Knop£
Cayley, David. 1992. Ivan Illich: In Conversation. Concord, Ontario: House of Anansi
Publications.
Elias, John. 1976. Conscientization and Deschooling: Freire} and Illich} Proposals for
Reshaping Society. Philadelphia, Pennsylvania: Westminster Press.
Ellul,]. 1964. The Technological Society. New York: Knopf.
Gray, Francine du Plessix. 1971. Divine Disobedience: Profiles in Catholic Radicalism.
New York: Vintage Books.
Kohr, Leopold. 1986. The Breakdown if Nations. London and New York: Routledge
& Kegan Paul.
Ladner, Gerhard. 1970. The Idea if Reform. Santa Fe, New Mexico: Gannon.
Pieper,Joseph. 1957. The Silence if St. Thomas. New York: Pantheon.
Polanyi, Karl. 1975. The Great Transformation. New York: Octagon Books.
Prakash, H.S. and Esteva, G. 1998. Escaping Education: Iiving as Learning within
Grassroots Cultures. New York: Lang.
Sachs, Wolfgang (ed.). 1992. The Development Dictionary. London: Zed Books.

304
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

LAWRENCE KOHLBERG
(1927- 1987)
-==Ov~~~~~~~""¢=

K. Peter Kuchinke

Dalam penelitian, kami menemukan tingkat perkembangan


pemikiran moral (moral thinking) yang tertentu dan universal. 1

Lawrence Kohlberg adalah pendidik, psikolog, sekaligus filsuf


serta diakui sebagai intelektual besar yang mengikuti jejak langkah
Socrates, Jean Piaget, dan John Dewey. Karya Kohlberg berpusat
pada perkembangan keputusan moral anak dan orang dewasa dengan
menggunakan pendekatan perkembangan kognitif dan melibatkan teori-
tahap dari Piaget. Sisi lain dari penelitian dan tulisannya terfokus pada
perilaku moral, dan di sinilah gagasan tentang komunitas yang adil dan
tindakan demokratis mendominasi karyanya. Pengaruhnya pada praktik
pendidikan ditemukan dalam kurikulum pendidikan untuk perkembangan
moral dan dalam model pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah
(school administration and governance). Di luar pendidikan, karya Kohlberg
berpengaruh besar terhadap wilayah-wilayah lain dalam perkembangan

305
Lawrence Kohlberg (1927 - 1987)

orang dewasa,e seperti penelidikan berbasis komunitas, penelidikan agama,


penelidikan eli penjara, dan penelidikan keahlian. Dengan merentangkan
batas-batas elisiplin ilmu traelisional dan berayun di antara deskripsi
realitas empiris dan prinsip @safat normatif tentangjust.ice dan fairness,
Kohlberg adalah peneliti objektif dan pendukung nilai serta institusi
demokratis dan liberal. Kohlberg berujar, "Karakteristik utama teori
atau program riset saya adalah interdisipliner dengan menggunakan
data antropologi dan psikologi empiris untuk menyusun klaim-klaim
filsafat, dan memakai asumsi-asumsi @osofis untuk mendefinisikan serta
menafsirkan data penelidikan, antropologi, dan psikologi" (Kohlberg
1985, hlm. 505). 2
Kohlberg sendiri menyebutkan bahwa asal mula ketertarikannya
pada moralitas berakar pada pengalamannya eli bawah tirani Nazi selama
belajar di sekolah berasrama dan college. Minatnya pada moralitas dan
penelidikan moral "muncul sebagai tanggapan terhadap Holocaust
[dan] usaha perlahan-lahan namun terus-menerus dari masyarakat
dunia untuk memberikan pemahaman moral [tentang Holocaust]"3 •
Artikel pertamanya yang eliterbitkan pada 1948 membahas perjuangan
heroik awak kapal untuk menyelundupkan orang-orang Yahueli Eropa
ke Palestina. Saat menjadi mahasiswa di University of Chicago, ia
mempelajari erika Kant dan @safat politik Locke, Jefferson, dan John
Stuart Mill yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia universal.
Selama mempelajari psikologi, ia mulai merumuskan teori perkem-
bangan moralnya berdasarkan pemikiran Piaget dan Dewey. Pada 1958,
ia menyelesaikan stueli doktoralnya eli University of Chicago dengan
menulis elisertasi mengenai perkembangan modus pemikiran dan pilihan
moral pada remaja. Setelah enam tahun eli Jurusan Psikologi University
of Chicago, ia pindah ke Graduate School of Education eli Harvard
pada 1968, eli mana ia menyelesaikan sebagian besar tulisan dan risetnya
sampai meninggal pada 1987. Selama eli Harvard, Kohlberg mengajar
mahasiswa dan peneliti yang akan meneruskan, mengembangkan, dan
mengkritik pemikirannya. Ia juga menjalankan program-program rintisan
penelidikan moral eli sekolah, penjara, dan institusi-institusi lain. Dua
fokus karyanya adalah riset empiris dan teoretis ten tang perkembangan
moral dan penciptaan komunitas yang adil. Menurutnya, model-model
sekolah dan penjara yang elibangun berdasarkan prinsip;ust.ice dan fairness
merepresentasikan tahap pemikiran moral paling maju.

306
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Perhatian Kohlberg pada perkembangan moral merupakan perhatian


utama pendidikan dan bisa ditelusuri kembali pada Socrates yang
dialognya dengan Meno berkisar pada pertanyaan: apakah kebajikan
(virtue) adalah sesuatu yang dapat diajarkan? Apakah kebajikan lahir
dati praktik? Ataukah kebajikan berasal dati bakat atau naluri alamiah?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan pokok bagi
masyarakat beradab dan kehidupan individu karena tanpa kebajikan atau
moralitas, masyarakat akan hancur menjadi masyarakat Hobbesian, yaitu
"manusia yang membinasakan manusia lain", sebagaimana disaksikan
pada rezim-rezim totalitarian dalam sejarah. Dengan demikian, nilai-
nilai yang memotivasi perilaku dan moralitas sangat fundamental untuk
keputusan sehati-hati, sedangkan penilaian dan pemikiran moral adalah
persoalan berikutnya, baik dilakukan secara sadar atau tidak. Selama
berabad-abad, sejak Plato, para filsuf dan pendidik telah mengajukan
pelbagai jawaban bagi pertanyaan Meno tadi. Melalui sebuah artikel
yang berpengaruh dalam Harvard Education Review pada 1972, Kohlberg
meringkas riga arus besar dalam perkembangan pemikiran pendidikan
Barat: romantisisme, transmisi kultural, dan progresivisme.4 Pandangan
romantisisme tentang pendidikan mengikuti filsafat Jean Rousseau,
George H. Mead, dan G. Stanley Hall, dan dicontohkan dengan gerakan
Summerhill yang dipelopori A.S. Nell. Menurut pandangan ini, apa yang
berasal dati dalam diri anak adalah aspek perkembangan terpenting, dan
pendidikan harus membiarkan munculnya kebaikan dati dalam (innergood)
diri anak-dan keburukan dati dalam dirinya (inner bad) dikendalikan-
dalam lingkungan pedagogi yang bebas. Sebaliknya, pandangan transmisi
budaya menyatakan bahwa tugas utama pendidikan adalah mengalihkan
informasi, aturan, dan nilai dati satu generasi ke generasi berikutnya
untuk mempertahankan stabilitas dan melindungi pencapaian generasi
sebelumnya. Teknologi pendidikan dan terutama teori-teori behavioristik
membentuk ideologi pendidikan ini. Terakhir adalah progresivisme
sebagai aliran ketiga dalam pemikiran pendidikan, dan pemikiran inilah
yang diikuti Kohlberg. Bila pandangan romantisisme secara tidak kritis
mengasumsikan bahwa apa pun kecenderungan bawaan yang dimiliki
anak harus didukung dan pandangan transmisi kultural mendukung
status quo sosial, pandangan progresivisme melihat saling pengaruh
yang bersifat dialektik antara anak dan lingkungan. Progresivisme,
berdasarkan pemikiran William James dan John Dewey, berpandangan

307
Lawrence Kohlberg (1927 - 1987)

bahwa pendidikan harus mengembangkan interaksi alamiah antara anak


dan masyarakat atau lingkungan.

Menurut pandangan progresif, sasaran tersebut mensyaratkan


lingkungan pendidikan yang secara aktif merangsang perkembangan
melalui penyajian masalah atau konflik yang dapat diselesaikan,
namun tetap bersifat asli. Pengalaman pendidikan membuat anak
berpikir-berpikir dengan cara memadukan kognisi dan emosi
... [P]engetahuan yang diperoleh [menghasilkan] perubahan pola
pemikiran yang aktif dan dimunculkan dengan mengalami situasi
penyelesaian masalah .... [P]andangan progresif melihat moralitas
yang didapat sebagai perubahan pola respon yang aktif terhadap
situasi so sial yang problematik. 5

Menurut Kohlberg, terdapat kesatuan antara perkembangan


moral dan kognitif, antara ranah intelektual dan afektif. Menurutnya,
"Perkembangan pemikiran logis dan kritis, yang menjadi inti pendidikan
kognitif, menemukan makna yang lebih luas dalam sekumpulan nilai-
nilai moral." 6
Teori Kohlberg didasarkan pada pendekatan Piaget dengan prinsip
utama berikut ini:

1. Kognisi pada umumnya dan penalaran moral pada khususnya


tersusun dalam pikiran berupa skema, yakni struktur mental yang
digunakan untuk mencerap dan memahami pengalaman sehari-
hari. Tiap skema didasarkan pada asumsi tentang hakikat dunia dan
realitas, dan merupakan skema yang menentukan bagaimana individu
mencerap realitas. Skema telah ada sejak anak-anak, dan terus berubah
atau menjadi lebih baik. Perkembangan berarti perubahan struktur
mental. Pengalaman baru diasimilasi, yakni diintegrasikan ke dalam
skema yang ada, atau diakomodasi, yaitu pengalaman ini mendorong
penciptaan skema baru untuk mencapai pemahaman. Perkembangan
kognitif terjadi melalui asimilasi dan akomodasi, melalui integrasi
pengalaman ke dalam struktur mental yang ada dan penciptaan
struktur mental baru yang lebih rumit.
2. Perkembangan moral dan kognitif terjadi ketika anak dan orang
dewasa melewati serangkaian tahap, setiap tahap berkembang
makin rumit dan setiap tahap merepresentasikan pemahaman yang

308
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

menyeluruh terhadap pengalaman. Individu melewati tahap-tahap


dalam suatu urutan yang tetap. Individu tidak melompati tahap-
tahap perkembangan, tidak mundur ke tahap sebelumnya, dan
menggabungkan pola pemikiran dari tahap sebelumnya ke dalam
pola pemikiran baru. Perkembangan dan kedewasaan terbentuk
sebagai akibat dari ketidakseimbangan kognitif (cognitive disequilibrium),
pengalaman situasi yang tak dapat dipahami secara memadai pada
suatu tahap.
3. Tahap lebih tinggi adalah tahap yang lebih baik dalam pengertian
memungkinkan individu memahami pengalaman secara lebih
komprehensif. Tidak semua individu mencapai tahap perkembangan
lebih tinggi walaupun tahap ini berhubungan dengan usia, setidaknya
selama tahap awal perkembangan kognitif. Tahap perkembangan ini
dapat diperlambat, namun tidak dapat dipercepat.

Berkenaan dengan perkembangan moral, Kohlberg menjabarkan


enam tahap dan tiga tingkat, yakni tingkat prakonvensional I-terdiri
dari tahap 1 (orientasi hukuman dan kepatuhan) dan tahap 2 (orientasi
relativis instrumental). Tingkat konvensional II, terdiri dari tahap 3
(orientasi keselarasan antarpribadi) dan tahap 4 (orientasi memperta-
hankan masyarakat). Tingkat pasca-konvensional III, terdiri dari tahap
5 (orientasi kontrak sosial) dan tahap 6 (prinsip erika universal). Dalam
mendefinisikan tahap 5 dan 6 pascakonvensional, Kohlberg memakai
teori kontrak sosial dan terutama pemikiran @suf John Rawls. 7 Pada tiap
tahap perkembangan, individu dapat memikirkan apa yang benar dan
mengapa bisa benar dengan cara yang sangat berbeda. Ketika ditanya,
mengapa mencuri dari ternan adalah perbuatan salah, misalnya, individu
pada tahap 1 akan menjawab "Karena jika tertangkap akan dihukum",
sementara individu pada tahap 3 mungkin merujuk pada fakta bahwa
mencuri akan merusak hubungan kepercayaan dengan ternan. Individu
pada tahap 5 mungkin merujuk pada kontrak yang tersirat an tara anggota
masyarakat untuk mempertahankan hak milik dan bertingkah laku demi
kebaikan bersama.
Riset empiris Kohlberg difokuskan pada pengembangan metode
untuk mengukur dan menilai validitas teori perkembangan moral.
Ia mengembangkan wawancara keputusan moral (Moral Judgement
Interview atau MJI), tata cara, dan penentuan skor yang menggunakan

309
Lawrence Kohlberg (1927 - 1987)

metode wawancara semi terstruktur mengenai dilema-dilema moral


hipotetis, di mana partisipan diminta memutuskan dan menilai beberapa
tindakan berdasarkan moralitas. Dengan menggunakan panduan penen-
tuan skor yang rumit dimungkinkan menentukan tahap penalaran moral
dari peserta yang diwawancarai. Dengan menggunakan hasil dati studi
longitudinal selama 20 tahun--di mana subjek diwawancarai setiap tiga
tahun-Kohlberg memperlihatkan kemajuan bertahap sebagaimana
diprediksikan teorinya. Studi longitudinallainnya memperkuat temuan-
temuan penelitian Kohlberg. Seperti Piaget, Kohlberg melakukan riset
untuk meneliti validitas lintas budaya dati teorinya. Hasil dati studi
yang dilakukan di lebih dati empat puluh negara Barat dan non-Barat,
secara umum menunjukkan peningkatan keputusan moral sesuai usia
dan pendidikan serta memperkuat sebagian besar tahap-tahap pena-
laran moral yang berarti menunjukkan universalitas teori perkembangan
moral. Berkaitan dengan pendidikan moral, riset ekstensif menemukan
bahwa program pendidikan tersebut mendorong keberhasilan dalam
penalaran moral. 8
Kebanyakan karya Kohlberg selama 1970-an dan 1980-an berpusat
pada implikasi praktis teori perkembangan moralnya, yakni melibatkan
pengembangan kurikulum dan reformasi di sekolah dan universitas serta
eksperimen demokrasi pendidikan di penjara, sekolah, dan organisasi
berbasis komunitas dengan menerapkan Just Community Approach. 9
Tulisan-tulisan Kohlberg telah menarik perhatian para filsuf
terkemuka-seperti Jurgen Habermas dan Israel Scheffler, sejawat
ilmuwan sosial, kolaborator, dan mantan mahasiswanya. Mereka
mengomentari karya Kohlberg, mengembangkan riset dan teorinya,
serta mengajukan kerangka teoretis dan penjelasan alternatif, bahkan
bertentangan. Berkenaan dengan pendidik orang dewasa adalah pene-
rapan pemikiran perkembangan kognitif pada pengembangan profesi
dan pengembangan ranah-ranah di luar penalaran keadilan, sepanjang
hidup, dan di tempat kerja. 10 Sebagaimana dirangkum Schrader,
"Kohlberg memang memiliki pengkritik ... tapi bagi para pengkritiknya,
ide-ide Kohlberg tetap perlu dipertimbangkan dan menjadi titik awal
bagi ide-ide baru. Kohlberg menyambut setiap dialog dan kontroversi.
Ia percaya bahwa tanpa konflik dan dialog kognitif, kita tidak akan
berkembang." 11

310
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Catatan
1. Kohlberg, "The Child as a Moral Philosopher" (P.rycho!ogy Todqy, 2, 4, September,
1968), hlm. 8.
2. Kohlberg, "A Current Statement on Some Theoretical Issues", dalam S. Modgil
dan C. Modgil (ed.), Lawrence Kohlberg: Consensus and Controver.ry (Philadelphia,
Pennsylvania: Palmer, 1985), hlm. 485-546.
3. Kohlberg, The Phi!osopf?y of Moral Development (San Fransisco, California: Harper
& Row, 1981), hlm. 407.
4. Kohlberg dan R. Myer, "Development as the Aim of Education" (Harvard
Education Review, 42, 1972), hlm. 449.
5. Ibid., hlm. 454-455.
6. Ibid.
7. ]. Rawls, A Theory of Justice (Cambridge, Massachusetts: Belknapp Press of
Harvard University, 1971 ).
8. ]. Rest, Moral Development: Advances in Research and Theory (New York: Praeger,
1986).
9. Kohlberg, The Just Communi!J Approach to Moral Education in Theory and Practice,
dalam M. Berkowitz dan F. Oser (ed.), Moral Education: Theory and Application
(Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum, 1985).
10. Contohnya, M. Commonds, D. Sinnott, F. Richards, dan C. Armon, Adult
Development, volume 1 dan 2 (New York: Praeger, 1989); dan]. Demick dan P.
Miller, Development in the Workplace (Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum,
1993).
11. D. Schrader, "Editor's Notes", dalam D. Schrader (ed.), The Legary of Lawrence
Kohlberg, New Directions of Child Development, 47 (San Francisco, California:
Jossey Bass, 1990).

Lihat juga
Dalam buku ini: Habermas, Neill, Piaget.
Dalam Fif!J Mqjor Thinkers on Education: Dewey, Kant, Mill, Rousseau, Socrates.

Karya-karya utama Kohlberg


Kohlberg adalah seorang penulis produktif yang telah menerbitkan
pelbagai buku mengenai psikologi, pendidikan, dan filsafat. Karya-
karya utamanya terdiri dati riga seri, The Philosopry of Moral Development
(San Francisco, California: Harper & Row, 1981), The P.rychology of
Moral Development (San Francisco, California: Harper & Row, 1984), dan
Lawrence Kohfberg's Approach to Moral Education (New York: Columbia
University Press, 1989, dengan C. Power dan A. Higgins). Dengan

311
Lawrence Kohlberg (1927 - 1987)

A. Colby, Kohlberg menulis dua jilid buku panduan pengukuran, The


Measurement of Moral Judgement (Cambridge, Massachusetts: Center for
Moral Education. Harvard University, 1987). Karya empirisnya ditulis
dalam monograf riset, A Longitudinal Stutfy of Moral Judgement (Chicago,
Illinois: University of Chicago Press for the Society for Research in Child
Development, 1983, bersama A. Colby, J. Gibbs, dan M. Liebermann).
Kaji ulang komprehensif terhadap teori perkembangan moral dan sinopsis
serta tanggapan terhadap para pengkritik termuat dalam L. Kohlberg, C.
Levine, dan A. Hewer, Moral Stages: A Cu"ent Formulation and Response to
Critics (New York: Karger, 1983).

Bacaan lebih lanjut


Berkowitz, M. dan Oser, E (ed.). 1985. Moral Education: Theory and Application.
Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.
Kanjirathinkal, M.J. 1990. A Sociological Critique of Theories of Cognitive Development:
The Limitations of Piaget and Kohlberg. Dyfed, Wales: Edwin Mellen, Lampeter.
Modgil, S. dan Modgil, C. (ed.). 1986. Lawrence Knhlberg: Consensus and Controver~.
Philadelphia, Pennsylvania: Falmer.
Reed, D.R.C. 1997. Following Kohlberg: Liberalism and the Practice of Democratic
Community. Notre Dame, Indiana: University Notre Dame.
Reimer, J., Prichard Paolitto, D., dan Hersh, R.H. 1983. Promoting Moral Growth.
New York: Longman.
Rest,J.R., dan Narvaez. D.E (ed.). 1994. Moral Development in the Professions: P~chology
and Applied Ethics. Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.
Rest,J.R., Narvaesz, D., Bebeau, M.J., dan Thomas,]. 1999. Postconventional Moral
Thinking: A Neo-Kohlbergian Approach. Hillsdale, New Jersey: Erlbaum.
Schrader, D. (ed.). 1990. The Legary of Lawrence Knhlberg, New Directions for Child
Development, 47. San Francisco, California: Jossey Bass, 1990.

312
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

PAUL H. HIRST
(1927- ... )
-==Ov"v~,,.~'v"v"v"v"v~

Terence H. Mclaughlin

Filsafat analitik untuk pendidikan ... telah ... ditandai dengan


pengkajian kembali dan pembahasan ulang persoalan-persoalan
paling mendasar dalam disiplin ilmu ini... [K]arya-karya sebelumnya
dapat dianggap telah membuat praduga tanpa penelitian kritis
yang memadai terhadap pelbagai kepercayaan filosofis dan bentuk
argumen yang berhubungan dengan Pencerahan, terutama Kant.
Secara pribadi, saya berpendapat bahwa filsafat pendidikan saat
ini terus menguraikan karakterisasi yang baru dan lebih memadai
terhadap pendidikan ... bukan pendidikan [sebagai] ... disiplin
akademik yang bersifat teoretis, melainkan inisiasi dalam praktik-
praktik sosial, yang dapat . . . ditemukan dalam kehidupan yang
utuh. 1

Paul Heywood Hirst telah memainkan peran penting dalam


pembentukan filsafat pendidikan di negara-negara berbahasa Inggris sebagai
salah satu bidang filsafat yang khas dan sebagai disiplin ilmu yang memberi

313
Paul H. Hirst (1927 - ...)

kontribusi bagi kajian pendid.ikan. Ia juga sangat berpengaruh dalam


pelbagai pengembangan institusi dan pengembangan terkait kebijakan dalam
pendid.ikan dan dihonnati sebagai guru yang tenang dan inspiratif, pendebat
yang gigili dan bersemangat, serta tokoh pendidikan yang berwawasan luas
dan efektif.
Hirst dibesarkan dalam keluarga yang ketat, saleh, dan bermoral
serta dipengaruhi ajaran Kristen evangelik fundamentalis (ayahnya
adalah anggota gereja Plymouth beraliran keras). Selain berpengaruh
terhadap karya intelektualnya (dapat dilihat, misalnya, dalam mencari
konsep dan kepercayaan yang bersifat mendasar atau paripurna
berkenaan dengan suatu persoalan dan penekanan pada kebenaran),
latar belakang keluarganya tersebut juga menjadi landasan bagi gaya
mengajar Hirst yang khas, dan tanggung jawabnya sebagai pengkhotbah
telah melahirkan keterampilan teatrikal (histrionic skills). Hirst menerima
pendid.ikan grammar school yang sangat intensif dan sempit, dengan
memusatkan perhatiannya semata-mata pada matematika dan fisika.
Kemudian, ia melanjutkan ke Trinity College, Cambridge, pada usia
17 tahun setelah lulus Mathematical Tripos (tripos adalah ujian khusus
untuk jenjang dasar-penyunting). Di Cambridge, Hirst mulai meretas
kesempitan pendid.ikan dan pengaruh keluarganya dengan menemukan
minat intelektual sesungguhnya pada filsafat dan memperoleh sumber
untuk melihat religiositasnya dalam perspektif kritis. Ia sangat terkesan
oleh pemikiran A.J. Ayer (khususnya penekanan pada hubungan antara
makna dan kebenaran), tetapi menolak penilaian negatif Ayer terhadap
klaim-klaim metafisika dan agama sebab terdapat beragam kriteria
kebenaran dan makna. Pada tahap ini, lahirlah tesis pokok Hirst, yakni
tesis "bentuk-bentuk pengetahuan".
Setelah lulus dari Cambridge, Hirst berkarir sebagai guru matematika.
Keberhasilannya sebagai guru (beberapa anak didiknya menjadi ahli
matematika terkenal) membuat Hirst diminta bekerja pada Jurusan Kajian
Pendidikan University of Oxford, 1955, tempat ia bertanggung jawab
melatih para guru matematika. Selama menjadi guru dan bekerja di Oxford,
minat Hirst pada filsafat tidak meredup. Oxford pada 19 50-an dikuasai oleh
"revolusi analitik" dalam filsafat, dan Hirst larut dalam atmosfer filsafat
waktu itu dengan mempelajari beragam tulisan serta berpartisipasi pada
pelbagai seminar program B. Phil. yang baru didirikan, tempat para filsuf
terkemuka menyampaikan pemikirannya. Hirst mulai melihat relevansi

314
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

antara perkembangan filsafat dengan persoalan-persoalan pendidikan,


dan ia mengajarkan penerapan filsafat kontemporer dalam pendidikan
kepada para guru peserta latihan. Namun, Oxford hanya menawarkan
ruang lingkup sempit bagi pengembangan gagasan yang menjadi minat
utama Hirst. Pada 1959, ia menerima undangan Louis Arnaud Reid
untuk mengajar filsafat pendidikan di Institute of Education, University
of London. Hirst merasa bahwa gagasan Reid (terutama dalam bidang
seni) telah menggugahnya, namun ia juga merasa bahwa gagasan Reid
tersebut memerlukan reformulasi berdasarkan perkembangan filsafat
analitik. Sayangnya, Reid kurang bersimpati dengan pendekatan analitik
Hirst. Baru setelah Richard Peters ditunjuk sebagai Ketua Philosophy
of Education di London Institute pada 1962, pemikiran Hirst mulai
berkembang.
Hirst menemukan banyak kecocokan bersama Peters dan kerja
sama mereka yang erat pada dasawarsa berikutnya (termasuk saat Hirst
dipilih menjadi Ketua Jurusan Pendidikan di King's College, London,
pada 1965) merupakan periode penting tumbuhnya filsafat pendidikan
di Inggris Raya dan di negara-negara berbahasa Inggris. Perkembangan
ini sangat identik dengan dua pemimpinnya, dan "Hirst dan Peters"
menjadi rujukan bagi guru-guru yang dilatih pada saat itu dan para
pendidik di seluruh dunia. Hirst sering terlibat dalam aspek pengajaran
dan institusional dati perkembangan ini. Ia berperan besar dalam
pembentukan Philosophy of Education Society of Great Britain, di mana
ia tetap memainkan peran penting. Secara intelektual, Peters membantu
Hirst dengan dukungan dan wawasan filsafat dalam pengembangan
ide-idenya sendiri (Hirst senantiasa menyatakan berutang intelektual
pada Peters). 2 Minat dan pandangan filsafat mereka berkembang saling
melengkapi dan sejalan. Perhatian epistemologis Hirst berpadu dengan
gagasan Peters tentang keputusan moral rasional dan hakikat serta justifikasi
prinsip sosial demokratik untuk menciptakan pandangan yang umum dan
kuat dalam filsafat pendidikan3 (sempat dikenal sebagai "London Line")
yang memberikan dasar-dasar bagi pengembangan mata pelajaran dan
menyusun kerangka serta agendanya selama bertahun-tahun.
Pada 1971, Hirst pindah ke University of Cambridge sebagaicGuru
Besar Pendidikan dan Ketua Jurusan Pendidikan. Ia bertugas membMgun
kajian pendidikan di universitas tersebut berdasarkan pertimbangan
profesional dan akademis. Dengan kepindahannya ke Cambridge beserta

315
Paul H. Hirst (1927 - ...)

tanggung jawab kepemimpinan serta pengelolaan akademis yang besar,


Hirst mengakui bahwa sumbangannya pada filsafat pendidikan harus
dikesampingkan untuk sementara demi persoalan yang lebih mendesak.
Setelah pensiun dari Cambridge pada 1988, Hirst menjalin hubungan
dengan London Institute sebagi Visiting Prifessional Fellow dan mulai
mempertimbangkan serta menyatakan kembali pemikirannya.
Pemikiran Hirst sangatlah abstrak (hanya terfokus pada persoalan-
persoalan konseptualisasi atau prinsip fundamental), kuat, padat,
dan bernuansa. Kejernihan, urgensi, dan kelugasan dalam penyajian
pemikirannya, mendorong dan mengundang perhatian kritis, termasuk
pembahasan implikasi pendidikan yang kaya, namun memerlukan inter-
pretasi cermat. Pemikiran Hirst menunjukkan ciri-ciri tradisi analitik yang
berkembang dalam filsafat pendidikan, yakni perhatian akan klarifikasi
konseptual yang ditekankan bukan demi klarifikasi itu sendiri, melainkan
untuk memberikan justifikasi bagi argumen mengenai persoalan
pendidikan yang mendasar. Karya awalnya meliputi penjelasan hakikat
teori pendidikan yang menentang asimilasi apa adanya dengan model
ilmiah,4 pemetaan konseptual untuk konsep mengajar,5 dan argumen
bahwa karena agama memiliki status epistemologis tidak jelas, agama tidak
dapat menjadi dasar pendidikan moral umum6 (pandangan religius Hirst
sendiri makin lama berubah menjadi agnotisisme). Meskipun demikian,
karya awal Hirst didominasi oleh tesis "bentuk-bentuk pengetahuan".
Tesis ini pertama kali dikembangkan dalam "Liberal Education and the
Nature of Knowledge" 7 yang sangat berpengaruh pada 1965, serta paling
banyak diperdebatkan dan didiskusikan dalam filsafat analitik pendidikan,
bukan karena bersifat sugestif, melainkan karena argumen-argumen yang
diajukan tidak lengkap dan programatis. Dalam tulisan tersebut, Hirst
menyatakan bahwa semua pengetahuan dan pemahaman dapat ditem-
patkan pada sejumlah "bentuk" yang dapat diidentifikasi berdasarkan
konsep serta pengujian yang khas atas kebenaran (kriteria kebenaran).
Bentuk-bentuk tersebut (dapat meliputi moralitas, seni-yang diciptakan
secara proporsional, dan agama) memiliki relevansi besar (walaupun
kompleks) dengan pemahaman yang tepat tentang bentuk dan struktur
kurikulum sekolah yang sesuai. Tesis ini sering disalahtafsirkan, terutama
dalam implikasi dan klarifikasi pendidikannya (bukan pengajaran "bentuk
pengetahuan" secara langsung kepada anak didik yang dimaksudkan
maupun identifikasi "bentuk pengetahuan" terse but pada mata pelajaran

316
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

sekolah). Pernyataan ulang serta kritik terhadap tesis Hirst tersebut tetap
muncul selama bertahun-tahun.
Tesis "bentuk-bentuk pengetahuan" Hirst hanya dapat dipahami
secara benar dalam konteks pandangan @safatnya yang lebih luas. Dalam
inti pandangannya (yang disebut Hirst sebagai "rasionalis"), kapasitas-
kapasitas kognitif seseorang (dilihat dalam formasi skema-skema
konseptual yang memungkinkan tercapainya kepercayaan rasional atau
kepercayaan yang bisa dibenarkan) dianggap sebagai proses penyusunan
dan pembatasan cara kerja kapasitas-kapasitas lain, seperti afektif dan
kona~f (rasa benci-penerjemah), dengan demikian memungkinkan
lahirnya emosi rasional dan tindakan rasional atau "kehidupan rasional"
yang menjadi cita-cita semua orang. "Kehidupan rasional", menurut
Hirst, merupakan cita-cita yang fleksibel dan menarik. Kehidupan ini
meliputi gagasan kebebasan memilih dan otonomi rasional (karena nalar
dianggap menimbulkan banyak masalah untuk ditentukan secara rasional
oleh individu), namun dalam suatu konteks di mana nalar menghasilkan
beberapa prinsip sosial fundamental, seperti demokrasi liberal. Visi ini
menghasilkan kerangka yang jelas, koheren, dan kuat untuk perumusan
sasaran pendidikan. Perkembangan dan pencapaian pengetahuan
serta pemahaman (beragam bentuk di antaranya dipetakan dalam tesis
"bentuk-bentuk pengetahuan") dilihat sebagai inti pendidikan, bukan
hanya karena secara intrinsik bernilai melainkan juga karena dianggap
vital bagi perkembangan rasional aspek personal dan sosial semua
kapasitas manusia. Ide pokok dalam "pendidikan liberal" sebagai
inisiasi noninstrumental menuju pelbagai bentuk pengetahuan dengan
sasaran mengembangkan dimensi kognitif pikiran rasional dianggap
menghasilkan inti pendidikan yang lebih luas (kendati hanya tambahan)
berkenaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan kualitas-kualitas
karakter yang terfokus secara langsung pada aspek praktis kehidupan
rasional. "Pendidikan" sendiri sangat berbeda dengan aktivitas-aktivitas
seperti "katekesis" (atau pembentukan keyakinan religius) sebab
pengaruh pendidikan yang baik seharusnya dimunculkan dan dibatasi
oleh apa yang secara epistemologis kuat. 8
Selama 1970-an dan 1980-an, Hirst semakin tidak puas dengan
pandangan umum di bawah pengaruh neo-Aristotelianisme dah para
filsuf seperti Alasdair Macintyre, Richard Rorty, Charles Taylor, dan
Bernard Williams. Karyanya saat itu dimaksudkan untuk menyatakan

317
Paul H. Hirst (1927 - ...)

kembali pandangannya dengan menekankan bahwa inti pendidikan


bukanlah nalar seperti dalam bentuk pengetahuan, melainkan inisiasi
ke dalam praktik-praktik sosial (pola-pola aktivitas yang dijalankan
untuk pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia yang terdiri
dari pelbagai unsur seperti pengetahuan, sikap, perasaan, kebajikan,
keterampilan, watak, dan hubungan). Meskipun demikian, penting untuk
diperhatikan bahwa kendati peran utama nalar-seperti dalam bentuk-
bentuk pengetahuan-sangatlah ditekankan Hirst (salah satu kuliahnya
di Cambridge berjudul ''All that Matters in Life is Reason"), signifikansi
masyarakat dan praktik-praktik sosial tidak diabaikan. Karya Hirst
berikutnya-yang mengajukan argumen menentang sentralitas ·nalar
(teoretis)-tidak dapat dianggap sebagai penyangkalan atas argumen
sebelumnya, tetapi mengalihkan perhatian pada minat dan penekanan
utama lainnya (peran nalar dan otonomi individu yang penting dan
disusun kembali masih dipertahankan, sedangkan keberadaan bentuk-
bentuk pengetahuan tidak ditolak).
Dalam karya selanjutnya,9 Hirst-sejalan dengan John White
dan pemikir lain-tak lagi menekankan epistemologi sebagai dasar
bagi pemahaman kita yang tepat mengenai pendidikan. Lebih lanjut,
Hirst menyatakan bahwa kehidupan yang baik tidak berakar dalam
keputusan kognitif dan pengetahuan teoretis berdasarkan bentuk-
bentuk pengetahuan, tetapi pemenuhan keinginan, penalaran praktis,
dan keterlibatan dalam praktik-praktik sosial yang sehat bertalian dengan
kehidupan kita yang teratur dan tercapainya kepuasan. Nalar digunakan
kaitannya dengan dan menjadi bagian dari keinginan serta kebutuhan lain,
diarahkan oleh kepentingan kita dan terutama bersifat praktis (persoalan
know-how----bukan know-that-dan bersifat tersembunyi-bukan jelas
serta tersurat). Berdasarkan pandangan ini, nalar tidak terpisah dari,
atau menentukan, kapasitas lain. Pendidikan dianggap berhubungan
dengan pengembangan kehidupan yang baik dan terutama tidak
memerlukan pencapaian pengetahuan tetapi inisiasi reflektif yang luas
ke dalam praktik-praktik sosial (sebagian praktik lebih dibutuhkan dan
tak terelakkan daripada praktik lain), dan dengan pengembangan nalar
praktis yang berkaitan dengan praktik tersebut. Kajian terhadap disiplin
ilmu teoretis akademis (yang berbeda dengan inisiasi refleksi kritis atas
praktik tersebut) hanya dianggap memadai oleh mereka yang merasa
bahwa kajian tersebut memuaskan, sebab disiplin ilmu itu tidak relevan

318
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

secara langsung dengan pengembangan ini. 10 Identifikasi gagasan ya~g


khas dalam pendidikan liberal tak lagi dianggap penting. Pendidikan
moral dianggap hakiki, bukan kaitannya dengan perkembangan nalar
moral (ditopang oleh prinsip moral universal dan lokal yang ditentukan
secara rasional), melainkan bertalian dengan keterlibatan dalam praktik-
praktik sosial khusus yang berkembang secara rasional dan diarahkan
pada keutuhan manusia secara individu maupun sosial. 11 Karakter
sesungguhnya dan kekuatan pandangan umum Hirst berikutnya
(terutama hubungan dan kesesuaiannya dengan unsur-unsur utama
dalam tradisi liberal) memang belum terlihat jelas, dan pendalamannya
(kaitannya, misalnya, dengan contoh-contoh khusus praktik sosial dalam
menerangkan praktik yang berhasil) akan terus menarik perhatian para
filsuf pendidikan kontemporer.
Penekanannya pada nalar praktis dan keterbatasan pemahaman
teoretis tampak dalam pengembangan pandangannya tentang hakikat
hubungan antara teori dan praktik dalam pendidikan serta tuntutan
kesiapan profesional untuk mengajar. Inti pandangan ini merupakan
pembelaan terhadap ketidakmampuan konseptualisasi abstrak sebagai
dasar yang memadai bagi praktik rasional dan perlunya membuat
konseptualisasi (dan "prinsip-prinsip praktis") yang tepat dalam praktik
itu sendiri, yaitu pengetahuan teoretis (seperti ditemukan dalam "disiplin-
disiplin ilmu" pendidikan) yang memiliki peran tak langsung dalam
penilaian reflektif dan penyusunan ulang praktik tersebut. 12 Salah satu
dampak utama dati pandangan ini adalah pentingnya latihan awal bagi
para guru berupa inisiasi progresif dalam konteks praktis menuju praktik
profesional yang memerlukan refleksi pada semua jenjangY
Di samping kegiatan intelektualnya, Hirst juga telah memberikan
sumbangan besar bagi kebijakan dan lembaga pendidikan. Di Cambridge,
Hirst membuat pendidikan memperoleh penghargaan luar biasa
sebagai subjek melalui pengembangan course (meliputi revitalisasi dan
reorientasi praktik Post-Graduate Certificate of Education yang hampir
tamat riwayatnya, diterimanya pendidikan ke dalam sistem Cambridge
Tripos, dan perluasan kajian pendidikan sampai ke jenjang master dan
doktor), melalui transformasi Jurusan Pendidikan dan negosiasi yang
rumit untuk menentukan status Homerton College di universitas, dan
melalui perannya yang luas serta berpengaruh dalam urusan-urusan
universitas yang lebih luas sebagai anggota General Board of the

319
Paul H. Hirst (1927 - ...)

Faculties dan komite-komite penting lainnya. Hirst juga memainkan


peran penting di tingkat nasional hubungannya dengan pengembangan
latihan guru-sebagai Ketua University Council for the Education of
Teachers-dan memimpin proyek penelitian yang mendalarni peran
sekolah dalam latihan awal bagi guru. Penelitian lebih mendalarni lagi
dampak praktis dari pemikirannya tentang hakikat dan pengembangan
profesionalitas guru. 14 Hirst juga membantu sejumlah lembaga yang
menangani pendidikan tinggi dan menjadi anggota Committee of
Inquiry into the Education of Children from Ethnic Minority Groups
yang diketuai Lord Swann.

Catatan
1. Hirst, "Philosophy of Education: The Evolution of a Discipline", dalam G.
Haydon, (ed.), 50 Years of Philosopi!J of Education: Progress and Prospects (London:
Bedford Way Papers, Institute of Education, University of London, 1998), hlm
16-19.
2. Hirst, "Richard Peters' Contribution to the Philosophy of Education", dalam
D.E. Cooper (ed.), Education, Values and Mind: Essqysfor RS. Peters (London:
Routledge & Kegan Paul, 1983).
3. Hirst dan R.S. Peters, The Logic of Education (London: Routledge & Kegan Paul,
1970).
4. Hirst, "Educational Theory", dalam J.W. Tibbie (ed.), The Stur!J of Education
(London, Routledge & Kegan Paul 1965).
5. Hirst, Knowledge and the Curriculum: A Collection of Philosophical Papers (London:
Routledge & Kegan Paul, 1974), bab 7.
6. Hirst, Knowledge and the Curriculum, op. cit., bab 12; P.H. Hirst, Moral Education in
a Secular Society (London: Hodder and Stoughton, 1974).
7. Hirst, Knowledge and Curriculum, op. cit., bab 3, lihat juga bab 4, 6.
8. Hirst., "Education, Catechesis and the Church School' (British Journal of Religious
Education, Spring, 1981 ); Hirst, "Education an Diversity of Belief", dalam M.C.
Felderhof (ed.), Religious Education in a Pluralistic Society (London: Hodder and
Stoughton, 1985).
9. Lihat, khususnya, Hirst, "Education, Knowledge and Practices", dalam R.
Barrow and P. White (ed.), Bryond Liberal Education: Essqys in Honour of Paul H.
Hirst (London: Routledge, 1993); dan Hirst, "The Nature of Educational Aims",
dalam R. Marples (ed.), The Aims of Education (London: Routledge, 1999).
10. Lihat, contohnya, Hirst, "The Foundations of the National Curriculum, Why
Subject?", dalam P.O'Hear dan J. White (ed.), Assessing the National Curriculum
(London: Paul Chapman, 1993).

320
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

11. Hirst, "The Demands of Moral Education: Reasons, Virtues, Practices",


dalam. J.M. Halstead dan T.H. McLaughlin (ed.), Education in Morality (London:
Routledge, 1999).
12. Hirst, "Educational Theory", dalam PH. Hirst (cd.), Educational Theory and Its
Foundation Disciplines (London: Routledge & Kegan Paul, 1983).
13. Hirst, "The Theory and Practice Relationship in Teacher Training'', dalam M.
Wilkin, V.J. Furlong, dan M. Booth (ed.), Partnership in Initial Teacher Training: The
Wf!)' Forward (London: Cassel, 1990); Hirst, "The Demands of a Professional
Practice and Preparation for Teaching'', dalam J. Furlong dan R Smith (ed.), The
Role of Higher Education in Initial Teacher Training (London: Kogan Page, 1996).
14. V.]. Furlong, P.H. Hirst, K. Pocklington, dan S. Miles, Initial Teacher Training and
the Role of the School (Buckingham: Open University Press, 1988).

Lihat juga
Dalam buku ini: Peters, White.

Karya-karya utama Hirst


Hirst., dengan Peters, R.S., The Logic of Education, London: Routledge, 1970.
Knowledge and tbe Curriculum: A Collection of Philosophical Papers, London: Routledge,
1974.
Moral Education in a Secular Society, London: Hodder and Stoughton and National
Children's Home, 1974.
"Educational Theory", dalam PH. Hirst (ed.), Educational Theory and its Foundation
Disciplines, London: Routledge & Kegan Paul, 1983.
"Education, Knowledge and Practices", dalam Robin Barrow dan Patricia White
(ed.), B~ond Liberal Education: Essf!)'S in Honour of Paul H. Hirst, London:
Routledge, 1993.

Bacaan lebih lanjut


Barrow, Robin dan White, Patricia (ed.). 1993. B~ond Liberal Education: Essf!)'S in
Honour of Paul H. Hirst. London: Routledge.
Hirst, Paul H. dan White, Patricia. 1998. "The Analytic Tradition and Philosophy
of Education: An Historical Perspective", dalam P.H. Hirst dan P. White (ed.)
Philosopf?y of Education: Mqjor Tbemes in tbe Anafytic Tradition, Volume 1. London:
Routledge, 1998.
Hirst, Paul H. dan White, Patricia (ed.). 1998. Philosopf?y of Education: Mqjor Themes
in the Anafytic Tradition. Empat volume. London: Routledge.

321
Philip Wesley Jackson (1928 - ...)

PHILIP WESLEY JACKSON


(1928- ... )
-==~"v"v"v"v"v"v"v~

Elliot W. Eisner

Saya masih yakin bahwa menjadi guru telah berdampak nyata


pada kehidupan saya. Menjadi guru membuat saya menjadi diri
saya sekarang ini atau setidaknya mempunyai kekuatan untuk
menjalankannya. Keyakinan itu menjelaskan mengapa saya
menganggap suatu gagasan bahwa mengajar tidak berdampak
terhadap mereka yang mengajar adalah gagasan yang tidak masuk
akal. Pada titik ini, saya masih sepakat dengan pendapat Waller
tentang dampak paling nyata dari mengajar terhadap guru itu
sendiri. 1

Philip Wesley Jackson adalah David Lee Shillinglaw Distinguished


Service Professor Emeritus diJurusan Pendidikan dan Psikologi University
of Chicago. Jackson meraih gelar Ph.D. dalam bidang psikologi
perkembangan dari Teachers Colleges, Columbia University, pada 1955.
Ia menjadiAssistant Projessorpendidikan di University of Chicago pada
1955, dan tetap di sana sampai pensiun pada 1998.

322
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Aktivitas Jackson di University of Chicago ditandai dengan pelbagai


peran. Ia bukan hanya profesor, tapi juga Ketua Jurusan Pendidikan,
Dekan Graduate School of Education, dan Direktur Benton Center
for Curriculum and Instruction milik universitas. Selain jabatan-jabatan
administratif tersebut, ia juga menjadi Kepala Sekolah Taman Kanak-
kanak milik universitas tersebut sejak 1966-1970.
Karir Jackson dalam bidang pendidikan berubah secara bertahap
mulai dari psikologi pendidikan sampai kurikulum, bahkan persoalan-
persoalan filosofis dalam pendidikan. Gelar doktornya diraih dari
Teachers College, Columbia University, di bawah bimbingan Profesor
Irving Lorge, seorang pakar pengukuran dan statistik. Jackson membawa
kompetensi kuantitatif dan kecenderungan empirisnya ke Chicago
sebagaimana ditemukan pada mahasiswa-mahasiswa bimbingan Irving
Lorge. Namun, Irving Lorge bukan satu-satunya mentor Jackson,
walaupun memang ia yang terpenting. Di Jurusan Pendidikan University
of Chicago, Jackson bertemu dengan profesor lain yang juga psikolog
namun memiliki orientasi sangat berbeda, Jacob Getzles (lulusan
Jurusan Hubungan Sosial Harvard University), yang memiliki pandangan
sosial tentang belajar dan konsepsi yang luas tentang kognisi. Getzels
memainkan peran penting dalam membimbingJackson.
Jackson dan Getzels mulai dikenal seiring terbitnya buku mereka pada
1962, Creativi!J and Intelligence. Creafivi!J and Intelligence merepresentasikan
upaya mereka untuk membebaskan pemikiran kreatif dari konsepsi
inteligensia yang bergantung pada kinerja tugas yang tidak menuntut
pelaksana tes (inteligensia) untuk menunjukkan bentuk-bentuk pemikiran
baru atau cerdas. Sasaran konseptual riset mereka pada dasarnya adalah
menunjukkan bahwa Anda tidak bisa yakin dari skor IQ apakah individu
mempunyai skor tinggi atau rendah untuk kreativitasnya. Dalam suatu
rangkaian tugas-tugas kreatif (jngenious task), Getzels dan Jackson meneliti
remaja dengan skor inteligensia tinggi namun skor kreativitasnya rendah
yang dibedakan dengan remaja yang mempunyai skor kreativitas tinggi
namun skor inteligensianya rendah. Mereka berupaya menentukan latar
belakang, kehidupan di rumah, dan watak-watak yang berhubungan
dengan dua kelompok remaja ini. Tatkala minat pada perkembangan
keterampilan berpikir kreatif sedang marak di Amerika Serikat, buku
mereka didiskusikan secara luas dan memberi dorongan penting bagi
kegiatan dalam bidang tersebut.

323
Philip Wesley Jackson (1928 - ...)

.Minat pada kreativitas sebagaimana eliukur melalui praktik pengujian,


bahkan praktik pengujian kreativitas (ingenious testing), bukan merupakan
minat utama Jackson. Pada pertengahan 1960-an, Jackson tertarik pada
sesuatu yang penting saat ini, namun eliabaikan waktu itu. Ia ingin
memahami apa yang sedang berlangsung eli dalam kelas. Ketertarikan
ini menyebabkan dilakukannya riset eli Laboratory School, University
of Chicago, dan berujung dengan terbitnya buku yang sangat penting
berjudul Ltje in Classrooms. Berkenaan dengan proyek ini, Jackson
menulis:

Sasarannya bukanlah merendahkan atau memuji sekolah, atau


mengubahnya. Tujuannya adalah menyadarkan pembaca dan
mengarahkan perhatian pada aspek-aspek kehidupan sekolah yang
tampaknya kurang mendapat perhatian. 2

Dan proyek ini berhasil!


Pada 1960-an, ketika riset awal untuk proyek ini dilakukan, masih
ada kepentingan dominan eli kalangan para peneliti dalam mengisolasi
dan mengukur dimensi-dimensi kehati-hatian (discreet dimensions) dalam
pemikiran dan pengajaran. Tolok ukur penilaian guru yang bertujuan
merepresentasikan keutamaan-keutamaan pedagogis (pedagogical virtues)
eliterapkan pada kinerja guru dalam bentuk skala peringkat. Komunitas
riset pendidikan sampai saat ini masih dipengaruhi aspirasi ilmiah.
Prospek mempelajari apa pun yang dianggap bernilai secara ilmiah
dengan mempelajari kehidupan di kelas bukanlah agenda utama para
penganut empirisisme yang berkomitmen pada kuantifikasi. Jackson
adalah salah seorang yang pertama kali mempelajari praktik di kelas
dan memberikan uraian deskriptif dan interpretatif terhadap pelbagai
peristiwa yang terjadi di kelas.
Saat ini, observasi di kelas seperti observasi terhadap kejadian-
kejadian sosial sangat bergantung pada kecerdasan (perceptivity) pengamat
terhadap peristiwa tersebut, dan Jackson sangat menguasai kegiatan
seperti ini. Ia adalah salah satu sosok paling cerdas yang mempelajari
praktik pendidikan di Amerika Serikat. Kecerdasan Jackson berpadu
dengan gaya sastra dan puitik, sehingga memungkinkannya mengamati
dan menjabarkan secara tajam praktik-praktik pendidikan yang hanya
akan jelas dalam pemikiran yang dirangsang oleh prosa Jackson.

324
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Perhatikan cuplikan dari Untaught Lesson-' saat ia menggambarkan salah


seorang guru high school-nya:

Apa yang paling saya ingat dari ibu guru Henzi adalah caranya
menangani pekerjaan rumah kami. Tiga atau empat murid diminta
maju ke papan tulis untuk mengerjakan tugas yang diberikan
sehari sebelumnya. Tugas ini biasanya berupa soal-soal dati buku
pelajaran yang terdiri dari persamaan yang disederhanakan dan
diselesaikan untuk x. Ibu guru Henzi, yang berdiri di salah satu sisi
kelas membelakangi jendela dan dati kacamatanya terlihat pantulan
cahaya, akan membacakan soal dengan keras untuk murid yang
harus ditulis dan diselesaikan di depan papan tulis, sedangkan murid-
murid lain memerhatikan. Ketika masing-masing murid telah selesai
mengerjakan soal, ia berbalik, menghadap ke kelas, dan bergeser ke
samping agar hasil pekerjaannya dapat terlihat jelas. Ibu guru Henzi
akan memeriksa tiap jawaban secara cermat (sebagaimana murid
yang duduk di kursi). Ia bukan hanya menilai jawaban, tapi juga
langkah-langkah dalam mengerjakan soal terse but. (Semua perhitu-
ngan harus ditunjukkan secara rind di papan tulis.) Jika semuanya
benar, ia akan mempersilakan murid tersebut untuk duduk kembali
disertai pujian dan anggukan pendek. Jika ada murid yang melakukan
kesalahan, ia akan meminta murid tersebut untuk melihat kembali
pekerjaannya dengan cermat untuk menemukan kesalahannya. "Ada
yang salah, Robert." ujarnya, "Teliti kembali pekerjaanmu." Jika
setelah beberapa saat Robert masih belum sanggup menemukan
kesalahannya, ibu guru Henzi akan meminta murid lain (biasanya
murid yang pandai) untuk menunjukkan kesalahannya. 4

Pengaruh dari cuplikan tersebut semakin berbobot jika dipadu


dengan data kuantitatif, suatu praktik yang digunakan Jackson dalam
Life in Classrooms. Life in Classrooms merupakan suatu pencapaian dalam
riset kualitatif dan contoh yang sangat baik, di mana informasi kuantitaif
dapat digunakan untuk mendukung dan menambah apa yang telah
disampaikan dalam prosa.
Apa yang penting dari Life in Classrooms karya Jackson, beserta
The Complexities of an Urban Classroom karya Louis Smith dan William
Geoffrey, 5 adalah memicu suatu gerakan yang sampai sekarang belum
berakhir. Gerakan yang saya maksud adalah minat yang luar biasa
dari para peneliti pendidikan di Amerika Serikat dalam memahami

325
Philip Wesley Jackson (1928 - ...)

kompleksitas clinamis eli sekolah, kelas, praktik mengajar, dan proses


belajar. Dalam komunitas riset pendiclikan Amerika Serikat, terdapat
semacam revolusi kualitatif yang dirancang untuk menyajikan narasi-
narasi tajam dan kaya wawasan mengenai permasalahan-permasalahan
praktis dalam kehidupan sekolah yang tidak dapat clitunjukkan dengan
angka. Jackson, dengan beberapa pemikir lain, mulai menerapkan suatu
pendekatan terhadap penclidikan yang belum tuntas.
Aktivitas Jackson dalam penclidikan secara bertahap beralih dari
empirisisme kuantitatif yang clipelajarinya eli Teachers College-yang
berkutat dengan data yang dapat direduksi menjacli angka dan clianalisis
secara statistik-menuju empirisisme lain yang lebih mendekati karya
penulis novel, terutama penulis esai. Minatnya pada esai, sebagai bentuk
ungkapan terse but, sesuai dengan minatnya dengan penggunaan bahasa
sastra. Karyanya dalam bentuk tulisan seperti ini dapat clilihat dalam
The Practice of Teaching (1986), 6 Untaught Lessons (1992)/ dan john Dewry
and the Lessons oj·Art (1998). 8 Jackson semakin merambah ke wilayah
metodologis. Dengan demikian, ia memberikan ide-ide pengajaran dan
persekolahan yang paling peka dan kaya wawasan kepada komunitas
riset pencliclikan Amerika Serikat.
Jackson telah memainkan peran besar dalam bidang pencliclikan
bukan hanya sebagai pemikir, melainkan juga sebagai pemimpin
dan pengelola pencliclikan. Ia sekarang menjacli anggota dan mantan
Wakil Presiden National Academy of Education, Presiden American
Educational Research Association (1990-1991), dan Presiden John
Dewey Society (1996-1998). Ia pernah menjacli anggota dewan penasihat
Encyclopaedia Britannica Education Corporation dari tahun 1966-1968
dan clitunjuk sebagaifellow eli Center for Advanced Study in the Behavioral
Sciences di Stanford, California, pada 1962-1963.
Karir Jackson dalam penclidikan clicirikan dengan pengamatannya
yang cermat dan tajam atas penclidikan Amerika Serikat. Ia tidak menerima
penyimpangan dan tidak terlena dengan ketenaran sesaat, sekalipun
semua pemikir meraihnya. Kritik dari para teoretikus persekolahan
memang mudah dilontarkan apalagi bila mereka tidak memiliki tanggung
jawab operasional sehari-hari di sekolah atau kelas. Jackson pernah
menjacli Kepala Sekolah Laboratory School, University of Chicago. Ia
pernah mengemban tanggung jawab menjalankan sekolah-jika sekolah
memang institusi yang dapat dijalankan. Saya menduga Jackson akan

326
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

menyatakan bahwa sekolah tidak bisa dijalankan, dan mungkin yang


lebih penting adalah bahwa sekolah seharusnya tidak dijalankan. Apa
yang disumbangkannya pada pendidikan Amerika adalah perspektif yang
dikembangkan dati kepekaan kuat dan daya pikir tajam yang memisahkan
lalu merekonstruksi analisis yang lebih dalam terhadap sasaran dan sarana
pendidikan. Sebagai pengkritik, peneliti, penulis esai, dan penyair,Jackson
telah mendorong kita untuk berpikir lebih keras dan lebih dalam tentang
pendidikan. Bakatnya tersebut sangatlah luar biasa.

Catatan
1. Jackson, Untaught Lessons (New York: Teachers College Press, 1992), hlm. 73.
2. Jackson, Life in Classrooms (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968), hlm.
vu.
3. Jackson, Untaught Lesson, hlm. 1-2.
4. Ibid., hlm. 1-2.
5. Louis Smith dan William Geoffrey, The Complexities qf an Urban Classroom (New
York: Holt Rinehart and Winston, 1968).
6. Jackson, The Practice qf Teachings (New York: Teachers College Press, 1968).
7. Jackson, Untaught Lesson, op. cit.
8. Jackson, john Dewry and the Lessons if Art (New Haven, Connecticut: Yale
University Press, 1998).

Lihat juga
Dalam buku Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Jackson


Jackson, P., dengan J.W Getzels, Creativity and Intelligence, London: Wiley, 1962.
Life in Classrooms, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1968.
The Teacher and the Machine, Pittsburgh, Pennsylvania: University of Pittsburgh,
1968.
The Practice o/ Teaching, New York: Teachers College Press, 1986.
Untaught Lessons, New York: Teachers College Press, 1992.
John Dewry and the Lessons qf Art, New Haven, Connecticut: Yale University Press,
1998.

327
Jane Roland Martin (1929 - ...)

JANE ROLAND MARTIN


(1929- ... )
-==Ov~~~~~~~~

Susan Laird

Jika ada sesuatu yang telah saya pelajari dari riset saya sendiri,
hal itu adalah memperkaya pendidikan dan membuat pendidikan
berharga bagi setiap anak perempuan dan laki-laki dan juga bagi
masyarakat secara keseluruhan. Perlu sekali memberikan perhatian
yang jernih secara terus-menerus kepada perempuan dalam dunia
pendidikan dan pada aset-aset kultural yang telah mereka pelihara
secara tradisionaP

Jane Roland Martin adalah seorang filsuf yang terkenal secara


internasional. Penelitiannya tentang pendidikan telah mengguncang dasar-
dasar konseptual pendidikan dengan menunjukkan bahwa pendidikan
bersifat bias-gender. Ia telah memperlihatkan bahwa kurikulum gender
yang tersembunyi tertanam dalam cita-cita kaum terdidik dan konsep
dasar pengajaran, persekolahan, dan pendidikan itu sendiri, yang selama
ini sering diasumsikan tidak memerhatikan gender. Sebagai alternatif,
ia menawarkan sebuah cita-cita pendidikan baru yang peka terhadap
gender, melakukan konseptualisasi ulang terhadap persekolahan,

328
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

mendesak transformasi pendidikan, dan mengusulkan pengakuan publik


atas keragaman institusi pendidikan (multiple educational agenry) dengan
mempertimbangkan pelestarian kekayaan kultural dalam arti luas.
Anak perempuan dari seorang wartawan dan seorang guru ekonomi
ini dibesarkan di New York City. Martin belajar di Little Red School House
dan Elisabeth Irwin High School yang telah memberikan sumbangan
pada eksperimen pendidikan progresif di Amerika Serikat. 2 Kontribusi
tulisan Martin sendiri3 sebagian dapat dikembalikan pada dampak sekolah
tersebut terhadapnya. 4 Pada 19 51, ia lulus dari Radcliffe College dengan
bidang studi utama teori politik yang telah memberinya pengalaman
bias-gender tak terlupakan dan baru disadarinya beberapa tahun
kemudian. 5 Keterlibatannya dalam graduate coursework bidang pendidikan
menunjukkan bahwa studi filosofis dapat membantunya menyelesaikan
persoalan yang timbul dari tantangan praktis yang dihadapinya ketika
menjadi guru sekolah dasar. 6 Namun, setelah menyelesaikan program
Ph.D. dalam bidang filsafat dan pendidikan di Radcliffe pada1961, ia
menyadari bahwa menerapkan pandangan filosofis untuk menyelesaikan
"persoalan pendidikan yang nyata" akan menjadi tantangan utama. 7
Perdebatan linguistik yang sangat teknis mulai mendominasi praktik
filsafat analitik dalam pendidikan. Martin sendiri memberikan sumbangan
besar pada perdebatan mengenai struktur penjelasan,8 meskipun waktu
itu sumbangan pemikiran perempuan untuk teori pendidikan sangat
jarang. 9 Tanpa tindakan nyata, jalur karirperempuan sulituntukmenonjo~
terutama (seperti dalam kasus Martin) jika akademikus perempuan
bersuamikan akademikus pula. Setelah menjabat pelbagai posisi bawahan
di fakultas dalam bidang pendidikan dan filsafat selama satu dasawarsa,
akhirnya Martin dapat mencapai jenjang akademik pada Jurusan Filsafat
University of Massachusetts, Boston, tempat sekarang ia menjadi profesor
emerita.
Ketika gerakan perempuan, gerakan perdamaian, dan gerakan hak-
hak sipil marak di pelbagai kampus di Amerika Serikat, dan manakala
gerakan sekolah bebas tumbuh subur pada 1970-an, penelitian Martin
mulai terfokus pada logika kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan yang
mengusiknya antara lain adalah apa hubungan antara disiplin ilmu dan
kurikulum? Apa yang menjustifikasi "mata pelajaran yang dianggap suci"
(god-given suijec~ atau "dasar yang abadi" (immutable basic)? Apa anatomi
mata pelajaran yang benar? Peran apa yang harus dimainkan anak didik

329
Jane Roland Martin (1929 - ...)

dalam kurikulum, dan apakah peran itu harus diberikan kesempatan?


Apakah "kurikulum tersembunyi" itu? .Analisis terhadap pertanyaan-
pertanyaan tersebut mendorong Martin untuk mengkritik beberapa
asumsi dogmatik yang mendasari pemikiran pendidikan liberal dan
keberatan-keberatan paling konservatif dari para pendukungnya terhadap
kajian interdisipliner seperti kajian sosial, kajian etnis kulit hitam (Black
studies), serta kajian perempuan. Ia pun mulai menjawab "persoalan
pendidikan yang nyata" secara filosofis. Dalam melakukannya, Martin
memperlihatkan bahwa penelitian filsafat mengenai kurikulum tidak
bersifat epistemologis, sebagaimana sering diasumsikan, karena persoalan
kurikulum sering muncul pula yang bersifat etis, sosial, dan politis. 10
Beberapa analisis Martin ten tang kurikulum menggunakan metode
filsafat standar dan tidak membahas persoalan perempuan atau gender.
Namun, analisis tersebut memberikan dasar konseptual yang penting
untuk riset dasar tentang perempuan dan pendidikan yang diawalinya
pada 1980. Sejak itulah, ia mulai dikenal. Setelah menentang para filsuf
dan pendidik untuk mempertimbangkan pengalaman dan kontribusi
pendidikan perempuan secara serius serta mempertanyakan asumsi-
asumsi mereka tentang gender, ia juga menantang mereka untuk
memikirkan kembali makna pendidikan itu sendiri serta pendekatan
analitik terhadapnya. Kemudian mencuatlah perdebatan sengit,
terutama di kalangan para filsuf analitik dalam pendidikan. Philosopf?y
of Education: An Enryclopcedia yang menuliskan Martin dalam setengah
lusin entri11 mengklaim bahwa tantangan feminis yang diprakarsainya
telah "mengubah wajah filsafat pendidikan". 12
Kepemimpinannya di Philosophy of Education Society menandai
perubahan besar dalam sejarah pendidikan pada 1981. Martin pertama
kali menyajikan risetnya yang baru ten tang perempuan dalam pidatonya
sebagai presiden lembaga tadi yang sering dikutip dan diterbitkan
ulang, "The Ideal of Educated Person" (pidato ini mengkritik cita-cita
pendidikan filsuf analitik, R.S. Peters, yang dianggap bebas gender),
dan dua artikel berpengaruh lain dalam Harvard Educational Review. 13
Dalam Reclaiming a Conversation (1985), kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Jepang oleh T. Sakamoto dan M. Sakagarni, ia menanggapi
beberapa pengkritik tulisannya. Riset pertamanya tentang perempuan
telah mengidentifikasi ketidaksetaraan epistemologis dalam filsafat
analitik kontemporer pendidikan yang menyingkirkan, mendistorsi,

330
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

dan mendevaluasi perempuan sebagai subjek dan objek pemikiran


pendidikan. Ia telah mendokumentasikan pengabaian para filsuf
analitik kontemporer, termasuk filsuf analitik klasik Oaki-laki maupun
perempuan), terhadap aktivitas pendidikan perempuan dalam sejarah
pemikiran. Lebih lanjut, Martin menunjukkan bahwa pengabaian itu
menimbulkan dampak, yakni filsuf pendidikan kontemporer bukan
hanya mengesampingkan perempuan, melainkan juga mengeluarkan
persoalan perawatan anak dari bidang tersebut. Reclaiming a Conversa#on
membahas permasalahan tersebut dengan melakukan rekonstruksi kritis
terhadap pemikiran tentang pendidikan perempuan dari teks-teks yang
terlupakan karya Plato, Jean-Jacques Rousseau, Mary Wollstonecraft,
Catharine Beecher, dan Charlotte Perkins Gilman, dan menyatakan
bahwa pengasuhan oleh ibu juga mempunyai makna pendidikan.
Dengan mengkritik cita-cita pendidikan yang mengabaikan gender,
Martin mengusulkan cita-cita pendidikan yang peka gender. Cita-cita
ini menuntut pendidik untuk tetap menyadari pengaruh gender dalam
kehidupan laki-laki dan perempuan--di mana gender dapat membuat
perbedaan dalam pendidikan dan di mana gender tidak menciptakan
perbedaan. Dengan menekankan kepekaan terhadap gender (sensitive to
gender), bukan petunjuk mengenai gender (prescriptive rf gender), cita-cita
Martin ini tidak mengandaikan sifat-sifat laki-laki dan perempuan yang
secara hakiki berbeda, tetapi mengandaikan adanya satu tujuan yang
hams mendidik kedua jenis kelamin terse but dalam, tentang, dan untuk
proses "produksi" (politik, budaya, ekonomi) dan proses "reproduksi"
(pengasuhan anak) dalam masyarakat. 14
Martin juga menyebutkan bahwa para sejarawan pemikiran
pendidikan harus mempertanyakan asumsi mereka tentang sumber data,
metode studi, dan kepenulisan (authorship). Ia bermaksud mengundang
akademisi untuk mencari bukti pemikiran pendidikan perempuan dari
sumber-sumber nonstandar, contohnya, majalah, buku harian, surat,
pamflet, newsletter, cerita fiksi, dan sumber lisan. Ia menyarankan agar para
sejarawan pemikiran pendidikan "berperan sebagai antropolog", selain
berperan sebagai filsu£. 15 Di samping itu, penulis pemikiran pendidikan
bukan hanya individu, melainkan juga kelompok yang mendirikan
mazhab atau gerakan sosial.
Artikel-artikel Martin (1969-1993) yang sebagian besar dikumpulkan
dalam Changing the Educational Landscape (1994) dan dimasukkan dalam

331
Jane Roland Martin (1929 - ...)

buku antologi lain, menunjukkan perlunya memikirkan kembali


kurikulum pendiclikan tambahan (co-educational curriculum) yang sudah
diuraikannya dalam The Schoolhome (1992). Dengan menafsirkan ulang
"cassa dei bambini" karya Maria Montessori dan mengkritik "Moral
Equivalent of War" karya William James sekaligus mengutip pelbagai
sumber dati kebudayaan tinggi dan populer, Changing the Educational
Landscape melakukan konseptualisasi ulang terhadap sekolah sebagai
"ekuivalen moral dati rumah", baik dalam "belajar untuk hidup" serta
mempelajari kebudayaan yang didominasi dan yang mendominasi. Dengan
menyalahkan kekeliruan epistemologis yang mereduksi kurikulum
menjadi sekadar pengetahuan "penonton", buku itu juga menggunakan
gagasan Aristoteles untuk melakukan teorisasi ulang kepekaan terhadap
gender. Selain itu, buku Martin tersebut menuntut lahirnya kesadaran
akan fenomena salah didik (miseducative) yang diistilahkannya sebagai
domephobia, yaitu ketakutan luar biasa dan kebencian represif terhadap hal-
hal bersifat domestik yang menjangkiti pendidikan maupun kebudayaan
Amerika Serikat, sehingga menelantarkan kesejahteraan perempuan dan
anak-anak.
Martin juga menyatakan bahwa reformasi sekolah seperti yang
diuraikannya dalam The Schoolhome, kendati diperlukan, sesungguhnya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang paling
mendasar. Riset terbarunya yang masih dilakukan, menentang dua
persamaan esensialis yang populer-yaitu antara pendidikan dan
persekolahan serta antara kebudayaan dan kebudayaan tinggi. Martin
juga mengkritik "pernisahan gender dalam fungsi pendidikan" rumah
dan sekolah serta "kerugian kultural" (cultural loss) dalam prernis-
prernis esensialis yang diterima begitu saja oleh para pendidik. Setelah
membedakan "kekayaan kultural" (cultural wealth) dengan hutang kultural
(cultural liabilities) sebagai "simpanan kultural" (cultural stock) yang dapat
diberikan oleh pendidikan, ia mengajukan gagasan "keragaman institusi
pendidikan" yang didefinisikan secara luas. Lembaga penclidikan bukan
hanya rumah dan sekolah, melainkan juga gereja, pemukiman, tempat
kerja, museum, perpustakaan, gedung pertunjukan musik, media cetak,
dan media elektronik. Menurutnya, jika publik mengakui keragaman
institusi pendidikan ini sebagaimana lembaga pendidikan lain, institusi-
institusi tersebut dapat dan harus dirnintai tanggung jawabnya bila
melakukan kesalahan dalam mendidik anak, eli mana "kerusakan dapat

332
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

timbul disebabkan lembaga-lembaga itu memelihara dan memberikan


'hutang kultural', bukan 'kekayaan kultural"'. 16
Sejalan dengan gagasannya ten tang keragaman institusi pendidikan,
teori Martin tidak semata-mata terfokus pada pendidikan anak. Bukunya
yang baru saja terbit, Coming of Age in Academe (2000), menganalisis
bagaimana status kelas dua pendidikan sebagai profesi dan bidang
kajian merefleksikan "sistem gender-pendidikan" dalam pendidikan
tinggi. Melalui pembandingan antara akademisi perempuan dengan
imigran yang memasuki Amerika Serikat selama dua abad yang lalu, ia
mengkritik pelbagai praktik akademik yang mengabadikan pengasingan
akademi dari pengalaman hidup perempuan, dan terutama dari pekerjaan
"perempuan" yang dikucilkan, termasuk mengajar. Perempuan bukan
satu-satunya korban dalam sistem ini. Martin menyebutnya sebagai
"brain drain (pelarian kaum cerdik pandai dari suatu kondisi menuju
kondisi lain-penyunting) yang mengalihkan perhatian 'potensi terbaik
dan paling cemerlang' dalam masyarakat dari persoalan dunia nyata" .17
Dengan mendorong akademisi perempuan untuk menolak asimilasi,
ia mendukung pembongkaran sistem gender-pendidikan melalui
"tindakan-tindakan besar dan kecil", 18 baik "yang strategis maupun
tidak strategis". Ia juga mendukung fakultas seni liberal "untuk berpikir
melintasi batas-batas disiplin ilmu dan college agar dapat membuat pijakan
bersama dengan akademisi dari fakultas pendidikan, ilmu perawatan,
dan pekerjaan sosial". 19
Dengan menjadi pelopor feminis dalam teori pendidikan, Martin
berhasil melewati rintangan dalam mempertautkan kegiatan akademis
dengan kehidupan sehari-hari,Z0 sebagai ibu dari dua orang anak sekaligus
profesor filsafat. 21 Teorisasinya tentang bias-gender dalam dunia
akademi juga merefleksikan pengalamannya sebagai mentor mahasiswa
perempuan dari pelbagai negara yang kurang mendapatkan mentor
feminis dalam bidang filsafat pendidikan di universitas mereka sendiri,22
tapi akhirnya mereka memperoleh bimbingan darinya. 23 Ironisnya, tidak
seperti kebanyakan pemikir pendidikan dari jenis kelarnin lelaki dan ras
kulit putih yang kurang terkenal, Martin tidak pernah mempunyai jabatan
apa pun di universitas riset yang komprehensif, tempat ia mengajar dan
membimbing mahasiswanya.
Meskipun demikian, tantangan Martin untuk "melibatkan perempuan
ke dalam pemikiran pendidikan" sekarang ini tetap menerima perhatian

333
Jane Roland Martin (1929 - ...)

besar dalam peneliclikan guru. 24 Akademisi muda juga memunculkan


tantangan ini. Mereka telah menerapkan pemikiran John Dewey,
Hegel, dan Theodor von Hippel dalam penelielikan perempuan dan
pemikiran peneliclikan. Mereka adalah perempuan dati beragam budaya,
seperti Catherine Macaulay, Ana Roque de Duprey, Anna Julia Cooper,
Mabel McKay, Gloria Jean Watkins (bell hooks), Louisa May Alcott,
Ntozake Shange, Toni Morrison, Margaret Fuller, Charlotte Bronte,
Sidonie-Gabrielle Collete (novelis Francis), L.M. Montgomery (novelis
Kanada), dan American Association of University Women. 25 Sekarang
ini lebih banyak lagi perempuan yang menjadi filsuf peneliclikan daripada
sebelumnya. Tantangan Martin terhadap paradigma analitik pemikiran
pendiclikan yang mengabaikan gender memungkinkan munculnya diskusi
dan perdebatan filosofis baru tentang pelbagai isu utama yang berkenaan
dengan para praktisi peneliclikan yang cerdas, contohnya, pengajaran
dan pendidikan tambahan, pendidikan fisik dan pendielikan seks,
kebenaran politik (political correctness) dan pluralisme budaya, keteladanan,
androgini (persoalan yang tidak dikaitkan dengan perbedaan jenis
kelamin), seksisme (eliskriminasi jenis kelamin), dan kebebasan gender
dalam penelidikan publik26 Perdebatan tersebut juga sudah merambah
ke pelbagai bentuk budaya-novel, film, lukisan, bahkan musik dan
jaringan Internet. Martin ternyata benar ketika pada 1981 menjanjikan
bahwa peneliclikan akan lebih kuat dan lebih kaya dengan melibatkan
perempuan ke dalam pemikiran peneliclikan.27
Tidaklah mengherankan hila American Educational Research
Association dan organisasi-organisasi lain memberikan penghargaan
kepada Martin. 28 Tidaklah mengejutkan pula jika Martin meraih
gelar doktor kehormatan eli Amerika Serikat dan Sweelia. Karyanya
dihormati eli Kanada dan Australia. Selain itu, Martin pernah mengajar
eli Inggris, Israel, Finlanelia, Belanda, Norwegia, Sweelia, dan Jepang.
Barangkali Gloria Steinem-lah yang paling baik dalam meringkas daya
tarik-kekuatan produktif dan janji besar--dari teorisasi Martin ten tang
peneliclikan, ''Jane Roland Martin membuat kita memikirkan energi yang
terbuang percuma dalam permainan lama dan pelbagai kemungkinan
jika energi tersebut dibebaskan."29

334
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Catatan
1. Martin, ''Women, Schools and Cultural Wealth", dalam Connie Titone dan
Karen E. Maloney (ed.), Womens Philosophies of Education: Thinking Through Our
Mothers (Upper Saddle River, New Jersey: Merrill, 1999), him. 175.
2. Untuk mendokumentasikan sejarah sekolah yang luar biasa ini, Jane Roland
Martin memperoleh Spencer Foundation Grant dengan Helena Ragone untuk
proyek "Remembering Progressive Education: Interviews with the Class of
'43".
3. Nel Noddings, Philosop~ of Education (Boulder, Colorado: Westview, 1995), bab
10.
4. Martin, The Schoolhome: Rethinking Schools for Changing Families (Cambridge,
Massachusetts: Harvard, 1992), him. 211.
5. Martin, The Schoolhome, him. 53.
6. Martin, "One Woman's Odyssey", dalam Changing the Educational Landscape:
Philosop~, Women and Curriculum (New York: Routledge, 1994), hh11. 2.
7. Ibid.
8. Martin, Explaining, Understanding and Teaching (New York: McGraw-Hill, 1970).
Lihat juga tulisannya "On the Reduction of 'Knowing That' to 'Knowing
How"', dalam B.O. Smith dan R.H. Ennis (ed.), Language and Concepts in Education
(Chicago, Illinois: Rand McNally, 1961), dimasukkan dalam The Philosophical
Foundations of Education, disunting Steven M. Cahn (New York: Harper &
Row, 1970), him. 399-41 0; dan "On 'Knowing How' to 'Knowing That"' (The
Philosophical Review, 1958), him. 379-387.
9. Susan Laird, "Teaching and Educational Theory: Can (And Should) This
Marriage Be Saved?" (Educational Studies, 29, 2, Summer, 1998), him. 137.
10. Martin (ed.), Readings in Philosop~ of Education: A Stucfy of Curriculum (Boston,
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1970), him. 9.
11. Phi!osop~ of Education: An Enryclopadia, J.J. Chambliss (ed.) (New York: Garland,
1996), him. 706, yakni filsafat analitik, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan
domestik, feminisme, gadis dan perempuan, filsafat dan sastra.
12. Barbara Houston, "Feminism" dalam Philosopf?y of Education: An Enryclopadia,
him. 219.
13. Semua artikel dimasukkan dalam Martin, Changing the Educational Landscape, bab
1, 2, 3.
14. Susan Laird, "Martin, Jane Roland", dalam Lorraine Code (ed.), Enryclopadia
of Feminist Theories (New York: Garland, 2000).
15. Martin, Reclaiming a Conversation: The Ideal of Educated Woman (New Haven,
Connecticut: Yale, 1985), him. 181.
16. Martin, ''Women, Schools and Cultural Wealth", him. 159-175.
17. Martin, Coming of Age in Academe: Rekindling Womens Hopes and Reforming the
Academy (New York: Routledge, 2000), him. 133.
18. Ibid., bab 3.
19. Ibid., him. 173.
20. Martin, Changing the Educational Landscape, him. 1.

335
Jane Roland Martin (1929 - ...)

21. Martin, Reclaiming a Conversation, him. xi; Martin, Coming of Age in Academy, him.
95.
22. Di Am erika Serikat, contohnya, Karen E. Maloney, "The Theory of Education
of Charlotte Perkins Gilman: A Critical Analysis", Disertasi Ed.D., Harvard
University Graduate School of Education, 1985, dan Susan Schober Laird,
"Maternal Teaching and Maternal Teachings: Philosophic and Literary Case
Studies of Educating", Disertasi Ph.D., Cornell University, 1988. Namun,
mahasiswa-mahasiswa yang dibimbingnya mencakup mahasiswa lain dari
Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Swedia.
23. Martin, "A Professorship and Office of One's Own", dalam Changing the
Eduactional Landscape, bab 6. Lihat juga Susan Laird, "'Working It Out', with
Jane Roland Martin" (Peabotfy Journal of Education, 71, 1, 1996), him. 103-113.
24. Steven E. Tozer, Paul C. Violas, dan Guy Senese, School and Sociery: Historical
and Contemporary Perspectives (Boston, Massachusetts: McGraw-Hill, 1995), him.
351. Buku ini merupakan salah satu teks dasar yang sering digunakan dalam
dasar-dasar historis, filosofis, dan sosial dari pendidikan. The Schoolhome juga
merupakan teks yang sering dipakai dalam pendidikan guru.
25. Terutama, Titone dan Maloney, Women1 Philosophies of Education, op. cit.; Susan
Laird, "Women and Gender in John Dewey's Philosophy of Education"
(Educational'[heory, 38, 1, Winter, 1988), him. 111-129; Susan Laird, "Curriculum
and the Maternal" (journalfor Just and Caring Education, 1, 1 Januari 1995), him.
45-75; Susan Laird, "The Ideal of the Educated Teacher: Reclaiming a Conversation
'With Louisa May Alcott" (Curriculum Inquiry, 21, 1991), him. 271-297; Susan
Laird, "The Concept of Teaching: Betsry Brown vs. Philosopf:!J of Education?'~ dalam
James Giarelli (ed.), Philosopi!J of Education 1988 (Normal, Illinois: Philosophy of
Education Society, 1989), him. 32-45. Juga Zandra Lesley Shore, "Girls Reading
Culture: Autobiography as Inquiry into Teaching the Body, the Romance and the
Economy of Love", Disertasi Ed.D., Ontario Institute for Studies in Education
di University of Toronto, 1999; Virginia Ann Worley, "The Educational Place
of Metissage in La Maison de Claudine: A Two-Fold Pedagogy of Place Itself and
of the Place-Teaching Partnership", DisertasiPh.D., University of Oklahoma,
1999;Jeffrey Ayala Milligan, "Negotiating the Relationship between Religion
and Public Education: Conceptualizing a Prophetic Peagmatic Teacher from
Toni Morrison's Beloved', DisertasiPh.D., University of Oklahoma, 1998. Dalam
"One \Voman's Odyssey", him. 15, him. 31, c. (catatan) 39, c. 40, c. 41, c. 42,
c. 43, c. 44, Martin menyebutkan pendidik lain yang menerima tantangannya,
yakni Inga Elgqvist-Saltzman dan mahasiswanya di University of Umea, Min eke
van Essen, Mieke Luenenberg, dan para kolega mereka di Belanda; David
MacGregor di Kanada, Robert Roemer dan yang lain di simposium Guilford
College, dan Mary Ann Connors di University of Massachussets.
26. Lihat, contohnya, Ann Diller, Barbara Houston, Kathryn Pauly Morgan dan
Maryann Ayim, The Gender Question in Education: Theory, Pedagogy and Politics
(Boulder, Colorado: Westview, 1996).
27. Susan Laird, ''Teaching and Educational Theory: Can (And Should) This Marriage
Be Saved?" (Educational Studies, 29, 2, Summer, 1998), him. 131-151.

336
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

28. Contohnya,John Dewey Society, Society of Professors of Education, American


Educational Studies Association, Society of Women in Philosophy, dan
beberapa universitas, termasuk Harvard.
29. Gloria Steinem, Pengantar untuk Coming of Age in Academe, hlm. xvii.

Lihat juga
Dalam buku ini: Peters.
Dalam Fifty Major Thinkers on Education: Alcott, Montessori, Plato, .Rousseau,
Wollstonecraft.

Karya-karya utama Martin


Explaining, Understanding, and Teaching, New York: McGraw-Hill, 1970.
Reclaiming a Conversation: The Ideal of the Educated Woman, dalam edisi Bahasa Jepang,
1987; New Haven, Connecticut: Yale University Press, 1985.
The Schoolhome: Rethinking School for Changing Families, Cambridge, Massachusetts:
Harvard University Press, 1992.
Changing the Educational Landscape: Philosopf(y, Women and Curriculum, New York:
Roudedge, 1994.
Coming of Age in Academe: Rekindling Women~ Hopes and Reforming the Academ__v, New
York: Roudedge, 2000.

Bacaan lebih lanjut


Diller, A., Houston B., Morgan, K.P., dan Ayim, M. 1996. The Gender Question in
Education: Theory, Pedagogy, and Politics, Pengantar oleh Jane Roland Martin.
Boulder, Colorado: Westview.
Titone, C. dan Maloney, K.E. (ed.). 1999. Women~ Philosophies of Education: Thinking
Through Our Mothers. Upper Saddle River, New Jersey: Merrill.

337
Nel Noddings (1929 - ...)

NEL NODDINGS
(1929- ... )
-==Ov~~~~~~~~

David J. Flinders

Kepentingan dalam menjaga kehidupan anak-anak dan membantu


mengembangkan pertumbuhan individu mereka merupakan
kepentingan yang mendesak pada kehidupan moral dan pendidikan
moral. 1

Seperti para filsuf terkenallainnya, Nel Noddings telah memberikan


sumbangan pada pemikiran pendidikan. Topik-topik pada karyanya
berkisar pada analisis pengasuhan (catin~ dan kedudukannya dalam etika,2
pengembangan struktur sekolah yang mendorong hubungan-hubungan
pengasuhan (caring re!ations);3 upaya rekonseptualisasi kejahatan dari
sudut pandang perempuan,4 dan penggunaan perhatian keibuan (maternal
interest) untuk memberikan pendidikan moraP Pengaruh pemikiran
N oddings didasarkan pada konsepsi luasnya tentang penalaran, nilai,
dan kepercayaan moral. Kontribusinya juga menimbulkan perdebatan
kontemporer tentang pendidikan. Kecenderungan-kecenderungan saat ini
mendukung kepentingan terhadap kehidupan moral dan perkembangan

338
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan r'\odern

moral. Namun, kesempatan memperkokoh landasan etis untuk bel:ajar


dan mengajar juga terancam oleh kebutuhan yang elidorong oleh motivasi
politis agar sekolah memasukkan kembali pandangan nostalgia yang sempit
ten tang kelompok tertentu. Menghadapi sikap partisan yang mengaiJ.Cam
ini, N odelings memberikan pemahaman mengenai kepercayaan etis yang
lebih baku dan terbuka daripada pemahaman kita sekarang ini.
Nodelings memulai karir profesionalnya sebagai guru matematika
setelah lulus dari Montclair State College eli New Jersey. Pertama kali
ia mengajar kelas enam, namun kemuelian eliteruskan dengan mengajar
matematika eli high school selama 12 tahun. Sekolah memainkan peran
penting dalam kehidupan Noddings sebagai seorang murid, dan
pengalaman awalnya eli sekolah bersama guru-guru yang sangat peduli
berpengaruh besar terhadap minatnya pada hubungan murid-guru.
Semangat akademis Noddings, pertama kali dalam matematika dan
kemuelian filsafat, juga bersumber dari kekaguman kepada guru -gunmya
dan mata pelajaran itu sendiri. 6
N oddings meraih gelar master dalam bidang matematika eli Rutgers
University. Ia juga bekerja sebagai pengelola elistrik sekolah sebdum
mengikuti program graduate eli Stanford University. Setelah menyelesaikan
program doktor dalam bidang filsafat dan teori penelidikan, Nodelings
diminta untuk menjadi Kepala Sekolah Laboratory School eli University
of Chicago. Sebagai filsuf penelielikan yang masih baru, Noddings
menyadari bahwa jabatannya itu sangat kuat karena ikatan masa lalunya
eli sekolah dengan John Dewey, seorang pemikir pragmatisme Amerika
Serikat terkemuka yang pandangannya telah dan terus memengaruhi
karya N oddings. Pad a 1977, N odelings bergabung dengan Fakultas
Penelidikan Stanford University, tempat ia bekerja eli semua jenjang,
sebagai direktur program penelidikan guru dan sekaligus sebagai dekan
fakultas itu. Noddings juga menerima beberapa penghargaan mengajar eli
Stanford University. Setelah pensiun dari Stanford University, Noddings
mengajar filsafat penelidikan eli Teachers College, Columbia University,
sampai tahun 2000.
Sebagian besar riset awal Noddings adalah tentang penelidikan
matematika yang telah menerima sumbangan besar darinya. Kendati
demikian, filsafat dan stueli etikalah yang merupakan bidang utama karir
akademisnya. Buku pertamanya, Can·ng:A Feminine Approach to Ethics and
Moral Education/ telah memberi sumbangan pada fokus ini. Noddings

339
Nel Noddings (1929 - ...)

memulai buku tersebut dengan mengajukan pertanyaan abadi, yaitu


"apakah dasar bagi tindakan moral?" Walaupun sebagian ahli erika telah
memunculkan pertanyaan serupa, pendekatan Noddings berbeda dengan
tradisi filsafat lama. Ia berpendapat bahwa dua sistem erika besar--erika
utilitarian dan deontologis-tak dapat memberikan dasar yang memadai
untuk memahami dilema moral dan perhatian moral kepada perempuan.
N oddings tidak menolak keputusan yang didasarkan pada konsekuensi-
konsekuensi yang telah diduga sebelumnya (pendekatan utilitarian) atau
penalaran (pendekatan deontologis). Ia menawarkan perspektif alternatif
yang didasarkan pada pengasuhan alamiah, seperti pengasuhan ibu
terhadap anak. Pengasuhan alamiah ini, menurut N oddings, merupakan
sebuah sikap moral, yaitu kerinduan akan kebaikan yang tumbuh dari
pengalaman atau kenangan pengasuhan dulu. Dari pengasuhan alamiah
ini, Noddings mengembangkan gagasan pengasuhan etis, sebuah bentuk
hubungan (state of being in relation), yang dicirikan dengan penangkapan
(receptivity), keterkaitan (relatedness), dan keterpikatan (engrossmen!).
Kekuatan pendekatan Noddings adalah penekanannya pada
timbal balik (resiprositas), di mana persoalan-persoalan etika tidak
dapat dianalisis dari perspektif pemenuhan kewajiban individu atau
sejalan dengan prinsip abstrak saja, tetapi hubungan tersebut selalu
meliputi "kepedulian" disertai dengan minat, motif, dan respon afekti£
Pendekatan tersebut menekankan hubungan-hubungan yang ada. Bila
prinsip seperti kesetaraan (equality) dan keadilan ifairness) digunakan untuk
membuat keputusan, penggunaan prinsip tersebut berasal dari perhatian
pada seseorang, dialog dengan orang terse but, dan kemudian terbentuk
suatu hubungan yang berkualitas.
Noddings menggunakan pelbagai teori feminis untuk mendukung
analisisnya, dan oleh karena itulah ia menghadapi tantangan yang
sama dengan tantangan yang dihadapi para pemikir feminis. Dalam
erika, tindakan moral biasanya dijabarkan dengan "bahasa ayah dalam
pengertian justifikasi, fairness, dan justice". 8 Namun, para pemikir
pendidikan yang menekankan perhatian keibuan membahas apa yang
disebut Carol Gilligan sebagai "suara lain". 9 Tantangan membawa
pandangan baru ke dalam ranah lama adalah menyajikan analisis "yang
baku" tanpa menyurutkan semangat yang telah memberikan kontribusi
pada analisis tersebut. Sehingga, persoalannya adalah bagaimana bersikap

340
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Mcdern

"tegas" dalam mempertahankan konsep yang tidak bersifat empiris


logis semata dalam penggunaan formalnya.
Noddings menghadapi tantangan iu.i dengan beberapa cara. Pertama,
karya-karyanya secara konsisten mengakui pendapat-pendapat yang
menentangnya. Ia juga mengatasi kesulitan-kesulitan yang muncul
dalam analisisnya tentang pengasuhan-bukan hanya kesulitan politik
sebagaimana telah disebutkan tadi, melainkan juga kesulitan analitis
dalam teorinya. Ia membahas, contohnya, bagaimana timbal balik-inti
teori pengasuhan-menjadi sangat rurnit dalam hubungan-hubungan
yang tak seimbang (contohnya, hubungan murid-guru) dan menjadi
perhatian para pendidik. Permasalahan variasi waktu, intensit'"-s, dan
situasi juga harus diselesaikan, sebagaimana persoalan kepeduli;;.n
terhadap entitas nonmanusia seperti tanaman, binatang, ide, dan
organisasi. Seperti digambarkan dalam tulisannya, keyakinan Noddings
adalah berpikir mengarungi kerumitan teoretik ini secerdas mungkin,
bukan meninggalkan teori tersebut karena kompleksitasnya.
Kedua, Noddings mendefinisikan pendekatannya sebagai pendekatan
feminin klasik dengan menekankan pada keterkaitan dan reseptiv.itas.
Tujuan definisi Noddings adalah memisahkan pendekatannya dengan
persoalan-persoalan empiris tentang gender per se. Perempuan,
menurutnya, memiliki keterampilan yang ditekankan dalarn etika
konvensional-penalaran formal dan susunan prinsip hierarkis-untuk
sampai pada kesimpulan logis. Pada saat yang sama, laki-laki tidak
memiliki alasan untuk menolak pengasuhan sebagai dasar tindakan
moral mereka. Seperti perempuan, laki-laki juga memiliki kepentingan
dalam mempertahankan kehidupan, meningkatkan kualitas hubungan,
dan membantu mengembangkan pertumbuhan individu. Dengan
kepentingan yang sama ini, laki-laki dan perempuan tidak akan menjadi
korban pandangan erika yang sempit.
Ketiga, kendati N oddings menyatakan bahwa metode pendekatannya
bersifat episternologis, dan dengan demikian berkaitan dengan
epistemologi, tujuan fenomenologi etikanya bukanlah "membuktikan"
kebenaran moral. Sebaliknya, Noddings mengusulkan perlunya
pengetahuan konseptual dan pemahaman yang tercerahkan, yang
merupakan kebalikan dari kepastian yang sudah dirumuskan. "Tangan
menjaga keseimbangan kita ketika pertama kali belajar mengendarai
sepeda," tulis Noddings, "tanpa mernberikan pengetahuan yang

341
Nel Noddings (1929 - ...)

proporsional, tapi membimbing dan membantu kita untuk melakukannya,


dan akhirnya kita mempunyai pengetahuan teknis tentang mengendarai
sepeda (knowing how).mo
Analisis filosofis Noddings tentang kepengasuhan diikuti dengan
penerbitan Women and Evil (1989), 11 sebuah buku yang menambah
reputasinya sebagai pemikir feminis terkemuka. Buku ini. mengungkapkan
ketertarikannya yang telah lama namun mendua pada teologi Judeo-
Kristian, yakni sekumpulan tradisi yang mendefinisikan kejahatan dalam
pengertian pembangkangan dan dosa. Noddings mengatakan bahwa
tradisi tersebut memunculkan persoalan bagaimana mempertemukan
kesengsaraan manusia dengan kebaikan dan kekuasaan Tuhan. Usaha
menyelesaikan persoalan ini sering memistifikasi kejahatan, bahkan
mendukung bentuk-bentuk dominasi yang menjadi sumber kejahatan.
Noddings menolak pendekatan ini, namun tak menolak perlunya
moralitas yang membantu individu memahami dan mengendalikan
kecenderungannya sendiri pada kejahatan. Berdasarkan pengalaman
perempuan, ia mengajukan sebuah pendekatan yang menempatkan
kejahatan dalam kondisi fenomenologis berupa rasa sakit, pengucilan,
dan ketidakberdayaan. Bila kejahatan dilihat menurut perspektif ini,
kejahatan tidak perlu disingkirkan dengan alasan apa pun, tetapi dihadapi
saja sejauh keberanian dan situa,si memang mendukung. Kepengasuhan
adalah sumber yang penting untuk keberanian ini, juga sebagai dasar
untuk melakukan dialog dan kerja sama. Noddings merekomendasikan
agar guru yang peduli bersedia menjawab kerinduan spiritual dan
pertanyaan abadi dari semua anak didiknya, terutama anak didik yang
disosialisasikan atau berkeinginan untuk mendominasi.
Analisis filosofis Noddings tentang kepengasuhan dan kejahatan
memberikan sumbangan berarti bagi erika, fenomenologi, dan pemikiran
feminis. Sisi lain dari pemikirannya yang juga penting disampaikan adalah
penekanan berulang kali pada penggunaan filsafat untuk mengarahkan
praktik pendidikan. Aspek pemikirannya ini dapat disebut bersifat
transformatif, bahwa Noddings hendak melakukan transformasi struktur
pengajaran dan persekolahan dengan cara mendorong hubungan
pengasuhan dan pertumbuhan individu. Perhatian pada ketentuan
pembelajaran, kurikulum, dan profesi mengajar terdapat dalam buku
Noddings, The Challenge to Care in Schools. 12 Dari satu perspektif, buku ini
bisa dianggap sebagai kritik terhadap pendidikan liberal dan terutama

342
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

tradisi yang rnenganggap pendidikan liberal sebagai pendidikan


bagi semua anak didik. Dengan memperluas kritiknya terhadap Paedeia
Proposal dari Mortimer Adler, 13 N oddings berpendapat bahwa disiplin
ilmu standar dalam pendidikan liberal mencakup konsepsi rasionalitas
manusia yang terlalu sempit, yang hampir seluruhnya didasarkan
pada inteligensia terlatih (trained intelligence). Argumennya bukan hanya
menentang keharusan semua anak didik untuk mempelajari matematika,
sains, bahasa, dan lain-lain, melainkan juga menentang kurikulum apa
pun yang mengabaikan beragam minat dan bakat anak didik. Perbedaan
di antara anak didik sehingga menentukan kurikulum yang sama untuk
semua anak didik hanya membuat guru menerapkan pemaksaan,
selanjutnya merusak hubungan yang demikian penting bagi proses bela jar
dan pertumbuhan individu.
Para filsuf pendidikan mengakui pengaruh Dewey pada argumen-
argumen N oddings, juga pad a metode yang digunakannya untuk
mengembangkan pendekatan alternati£ Metodenya adalah melibatkan
mereka yang mempelajari pandangannya dalam eksperimen pemikiran
kompleks. Sebagai orang tua, Noddings bertanya, bagaimana kita
menginginkan anak-anak dididik jika mereka sesungguhnya merufakan
kelompok besar dengan kemampuan dan bakat berbeda:beda? Walaupun
Noddings menemukan kekeliruan penggunaan (atau penyalahgunaan)
gagasan Dewey ten tang" orang tua yang terbaik dan terbijak" 14 oleh para
pendukung pendidikan liberal, interpretasinya menghindari gagasan elite
pendidikan. Eksperimen pemikiran ini sebenarnya tidaklah mengada-ada
bagi Noddings, ibu dati lima anak perempuan dan lima anak laki-laki.
Seperti yang dinyatakannya berulang-ulang, merawat keluarga besar
dengan karakter anggota bermacam-macam merupakan sumber penting
bagi keyakinannya bahwa pendidikan harus diberikan dalam bentuk
beragam dan tanggap terhadap kebutuhan anak didik.
U sulan N oddings adalah menyusun kurikulum sekolah berdasarkan
pengasuhan, meneruskan disiplin-disiplin ilmu standar yang memang
belum dituntaskan Dewey. Noddings dan Dewey juga sepaka,t pada
persoalan lain. Kendati kedua filsuf tersebut berpendapat bahwa
pendidikan harus disesuaikan dengan minat anak didik, keduanya
menentang penyusunan kurikulum berdasarkan kebutuhan sosial atau
pekerjaan. Penyusunan kurikulum semacam itu mengabaikan pandangan
bahwa pendidikan bukan hanya persiapan menjalani kehidupan dan

343
Nel Noddings (1929 - ...)

melupakan pengalaman yang dirasakan secara langsung. Perdebatan


kontemporer mengangkat persoalan lain dengan menunjukkan bahwa
penyusunan kurikulum seperti itu juga mengakibatkan ketimpangan
yang serius. Pada titik ini, Noddings memperingatkan bahwa kita jangan
mencampuradukkan kesetaraan (equity) dengan kesamaan (sameness).
"Bakat manusia sangatlah beragam," tulisnya, "dan jika kita benar-
benar peduli pada kesetaraan, bakat-bakat tersebut harus diperlakukan
sama.»~ 5

Saat menyinggung daya tanggap pendidikan kepada anak didik,


Noddings menekankan kontinuitas antara belajar dan pengalaman.
Tema ini sering diulang-ulang pula dalam karyanya. Penekanan ini juga
merupakan fokus dalam Educatingfor Intelligent Beliif or Unbeliej, 16 salah
satu buku Noddings yang menganalisis hubungan antara mata pelajaran
dengan pertanyaan spiritual yang sering diangkat anak didik tentang
diri mereka, kehidupan, kematian, alam, dan agama. Dalam pelajaran
matematika, misalnya, Noddings menunjukkan bahwa kebanyakan
ahli metematika juga bergelut dengan pertanyaan eksistensial serupa,
contohnya, apakah Tuhan itu ada, bagaimana terjadinya alam semesta,
dari mana kehidupan berasal, dan apa yang terjadi setelah kematian.
N oddings merasa heran mengapa pertanyaan semacam itu sama sekali
tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum, atau kalau pun
ada, hanya sebatas pada mata pelajaran agama dan sejarah, padahal
pertanyaan-pertanyaan itu melampaui ruang, waktu, dan pengalaman
manusia yang beragam,.
Untuk mengatasi kecenderungan penyusunan kurikulum seperti itu,
N oddings memberikan banyak contoh yang menggambarkan bagaimana
mengajarkan kepercayaan atau ketidakpercayaan yang cerdas (intelligent
beliif and unbeliejj dapat dipakai sebagai tulang punggung kurikulum
sekolah, bukan hanya yang berhubungan dengan pertanyaan spiritual
melainkan juga sebagai pendekatan untuk membuka penyelidikan yang
diarahkan pada beragam perhatian anak didik. Usulannya tersebut
merupakan sumbangan filsafat bagi pendidikan, terutama kurikulum.
N amun bagi N oddings, sasaran penyelidikan seperti itu bukan pemikiran
kritis per se, bukan pula argumentasi Socratis yang berusaha mengalahkan
penentangnya. Ia menawarkan bentuk penyelidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua partisipannya untuk ambil bagian dalam
dialog abadi. "Dalam dialog itu", tulis Noddings, "mereka yang percaya

344
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan 1\1\odern

dan tidak percaya akan saling menerima." 17


Ringkasnya, kendati Noddings dikenal karena pemikirannya tentang
pengasuhan etis, sumbangannya pada pendidikan meliputi beragam
topik dan teori. Sumbangan terpentingnya berkaitan dengan apa yang
telah diketahui para guru tatkala dengan mengajar mereka mengetahui
bahwa anak didik dan sejawat mereka berusaha menggapai cita-cita etis.
Pengasuhan yang membantu menciptakan pengetahuan guru tersebut
bukan hanya merupakan kepuasan sementara atau "merasa bahagia"
karena telah berbuat baik. Noddings menyatakan bahwa pengasuhan
adalah sikap moral yang dibentuk dengan keterampilan penalaran
interpersonal yang kompleks, yakni dengan bentuk-bentuk penalaran
bakunya sendiri atau penalaran yang kurang standar dibandingk.an
keterampilan logika formal. Yang terpenting adalah, pemikiran
Noddings menunjukkan bahwa pengasuhan tidak perlu menjadi apa
yang disebutkan Wittgenstein, "kita diam saja". Sebaliknya, pengasuhan
justru akan sangat membutuhkan salah satu rasionalitas manusia yang
paling menarik dan memikat.

Catatan
1. Noddings, "Shaping an Acceptable Child", dalam A. Garrod (ed.), Learningfor
Life: Moral Education Theory and Practice (Westport, Connecticut: Praeger, 1992),
hlm. 67.
2. Noddings, Caring: A Feminine Approach to Ethics and Moral Education (Berkeley,
California: University of California Press, 1984).
3. Noddings, The Challenge to Care in Schools (New York: Teachers College Press,
1992).
4. Noddings, Women and Evil (Berkeley, California: University of California Press,
1989).
5. Noddings, "Shaping an Acceptable Child", op. cit.
6. Noddings, "Accident, Awareness and Actualization", dalam A. Neumann dan
P. Peterson (ed.), Learningfrom Our Lives: Women, Research and Autobiograpqy in
Education (New York: Teachers College Press, 1997), hlm. 166-182.
7. Noddings, Caring, op. cit.
8. Ibid., hlm. 1.
9. Carol Gilligan, In a Different Voice (Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press, 1982).
10. Noddings, Caring, hlm. 3.
11. Noddings, Women and Evil, op. cit.

345
Nel Noddings (1929 - ...)

12. Noddings, Tbe Challenge to Care, op. cit.


13. Noddings, "The False Promise of the Paideia" (journal of Thought, 19), hlm.
81-91.
14. John Dewey, The Schoof and Society (Chicago, Illinois: University of Chicago
Press, 1902), hlm. 3.
15. Noddings, ''Accident, Awareness and Actualization", hlm. 177.
16. Noddings, Educatingfor Intelligent Belief or Unbelief (New York: Teachers College
Press, 1993).
17. Ibid., hlm. 144.

Lihat juga
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Noddings


Caring: A Feminine Approach to Ethics and Moral Education, Berkeley, California:
University of California Press, 1984.
Nod dings, N., dengan Paul J. Shore, Awaking the Inner Eye: Intuition in Education,
New York: Teachers College Press, 1984.
Women and Evil, Berkeley, California: University of California Press, 1989.
The Challenge to Care in Schools, New York: Teachers College Press, 1992.
Educatingfor Intelligent Belief or Unbelief, New York: Teachers College Press, 1993.
Phifosop,?J f!f Education, Boulder, Colorado: Westview Press, 1995.
Edttcating Moral People, New York: Teachers College Press, 2001.
Starting at Home: Caring and Social Poliry, Berkeley, California: University of California
Press, 2002.

Bacaan lebih lanjut

Nod dings, Nel dan Witherell, Carol (ed.). 1991. Stories Lives Tell. New York: Teachers
College Press.
Stone, Lynda (ed.). 1994. The Education Feminism Reader. New York and London:
Roudedge.
Noddings, Nel, Gordon, Suzzane dan Benner, Patricia (ed.). 1996. Caregiving,
Philadelphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press.
Noddings, Nel, Katz, :Michael dan Strike, Kenneth (ed.). 1999.Justice and Care in
Education. New York: Teachers College Press.

346
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

JURGEN HABERMAS
(1929- ... )
-==Ov-"v-"v""v-"v-"v-"v-"v"¢=

Keith Morrison

Komitmen untuk memperlakukan individu sebagai pa.rtisipan


potensial dalam wacana mengandaikan komitmen universal pada
kesetaraan, otonomi, dan rasionalitas potensial individu. 1

Jiirgen Habermas adalah tokoh terkemuka generasi kedua Mazhab


Frankfurt, yakni sekelompok filsuf, teoretikus sosial, dan kritikus budaya
yang membentuk Institute for Social Research di Frankfurt pada 1929.
Habermas mengajar filsafat di University of Heidelberg dan University
of Frankfurt, sebelum pindah ke Max Planck Institute pada 1972, dan
kemudian sejak pertengahan 1980-an, kembali pada jabatannya sebagai
guru besar filsafat dan sosiologi di University of Frankfurt.
Walaupun lebih dikenal sebagai teoretikus dan filsuf sosial daripada
pemikir pendidikan, Habermas memberikan pengaruh nyata pula pada
pendidikan. Usaha awalnya adalah melanjutkan proyek teori kritik
Mazhab Ftankfurt dari para perintisnya (Max Horkheimer, Theodor W.
Adorno, Herbert Marcuse) dengan kritiknya bahwa nalar instrumental
dan positivisme bersifat scientistic (kepercayaan bahwapengetahuan yang

347
Ji.irgen Habermas (1929 - ...)

berharga adalah pengetahuan ilmiah [Habermas 1972, hlm. 4]) dan


technicist (misalnya, memperlakukan orang dan situasi sebagai sarana
untuk mencapai tujuan), beserta niat politisnya untuk membebaskan
(emansipasi) individu dan kelompok tidak berdaya menuju masyarakat
egalitarian. Karya awal Habermas adalah upayanya untuk memberi
dasar epistemologi pada teori sosial, dan mengajukan pandangan yang
secara tersurat bersifat mengarahkan (preskriptif) dan normatif, yakni
perilaku apa yang harus ditunjukkan dalam demokrasi sosial. Niatnya
bukan sekadar memberikan ide tentang masyarakat dan perilaku,
melainkan me\vujudkan masyarakat yang didasarkan pada kesetaraan
dan demokrasi bagi semua anggotanya. Tujuan teorinya bukan sekadar
memahami situasi, kekuasan, dan fenomena, melainkan mengubahnya
dengan menghapuskan kesenjangan.
Habermas-sebagaimana man tan mentor dan gurunya, Adorno-
menemukan kekuasaan lain yang tidak sah dan kesenjangan yang
secara struktural inheren dalam kapitalisme. Kapitalisme melestarikan
hegemoninya (di mana ideologi dan hubungan kekuasaan yang tidak
setara ditetima masyarakat tanpa mereka sadari, bahkan mereka yang
tidak berdaya menerima keadaan mereka yang tidak berdaya) dengan
mencegah krisis motivasi, legitimasi, identitas, politik, dan ekonomi. 2
Karya awal Habermas berada dalam tradisi kritik ideologi Mazhab
Frankfurt dan didasarkan pada prinsip fundamental keadilan sosial,
dukungan terhadap kesetaraan sosial, pendptaan dan pemeliharaan
"kepentingan umum" (generalizable interests), serta komitmen pada
pencapaian masyarakat demokratis. Habermas mendefinisikan ideologi
sebagai "penindasan terhadap kepentingan umum" 3 dalam kehidupan
sehari-hari, di mana sistem atau kelompok yang berkuasa beroperasi
dengan cara-cara yang secara rasionallemah karena kekuasaan mereka
didasarkan pada penaklukan kelompok lain, dengan kata lain prinsip
perilaku mereka tidak bersifat universal (universalizable). Kritik ideologi
merupakan kritik terhadap cara kerja kekuasaan dan dominasi yang tidak
sah dalam masyarakat kapitalis.
Teori kritik Habermas mengusulkan agenda pendidikan dan
memiliki metodologinya sendiri, terutama kritik ideologi dan riset aksi.
Ideologi-nilai, kepercayaan, dan praktik yang berasal dari kelompok
dominan tertentu-merupakan alat yang dipakai oleh kelompok berkuasa
untuk mendukung dan melegitimasi kepentingan tertentu-kepentingan

348
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan MOdem

sektoral-mereka dengan mengorbankan kelompok lemah. Kritik ideulf)gi


dirancang untuk membongkar bekerjanya ideologi dalam pelbagai bidang
kehidupan masyarakat dan pendidikan, serta bekerjanya kepentingan
pribadi di balik kedok kebaikan bersama, yang mungkin berlangsung
secara sadar atau tidak sadar dengan memperlihatkan bagaimana ideologi
tersebut mengabadikan suatu sistem yang memperkuat yang kuat dan
memperlemah yang lemah, yakni menindas kepentingan umum. Situasi
tersebut tidak bersifat alami, tapi merupakan hasil atau proser:, di mana
kepentingan dan kekuasaan dilindungi serta ditindas. Salah satu tugas
kritik ideologi adalah membongkar situasi tersebut.
Habermas 4 berpendapat bahwa kritik ideologi dapat dijalankan
dalam empat tahap:
Tahap pertama: deskripsi dan interpretasi situasi yang :ada-
penyelidikan hermeneutik yang mengidentifikasi dan berusaha
memahami situasi sekarang (menggunakan pendekatan verc·tehen dari
paradigma interpretatif dari Weber).
Tahap kedua: penerapan nalar yang berupaya memahami situasi
tersebut dengan suatu cara pandang tertentu-sebab dan tujuan
dari suatu situasi, dan evaluasi terhadap legitimasi penyebab serta
tujuannya, melibatkan analisis kepentingan dan ideologi, kekuasaan
dan legitimasinya, yang bekerja pada situasi itu (dalam pengertian
mikrososiologis dan makrososiologis). Dalam karya Habermas
sebelumnya, ia menyamakan tahap ini dengan psikoanalisis, yakni
sebagai alat untuk memasukkan kondisi, pengalaman, dan faktor yang
ditekan, didistorsi, serta ditindas ke dalam kesadaran "pasien", sehingga
menghambatnya untuk mendapatkan pemahaman yang penuh, lengkap,
dan akurat tentang kondisi, situasi, serta tindakan mereka. Dengan
pemaparan dan penyelidikan seperti. itu, mereka akan be bas (liberatory
and emancipatory). Kritik di sini berarti memperlihatkan kepada individu
dan kelompok bagaimana pandangan dan praktik mereka mungkin saja
merupakan dis torsi ideologis yang berakibat melestarikan sebuah tatanan
atau situasi sosial yang bertentangan dengan kebebasan, kepentingan,
dan pemberdayaan demokratis mereka. 5
Tahap ketiga: penyusunan agenda untuk mengubah situasi-menuju
masyarakat egaliter.
Tahap keempat. sebuah evaluasi terhadap pencapaian situasi baru dan
egalitarian yang telah terwujud.

349
Ji.irgen Habermas (1929 - ...)

Ideologi bukan hanya teori, melainkan berdampak langsung dalam


praktiknya. Metodologi penclidikan yang cliusulkan teori kritik adalah
riset aksi. 6 Riset aksi memberikan kekuasaan kepada mereka yang bergiat
dalam konteks pencliclikan karena mereka merupakan motor riset dan
praktik. Dengan pengertian ini, riset aksi cliklaim dapat memberdayakan
dan bersifat emansipatoris. Riset aksi memberikan "suara" kepada
para praktisi/ yakni berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan
kontrol terhadap lingkungan serta profesi mereka. Apakah klaim
pemberdayaan melalui riset aksi memang kuat, sebagaimana clisam-
paikan para pendukungnya, adalah masalah lain, sebab riset aksi untuk
perubahan dan kontrol relatif tidak berdaya menghadapi perubahan
dalam pencliclikan.
Teori kepentingan pembentuk pengetahuan (knowledge-constitutive
interests) dari !fabermas berusaha menyingkap pelbagai kepentingan dalam
situasi-situasi tertentu dan menyelicliki legitimasi kepentingan tersebut8
dengan mengidentifikasi sampai eli mana kepentingan itu menciptakan
keadilan dan demokrasi. Tujuan teorinya bersifat tran.iformatzj, yakni
mengubah masyarakat dan inclividu menuju tatanan sosial demokratis.
Dengan demikian, tujuan riset penclidikan kritis sangatlah praktis-
melahirkan masyarakat egalitarian yang lebih aclil, yang mewujudkan
kebebasan inclividu dan kolektif dan menghapus penggunaan serta
dampak kekuasaan yang tidak sah. Bagi para teoretikus kritis dan pemikir
pencliclikan kritis, guru dan peneliti tidak dapat lagi mengklaim netralitas
dan "kepolosan" politik serta ideologi.
Habermas berpendapat bahwa pengetahuan memillki beragam
kepentingan, dan bahwa analisis sosial dapat clilakukan berdasarkan
kepentingan pembentuk pengetahuan yang beroperasi dalam masyarakat.
Menurut Habermas, kepentingan dikonstruksi secara sosial dan
merupakan "pembentuk pengetahuan" (knowledge-constitutive) sebab
kepentingan membentuk dan menentukan apa yang clisebut sebagai
objek serta jenis pengetahuan. Kepentingan memiliki fungsi ideologis,9
misalnya, "kepentingan teknis" dapat mempertahankan kekuasaan
penguasa dan mereka yang tidak berdaya dalam ketidakberdayaannya,
atau memperkuat dan memelihara status quo sosial. Sementara
"kepentingan emansipatoris" mengancam status quo. Dalam kepentingan
ini, pengetahuan tidak netral. Apa yang clianggap pengetahuan yang
berharga clitentukan oleh kekuasaan sosial dan kedudukan pendukung

350
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

pengetahuan tersebut, yakni komunitas akademisi. Pengetahua~ dan


definisi pengetahuan mencerminkan kepentingan komunitas akademisi
yang beroperasi dalam paradigma tertentu (misalnya, Kuhn 1962).
Habermas 10 membagi definisi pengetahuan yang berharga dan
cara memahami dalam tiga kepentingan kognitif, yakni (1) prediksi
dan kontrol, (2) pemahaman dan interpretasi, dan (3) emansipasi dan
kebebasan ifreedom). Ia menyebutnya sebagai kepentingan teknis,praktis,
dan emansipatoris. Kepentingan teknis menjadi karakter dat1 metode
ilmiah-positivis--dengan menekankan pada hukum, aturan, prediksi, dan
kontrol atas perilaku, dengan objek tiset yang pasif--dan pengetahuan
instrumental. Kepentingan praktis dicontohkan dengan metodologi
hermeneutik-interpretatif yang dijabarkan dalam pendekatan kualitatif
untuk memahami dan ~eneliti pendidikan (contohnya, interaksionisme
simbolik). Metodologi penelitian ini berupaya menjelaskan, memahami,
dan menafsirkan komunibsi dari "subjek yang bertindak dan
berbicara"Y Hermeneutika terfokus pada interaksi dan bahasa, yaitu
berusaha memahami situasi melalui cara pandang partisipan C.engan
mengadopsi prinsip verstehen dati Weber. Hermeneutika didasarkan pada
pandangan bahwa kenyataan dikonstruksi secara so sial. Habermas 12
berpendapat bahwa sosiologi harus memahami fakta-fakta sosial
dalam lokasi kebudayaannya, dan bahwa fakta ditentukan secara sosial.
Hermeneutika melibatkan pengungkapan makna subjek yang berinteraksi
serta memperoleh dan merekonstruksi niatpelaku dalam situasi tertentu,
sehingga melibatkan pula analisis makna dalam suatu konteks sosial Dalam
hermenutika ini, maknalah yang signifikan, bukan fenomena.
Kepentingan emansipatoris mencakup dua kepentingan sebelumnya,
namun melampaui bukan membutuhkan keduanya. 13 Kepentingan ini
berkaitan dengan praksis, yakni tindakan yang dilakukan dengan refleksi
dan bertujuan mencapai emansipasi. Tujuan ganda dari kepentingan
ini adalah mengungkapkan cara kerja kekuasaan dan menciptakan
keadilan sosial dengan memperlihatkan bahwa dominasi dan penindasan
menghambat perwujudan kebebasan individu dan sosial. 14 Tugas dati
kepentingan pembentuk pengetahuan, atau tugas teoti kritik itu sendiri,
adalah menggugah kesadaran mereka yang tidak berdaya ten tang adanya
determinan perilaku tidak be bas yang tertindas, terkekang, dan tersuruk
demi pembebasan mereka. 15

351
Jurgen Habermas (1929 - ...)

Pemikiran Habermas berdampak besar pada pendidikan, mencakup


antara lain rancangan, sasaran, dan muatan kurikulum; pedagogi;
evaluasi; dan penelirian. Dalam rancangan kurikulum, riga kepenringan
pembentuk pengetahuan dari Habermas dapat menghasilkan tiga
rancangan kurikulum: 16
1. Pandangan rasionalis dan behavioris yang melihat "kurikulum sebagai
produk" menunjukkan kepenringan teknis 17 , sehingga menghasilkan
kurikulum instrumental dan birokraris.
2. Pandangan humanisrik, interpretarif, dan pragmaris yang melihat
"kurikulum sebagai prakrik" dikaitkan dengan pendekatan "proses"
terhadap kurikulum dad Stenhouse 18 (yang memaparkan dan
memahami interaksi dalam pendidikan, bukan menentukan hasilnya,
contohnya dapat ditemukan dalam "tujuan-tujuan ekspresif"
dari Eisner 1 ~, dan dengan Humanities Curriculum Project untuk
mev.rujudkan kepenringan hermeneurik.
3. Pandangan eksistensial dan kririk ideologi yang memberdayakan dan
melihat "kurikulum sebagai praksis"20 me\\'Ujudkan kepenringan
emansipatoris. Kepentingan emansipatoris mempermasalahkan
kurikulum-misalnya, melalui riset aksi, "tujuan jenis tiga" 19
(yaitu tujuan yang berkaitan dengan masalah dan pendekatan
pemecahan masalah), dan dimasukkannya isu-isu emansipatoris
serta kriris dalam kurikulum (contohnya, program sadar budaya
yang dikembangkan Freire21 ) dan program kajian sosial. Dengan
demikian, pertanyaan-pertanyaan kurikulum, seperri "kurikulum milik
siapa?", "untuk kepentingan siapa kurikulum dibuat?", dan "sejauh
mana legitimasi kepentingan tersebut?" menjadi pertanyaan yang
sangat diperharikan. Pengetahuan tidak bersifat netral. Kurikulum
merupakan wilayah pertarungan ideologi. Menurut pandangan
ini, sosiologi pengetahuan-terutama pengetahuan yang diajarkan
dalam pendidikan (educational knowledge)-menunjukkan bagaimana
kelompok yang berkuasa memelihara kekuasaan melalui kurikulum,
dan bagaimana pengetahuan serta kekuasaan dilegitimasi dalam
kurikulum, contohnya, melalui penentuan status pengetahuan "resmi"
oleh kelompok yang berkuasa, dan memberikan akses yang berbeda
untuk mendapatkan serta memahami pengetahuan resmi. Sosiologi
pengetahuan berpendapat bahwa kurikulum dapat menjadi subjek
kririk ideologi dan mendorong kririk ideologi pada anak didik.

352
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Kurikulum emansipatoris memberdayakan anak didik-:baik


dalam muatan dan proses pendidikan, mengembangkan demokrasi
partisipatoris, keterlibatan, hak suara anak didik, dan perwujudan
kebebasan eksistensial individual serta kolektif. Kritik dan praktik
berpadu menghasilkan kurikulum yang menyelidiki kebudayaan,
pengalaman kekuasaan, dominasi, dan penindasan, yakni menjadikan
sasaran, tujuan, dan muatan kurikulum sebagai subjek kritik ideologi dan
menyusun sebuah agenda untuk mendorong pemberdayaan.
Terkait dengan muatan knrikulum, Habermas mengusulkan beberapa
fokus substantif bagi kritik ideologi, misalnya, studi media, studi
sosial dan kemanusiaan, studi kebudayaan, studi politik, pendidikan
kewarganegaraan, kesempatan yang sama, kekuasaan dan wewenang,
pendidikan dan komunitas, pendidikan dan ekonomi, pendidikan sosial
dan personal, komunikasi, dan pendidikan estetika.
Pemikiran Habermas sangat mengilhami pedagogi kritis dengan
memengaruhi para pemikir seperti Giroux22 dan Apple. 23 Pedagogi
kritis adalah pedagogi yang mempermasalahkan dan mengembangkan
kritik ideologi terhadap pembuatan keputusan dan pemilihan sasaran
pendidikan, rancangan dan muatan kurikulum, cara mengajar, cara
belajar, evaluasi, dan pengembangan, dengan tujuan beralih dari
"penindasan kepentingan umum" dan kesenjangan menuju kebebasan,
kesetaraan, keadilan sosial, dan persaudaraan-ringkasnya demi
emansipasi individual dan kolektif.
Dalam metode mengajar di kelas dapat dijabarkan delapan prinsip
pendidikan dati perspektif Habermasian terkait dengan pandangannya
tentang kepentingan pembentuk pengetahuan,24 yakni (1) perlunya
kegiatan yang bersifat kooperatif dan kolaboratif; (2) kebutuhan akan
kegiatan berdasarkan diskusi (discussion-based work);25 (3) perlunya belajar
mandiri, melalui pengalaman, dan fleksibel; (4) perlunya belajar melalui
diskusi (negotiated learnin/Y; (5) perlunya proses belajar yang terkait
dengan komunitas agar anak didik dapat memaharni dan menyelidiki
pelbagai lingkungan; (6) perlunya aktivitas pemecahan masalah; [1)
perlunya memperbesar hak anak didik untuk berbicara; dan (8) perlunya
guru untuk bertindak sebagai "intelektual transformatif",26 dengan
mendorong kritik ideologi.

353
JQrgen Habermas (1929 - ...)

Pedagogi kritis berpendapat bahwa para pendidik harus bekerja


dengan dan berdasarkan pengalaman anak didik dalam proses pendidikan,
bukan menerapkan kurikulum yang mereproduksi kesenjangan sosial.
Dalam pedagogi ini, guru harus mengubah pengalaman dominasi
dalam diri anak didik dan memberdayakan mereka agar "terbebas"
dalam tatanan demokrasi. Pengalaman sehari-hari anak didik berupa
penindasan, "pembungkaman", dan penyingkiran budaya serta "suara"
mereka dari proses pendidikan dari pembuatan keputusan diselidiki
untuk mengetahui pesan-pesan ideologis yang terkandung dalam
pengalaman itu. Menggugah kesadaran akan kesenjangan tersebut
merupakan 1angkah penting untuk mengatasinya. Guru dan anak didik
bergerak bersama menuju otonomi individu dalam masyarakat yang
adil dan demokratis. Dalam kurikulum bias-budaya yang ditentukan
secara terpusat dan diterima begitu saja oleh anak didik, pedagogi kritis
menganggap kurikulum sebagai salah satu bentuk politik kebudayaan, di
mana para partisipan dalam (bukan penerima) kurikulum mempersoalkan
dan mengkritik pesan-pesan kultural dan dominan yang terkandung
dalam kurikulum, serta menggantinya dengan "bahasa kemungkinan"
(language of possibility) 22 dan pemberdayaan, berupa kurikulum terkait
komunitas (contohnya, menghubungkan sekolah dengan proyek-proyek
dalam komunitas yang mendukung demokrasi partisipatoris). Dengan
demikian, kurikulum menempatkan sekolah sebagai sarana "kritik sosial",
bukan sebagai sarana reproduksi ideologi dan kultur.
Habermas juga mengajukan lima prinsip yang menopangpenelitian
pendidikan, rise! aksi, dan evaluusi, dengan menyatakan bahwa ketiganya
harus (1) bersifat kooperatif dan kolaboratif dalam pencarian bersama
untuk mencapai pemahaman; (2) memakai pendekatan pemecahan
masalah; (3) bersifat nonbirokratis, dengan memadukan konsepsi dan
pelaksanaan, yakni stakeholder-lah (pihak-pihak yang berkepentingan) yang
memegang kendali; (4) bersifat emansipatoris, yakni memberdayakan
semua stakeholderuntuk berpartisipasi dalam masyarakat egalitarian dan
mewujudkan masa depan eksistensial mereka sendiri; (5) menghindari
ketergantungan pada metodologi positivis. Lima prinsip ini diterapkan
dalam riset aksi dan riset feminis. 27
Berangkat dari usaha awalnya untuk memperoleh suatu teori sosial
dari epistemologi yang diakuinya tidak memadai,28 teori sosial Habermas
beralih menuju "tindakan komunikatif" yang asal mulanya dapat ditelusuri

354
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

dalam usaha awalnya tadi. 29 Upaya Habermas untuk menawarkan visi


ten tang bagaimana keluar dari "rasionalitas instrumental" atau "sangkar
besi" birokrasi menurut Weber (yang diistilahkan Habermas sebagai
"penjajahan dunia kehidupan" oleh "media kekuasaan, hukum, dan
birokratisasi yang mengarahkan"),30 menemukan jalan keluarnya pada
"rasionalitas komunikatif" berisi prinsip-prinsip "situasi pembicaraan
yang ideal" dengan unsur-unsurnya, yaitu (1) kebebasan untuk terlibat
dalam sebuah wacana, memeriksa klaim-klaim yang patut dipersoalkan,
mengevaluasi keterangan, mengubah struktur konseptual yang ada,
menilai setiap justifikasi, mengubah norma, menyelidiki kehendak politik,
dan menggunakan proses pembicaraan (speech act); (2) orientasi pada
saling memahami antara para partisipan dalam wacana dan menghormati
hak-hak mereka sebagai mitra yang setara dan mandiri; (3) keinginan
untuk memperbincangkan suatu kesepakatan yang didasarkan pada
kekuatan argumen semata, bukan kekuasaan yang dimiliki para partisipan,
terutama kekuasaan yang mendominasi partisipan; dan (4) ketaatan
pada setiap klaim validitas proses pembicaraan tentang kebenaran,
legitimasi, ketulusan, dan pemahaman. Demokrasi dan kesetaraan, bagi
Habermas, tidak berakar dalam cara kerja kekuasaan dan dominasi,
tapi dalam perwujudan perilaku rasional dan pencapaian konsensus
yang didasarkan pada pencarian kebenaran secara rasional serta dicapai
melalui berwacana.
Dalam konteks pendidikan, rasionalitas komunikatif Habermas
menuntut perlunya mengurangi kecenderungan technicist dengan
mengontrol birokratisasi dan meningkatkan proses komunikasi serta
berwacana, kritik ideologi yang rasional terhadap pendidikan, kurikulum,
dan praktik-praktik pedagogi, melalui, contohnya, (1) meningkatkan
pemberdayaan dan kebebasan anak didik; (2) menghindari kurikulum
instrumental yang sempit; (3) memastikan bahwa pendidikan mendorong
kesetaraan dan demokrasi; (4) mengembangkan otonomi, hak suara,
dan kekuasaan kultural anak didik; (5) proses belajar kolaboratif; (6)
mengembangkan pendidikan estetika dan rasionalitas noninstrumental;
[!) mengembangkan fleksibilitas dan kemampuan memecahkan masalah
pada anak didik; (8) menyelidiki secara kritis konteks lingkungan dan
budaya dari biografi kultural komunitas dan individu; (9) mengembangkan
proses bela jar melalui diskusi; (1 0) menyelesaikan permasalahan
kesempatan yang sama; (11) mengembangkan kewarganegaraan

355
Jurgen Habermas (1929 - ...)

dalam demokrasi partisipatoris; (12) menjalankan pendidikan politik


dan mempelajari permasalahan yang secara politik bersifat peka;
(13) menerapkan pandangan yang luas tentang "dasar-dasar" dalam
kurikulum, di mana pendidikan adalah tujuan itu sendiri, bukan hendak
mencapai tujuan instrumental lain; dan (14) mengembangkan komunikasi
interaktif di dalam dan melalui pendidikan. Kepekaan politik dalam
pelbagai upaya ini diakui oleh para pemikir yang dipengaruhi Habermas31
sebab mempersoalkan legitimasi kurikulum dan pembuatan keputusan
pedagogi serta merupakan tantangan terhadap definisi pengetahuan
status tinggi yang penting (Morrison 1995).
Habermas adalah pendukung setia modernisme32 dalam menghadapi
para pengkritik dari kalangan posmodernis 33 dengan mengatakan
bahwa proyek modernitas bukan hanya belum tuntas, melainkan
juga menawarkan prospek lebih cerah untuk emansipasi masyarakat
daripada posmodernisme. Selain itu, terdapat beberapa kritik terhadap
pemikirannya yang tidak bisa diabaikan, contohnya, kritik yang
menyebutkan bahwa ia terlalu menekankan rasionalitas; 33 menerima
teori konsensus kebenaran sebagai dasar pemikirannya;34 menyempitkan
makna kekuasaan kelompok yang mengontrol dalam menjalankan
kekuasaannya; 9 menduga-duga hubungan antara kritik ideologi dan
emansipasi;9 menggunakan dasar patologis dalam pemikiran awalnya;9
dan menyamakan emansipasi individual dengan emansipasi sosial. 9
Selain itu, agenda politiknya mungkin saja bersifat ideologis sebagaimana
sasaran-sasaran kritiknya; 35 terdapat relativisme dalam pemikirannya;9
adanya ambiguitas kepentingan pembentuk pengetahuan dengan status
teoretisnya; 9 menolak mengelola perubahan sosial;34 problematisasi
subjektivitasnya tidak memadai;36 dan terdapat kerancuan kritik ideologi
dengan teori sosial,9 ada karakter utopia dan umum (generalized) dari
pemikirannya. 9 Teori Habermas akhirnya juga bersifat kontemplati£.9
Lebih lanjut, terdapat pandangan bahwa teorinya merupakan filsafat
sains tanpa sains,37 mengabaikan persoalan-persoalan feminis,33 dan
terlalu menekankan komunikasi sebagai sarana untuk mencapai kemajuan
masyarakat.
Walaupun terdapat kritik keras ini, pemikiran Habermas memberikan
dasar teoretis yang kuat bagi suatu pemahaman bahwa kurikulum dan
pedagogi ternyata bersifat problematis dan politis. Teori pendidikan dan
penelitian pendidikan yang dipengaruhi pandangan Habermas memiliki

356
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

agenda substantif, misalnya, menyelidiki hubungan antara sekolah dan


masyarakat-bagaimana sekolah mempertahankan atau memperkecil
kesenjangan, konstruksi sosial pengetahuan dan kurikulum, siapa yang
menentukan pengetahuan yang berharga, kepentingan ideologi apa yang
mendasari penentuan ini dan bagaimana penentuan ini mereproduksi
kesenjangan dalam masyarakat, bagaimana kekuasaan diproduksi dan
direproduksi melalui pendidikan, serta atas kepentingan siapa yang
dilayani pendidikan dan sejauh mana legitimasinya (contohnya, apakah
kepentingan laki-laki kaya dari ras kulit putih dan kelas menengah, bukan
perempuan miskin dari ras nonkulit putih). Kendati demikian, perhatian
Habermas pada demokrasi dan kesetaraan, pengkajiannya kembali
terhadap Marxisme, dan rekomendasinya untuk mengatasi teknisisme
(penekanan pada aspek-aspek teknis) yang merajalela sebagai sebuah
"mekanisme yang mengarahkan" untuk "menjajah" masya..<-akat, tetap
menempatkannya sebagai filsuf terkemuka abad ke-20 yang karyanya
telah mengilhami para pemikir pendidikan.

Catatan
1. Habermas (1982), hhn. 252.
2. Habermas (1976).
3. Habermas (1976), hlm. 113; (1984), hhn. 10.
4. Habermas (1972), hlm. 230.
5. Lihat juga Carr dan Kemmis (1986), hhn. 138-139.
6. Callawaert (1999).
7. Carr dan Kemmis (1986); Grundy (1987).
8. Habermas (1974), hlm. 12.
9. Morrison (1995).
10. Habermas (1972).
11. Habermas (1974), hhn. 8.
12. Habermas (1988), hhn. 12.
13. Habermas (1972), hhn. 211.
14. Habermas (1979), hlm. 14
15. Habermas (1984), hhn. 194-195.
16. Contohnya, Carr dan Kemmis (1986); Grundy (1987); Young (1989).
17. Contohnya, Tyler (1949); Taba (1962).
18. Stenhouse (1975).
19. Eisner (1985).
20. Lihat karya Freire (1972); Stenhouse (1975); dan Apple (1979, 1993).

357
Jurgen Habermas (1929 - ...)

21. Freire (1972).


22. Giroux (1983).
23. Apple (1979).
24. Morrison (1996).
25. Young (1989).
26. Aronowitz dan Giroux (1986). Para intelektual transformatif adalah para
pemikir pendidikan yang mempermasalahkan persekolahan dan kurikulum,
menyelidiki ideologi, nilai, dan kepercayaan yang bekerja dalam pendidikan,
untuk menggugah kesadaran politik anak didik dan membuka wawasan anak
didik tentang situasi kehidupan mereka sendiri.
27. Contohnya, Kemmis (1982); Carr dan Kemmis (1986); Grundy (1987); Kemmis
(1999); Cohen etal (2000).
28. Habermas (1985).
29. Habermas (1970, 1979). Justi6kasi teori ini dibuat dalam Habermas (1984,
1974a) dan terutarna didasarkan pada teori "sains rekonstruktif", kritik tajam
terhadapnya dilontarkan Alford (1985).
30. Habermas (1984, 1987a).
31. Contohnya, Apple (1979); Anyon (1981); Giroux (1983, 1992); Gore (1993).
32. Habermas (1987b).
33. Contohnya, Giroux (1992).
34. Lakomski (1999).
35. Contohnya, Roderick (1986), hlm. 71.
36. Fendler (1999).
37. Miedarnma dan Wardekker (1999), hlm. 75.

Lihat juga
Dalam buku ini: Apple, Bernstein, Eisner, Foucault, Freire, Giroux, Greene.

Karya-karya utama Habermas


"Toward a Theory Communicative Competence", Inquiry, 13, 1970, hlm. 360-
375.
Towards a Rational Society, diterjemahkan J. Shapiro, London: Heinemann, 1971.
Knowledf! and Human Interest, diterjemahkan J. Shapiro, London: Heinemann, 1972.
Theory and Practice, diterjemahkan J. Viertel, London: Heinemann, 1974.
Legitimation Crisis, diterjemahkan T. McCarthy, London: Heinemann, 1976.
Communication and the Evolution of Society, London: Heinemann, 1979.

358
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

"A Reply to My Critics", dalam J. Thompson dan D. Held (eds.), Habermas: Critical
Debates, London: Macmillan, 1982, him. 219-283.
The Theory o/ Communicative Action. Volume One: Reason and the Rationalization o/ Society,
diterjemahkan T. McCarthy, Boston, Massachusetts: Beacon Press, 1984.
"Questions and Counterquestions", dalam R.J. Bernstein, Habermas and Modernity,
Oxford: Polity Press dengan Basil Blackwell, 1985.
The Theory o/ Communicative Action. Vclt1me Two: Lifeworld and System, diterjemahkan
T. McCarthy, Boston, Massachusetts: Beacon Press, 1987a.
The Philosophical Discourse o/ Modernity, Cambridge, Massachusuetts: Massachusetts
Institute of Technology, 1987b.
On Logic o/ the Social Sciences, diterjemahkan S. Nicholsen dan J. Stark, Oxford: Polity
Press bekerja sama dengan Basil Blackewell, 1988.
Moral Consciousness and Communicative Action, diterjemahkan C. Nicholsen, Cambridge:
Polity Press bekerja sama dengan Basil Blackwell, 1990.

Bacaan lebih lanjut


Alford, C. 1985. "Is Jiirgen Habermas's Reconstructive Science Really Science?",
Theory and Society, 14, 3, hlm. 321-340.
Anyon,J. 1981. "Schools as Agencies of Social Legitimation". InternationalJournal
o/ Political Education, 4, hlm. 195-218.
Apple, M. 1979. Ideology and Curriculum. London: Routledge & Kegan Paul.
_ _ _ _ 1993. "The Politics of Of:ficial Knowledge: Does National Curriculum
Make Sense?". Teachers College Record, 95, 2, hlm. 222-241.
Aronowitz, S. dan Giroux. 1986. Education Under Siege. London: Routledge &
Kegan Paul.
Bernstein R. 1985. Habermas and Modernity, Oxford: Polity Press dengan Basil
Blackwell.
Callawaert, S. 1999. "Philosophy of Education, Frankfurt Critical Theory and
the Sociology of Pierre Bourdieu", dalam T. Popkewitz dan L. Fendler (eds.),
Critical Theories in Education: Changing Terrains o/ Knowledge and Politics. London:
Routledge, him. 117-144.
Carr, W dan Kemmis, S. 1986. Becoming Critical. Lewes: Falmer.
Cohen, L., Manion, L., dan Morrison, KR.B. 2000. Research Methods in Education,
edisi ke-5. London: Routledge.
Eisner, E. 1985. The Att o/ Educational Evaluation. Lewes: Falmer.
Fay, B. 1987. Critical Social Science. New York: Cornell University Press.
Fendler, L. 1999. "Making Trouble: Prediction, Agency, Critical Intellectual", dalam
T. Popkewitz dan L. Fendler (ed.), Critical Theories in Education: Changing Terrains
o/ Knowledge and Politics. London: Routledge, hlm. 169-188.
Freire, P. 1972. Pedagogy o/ the Oppressed. Harmondsworth: Penguin.
Geuss, R. 1981. The Idea o/ a Critical Theory. London: Cambridge University Press.
Giroux, H. 1983. Theory and Resistance in Ed11cation, London: Heinemann.

359
Jurgen Habermas (1929 - ...)

_ _ _ _ 1992. Border Crossings: Cultural Workers and the Politics of Education.


London: Roudedge.
Giroux, H. dan McLaren, P. 1986. "Teacher Education and the Politics of
Engangement: The Case for Democratic Schooling''. Harvard Educational Review,
56, hlm. 213-238.
Gore, J. 1993. The Struggle for Pedogogies. London: Roudedge.
Grundy, S. 1987. Curriculum: Product or Praxis?. Lewes: Falmer.
Kemmis, S. 1982. "Seven Principles for Programme Evaluation in Curriculum
Development and Innovation". Journal of Curriculum Studies, 14, 3, him. 221-
240.
Kemmis, S. 1999. ''Action Research", dalamJ.P. Keeves dan G. Lakomski (eds.),
Issues in Educational Research. Oxford: Elsevier Science Ltd., hlm. 150-160.
Kemmis, S., dan McTaggart, R. 1981. The Action Research Planner. Victoria, Australia:
Deakin University Press.
Kolawoski, L. 1978. Main Current of Marxisme Volume Three: The Breakdown,
diterjemahkan P.S. Falla. Oxford: Clarendon Press.
Kuhn, T. 1962. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago, Illinois: University of
Chicago Press.
Lakomski, G. 1999. "Critical Theory", dalamJ.P. Keeves dan G. Lakomski (eds.),
Issues in Educational Research. Oxford: Elseiver Science Ltd., him. 174-183.
McCarthy, T. 1978. The Critical Theory of Jurgen Habermas. London,: Hutchinson.
Miedamma, S dan Wardekker, WL. 1999. "Emergent Identity versus Consistent
Identity: Possibilities for Postrnodern Repoliticization of Critical Pedagogy",
dalam T. Popkewitz dan L., Fendler (eds.), Critical Theories on Education: Changing
Terrains of IVzowledge and Politics. London: Roudedge, hlm. 67-83.
Morrison, K.R.B. 1995. "Habermas and The School Curriculum", Tesisyang tidak
diterbitkan. School of Education, University of Durham.
Morrison, K.R.R 1996. "Habermas and Critical Pedagogy". Critical Pedagogy
Networker, 9, 2, hlm. 1-7.
Pusey, M. 1987.Jurgen Habermas. London: Tavistock.
Rasmussen, D.M. 1980. Reading Habermas. Oxford: Basil Blackwell.
Roderick, R. 1986. Habermas and the Foundations of Critical Theory. Bassingtoke:
Macmillan.
Stenhouse, L. 1975. An Introduction to Curriculum Research and Development. London:
Heinemann.
Taba, H. 1962. Curriculum Developement: Theory and Practice. New York: Harcourt
Brace.
Tyler, R. 1949. Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago, Illinois: University
of Chicago Press.
Young, R. 1989. A Critical Theory of Education: Habermas and Our Children} Future.
London: Harvester Wheatsheaf.

360
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

CARL BEREITER
(1930- ... )
~==~~~~~~~~~==~

David R. Olson

Abad yang lalu menyaksikan gelombang demi gelombang reformasi


pendidikan yang menguras tenaga, namun hanya berlangsung
sejenak, kemudian surut. Jika kita mengabaikan reformasi tandingan
dan beralih pada reformasi baru yang dianggap lebih bersemangat,
kita tahu bahwa aspek kebaruan yang sesungguhnya hampir selalu
ditemukan dalam proses pendidikan yang lebih tercerahkan dan
manusiawi. Reformasi seperti itu tidak dianggap merentangkan
batas-batas kemungkinan. Apa yang kita temukan dan memang
menjadi tuntutan kehidupan modern adalah perluasan kern~
yang terus menerus.... Reformasi ini bukan hanya tidak berlangs~
dalam pendidikan, melainkan juga tidak terpikirkan untuk diusahakan.
Kita tidak dapat membayangkan apa makna merentang batas-batas
kemungkinan dalam pendidikan. Saya percaya bahwa mencetak anak
didik sebagai pencipta pengetahuan harus diutamakan dalam upaya
serius untuk merentang batas-batas kemungkinan tersebut. Jika
upaya tersebut berhasil-dan indikasinya sejauh ini sangat positif,
akan lahir reformasi yang dapat bertahan. 1

361
Carl Bereiter (1930 - ...)

Bereiter adalah seorang psikolog pendidikan yang riset empiris dan


teorisasinya melampaui bidang tersebut dan merasuk hingga ke wilayah
kebijakan, filsafat, dan teknologi. Penghubung karya-karyanya adalah
keinginan untuk "merentang batas-batas kemungkinan" dalam pendidikan.
Namun, keinginan ini tidak terpenuhi sampai beberapa tahun setelah
Bereiter meraih gelar doktor dari University of Wisconsin pada 1959.
Setelah mempelajari metode kuantitatif di bawah bimbingan dua ahli
psikometri terkemuka pada masa itu, Chester Harris dan Julian Stanley,
Bereiter memulai karir sendiri dalam bidang psikometri. Salah satu hasil dari
karir awalnya, yakni sebuah tulisan berjudul "Some Persisting Dilemmas in
the Measurement of Change" (1963),2 masih dikutip sebagai persoalan-
persoalan konseptual dalam framz:ng yang belum terselesaikan. Meskipun
demikian, pada saat tulisan tersebut dipublikasikan, Bereiter justru telah
meninggalkan tradisi riset kuantitatif dengan menyimpulkan bahwa
tidak ada yang dapat diperoleh dari riset yang terbatas pada analisis
terhadap variasi-variasi yang ada-baik orang, kondisi, atau metode.
Bereiter yakin bahwa hanya eksperimentasi sangat beranilah yang dapat
mewujudkannya. Terdorong oleh keyakinan itu, ia pindah ke Training
Research Laboratory di University of Illionis, tempat dijalankannya
pelbagai eksperimen mengajar dengan mesin.
Kendati demikian, kegiatan Bereiter di Illionis tak hanya
membuatnya tertarik kepada pendidik melainkan juga pada media mas sa
yang tidak berkaitan dengan teknologi. Ketertarikan lainnya adalah pada
pendidikan prasekolah untuk anak-anak kurang mampu, yakni suatu
bidang yang berkembang di mana ''batas-batas kemungkinan" -nya belum
ditetapkan. Kegiatan Bereiter dalam bidang ini memunculkan istilah
"pembelajaran langsung" (direct instruction). Walaupun pembelajaran
langsung-yaitu mengidentifikasi apa yang harus dipelajari dan
bagaimana mengajarkannya secara efisien-adalah metode yang banyak
digunakan dalam beragam pendidikan dan latihan, penerapannya pada
anak masih baru dan dianggap sebagai langkah berani oleh banyak pihak.
Teaching Disadvantaged Children in the Preschool (1966) karya Bereiter bersama
Engelmann3 menjadi karya klasik, meskipun sebagian besar kutipan dari
buku ini bersifat mencela. Menurut Bereiter, buku tersebut mencapai
status ikonik, yaitu buku itu boleh dicerca tanpa perlu dicermati terlebih
dulu. Meskipun demikian, apa yang ditunjukkan dalam karya Bereiter
dan Engelmann itu adalah bahwa melalui pembelajaran langsung secara

362
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

intensif, anak-anak yang harapan akademisnya sangat rendah justru dapat


membaca dan mengerjakan soal aritmatika (yang sebenarnya diberikan
pada pertengahan kelas dua) saat mereka menyelesaikan pendidikan
taman kanak-kanak dah mempunyai skor tinggi pada tes kecerdasan.
Kendari dampak dari kajian prasekolah semacam itu sangat sulit diukur.
Pembelajaran langsung dengan cara moderat sekarang ini sudah banyak
diterapkan di taman kanak-kanak. Walaupun karakter umum taman
kanak-kanak-tempat berkumpuJnya anak-anak-tidak berubah, terlihat
adanya perubahan pemahaman tentang apa yang mungkin dicapai secara
intelektual oleh anak-anak.
Kegiatan Bereiter dalam pendidikan prasekolah bersifat ateoretis.
Seperti diungkapkan Bereiter dalam artikelnya (1968),4 tidak satu pun
dari orientasi teoretis yang ada (bagi pendidik anak)-behaviorisme
Skinnerian dan developmentalisme Piagetian-bersinggungan dengan
persoalan-persoalan fundamental tentang apa yang harus diajarkan dan
bagaimana cara mengajarkannya. Ia banyak berharap pada pendekatan
teoretis yang baru muncul di cakrawala pendidikan, yang kemudian
dikenal sebagai kognitivisme. Guggenheim Fellowship memberinya
kesempatan selama satu tahun untuk mempelajari karya-karya dari
sains baru ini (kognitivisme) yang dijajarkan dengan tulisan-tulisan
Dewey. Perkembangan lebih lanjut dari "batas-batas kemungkinan"
ini memerlukan dasar ilmiah-pemahaman terhadap proses-proses
intelektual yang memadai guna mendukung penciptaan cara-cara lebih
kuat untuk memengaruhi batas-batas tersebut.
Bersama Marlene Scardamalia, Bereiter memulai progratn riset di
Ontario Institute for Studies in Education di Toronto yang mengalih-
kan perhatiannya dari psikologi tulisan menuju penyelidikan proses
belajar intensional (intentionallearninj) untuk rancangan lingkungan dan
jaringan sosial yang diatur komputer. Beralihnya perhatian Bereiter ini
menunjukkan lompatan kualitatif dalam kegiatannya yang tidak lagi
memerhatikan peningkatan prestasi intelektual anak-anak saja. Selama
delapan tahun, sejak 197 6, Bereiter dan Scardamalia melakukan pelbagai
eksperimen untuk menyelidiki hampir semua permasalahan kognitif dalam
proses penyusunan (compoj-ingprocess). Pertanyaan yang membangkitkan
minat mereka adalah pertanyaan yang belum pernah dijawab siapapun,
yaitu bagaimana anak dapat menulis dengan mempertimbangkan bahwa
anak-anak kurang memikirkan kegiatan itu? Jawaban yang mereka peroleh

363
Carl Bereiter (1930 - ...)

dari beragam bukti berbentuk apa yang disebut Bereiter dan Scardamalia
sebagai "model penyampaian pengetahuan" (knowledge-telling mode~, yakni
model untuk sekumpulan tulisan yang sangat efisien dan memenuhi
batasan-batasan top.ik serta gaya, namun tidak menyentuh pengetahuan
penulisnya. Model ini banyak ditemukan dalam tulisan anak dan sangat
berbeda dengan apa yang ditemukan pada penulis ahli yang digolongkan
sebagai "model transformasi pengetahuan" (knowledge-tran.ifbrming mode~.
Walaupun dibuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah,
model-model tersebut juga mengangkat persoalan pendidikan. Model
penyampaian pengetahuan sangat cocok dengan tugas menulis di
sekolah, di mana syarat pertamanya adalah tepat waktu. Aturan standar
dalam buku pegangan untuk menulis laporan penelitian mengikuti model
ini, yakni memilih suatu topik, menyederhanakan, mengumpulkan bahan,
menyusun, menulis rancangan laporan (drqftj, menyunting, dan membuat
tulisan akhir. Kelemahan model penyampaian pengetahuan ini hanya
cocok untuk tugas menulis saja dan tidak tepat untuk tugas-tugas lain.
Persoalan yang ditemukan Bereiter dan Scardamalia dalam tugas
penulisan juga mereka temukan pada analisis proses membaca anak
didik dan tampaknya memperlihatkan pola umum kur.ikulum sekolah.
Tugas-tugas sekolah dan strategi anak did.ik menghadapinya sampai
pada tahap stabil, yakni tercapainya keselarasan an tara tugas dan strategi
anak didik dengan mempersingkai: waktu dan mengurangi usaha-usaha
kognitif. Praktik penilaian juga berkembang sedemikian rupa, dengan
menghasilkan kombinasi tugas, tes, dan strategi yang tetap. Pada saat
mereka menemukan fenomena ini dalam aktivitas membaca dan menulis,
peneliti lain menemukan kadar kesalahan konsepsi ilmiah anak didik
yang luar biasa dan bertahan lama. Pertanyaan yang diajukan Bereiter
dan Scardamalia adalah bagaimana kesalahan konsepsi tersebut tidak
dapat diketahUi selama ini? Seperti pelajaran membaca dan menulis,
perkembangan pelajaran sains disesuaikan dengan anak didik.
Para kritikus pendidikan mengecam "pembodohan" kur.ikulum
dan mengusulkan perbaikan muatan kur.ikulum serta penguatan standar
sebagai jalan keluar. Sebagai hasil dari penelitian mereka, Bereiter dan
Scardamalia menemukan masalah yang lebih dalam. Dengan mengamati
proses pembelajaran di kelas sebagai proses sosiokognitif yang koheren
(yaitu sebagian proses itu dijalankan guru dan sebagian lainnya dilakukan
anak didik), Bereiter dan Scardamalia melihat pengajaran tradisional

364
50·. Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

sebagai pengajaran di mana guru melakukan fungsi kognitif tingkat


tinggi, dan pengajaran yang berpusat pada anak didik sebagai pengajaran
di mana anak didik menjalankan fungsi kognitif tingkat rendah. Kedua
metode pengajaran tersebut sangat berbeda perihal seberapa besar kontrol
anak didik dalam proses pendidikan tingkat rendah. Untuk mencapai
perubahan mendasar diperlukan usaha mencari cara mengangkat anak
didik ke tingkat lebih tinggi-yakni yang berhubungan dengan tujuan,
masalah pemahaman, mempertautkan pengetahuan baru dan lama,
evaluasi kemajuan individual dan kolektif, serta reorientasi pendidikan
berdasarkan evaluasi tersebut. Istilah yang mereka gunakan untuk itu
adalah "agensi lebih tinggi" (higher levels of agenry) (1991). 5
Agensi lebih tinggi bagi anak didik tidak sekadar dinyatakan dan
diharapkan ada dalam struktur sekolah yang mapan, yakni berpusat pada
tugas dan aktivitas (baik dipilih sendiri oleh anak didik atau diberikan
oleh guru). Persekolahan harus direstrukturisasi berdasarkan prakarsa
anak didik sendiri untuk memaharni dunia dan memberikan kedudukan
kepada anak didik dalam sekolah--cita-cita yang sering disebarluaskan,
namun jarang dipraktikkan. Restrukturisasi seperti itu dapat diwujudkan
bila didasarkan pada pemahaman yang luas tentang pembentukan
pengetahuan dan mengeksploitasi potensi-potensi jaringan komputer
yang baru muncul guna merestrukturisasi arus informasi di dalam kelas.
Hasilnya adalah CSILE (Computer Supported Intentional Learning
Environment). Proyek yang dimulai pada 1986 ini segera menarik
perhatian komunitas pemerhati persoalan kognisi dan proses belajar
karena peragaannya memberikan keterangan yang mendalam, namun
belum terbayangkan dalam pedoman kurikulum. Proyek tersebut terus
mengembangkan "batas-batas kemungkinan" dengan menarik para
peminat dari seluruh dunia dan melahirkan tempat-tempat percobaan
baru di pelbagai negara.
Jika kegiatan Bereiter di Illionis menghasilkan gagasan "pembelajaran
langsung", kegiatannya di Toronto memperkenalkan ide "pembentukan
pengetahuan" (knowledge buildin~. Ketika kedua gagasan tersebut mulai
digunakan secara umum, maknanya justru memudar, kadang istilah
"pembentukan pengetahuan" digunakan sebagai kiasan yang merujuk
pada semacam proses belajar bermakna (meaningfullearniniJ. Namun,
konsep pembentukan pengetahuan, sebagaimana digunakan Bereiter,
tertanam dalam kerangka konseptuallebih luas yang perlu dipahami

365
Carl Bereiter (1930 - ...)

untuk melihat pembentukan pengetahuan sebagai aktivitas yang khas.


Dalam serangkaian artikel yang climulai dengan "Toward a Solution of
the Learning Paradox" (1985) 6 dan berakhir pada buku yang sedang
dalam proses penerbitan, Education and Mind in the Knowledge Age, Bereiter
bergelut dengan dua masalah, yakni bagaimana menerangkan secara
psikologis pencapaian pengetahuan yang makin rumit (masalah Piaget)
dan bagaimana memasukkan pembentukan pengetahuan terencana
yang menjadi karakteristik sains ke dalam persekolahan (masalah ini
berkaitan erat dengan gagasan pengetahuan objektif dari Popper
atau dengan istilah Bereiter sendiri, "artefak-artefak konseptual").
Untuk menyelesaikan permasalahan psikologis agar bermanfaat bagi
pendidikan, menurut Bereiter, harus dihilangkan kiasan "pikiran sebagai
wadah" (mind-as-containeiJ dalam psikologi umum dan beranggapan bahwa
pikiran "dapat mendukung tindakan bernalar (knowledgeable action) tanpa
benar-benar berisi aturan, pernyataan, kesan, peristiwa, dan lain-lain, yang
secara konvensional diakui membentuk pengetahuan" (Bereiter 2000,
hlm. 232). Konsepsi pikiran ini dijelaskan dalam bentuk koneksionisme,
dan Bereiter berpendapat bahwa konsepsi ini penting bagi pendidikan
untuk menghadapi pelbagai basil belajar yang tidak dapat ditampilkan
sebagai aturan, pernyataan, dan sejenisnya-yang terpenting adalah
kedalaman pemahaman.
Meskipun demikian, pembentukan pengetahuan tidak sama dengan
"mengetahui" (becoming knowlegeable). Pembentukan pengetahuan
merupakan penciptaan artefak konseptual yang menjadi piranti umum
untuk penciptaan artefak konseptual selanjutnya-program ini, dengan
kata lain, merupakan program disiplin ilmu progresi£ Dalam proses
mencipta, menguji, dan mengembangkan artefak seperti itu, anak didik
mendapatkan kemampuan mengetahui (knowledgability), namun pada saat
yang sama mereka menghasilkan hal yang berguna pula-yaitu piranti
konseptual untuk memahami dunia. Bagi Bereiter, meskipun pada
setengah abaci yang lalu anak didik banyak dilibatkan dalam penelitian
asli (genuine inquiry), upaya pelibatan itu melupakan dinarnika penting
dalam pembentukan pengetahuan. Berdasarkan pengertian Popperian,
pelibatan tersebut terpusat pada dunia 1 (dunia fisik) dan dunia 2 (dunia
mental) anak didik, tapi melupakan dunia 3 (dunia teori dan pembentukan
pengetahuan lain yang menjadi objek di laboratorium dan seminar).
Perentangan "batas-batas kemungkinan" dalam Proyek CSILE pada
dasarnya merupakan cara berpikir anak di dunia 3.

366
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Catatan
1. Bereiter, ''t\rtifacts, Canons and the Progress of Pedagogy: A Response to
Contributors", dalam B. Smith (ed.), Liberal Education in a Knowledge Society
(Chicago, Illinois: Open Court, sedang dalam proses penerbitan).
2. Bereiter, "Some Persisting Dilemmas in the Measurement of Change", dalam
C.W Harris (ed.), Problems in lvfeasuring Change (Madison, Wisconsin: University
of Wisconsin Press, 1963), hlm. 3-20.
3. C Bereiter dan S. Englemann, Teaching Disadvantaged Children in the Preschool
(Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, 1996).
4. Bereiter, "Psychology and Early Education", dalam D.W Brison dan J. Hill
(ed.), P!Jcho/ogy and Ear!J Childhood Education, Monograph Series No. 4 (Toronto,
Ontario Institute for Studies in Education, 1968), hlm. 61-78.
5. M. Scardamalia dan C. Bereiter, "Higher Levels of Agency for Children in
Knowledge Building: A Challenge for the Design of New Knowledge Media"
(The Journal rif the Learning Sciences, 1, 1, 1991), hlm. 37-68.
6. Bereiter, "Toward a Solution of the Learning Paradox" (Review rif Educational
Research, 55, 1985), hlm. 201-226.

Lihat juga
Dalam buku ini: Piaget.
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Bereiter


Bereiter, C. dan Scardamalia, M., The P!Jcho/ogy rif Written Composition, Hillsdale, New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1987.
Bereiter, C. dan Scardamalia, M., Surpassing Ourselves: An Inquiry into the Nature and
Implications rif Expertise, Chicago, Illinois: Open Court, 1993.
"Implications of Postmodernism for Science, or, Science as Progressive Discourse",
Educational P!Jchofogist, 29, 1, 1994, hlm. 3-12.
Bereiter, C. dan Scardamalia, M., "Rethinking Learning", dalam D.R. Olson dan
N. Torrance (ed.), Handbook rif Education and Human Development New Models
rif Learning, Teaching and Schooling, Cambridge, Massachusetts: Basil Blackwell,
1996, hlm. 485-513.
Bereiter, C. dan Scardamalia, M., "Beyond Bloom's Taxonomy: Rethinking
Knowledge for the Knowledge Age", dalam A. Hagreaves, A. Lieberman,
M. Fulian, dan D. Hopkins (ed.), International Handbook rif Educational Change,
Dordrecht: Kluwer, 1998, hlm. 675-692.
"Keeping the Brain in Mind", Australian Journal rif Education, 44, 3, 2000, hlm.
226-238.

367
Cad Bereiter (1930 - ...)

Edllcation and Mind in Knowledge Age, Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, sedang da1am proses penerbitan.
"Education in a Knowledge Society", dalam B. Smith (ed.), Liberal Education
in a Knowledge Socie!J, Chicago, Illinois: Open Court, sedang dalarn proses
penerbitan.

Bacaan lebih lanjut


Brown, AL. 1992. "Design Experiments: Theoretical and Methodological
Challenges in Creating Complex Interventions in Classroom Settings". The
Journal of the Learning Sciences, 2, 2, hlrn. 141-178.
Case, R. dan Okamoto, Y 1996. "The Role of Central Conceptual Structures in
the Development of Children's Thought". Monographs of the S ocie!J for Research
in Child Development, 61, 2, serial no. 246.
Koschrnann, T. (ed.). 1996. CSCL: Theory and Practice of an Emerging Paradigm,
Mahwah, New Jersey: LEA, hlrn. 249-268.
McGilley, K. (ed.). 1994. Classroom Lessons: Integrating Cognitive Theory and Classroom
Practice, Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Popper, K.R. 1972. Oijective Knowledge: An Evolutionary Approach. Oxford: Clarendon
Press.

368
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

PIERRE BOURDIEU
(1930 - 2002)
-==~~~~~~~~~

lngolfur Asgeir Johannesson


dan Thomas S. Pokewitz

Sosiologi harus melibatkan sosiologi persepsi dunia sosial, yaitu,


sosiologi konstruksi pandangan-pandangan dunia yang memberikan
sumbangan pada konstruksi dunia ini. 1

Selama karir akademiknya, Bourdieu telah menghasilkan karya teoreris


dan empiris dalam bidang filsafat, antropologi, sosiologi, pendidikan,
kebudayaan, dan polirik. Pada 1960-an, Bourdieu mulai membedakan
karyanya dengan mazhab strukturalis Francis yang telah memengaruhi
Bourdieu sebelumnya. Kemudian, ia terlibat dalam pengembangan
piranri metodologis dan konseptual untuk penelirian ilmu sosial. Kendari
ia menganggap karyanya hanya berkaitan dengan sosiologi, konsep dan
metodenya sering dipakai para sarjana ilmu sosial dan pendidikan di seluruh
dunia. Karya Bourdieu dianggap sebagai peralihan inovarif dari konsepsi
relasional ilmu alam menuju ilmu sosial yang secara filosofis terdapat
dalam ttadisi realisme. 2
Bourdieu dikenal para pendidik atas penjelasannya tentang
bagaimana kelompok sosial yang terdidik (kelompok atau kelas

369
Pierre Bourdieu (1930 - 2002)

profesional) menggunakan modal kebudayaan sebagai strategi untuk


mempertahankan atau mendapatkan status dan kehormatan dalam
masyarakat. The Inheritors (ditulis bersama Passeron), Distinction, Homo
Academicus, dan The State Nobility adalah buku-bukunya yang terkenal.
Sementara dalam Outline of a Theory of Practice, The Logic of Practice, dan
An Invitation to Reflexive Sociology (ditulis bersama Wacquant), serta pelbagai
esainya (contohnya, In Other Words), ia menyusun pendekatan relasional
untuk mempelajari masyarakat. Dalam karya-karyanya ini dijelaskan
bagaimana Bourdieu secara kreatif menggabungkan beragam konsep
sosiologi, linguistik, dan filsafat Prancis dan Eropa Kontinental menjadi
proyek intelektual yang produktif serta inovatif bagi sosiologi (misalnya,
konsep-konsep dari Bachelard, Durkheim, Marx, Mauss, dan Weber).
"Teori" Bourdieu merupakan teori praktis yang didasarkan pada
penelitian-penelitian yang telah dilakukan Bourdieu dan para sejawatnya
di Prancis lebih dari empat puluh tahun terakhir. Bourdieu menyebut
pendekatannya sebagai sosiologi refleksif Dengan istilah terse but, ia hendak
menunjukkan unsur-unsur yang bukan hanya merefleksikan masyarakat,
melainkan juga menjelaskan status objektif dan subjektif individu
dalam suatu kerangka diskursif dan so sial. "Teori" -nya berupa suatu
kerangka konseptual komprehensif. Modal (kultural, sosial, ekonomi,
dan simbolik), prinsip-prinsip legitimasi, medan sosial (socialfield), habitus,
dan strategi-strategi sosial, adalah konsep-konsep yang paling sering
digunakan dalam sosiologi refleksif Bourdieu.
Untuk memahami secara tepat pandangan teoretis Bourdieu, kita
perlu mempertimbangkan dua persoalan yang berkaitan dengan proyek
teoretisnya. Pertama, teorinya bersifat epistemologis, yaitu mengarah pada
suatu cara memikirkan dan memahami dunia dengan cermat, namun
bukan teori positivistik ten tang konsep-konsep operasional. Kedua, riset
Bourdieu memberikan cara-cara yang penting untuk mempertimbangkan
hubungan antara pendidikan dengan reproduksi dan mekanisme sosial,
di mana inklusi dan eksklusi sosial diciptakan dalam medan relasional
sebagai "fakta" sosiologis serta historis.
Sosiologi refleksif Bourdieu menawarkan sebuah pendekatan
untuk memahami praktik intelektual dalam sosiologi, ilmu alam, atau
pendidikan. Inti teorinya adalah pendekatan yang disebutnya refleksivitas
epistemik dan konsep individu epistemik. Sasaran refleksivitas epistemik
bagi peneliti adalah menggali "ketidaksadaran epistemologis dari disiplin

370
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

ilmunya'? Refleksivitas Bourdieu berbeda dengan pandangan kritis


lainnya. Pertama, sasaran utamanya bukanlah setiap analisis, melainkan
ketidaksadaran intelektual dan sosial yang tertanam dalam perangkat dan
cara kerja analitik. Kedua, refleksivitas Bourdieu merupakan tindakan
kolektif, bukan tanggung jawab satu orang semata. Ketiga, refleksivitas
Bourdieu bukan untuk memperlemah, melainkan memperkuat epistemologi
suatu disiplin ilmu. 4
Individu epistemik berbeda dengan individu biologis sebab individu
epistemik dibentuk dari karakter epistemologi yang dibawanya. Menurut
Bourdieu, ketidaksadaran epistemologis dari suatu disiplin dipelajari
melalui prinsip-prinsip legitimasi yang dikonstruksi secara sosial dan
historis serta bekerja dalam suatu medan sosial yang merupakan metafora
untuk menjelaskan pergulatan memperebutkan kekuasaan. Contohnya,
dalam medan universitas Prancis yang diuraikan Bourdieu dalam Homo
Academicus. Kedudukan-kedudukan yang tersedia bagi individu disusun
m'enurut dua prinsip berlawanan. Ia dan para sejawatnya mengumpulkan
indikator-indikator yang relevan bagi kesempatan yang bisa diperoleh,
yakni determinan-determinan pendidikan seperti lembaga atau
program pendidikan yang pernah diikuti, modal kekuasaan akademis,
modal kekuasaan ilmiah, prestise ilmiah seperti penerjemahan dan
pengutipan, kemasyhuran intelektual, modal kekuasaan ekonomi dan
politik, serta disposisi politik dari profesor. Ia juga menemukan bahwa
medan universitas di Prancis tersusun menurut dua prinsip hierarkisasi
(penjenjangan) yang bertentangan:

Hierarki sosial, berhubungan dengan modal yang diwarisi dan modal


ekonomi serta politik yang dimiliki, bertentangan dengan hierarki
kultural tertentu yang berhubungan dengan modal otoritas ilmiah
atau kemasyhuran intelektual. Pertentangan ini inheren dalam
struktur medan universitas sesungguhnya yang merupakan lokus
konfrontasi an tara dua prinsip legitimasi yang berbeda. 5

Cara berpikir dan metode refleksivitas epistemik memberikan


strategi untuk merefleksikan pandangan epistemologis dan sosial peneliti,
bukan memasuki praktik subjektivis yang hanya bersifat biografis dan
mengungkapkan hubungan dengan kepercayaan kita serta bagaimana
kita memiliki kedudukan tertentu (baik sejak lahir atau diperoleh
kemudian).

371
Pierre Bourdieu (1930 - 2002)

Konsep utama dalam refleksivitas epistemik adalah strategi sosial


dan habitus. Bourdieu menjelaskan habitus sebagai susunan mental (mental
structures) yang disusun dan menyusun, yang dengannya individu-individu
memperoleh pandangan dan perilaku mereka sebagai karakter kedua
(second character). Habitus tidak bersifat statis, tetapi senantiasa dalam
proses menyusun (structuriniJ dan terlibat dalam proses transformasi, di
mana dampak lintasan sosial (social trqjectory) mengakibatkan perubahan
situasi individu, yakni perubahan yang bertalian dengan apa yang
disebut sebagai modal dalam suatu medan sosial tertentu. 6 Susunan
terse but diinternalisasi sebagai "kebenaran" untuk memahami dunia dan
kepercayaan untuk berjuang. Lebih lanjut, Bourdieu menjabarkan habitus
sebagai kegiatan kolektif yang melaluinya dunia sosial diproduksi dan
direproduksi sebagai kegiatan dinamis, di mana individu berpartisipasi
kaitannya dengan modal yang ada.
Bourdieu menggunakan ide strategi sosial untuk menjelaskan
bagaimana individu melibatkan dirinya dalam perjuangan menguasai
modal simbolik. Strategi sosial adalah pilihan sadar dan "rasional"
yang kita ambil untuk mewujudkan kepercayaan kita, dan penggunaan
kepercayaan ini secara tidak sadar. Contohnya, "para pemain" di medan
universitas Prancis (dan di medan mana pun) mengetahui tema-tema
diskursif dan praktik-praktik kultural tertentu yang dapat mereka ambil
sebagai milik mereka·. Mereka mengambilnya karena percaya tema dan
praktik terse but benar, bukan karena mereka memikirkan dalam sebuah
persaingan untuk mempettahankan atau memperoleh kekuasaan berupa
modal. Bagaimana strategi sosial dapat dijalankan secara sadar sekaligus
tidak sadar, dipaparkan dengan baik dalam ungkapan Bourdieu sendiri,
"Sebab agen-agen tidak pernah mengetahui sepenuhnya bahwa apa
yang sedang mereka lakukan lebih bisa dipahami daripada yang mereka
ketahui." 7
Gagasan strategi sosial juga menjelaskan fakta bahwa selalu ada
ilmuwan yang menolak untuk menerima apa yang diberikan dalam
medan ilmu mereka. Namun, para ilmuwan inovatif tersebut juga
merupakan "pemain" di medan tersebut selama mereka berpartisipasi
memperebutkan apa yang dianggap modal dalam bidang itu. "Objek"
kajian (medan sosial apa pun) berawal dan berakhir tatkala dampak
prinsip-prinsip legitimasinya hilang, tatkala suatu ide, praktik, atau gelar
akademis, tidak lagi menjadi modal simbolik.

372
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Konsep Bourdieu menjawab pertanyaan apakah struktur atau agen


yang lebih penting dalam memahami hubungan antara keduanya, yaitu
salah satu menentukan yang lain karena objek kajian adalah interelasi
antara individu dengan struktur sosial, dan karena medan sosial adalah
ruang relasi yang tidak terdiri dari populasi atau kelompok yang
ditentukan sebelumnya. Medan sosial sebagai metafora dibuat melalui
objektivikasi hubungan antara prinsip-prinsip legitimasi dengan individu-
individu yang bersaing di medan itu untuk memperoleh modal simbolik
(dalam medan itu).
Jika kita melacak konsepsi Bourdieu, kita dapat mengetahui bahwa
akar teoretis dari pemikirannya saat ini sudah berkembang selama
bertahun-tahun sebagai "entitas-entitas" teoretis yang terus-menerus
bersentuhan dan memengaruhi riset empiris dalam proses pengembangan
interpretasi. Dengan demikian, konsep medan sosial dikembangkan
sebelum konsep modal. Salah satu konsepnya adalah medan kekuasaan
(field of power), yakni suatu metafora untuk melihat masyarakat secara
keseluruhan. Dengan konsep ini, Bourdieu memberikan suatu cara untuk
menjelaskan terciptanya hierarki sosial Medan kekuasaan merupakan arena,
tempat pemilik pelbagai modal (kultural, ekonomi, sosial) bersaing untuk
mendapatkan kesempatan terbesar menjadi simbollegitimasi Persaingan yang
biasa terjadi dalam masyarakat adalah antara pemilik modal ekonomi dengan
kultural Mereka bersaing untuk memperebutkan "nilai tukar" modal-modal
tersebut.8
Pemikiran Bourdieu tentang pendidikan dapat dibandingkan
dengan pemikir pendidikan kontemporer lainnya. Salah satunya adalah
dengan penelitian Basil Bernstein yang juga memberikan perhatian pada
persoalan hubungan kelompok sosial, pengetahuan, dan diferensiasi
sosial. Perbedaan penting kedua pemikir tersebut adalah bahwa pemikiran
Bernstein sangat dipengaruhi tradisi filsafat analitik dari intelektual
Inggris dalam memunculkan ide mengenai hubungan, sedangkan
Bourdieu sangat dipengaruhi oleh tradisi filsafat Eropa Kontinental.
Perbandingan kedua adalah dengan pemikiran Foucault. Bourdieu
dan Foucault tertarik untuk menunjukkan bahwa pengetahuan adalah
"fakta sosial" yang harus menjalani penyelidikan sosial dan historis. The
Political Ontology of Martin Heidegger, dan tulisan. Bourdieu berikutnya
tentang penjajahan nalar (the colonization of reason) menyamakan Bourdieu
dan Foucault dalam penerapan penelitian genealogis. Sementara

373
Pierre Bourdieu (1930 - 2002)

perbedaannya dengan Foucault adalah fakta bahwa refleksi Bourdieu


selalu ditempatkan dalam medan sosiologis yang terfokus pada hubungan
an tara pengetahuan dengan kedudukan sosial pelaku. 9
Konsepsi Bourdieu menawarkan cara pandang komprehensif
terhadap dunia. Bagi yang baru saja mempelajari sosiologi refleksif,
tidak ada metode yang sederhana dan mudah untuk "menguasai"
ide-idenya. Konsep-konsep Bourdieu sering rumit dan padat, bahkan
"kabur" dan membingungkan. Alasannya sangat sederhana, bahwa
dunia akan selalu lebih jauh kompleks daripada cara konseptual apa pun
untuk memahaminya. 1° Kendati pemikiran Bourdieu sulit dimengerti,
keceriaan (dan humor) dalam karya-karyanya memberi semangat
kepada mahasiswanya manakala mereka mulai bermain dengan ide-
idenya. Cara tepat untuk mulai mempelajari pemikiran Bourdieu adalah
membaca artikel-artikelnya yang dikumpulkan dalam In Other Words
dan karyanya tentang seni, contohnya Distinction. Karya-karya ini akan
membantu mahasiswa mengembangkan kemungkinan untuk melihat
bagaimana individu-individu menggunakan praktik kultural sebagai
strategi sosial untuk mendapatkan modal simbolik, dan jika bukan untuk
memperoleh kekuasaan, setidaknya untuk membedakan mereka dengan
yang lain berdasarkan minatnya. Mahasiswa yang mulai melakukan beberapa
pengamatan empiris dari suatu perspektif niscaya akan mengetahui bahwa
bergelut dengan konsep Bourdieu melalui penerapannya untuk memahami
perilakukultural manusia (bahkan dirinya sendin) konsisten dengan pembakuan
intelektual. Demikianlah, konsep-konsep itu berkembang menjadi pendekatan
konseptual dan komprehensif yang disebut sosiologi refleksi£

Catatan
1. Bourclieu, I11 Other Words, hlm. 130.
2. Frederic Vandenberghe, "'The Real is Relational': An Epistemological Analysis
of Pierre Bourclieu's Generative Structuralism" (Socio!ogica!Theory, 17, 1, 1999),
hlm. 32-36.
3. Lok J.D. Wacquant, "Toward a Social Praxeology: The Structure and Logic of
Bourdieu's Sociology", dalam P. Bourdieu, dengan L.J.D. Wacquant,A11 I11vitation
to Reflexive Sociology, hlm. 41.
4. Ibid, hlm. 36. Cetak miring dari Wacquant.

374
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

5. Bourdieu, Homo Academicus, hlm. 48. Cetak miring dari Bourdieu.


6. Bourdieu, In Other Words, hlm. 116.
7. Bourdieu, The Logic of Practice, hlm. 69.
8. Loi:c J.D. Wacquant, "Foreword", dalam Bourdieu, The State Nobility, hlm. ix.
9. Lihat, contohnya, Pierre Bourdieu dan Loi:c J.D. Wacquant, "On the Cunning
of Imperialist Reason" (Theory, Culture and Society, 16, 1, 1999), hlm. 44-58;
Pierre Bourdieu, "The Social Conditions of the International Circulation of
Ideas", dalam Richard Shusterman (ed.), Bourdieu: A Critical Reader (Oxford:
Blackwell, 1999), hlm. 220-228.
10. Lok J.D Wacquant, "Toward a Social Praexology: The Structure and Logic of
Bourdieu's Sociology", dalam P. Bourdieu, dengan L.J.D. Wacquant,An Invitation
to Reflexive Sociology, hlm. 23 (catatan 41).

Lihat juga
Dalam buku ini: Heidegger, Foucault.
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Durkheim.

Karya-karya utama Bourdieu


Daftar karya utama Bourdieu dapat ditulis sampai beberapa halaman,
sementara daftar semua tulisannya dapat dikumpulkan dalam satu buku
kecil. Di sini kami hanya menyebutkan buku-buku yang menjadi rujukan
tulisan ini beserta beberapa tulisan lain dalam bahasa Inggris, seperti
kumpulan esai. Tahun penerbitan edisi bahasa Prancis dicantumkan setelah
tahun penerbitan edisi bahasa Inggris.

Bourdieu, P., dengan Passeron, Jean-Claude, The Inheritors: French Students and Their
Relations to Culture, Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1979, 1964.
Bourdieu, P., dengan Passeron, Jean-Claude, Reproduction in Education, Society and
Culture, London: Sage, 1977, 1970.
Outline ?fa Theory ?[Practice, Cambridge: Cambridge University Press, 1977, 1972.
Distinction: A Social Critique ?fthe Judgement ?fTaste, London: Routledge & Kegan Paul;
Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1984, 1979.
The Logic ?f Practice, Cambridge: Polity Press; Stanford, California: Stanford
University Press, 1990,1980.
HomoAcademims, Cambridge: Polity Press; Stanford, California: Stanford University
Press, 1988, 1984.
In Other Words: EssC!JS Toward a ReflexiveSociology, Cambridge: Polity Press; Stanford,
California: Stanford University Press, 1990, 1987.

375
Pierre Bourdieu (1930 - 2002)

The Political Ontology of Martin Heidegger, Cambridge: Polity Press, 1996, 1989.
Language and Symbolic Power, John B. Thompson (ed.), Cambridge: Polity Press;
Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1991.
Bourdieu, P., dengan Loi:c,J.D. Wacquant,An Invitation to Reflexive Sociology, Chicago,
Illinois: University of Chicago Press, 1992.
Acts of Resistance: Against the 1)ran'!)' of the Market, New York: The New Press,
1998.

Bacaan lebih lanjut


Broady, Donald. 1991. Sociologi och Epistemology: Om Pierre Bourdieus fliifattarskap och
den historiska epistemologin (dalam bahasa Swedia). Stockholm: HLS Forlag.

376
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

NEIL POSTMAN
(1931 - ... )
-==Ov~~~~~~~A¢=

Dan lbar

Bicara adalah medium utama yang sangat diperlukan. Bicara


membuat kita menjadi manusia, tetap menjadi manusia, dan
menentukan apa makna manusia ... ketika bahasa menjadi sarana
untuk membimbing pemikiran, tidak mungkin tanpa makna ... dan
maknanya selalu menuntut pemahaman. 1

Prime time. Kami sedang mengudara. "The Struggle of Ideas".


Acara TV baru yang sangat menarik. "Siapa tamu kita hari ini?
Kami mempunyai ternan-ternan yang membuat kita bisa menikmati
petang yang mengasyikkan ini. Tamu pertama kita adalah Profesor
Neil Postman, salah seorang filsuf komunikasi dan pendidikan
terbesar, yang tidak hanya memiliki gagasan tentang pengajaran
yang lebih baik, tetapi juga menerima Christian Lindback Award for
Excellence in Teaching. Beliau mengarang lebih dari 20 buku dan 200
artikel, dan hidup bersama kita di New York. Beliau juga seorang
penerima kehormatan tertinggi NYU, termasuk menjadi guru besar
di universitas terse but pada 1993 dan Paulette Goddard Prifessor if
Media Ecology, namun sebelum mengajukan pertanyan pertama, kita
saksikan dulu pariwara berikut ini."

377
Neil Postman (1931 - ...)

"Pertanyaan pertama, bisakah Anda jelaskan kepada kami dalam


pengertian yang sederhana, mengapa Anda menentang televisi?"
Sambil menarik nafas dalam, Profesor Postman menjawab, "Yang
saya maksud bukan perang melawan televisi. Perhatian utama
saya adalah hubungan antara bentuk-bentuk komunikasi manusia
dengan kualitas kebudayaan. Saya sedang berusaha memahami
pergeseran dari 'sihir' tulisan menuju 'sihir' elektronik." "Luar biasa!"
seru pewawancara, "Televisi memang 'sihir' elektronik." Dengan
sabar Postman meneruskan, "Dan televisi, seperti media lain, telah
mengubah cara berpikir, cara bela jar, cara mengungkapkan diri kita."
"Saya setuju pendapat Anda," sela pewawancara, "Anda pernah
menulis bahwa kita menghibur diri sampai mati. Benar demikian?"
(merujuk pada salah satu buku Postman, Amusing Ourselves to Death,
1985). "Kita belum mati, namun mungkin kita akan mempunyai otak
yang hampa," jawab Postman singkat. Jawaban ini merefleksikan
"dunia" televisi yang serba cepat. "Berita hari ini adalah ada berita
baik dan berita buruk ... "

Kami putus wawancara imajiner ini, yang mungkin dilakukan atau


terjadi di tempat lain, dan mencerminkan pandangan Postman bahwa
televisi "tidak lebih dari sekadar filsafat retorika". 2 Menurutnya, ''Yang
terbaik dalam televisi adalah sampahnya" 3 dan "berita hari ini adalah
khayalan teknologi semata."4
Postman menyatakan bahwa sistem komunikasi elektronika
modern-yang membuat waktu dan jarak tidak lagi berarti-dan
Abad Bisnis Pertunjukan, merupakan pengganti yang buruk bagi
Abad Eksposisi yang meliputi cara berpikir, metode belajar, dan sarana
pengungkapan. Abad Bisnis Pertunjukan ini hampir kehilangan semua
karakteristik yang berhubungan dengan hakikat wacana. Abad ini
membuat kita kehilangan kemampuan untuk berpikir secara konseptual,
deduktif, dan runtut serta kehilangan penilaian yang tinggi terhadap
nalar dan keteraturan membuat kita membenci kontradiksi dan
memiliki kapasitas yang besar untuk tidak memihak dan objektif serta
memberikan toleransi pada respon yang lambat. Kita harus membaca
Amusing Ourselves to Death sebagai peringatan bahwa pendidikan sedang
bergeser dari mengajar sebagai proses dialog menuju mengajar sebagai
proses kegiatan hiburan.
Dalam buku tersebut, kita mengetahui pandangan dan wawasan
yang dalam terhadap gagasan "medium adalah pesan" (medium is message)

378
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

dari Marshall McLuchan, dan melalui buku itu pula, Postman mencapai
titik ekstrem. 5
Postman telah menempuh jalan panjang untuk menjadi salah
seorang filsuf paling tersohor dan berpengaruh serta penantang utama
"pendidikan elektronik". Karir akademis Postman dimulai sejak 1959
di kelas Pendidikan Bahasa Inggris yang disebut American English
Grammar. Pada 1961, sebagaiAssociate Prrftssordalam bidang Pendidikan
Bahasa Inggris di New York University sebelum menjadi Ketua Jurusan
Ilmu Komunikasi dan Budaya di universitas yang sama, Postman-yang
telah mengetahui pengaruh televisi terhadap proses belajar-menganggap
televisi sebagai sumber informasi yang mengandung daya tarik besar
dan sumber pengalaman belajar yang utama. Benih-benih idenya untuk
Amusing Ourselves to Death mulai tumbuh sejak tahun itu. Walaupun dalam
Television and Teaching of Englislf Postman memberikan motivasi, bantuan,
dan dorongan bagi para guru Bahasa Inggris yang ingin menggunakan
televisi, ia dengan jelas mensyaratkan agar penggunaan televisi hams
bersifat informatif, diskrirninatif (membeda-bedakan, lihat penjelasan
berikut mengenai dampak televisi terhadap masa kanak-kanak), dan
kreatif.
Dengan memulai karirnya sebagai guru sekolah dasar, Postman
masih menganggap dirinya mempunyai pandangan romantik mengenai
pendidikan dan jiwa optimistis, meskipun budaya saat ini memperlemah
proses mengajar. Buku terakhirnya, The End of Education-sehingga ia
diundang ke Italia untuk menerima Salvatore Valitutti International Prize
atas terjemahan buku tersebut ke dalam bahasa Italia,7 disertai harapan
dapat mengubah persekolahan dengan memperkenalkan kembali tujuan
yang inheren (inherent purposes) di dalamnya, yakni "tujuan akhir" (ends).
N amun, Postman memperingatkan bahwa tanpa dialog serius mengenai
tujuan tersebut, persekolahan akan "berakhir", sebab "tanpa makna,
proses bela jar tidak memiliki tujuan. Tanpa tujuan, sekolah akan menjadi
rumah tahanan, bukan rumah tempat mencurahkan perhatian",8 "dan
semakin cepat kita berusaha memperbaikinya akan semakin baik". 9
Walaupun demikian, bukan sekolah seperti ini-dan masyarakat
serta budaya saat ini dengan dominasi teknologi-yang menjadi fokus-
nya karena sekolah hanya cermin dari kepercayaan sosial dengan
menempatkan di belakang apa yang sudah ditempatkan masyarakat
di depan cermin itu. Sekolah dihadapkan pada dua kepercayaan yang

379
Neil Postman (1931 - ...)

bertentangan. Kepercayaan pertama diarahkan menuju pemikiran kritis,


yakni pemikiran mandiri dan keterampilan yang cukup untuk melawan
dan mengubah yang salah. Inilah yang disebut Postman dengan mengqjar
sebagai kegiatan subversif (Teaching as 5 ubversive Activity) .10 Kepercayaan
kedua melihat sekolah sebagai sarana mengajar anak didik agar bisa
menetima dunia apa adanya atau, bahkan menjadi subordinat dati aturan,
batasan, dan bahkan prasangka kebudayaan. Inilah yang disebutnya
dengan mengt!jar sebagai kegzatan memelihara (Teaching as ConservingActivi!Y). 11
Pendapat ini mencerminkan pendekatan dialektis Postman dan Charles
Weingartner-mitranya dalam menulis lima buku-bahwa untuk setiap
ide yang "benar" muncul ide alternatif, yakni lawan dati ide yang "benar".
Pendidikan bukan persekolahan, dan bagi Postman, persekolahan bisa
menjadi kegiatan subversif atau kegiatan memelihara, namun terbatas.
Postman menggambarkan jadwal kegiatan sekolah dengan kesan agak
ironis, "[jadwal] sekolah mempunyai awal yang lambat dan akhir yang
cepat. Di antara awal dan akhir itu terdapat libur musim panas dan libur
lainnya. Alasan sakit dati anak didik [sehingga tidak perlu masuk sekolah]
selalu bisa diterima.m 2 Postman tidak sepakat dengan surat kabar The
New York Times ketika pada 1971 menjulukinya sebagai "teoretikus pendi-
dikan radikal terkemuka" .13 Meskipun setahun sebelumnya, Postman dan
Charles Weingartner menulis sebuah buku pegangan bagi anak didik
berusia 15-25 tahun untuk menolak sekolah, The Soft Revolution. 14
Pada awal1980-an, Postman mendesak dunia pendidikan untuk sadar
akan hilangnya masa kanak-kanak dengan menerbitkan Disappearance if
Childhood" 5 dan mengajukan pertanyaan "apakah masa kanak-kanak
dapat dipertahankan?" lewat penerbitan Childhood: Can It Be PreservetP. 16
Jawaban Postman untuk pertanyaan itu sudah jelas. Jika kita terus terjebak
dalam teknologi kita-termasuk televisi, masa kanak-kanak sebagai
suatu struktur sosial akan hilang. Dalam artikel itu, Postman menelusuti
sejarah masa kanak-kanak dan setelah memaparkan perkembangan
sejarah konsepsi serta manifestasi sosial masa kanak-kanak modern
sejak masa Renaissance dan dipicu oleh penemuan mesin cetak, ia
menunjukkan bagaimana televisi menghapus perbedaan antara masa
kanak-kanak dengan masa remaja. Ia mengungkapkan bahwa tekanan
sosial dan terutama media elektronik mengakibatkan berakhirnya masa
kanak-kanak sebagai struktur sosial. Lebih lanjut, kebudayaan Amerika
menjadi musuh masa kanak-kanak sebab mengakibatkan "hilangnya

380
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

anak-anak" (diambil dari judul salah satu artikelnya, "The Disappearing


Child" [1983]), apalagi ketika anak-anak berpenampilan, berpakaian,
dan berperilaku seperti orang dewasa. Masih dengan kesan agak ironis,
Postman menambahkan bahwa pada saat yang sama, orang-orang dewasa
menjadi lebih kekanak-kanakan.
Apakah ada institusi sosial yang cukup kuat dan berkomitmen untuk
menahan hilangnya masa kanak-kanak? Jawaban optimistik Postman
adalah ya, yaitu keluarga dan sekolah. Sekolah, seperti kita ketahui saat
ini sebagai produk perkembangan mesin cetak, tidak akan mudah terseret
menyerang asal usulnya, yakni keluarga. Dengan cara apa pun dan
bagaimanapun prosesnya, institusi sekolah akan tetap menjadi benteng
terakhir melawan hilangnya masa kanak-kanak. Ternyata lima belas tahun
kemudian, pandangan optimistik Postman berubah menjadi peringatan
yang menentang dengan makna ganda, yakni melalui penerbitan The
End of Education17 yang menjabarkan redefinisi nilai-nilai sekolah sebagai
benteng terakhir entitas pendidikan. Postman mengakhiri epilognya
dengan menulis:

Keyakinan saya adalah bahwa sekolah akan tetap bertahan karena


tidak ada seorang pun yang telah menemukan cara lebih baik untuk
memperkenalkan dunia belajar kepada anak-anak, bahwa sekolah
publik akan tetap bertahan karena tidak ada seorang pun yang telah
menemukan cara lebih baik untuk menggantikannya, dan bahwa
masa kanak-kanak akan bertahan, karena tanpa masa itu kita pasti
kehilangan makna menjadi orang dewasa. 18

Persepsi tentang penindasan teknologi terhadap kebudayaan


membuat Postman mengajukan pertanyaan apakah kemerosotan masa
kanak-kanak berarti kemerosotan kebudayaan Amerika pada umumnya.
Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan "dapatkah kebudayaan
mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dan menciptakan nilai-nilai
baru dengan membiarkan teknologi modern memiliki kekuasaan penuh
untuk mengendalikan nasibnya sendiri?", bukan jawaban sederhana,
dan pertanyaan terse but masih terbuka untuk diperdebatkan. Meskipun
demikian, tantangannya adalah bahwa "Amerika belummulai berpikir'. 19
Amerika masih terkena dampak kejutan teknologi abad ke-20.
Satu dasawarsa kemudian, Technopo!J, The Surrender of Culture to
Technologj 0 dapat dianggap sebagai jawaban untuk pertanyaan tadi.

381
Neil Postman (1931 - ...)

Postman mengakui bahwa teknologi adalah ternan, namun juga memiliki


sisi gelap. Dalam buku itu, Postman menganalisis kapan, bagaimana, dan
mengapa teknologi menjadi musuh yang sangat berbahaya. Menurut
Postman, technopo!J bukan hanya kebudayaan (state if culture), melainkan
juga pemikiran (state if mind). Bagi Postman, "technopo!J tercipta melalui
definisi teknologi, yang berarti bahwa kebudayaan mencari otorisasinya
dalam teknologi dan ditentukan oleh teknologi". 21 Teknikalisasi yang
mencerminkan pencampuran syarat-syarat dan masalah-masalah
teknologis serta birokratis dirasakan sebagai kontrol yang serius terhadap
bahasa dan informasi. Postman menyatakan:

Jika kita mendefinisikan ideologi sebagai sekumpulan asumsi


yang benar-benar kita sadari dan mengarahkan usaha kita untuk
memberikan bentuk serta koherensi pada dunia, sarana ideologi
yang paling kuat adalah teknologi bahasa itu sendiri. 22

Oleh karena itu, ideologi merupakan dunia simbol yang sangat


luas. Technopo!J mengesampingkan semua narasi dan simbol tradisional
yang menunjukkan stabilitas dan keteraturan, serta mengutamakan
keterampilan, keahlian teknis, dan ekstasi konsumsi. Perkembangan
teknologi tidak memiliki manfaat besar. Bagi Postman, "[s]emua
perubahan teknologi adalah tawar-menawar Faustian". 23 Ia menantang
para pendidik untuk tidak mencari "obat" bagi penyakit pendidikan
dalam teknologi baru sebab permasalahan tersebut merupakan
permasalahan sosial, moral, dan spiritual, bukan persoalan teknis. Lebih
lanjut, mengerahkan sumber daya dan energi secara besar-besaran pada
penggunaan teknologi pengajaran justru mengelak dari permasalahan
apa yang perlu diajarkan. 24
Untuk benar-benar memahami kritik Postman terhadap dampak
teknologi terhadap kebudayaan pada umumnya dan pendidikan pada
khususnya, maka terlebih dahulu harus dimengerti dasar konseptual
linguistik dari analisis kritis Postman. Postman, editor EtCetera Gurnal
semantik umum), adalah penerima George Orwell Award for Clarity in
Language pada 1986 yang diberikan oleh National Council of Teachers
of English. Dalam Language and Systeml5 dan Linguistics,26 ia dan para
sejawatnya menganggap linguistik "sebagai cara berperilaku (a wcry
if behavini) tatkala seseorang berusaha menemukan informasi dan

382
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

memperoleh pengetahuan tentang bahasa". 27 Lebih lanjut, jik~ kita


menganggap metode penelitian ilmiah sebagai ungkapan dari cara kerja
pikiran manusia, yang merupakan proses penyeliclikan terus-menerus
untuk mengkonseptualisasi kegiatan linguistik (linguistic enterpnse), arti
penting simbollinguistik tidak bisa diabaikan. Jika linguistik memang
merupakan pembongkaran dan penggunaan simbol yang membentuk
pikiran dan membingkai cara berpikir kita, perbedaan antara membaca
buku dengan menonton televisi menjadi jelas, dan argumen utama
Postman bisa dipahami secara lebih baik. Yang menarik, sekolah dalam
bah as a Yahudi adalah beit sifter, hila beit bermakna rumah dan sifer berarti
buku, sekolah berarti book house atau house if the book (rumah buku). ·
Televisi memerlukan persepsi, bukan konsepsi, 28 sementara
"membaca melibatkan pemikiran, penalaran, imajinasi, dan penilaian". 29
Bahan bacaan bagaikan cetak biru untuk bangunan, dan darinya, tiap
pembaca membangun struktur yang detailnya sesuai ciri khas masing-
masing pembaca.

Belajar membaca adalah belajar hidup dengan aturan tradisi logis


dan retoris yang rumit dalam memperlakukan kalimat secara
hati-hati dan tentu saja terus-menerus mengubah makna sebagai
unsur-unsur baru yang terungkap secara berurutan. Mereka yang
dapat membaca harus belajar untuk bersikap reflektif dan analitis,
sabar dan tegas, serta selalu tenang, yakni menolak teks setelah
mempertimbangkannya. 30

Dalam The School Book (1973),31 Postman menulis bahwa sekolah,


sebagai media komunikasi dan sumber informasi, tengah mengalami
kebangkrutan. Lebih lanjut, sekolah konvensional tidak dapat bertahan
secara ekonomi dalam persaingan dengan media elektronik. Sehingga,
ramalannya untuk milenium ke-3 adalah bahwa sekolah akan seperti
"mesin cuci belajar" (learning Laundromats). Sekolah akan terdiri dari
serangkaian stasiun belajar-mengajar yang memberikan akses pada apa
pun dan untuk siapa pun yang ingin belajar. Stasiun tersebut bukan
hanya melibatkan mata pelajaran dalam kurikulum sekolah umum saat
itu (1973), tetapi juga mata pelajaran lain. Sekolah akan terdapat di setiap
pemukiman dan terbuka selama 24 jam. Siapa pun bisa mengulang-ulang
pelajaran sesuai kebutuhan, tanpa gagal dalam tes atau menjadi sasaran
ejekan dari guru atau murid lain karena dianggap bodoh. 32 Sejalan dengan

383
Neil Postman (1931 - ...)

ramalan Postman yang sangat berani, saya berpendapat, bila komputer


menjadi komoditas umum yang murah, bersahabat, dan dapat diakses,
komputer benar-benar akan menggantikan sekolah, namun hanya untuk
orang kebanyakan atau masyarakat rniskin. Orang tertentu yang kaya
atau kelompok elite akan memperoleh pendidikan dan menjalani proses
belajar eli sekolah-sekolah kecil karena proses belajar yang nyata sudah,
sedang, dan akan merupakan hasil dialog langsung serta terbuka.
Tulisan-tulisan Postman memancing perdebatan luas pada beragam
kalangan, bukan hanya mereka yang berada eli lingkungan akademik.
Pemikirannya menjadi bahan pertimbangan bagi mereka yang peduli.
Satu pertanyaan mungkin akan mengemuka "apakah Postman telah
memberikan solusi untuk pendidikan?", kendati dati sudut pandang
Postman sendiri tidak ada solusi yang mudah. Kendati demikian, tidak
dapat disangkallagi bahwa Postman telah menimbulkan perdebatan yang
panjang, menantang pemikiran kita, dan memaksa dunia pendidikan
untuk berpikir, bahkan untuk berpikir secara berbeda.

Catatan
1. Postman, Amusing Ourse!fes to Death, Public Discourse in the Age if Show Business
(New York: Penguin, 1985), hlm. 9 dan 50.
2. Ibid, hlm. 17.
3. Ibid, hlm. 16.
4. Ibid, hlm. 8.
5. Robin Barrow, RadicalEducation, A Critique if Freeschoofing and Deschoofing (London:
Martin Robertson, 1978).
6. Neil Postman dan Committee on the Study of Television of the National Council
ofTeachers in English, Television and the Teaching if English (New York: Appleton-
Century-Crofts, 1961).
7. Postman, The End of Education: Redefining the Value of Schoof (New York: Alfred
A. Knopf, 1997).
8. Ibid., hlm. 7.
9. Ibid., hlm. xi.
10. Neil Postman dan Charles Weingartner, Teaching as a Subversive Activi!J (New
York: Delacorte Press, 1969).
11. Postman, Teaching as a ConservingActiz;i!Y (New York: Delta, 1979).
12. Postman, The End if Education, hlm. ix.
13. Postman dan Weingartner, Teaching as a ConservingActivi!J, hlm. 4.
14. Neil Postman dan Charles Weingartner, The Soft Revolution, A Student Handbook
for Turning Schoof Around (New York: Delacorte Press, 1982).

384
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

15. Postman, The Dissapearance of Childhood (New York: Delacorte Press, 1982). ·
16. Postman, 'Childhood; Can It Be Preserved?' (Childhood Education, 61, 4, 1985),
him. 286-293.
17. Postman, The End of Education, op cit.
18. Ibid., him. 197.
19. Ibid., him. 146
20. Postman, Technopo!J, The Sumnder of Culture to Technology (New York: Alfred A.
Knopf, 1992).
21. Ibid., him. 71.
22. Ibid., him. 123.
23. Ibid., him. 192
24. Postman, "Making a Living, Making a Life: Technology Reconsidered" (College
Board Review, 76-77, 1995), him. 8-3.
25. Neil Postman dan Howard C. Damon, Language and Systems (New York: Holt,
Rinehart and Winston, 1965).
26. Neil Postman dan Charles Weingartner, Linguistics, a Revolution in Teaching (New
York: Delacorte Press, 1996).
27. Ibid., him. 14.
28. Postman, The Disappearance of Childhood, op cit., him. 78.
29. Postman dan Weingartner, Linguistics, a Revolution in Teaching, him. 182.
30. Postman, The Disappearance of Childhood, op cit., him. 76-77.
31. Neil Postman dan Charles Weingartner, The School Book, for People Who Want to
Know AI/ the Hollering is A/I About (New York: Delacorte Press, 1973).
32. Ibid., him. 116.

Karya-karya utama Postman


"The Politics of Reading", Harvard Educational Review, him. 40, 2, 1970, him. 244-
252.
"Curriculum Change and Technology", Laporan untuk Presiden dan Kongres
Amerika Serikat oleh Commission on Instructional Technology, Academy for
Educational Development, Inc., Washington, DC, 1970.
"Media Ecology: A Growing Perspective", Media Ecology Review, 3, 3, 1973, him.
10-11.
"The Ecology of Learning", English Journal, 63, 4, 1974, him. 58-64.
Postman, Neil dan Weingartner, Charles, ''Two Tests To Take-To Find Out If Yours
Is a 'Great' School",American School BoardJournal, 161, 1, 1974, him. 23-26.
''Whatever! Call It, It Is",A Review of General Semantics, 31, 1, 1974, him. 37-44.
"What An Educator Means When He Says ... ",Journal of the InternationalAssociation
of Pupil Personnel Workers, 20, 3, 1976, him. 153-156.
"Landmarks in the Literature: Where Have All the Critics Gone?", New York
University EducationQuarterfy, 9, 1,1977, him. 28-31.
"The First Curriculum: Comparing School and Television", Phi Delta K.appan, 61,
3, 1979, him. 163-168.

385
Neil Postman (1931 - ...)

"The Information Environtment", A Review of General Semantics, 36, 3, 1979, him.


234-245.
"Teaching as a Conserving Activity'', Instructor, 89, 4, 1979, him. 38-42.
"Order in the Classroom!", Atlantic, 244, 3, 1979, him. 35-38.
"Landmark on the Literature: The Limits of Language", New York UniversitJ•
Education Quarterfy, 11, 1, 1979, him. 29-32.
"Language Education in Knowledge Context'', A Review of General Semantics, 37,
1, 1980, him. 25-37.
'"The Ascent of Humanity': A Coherent Curriculum", Educational Leadership, 37,
4, 1980, him. 300-303.
Postman, Neil dan Fiske, Edward B., "Fine Tuning the Balance between Education
and a Media Culture", Teacher, 98, 1, 1980, him. 28-30.
"Disappearing Childhood", Childhood Education, 58, 2, 1981, him. 66-68.
"The Day Our Children Disappear: Predictions of a Media Ecologist", Phi Delta
~pa~62,5, 1981,him.382-386.
"Childhood's End", American Educator: The Professional Journal of The American
Federation of Teachers, 5, 3, 1981, him. 20-25.
"Disappearing Childhood", Childhood Education, 58, 2, 1982, him. 66-68.
"The Disappearance of Childhood", Children's Theatre Review, 32, 1, 1983, him.
19-23.
"The Disappearing Child", Educational Leadership, 40, 6, 1983, him. 10-17.
"Engaging Students in the Great Conversation", Phi Delta ~pan, 64, 5, 1983,
him. 310-316.
"The Disappearance of Childhood", Childhood Education, 61, 4, 1985, him. 286-
293.
"The Educationalist as Painkiller", Eng/ish Education, 20, 1, 1988, him. 7-17 ,.
'TheRe-Enchantment of Learning'', Youth Theatre Journal, 5, 2, 1990, him. 3-6.

Bacaan lebih lanjut


Barrow, Robin. 1978. Radical Education: A Critique of Freeschooling and Deschooling.
London: M. Robertson.
Kincheloe, L., Joe. 1982/1983. ''Wait a Minute Mr Postman: TV Content Does
Matter". InternationalJournal of Instructional Media, 10, 4, him. 279-284.
Levinson, A., Bradley. 1966. "The End of Education, Book Review". Harvard
Educational Review, 66, 4, him. 873-878.
Olson, Renee. 1996. "Postman Always Thinks Twice, Augmented Tide: When it
Comes to Technology, Interview with Neil Postman". School Library Journal,
42, him. 18-22.
Robinson, Sandra Longfellow. 1985. "Childhood: Can It be Preserved? An Interview
with Neil Postman", Childhood Education, 61, 5, him. 337-342.
Trotter, Andrew. 1991. ''Are Today's Kids Having Too Much Fun in Your
Classrooms?", Executive Educator, 3, 6, him. 20-24.

386
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

THEODORE R. SIZER
(1932- ... )
-==Ov~~~~~~~

Tamar Levin

Sekolah harus membantu anak mengembangkan kebiasaan


menggunakan pikiran mereka dengan baik.... Tujuan akademik
sekolah harus sederhana, yakni tiap murid menguasai keterampilan
dan pengetahuan yang penting dalam jumlah sedikit. Aforisme
"sedikit berarti banyak" (less is more) harus diutamakan. 1

Motto kurikulum "sedikit berarti banyak"-salah satu diktum


terkenal dari Sizer yang cukup menyita perhatian-menunjukkan
inti usaha reformasi pendidikan dan penekanannya pada arti penting
kualitas belajar dibandingkan kuantitas mengajar. Mendorong murid
untuk mengerjakan tugas-tugas penting yang dibatasi secara cermat
guna mencapai standar yang lebih tinggi-"banyak dengan sedikit"
(more with /ess)-merupakan tantangan Sizer terhadap sekolah untuk
memikirkan kembali prioritas praktik dan tujuan pendidikan, yakni
berkonsentrasi pada kemampuan (kompetensi) imajinatif dan intelektual
yang memberikan akses kepada anak didik untuk pengetahuan lebih
banyak, agar anak didik menjadi pelajar aktif (dibedakan dengan pelajar

387
Theodore R. Sizer (1932 - ...)

pasif), lebih menunjukkan motivasi dan keingintahuan (tidak bersikap


apatis), memahami sesuatu secara mendalam (tidak secara dangkal),
serta berkembang menjadi manusia yang skeptik dan cermat (tidak
ceroboh).
Theodore Sizer, atau akrab dipanggil dengan nama Ted, adalah
reformis pendidikan terkemuka yang mempunyai visi baru bagi sekolah
dan persekolahan sekaligus mewujudkan visi tersebut. Sizer dilahirkan
tanggal13 Juni 1932 dan dibesarkan di daerah pertanian sebelah utara
New Haven, Connecticut. Saat ini ia adalah Guru Besar Emeritus di
University of Brown, tempat ia menjabat Ketua Jurusan Pendidikan
sejak 1984-1989. Sizer juga merupakan pendiri Coalition of Essential
School (CES), direktur pertama Annenberg Institute for Education
Reform sejak 1993-1996, dan menerima gelar kehormatan dari pelbagai
universitas, meliputi Brown, Williams, Dartmouth, dan Connecticut
College, penghargaan James Bryant Conaut Award, serta Distinguished
.Service Award dari dewan pengurus sekolah untuk anak nakal (council of
state school o/ftcer).
Setelah lulus dari Jurusan Sastra Inggris Universitas Yale, pada
1953, Sizer bergabung dengan angkatan darat. Sebagai perwira artileri,
ia tertarik dengan niat angkatan darat untuk melatih semua calon ten tara,
termasuk mereka yang putus sekolah, disertai keyakinan bahwa latihan
ini merupakan tujuan yang dapat dicapai. Setelah demobilisasi militer,
Sizer mengajar bahasa Inggris dan matematika (19 55-19 56) di Roxbury
Latin School, sebelum memasuki Harvard, tempat ia meraih gelar MAT
(Master of A11s in TeachiniJ dalam bidang Kajian Sosial (1957). Kemudian
ia mengajar sejarah dan geografi di Melbourne Grammar School for
Boys, Australia (1958). Pengalaman mengajarnya di sekolah yang sangat
tradisional ini berpengaruh kuat terhadap konsepsi Sizer ten tang peran
dan dampak kebudayaan, komunitas sekolah, dan harapan keluarga
terhadap pembentukan sebuah sekolah.
Sekembalinya ke Amerika Serikat, Sizer menyelesaikan program
Ph.D. dalam bidang pendidikan dan sejarah Amerika (1961). Setelah
masa jabatannya yang singkat sebagai profesor asisten di Harvard dan
direktur programMAT (1961-1964), ia ditunjuk sebagai Dekan Harvard
Graduate School of Education (1964-1972). Perhatiannya terhadap
persoalan-persoalan kesetaraan dalam pendidikan mulai terlihat selama
periode ini ditandai dengan usulannya yang terkenal untuk memberikan

388
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

bantuan penelidikan (vouchet) kepada keluarga berpendapatan rend'ah.


Pada 1968, saat menjaeli anggota White House Task Force on Cities,
idenya untuk mengelola setiap sekolah publik sebagai charter .rchool dan
memberikan dana penelidikan publik kepada anak elidik untuk belajar
di sekolah publik mana pun sangat memengaruhi kebijakan pilihan
sekolah yang ada. Dengan ide radikal saat itu, kebijakan terse but akhirnya
diterima sebagai bagian dari agenda konservatif. Charter school, menurut
Sizer, menawarkan persaingan dan akses sama yang berkonotasi pilihan.
Namun, pilihan seperti itu "bukanlah selubung bagi segregasi (kebijakan
diskriminasi ras [kulit putih dan non-kulit putih] eli Amerika Serikat
waktu itu-penyunting), tetapi sebagai insentif yang kuat bagi keluarga,
anak didik, dan guru". 2
Pada akhir 1971, Sizer meninggalkan Harvard untuk mengajar
sejarah dan mengepalai Phillip Academy di Andover, Massachusetts
(1972-1981). Keputusannya meninggalkan Harvard, sebuah pilihan luar
biasa bagi seorang profesor muda yang sukses, menunjukkan perhatian
dan komitmennya yang mendalam pada kebutuhan para remaja dan
persekolahan mereka. Sebagaimana dikatakannya, "Dunia saya adalah
dunia high schoot-senior high school dan middle schoo/." 3 Berkarir selama
sembilan tahun di akademi itu sangat berpengaruh bagi Sizer, yang
semakin yakin bahwa anak didik, apa pun latar belakang sosial dan
kulturalnya, dapat berprestasi eli lingkungan yang tepat dengan dukungan
yang tepat.
Niat Sizer untuk menentang sistem sekolah yang ada terutama
berkembang dari pengalamannya tadi dan diikuti oleh penelitiannya
bertopik "A Study of High School" yang dilakukan Sizer bersama
beberapa sejawatnya. 4 Penelitian ini menghasilkan bukunya yang sangat
terkenal, Horace}- Compromise: The Dilemma of the American High School
(1984), berisi kritik terhadap sekolah menengah sekaligus buku pertama
dari trilogi Horace. 5
Tekanan untuk menetapkan hakikat sekolah dan menerapkan idenya
pada praktik sehari-hari eli pelbagai sekolah membuat Sizer mendirikan
Coalition of Essential Schools (CES) pada 1984. Istilah "koalisi" dan
"esensial" menunjukkan hakikat organisasi ini dan nilai serta tujuan Sizer
yang paling utama, yaitu terjalinnya kerja sama antarsekolah dengan
komitmen bersama untuk memusatkan perhatian pada persoalan-
persoalan penting, yakni inti intelektual persekolahan. Organisasi eli

389
Theodore R. Sizer (1932 - ...)

bawah kepemimpinan Sizer tersebut berkembang dari 12 high school


menjadi lebih dari 1200 high school, baik sekolah swasta ataupun publik,
dan menyebar ke tigapuluh delapan negara bagian serta dua negara lain.
Setidaknya sepertiga populasi anak didik di sekolah-sekolah anggota CES
itu berasal dari kelompok minoritas. 6 Untuk mengembangkan usaha
reformasinya, Sizer dan koalisi tersebut bergabung dengan Education
Commission of States (ECS) dalam sebuah proyek yang terkenal dengan
nama "Re: Learning"7 dan bekerja sama pula dengan ATLAS Community
Project. 8
Sizer menyatukan nilai, ide, dan keyakinannya yang paling mendasar
terhadap persekolahan serta pendekatannya untuk persekolahan ke
dalam sembilan prinsip. Ide-ide yang dipublikasikan pada 1983 dan 1985
serta terkenal sebagai Prinsip Umum KoalisF ini hampir tidak berubah
selama bertahun-tahun dan baru sekarang ini ditambahkan prinsip ke-1 0.
Singkatnya, visi Sizer adalah (1) menuntut sekolah untuk meneruskan
fokus intelektual pada persoalan-persoalan penting akademik yang
harus dikuasai anak didik; (2) mengetahui dan memenuhi beragam
kebutuhan anak didik dengan memusatkan proses bela jar, pembelajaran,
dan penilaian pada isu-isu yang penting, universal, dan menantang;
(3) merancang kurikulum yang menggali kebiasaan berpikir, bukan
penyelidikan tak berharga yang mengikuti informasi; (4) menganggap
pembelajaran dan proses belajar tergantung pada konteks dan anak didik;
(5) menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan anak didik dengan
"memamerkan" karya mereka; (6) menempatkan guru sebagai generalis,
bukan spesialis; (1) mengurangi be ban guru-murid dan merancang jadwal
serta rutinitas yang dapat membantu guru dan murid memperbaiki
hubungan mereka; (8) mempertahankan pengeluaran sampai 10 persen
dari biaya sebelumnya; (9) bekerja dengan harapan, kepercayaan, dan
penghargaan yang tinggi pada sekolah, fakultas, mahasiswa, dan orang
tua; dan (1 0) menjadi teladan perilaku demokratis serta menghormati
keberagaman.
Berbeda dengan kebanyakan reformis pendidikan, Sizer tidak
menentukan "model" khusus yang dapat "diimplementasikan". Ia
juga tidak menawarkan solusi standar atau petunjuk khusus. Apa yang
dilakukannya adalah menawarkan ide-ide berani yang menan tang rutinitas
sekolah. Pendekatannya untuk perubahan sekolah didasarkan pada
kepercayaan yang kuat terhadap kualitas unik dan kebutuhan khusus setiap

390
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

sekolah, serta keinginan dan tanggung jawab sekolah untuk menciptakan


identitasnya sendiri. Sizer melihat "renovasi" sekolah sebagai fenomena
lokal yang harus dilakukan sendiri oleh setiap sekolah. Setiap sekolah
juga memikirkan kembali prioritasnya, dengan demikian menghidupkan
visinya yang dijelaskan dalam prinsip-prinsip dan kemudian diwujudkan
dalam praktik yang mencerminkan nilai-nilai terpenting. "Sekolah tidak
pernah dibentuk," tulis Sizer, "sekolah tumbuh, biasanya secara lambat
dan hampir selalu menyakitkan, sekalipun persoalan-persoalannya dapat
diselesaikan." 10
Menghargai individu dan keberagaman merupakan tema umum
dalam filsafat Sizer. Tema-tema ini tercermin pada semua jenjang sis tern
persekolahan manakala dihubungkan dengan individu (anak didik, guru,
orang tua, atau pendidik) atau kelompok (kelas, sekolah, keluarga, atau
masyarakat). "Setiap orang berbeda. Puji syukur kepada Tuhan yang telah
menciptakan keragaman. Kemajuan manusia tercapai karena kegelisahan
manusia sendiri sehingga melampaui batas-batas yang ditentukan," 11
tambah Sizer. ''Ada pola-pola perkembangan remaja," tulis Sizer, "namun
variasi pola-pola ini sama pentingnya dengan pola-pola itu sendiri." "Saya
berbeda. Saya khusus. Saya adalah seseorang," 12 tegas Sizer saat menyoroti
keunikan setiap anak didik. Oleh karena "tidak ada dua anak didik, dua
guru, dua sekolah, dua komunitas yang persis sama atau bahkan sama
setiap tahunnya", 13 subjek-subjek tersebut tidak diperlakukan sama dan
tidak dapat berfungsi dengan satu kurikulum, satu pedagogi, satu tahap
belajar, atau satu tes terbaik. Standardisasi "tidak efisien dan sering
kejam", dan standardisasi jelas diskriminatif.
Sizer percaya bahwa individu atau permasalahan individu tidak bisa
dipisahkan dari lingkungan. Mereka harus dilihat sebagai bagian dari
keseluruhan yang koheren. Karena nilai dan tujuan anak didik penting,
demikian pula dengan cara pandang terhadap sekolah secara keseluruhan,
dan nilai-nilai serta perhatian orang tua dan masyarakat. Sekolah harus
memiliki kebudayaan kolektif, yakni "pranata moral" yang diirnbangi
dengan otonomi individu. 14 Kebudayaan diciptakan melalui kolaborasi
antara guru, anak didik, dan keluarga dalam suatu komunitas tertentu.
Kebudayaan lokal dan kolektif, namun cukup koheren, komunitas
persahabatan yang akrab, atau "demokrasi kecil"-sebagaimana
diistilahkan Sizer-tidak dapat diciptakan oleh agen dari luar, tetapi
terbentuk melalui eksplorasi dan dialog. Orang luar atau "ternan kritis",

391
Theodore R. Sizer (1932 - ...)

meminjam istilah Sizer, bisa memengaruhi proses (eksplorasi dan


dialog) ini, namun tidak dapat mengontrolnya. Argumen klasik tersebut
menunjukkan penolakan terhadap sistem yang ada dengan struktur
terpusat, strategi dari atas ke bawah (top-down strategies), dan otoritas yang
birokratik, mekanistik, berjarak, serta terpaku pada satu tujuan.
Sizer menawarkan pandangan yang sistemik tentang pendidikan,
yaitu melibatkan setiap komponen dan jenjang pendidikan, meliputi
kurikulum, pembelajaran, proses belajar, penilaian, struktur organisasi,
kebijakan, pengembangan profesi, dan kenyataan di luar sekolah,
semuanya berpadu secara sinergis membentuk keseluruhan yang koheren.
Termasuk di dalamnya adalah hubungan-hubungan bam an tara manusia,
kelompok, dan institusi, semuanya berada dalam suatu proses dialog
terus-menerus yang terbuka terhadap peristiwa, kebutuhan, dan harapan
yang berubah-ubah. Perpaduan dan saling hubungan tersebut merupakan
inti konsepsi Sizer, yang menghargai konsep-konsep berpasangan, namun
biasanya dianggap bertentangan seperti emosi dan pikiran, intelektual
dan moral, tantangan dan kemapanan, praktik pendidikan dan sarana
penilaian. Sizer menganggap konsep-konsep itu saling berjalin-tidak
terpisah satu sama lain. Ia juga memahami pengetahuan secara utuh
berdasarkan sifatnya yang sementara, kontekstual, dan otentik, sekaligus
menolak pembagian disiplin ilmu yang statis.
Dengan membebaskan pendidikan dari batas-batasnya yang kaku,
Sizer mengupayakan yang lokal sekaligus yang universal, yang kolektif
sekaligus yang individuaL Tantangan mencapai keseimbangan yang
bersifat inheren sebagaimana toleransi terhadap ketidakpastian dan
perlunya berkompromi ini diungkapkan dalam pendekatan Sizer terhadap
permasalahan standar nasional yang sangat kontroversial. Menurut Sizer,
standar didasarkan pada nilai yang beragam, ambigu, dapat diubah, dan
tergantung konteks, sekaligus disebarkan secara luas, dipertahankan,
serta ditanggung bersama. Sizer yakin bahwa standar tidak dapat benar-
benar jelas atau khusus, atau tidak dapat diputuskan oleh sekolah lokal
atau pemerintah semata. Ia percaya bahwa "pameran" (exhibition) 15 karya
anak didik dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan standar
nasional melalui dialog nasional an tara sekolah beserta anak didik, guru,
dan orang tua, dengan komunitas profesional yang lebih luas.
Aktivitas riset penting yang melanjutkan usaha reformasi sekolah
Sizer menghasilkan banyak temuan yang bermanfaat dan memberikan

392
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

harapan besar. 16 Riset-riset tersebut umumnya menunjukkan peningkatan


keterlibatan anak didik dalam kegiatan akademik; peningkatan prestasi
anak didik dan kepuasan orang tua, guru, dan anak didik; dampak positif
terhadap perilaku anak didik; dan kesetaraan prestasi pada pelbagai
kelompok anak didik ketika suatu sekolah berkomitmen menerapkan
ide-ide Sizer, di kelas dan di seluruh sekolah.
Pada 1999, Sizer kembali ke Harvard sebagai guru besar tamu,
sambil memimpin CES. Setelah pensiun dari Brown University pada
1998, ia dan Nancy Faust Rizer-istri sekaligus rekan kerjanya sejak
1955 dan menulis buku bersamanya (1999)-bekerja sebagai co-principal
Parker Charter School (1998-1999), sehingga tetap dapat meneruskan
aktivitas akademik berjalin dengan kegiatan di sekolah yang memang
menjadi ciri khas karir Sizer.
Sebagai inspirator, sarjana, sekaligus aktivis yang tak kenallelah,
yang secara konsisten telah menghubungkan dunia akademis dan teoretis
dengan karir yang sangat berpengaruh dan menantang dalam dunia
sekolah, persekolahan, dan pendidikan, Sizer telah menyumbangkan
sekumpulan prinsip fundamental pada teori pendidikan yang
menyatukan keyakinannya terhadap kualitas pendidikan dengan gagasan
teoretisi kontemporer lainnya. Harapannya adalah bahwa kita dapat
mengembangkan budaya sekolah yang mampu memberikan pendidikan
bermakna kepada anak-anak dalam suasana kesetaraan sosial. Dengan
kepekaannya yang luar biasa terhadap kebutuhan remaja, ditambah
pandangan ke depan dan pandangan humanistik tentang dinamika
dan kompleksitas dunia, Sizer menantang kita semua untuk membawa
anak-anak menuju "kebebasan yang bijaksana" (thoughtful freedom).
Karya-karyanya mencerminkan perjuangan untuk menumbuhkan rasa
hormat terhadap perbedaan dan keragaman, serta diilhami oleh perhatian
yang mendalam, didukung tulisan yang sangat lugas serta bernuansa
kemanusiaan.
Sebagai pendidik yang bertindak sesuai pemikirannya, berkomitmen
pada, dan gigih memperjuangkan keyakinannya, Sizer menantang para
peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan untuk mewujudkan pelbagai
ide berharga. Ia menunjukkan bagaimana pandangan sistemik tentang
persekolahan yang terfokus pada harapan akademik yang tinggi
terhadap semua anak didik dan dipengaruhi oleh lingkungan belajar
yang menan tang, fleksibel, otentik, dan manusiawi dapat kita wujudkan.

393
Theodore R. Sizer (1932 - ...)

Sumbangannya pada praktik dan pemikiran pendidikan kita adalah bahwa


"keseluruhan" (be-a// and end-a/~, inti pendidikan dan tujuan upaya serta
perhatian intelektual dan afektif kita, adalah manusia-terutama anak
didik. Oleh sebab itu, kita perlu mengenal, memerhatikan, mempercayai,
dan membantu anak didik agar tumbuh menjadi orang yang bijaksana,
bertanggung jawab, kreatif, peduli, jujur, peka terhadap diri mereka dan
orang lain, serta mempunyai keinginan besar untuk bela jar dan mencapai
kearifan. Sizer mengingatkan kita bahwa kunci utama tujuan-tujuan
ini terdapat dalam kebiasaan, nilai, dan perilaku berpikir kita dalam
berhubungan dengan orang lain-yang muda atau tua. Lebih lanjut, ia
mengingatkan kita bahwa hakikat tindakan kita sesungguhnya adalah
moral.

Catatan
1. Kutipan dari dua prinsip esensialisme pertama. Untuk bacaan lebih lanjut
mengenai ide yang sudah terkenal dan sering diktitik ini, lihat Horace's Schoof,
hlm. 109; Horace's Hope, hlm. 87; danK. Cushman, "Less is More: The Secret
of Being Essential", Horace, 11, 1, 1994.
2. Sizer, Horace's SchooL
3. Reinventing Our School· A Conversation with Ted Sizer, wawancara dengan Ted Sizer
(dari en am wawancara video dengan para reformis terkemuka, 1994) dapat
dilihat juga di situs \vww.ed.psu.edu/insys/ esd/ sizer/PromPrac.html.
4. R. Hample, The Last Little Citadel (Boston, Massachusetts: Houghton Mifflin,
1986), A. G. Powell, E. Farrar, dan D.K. Cohen, The Shopping Mall High Schools:
Winners and Losers in Educational Marketplace (Boston, Massachusetts: Houghton
l'vfiffiin, 1985).
5. Trilogi Horace menggambarkan jalur penelitian, konseptualisasi, keterlibatan aktif,
dan refleksi Sizer atas usahanya selama bertahun-tahun untuk memperbaharui
high schooL Horace Smith, seorang guru fiktif, menjadi lensa untuk merefleksikan
gagasan Sizer ten tang praktik-praktik, asal mula, asumsi-asumsi, dan organisasi
sekolah kontemporer (Horace's Compromise), menggambarkan visinya berkenaan
dengan sekolah hakiki (Horace's Schoo~, dan renungan atas dampak dari usahanya
(Horace's Hope).
6. Kendati kebanyakan sekolah merupakan sekolah menengah sebagaimana
direncanakan semula, ban yak sekolah dasar yang bergabung dengan CES sejak
1996.
7. "From Schoolhouse to Statehouse", telekonferensi National CES/ECS,
1991.
8. ATLAS adalah kependekan dari Authentic Teaching Learning and Assessment,
suatu kegiatan gabungan yang mencakup kegiatan Gardner di Harvard, Comer
di Yale, dan Whitla di Educational Development Center di Cambridge,
Massachussetts, dijabarkan secara lebih rinci dalam Cynthia]. Orrel, ''ATLAS

394
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Communities: Authentic Teaching Learning for All Students", dalam S.


Stringfield, S. Ross, dan L. Smith, Bold Plans for School Rtstucturing: The New
American School Design (Mahwah, New Jersey: Erlbaum, 1996), hlm. 53-74.
9. Sembilan prinsip dasar tercantum dalam Horace's Hope, hlm. 154-155, dan
prinsip ke-1 0 terdapat di situs CES: http://www.essentialschools.org/aboutus/
phil/1 Ocps.html. Versi sembilan prinsip yang disunting oleh mahasiswanya dapat
ditemukan dalam, "Empowering Students: Essential Schools' Missing Links"
(Horace, 11, 1, 1994).
10. Sizer, Horace's Compromise: The Dilemma of the American High School (1984).
11. Dikutip dalam artikel, "No Two Are Quiet Alike" (Educational Leadership, 57,
1, 1999).
12. Dikutip dari Horace's School, hlm. 31.
13. Ibid.
14. Dikutip dari Sizer, The Students are Watching, hlm. 17.
15. Untuk lebih rinci lihat Joseph P. McDonald, "Dilemmas of Planning Backwards:
Rescuing a Good Idea" (Coalition of Essential Schools Studies on Exhibitions
no. 3, Teachers College Record, 94, 1, 1992).
16. Untuk lebih rinci lihat Kathleen Cushman (ed.), "What Research Suggest
About Essential School Ideas", Horace, 11, 3, 1995; dan untuk prestasi dalam tes
standar lihat, "Ten by Ten: Essential Schools that Exemplify the Ten Common
Principles" (Horace, 16, 1, 1996).

Karya-karya utama Sizer


Secondary Schools at the Turn of the Cenlttry, Westport, Connecticut: Greenwood
Publishing Group, 1976.
Horace's Compromise: The Dilemma of the American High Schools, Boston, Massachusetts:
Houghton Mifflin, 1984.
Horace's Schools: Redesigning the American High Schoof, Boston, Massachusetts: Houghton
Mifflin~ 1992.
Horace's Hope: What Works for the American High School, Boston, Massachusetts:
Houghton Mifflin, 1996.
Sizer, T.R. dan Sizer, Nancy Faust, The Sltttlents are Watching: Schools and the Moral
Contract, Boston, Massachusetts: Beacon Press, 1999.

Bacaan lebih lanjut


McDonald, J.P., Rogers, B, dan Sizer, T. 1993. "Standards and School Reform:
Asking the Essential Questions". Coalition of Essential Schools atau versinya
dalam Statiford Law & Poliry Review, 4.
McQuillan, P.J. dan Muncey, D.E. 1992. "Change Takes Times-A Look at Growth
of the Coalition of Essential Schools". The School Etnograpf?y Prrject, 10.
Sizer, T. 1973. Places for Learning, Places for ff!Y: Spemlation on American School Reform.
Boston, Massachusetts: Harvard University Press.

395
Elliot Eisner (1933 - ...)

ELLIOT EISNER
(1933 - ... )
-==~A.vA.vA.vA.vA.vA.vA.v~

P. Bruce Uhrmacher

Dalam suatu kebudayaan di mana orang lebih tertarik menonton


acara "Family Feud" daripada menyaksikan pertunjukan musik
kedudukan seni yang marginal dapat dimengerti. N amun,
pendidil,:: diharapkan melakukan lebih baik. Dapatkah kita yang
bergelut dalam bidang pendidikan mempunyai kepemimpinan
intelektual untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak guna
mengetahui, dan mungkin mencintai, apa yang diketahui dan dicintai
oleh beberapa orang saja? Salah satu keinginan saya adalah bemsaha
me\.vujudkannya. 1

Merangkum karir Elliot Eisner merupakan tugas yang berat. Sebagai


salah seorang mantan mahasiswanya, beberapa kali saya dirninta untuk
memperkenalkan Eisner saat ia hendak menyampaikan pidato. Setiap kali
saya dirninta untuk menyampaikan perkenalan itu secara "singkat", saya
sadar betapa sulitnya merangkum pencapaian seseorang yang sumbangan
dan prestasinya begitu luas dan luar biasa. Curriculum vitae Elliot Eisner
mencapai sembilanpuluh dua halaman, meliputi: Lee Jacks Prifessor rf

396
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Education and Art eli Stanford University; lima gelar kehormatan setelah
meraih gelar Ph.D. eli University of Chicago pada 1962; menjaeli anggota
2 rqyal societies (organisasi yang elibentuk kerajaan) eli Eropa dan National
Academy of Education eli Amerika Serikat; memimpin organisasi-
organisasi akademik, mulai dati National Art Education Association
sampai American Educational Research Association; dan beberapa
penghargaan atas karyanya, termasuk Guggenheim fellowship.
Ia telah menulis 285 artikel dan 15 buku, atau rata-rata sekitar 7
artikel yang setiap tahun eliterbitkan sejak 1970. Berkenaan dengan karya-
karyanya, saya menyebutkan sebagian yang paling penting: The Art if
Educational Evaluation (kumpulan esai yang menjabarkan ide-ide awalnya),
The Educational Imagination (buku penting bagi peneliti kurikulum),
Cognition and Curriculum Reconsidered (karya penting tentang pikiran dan
representasi), The Enlightened Eye (teks utamanya tentang penelitian
kualitatif), Educating Artistic Vision (untuk semua penelidik seni), dan The
Kind if Schools We Need (kumpulan esai mengenai reformasi sekolah).
Sulit eliduga bahwa, pada awal karirnya, Eisner akan menjaeli seorang
penulis produktif tentang penelidikan. Ketika guru kelas riga Eisner
memuji bakat seninya pada ibunya, sang ibu memasukkannya ke kelas
seni Sabtu Pagi eli Art Institute of Chicago. Ibunya berharap ia akan
menjaeli seniman komersial, agar Eisner dapat mencari uang sendiri.
Ia memang menekuni seni (dan penelidikan). Namun, selama eli college,
Eisner juga mengajar anak-anak Amerika keturunan Afrika eli American
Boys Commonwealth eli tempat kelahirannya, sebelah barat Chicago.
Pengalaman ini mengubah minatnya dati seni menuju penelidikan seni.
Dengan perubahan ini, mulai terbentuk ide-idenya yang kelak akan
memengaruhi para pendidik di seluruh dunia. Eisner menyatakan
bahwa sekolah yang mengabaikan seni memberikan pendidikan yang
tidak seimbang dan tidak adil. Lebih lanjut, ia mulai menyadari bahwa
konsepsi kognisi yang tidak memiliki cara berpikir artistik merupakan
konsepsi yang tidak memadai.

Dalam konteks persekolahan ... kita memiliki ide tentang


perkembangan pikiran yang menghambat seni dan sumbangan
potensialnya bagi perkembangan penelidikan. 2

397
Elliot Eisner (1933 - ...)

Selama perjalanan karirnya, Eisner meredefinisi cara kita melihat


pendidikan. Sampai 1970-an, evaluasi program dan pendidikan sebagian
besar bersifat kuantitatif. Eisner berpendapat bahwa penelitian dalam
bidang kurikulum terfokus pada tujuan-tujuan yang terkait dengan
perilaku. Penelitian tersebut dilakukan untuk mencari hukum-hukum
ilmiah mengenai perilaku manusia; menekankan kurikulum pembuktian-
oleh-guru (teacher-proofing curriculum); dan tergantung pada metafor-metafor
ilmiah dan industrial untuk pendidikan. Bagi Eisner, seni adalah kegiatan
afektif dan kreatif-bukan kognitif. Warisan Eisner adalah membebaskan
pendidikan dati cara berpikir ilmiah dan teknokratik, dengan menambah
cara-cara baru untuk melihat penelitian dan evaluasi, reformasi sekolah,
serta peran seni dalam pendidikan. Para pendidik lain memang bergelut
di wilayah intelektual yang sama, namun hanya sebagian yang memberikan
penjelasan secara meyakinkan dan mengesankan sebagaimana dilakukan
Eisner, yakni sanggup berbicara kepada para praktisi dan akademisi.
Bahkan sedikit sekali yang memiliki pemahaman dan imajinasi untuk
menghadapi pelbagai masalah dengan cara-cara bam.
Pendidikan seni didasarkan pada beberapa premis yang menurut
Eisner tidak memadai. Ia mengkritik ide yang beranggapan bahwa anak
yang dibiarkan dengan caranya sendiri akan mampu mengembangkan
sensibilitas seni secara spontan; bahwa guru hanya menyampaikan
beragam aktivitas seni dan kemudian membiarkan anak didik; dan bahwa
seni hanyalah saluran bagi kreativitas dan emosi. Eisner menekankan
bahwa lingkungan membentuk kemampuan seni dan bahwa pendidikan
seni memiliki sumbangan khas bagi pertumbuhan anak. Dengan
dukungan Eisner, pendidikan seni menjadi disiplin ilmu berorientasi
muatan (content-oriented discipline).
Pada 1967, Eisner memprakarsai Kettering Project yang memberikan
bahan pembelajaran seni visual untuk para guru sekolah dasar yang belum
terlatih. 3 Dua asumsi utama proyek tersebut adalah bahwa sumbangan
terpenting seni visual untuk pendidikan anak merupakan sumbangan
yang inheren dalam seni, dan bahwa kurikulum bukan hanya berkenaan
dengan ranah produktif, melainkan juga ranah estetis, kritis, dan historis.
Ide-ide ini merupakan perintis bagi pendekatan seni yang dominan pada
1990-an, yakni pendidikan seni berbasis disiplin ilmu (discipline-based
art education [DBAE]). Organisasi paling kuat yang mendukung DBAE
adalah Getty Center for Education in the Arts. Eisner menjadi anggota

398
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

dewan penasihat Getty Center sejak berdiri pada 1982, dan menulis
parnyataan umum pertama tentang tujuan organisasi tersebut. Saat
ini, National Art Education Association memakai pendekatan DBAE
untuk mempertimbangkan dan menyusun kurikulum. Hampir setiap
negara bagian di Amerika Serikat memakai model DBAE. Model ini
juga diterapkan di Australia dan Inggris.
Dengan diilhami kritik seni, Eisner juga merancang penilaian dan
krittk pendidzkan (educational connoisseurship and criticism), sebagai evaluasi
dan riset yang terfokus pada apa yang benar-benar berlangsung di
sekolah dan kelas. Penilaian pada dasarnya adalah seni penghargaan
(apresiasi) disertai kritisisme seni pengungkapan. Pengkritik menilai apa
yang dipelajarinya melalui penilaian dengan menggunakan deskripsi,
interpretasi, evaluasi, dan tematik. Deskripsi membuat orang lain
mampu memperoleh gambaran yang hidup tentang apa yang dibahas
dan seolah-olah ambil bagian di dalamnya. Interpretasi merupakan
proses menjelaskan apa yang telah dideskripsikan dengan melibatkan
pemaknaan suatu peristiwa. Evaluasi adalah menilai makna pendidikan
dari apa yang telah diinterpretasikan. Tematik berarti menyampaikan
"moral dari suatu cerita"-yaitu memaparkan pelajaran-pelajaran yang
telah diperoleh. Pada umumnya, pengkritik pendidikan memeriksa
ideologi kurikulum sekolah (yakni kepercayaan tentang apa yang harus
diajarkan sekolah, dan apa tujuannya) dengan terfokus pada dimensi-
dimensi utama sekolah (maksud, kurikulum, pedagogi, struktur sekolah,
dan evaluasi). Saat ini, penilaian dan kritik pendidikan digunakan para
pendidik di seluruh dunia untuk penelitian dan evaluasi. Madaus dan
Kellaghan menyebut pendekatan ini sebagai salah satu dari lima evaluasi
dan penelitian kualitatif yang utama. 4
Pemikiran lain dari Eisner adalah penelitian berdasarkan
pertumbuhan seni (the growing arts-based inquiry). Eisner berpendapat
bahwa tiap bentuk representasi berpotensi memengaruhi pengalaman
kita dan kemudian memengaruhi cara kita memahami dunia. Dengan
menerapkan pendapat ini pada penelitian, pengikut Eisner menyatakan
bahwa kata yang tertulis tidak cukup untuk merepresentasikan cara-cara
kita memahami dan menafsirkan pendidikan. Oleh sebab itu, ide-ide
Eisner tentang kognisi dan bentuk-bentuk representasi mendukung
pameran seni lukis dan seni instalasi, serta cara-cara mengetahui berbasis

399
Elliot Eisner (1933 - ...)

seni lainnya untuk mendorong pemaknaan dan pemahaman terhadap


konteks-konteks pendidikan. 5

Anak ... dilahirkan ke dunia ... belum bisa berpikir. Saya tahu
pendapat itu terdengar aneh. Anak bukan dilahirkan tanpa otak.
Otak bersifat biologis; pikiran bersifat kultural. Pikiran adalah
salah satu bentuk pencapaian kebudayaan. Jenis-jenis pikiran yang
dimiliki anak terutama dipengaruhi oleh kesempatan yang mereka
miliki dalam kehidupan. Kesempatan ini ... sangat dipengaruhi oleh
program dan pilihan yang ada selama masa kanak-kanak mereka. 6

Eisner juga memberikan tiga kontribusi penting pada reformasi


sekolah. Pertama, ia menuntut agar pendidikan melampaui cara-
cara berpikir teknokratik dan behavioristik. Contohnya, berkenaan
dengan tujuan pendidikan, Eisner mengusulkan agar para pendidik
mempertimbangkan "hasil-hasil ekspresif"-yakni, konsekuensi
kegiatan kurikulum--dalam perencanaan mereka. Eisner menunjukkan
bahwa mendorong rencana pelajaran yang hanya mempertimbangkan
hasil-hasil spesifik yang sempit tidak memungkinkan guru atau anak
didik untuk tumbuh melalui penemuan-penemuan yang tak diduga
(contohnya, menyaksikan pertunjukan teater dapat memunculkan respon
yang tak terduga).
Kedua, Eisner memperingatkan penggunaan slogan dalam pendidikan.
Ia merevitalisasi perhatian pada persoalan-persoalan: apa yang menjadi
dasar dalam pendidikan? Apa arti melek huruf? Apa yang dimaksud
dengan pikiran? Eisner mengkritik paradigma yang dominan di Amerika
Serikat sebagai "paradigma pabrik dan tempat perakitan" yang salah
mengartikan dan meremehkan kompleksitas kegiatan belajar-mengajar.
Sebaliknya, Eisner mendukung metafor biologis (dari teori-teori estetika
John Dewey, Suzanne Langer, Herbert Read, dan Nelson Goodman)
yang dimulai dengan pemahaman tentang hakikat manusia.
Singkatnya, pendekatan ini menekankan bahwa manusia.berinteraksi
dengan lingkungan terutama melalui indra, yang dirancang untuk
mendapatkan informasi secara selektif. Dengan interaksi itu terbentuklah
konsep. Pembentukan konsep, yang mendahului bahasa, tergantung pada
irnaji yang diambil dari objek indrawi. Ketika manusia mengungkapkan
diri, ia mengubah konsep tersebut menjadi bentuk-bentuk representasi,
yang bisa bersifat linguistik, musikal, atau visual. Tiap bentuk representasi

400
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

yang memungkinkan kita mengungkap beberapa hal, namun tidak


mengungkap yang lain akan muncul dan tersembunyi.
Dengan pandangan ini, Eisner menegaskan bahwa pelbagai gagasan
pokok dalam pendidikan perlu dipertimbangkan kembali. Melek
huruf, misalnya, tidak hanya merujuk pada membaca kata, melainkan
kemampuan untuk melakukan encoding (mengubah menjadi kode) dan
decoding (menerjemahkan dari kode) terhadap muatan pelbagai bentuk
representasi. Rasionalitas, yang umumnya dipahami bersifat logis, dapat
diartikan sebagai "latihan inteligensia dalam penciptaan atau pencerapan
unsur-unsur yang berkaitan dengan keseluruhan yang merangkum unsur-
unsur tersebut". 7 Oleh sebab itu, logika adalah bagian dari rasionalitas.
Kognisi, yang direduksi menjadi mengetahui kata-kata semata, dapat
dianggap sebagai proses mencapai kesadaran melalui indra. Eisner
menekankan bahwa indra sangat terkait dengan mengetahui. Lebih
lanjut, ia menunjukkan bahwa sekolah tidak membatasi pengetahuan
pada matematika dan bahasa proporsional (yang diukur dengan SATs
[Standard Assessment Tasks]). Anak didik dimungkinkan untuk belajar
melalui pelbagai bentuk representasi dan mengungkapkan dirinya dalam
beragam bentuk.
Ketiga, peran Eisner sebagai pluralis kognisi (yakni mereka yang
percaya bahwa piliran terbentuk secara sosial dan bahwa pengetahuan
dapat direpresentasikan dengan banyak cara). Eisner menunjukkan bahwa
pikiran yang dimiskinkan adalah pikiran yang hanya memiliki beberapa
sistem simbol atau bentuk representasi. Sekolah, menurut Eisner,
seharusnya membantu anak menciptakan makna dari pengalaman,
dan untuk itu diperlukan pendidikan yang menekankan pada indra,
pembentukan konsep melalui pelbagai bentuk representasi, aktivitas
pemaknaan, dan imajinasi. Eisner juga ingin agar sekolah membantu anak
mewujudkan potensi khasnya, yakni dengan menggali "keistimewaan-
keistimewaan produktif".

Mungkin saja bagi semua orang untuk membayangkan sejenak


seekor kuda yang sedang berjalan. Sekarang ubahlah menjadi
kuda yang berwarna biru dan bersayap. Memang tidak mungkin
ada kuda berwarna biru dan bersayap, tetapi kita dapat melakukan
konseptualisasi untuk memunculkan kemungkinan-kemungkinan
yang tidak pernah kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan khusus untuk berimajinasi-yaitu, mengolah apa

401
EUiot Eisner (1933 - .••)

saja dengan membayangkan-bagi saya, merupakan persoalan


"mendasar" dalam pendidikan. Agar kebudayaan dapat tetap hidup,
kemampuan berimajinasi harus tumbuh-kecuali anak-anak atau
orang dewasa memiliki kemampuan untuk mengubah apa saja
menjadi hal-hal yang mungkin diperoleh dalam suatu kebudayaan
yang statis. 8

Sumbangan pemikiran Eisner yang abadi adalah mereforrnasi cara


kita berpikir tentang seni dan pendidikan. Dengan perspektifnya, cara
berpikir tentang seni dan pendidikan sangat penting untuk mencapai
kehidupan yang utuh dan bahagia. Eisner bukan sekadar mernadukan
pendidikan dengan seni, tetapi juga membuat seni menjadi inti dari misi
sekolah:

Seni dapat memberikan pengetahuan dan rangsangan; seni juga


menantang dan memberi kepuasan. Seni tidak terbatas di galeri,
gedung konser, dan teater. Seni dapat ditemukan kapan pun manusia
bergaul intim dan memberikan perhatian penuh pada kehidupannya.
Inilah pelajaran terbesar dari seni dalam pendidikan, yakni pelajaran
bahwa kehidupan itu sendiri dapat dianggap sebagai karya seni.
Dalam kehidupan, pembuat dibuat kembali. Pembuatan ulang atau
penciptaan kembali ini merupakan inti proses pendidikan. 9

Eisner benar-benar seorang senirnan pendidikan yang kesuksesan


dan prestasinya adalah memperbaharui pendidikan pada sepertiga
terakhir abad ke-20 ini.

Catatan
1. Eisner, ''My Educational Passions", dalam D.L. Burleson (ed.), Reflections: Personal
Esstqs I?J 33 Distin!Jiished Educators (Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa
Educational Foundations, 1991), hhn. 137.
2. Kutipan dati sebuah pidato (''Minding the Arts'') yang disampaikan di University
of Denver, Denver, Colorado, pada Januati 1998.
3. Eisner, ''Teaching Art to the Young: A Curriculum Development Project in Art
Education", November 1969, Stanford University.
4. G. Madaus dan T. Kellaghan, "Curriculum Evaluation and Assessment", dalam
P. Jackson (ed.), Handbook of Research on Curriculum (New York: Macmillan,
1992), hlm. 119-154.

402
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

5. Lihat Eisner, "The Promise and Perils of Alternative Forms of Data


Representation" (Educational Researcher, 26, 6, August-September, 1997). Juga,
"The Eisner-Gardner Debate: Should a Novel Count as a Dissertation in
Education" (Research in the Teaching of English, 30, 4, 1996).
6. Teks dati sebuah pidato ("Minding the Arts'') yang disampaikan di University
of Denver, Denver, Colorado, padaJanuari 1998.
7. Eisner, The Enlightened Eye: Qualitative Inquiry and the Enhancement of Educational
Practice (New York: Macmillan, 1991).
8. Teks dati sebuah pidato ("Minding the Arts'') yang disampaikan di University
of Denver, Denver, Colorado, pada Januari 1998.
9. Eisner, The Kind of School We Need (Portsmouth, New Hampshire: Heinemann,
1998), hlm. 56.

Lihat juga
Dalam buku ini: Read.
Dalam Fifty Mqjor Thinkers on Education: Dewey.

Karya-karya utama Eisner


Educating Artistic Vision, New York: Macmillan, 1972.
"Examining Some Myths in Art Education", Studies in Art Education, 15, 2, 1973-
1974, hlm. 7-16.
Coflicting Conceptions of Curriculum, E.W Eisner dan E. Vallance (ed.), Berkeley,
California: McCuthcan Publishing Corporation, 1974.
The Educational Imagination: On the Design and the Evaluation of School Programs, New
York: Macmillan, edisi ketiga, 1994 (edisi sebelumnya 1985, 1979).
Cognition and Curriculum Reconsidered, New York: Teachers College Press, 1994
(edisi asli Cognition and Curriculum: A Basis for Deciding What to Teach, London:
Longman, 1982).
"The Art and Craft of Teaching", Educational Leadership, 40, 4 Januari, 1983, hlm.
4-13.
The Art of Educational Evaluation: A Personal View, London: The Falmer Press,
1985.
Learning and Teaching the Wtrys of Knowing, Elliot W Eisner (ed.), Eighty-fourth
Yearbook of the National Society for the Study of Education, Chicago, Illinois:
University of Chicago Press, 1985.
The Role of Discipline-based Art Education in America's Schools, Los Angeles, California:
The Getty Center for Education in Arts, 1987.
"The Primacy of Experience and the Politics of Method", Educational Researcher,
17, S,Juni-Juli, 1988, hlm. 15-20.

403
Elliot Eisner (1933 - ...)

Qualitative Inq11iry in Education: The Continuing Debate, Elliot W Eisner dan Alan
Peskhin (eds.), New York: Teachers College Press, 1990.
"Taking a Second Look: Educational Connoisseurship Revisited", Evaluation
and Education at Quarter Century, National Society for the Study of Education
Yearbook, Dennis Phillips dan Milbrey McLaughlin (ed.), Chicago, Illinois:
University of Chicago Press, 1991.
The Kind of Schools We Need, Portsmouth, New Hampshire: Heinemann, 1998.

Bacaan lebih lanjut


"An Interview with Elliot Eisner". Desember 1987-Januari 1988. Educational
Leadership, 45, 4.
Barone, T.E. 1996. "From the Classrooms of Stanford to the Alleys of Amsterdam:
Elliot Eisner as Pedagogue", dalam C. Kridel, R. Bullough Jr, dan P. Shaker (ed.),
Teachers and Mentors: Profiles of Distinguished ](Jb Century Prrifessors rf Education.
New York: Garland Publishing.
Jackson, P. (ed.). 1992. Handbook of Research on Curriculum. New York: MacMillan.
Jaeger, R. (ed.). 1997. Complementary Methods of Educational Research. New York:
Macmillan.
William Pinar, W, Reynolds, W, Slattery, P., dan Taubman, P. 1995. Understanding
Ct~rriculum. New York: Peter Lang.

404
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

JOHN WHITE
(1934- ... )
~==~~~~~~~~~==~

Eamonn Callan

Bukan hanya guru dan orang tua yang bertanggungjawab memikirkan


tujuan pendidikan, melainkan setiap warga berkepentingan
dengannya. ''Akan seperti apa masyarakat kita?" adalah pertanyaan
yang tidak dapat mereka elakkan. Pertanyaan ini berkaitan erat
dengan pertanyaan tentang pendidikan, sehingga kedua pertanyaan
tersebut tidak dapat dipisahkan ... 1

John White mulai menonjol dalam riset pendidikan saat menjadi


anggota suatu kelompok filsuf pendidikan yang dipimpin Profesor
RichardS. Peters di Institute of Education, University of London selama
tahun 1960-an. Di bawah kepemimpinan Peters, kelompok tersebut
menghidupkan kembali filsafat pendidikan Inggris dengan menerapkan
metodologi filsafat analitik pada permasalahan-permasal.ahan pendidikan.
White terlibat dengan lembaga tersebut sepanjang karirnya sampai
pensiun dari jabatan ketua pada 2000. Ia adalah suami Patricia White,
anggota penting lainnya dari kelompok yang dipimpin Peters tersebut.
Keduanya memiliki minat pada filsafat yang sama dan karya-karya mereka
juga sangat berpengaruh.

405
John White (1934 - ...)

Kepemimpinan intelektual White dalam filsafat pendidikan Inggris


sudah banyak diakui. Anggota pendiri dan sekarang menjadi Wakil
Presiden Kehormatan Philosophy of Education Society of Great
Britain ini telah lama bekerja sebagai anggota dewan editor Journal if
Philosopf?y if Education, dan menjadi penulis tetap pada jurnal itu sejak
awal penerbitannya. Ia seorang penulis produktif yang karya-karyanya
sangat beragam, mulai dari persoalan pendidikan yang berkaitan dengan
filsafat pikiran dan estetika sampai perdebatan kebijakan pendidikan
di koran-koran Inggris. Bersama Peter Gordon, White juga menulis
sebuah buku tentang Idealisme Inggris, dan pengaruhnya terhadap
kebijakan pendidikan sebelum Perang Dunia I, yakni Philosophers as
Educational Riformer. Karyanya yang palingakhir memaparkan pelbagai
topik: pendidikan dan identitas nasional, penilaian (assessment), masa
depan dunia kerja, dan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence)
dati Howard Gardner.
Selain memiliki minat yang sangat luas, kontinuitas intelektual
White juga dapat dilihat dalam tulisan-tulisannya. Perhatian utamanya
adalah mengidentifikasi sasaran pendidikan yang sesuai dengan kondisi
masyarakat, yang tidak dapat mempertahankan klaim-klaim pengetahuan
dan otoritas etis-bentuk norma politik liberal -sehingga warga
masyarakat harus menemukan kehidupan yang bermakna di dunia
dengan kebudayaan yang selalu berubah serta teknologi yang rumit.
Esai-esai awal White ditulis dengan gaya analitik yang hati-hati, dan
menunjukkan pengaruh Peters terhadap akademisi Inggris. Esai-esai awalnya
juga merupakan contoh dari gaya analitik semacam itu. Karyanya tentang
kreativitas, inteligensia, dan indoktrinasi merupakan analisis konseptual,
kendati dalam tiap karya White-seperti karya Peters-pemetaan batas-batas
konseptual berpadu dengan pemahaman yang tajam tentang bagaimana
analisis dapat menyelesaikan kerancuan dalam praktik pendidikan. Buku
pertama White, Towards a Compulsory Curriculum (1973), memperlihatkan
perbedaan metodologis dengan fase awal filsafat analitik untuk pendidikan
di Inggris dan menjadi awal bagi tema-tema utama dalam karirnya.
Towards a Compulsory Curriculum kurang berisi analisis konseptual.
Buku tersebut mendukung kurikulum wajib lain-yaitu, kurikulum
yang memadukan pelbagai mata pelajaran yang diperlukan dengan
memberikan kebebasan kepada anak didik untuk memilih-yang
didasarkan pada cita-cita otonomi pribadi. Cita-cita tersebut tertanam

406
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

dalam subjektivisme etis (yakni, tidak ada yang memiliki nilai instrinsik
dalam abstraksi keinginan atau pilihan agen). Pembedaan epistemologis
antara aktivitas-aktivitas sebagai objek-objek pilihan (yaitu, antara objek
yang dapat dipilih dengan objek yang tak dapat dipilih, secara sadar tanpa
pengalaman langsung) .memungkinkan White mendukung kurikulum
yang dianggapnya merupakan sumbangan penting bagi perkembangan
otonomi. Kurikulum wajib harus terfokus pada aktivitas yang tidak dapat
dipilih secara sadar tanpa pengalaman langsung karena merupakan cara
paling efektif untuk menambah cakupan pilihan anak didik ketika mereka
memilih hldup sebagai orang dewasa yang otonom.
Upaya menemukan dasar pemikiran filosofis bagi struktur dan
muatan kurikulum merupakan inti filsafat analitik untuk pendidikan
selama pada 1970-an. Namun, Toward a Compulsory Curriculum sangat
berbeda dengan teori-teori yang dikembangkan Peters, P.H. Hirst, dan
yang lain. Kendati doktrin epistemologis disampaikan dalam argumen
kurikulum White sebagai premis penting, dasar argumennya adalah
erika, yakni bahwa persoalan hakikat nilai manusia dan kehidupan yang
baik merupakan kunci untuk memahami pendidikan pada umumnya,
dan peran sekolah pada khususnya. Peters dan Hirst bergelut dengan
pengetahuan dan nalar sebagai permasalahah filsafat terpenting dalam
menentukan muatan pendidikan, namun White memilih jalur lain.
Otonomi, keb_aikan manusia, dan kurikulum sekolah dibahas lagi
dalam karya penting White selanjutnya, The Aims of Education Restated.
Konsepsi otonominya didasarkan pada argumen yang dikembangkan
John Rawls dalam A Theory of Justice, di mana kesejahteraan individu
didefinisikan sebagai pilihan yang diambil setelah melalui proses
perenungan terhadap pilihan-pilihan yang ada. White menyatakan bahwa
otonomi diperlukan demi kebahagiaan individu sebab tanpa otonomi,
anak akan terjebak dalam konflik keinginan atau ia akan mencari otoritas
penengah (arbitrer) untuk menyelesaikan konflik tersebut. Otoritas itu
harus bersifat arbitrer dalam konteks ini karena tanpa pengetahuan erika,
tidak ada penilaian etis yang bermanfaat bagi kehormatan seseorang.
Namun, White sangat menyadari persoalan, pendefinisian kebaikan
untuk semua individu dengan melebih-lebihkan nilai refleksi. Persoalan
utama yang diakuinya adalah definisi tersebut mengaburkan keutuhan
hidup yang ditemukan kebanyakan orang dalam cara hldup yang relatif
tak reflektif. Persoalan tersebut ditemukan dalam argumen White untuk

407
John White (1934 - ...)

kurikulum yang mengutamakan keseimbangan antara "menciptakan


antusiasme" dan mendorong kedalaman reflekti£
The Aims of Education Restated juga membahas kaitan antara
kehidupan yang baik dan masyarakat yang baik secara lebih tersurat dan
lebih mendalam daripada yang dilakukan White sebelurnnya. Pendidikan
untuk otonomi diri dijabarkan dalam konteks luas meliputi tujuan
persekolahan yang berkaitan dengan ekonomi dan kewarganegaraan,
perlunya memadukan kepentingan pribadi dalam kehidupan otonom
dengan altruisme (sikap lebih mementingkan orang lain daripada diri
sendiri-penerjemah) untuk m~·mpertahankan kebaikan bersama,
bdajar seumur hidup, dan komunitas sebagai konteks untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Dengan ambisi dan keinginan kuat untuk
menguraikan persoalan-persoalan yang sangat normatif, The Aims rf
Education Restated meninggalkan batasan-batasan tradisi filsafat analitik
Inggris yang dikembangkan Peters. Di satu sisi, buku tersebut diam-
diam menggunakan konsepsi luas tentang peran filsuf pendidikan
sebagai sumber penilaian normatif, yakni suatu konsepsi resmi dalam
filsafat pendidikan sebelum adanya pengaruh analisis (konseptual). Di
sisi lain, usaha White untuk memahami praktik pendidikan berdasarkan
prinsip-prinsip etika-politik yang abstrak melanjutkan perkembangan
revolusioner dalam filsafat moral dan politik, di mana Rawls dan filsuf-
filsuf lain menunjukkan tetap diperlukannya pandangan filsafat lama
ten tang substansi (bukan hanya definisi) yang benar dan yang baik demi
kekuatan analitik.
Education and The Good Life meninjau kembali ide-ide utama dari
buku White sebelurnnya dengan merenungkan pengaruh beberapa karya
menonjol tentang filsafat moral dan politik selama 1980-an, terutama
The Morality rf Freedom karya Joseph Raz dan Ethics and the Limits rf
Philosopf?y karya Bernard William. Namun, Education and The Good Life
menjadi polemik politik meskipun memberikan sumbangan bagi filsafat
pendidikan. Subjudulnya-Bryond the National Cuniatlum--menunjukkan
kepentingan White untuk mengarahkan wacana publik mengenai
pendidikan agar melampaui kontroversi dangkal di sekitar kurik-ulum
wajib yang baru saja diperkenalkan di sekolah-sekolah di Inggris dan
Wales. Kurikulum itu telah diperkenalkan pada 1988 oleh pemerintahan
Partai Konservatif. White menganggap kurikulum tersebut sebagai
beban koersif yang sewenang-wenang, yang memadukan pelbagai araban

408
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

khusus tanpa dasar pemikiran dan menggantikan arahan yang bersumber


dati prinsip-prinsip pemerintahan demokratik liberal. Tujuan dati buku
White itu adalah mengkritik kurikulum nasional yang sedang berlaku
dan menyusun kurikulum alternatif yang berakar dalam nilai-nilai utama
masyarakat bebas.
Argumen untuk otonomi dalam tulisan White sebelumnya
didasarkan pada alasan-alasan yang dimaksudkan untuk penerapan
universal. Rasa hormat berlebihan terhadap otoritas etis, kerentanan
kita terhadap keinginan-keinginan yang bertentangan dan bisa
melumpuhkan pertimbangan yang mendalam, ketergantungan kebebasan
pada pemahaman terhadap pilihan-pilihan-adalah pertimbangan-
pertimbangan yang dimaksudkan agar otonomi berlaku untuk semua
manusia di mana saja dan kapan saja. Namun, di bawah pengaruh Raz
dan William, White menguraikan kembali gagasan otonominya untuk
merefleksikan pemahaman yang lebih historis dan lebih peka terhadap
konteks tentang arti penting pendidikan dan politik. Menurut White,
aspek-aspek struktural tertentu dati demokrasi liberal yang ditopang
teknologi maju telah mendptakan "lingkungan yang mendukung
otonomi", di mana kesejahteraan individu dan otonomi cenderung
selaras. Dalam masyarakat tradisional, kehidupan yang otonom dan
kehidupan yang baik mungkin saja sangat berbeda, namun justru
dari kekakuan masyarakat tradisional yang merupakan masa lalu tak
terulang itulah kecenderungan-kecenderungan kuat dalam masyarakat
kontemporer berasal.
White tidak hanya menggunakan pandangan Raz dan William
bahwa kehidupan otonom adalah kebutuhan sosiologis. Ia sadar bahwa
situasi sosial saat ini cukup mendukung berkenaan dengan kehidupan
yang tak reflektif, di mana kesetiaan yang membabi buta pada struktur
konvensional sangat mungkin muncul dan meluas. Klaimnya adalah
bahwa cita-cita otonomi sudah inheren dalam struktur politik dan sosial
yang ada, yakni tanggung jawab kita saat hidup pada struktur tersebut
tidak dapat dipenuhi tanpa pengembangan otonomi. Otonomi dianggap
perlu bukan hanya untuk alasan-yang-menyangkut-diri-sendiri (se!f
regarding reasons), yakni keutuhan hidup seseorang tidak mungkin dicapai
dalam keadaan ini tanpa otonomi, tetapi juga alasan-yang-menyangkut-
orang-lain (other-regarding reasons), yakni seseorang tidak akan membantu
tercapainya keutuhan hidup orang lain tanpa otonomi. White memang

409
John White (1934 - ...)

meragukan adanya pembedaan tajam antara alasan-yang-menyangkut-


diri-sendiri dan alasan-yang-menyangkut-orang-lain dalam pendidikan
untuk otonomi, dengan beranggapan bahwa proses itu adalah penyatuan
kepentingan pribadi dengan altruisme sekaligus memperoleh kemampuan
reflektif yang diperlukan individu untuk menengahi alasan-alasan yang
bertentangan.
Namun, jika kesejahteraan otonom merupakan nilai pendidikan
yang utama dalam masyarakat be bas, kurikulum nasional tetap dianggap
sebagai kurikulum yang pada dasarnya tak liberal dan tak demokratik
karena menjadi bagian dari skema nilai utilitarian yang sempit, di
mana tujuan utamanya adalah mengarahkan anak pada lapangan
kerja dalam perekonomian yang sangat maju. Dari persoalan itulah,
White memaparkan kurikulum alternatif, untuk memilih pengetahuan
berdasarkan kontribusinya pada watak personal yang membentuk
karakter otonom. White memberikan tempat khusus pada seni dalam
kurikulum ini karena kekuatannya untuk memperkaya pemahaman kita
ten tang konflik nilai, yaitu suatu kekuatan yang hanya bisa diberikan seni
tanpa otoritas religius dan politik utopia. Tema khusus tersebut kemudian
dikembangkan White dalam Pidato Pengukuhan sebagai Ketua Jurusan
Filsafat Pendidikan di Institute of Education yang berjudul Education
and Personal Well-Being in a Secular Universe.
Bryond the National Curriculum membantah ide bahwa sekolah
hanyalah penyedia tenaga kerja. Namun, buku terse but tidak mengajukan
pertanyaan bagaimana pendidikan untuk kesejahteraan otonom
dipertautkan dengan pekerjaan yang akan dijalankan anak saat dewasa
kelak. Pertanyaan itu baru muncul dalam Education and the End if Work,
sebuah esai provokatif ten tang masa depan pekerjaan dalam masyarakat
posindustri, dan pendidikan yang mempersiapkan anak untuk masa
depan terse but. White membedakan peketjaan otonom, yaitu aktivitas yang
dijalankan untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai intrinsik,
dan otonomi dalam peketjaan, yakni pekerjaan yang ditentukan sendiri, apa
pun nilai produk akhir tersebut. Pekerjaan otonom merupakan konsep
penting bagi White, dan pendapatnya tentang "berakhirnya pekerjaan"
adalah argumen untuk berakhirnya pekerjaan heteronom sebagai praktik
yang menghambat pertumbuhan otonom. Sehingga, "pendidikan untuk
mendapatkan pekerjaan" tidak sekadar bersifat kejuruan. Pendidikan
seperti itu juga bukan merupakan perencanaan karir jangka panjang

410
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

karena ketidakstabilan ekonomi posindustrial membuat perencanaan


tersebut menjadi berlebihan. Konsepsi yang tepat tentang "pendidikan
untuk mendapatkan pekerjaan" mensyaratkan agar anak dan remaja
diperkenalkan pada pelbagai kemungkinan pekerjaan otonom, beserta
konteks erika, ekonomi, dan teknologinya.
Kontribusi penting White adalah memicu revolusi dalam filsafat
moral dan politik menjadi sebuah disiplin, yang telah diubah Peters dalam
tranformasi analitik sebelumnya selama 1960-an. Filsafat pendidikan
telah memantapkan vitalitasnya di Inggris dan lrlandia terutama karena
revolusi kedua itu, dan White tetap menjadi salah seorang tokohnya
yang terkemuka.

Catatan
1. White, The Aims rif Education Restated (London: Routledge & Kegan Paul, 1982),
hlm. 1.

Lihat juga
Dalam buku ini: Hirst, Peters.

Karya-karya utama White


Towards a Compulsory Curriculum, London: Routledge & Kegan Paul, 1973.
The Aims rif Education Restated, London: Routledge & Kegan Paul, 1982.
Education and the Good Life: Bryond the National Curriculum, London: Kogan Page,
1990.
Education and Personal Well-Being in a Secular Universe, London: University of London
Institute of Education, 1994.
Education and the End rif Work, London: Cassell, 1997.

Bacaan lebih lanjut


Callan, Eamonn. 1988. AutonO"!J and Schooling. Montreal and Kingston.
Clayton, Matthew. 1993. "White on Autonomy, Neutrality and Well-Being",Jo11171al
rif Phihsopi?J rif Education, 27, hlm. 101-112.
Thompson, Keith dan White, John. 1975. Curricu!Nm Devehpment: a Diah!!fle belllleen
Keith Thompson andJohn White. London: Pitman.

411
Lee S. Shulman (1938 - ...)

LEES. SHULMAN
(1938- ... )
-==Ov~~~~"v"v"v~

Pam Grossman dan Sam Wineburg

Mengikuti pandangan Aristoteles, kita menyatakan bahwa pengujian


tertinggi bagi pemahaman adalah pada kemampuan melakukan
transformasi pengetahuan menjadi pengajaran. Mereka yang bisa
melakukannya, lakukanlah. Mereka yang memahami, ajarkanlah. 1

Riset berpangkal dati keheranan dan keingintahuan, serta berujung


dalam pengajaran. 2

Lee S. Shulman senantiasa mendukung pentingnya pengajaran pada


semua jenjang, mulai dati taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Ia dikenal karena karya-karya empiris dan teoretisnya tentang
kognisi guru, pengetahuan dasar untuk mengajar-termasuk konsep
"pengetahuan bermuatan pedagogi"-dan mendorong pendidikan
mengajar pada jenjang pendidikan tinggi. Setelah meraih gelar profesor
di Michigan State University dan Stanford University, Shulman menjabat
Presiden Carnegie Foundation for Advancement of Teaching.

412
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Lee S. Shulman dilahirkan dan dibesarkan di Chicago sebagai satu-


satunya putra pasangan imigran Yahudi pemilik sebuah toko makanan
kecil. Setelah lulus dari yeshiva high school (yang mem.adukan pendidikan
sekuler dengan keagamaan), Shulman mendapat beasiswa untuk belajar
di University of Chicago.
Selama karirnya, Shulman tidak pernah mengabaikan arti penting
m.ata pelajaran dalam pelbagai pembahasan tentang pengajaran. :M.inatnya
pada pengajaran dan keterlibatan beragam disiplin ilmu mulai tumbuh
manakala ia mengikuti program undergraduate di college di University of
Chicago dengan konsentrasi filsafat, dan program doktoral di Jurusan
Pendidikan University of Chicago dengan bimbingan Benjamin S.
Bloom dan Joseph J. Schwab. Shulman sangat dipengaruhi oleh gagasan
Schwab tentang struktur beragam disiplin ilmu-konsep, tradisi, dan
piranti yang digunakan disiplin ilmu untuk membuat klaim, menguji
pengetahuan, dan menentukan kualitas sumbangannya. 3 Penafsiran
sastra tidak sama dengan bukti ilmiah. Konsep kausalitas dalam biologi
tidak sama dengan gagasan kausalitas dalam sejarah. Perkenalan awal
dengan perbedaan-perbedaan keilmuan ini terbukti menjadi benang
merah karir Shulman.
Tugas akademik pertam.anya adalah di Michigan State University, di
sana ia bergabung dengan fakultas pendidikan. Salah satu pengalaman
pertamanya sebagai profesor asisten adalah sebagai pencatat dalam
suatu konferensi tentang "belajar dengan menemukan" (learning l!J
discovery). Konferensi ini dihadiri oleh tokoh-tokoh terkenal, antara lain
David Hawkins, Lee J. Cronbach,Jerome Kagan, dan Jerome S. Bruner.
Shulman menyunting sebuah buku yang diambil dari hasil konferensi
tersebut dan menganggap pengalamannya tersebut telah membangkitkan
kesadaran pertam.anya akan kearifan praktik.4
Salah satu sumbangan awal Shulman yang terkenal muncul dari
kerja sarna dengan sejawatnya dari jurusan kedokteran sekaligus mantan
kawan sekam.amya saat di college dulu, Arthur Elstein. Dalam suatu kajian
yang dikenalluas, Shulman dan rekan-rekannya meneliti pemikiran
ahli diagnostik medis ketika sedang melakukan diagnosis klinik. 5 Dua
tema penelitian berikut ini menjadi tema utama dalam karya-karya
Shulman selanjutnya, yakni (1) fokus pada kognisi dalam kondisi
ketidakpastian saat menjalankan praktik profesional; dan (2) ranah
keahlian khusus. Para ahli diagnostik tidak berperilaku sebagaimana

413
Lee S. Shulman (1938 - ...)

diperkirakan psikolog atau pendidik mereka. Alih-alih mengumpulkan


data yang banyak sebelum membuat suatu hipotesis, para ahli diagnostik
membuat beragam hipotesis dan berusaha membuktikan salah satu di
antaranya. Shulman dan rekan-rekannya menyadari bahwa para dokter
memahami kompleksitas tugasnya dan menggunakan pengetahuan serta
pengalaman untuk membimbing mereka. Kajian ini memperkuat kearifan
para praktisi, bahkan ketika tindakan mereka bertentangan dengan
pemahaman para psikolog, sebagaimana dipaparkan Shulman:

Tantangannya adalah berada pada sudut pandang para praktisi,


untuk melihat dunia seperti yang mereka lihat, kemudian memahami
bagaimana mereka menentukan permasalahan, definisi situasi, dan
kemudian membiarkan mereka bertindak. 6

Perhatian dan penghargaannya pada kearifan praktik menunjukkan


karakter penelitiannya. Temuan penting kedua dari kajian terse but adalah
bahwa spesialisasi dokter memengaruhi keahlian diagnosis mereka.
Tidak ada kategori "umum" untuk ahli diagnostik yang handal. Para
dokter hanya menunjukkan keahlian dalam bidang khusus mereka. Tema
keahlian khusus dalam kedokteran dan pengajaran mewarnai seluruh
karya Shulman.
Shulman percaya bahwa pengajaran tidak kurang rumit daripada
kedokteran, dan bahwa para guru-seperti dokter-secara aktif
mengumpulkan data dan membuat keputusan yang memengaruhi
praktik mereka. Pengakuan Shulman terhadap kompleksitas kognitif
praktik mengajar menentukan laporan panel yang diserahkan pada
National Institute of Education berisi masa depan riset pendidikan, dengan
judul Teaching as Clinical Information Processing. 7 Laporan ini menanggapi
pandangan bahwa pengajaran adalah praktik yang bisa dipahami melalui
daftar berisi keterampilan dan perilaku tertentu. Laporan NIE tersebut
menjabarkan pengajaran sebagai aktivitas terencana yang kompleks dan
memiliki banyak sisi-sebuah rumusan yang memacu perubahan dalam
riset pengajaran. 8 Pada waktu itu, Shulman dan Judith Lanier bersaing
dengan Stanford University untuk mengelola sebuah pusat penelitian
tentang pengajaran yang dibiayai US Department of Education. Shulman
dan sejawatnya memenangi persaingan tersebut dan mernindahkan
Institute for Research on Teaching ke Michigan State University.

414
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Kendati Shulman memuji riset tentang kognisi guru yang baru


muncul, ia menganggap bidang kajian tersebut masih membutuhkan
perhatian perihal muatannya. Salah satu usaha awal Shulman untuk
memetakan program riset mata pelajaran khusus diungkapkannya
dalam artikel berjudul "Psychology of School Subjects: A Premature
Obituary" (1974). Dalam esai ini, Shulman mengklaim bahwa sudah
saatnya bagi para peneliti pendidikan untuk meninggalkan pendapat
Thorndike tentang hukum-hukum belajar yang mencapai keumuman
dengan mengabaikan muatan mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.
Sebagai penggantinya, Shulman menggunakan gagasan RK. Merton
tentang teori-teori "menengah" (middle range theories), yaitu teori-teori
sederhana yang lebih fleksibel dan disesuaikan dengan pelbagai masalah
pendidikan, seperti, bagaimana anak-anak mampu mengetahui bilangan
pecahan, bagaimana remaja memperoleh perspektif sejarah, atau
bagaimana guru mengembangkan cara untuk memunculkan minat anak
didik pada sastta. Pendapat Shulman tersebut menanggapi pendekatan
yang banyak digunakan saat itu, yakni pendekatan behavioural (yang
menolak semua pemikiran) atau pendekatan penyelesaian masalah umum
(yang menghapuskan pembedaan mata pelajaran), seperti psikologi
pembelajaran Robert Gagner. Shulman mengusulkan metodologi
campuran dalam riset pendidikan dengan mendorong para sejawatnya
untuk menerapkan pendekatan observasional dan etnografik guna
memahami kompleksitas belajar-mengajar.
Esai Shulman tersebut juga memperlihatkan perhatian Shulman pada
metode yang tepat untuk kajian pengajaran. Setelah mengakui kerumitan
mengajar, muncul persoalan tentang bagaimana memahami fenomena
tersebut. Bagaimana peneliti mengkaji pengajaran di kelas dengan
semua persoalan yang ada? Sudut pandang apa yang mereka gunakan
untuk memfokuskan pengkajiannya? Apa peran disiplin ilmu tradisional
dalam kajian pengajaran itu? Dalam artikel sebelumnya, "Reconstruction
of Educational Research", Shulman menjabarkan dasar-dasar untuk
mempertimbangkan metode yang tepat bagi kajian pengajaran. Dalam
ulasan tentang kajian pengajaran itu, Shulman meminta para peneliti
untuk memahami arti penting faktor-faktor lingkungan. Menurut
Shulman, "Hanya melalui penelitian berpusat-pada-lingkungan-lah para
ilmuwan behavioral dapat mengembangkan istilah-istilah yang memadai
untuk menggambarkan atribut-atribut yang relevan dengan pendidikan

415
Lee S. Shulman (1938 - ...)

pada proses bela jar dalam suatu lingkungan."9 Artikel tersebut menandai
pergeseran dalam psikologi pendidikan menuju perspektif-perspektif
yang lebih kontekstual, serta menunjukkan versi awal dari kajian kearifan
praktik. Sepanjang karirnya, Shulman selalu mengajukan pertanyaan
tentang hubungan an tara tujuan, pertanyaan, lingkungan (settin~, peneliti,
dan metode riset dalam kajian pendidikan. 10
Dalam "Paradigms and Research Programs in the Study of
Teaching", Shulman mengajukan pandangan ringkas tentang riset
pengajaran. Dalam kritiknya tersebut, Shulman kembali pada tema
perbedaan mata pelajaran dengan mengklaim adanya "paradigma yang
hilang". Dian tara ratusan riset pengajaran dalam Handbook if Research on
Teaching edisi ke-3, terdapat beberapa kajian yang secara serius membahas
tuntutan dan tantangan untuk mengajarkan mata pelajaran tertentu-
bagaimana guru sekolah dasar menghadapi pertanyaan mengenai angka-
angka negatif, atau bagaimana guru sejarah menghadapi kecenderungan
anak untuk mencari "jawaban yang benar" dalam penafsiran sejarah.
Shulman menan tang para peneliti untuk menemukan "paradigma yang
hilang" dalam riset pengajaran. 11
Shulman pindah ke Stanford University pada 1982, di mana
ia menjadi Charles E. Ducommun Prifessor if Education. Dalam karir
awalnya di Stanford, Shulman melakukan studi longitudinal tentang
pertumbuhan pengetahuan dalam pengajaran dengan menelusuri
perubahan pengetahuan guru manakala mereka menyelesaikan program
pendidikan dan mulai mengajar. Selama studi ini, Shulman dan sejawatnya
mengembangkan konsep pengetahuan bermuatan pedagogi (pedagogical
content knowledge). 12 Studi ini menjembatani perbedaan pengetahuan
mata pelajaran (suiject matter knowledge) dengan pengetahuan pedagogi
umum (generic knowledge if pedagogy). Dalam pidato sebagai ketua yang
disampaikan pada forum American Education Research Association
pada 1985, Shulman pertama kali mendefinisikan hakikat pengetahuan
bermuatan pedagogi:

Dalam kategori pengetahuan bermuatan pedagogi, saya


menggunakan representasi ide yang paling jelas disertai analogi,
ilustrasi, contoh, penjelasan dan peragaan yang paling tepat-atau
cara menyajikan dan merumuskan mata pelajaran yang dapat
dipahami-untuk topik-topik yang diajarkan secara teratur dalam

416
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

suatu mata pelajaran. . . . Pengetahuan bermuatan pedagogi juga


meliputi pemahaman tentang apa yang membuat mempelajari
topik-topik tertentu menjadi mudah atau sulit, yakni konsepsi dan
prakonsepsi anak didik dengan beragam usia dan latar belakang
saat mempelajari pelajaran dan topik yang paling sering diajarkan.
Jika prakonsepsi tersebut adalah kesalahan konsepsi yang sering
terjadi, guru memerlukan pengetahuan tentang strategi yang
paling bermanfaat untuk mengatur pemahaman anak didik, sebab
anak didik tidak mungkin menghadapi guru dengan pikiran yang
kosong. 13

Inti konsep tersebut adalah pengetahuan khusus yang hanya dirniliki


guru, yaitu kategori pengetahuan yang dapat membedakan antara peneliti
dalam suatu bidang kajian dengan mereka yang bertanggung jawab
mengajarkannya. Meskipun sejarawan dan guru sejarah memahami peran
dokumen dalam membentuk penafsiran sejarah, hanya guru sejarah
yang mengetahui kepercayaan terhadap teks yang climiliki anak didik
saat menghadapi dokumen. Walaupun ilmuwan biologi dan guru biologi
memiliki pengetahuan yang sama mengenai fotosintesis, hanya guru
biologi yang sanggup mengerti pelbagai kesalahan konsepsi anak didik
tentang fotosintesis. Konsep pengetahuan bermuatan pedagogi menentang
kepercayaan bahwa guru yang baik dapat mengajarkan apa pun, serta
melawan gagasan bahwa pengetahuan mata pelajaran itu saja sudah memadai
untuk paktik mengajar.
Minat Shulman pada pengetahuan guru bertalian dengan
keinginannya untuk membuat pengajaran menjadi sebuah profesi. Salah
satu ciri khas profesi tradisional ini adalah adanya dasar pengetahuan
khusus, namun pelbagai diskusi tentang dasar pengetahuan mengajar
justru bersifat sangat praktis. Ciri khas lain dari profesi tersebut
adalah kemampuan pengajar untuk mengatur dan menilai dirinya
sendiri. Sampai saat ini, pengajaran dinilai pengelola pendidikan
dengan menggunakan tolok ukur yang mencerminkan pandangan
behavioral tentang pengajaran. Pada 1986, Shulman bersama sahabat
sekaligus sejawatnya, Gary Sykes, mengajukan proposal pada Carnegie
Corporation berisi rencana awal pembentukan dewan pengajaran
nasional. Carnegie menerima us ulan tersebut dan melaksanakan Teacher
Assessment Project, yaitu sebuah proyek penelitian dan pengembangan
di Stanford yang menyusun penilaian berdasarkan kinerja (petjormance-

417
Lee S. Shulman (1938 - ...)

based assessment) untuk pengajaran. Alih-alih memakai tes pilihan ganda


sebagai pendekatan (proksi) terhadap pengetahuan guru, Shulman dan
para sejawatnya mengembangkan ujian penilaian berisi sekumpulan tugas
yang kompleks dan memiliki banyak segi sekaligus diupayakan mendekati
kerumitan kegiatan mengajar. 14 Untuk melengkapi ujian ini, tim riset
Shulman merancang kumpulan tugas lapangan (jield-based portfolios) yang
diisi guru saat mengajar di kelas. Kegiatan ini menggabungkan tujuan
penilaian tradisional (seperti kemampuan untuk membeda-bedakan
kinerja pada pelbagai tugas) dengan kepekaan terhadap variasi dalam
konteks kegiatan mengajar. Teacher Assessment Project menjadi dasar
bagi pembentukan National Board of Professional Teaching Standard
yang menjadi sistem sertifikasi sukarela yang paling besar dan berhasil
untuk guru di Amerika U tara.
Pada 1997, Shulman meninggalkan Stanford untuk memimpin
Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching, di mana ia
memperluas penelitiannya hingga mencakup pengajaran pada jenjang
pendidikan tinggi. Ia menan tang college dan universitas untuk menciptakan
suatu kebudayaan, di mana pengajaran menjadi kegiatan utama, bukan
aktivitas marginal, para profesor. Ia meminta para profesor untuk
mempublikasikan kegiatan mengajarnya, melalui tugas, piranti, dan kasus
mengajar yang disusun dengan hati-hati. Shulman juga memperluas dan
menguraikan konsep mengajar sebagai kegiatan akademik (scholarship if
teachin~, yakni sebuah ungkapan yang digunakan pendahulunya di Carnegie
Foundation, Ernest Boyer. Shulman berusaha membedakan pengajaran
sebagai kegiatan akademik dengan penelitian akademik mengenai
pengajaran. Salah satu sumbangan pertamanya sebagai Presiden Carnegie
Foundation adalah Program Carnegie Academy for the Scholarship of
Teaching and Learning (CASTL). Program ini mengundang akademisi
untuk meneliti kegiatan mengajar mereka dan mempublikasikan hasil
penelitiannya. Tujuan program ini bukan hanya memperbaiki praktik
belajar-mengajar, melainkan juga "memberikan pengakuan pada
pengajaran sebagaimana telah diberikan pada karya akademik lainnya" .15
Shulman juga memprakarsai sebuah studi perbandingan pendidikan
profesional untuk mengamati kesamaan dan keragaman dalam cara-cara
mempersiapkan anak didik. Dalam "Theory, Practice and the Education
of Professionals", Shulman memaparkan enam atribut, atau kebiasaan,
yang menjadi ciri khas suatu profesi. 16 Kebiasaan terse but meliputi (1)

418
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

kewajiban melayani orang lain; (2) pemahaman teoretik atau akademik;


(3) ranah praktik; (4) memberikan penilaian dalam kondisi ketidakpastian;
(5) perlunya belajar dari pengalaman; dan (6) komunitas profesi mengikuti
standar dan akumulasi pengetahuan. Shulman masih bergelut dengan
dilema-dilema dalam kebiasaan ini.
Shulman memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap pendidikan,
terutama berkat ide dan visinya yang cemerlang. Ia adalah teoretikus
yang mengasah teori dengan mengujinya pada kegiatan para praktisi dan
pembuat kebijakan. Shulman juga lebih dari sekadar sosok yang memiliki
visi, ia adalah seorang pelaku dan pencipta. Melalui perhatiannya yang
terus-menerus pada dunia di luar universitas, yaitu wilayah kebijakan dan
praktik, Shulman mampu menerjemahkan ide-idenya ke dalam bentuk
yang konkret, mulai dari National Board for Professional Teaching
Standards sampai Program CASTL di Carnegie Foundation, bahkan
seminar (pedagogical colloquium) untuk wawancara mendapatkan pekerjaan.
Visinya merasuk hingga wacana pengajaran sehari-hari, pembicaraan
tentang tugas mengajar, pengetahuan bermuatan pedagogi, dan konsep
mengajar sebagai kegiatan akademik. Kecerdasan Shulman terletak
pada kesanggupannya menyatukan dunia pemikiran dan tindakan serta
mengerahkan energi kreatifnya, bukan hanya untuk riset melainkan
membangun institusi dan struktur untuk mewujudkan visinya.

Catatan
1. Shulman, "Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching"
(Educational Research, 15, 2, 1986), hlm. 14.
2. Shulman, "Discipline of Inquiry in Education: A New Overview", dalam RM.
Jaeger (ed.), Complementary Methods for Research in Education (Washington DC:
American Educational Research Association, 1997), hlm. 6.
* yeshiva adalah seminari dalam tradisi Yahudi ortodoks.
3. Karya Schwab, atau lebih tepatnya interprestasi Shulman terhadap karya itu,
membuka jalan bagi dilaksanakannya program riset lain oleh Shulman, dibantu
mahasiswa dan rekan kerjanya.
4. L.S. Shulman, dan E.R. Keislar (ed.), Learning 1!J Discovery: A Critical Appraisal
(Chicago, Illinois: Rand McNally, 1966).
5. Lihat AS. Elstein, L.S. Shuhnan, dan SA Sprafka, Medical Problem Solving: Anafysis of
Clinical Reasoning (Chicago, Illinois: University of Chicago Press, 1978).

419
Lee S. Shulman (1938 - ...)

6. Shulman, "The Wisdom of Practice: Managing Complexity in Medicine and


Teaching" dalam D.C. Berliner dan B.V Rosenshine (ed.), Talks to Teachers: A
Festschrift for N.L Gage (New York: Random House).
7. National Institute of Education, Teaching as Clinical Information Processing, Report
of Panel 6, National Conference on Studies in Teaching (Washington, DC:
National Institute of Education, 1975a).
8. Lihat C. Clark dan P.L. Peterson, "Teachers' Thought Process", Handbook of
Research on Teaching (New York: Macmillan, edisi ke-3, 1986), him. 225-298 untuk
pembahasan ten tang riset awal yang menitikberatkan pada kognisi guru.
9. Shulman, "Reconstruction of Educational Research" (Review of Educational
Research, 40, 1970), him. 376.
10. Shulman, "Disciplines of Inquiry in Education: A New Overview", dalam
R.M. Jaeger (ed.), Complementary MethodJ·jor Research in Education (Washington,
DC: American Educational Research Association, 1997), hlm. 3-31, untuk
pembahasan tentang beberapa hubungan antara dimensi-dimensi kegiatan
penelitian.
11. Lihat L.S. Shulman dan K. Quinlan, "The Comparative Psychology of School
Subjects", dalam D.C. Berliner dan R.C. Calfee (ed.), Handbook of Educational
P.rychology (New York: Macmillan, 1996), hlm. 399-422, untuk pemetaan
penelitian dalam bidang ini. Berbeda dengan sebuah berita duka cita, bab ini
membahas kelahiran kembali psikologi mata pelajaran sekolah.
12. Lihat, misalnya, WC. Carlsen, "Subject Matter Knowledge and Science
Teaching: A Pragmatic Perspective", dalamJ.E. Brophy (ed.),Advances in Research
on Teaching: VoL 2, Teachers' Suiject Matter Knowledge and Classroom Instruction
(Greemvich, Connecticut:JAI Press, 1991), him. 115-143; P.L. Grossman, The
Making a Teacher Knowledge and Teacher Education (New York: Teachers College
Press, 1990); S. Gudmunsdottir, "Values in Pedagogical Content Knowledge"
(journal of Teacher Education, 41, 3, 1990), him. 44-52; S.M. Wilson dan S.S.
Wineburg, "Peering at History Through Different Lenses: The Role of
Disciplinary Perspective in Teaching History" (Teachers College Record, 89, 1988),
him. 525-539, untuk uraian program riset ini.
13. Dalam Shulman, "Paradigms and Research Programs in Study of Teaching",
him. 9-10.
14. Lihat S.M. Wilson dan S.S. Winberg, ''Wrinkles in Time: Using Performance
Assessment to Understand the Knowledge of History Teachers" (American
Educational Research Journal, 30, 1993), him. 729-769.
15. P. Hutchings dan L.S. Shulman, "The Scholarship of Teaching" (Change, 31,
5, 1999), him. 10.
16. Shulman, "Theory, Practice and the Education of Professionals" (Elementary
School journal, 98, 1998), him. 511-526.

420
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Lihat juga
Dalam buku ini: Bloom, Bruner, Cronbach, Schwab.

Karya-karya utama Shulman


"Reconstruction of Educational Research", Review of Educational &search, 40, 1970,
him. 371-396.
"The Psychology of School Subjects: A Premature Obituary?", Journal of &search
in Science Teaching, 11, 1974, hlm. 319-339.
Shulman, L.S. dan Elstein, A.S., "Studies of Problem Solving, Judgement and
Decision Making: Implications for Educational Research", dalam F.N. Kerlinger
(ed.), &view of &search in Education, volume 3, Itasca, Illinois: Peacock, 1976.
"Knowledge and Teaching: Foundations of the New Reform", Harvard Educational
&view, 57, 1, 1987, hlm. 1-22.
"Paradigms and Research Programs in the Study of Teaching: A Contemporary
Perspective", dalam M.C. Wittrock (ed), Handbook of &search on Teaching, New
York: Macmillan, 1996, hlm. 399-422.
Shulman, L.S. dan Quinlan, K, ''The Comparative Psychology of School Subject"
dalam D.C. Berliner dan RC. Calfree (ed.), Handbook of Educational P[!chowgy,
New York: Macmillan, 1996, hlm. 399-422.
"Theory, Practice and the Education of Professionals", Elementary School Journal,
98, 1998, hlm. 511-526.

Bacaan lebih lanjut


Elstein, A.S., Shulman, L.S. dan Sprafka S.A. 1978. Medical Problem Solving: An
Anafysis of Clinical Reasoning. Chicago, Illinois: University of Chicago Press.
Hutchings, P. dan Shulman, L.S. 1999. ''The Scholarship of Teaching", Change,
31, 5, hlm. 10-16.
Schwab, L.S. 1978. "Education and the Structure of the Discipline", dalam I.
Westburg dan N.J. Wilkof (ed.), Science, Crmialblm and liberal Education. Chicago,
Illinois: University of Chicago Press, hlm. 299-272.
Shulman, L.S. dan Keislar, E.R (ed.). 1966. I...earning 1?J Discovery: A CriticalAppraisal,
Chicago, Illinois: Rand McNally.

421
Michael W. Apple (1942 - ...)

MICHAEL W. APPLE
(1942 - ... )
-==)v~~~~~~~A.¢=

Carlos Antonio Torre

Penyangkalan terhadap hak asasi manusia, kerusakan lingkungan,


kondisi sangat berbahaya yang harus dihadapi manusia, tidak adanya
masa depan yang bermakna bagi ribuan anak ... [adalah] kenyataan
yang dialami jutaan manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kegiatan pendidikan yang tidak dikaitkan dengan pemahaman
tentang kenyataan ini ... terancam kehilangan jiwanya. Anak-anak
kita tidak menuntut lebih dari itu.

(Michael W Apple, Remembering Capita~

Michael W Apple adalah seorang teoretikus pendidikan terkemuka


dan tokoh yang berpengaruh dalam pendidikan progresif-kritis saat ini. 1
Bersama pendidik kritis seperti Paulo Freire, Henry A. Giroux, Peter
McLaren, dan lain-lain, ia membuat kajian mengenai pendidikan kritis
menjadi inti kontroversi nasional tentang seluruh persoalan pendidikan
yang sangat penting, mulai dari pendidikan guru sampai kurikulum,
pengujian, pengelolaan, dan pembiayaan pendidikan. 2

422
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Apple dilahirkan pada 20 Agustus 1942 dari keluarga kelas pekerja.


Orang tuanya terlibat aktif dalam kegiatan politik sayap kiri. Lantaran
situasi keuangan keluarganya, ia hams membiayai dirinya dan sulit sekali
untuk dapat masuk college. Sambil bekerja sebagai tukang cetak di serikat
buruh dan sopir truk, Apple menuntut ilmu di dua teacher college yang
kecil. Setelah setahun belajar di college, ia mengikuti wajib militer. Saat
berdinas di angkatan darat, Apple mengajarkan pembacaan kompas dan
P3K. Ia sangat menghargai pengalaman di dinas militer tersebut dan
pengalamannya sebagai guru. Apple diangkat sebagai guru pengganti
walaupun belum memiliki gelar kesarjanaan pada usia 19 tahun karena
sekolah publik di Paterson, New Jersey, mengalami kekurangan guru
ditambah lagi dengan pengalamannya mengajar di ketentaraan. Ia
juga mengajar di sekolah yang muridnya berasal dari populasi kelas
bawah-dengan 46 siswa dalam satu kelas-karena keterlibatannya pada
komunitas-komunitas Hispanik dan Afrika-Amerika di Paterson.
Aktivitas Apple dalam politik kelas dan rasial mendorongnya
mendirikan Congress of Racial Equality (CORE) cabang Paterson. Ia
terlibat pula dalam politik guru dan menjabat ketua serikat guru selama
satu periode. Dalam proses ini, Apple mengidentikkan dirinya secara
politis lewat kegiatannya sebagai aktivis dan menempatkan dirinya
dalam tradisi politik keluarga yang luas. Apple meraih gelar bachelor saat
masih mengajar di Paterson. Setelah itu, ia mengikuti program graduate di
Columbia University selama berkecamuknya Perang Vietnam, maraknya
gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat, ditambah menyebarluasnya
literatur radikal dan dukungan intelektual yang menyertainya.
Setelah menerima gelar MA dalam bidang Studi Kurikulum dan
Filsafat (1958), dan Ph.D. (1970) dalam bidang Studi Kurikulum dari
Columbia University, Apple bekerja di University of Wisconsin-Madison.
Ketika Apple diwawancarai di universitas tersebut, tank-tank militer
menyerang para pengunjuk rasa antiperang di kampus itu, dan gas air
mata memenuhi seluruh ruangannya. Dalam kondisi hiruk pikuk tersebut,
Apple merasa tempat seperti itulah yang diinginkannya. Saat ini, Apple
menjadi John Bascom Professor rif Curriculum and Instruction and Educational
Po!iry Studiesdi University of Wisconsin-Madison. Pengajarannya terfokus
pada teori dan penelitian kurikulum serta sosiologi kurikulum. Selain
menulis dan meneliti, Apple juga sering bepergian. Ia mengajar sekaligus
terlibat dalam gerakan politik akar rumput di Amerika Serikat dan luar

423
Michael W. Apple (1942 - ...)

negeri. Apple menjadi guru besar tamu dan tinggal di Australia, Spanyol,
University of Auckland di Selandia Baru, Ponticifial University of Sao
Paulo di Brasil, University of Trondheim di Norwegia, dan UNAM
(National Autonomous University) di Meksiko.
Apple meneliti, menilai, dan melakukan dekonstruksi terhadap sistem
pendidikan di Amerika Serikat (dan negara lain) dengan cara mengusik,
merangsang, dan memberikan inspirasi. Karyanya mendalami hubungan
antara kebudayaan dan kekuasaan di sekolah dengan menekankan
bahaya dan kelemahan kurikulum yang ditunggangi kepentingan bisnis
pada kebanyakan distrik sekolah. Ia percaya bahwa praktik-praktik
demokratis harus diwujudkan di sekolah publik dengan cara-cara yang
juga mencerminkan cita-cita demokratis untuk masyarakat yang lebih
luas. Apple juga meneliti "kemampuan menguasai teknologi" (technological
literary) dari perspektif kebudayaan dan sosioekonomi (bukan sekadar
melihatnya sebagai persoalan teknis).
Secara ideologis, pemikiran Apple terlalu rumit untuk digolongkan
ke dalam sekumpulan gagasan tertentu atau mengikuti salah satu mazhab
pemikiran. Meskipun demikian, ia termasuk salah satu pemikir terkemuka
dari teori kritis Mazhab Frankfurt. Bermula dari Institute for Social
Research di Frankfurt, Jerman, pada 1930-an, mazhab ini menyoroti
pembahan karakter masyarakat kapitalis yang memengaruhi hubungan
masyarakat itu dengan warga dan lembaga-lembaga di dalamnya, tingkat
determinasi--diri individu, serta bentuk-bentuk dominasi bam yang muncul
melalui proses perubahan tersebut. 3 Walaupun tidak pernah merumuskan
pandangan filsafatnya sendiri, Mazhab Frankfurt berhutang kepada Kant,
Hegel, Marx, modernisme, dan unsur-unsur penting dalam analisis ilmiah
kontemporer. Para teoretikus yang memiliki perspektif ini dianggap
"kritis" sebab (1) mereka menggunakan kritik sebagai proses untuk
penelitian; dan (2) mereka mengecam dampak kapitalisme yang sangat
menindas dan tidak adil terhadap individu (terutama individu yang
disubordinasi atau dimarginalisasi dalam masyarakat).
Di Amerika Serikat, para teoretikus kritis memperluas cakupan
Mazhab Frankfurt. Mereka menyimpulkan bahwa teori sosial, dengan
semua perwujudannya, perlu melampaui analisis dan penulisan gagasan
serta terlibat secara langsung dalam perubahan sosial. Para pendidik
kritis seperti Apple melihat pendidikan sebagai bagian dari proses
perubahan tersebut dan menyelidiki konteks sekolah yang lebih luas

424
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

dalam masyarakat (sosioekonomi, politik, kebudayaan, sejarah). Para


pendidik kritis melihat perubahan sebagai hasil dari keterlibatan
dengan kelompok tersisih yang sudah mempunyai kesadaran diri dalam
masyarakat. Paulo Freire, salah seorang pendidik kritis yang terkenal,
menyatakan pentingnya menciptakan "harapan" melalui proses
keterlibatan ini, "Salah satu tugas pendidik progresif adalah membuka
kesempatan demi lahirnya harapan-apa pun hambatannya-melalui
analisis politik yang tepat dan serius ... bila kita berjuang tanpa harapan,
perjuangan kita akan gagal." 4
Beberapa topik dan permasalahan yang didalami para pendidik kritis
adalah teori reproduksi sosial (mengapa sekolah cenderung mereproduksi
status quo, bukan mendorong mobilitas vertikal), sosialisasi anak didik
sebagai konsumen di sekolah, kurikulum persekolahan yang tersembunyi
(apa yang diajarkan secara tersirat), akar sosial dari perilaku melawan
dan menentang pada sebagian anak didik, subkultur sekolah (kelompok
sebaya, geng, klik), serta pembedaan antara persekolahan (sosialisasi)
dengan pendidikan (memperoleh nilai, perspektif, pengetahuan, dan
keahlian).
Untuk memahami signifikansi sumbangan pemikiran Apple, kita
harus melihat konteks terbentuknya pemikiran tersebut. Kurikulum adalah
permasalahan abadi di Amerika Serikat. Beserta persoalan ras, ekonomi,
bahasa, dan budaya, kurikulum menjadi bagian penting dalam wacana
nasional. Keberagaman di Amerika Serikat menghambat konsensus pada
pelbagai persoalan. Latar belakang sosial, politik, ekonomi, agama, dan
etnik memengaruhi penentuan bahan pelajaran--dengan alasan apa atau
untuk tujuan apa--dan perspektif siapa yang menjadi pendapat "resmi"
serta hams diikuti.
Dalam perdebatan ini, Apple memberi makna pada gagasan
"pendidikan untuk semua orang". Salah satu sumbangannya yang
terbesar adalah penjelasannya yang jujur dan tegas ketika mengungkap
ketidakseimbangan sosial, politik, dan ekonomi pada pendidikan publik
di Amerika Serikat serta negara-negara kapitalis lain. Berbeda dengan
kebanyakan teoretikus atau pemikir pendidikan (yang sering menganggap
teori terpisah dengan praktiknya, atau menjelaskan persoalan pendidikan
lokal dan nasional terlepas dari masyarakat), Apple menghubungkan teori,
praktik, sekolah, politik, ekonomi, dan masyarakat. Ia memadukan "yang
global dengan yang lokal"5 untuk menunjukkan apa yang memengaruhi

425
Michael W. Apple (1942 - ...)

proses pendidikan. Seiring dengan itu, Apple juga mengkaji penerapan


ideologi dan taktik konservatif pada kebijakan kurikulwn dan pemakaian
buku pegangan. Dalam teknologi pendidikan, ia berusaha menjawab
pertanyaan "mengapa", bukan sekadar pertanyaan "bagaimana". Apple
meneliti pula upaya yang dilakukan oleh sektor swasta yang berorientasi
laba untuk menyusupkan kepentingannya ke sekolah; distribusi
pengetahuan selektif yang tak seimbang antara kelompok dominan
dan kelompok subordinat; dan dampak dari semua persoalan tersebut
terhadap kebijakan pendidikan serta penerapannya.
Salah satu perhatian utama Apple adalah bagaimana pengetahuan
diproduksi, "disensor", diberikan secara berbeda-beda kepada
kelompok-kelompok tertentu, dan akhimya diakumulasi oleh kelompok
yang berkuasa dalam kapitalisme. Ringkasan berikut ini, yang diambil
dati beberapa karyanya (baik ditulis sendiri maupun bersama penulis
lain), menunjukkan perhatiannya tersebut:

Kurikulum tidak pernah menjadi susunan pengetahuan yang


netral. Karakter semacam itu pasti tampak dalam teks dan di kelas.
Kurikulum selalu menjadi bagian dari tradisi tertentu, pilihan khusus,
atau visi kelompok ten tang pengetahuan yang sah. Keputusan untuk
menentukan pengetahuan suatu kelompok sebagai pengetahuan
yang paling sah atau pengetahuan resmi, sedangkan pengetahuan
kelompok lain diabaikan, sehingga memperlihatkan siapa yang
berkuasa dalam masyarakat. 6

Saat ini, "pendidikan publik mendapat serangan serentak dari


kekuatan sayap kanan yang ingin menerapkan erika keuntungan
pribadi dan perhitungan untung-rugi untuk menggantikan
kepentingan umum". 7 "Sayap kanan" 8 lebih memilih sistem
"berorientasi konsumen dan pasar" yang secara tersirat menjadikan
"kebumhan bisnis dan industri sebagai tujuan pendidikan". 9
Dalam kondisi tertekan seperti itu, sekolah kehilangan sebagian
besar perannya sebagai agen demokrasi dan kesetaraan. 10 "Ide
demokrasi telah diubah", dari konsep politik menjadi konsep
ekonomi yang semata-mata dipusatkan pada upaya penanaman
kebiasaan konsumtif. 11 Sebagai akibatnya adalah "marketisasi"
atau "komodinkasi" sekolah dan kurikulumnya, dan pada saar
yang sama kebaikan bersama dimarginalisasi 12 demi kepentingan
perusahaan yang berorientasi-laba (Channel One, Coca Cola,

426
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

dan penerbit buku). Pengetahuan telah menjadi sejenis modal


yang dikelola dan didistribusikan oleh institusi pendidikan kepada
anak didik sebagaimana institusi ekonomi mengelola modal
finansial. 13 Sebagaimana terbukti dalam sejarah, nilai atau makna
sosial seperti ini telah ditanamkan di sekolah, dan dengan demikian
diterima begitu saja selama puluhan tahun. 14 Secara instrinsik, sistem
pendidikan dan kebudayaan Amerika Serikat diatur dan ditujukan
untuk "reproduksi kultural",15 yaitu melestarikan pola-pola sosial
dan hubungan dominasi-subordinasi, sedemikian rupa sehingga
kelompok-kelompok sosial tertentu mampu memperbesar modal
kultural mereka. Mereka biasanya menganggap "keuntungan"
seperti itu sebagai buah dari "berkah kultural kelas, ras, atau gender
mereka". 16

Dalam keadaan seperti diutarakannya tadi, peran sekolah menjadi


tidak jelas. Apple menyatakan bahwa untuk memperlihatkan bagaimana
sekolah mendukung reproduksi kebudayaan, maka yang diperlukan
hanyalah menyelidiki bagaimana sekolah membuat individu berhasil,
dan mengamati kelompok atau individu mana yang benar-benar
sukses sebagai hasil dari usaha sekolah. Sebagaimana yang dilakukan
para teoretikus kritis dan teoretikus reproduksi sosial lainnya, Apple
menentang anggapan bahwa sekolah publik di Amerika Serikat berperan
menyetarakan kelas-kelas sosial dan bahwa semua anak memiliki
kesempatan meningkatkan status sosioekonomi mereka.
Berkenaan dengan keterlibatan perusahaan swasta dan kalangan bisnis
dalam pembuatan kurikulum, Apple menyebutkan bahwa keterlibatan ini
didasarkan pada kepentingan pribadi, bukan perhatian pada kesejahteraan
anak didik. Perusahaan menekankan pelatihan anak didik sebagai pekerja
dan konsumen, bukan mendukung program yang membantu anak didik
untuk mengatur diri mereka sendiri dan memberikan penilaian yang
baik. Apple menunjukkan kasus Channel One17 di kelas sebagai contoh
bagaimana perusahaan melihat anak sebagai konsumen pasi£ 18 Menurut
Apple, "Kebebasan dalam sistem demokrasi tidak lagi ditentukan
sebagai partisipasi dalam menciptakan kebaikan bersama, tetapi sebagai
kehidupan dalam pasar yang bebas, di mana sistem pendidikan harus
diintegrasikan ke dalam mekanisme pasar." 19
Dalam alur pemikiran yang sama, Apple melihat kelompok demokrat
sosial (partai-partai sosialis moderat atau sayap "kiri-tengah" dalam

427
Michael W. Apple (1942 - ...)

sistem politik negara-negara Barat-penyunting) kurang bersatu dalam


menentukan kebijakan apa yang akan diterapkan setelah Perang Dunia
II. Sehingga kebijakan yang dirumuskan tidak cukup kuat dan akhirnya
dikecam oleh para intelektual neokonservatif yang lebih tertarik untuk
menciptakan kondisi-kondisi yang bisa meningkatkan daya saing
intemasional, laba, disiplin, dan kembali pada romantisme masa lalu
tentang rumah, keluarga, dan sekolah "ideal", serta tidak memperbaiki
kondisi bagi perempuan masyarakat miskin, kelas pekerja, atau kelompok
tersubordinasi lainnya.20 Apple menyatakan bahwa kita hanya melihat
sekolah sebagai persoalan, bukan sebagai bagian dari kerangka hubungan-
hubungan sosiallebih luas yang secara struktural bersifat eksploitati£ 21
Bersama Christopher Zenk, ia berpendapat bahwa kesalahan yang
ditujukan pada pendidikan publik atas bertambahnya "penyakit sosial"
sangat keliru karena sisi negatif dan positif praktik sekolah tidak
menimbulkan masalah sosial, politik, atau ekonomi. 22
Apple percaya bahwa salah satu tujuan koalisi sayap kanan adalah
memisahkan identitas nasional dengan asal usul ras dan etnisitas.
Pemisahan ini dicapai melalui pemisahan sejarah dengan politik,
pemutusan kesadaran sosial dengan pengalaman, dan mewujudkan visi
masyarakat homogen tanpa kelas dengan kebudayaan bersama, di mana
setiap orang adalah individu. 23 Semua yang terjadi pada individu adalah
akibat dari pilihannya sendiri, bukan karena stratifikasi sosial, rasisme,
diskriminasi gender, atau persoalan lain.24
Koalisi konservatif tersebut juga menyembunyikan usahanya (dengan
kedok "pilihan") melakukan swastanisasi pendidikan melalui mekanisme
pajak kredit (bagi orang tua yang menyekolahkan anak mereka ke sekolah
swasta) dan voucher sekolah (yang dapat digunakan orang tua untuk
menyekolahkan anak mereka ke sekolah swasta).25 Kebanyakan orang
tua kelas menengah yang "cerdas" akan menyekolahkan anak mereka ke
sekolah swasta, namun selanjutnya justru makin mengurangi dana yang
sudah langka untuk pendidikan publik. Sebagian besar keluarga miskin
dan keluarga kelas pekerja tidak akan sanggup menutup kekurangan biaya
yang sudah disediakan melalui voucher atau pajak kredit dan menanggung
biaya sekolah di sekolah swasta. Pendidikan publik terutama disediakan
kepada anak didik yang tak memiliki pilihan lain. Pendidikan publik
semakin memusatkan pengaturan kurikulum dan pembelajaran serta
bertanggung jawab atas pelbagai masalah ekonomi dan sosial karena dana

428
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

masyarakat yang makin menyusut. Kecenderungan ini dapat dilihat dalam


buku pelajaran standar nasional, usulan kurikulum dan ujian nasional,
serta pengawasan yang terus-menerus terhadap kecakapan guru dan
anak didik serta hasil-hasil belajar.26
Penggunaan teknologi di sekolah dan "kemampuan menguasai
teknologi" adalah pusat perhatian Apple lainnya. Ia memperingatkan
bahwa penggunaan komputer dan teknologi lain untuk pendidikan bukan
sekadar persoalan teknis, selain itu teknologi juga tidak bersifat netral.
Selain itu, masih banyak persoalan pendidikan, erika, ekonomi, ideologi
dan politik yang dihadapi para pendidik. Jika kita hanya memerhatikan
segi teknis saat menentukan tujuan teknologi dalam pendidikan,
kita hanya menjawab pertanyaan "bagaimana?", bukan pertanyaan
"mengapa?" dan "dengan mengorbankan apa?" 27

Teknologi baru bukanlab sekumpulan mesin yang disertai perangkat


lunaknya. Teknologi mewujudkan suatu bentuk pemikiran yang
mengarabkan seseorang untuk melihat dunia dengan cara pandang
tertentu. Komputer dalam kondisi pendidikan saat ini melibatkan
cara berpikir yang bersifat sangat teknis. Semakin banyak teknologi
baru mengubah kelas menjadi citranya sendiri, semakin besar
logika teknis menggantikan pemahaman erika dan politik yang
kritis. Wacana eli kelas pun akan berpusat pada teknik, tidak pada
substansi.28

Perspektif Apple dalam melihat krisis pendidikan yang ditemuinya


memiliki banyak sisi dan proporsional, tidak cenderung pada "garis
kebijakan partai" tertentu. Ia bisa membuktikan siapa yang diuntungkan
dan dirugikan oleh kebijakan dan usulan konservatif serta bagaimana
selanjutnya ideologi itu memilah-milah anak didik berdasarkan kelas,
ras, dan gender ketika mereka berupaya mendapatkan pengetahuan.
Dengan pernyataannya ini, ia memang tidak mendukung status quo. Apple
menyatakan bahwa kelalaian, kurangnya fleksibilitas, dan birokrasi yang
tidak tanggap di distrik sekolah justru memengaruhi masyarakat untuk
menerima kebijakan sayap kanan. 29
Apple percaya bahwa kontroversi dalam pendidikan terutama
berkenaan dengan peran yang (seharusnya) dimainkan pendidikan dalam
pengembangan demokrasi dan mempersiapkan warga negara untuk
menilai dan mengatasi konflik serta ketidakpastian yang inheren dalarn

429
Michael W. Apple (1942 - ...)

masya.rakat. Persoalan penelielikan eli Amerika Serikat saat ini berkisar


pada "perbedaan visi sosial", ten tang tidak elipe.rtimbangkannya konteks
yang lebih luas dati "penelidikan demokratis dan pembentukan masyarakat
yang lebih demok.ratis"30 dalam .reformasi kurikulum yang dilakukan
oleh kalangan neoliberal dan neokonservati£ Ia menegaskan perlunya
penelidikan politik dan pengarnatan atas konelisi keadilan sosial oleh
anak elidik eli sekolah sebagai "lawan" dati determinisme atau reproduksi
sosial yang eliciptakan oleh sekolah karena tak memiliki wacana ini sama
sekali.31 Untuk mempertahankan penelidikan publik eli Amerika Serikat,
Apple menawarkan perpaduan strategi politik dan penelidikan dalam
proses penelidikan, yang elisebutnya sebagai "reformasi nonreformis" .32
Dengan pendekatan ini, permasalahan kesetaraan dan keadilan sosial
dapat eliatasi melalui interaksi yang teratur dan kritis dengan asas-asas
praktik dan pengalaman eli kelas, sekaligus mempertautkannya dengan
"visi dan gerakan sosial yang lebih luas". 33 Bagi Apple, "Mereka yang
berkecimpung dalam penelidikan kritis harus tetap berhubungan erat
dengan realitas guru, anak elidik, dan orang tua."34 Para penelidik kritis
harus bersekutu dengan mereka yang berusaha keras mempertahankan
keberhasilan yang telah elicapai dengan demokratisasi penelielikan, dan
memastikan bahwa sekolah, kurikulum, serta praktik mengajar eli sekolah
sudah peka terhadap masalah ras, gender, dan kelas. 35
Kendati pemikiran Apple menyerupai pemikiran teoretisi konspirasi
(baik dati "sayap kanan", neoliberal, neokonservatif, atau neo-Gramscian),
ia menunjukkan dengan jelas bahwa pandangan konservatif elidasarkan pada
kepercayaan yang sudah tertanam kuat ten tang perlunya mempertahankan
hierarki kelas berdasarkan fungsi ekonomi (merit-based class hierarci!J) eli
Amerika Serikat. Pemaharnan yang luas ini memperkuat analisis kritis
Apple terhadap pelbagai permasalahan yang dianggapnya sangat penting,
yakni "marketisasi" penelidikan eli balik kedok "pilihan", ujian standar
nasional, dan rencana untuk kurikulum nasiona1. 36
Karya Apple sangat penting dan berarti, terutama dalam konelisi
penelidikan saat ini eli Amerika Serikat serta masyarakat kapitalis lainnya.
Apple mengarahkan perhatian kita pada pelbagai persoalan penting
yang tidak eliperbincangkan secara luas dan tidak diketahui atau tidak
dikaji oleh penelidik atau publik. Kekuatan lain dari karya Apple adalah
mempertanyakan analisis posmodernis dan pos-strukturalis karena
kegagalannya mencermati fakta-fakta umum eli sekolah. Apple memang

430
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

tidak menawarkan "obat penawar" utilitarian untuk mengatasi pelbagai


persoalan yang ditemuinya. Kendati demikian, arti penting pemikirannya
terletak pada efektivitas, keandalan, dan koherensi; sehingga mendorong
kita untuk mengetahui intensitas dan keterkaitan masalah-masalah
pendidikan, implikasinya bagi kebijakan dan praktik pendidikan progresif,
serta sumber dan daya tarik agenda (pendidikan) konservatif.
Pengaruh Michael W. Apple terhadap pendidikan tidak dapat
dipungkiri. Karya-karyanya dikutip dan dikaji ulang oleh para filsuf,
praktisi, dan teoretikus terkenal (Paulo Freire, Linda Darling-Hammond,
Maxine Greene, Cameron McCharty, Diane Ravitch, Jeannie Oakes,
Peter McLaren, Henry Giroux, Paul Willis, dan lain-lain); dan sering
didiskusikan di pelbagai jurnal pendidikan serta jurnal profesionallain.
Pada Desember 1999, Education Week (sumber berita pendidikan yang
paling terkenal di Amerika Serikat) menganggap bukunya, Ideology and
Curriculum (1979), sebagai salah satu Buku Abad Ini. 37 Pada Desember
1991, Journal of Educational Thought menyatakan karyanya tersebut
"sebagai bacaan wajib bagi mereka yang bertanggung jawab menyusun
kurikulum sekolah publik, terutama anggota parlemen dan anggota
dewan sekolah".
Pada 1995, Apple terpilih untuk menyampaikan John Dewry Lecture. 38
Kuliah-kuliahnya tersebut diterbitkan kembali dalam Cultural Politics and
Education. Mengenai Education and Power (pertama kali diterbitkan pada
1982 dan diperbaiki pada 1995), Harvard Educational Review menyatakan
"buku ini sangat penting, berisi pelbagai persoalan, pengamatan,
dan penafsiran". Library Journal menganggapnya sebagai "buku yang
mengandung pemikiran yang sangat dalam, disusun dengan cermat, dan
menggugah". Ten tang Teachers and Texts: A Political Economy of Class and
Gender Relations in Education, Giroux menyatakan bahwa Apple "telah
menyampaikan pandangan yang penting mengenai ekonomi-politik '
persekolahan ... sebuah buku yang menyampaikan gagasan penulisnya
dengan jelas dan brilian". Peters McLaren mengistilahkan buku tersebut
sebagai "risalah yang provokatif".
Dalam komentar mereka terhadap Official Knowledge, Paul Willis,
Maxine Greene, dan Paulo Freire adalah contoh bagaimana karya Apple
dihormati para sejawatnya. Willis menyatakan bahwa buku tersebut
bersifat "terbuka, personal, menggugah pemikiran. [Buku itu] juga
merupakan naskah yang lengkap dan bersifat politis ... humanistis untuk

431
Michael W. Apple (1942 - ...)

era pendidikan kita yang positivistis". Greene menyebutkan bahwa


"saya [Greene] telah membaca buku ini dengan rasa kagum yang luar
biasa". Freire memperkuatnya dengan menyatakan bahwa "sebagaimana
ditunjukkan Official Knowledge, Michael W Apple adalah salah seorang
pemikir termasyhur di dunia yang berjuang membangun pendidikan
kritis dan demokratis".

Catatan
Saya sampaikan terima kasih kepada Dr. Xae Reyes (University of
Connecticut at Storrs) dan Neill Edward atas bantuan waktu dan tenaganya
yang besar kepada penulis.

1. Biografi ini diambil dari wawancara dengan Michael W Apple yang dilakukan
oleh Carlos Torres dan Raymond Morrow (pertama kali diterbitkan pada 1990)
yang dicantumkan dalam lampiran karya Apple, Official Knowledge: Democratic
Education in a Conservative Age (New York: Roudedge, edisi ke-2, 2000).
2. C.A. Torres, Education, Power, and Personal Biography: Dialogues with Critical Education
(New York: Routledge, 1998).
3. H.A. Giroux, Theory and Resistance in Educati011: A Pedagogyfor the Opposition (New
York: Bergin & Harvey, 1998), hlm. 7.
4. P. Freire, Pedagogy rif Hope (New York: Continum, 1998), hlm. 9.
5. Apple, Cultural Politics and Education (New York: Teachers College Press,
Columbia University, 1996), hlm. 115.
6. Apple, "The Politics of Official Knowledge: Does a National Curriculum Make
Sense?" (Teachers College Record, 95, 2, 1993), hlm. 222-241. Lihat juga Apple,
Ideology and Curriculum (New York: Routledge, edisi ke-2, 1990), dan Official
Knowledge: Democratic Education in a Conservative Age (New York: Routledge,
1993).
7. Landon E. Beyer dan Michael W Apple (ed.), The Curriculum: Problems, Politics
and Possibilities (Albany, New York: State University of New York Press, edisi
ke-2, 1998), hlm. 4. Pernyataan ini semula ditulis untuk pengantar edisi ke-2
buku tersebut (1988). Yang menarik, selama sepuluh tahun berselang antara
kedua edisi, tidak ada revisi sama sekali, hanya diperdalam.
8. Suatu koalisi gerakan dan kelompok konservatif, neokonservatif, serta neoliberal
(pada pelbagai persoalan dalam spektrum politik) yang secara kolektif disebut
"Sayap Kanan".
9. Apple, Cultural Politics and Education, bab 4, dengan Christopher Zenk (New
York: Teachers College Press, Columbia University, 1996), hlm. 99.
10. Apple, Education and Power (New York: Routledge, 1995).
11. Ibid.

432
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

12. Ibid., lihat juga Apple, "Cultural Capital and Official Knowledge", dalam M.
Berube dan C. Nelson (ed.), Higher Education Under Fire: Politics, Economics, and
the Crisis of the Humanities (New York: Routledge, 1995), hlm. 91-106.
13. Apple, "Cultural Capital and Official Knowledge", dalam M. Berube dan C.
Nelson (ed.), Higher Education Under Fire: Politics, E:conomic, and the Crisis of the
Humanities (New York: Routledge, 1995), him. 91-106.
14. M.W Apple dan N.R. King, "\Vhat do Schools Teach?", dalam A. Molnar dan
].A. Zahorik (ed.), Cum·culum Theory (Washington, DC: The Association for
Supervision and Curriculum Development, 1977), him. 108-126.
15. Apple, Education and Power (New York: Routledge, 1982), him. 21.
16. Apple, "Cultural Capital and Official Knowledge", dalam M. Berube dan C.
Nelson (ed.), Higher Education Under Fire: Politics, Economics and the Crisis of the
Humanities (New York: Routledge, 1995), him. 91-106.
17. Channel One adalah program televisi berita ringan, singkat, dan komersial yang
disiarkan ke sepertiga sekolah di Amerika Serikat setiap hari dan disaksikan lebih
dati 40 persen murid middle school dan high school. Perusahaan yang memproduksi
acara tersebut juga menyediakan televisi ke sekolah-sekolah agar memperoleh
penonton-dalam hal ini murid-sebagai segmen iklannya.
18. Apple, "Selling Our Children: Channel One and Politics of Education",
dalam Robert W McChesney, Ellen Meiksins Wood, dan John Bellamy Foster,
Capitalism and the Information Age: The Political Economy of the Global Communication
Revolution (New York: Monthly Review Press, 1998), him. 135-149.
19. Ibid., hlm. 146, (untuk lebih lanjut ten tang gagasan pokok ini, lihat juga, Apple,
Cultural Politics and Education dan Education and Powei').
20. Apple, Official Knowledge: Democratic Education in Conservative Age (New York:
Routledge, 1993).
21. Apple, Education and Power (New York: Routledge, edisi ke-2 diperbaiki 1995;
edisi pertama diperbaiki 1982), him. 9.
22. Namun, Apple mengklaim bahwa hanya dengan menitikberatkan perhatian pada
masalah anak muda berisiko dan anak-anak "putus sekolah", "Sayap Kanan"
justru mengabaikan masalahan penting ini sebab membahas gejalanya saja.
23. Apple, Education and Power (New York: Routledge, 1995).
24. Dalam tulisan ini, Apple menunjukkan kesamaan penekanan posmodernis
dan posstrukturalis pada sirkulasi wacana yang disebutnya sebagai neo-
Gramscian.
25. Apple, Cultural Politics and Education, bab 4, dengan Christopher Zenk (New
York: Teachers College Press, Columbia University, 1996), him. 98. Lihat juga
dalam Apple, "Cultural Capital and Official Knowledge", dalam M. Berube
dan C. Nelson (ed.), Higher Education Under Fire: Politics, Economics and the Crisis
of the Humanities (New York: Routledge, 1995), hlm. 91-106.
26. Apple, Cultural Politics and Education, bab 4, dengan Christopher Zenk (New
York: Teachers College Press, Columbia University, 1996), him. 99.
27. Apple, Teachers and Text A Political Economy of Class and Gender Relations in
Education (New York: Routledge & Kegan Paul, 1988).

433
Michael W. Apple (1942 - ...)

28. Apple, "The New Technology: Is It Part of Solution or Parr of the Problem in
Education?" (Computers in the Schoo4 8, 1/2/3, 1991), hlm. 75.
29. Apple, Cultural Politics and Education (New York: Teacher College Press, Columbia
University, 1996), hlm. 107.
30. Ibid., hlm. 97.
31. Apple, Education and Power (New York: Routledge, 1995).
32. Apple, Cultura/PoliticsandEducation (New York.: Teacher College Press, Columbia
University, 1996), him. 107.
33. Apple, Cultural Politic and Education (New York: Teacher College Press, Columbia
University, 1996), hlm. 109.
34. Apple, Education and Pmver (New York: Routledge, 1995).
35. Ibid.
36. Apple, Cultural PoliticJ and Education (New York: Teacher College Press, Columbia
University, 1996).
37. Education Week, edisi 19, 16, 15 Desember 1999, hlm. 41.
38. John Lecture diadakan setiap tahun pada pertemuan tahunan John Dewey
(diadakan bekerja sama dengan American Educational Research
Association) dan juga dilakukan di Teachers College.

Lihat juga
Da!am buku ini: Darling-Hammond, Freire, Giroux, Greene.
Dalam buku Fif!y Mqjor Thinkers on Ed11cation: Kant, Hegel.

Karya-karya utama Apple


and Curriml11m, Boston, Massachusetts: Routledge & 1979.
Education and Power, New York: Routledge, edisi ke-2 diperbaiki 1995; edisi pertama
diperbaiki, Boston, 1982.
Teachers and Text: A Political Econonry if Class and Gender Relations in Education, New
York: Routledge & Kegan Paul, 1988.
Official Knowledge: Democratic Ed11cation in Consevative Age, edisi ke-2, New York:
Routledge, 2000; edisi pertama 1993.
Cultural Politics and Ed11cation, The John Dewey, New York: Teachers College Press,
1996.

Bacaan lebih lanjut


Apple, M.W 1999. Power, Meaning and Identify: Essqys in Critical Ed11cational Studies.
Counterpoints, volume 109. New York: Peter Lang.
Bromley, H. dan Apple, M.W 1999. Edttcationai/Technology/Pow·er: Edttcationa/
Computing as a Social Practice. Albany, New York: SUNY Press.
Freire, P 1998. Pedagogy if the Oppresed. Edisi ulang tahun ke-20 yang baru dan
diperbaiki. New York: Continuum Publishing Co.
Torres, CA. 1998. Education, Power, and Personal Biograpi!J!: Dialog11es with Critical
EducatorJ. New York: Routledge.

434
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

HOWARD GARDNER
(1943- ... )
-==Cv~~~~~~~~==-

Mindy L. Kornhaber

Pada akhirnya, pendidikan harus rriendapatkan justifikasinya dalam


peningkatan pemahaman manusia. 1

Howard Gardner, salah seorang pemikir pendidikan paling terkenal


di Amerika Serikat pada akhir abaci ke-20 ini, sesungguhnya tidak
berniat terlibat dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian, ia telah
menulis enam buku dan leb~ dari 100 artikel tentang perkembangan
kognitif dan neuropsikologi sebelum memperoleh pengakuan dari para
pendidik atau peneliti di luar bidang pendidikan seni. Bahkan, bukunya
yang ke-7, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences,Z bukanlah
karya yang terfokus pada pendidikan. Dalam buku terse but, hanya dua
halaman yang berkaitan langsung dengan penerapan teori "MI" (multiple
intelligences) pada praktik pendidikan. Namun, justru buku inilah-sudah
diterjemahkan ke dalam lebih dari 12 bahasa-yang menempatkan
Gardner dalam percaturan teori dan praktik pendidikan di Amerika
Serikat serta membuatnya terkenal di seluruh dunia.

435
Howard Gardner (1943 - ...)

Menelusuri pemikiran dan kehidupan Gardner sebelum terbitnya


Frames of Mind dan penjelajahan intelektualnya setelah itu, dapat
membantu menjelaskan pengaruh pemikirannya yang luar biasa.
Howard Gardner dilahirkan di Scranton, Pennsylvania, pada 1943.
Keluarganya melarikan diri dati kekejaman Nazi Jerman. Orang tuanya
kehilangan anak pertama akibat kecelakaan kereta luncur ketika berumur
delapan tahun. Anak sulung terse but adalah kakak Gardner. Kenyataan
ini, ditambah dengan tragedi Holocaust, tidak pernah dibicarakan di
hadapan Gardner saat ia masih kecil. Walaupun demikian, menurut
Gardner, peristiwa ini "tetap berpengaruh besar terhadap perkembangan
dan pemikiran saya". 3 Keinginan Gardner untuk melakukan aktivitas
yang dapat membahayakan fisiknya-bersepeda dan olahraga berat
lain-dikekang, kegemarannya pada musik, membaca dan menulislah
yang kemudian dikembangkan. Tatkala Gardner perlahan-lahan mulai
menyadari pengaruh yang ditutup-tutupi ini, ia menyatakan bahwa
sebagai anak sulung yang masih hidup dalam keluarga besarnya, ia
dituntut untuk berbuat banyak di negara baru (Amerika Serikat). Namun,
sebelum masa remajanya sekalipun, Gardner sudah menghadapi ban yak
tantangan. Ia tahu bahwa pemikir keturunan Yahudi dari Jerman dan
Austria-Einstein, Freud, Marx, Mahler-"hidup di pusat-pusat
intelektual Eropa, dan telah belajar serta bersaing dengan pemikir-
pemikir lain, [sementara] saya terperangkap di lembah Pennsylvania
yang tidak menarik, dan mengalami kebuntuan intelektual serta depresi
ekonomi". 4
Gardner tidak menetap dalam waktu lama di Scranton. I a menuntut
ilmu ke sekolah berasrama (boarding schoo~ terdekat, yang guru-gurunya
menunjukkan perhatian besar kepada Gardner. Dari sekolah itu, Gardner
melanjutkan ke Harvard University pada 1961, temp at ia mengabdikan
diri sampai sekarang.
Ketika Gardner memasuki Harvard, ia berencana mempelajari
sejarah sebagai persiapan untuk karir dalam bidang hukum. Saat kuliah, ia
bertemu dengan beberapa pemikir terkenal waktu itu, namun hanya Erik
Erikson-seorang pakar psikoanalisis yang karismatik, pengajar psikologi
perkembangan, sekaligus pembimbingnya-yang telah memperkuat
ambisi Gardner menjadi akademikus. 5
Segera setelah lulus, Gardner mulai bekerja untuk Jerome S.
Bruner-seorang ahli psikologi perkembangan dan kognisi. Pengaruh

436
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Bruner terhadapnya sangat kuat. Bagi Gardner, "perjalanan karimya


adalah contoh yang sempurna". 6 Dalam To Open Minds, Gardner
menelusuri ketertarikannya pada pendidikan karena buku Bruner, The
Process Education (1960)/ sekaligus mengulas proyek pengembangan
kurikulum Bruner, "Man: A Course of Study". Kurikulum, menurut
Bruner, berusaha menjawab tiga pertanyaan "yang dapat membuka
pikiran", yakni "apa yang membuat manusia menjadi manusia?",
"bagaimana manusia menjadi manusia?", dan "bagaimana manusia bisa
menjadi manusia lagi?" 8 Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga hendak
dijawab dalam karya-karya Gardner. Penelitian Gardner tentang kognisi
manusia menjawab pertanyaan pertama dari Bruner. Riset Gardner
tentang perkembangan sistem simbol dapat dianggap sebagai jawaban
untuk pertanyaan kedua, dan riset terakhirnya yang mencoba mempelajari
bagaimana manusia beraktivitas dengan cerdas sekaligus manusiawi dapat
dianggap sebagai jawaban bagi pertanyaan ketiga.
Eksperimen Gardner tentang kognisi manusia dipicu oleh karya Jean
Piaget yang dipelajarinya selama Proyek Bruner berlangsung. Eksperimen
Piaget sangat menarik bagi Gardner. Pada saat yang sama, Gardner juga
mengakui bahwa teori tahap perkembangan manusia dari Piaget sudah
tidak memadai lagi. Inti pemikiran Piaget adalah konsepsi tentang anak
sebagai "bakal ilmuwan" (incipient scientist). Namun, pendidikan musik
dan ketertarikan Gardner pada karya seni lainnya menunjukkan bahwa
ilmuwan tidak bisa menjadi contoh bentuk tertinggi kognisi manusia.
Apa yang dimaksud "berkembang" perlu diperlihatkan dengan:

Perhatian pada keterampilan dan kemampuan pelukis, penulis,


musikus, penari, dan seniman lain. Saya menganggap kemampuan
seniman juga merupakan kemampuan kognitif karena didorong
(bukan ditakut-takuti) oleh kemungkinan meluasnya definisi
kognisi-sebagaimana keterampilan ahli matematika dan ilmuwan
yang diamati sejawat saya, ahli psikologi perkembangan.9

Gardner menuntut ilmu di graduate school karena tertarik pada


kreativitas dan kognisi dalam seni, suatu jalur penelitian yang belum
dirintis di jurusan psikologi. Kesempatan untuk melanjutkan penelitian
dalam bidang tersebut datang pada 1967, ketika filsuf Nelson Goodman
mendirikan Harvard Project Zero, yakni kelompok penelitian yang

437
Howard Gardner (1943 - ...)

bertujuan memperkuat pendidikan seni. Sejak pendidikannya digraduate


school tersebut hingga saat ini, Harvard Project Zero menjadi pusat
kegiatan intelektual Gardner. Proyek tersebut telah menjadi "tempat
berkembangnya ide-ide sekaligus komunitas intelektual saya" .10 Setelah
Goodman pensiun pada 1971, Harvard Project Zero dikelola Gardner
dan sejawatnya, David Perkins. Sejak saat itu, lembaga terse but tumbuh
menjadi salah satu pus at riset pendidikan terkemuka di Amerika Serikat.
Waktu itu, Gardner membimbing para peneliti muda, dan organisasi
tersebut berkembang dari menganalisis kognisi dalam seni menuju
penelitian ten tang proses belajar, pemikiran, dan kreativitas pada pelbagai
disiplin ilmu, kelompok usia, serta lingkungan pendidikan.
Dalam Harvard Project Zero ini, Gardner semula mempelajari
perkembangan seni visual, musik, dan bahasa kiasan pada anak-
anak. Walaupun ia juga mendalami proses kreatif seniman dewasa, ia
juga tertarik pada perkembangan sistem simbol anak (sistem simbol
ini berkaitan dengan keterampilan seni). Ia meneliti topik-topik ini
secara empiris dengan menerapkan metode Piaget untuk mendalami
perkembangan nalar anak dengan sistem simbol artistik. Selama tahun
1970-an hingga awal 1980-an, jalur penelitian ini menghasilkan empat
puluh artikel dan beberapa buku. Tulisan-tulisan tersebut membahas
beberapa masalah, seperti kepekaan terhadap gaya dalam melukis, 11
penggunaan bahasa kiasan, 12 dan perkembangan keterampilan seni pada
anak-anak. 13
Dalam usahanya memahami bagaimana otak mengolah pelbagai
sistem simbol, pada 1969, Harvard Project Zero mengundang Norman
Geschwind-seorang pakar neurologi terkenal-untuk berbicara ten tang
penelitian-penelitiannya. Riset Geschwind tentang penggunaan simbol dan
gangguan (breakdown) pada pasien yang mengalami gegar otak ternyata
sangat "menarik". 14 Setelah itu, Gardner mulai melakukan penelitian
empiris dalam bidang neuropsikologi di Boston Veterans' Administration
Hospital. Selama dua dasawarsa berikutnya, ia menerbitkan lebih dari
60 artikel dan beberapa buku yang membahas pengolahan simbol pada
individu, terutama seniman yang otaknya terluka. 15
Jalur-jalur riset empiris tersebut bertemu pada satu titik, sebagai-
mana diutarakan Gardner:

438
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Kesempatan sehari-hari meneliti anak-anak dan orang dewasa


yang mengalami gegar otak memunculkan suatu fakta menarik
tentang manusia, yakni bahwa manusia memiliki pelbagai macam
kemampuan. Kekuatan seseorang dalam satu bidang tidak dengan
sendirinya menunjukkan kekuatan dalam bidang lain. 16

Pada pertengahan 1970-an, Gardner mulai merumuskan teori kognisi


yang berlawanan dengan teori Piaget (terkait dengan konsepnya ten tang
"ilmuwan luar biasa" [pre-eminent scientist]) dan dengan teori psikometris
(berkenaan dengan konsep kecerdasan umum [general intelligence]
atau "g"). Menurut Gardner, kemungkinan-kemungkinan pemikiran
dan kepandaian manusia sebenarnya dapat dijelaskan. Kesempatan
mengembangkan teori ini terwujud pada awal 1980-an, ketika Gardner
menjadi anggota kehormatan Project on Human Potential. Proyek
iPi disusun dan dibiayai oleh Bernard van Leer Foundation "untuk
meneliti pengetahuan ilmiah yang bertalian dengan potensi manusia dan
perwujudannya" .17 Kegiatan Gardner untuk proyek ini dibukukan dalam
Frames of MinJ 8 yang membahas teori kecerdasan majemuk (multiple
intelligences atau MI).
Teori Gardner, tidak seperti teori-teori yang dihasilkan dengan
metode psikometri tradisional, bukan merupakan jawaban terhadap
pertanyaan tersirat "kemampuan kognitif apa yang mendasari skor
tes IQ yang baik?", tetapi MI adalah jawaban bagi pertanyaan tersurat
"kemampuan kognitif apa yang memungkinkan manusia menjalankan
peran-peran orang dewasa (atau 'keadaan paripurna') pada pelbagai
kebudayaan?"
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gardner meneliti pelbagai
literatur sains dan ilmu sosial untuk memperoleh kecerdasan potensial
(candidate intelligence). Ia menyatakan bahwa kecerdasan potensial harus
memenuhi sebagian besar, jika tidak semuanya, delapan kriteria yang
dikembangkannya, yaitu kecerdasan hanya ditemukan pada individu
yang tidak mengalami gegar otak; kecerdasan dapat dilihat pada anak
jenius, populasi khusus, atau sebagian kelompok terdidik namun
menderita autisme; kecerdasan memiliki jalur perkembangan yang
khas (contohnya, perkembangan kemampuan musik, bahasa, a tau
interpersonal sejak anak-anak sampai dewasa tidak sama); kecerdasan
harus dipahami dari perspektif biologi evolusioner; kecerdasan

439
Howard Gardner (1943 - ...)

diperlukan manusia-sebagaimana ditemukan pada mamalia lainnya--


agar dapat bertahan hidup sejak dulu; kecerdasan bisa diubah menjadi
kode dalan1 sistem simbol; kecerdasan bukan hanya didukung dengan
tes psikometri, melainkan juga dibuktikan dengan hasil dari tugas-tugas
dalam psikologi eksperimental; kecerdasan menunjukkan sekumpulan
kegiatan pengolahan, seperti pencarian titi-nada dalam musik atau
sintaksis dalam bahasa, yang dirangsang oleh informasi yang relevan
dengan kecerdasan itu.
Dengan menggunakan kriteria-kriteria tersebut, Gardner
mengidentifikasi delapan kecerdasan yang relatif otonom, yakni
kecerdasan linguistik, logika matematika, spasial, musik, kinestetik
jasmaniah, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. 19 Kecerdasan
naturalis membuat manusia mampu mengenal, melakukan kategorisasi,
dan menentukan ciri-ciri lingkungan. Gardner juga menyebutkan bahwa
kecerdasan lain bisa ditambahkan jika memenuhi sebagian besar lc.riterianya.
Jumlah kecerdasan kurang pen ring daripada kemajemukan kecerdasan, dan
bahwa tiap manusia memiliki campu.ran kekuatan dan kelemahan kecerdasan
yang unik (atau "pro@").
Me skipun kalangan psikolog kurang tertarik dengan teori tersebut,Z0
para pendidiklah yang berminat dengan MI. Teori tersebut diikuti oleh
para guru di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Australia, serta
sebagian Eropa dan Asia. Teori tersebut telah diterapkan pada semua
jenjang pendidikan, mulai dari prasekolah sampai pendidikan dewasa.
Teori tersebut digunakan pada pelbagai disiplin ilmu dan pendidikan
kejuruan, serta mudah diterapkan di kelas untuk menangani murid
khusus, murid penderita cacat, atau murid berbakat.
Terdapat beberapa alasan mengapa MI diterapkan dalam pendidikan.
Salah satunya adalah bahwa teori tersebut membenarkan pengalaman
sehari-hari para pendidik, yakni anak didik berpikir dan belajar dengan
beragam cara. MI juga memberikan kerangka konseptual kepada para
pendidik untuk menyusun dan menelaah kurikulum, penilaian, dan
praktik-praktik pedagogi. Selanjutnya, penelaahan ini menyebabkan para
pendidik mengembangkan pendekatan-pendekatan baru yang dapat
memenuhi kebutuhan anak didik di kelas mereka. 21
Walaupun penerapan teori Gardner meluas, kualitas penerapannya
berbeda-beda. Para guru, pengelola, dan sejumlah konsultan independen
mempunyai pendapat sendiri mengenai penerapan teori Gardner sebab

440
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Frames rif lvfind tidak membahas bagaimana menerapkan teori tersebut.


Kendati sebagian pendapat tersebut mendorong pengembangan
pemahaman anak tentang pelbagai disiplin ilmu, sebagian pendapat
lainnya menyelesaikan setiap persoalan penerapan yang muncul dengan
cara yang dangkal. Perbedaan penerapan teori Gardner akhirnya
memunculkan pujian22 sekaligus kritik. 23
Gardner mengakui keragaman penerapan MI, namun semula ia
merasa bahwa penerapan tersebut memang bukan bidang garapannya,
sebagai teoretikus dan psikolog untuk situasi saat itu. I a lebih memusatkan
perhatiannya pada penyusunan gagasan-gagasan baru tentang penilaian
pendidikan,24 pengembangan pemahaman terhadap disiplin ilmu,25 dan
kreativitas. 26 Kendati demikian, ia mulai mengarahkan penerapan MI
untuk pendidikan dalam The UnschooledMind, 27 dan secara lebih jelas lagi
dalam Inteiligence Riframed28 dan The Disciplined Mind. 29
Masing-masing buku tersebut menekankan kepercayaan Gardner
bahwa misi utama pendidikan adalah pengembangan pemahaman.
Menurut Gardner, "Visi pendidikan saya sudah jelas. Pemahaman
yang mendalam harus menjadi tujuan utama kita. Kita harus berusaha
menanamkan pemahaman tentang apa yang dianggap benar atau salah,
indah atau buruk, baik atau jahat, dalam suatu konteks kebudayaan." 30
Pandangan tersebut "mendorong individu untuk mempelajari dan
memahami dunianya". 31
Gardner menegaskan bahwa pemahaman ditandai dengan tindakan,
di mana anak didik memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit
dalam suatu lingkungan dan menerapkannya pada lingkungan atau
permasalahan yang tidak mereka kenali. Supaya tujuan tadi tercapai, para
pendidik harus lebih mengutamakan kedalaman daripada keluasan. Anak
didik harus diberi kesempatan yang luas untuk memahami suatu topik. 32
Gardner menyatakan bahwa memberikan kesempatan kepada anak didik
untuk mendalami dan mengungkapkan suatu topik dengan beragam
cara serta melibatkan pelbagai kecerdasan dapat mengembangkan
pemahaman. Riset terakhir yang dilakukan Gardner di Harvard Project
Zero membuktikan pandangannya. 33
Pandangan Gardner tentang perkembangan pemahaman sangat
berbeda dengan pandangan kontemporer di Amerika Serikat yang
menerapkan pembelajaran di kelas berdasarkan kerangka kurikulum
nasional yang luas dan sangat rind. Namun, visi Gardner-lab yang

441
Howard Gardner (1943 - ...)

justru mengikuti tradisi Socrates, John Dewey, dan John Henry Cardinal
Newman. Visinya juga sejalan dengan pemahaman yang didasari kajian
empiris tentang kognisi, dan dengan realitas masyarakat multietnis serta
teknologis yang dihadapi sistem pendidikan modern.
Selama kurang lebih satu dasawarsa, Gardner menekankan
bahwa para pendidik harus menanamkan pemahaman terhadap
disiplin ilmu yang dianggapnya sebagai salah satu penemuan besar
umat manusia. Betapa pun pentingnya pemahaman terhadap disiplin
ilmu ini, Gardner juga menyebutkan bahwa tujuan pendidikan tetap
harus melampaui pemahaman tersebut. Tugas pada milenium baru ini
adalah memperjuangkan berpadunya kecerdasan dan moralitas untuk
menciptakan suatu dunia, tempat beragam manusia ingin hidup di
dalamnya. Suatu masyarakat yang dipimpin oleh "orang-orang cerdas"
bisa memengaruhi dunia. 34 Berkenaan dengan tugas ini, Gardner bersarna
sejawatnya-Mihaly Csikszentmihalyi dan William Damon-merancang
Good Work Project pada 1994. Tujuan utama proyek ini adalah
meneliti bagaimana individu-individu yang menonjol di setiap profesi
dapat menghasilkan karya yang patut dicontoh, sesuai standar profesi
masing-masing; dan memberikan sumbangan besar bagi kesejahteraan
masyarakat. Dengan menerapkan temuan proyek ini dalam lingkungan
pendidikan dimungkinkan meningkatkan pemahaman terhadap disiplin
ilmu dan kecerdasan humanitarian generasi selanjutnya. Gardner
berharap proyek ini dapat memberikan sumbangan suatu saat nanti.

Catatan
1. Gardner, Intelligence Re.framed (New York: Basic Books, 1999), hlm. 178.
2. Gardner, Frames of Mind: Theory of Multipk Intelkigence (New York: Basic Books,
1983).
3. Gardner, To Open Minds: Chinese Clues to the Dikmma of Contemporary Education
(New York: Basic Books, 1989), him. 22.
4. Ibid., him. 23
5. Ibid., hlm. 47.
6. Ibid., hlm. 56.
7. Jerome S. Bruner, The Process of Education (Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press, 1960).
8. Gardner, To Open Minds, hlm. 50.
9. Gardner, Intelligence Re.framed, hlm. 28.

442
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

10. Gardner, To Opm Minds, hlm. 28


11. Contohnya, Gardner, "Children's Sensivity to Painting Styles" (Child Development,
41, 1970), hlm. 813-821; Gardner, "The Development of Sensitivity to Artistic
Styles" (journal of Aesthetics and Art Criticism, 29, 1971), hlm. 515-527; Gardner,
"Style Sensitivity in Children" (Human Development, 15, 1972), hlm. 325-338;
Howard Gardner dan Judith Gardner, "Development Trends in Sensitivity to
Form and Subject Matter in Paintings", (Studies in Art Education, 14, 1970), hlm.
52-56.
12. Contohnya, Gardner, "Metaphors and Modalities: How Children Project Polar
Adjectives onto Diverse Domains" (Child Development, 45, 1974), hlm. 84-91;
Howard Gardner, M. Kircher, Ellen Winner, dan David Perkins, "Children's
Metaphoric Productions and Preferences" (journal of Child Language, 2, hlm.
125-141, 1975; Howard Gardner, Ellen Winner, R. Bechhofer, dan Dennie Wolf,
"The Development of Figurative Language", dalam K. Nelson (ed.), Children's
Language (New York: Gardner Press, 1978), hlm. 1-38.
13. Contohnya, Gardner, "Unfolding or Teaching: on the Optimal Training of Artistic
Skills", dalam E. Eisner (ed.), The Arts, Human Development and Education (Berkeley,
California: McCutchan Publishing Company, 1976), hlm. 100-110; Gardner,
"Entering the World of Arts: The Child as Artist" (journal of Communication,
Autumn, 1979), hlm. 146-156; Howard Gardner, Dennie Wolf, dan A. Smith,
'~\rtistic.Symbols in Early Childhood" (New York Education Quarterjy, 6, 1975),
hlm. 13-21; Dennie Wolf dan Howard Gardner, "Beyond Playing or Polishing:
The Development of Artistry'', dalam J. Hausman (ed.), The Arts and the S choofs
(New York: McGraw-Hill, 1980).
14. Gardner, To Open Minds, hlm. 83 ..
15. Contohnya, Gardner, "Artistry Following Damage to the Human Brain",
dalam A. Ellis (ed.), Normality and Pathology in Cognitive Functions (London:
Academic Press, 1982), hlm. 299-323; Howard Gardner, J. Silverman, G.
Denes, C. Semenze, dan A. Rosenstiel, ·"Sensitivity to Musical Denotation and
Connotation in Organic Patients" (Cortex, 13, 1977), hlm. 22-256; Howard
Gardner and Ellen Winner, '~rtistry and Aphasia", dalam M.T. Sarno (ed.),
Acquired Aphasia (New York: Academic Press).
16. Gardner, Intelligence Riframed, hlm. 30.
17. Gardner, Frames of Mind, edisi paperback (New York: Basic Books, 1985), hlm.
xix.
18. Gardner, Frames of Mind (New York: Basic Books, 1983).
19. Gardner, Frames of Mind, 1983; Gardner, '~re There Additional Intelligence?
The Case for Naturalist, Spiritual, and Existential Intelligences", dalam J. Kane
(ed.), Education, Information and Transformation (Upper Saddle River, New Jersey:
Prentice Hall, 1999), hlm. 111-131.
20. Contohnya, Richard Herrnstein dan Charles Murry, The Bell Curve (New York:
Free Press, 1994); Sandra Scarr, '~n Author's Frame of Mind: Review of
Frames of Mind by Howard Gardner" (New Ideas in P!Jchofogy 3, 1, 1985), hlm.
95-100.

443
Howard Gardner (1943 - ...)

21. Mindy Kornhaber, "Multiple Intelligences Theory in Practice", dalam J. Block


et aL (ed.), Comprehensive School Improvement Programs (Dubuque, Iowa: Kendall/
Hunt, 1999).
22. Contohnya, Richard Knox, "Brainchild" (Boston Globe Magazine, 5 November,
1995), him. 22-23, 38-39, 41-42, 45-48. Elaine Woo, "Teaching that Goes
Beyond IQ" (Los Angeles Time, 20 Januari 1995), him. A1, A22.
23. James Collins, "Seven Kinds of Smart" (Times Magazine, 19 October 1998),
him. 94-96; James Traub, "Multiple Intelligence Disorder" (The New Republic,
Oktober 1998), him. 27, 77-83.
24. Contohnya, Gardner, ''Assessment in Context: The Alternative to Standardized
Testing", dalam B.R. Gifford dan M.C. O'Connor (ed.), Changing Assessments:
Alternative Views of Aptitude, Achievement and Instruction (Boston, Massachusetts:
Kluwer, 1991), hlm. 77-120; Mara Krechevsky dan Howard Gardner,
''Approaching School Intelligendy: An Infusion Approach", dalam Deanna
Kuhn (ed.), Developmental Perspectives on Teaching and Learning Thinking Skills
(Basel: S. Karger, 1990), him. 79-94; C. Wexler-Sherman, Howard Gardner,
dan David Feldman, ''A Pluralistic View of Early Assessment: The Project
Spectrum Approach" (Theory in Practice, 27, 1988), him. 77-83.
25. Contohnya, Howard Gardner dan Veronica Boix-Mansilla, "Teaching for
Understanding Within and Across the Disciplines" (Educational Leadership, 51, 5,
1994), him. 14-18; Howard Gardner dan Veronica Boix-Mansilla, "Teaching
for Understanding in the Disciplines-and Beyond" (Teacher Colleges Record, 96,
2, 1994), him. 198-218; Gardner, "Educating for Understanding" (The American
School Board journal, 180 7, 1993), him. 20-24.
26. Gardner, Creating Minds: An Anatomy of .Creativity Seen Through the Lives of Freud,
Einstein, Picasso, Stravinsk;y, Eliot, Graham and Gandhi (New York: Basic Books,
1993); Gardner, "How Extraordinary was Mozart?", dalam J.M. Morris, On
Mozart (Washington, DC: Woodrow Wilson Center Press, 1994); Jin Li dan
Howard Gardner, "How Domains Constrain Creativity: The Case of Traditional
Chinese and Western Painting" (American Behavioral Scientist, 37, 11, 1993), him.
94-101.
27. Gardner, The Unschooled Mind: How Children Think and How Schools Should Teach
(New York: Basic Books, 1991).
28. Gardner, Intelligence Re.framed, 1999.
29. Gardner, The Disciplined Mind, 1999.
30. Gardner, The Disciplined Mind, him. 186.
31. Ibid., him. 24.
32. Gardner, The Unschooled Mind, 1991; Gardner, The Disciplined Mind, 1999.
33. Kornhaber, "Multiple Intelligences Theory in Practice", 1999; Mindy Kornhaber,
Edward Fierros, dan Shirley Veenema, Multiple Intelligences: Best Ideasfrom Practice
and Project Zero (Needham, Massachusetts: Allyn & Bacon, akan terbit).
34. Gardner, Intelligence Re.framed, him. 4.

444
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Lihat juga
Dalam buku ini: Bruner, Piaget.
Dalam Fifty Mtfior Thinkers on Education: Newman.

Karya-karya utama Gardner


The Que.rtfor Mind: Jean Piaget, Claude Levi-Strau.rs and the Structuralist Movement, New
York: Knopf, 1973.
The Shattered Mind, New York: Knopf, 1975.
Ar(fol Scribbles: The Significance ifChildren's Drawings, New York: Basic Books, 1980.
Art, Mind and Brain: A Cognitive Approach to Creativity, New York: Basic Books,
1982.
Frames ifMind· The Theory ifMultiple Intelligences, New York: Basic Books, 1983.
The Mind's New Science: A History if Cognitive &volution, New York: Basic Books,
1985.
To Open Minds: Chinese Clues to the Dilemma if Contemporary Education, New York:
Basic Books, 1989.
The Unschooled Mind: How Children Think and How Schools Should Teach, New York:
Basic Books, 1991.
Creating Minds: An Anatomy if Creativity Seen Through the Lives if Freud, Einstein, Picasso,
Stravinslg, Eliot, Graham and Gandhi, New York: Basic Books, 1993.
Leading Minds: An Anatomy if Leadership, New York: Basic Books, 1995.
Extraordinary Minds: Portraits if Exceptional Individuals and an Examination if Our
Extraordinariness, New York: Basic Books, 1997.
Intelligence &framed· Multiple Intelligences for the 21st Century, New York: Basic Books,
1999.
The Disciplined Mind: What All Students Should Understand, New York: Simon and
Schuster, 1999.

Bacaan lebih lanjut


"Harvard Project Zero". 1994. Harvard GraduateSchool if Education Alumni Bulletin,
39, 1, December. Cambridge, :tv!A: Harvard University.

445
Henry Giroux (1943 - ...)

HENRY GIROUX
(1943 - ... )
-::::=::>=~~~~~~~~"¢==

Keith Morrison

Pendidikan radikal memerlukan suatu visi, yakni visi yang


menunjukkan apa yang dapat dilakukan, melampaui kekinian dan
menjangkau masa depan, mempertautkan perjuangan dengan
kemungkinan-kemungkinan baru. 1

Beberapa akademikus pendidikan saat ini, termasuk Giroux, berhasil


memadukan polemik yang keras dengan kajian akademik yang baku.
Dengan argumen yang menarik, bahasa yang memukau, dan aforisme
ala Nietzsche, Giroux menawarkan pendidikan kritis yang radikal demi
mencapai kesetaraan, demokrasi, dan kemanusiaan, yang menurutnya
sedang terancam saat ini.
Henry Giroux meraih gelar doktor dari Carnegie-Mellon University
pada 1977 dengan tesis doktoral tentang teori kurikulum, sosiologi, dan
sosiologi pendidikan. Ia pernah mengajar di Boston University (1977-
1983) dan kemudian di Miami University (1983-1992) menjadi Prrftssor of
Education and Renowned 5 cholar in Residence. Sejak 1992, ia menjadi Waterbury
Chair Prrftssor of Secondary Education di Penn State University.

446
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Karya-karya utama Giroux memiliki beberapa fokus penting, yaitu


kesetaraan; demokrasi; politik kebudayaan; pendidikan kritis; guru
sebagai intelektual transformatif; peningkatan martabat manusia; dan
penghapusan penindasan dalam bentuk apa pun. Namun, Giroux tidak
hanya menjabarkan fokus-fokus tersebut dalam semua karyanya, ia juga
merambah persoalan keterkaitan antara pendidikan dengan pelbagai
medan produksi kebudayaan dan pergulatan lainnya. Bagi Giroux,
pendidikan harus meretas batas-batas persekolahan, masuk ke dalam
wilayah publik, dan bersifat politis.
Karya awal Giroux sangat dipengaruhi oleh pernikiran Mazhab
Frankfurt, khususnya Max Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbert
Marcuse, dan Jiirgen Habermas. Ia mengkritik dominasi nalar instrumental
yang mengontrol dan mengakibatkan dehumanisasi sehingga melestarikan
ketimpangan dalam masyarakat. Ia berpendapat bahwa pendidikan
lebih dari sekadar reproduksi kebudayaan2 untuk memperkuat mereka
yang sudah kuat dalam masyarakat dan mempertahankan marginalisasi
mereka yang lemah. Lebih lanjut, Giroux menyatakan bahwa
L'-lllLLLU<f->

sekolah harus menjadi medan untuk melakukan perlawanan, pergulatan,


perjuangan kultural, dan penentangan terhadap hegemoni budaya yang
telah melahirkan stigmatisasi, marginalisasi, penindasan, dan pengabaian
besar manusia. Ia menentang teoretisi seperti Bowles, Gintis,
Bourdieu2 karena pandangan mekanistik mereka ten tang reproduksi
sosial melalui pendidikan, dan pengabaian mereka terhadap kemungkinan
untuk melakukan intervensi atau memutus siklus reproduksi. Menurut
Giroux, ketiga pernikir tersebut terlalu mengandalkan struktur dan
merendahkan kemampuan manusia sebagai agen.
Sekolah, dalam pandangan Giroux, harus menjadi medan produksi
dan transformasi kebudayaan, bukan reproduksi kebudayaan. Sekolah
juga harus menjadi ajang pemberdayaan dan pembebasan individu
serta kelompok dalam sebuah masyarakat yang adil dengan mendorong
otonorni individual dan kolektif dalam sistem demokrasi partisipatoris
yang menghargai keragaman serta kemajemukan kelompok sosial dan
budaya. Pandangannya tersebut melihat demokrasi sebagai sebuah
perayaan atas perbedaan dan keragaman, bukan untuk melayani agenda
rninoritas elite atau ideologi yang berkuasa. 3 Ia berpendapat bahwa
demokrasi melibatkan kritik ideologi, dan dengan demikian demokrasi
dapat disamakan dengan demokrasi kritik. Demokrasi partisipatoris yang

447
Henry Giroux (1943 - ...)

kritis dirancang untuk menciptakan keadilan guna mengatasi beragam


"kesulitan": kemiskinan, keputusasaan, pengangguran, stigmatisasi,
generasi muda yang "sakit", budaya massa yang kabur, ketamakan,
komodifikasi, chauvinisme, seksisme, rasialisme, materialisme,
dehumanisasi, ideologi nasionalisme yang militeristik, dan kota yang
terus-menerus bertambah besar. 4
Tidak seperti Eagleton5 yang mengkritik beberapa pemikir Mazhab
Frankfurt, Giroux sangat berhati-hati saat berpendapat perlunya
memadukan "bahasa kritik" dengan "bahasa kemungkinan", yakni
dengan menunjukkan bagaimana kesempatan sekolah-sekecil apa
pun-umuk menjadi medan reproduksi sosial dapat diciptakan dan
dikembangkan. Kritik ideologi terhadap penggunaan kekuasaan secara
tidak sah dipadukannya dengan agenda reformasi. Dukungan Giroux
terhadap pendidikan kritis yang radikal sebagai sebuah bentuk politik
kebudayaan telah membangun reputasi internasionalnya. Bagi Giroux,
pendidikan kritis bukan persoalan metodologi pengajaran di kelas, 6
tetapi-sebagaimana Freire-melampaui sekolah dan menjadi bagian dari
pembebasan masyarakat/ yang selanjutnya menggantikan ketimpangan
sistemik dengan komunitas dan anak didik yang lebih berdaya.
Menurut Giroux,8 terciptanya masyarakat yang bebas di dalam dan
melalui pendidikan harus melibatkan (1) penolakan gagasan kebenaran
dan otoritas yang transenden dan ahistoris, sebagai perjuangan untuk
mendapatkan pengakuan, hak, dan "suara"--di sini dan sekarang-serta
harus melibatkan pengalaman ketertindasan; (2) politisasi hubungan
interpersonal untuk meningkatkan solidaritas dalam "pluralisme
radikal"; (3) menanamkan bahasa kritik dan bahasa kemungkinan
kepada masyarakat; dan (4) redefinisi sekolah sebagai wilayah publik, di
mana keterlibatan dan demokrasi dapat digali dalam perjuangan untuk
mencapai "masyarakat demokratis radikal". Keberhasilan demokrasi
kritis melalui perjuangan meraih makna, suara, hak, kebebasan, dan
emansipasi-sesuai dengan gagasan "situasi perbincangan ideal" (ideal
speech situation) dari Habermas-juga melibatkan riga faktor, 8 yakni (1)
pengakuan atas hak-hak semua kelompok untuk berpartisipasi dalam
wacana pendidikan; (2) perlunya mempertautkan praktik-praktik
pendidikan di sekolah dengan masyarakat yang lebih luas (misalnya,
menanamkan perilaku demokratis di sekolah sebagai persiapan untuk
perilaku demokratis di masyarakat); dan (3) para pendidik perlu bersatu

448
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

dengan kelompok-kelompok sosial progresif di luar sekolah untuk


menciptakan aliansi dan solidaritas.
Bagi Giroux, tugas terse but berarti membuat pedagogi lebih bersifat
politis dan membuat politik lebih bersifat pedagogis. 1 Pendidikan
radikal, menurutnya, bukan hanya menjalankan seperangkat teknik,
melainkan mempertanyakan asumsi-asumsi yang diterima tentang
hakikat, isi, dan tujuan persekolahan. 6 Dalam pandangannya tersebut,
pendidikan radikal merupakan suatu bentuk "politik kebudayaan"
yang mempertanyakan kebudayaan siapa yang direpresentasikan
dalam pendidikan dan sejauh mana keabsahan kebudayaan tersebut.
Pendidikan radikal mempertanyakan kategori dan status disiplin ilmu.
Tujuannya adalah membangun masyarakat lebih demokratis, yang
bergerak dari kritik ideologis dan historis atas masyarakat dan sekolah
sebagaimana adat!Ja (contohnya, sekolah yang melayani efisiensi ekonomi)
menuju suatu pandangan tentang masyarakat dan sekolah sebagaimana
seharusf!Ja (contohnya, sekolah yang mempersoalkan cara hidup dan
mengembangkan otonomi individu dalam masyarakat egalitarian). Giroux
mengakui gagasan tersebut bersumber dari Marxisme. 9 Hubungan-
hubungan pendidikan, kurikulum, dan sekolah dapat saling bertentangan,
ketiganya sarat dengan muatan ideologi dan sering melayani kekuasaan
serta struktur hubungan yang asirnetris dalam masyarakat. Bagi Giroux,
keadaan ini perlu dibongkar dan tidak boleh memperoleh legitimasi.
Giroux berpendapat bahwa para pendidik dan anak didik perlu
menyelidiki kurikulum siapa yang digunakan dan tidak digunakan di
sekolah, atas kepentingan siapa kurikulum itu diterapkan, apa dampak
penerapan kepentingan tersebut dalam masyarakat, serta sejauh mana
keabsahan kurikulum dan pedagogi yang diterapkan di sekolah. 7
Pembelaan Giroux terhadap hak-hak kelompok yang lemah dan
tertindas untuk memperoleh pengakuan di dalam dan melalui pendidikan
melibatkan keterlibatan intelektualnya yang luas dengan gerakan
feminisme, antiseksisme, antirasisme, dan antieksploitasi. Berkenaan
dengannya, ia tidak segan mengkritik masyarakat dan kebijakan
pendidikan Amerika Serikat kontemporer (ditandai dengan munculnya
kekuatan konservatisme baru) yang dianggapnya sebagai perwujudan
kolonialisme yang menggelisahkan di negeri sendiri.
Giroux10 menguraikan beberapa prinsip pendidikan kritis:

449
Henry Giroux (1943 - ...)

• Perhatian yang diberikan pada pendidikan seperti yang diberikan


pada kegiatan akademik tradisional, dengan menciptakan (kembali)
sekolah sebagai wilayah publik yang demokratis.
• Erika menjadi perhatian utama dalam pendidikan kritis yaitu dengan
mempersoalkan praktik-praktik pendidikan yang melestarikan
ketimpangan, eksploitasi, dan penderitaan manusia.
• Implikasi politis dari perayaan atas perbedaan dalam masyarakat
demokratis harus dihadapi.
• Bahasa yang mencakup beberapa versi solidaritas dan politik perlu
dikembangkan.
• Tidak ada teks atau narasi besar yang tunggal, tetapi terdapat beberapa
teks, beberapa kurikulum, beberapa versi pendidikan yang perlu
diteliti secara kritis sebab terdapat beberapa versi dan ajang eksploitasi
serta penindasan dalam masyarakat yang saling terkait.
• Representasi budaya dalam kurikulum harus dianggap sebagai wacana
kekuasaan dan hubungan-hubungan kekuasaan yang asimetris.
• Kurikulum adalah sebuah "teks kebudayaan" yang muatannya harus bisa
dikritik.
• Politik suara (politics rf voice) memerlukan pengakuan atas keragaman
dan hak-hak kelompok tertindas untuk memperoleh pengakuan dalam
pendidikan.

Dalam mengembangkan pendidikan kritis yang menghubungkan


praktik pendidikan dengan masyarakat, guru dan pendidik harus
bertindak sebagai "intelektual transforrnati£'', 11 yaitu intelektual yang
menganggap belajar dan mengajar sebagai aktivitas politik. Sekolah,
bagi Giroux, merupakan medan perjuangan untuk memperoleh makna
dan kekuasaan. Intelektual transformatif menggugah kesadaran anak
didik ten tang pelbagai permasalahan dengan memperlakukan anak didik
sebagai agen kritis yang mempertanyakan bagaimana pengetahuan--dan
pengetahuan siapa-yang diciptakan serta disampaikan di sekolah dan
atas kepentingan siapa proses tersebut bisa berjalan. Tujuan pendi-
dikan kritis adalah membuat anak didik secara ideologis lebih kritis dan
memiliki pandangan untuk mencapai emansipasi. Para guru mengajar
berdasarkan pada pengalaman anak didik dan mendorong anak didik
agar mampu menyelidiki dan mengkritik pengalaman-pengalaman
mereka untuk memperoleh pesan ideologis. Tujuan selanjutnya adalah

450
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

menyingkap penindasan, ketimpangan, dan konstruksi identitas sosial


dalam hubungan kekuasaan yang asimetris antara pelbagai kelompok,
dan sekaligus anak didik mempunyai pandangan untuk melakukan
transformasi cara pandang mereka terhadap situasi serta kesempatan
hidup. Selanjutnya, mereka mengalami pemberdayaan dan emansipasi
sebagai anggota komunitas dan kebudayaan yang beragam. Anak didik
pun memiliki "suara" dalam sistem demokrasi partisipatoris.
Trend12 berpendapat bahwa kekuatan tulisan Giroux mengenai
pendidikan merupakan komitrnen moralnya terhadap praktik-praktik
demokrasi yang terbuka dan melibatkan masyarakat, apa pun latar
belakang atau pengalaman budaya mereka. Giroux berbicara untuk
semua kelompok sebab perubahan menyangkut kelompok yang kuat
dan yang lemah.
Gagasan "perbedaan" lokasi budaya dan sosial semua kelompok dan
"perbedaan" dalam sistem demokrasi partisipatoris secara ideologis memang
tidak netral dan murni. "Perbedaan" yang dimaksud meliputi perbedaan
kekuasaan, yakni mengistimewakan wacana tertentu dan membungkam
wacana lain. Jika kesetaraan dalam masyarakat tercapai, kekuasaan (dalam
pendidikan, kurikulum, dan masyarakat) harus disingkap dan diubah.
Pandangan ini terungkap dalam gagasan Giroux tentang "pendidikan
batas" (border pedagogy),6 di mana guru dan anak didik menyelidiki dan
melintasi batas-batas kekuasaan, epistemologi, pembuatan keputusan,
serta representasi budaya dan sosial dalam kurikulum. Dalam pendidikan
tersebut, batas-batas "yang dibentuk dengan dominasi" dipersoalkan dan
didefi.nisikan kembali, demikian juga dengan permasalahan ketimpangan,
kekuasaan, pembungkaman, penindasan, dan penderitaan dalam
pelbagai struktur institusional. Giroux6 berpendapat bahwa walaupun
orang kulit putih memiliki andil politis dan kultural dalam mengabaikan
perbedaan, andil ini menyelubungi hubungan kekuasaan yang asimetris,
di mana mereka yang tidak berkulit putih, tidak laki-laki, atau bukan
kelas menengah dilarang mendapat akses pada kekuasaan dan "suara".
Giroux menulis 13 bahwa lawan kesetaraan adalah ketimpangan, bukan
perbedaan.
Giroux 6 mengakui adanya beberapa wilayah produksi kebudayaan
tempat pendidikan bisa berjalan. "Perbedaan" dan "pendidikan batas"
mengacu pada beberapa kelompok dalam masyarakat, dan tidak ada
narasi besar yang tunggal dalam menjelaskan konstruksi identitas sosial

451
Henry Giroux (1943 - ...)

dan kekuasaan. Karya Giroux selanjutnya6 menandai peralihan pandang-


annya menuju posmodernisme dan menjauh dari teori kritis Mazhab
Frankfurt. Melalui posmodernisme, ia menemukan cara "mengembalikan
kekuasaan dan identitas kelompok subordinat" yang menghancurkan
kekuasaan rasionalitas Eurosentris. 6 Sedangkan kebudayaan modern,
bagi Giroux, menegasikan kemungkinan untuk menghormati keragaman,
suara, dan aksi "meretas batas" (contohnya, meretas batas-batas
kurikulum dan pembuatan keputusan kurikulum yang memperkuat
struktur kekuasaan dalam masyarakat). Ketergantungan modernisme
pada rasionalitas mengabadikan ketimpangan. Bagi Giroux, rasionalitas
itu sendiri tidak bebas-ideologi, dan netralitas nilainya juga mustahil. Salah
satu keberhasilan utama Giroux adalah memadukan wacana erika dengan
kritik ideologi dan menempatkannya dalam konteks posmodernisme
sekaligus menghindari masalah relativisme yang sering muncul dalam
posmodernisme.
Beralihnya pandangan Giroux menuju posmodernisme dirangkai
dengan perluasan cakupan kajiannya. Ia berpendapat bahwa meskipun
persekolahan-yang menjadi fokus pada karya-karya awalnya--
merupakan wahana yang sangat penting bagi terciptanya masyarakat
yang kritis, pendidikan harus melampaui persekolahan. 6 Mereduksi
pendidikan menjadi sekolah justru merupakan kepicikan, dan membatasi
kemungkinan untuk mengembangkan pendidikan kritis sebagai politik
kebudayaan dalam beberapa wilayah produksi dan reproduksi kebuda-
yaan di luar sekolah. Simpatinya pada posmodernisme dalam bukunya
yang penting (1992) mengakui perlunya menggunakan pelbagai para-
digma dan beroperasi pada pelbagai wilayah secara bersamaan (dan
posmodernisme memang memadatkan waktu menjadi "kekinian"), 14
jika aliansi di dalam dan di luar dunia pendidikan memang dapat dijalin
untuk menghadapi kompleksitas kehidupan sosial dan teori sosial yang
lahir darinya.
Dengan dukll11gannya pada beberapa gagasan posmodernisme, maka
tidaklah mengherankan bahwa dalam tulisan-tulisannya yang terakhir,
perluasan pendidikan kritis melampaui apa yang terjadi di sekolah dengan
memberikan perhatian yang lebih besar pada permasalahan media dan
kebudayaan, termasuk kebudayaan pop dan dampak teknologi baru terhadap
masyarakat serta pendidikan. 15 Dalam karyanya yang terbit pada 1989 dan
1992, pembahasan Giroux mencakup film dan seniman tertentu.

452
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Dari uraian terse but muncul pertanyaan yang masih terbuka untuk
diperdebatkan, yakni apakah peralihan Giroux dari modernisme menuju
posmodernisme menandai ditinggalkannya akar intelektual Giroux dan
kemungkinan emansipasi kelompok subordinat, ataukah merupakan
pengakuan yang lebih realistis atas adanya keragaman dan kompleksitas
medan kebudayaan yang dapat menjadi ajang perjuangan demi meraih
emansipasi melalui pendidikan. Persoalan lain yang juga perlu dicermati
adalah apakah perubahan pandangan Giroux-yang hanya dikenal
karena faktor "kekuatan emosional", yang terdapat dalam pros a dan
ide-idenya, namun kontribusinya untuk (praktik) kehidupan sehari-hari
sesungguhnya terbatas-sekadar bersifat umum dan visioner (apalagi
menurut pendapat Miedama dan Wardekker, 16 pendidikan kritis memang
masih sangat muda). Meskipun demikian, pemikirannya tetap menjanjikan
harapan yang lebih baik bagi kita semua. Pemikirannya memang sangat
manusiawi, yakni berubah-ubah sebagaimana optimismenya, walaupun
demikian pendidikan tetap membutuhkan visinya.

Catatan
1. Giroux, Theory and Resistance in Education, him. 242.
2. Giroux, Ideology, Culture and the Process of Schooling dan Theory and Resistance in
Education.
3. Giroux, Border Crossings, him. 11.
4. Giroux, Schoolingfor Democracy, him. 26; Border Crossings, him. 4.
5. Eagleton, Ideology.
6. Giroux, Border Crossings.
7. Giroux, Schoolingfor Democracy.
8. Giroux, Schoolingfor Democracy, him. 28-33.
9. Giroux, Schoolingfor Democracy, him. 13.
10. Giroux, Border Crossings, him. 73-82.
11. Giroux dan Aronowitz, Education Under Siege; Giroux, Schoolingfor Democracy.
12. Wawancara Trend dengan Giroux ditulis dalam Giroux, Border Crossings, him.
149.
13. Giroux, Border Crossings, him. 69.
14. Jameson, Postmodernism, or the Cultural Logic of Late Capitalism.
15. Contohnya, Giroux, Disturbing Pleasure, Fugitive Cultures, Channel Surfing, dan The
A1.ouse that Roared.
16. Miedama dan Wardekker, "Emergent Identiyversus Consistent Identity", him.
68.

453
Henry Giroux (1943 - ...)

Lihat juga
Dalam buku ini: Apple, Freire, Habermas, Greene.

Karya-karya utama Giroux


Ideology, Culture and the Process of Schooling, London: Falmer Press, 1981.
Theory and Resistance in Education, London: Heinemann, 1983.
Giroux, H. dan Aronowitz, S., Education Under Siege: The Conservative, Liberal and
Radical Debate over Schooling, London: Routledge & Kegan Paul, 1986.
Teachers as IntellectuaL· Toward a Critical Pedagogy of Learning, Granby, Massachusetts:
Bergin and Garvey, 1988.
Schooling for Democracy: Critical Pedagogy in the Modern Age, London: Routledge,
1989.
Schooling and the Struggle for Public Lje, Granby, Massachusetts: Bergin and Garvey,
1989.
Giroux, H. dan McLaren, P., Critical Pedagogy: the State and the Stmgg!e Culture, New
York: State University of New York Press, 1989.
Postmodernism, Feminism and Cultural Politics, New York: State University of New
York Press, 1991.
Border Crossings: Cultural Workers and the Politics of Education, London: Routledge,
1992.
Disturbing Pleasures: Learning Popular Culture, London: Routledge, 1994.
Fugitive Cultures: Violence, Race and Youth, London: Routledge, 1996.
Channel Surfing: Race Talk and the Destruction of American Youth, Basingstoke:
Macmillan, 1997.
The Mouse that Roared· Disnry and the End of Innocence, Lanham, Maryland: Rowman
and Littlefield, 1999.

Bacaan lebih lanjut


Eagleton, T. 1991. Ideology. London: Verso.
Freire, P. 1972. Pedagogy of the Oppressed. Harmondsworth: Penguin.
Jameson, F. 1991. Postmodernism, or the Cultural Logic of Late Capitalism, London:
Verso.
Leistyna, P., Woodrum, A., dan Sherblom, S.A. (ed.). (?).Breaking Free, Cambridge,
Massachusetts: Harvard Educational Review.
Miedama, S. dan Wardekker, WL. 1999. "Emergent Identity versus Consistent
Identity: Possibilities for a Postmodern Repolitization of Critical Pedagogy",
dalam T. Popkewitz dan L. Fendler (ed.), Ctiticaf Theories in Education: Changing
Terrains of Knowledge and Politics. London: Routledge, hlm. 67-83.

454
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

LINDA DARLING-HAMMOND
(1951- ... )
-==Ov~~~~~~~~

Ann Lieberman

Perubahan misi pendidikan membutuhkan model baruo Untuk


mereformasi sekolah, para pembuat kebijakan hendaknya mengubah
orientasinya dari merancang kontrolo menjadi pengembangan kapasitas
0 0

sekolah sehingga guru bertanggung jawab atas proses bela jar siswa
dan peka terhadap kebutuhan, kepentingan, dan perhatian siswa
serta masyarakato 1

Sebagai akibat dari kesenjangan struktural dalam mengakses


pengetahuan dan sumber daya, anak didik dari kelompok ras dan
etnis "minoritas"0 menghadapi hambatan yang kuat dan nyata
0 0

untuk memperoleh pendidikano Perhatian kebijakan yang serius


pada kesenjangan sistematis dan sedang terjadi ini sangat penting
untuk memperbaiki kualitas dan hasil pendidikano 2

Linda Darling-Hammond, Charles E. Ducommun Professor of Education


di Stanford University dan Direktur Eksekutif National Commission
on Teaching and America's Future tidak diragukan lagi adalah seorang
reformis pendidikan dan pembuat kebijakan pendidikan yang paling

455
Linda Darling-Hammond (1951 - ...)

berpengaruh eli Amerika Serikat saat ini. Karyanya telah memengaruhi


undang-undang federal, kebijakan negara bagian, clistrik sekolah setempat,
praktik guru, dengan mengalihkan perhatian mereka pada kualitas
pengajaran dipadu dengan perhatian serius pada persoalan kesetaraan.
Ia bukan hanya pembuat kebijakan pendidikan yang paling menonjol
dan penting di Amerika Serikat, melainkan juga peneliti kebijakan dan
aktivis yang terkemuka. Jawaban bagi pertanyaan bagaimana kedua
posisi yang bertentangan ini-pembuat kebijakan dengan aktivis dan
peneliti-bersatu dalam diri seorang perempuan akan memperlihatkan
kemasyhuran dan pengaruhnya. Namun, bagaimana hal tersebut bisa
terjadi? Bagaimana ide-idenya terbentuk dan berpengaruh besar terhadap
politik dan praktik persekolahan publik di Amerika Serikat padahal ia
masih muda? Apa yang membentuk visi dan pemikirannya yang telah
dituangkan dalam waktu yang begitu singkat?
Untuk memaharni dengan baik pengaruhnya terhadap kebijakan
publik dan praktik pendidikan, penting sekali menjabarkan perkembangan
sosial, politik, dan intelektualnya. Saat masih kecil, keluarga Darling-
Hammond sering berpindah-pindah tempat sehingga anak-anak mereka
dapat mengenyam pendidikan sekolah yang baik. Ketika dibesarkan
pada akhir 1950-an dan 1960-an di Cleveland, Ohio, sekolah-sekolah
didorong untuk memperbanyak pilihan, tugas, dan keterlibatan aktif
serta mengurangi hapalan kepada anak didik. Pada 1960-an, Curriculum
Reform Movement meminta para pendidik untuk memberikan
perhatian yang lebih mendalam pada kurikulum dan menemukan cara
bagaimana anak didik bisa mengalarni menjadi sejarawan, ilmuwan, dan
lain-lain. Era "matematika baru" dan sejumlah reformasi kurikulum
berupaya memberikan pengalaman yang lebih luas kepada anak didik
untuk terlibat dengan muatan kurikulum. Sebagai seorang murid yang
menonjol, Darling-Hammond menerima pendidikan yang baik dari
guru-guru yang serius dan berkompeten. Seorang pembimbingnya
menganjurkan Darling-Hammond untuk mendaftar ke Yale University
karena universitas tersebut mulai menerima calon mahasiswa perempuan
dan calon mahasiswa dari kelompok "minoritas" serta menjadi sekolah
publik untuk pertama kalinya. Apalagi dengan pertimbangan bahwa ia
berasal dari keluarga kelas buruh yang---dari komunitas ini-beberapa
temannya belajar ke college. Ia diterima dan kemudian belajar di Yale dari
1969-1973 sebagai mahasiswi angkatan pertama.

456
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Waktu itu terjadi beragam pergolakan di Amerika Serikat. Selain


terdapat unjuk rasa anti-Perang Vietnam, mahasiswa di pelbagai kampus
juga berdemonstrasi menuntut perhatian yang lebih besar kepada
mahasiswa dan mengurangi birokratisasi pendidikan. Era ini adalah awal
tumbuhnya gerakan hak-hak sipil. Yale saat itu dan karakter lembaga
mahasiswanya menjadi pengalaman yang sangat mengesankan bagi
Darling-Hammond. Perbedaan tajam antara mahasiswa yang menuntut
ilmu di sekolah swasta dengan mahasiswa sekolah publik terlihat sangat
jelas. Mahasiswa kelas atas yang kaya dan diistimewakan dari sekolah
swasta sangat berbeda dengan mahasiswi dari sekolah publik, etnis
"minoritas", dan tinggal di wilayah miskin. Perbedaan ras, kelas, dan
akses pada pengetahuan sangat mencolok di Yale.
Setelah mengalami sendiri bagaimana kesempatan yang baik dapat
diperoleh dengan memiliki akses pada pendidikan dan sekolah yang
berkualitas, ia terlibat aktif dalam gerakan yang kemudian menyebar di
kampus. Persoalan akses yang sama pada pendidikan berkualitas bagi
semua anak didik menjadi salah satu bidang penelitian dan tulisannya.
Sebagai seorang mahasiswi, ia belajar keras dan akhirnya dapat
menyelesaikan studinya di Yale dengan predikat magna cum laude.
Ia mendapatkan surat izin untuk mengajar selama musim panas
setelah kelulusannya dan kemudian menjadi guru di Camden, New
Jersey, yang komunitasnya adalah komunitas kota besaryang mengalami
depresi ekonomi. Sekolah tempat ia mengajar, sebagaimana sekolah-
sekolah lain di wilayah perkotaan, hanya memiliki materi atau buku
dalam jumlah sedikit bagi murid atau guru mereka. Ia diminta untuk
mengajarkan sistem klasifikasi buku perpustakaan oleh penyelianya.
Setelah mengetahui bahwa ternyata kebanyakan anak didiknya tidak
bisa membaca dan menulis, ia membawa buku-buku dari penulis yang
menarik bagi anak didiknya, menghubungkan tema-tema buku terse but
dengan pengalaman anak didik, dan mempertautkannya dengan upaya
anak didik remaja untuk memahami dunia serta tempat mereka di dunia.
Sebagai seorang guru, ia belajar jika anak didik tidak mengikuti aturan,
mereka dianggap tidak patuh. Namun, sebagai orang dewasa yang peka,
ia mempunyai suatu pandangan bahwa yang dimaksud menjadi guru
yang profesional berarti harus bertanggung jawab dan tanggap kepada
anak didiknya.

457
Linda Darling-Hammond (1951 - ... )

Di Philadelphia, Darling-Hammond mengajar pada jurusan (track,


sekumpulan mata pelajaran yang diberikan sesuai kebutuhan dan
kemampuan anak didik-penyunting) pendidikan kejuruan dan melihat
secara langsung bagaimana segregasi dan penjurusan dalam konteks
birokrasi sekolah menunjukkan bahwa proses bela jar untuk murid jurusan
rendah (low track) dilaksanakan secara tidak mendalam-bukan hanya
karena kurikulum, melainkan karena anak didik yang sangat memerlukan
bantuan justru dihadapi oleh guru baru yang kurang berpengalaman.
Kurangnya pengalaman Darling-Hammond dalam mengajar murid
membaca telah membangkitkan kesadarannya bahwa sistem pengajaran
tersebut dibangun secara tidak sistematik, dan bahwa profesi guru
dirancang berdasarkan petunjuk praktis karena pengetahuan tentang
keterampilan dan kompetensi mengajar memang sedikit. Kepraktisan-
lah yang menjadi norma, bukan kompetensi. Kebijakan (pendidikan)
juga berada di luar kontrol guru. Darling-Hamond kemudian mengikuti
program doktoral sebab mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi
ditambah keinginannya untuk mengetahui persoalan tersebut secara
lebih mendalam.
Sebagai mahasiswa di Temple University dengan bidang kajian utama
Pendidikan di Perkotaan, Darling menemukan sosok mentor dalam diri
Profesor Bernard Watson. Setelah wawancara, Watson mengizinkan
Darling-Hammond mengikuti program tersebut, memberi beasiswa,
dan menugaskannya sebagai asisten penelitian. Disertasinya yang meraih
penghargaan merupakan sebuah analisis ekonomi tentang murid dari
keluarga berpendapatan rendah dan perbedaan pengeluaran mereka.
Sebagian dari disertasinya menjadi model bagi perundang-undangan
di Negara Bagian Pennsylvania. Dari mentornya, Darling-Hammond
mempelajari dan menyerap gagasan yang bersifat empiris, baku, sekaligus
menggugah. Seperti yang dinyatakan Watson dengan bersemangat,
"Semangat dan komitmen Darling-Hammond pada pengajaran disertai
kapasitasnya untuk memadukan keterlibatan aktif dalam masyarakat
dengan ide-idenya yang cemerlang, sungguh luar biasa." 3
Setelah bekerja pada School Finance Reform Project for the
National Urban Coalition, Darling-Hammond menjadi ilmuwan sosial
dan peneliti kebijakan di Rand Corporation-sebuah lembaga kajian
yang sangat bergengsi. Melalui Center for the Study of Teaching and
Policy-yang didirikan dan dipimpin oleh koleganya, Arthur Wise-ia

458
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

mulai melakukan penelitian, menyusun kebijakan, dan mengembangkan


pemikiran alternatif tentang pengajaran. Selama sepuluh tahun bekerja
dengan Arthur Wise, ia mempelajari dan menulis tentang permintaan
dan penawaran guru, perekrutan guru, pemberian izin mengajar, praktik
evaluasi guru yang efektif, serta pelbagai artikel dan monograf lain. Yang
paling penting adalah ia menghasilkan tulisan-tulisan yang menciptakan
pandangan lain tentang kebijakan guru, yakni kebijakan yang didasarkan
pada profesionalisasi, bukan birokratisasi, pengajaran.
Pada 1989, Darling-Hammond mengajar di Teachers College,
Columbia University, yang terkenal dengan visi pendidikan demokratis
bagi mahasiswa. Di sana, ia terlibat dalam pemikiran tentang pengajaran
dan persekolahan bersama koleganya di Teachers College, rekan-rekan-
nya dari kelompok aktivis pendidikan berorientasi reformasi di New
York City, dan para guru berpengalaman yang sekaligus merupakan
mahasiswanya. Ia juga memperoleh kesempatan untuk belajar bersama
para pendidik inovatif yang mendirikan sekolah-sekolah kecil di New
York City (lihat misalnya, Darling-Hammond dan Jacqueline Ancess
1994).4 Sekolah-sekolah tersebut menjadi contoh bagaimana memberikan
pendidikan yang baik kepada semua murid dalam salah satu lingkungan
yang paling beragam dan kompleks di dunia. 5
Bersama Ann Lieberman, ia mendirikan National Center for
Restructuring Education, School and Teaching (NCRES1) di Teachers
College. Organisasi tersebut didirikan untuk menciptakan dan memahami
struktur baru bagi perumusan kebijakan dan pengembangan keahlian
dengan menyatukan para reformis pendidikan dan organisasi reformas~
serta mendokumentasikan praktik-praktik baru yang menjanjikan
dan menyebarkan pengetahuan tentangnya. Selama proses tersebut,
diciptakanlah bentuk-bentuk dokumentasi baru. Tulisan yang dibuatnya
bersama sejawatnya menjabarkan pandangan baru mengenai reformasi
sekolah dan kebijakan yang diperlukan untuk mendukung sekolah.6 Pada
saat yang sama, ia mengaitkan contoh-contoh praktik profesionallokal ini
dengan kebijakari negara bagian yang mendukung praktik lokal yang telah
diubah melalui kegiatannya sebagai Ketua New York State Curriculum
and Assessment Council. Dalam lembaga tersebut, ia merumuskan
akuntabilitas profesional, bukan akuntabilitas birokratis. Pengalaman
dengan lembaga-lembaga penyusun kebijakan disertai keterlibatannya
yang mendalam dengan sekolah-sekolah kecil yang progresif di New York

459
Linda Darling-Hammond (1951 - ...)

City, komunitas Teachers College, dan lembaga NCREST yang inovatif,


memberinya pengalaman serta kesempatan untuk merenungkan perlunya
infrastruktur yang dapat menyatukan pelatihan guru, pengembangan
keahlian yang terus-menerus di lingkungan college, dan sistem akuntabilitas
profesional. Undangan dari Rockefeller Foundation untuk mendirikan
kornisi yang beranggotakan pemerintah, kalangan pengusaha, anggota
parlemen, masyarakat, tokoh pendidikan, dan guru guna membicarakan
masa depan pengajaran di Amerika Serikat semakin memperkuat potensi
sistem profesional yang digagas Darling-Hammond.
Dengan menulis artikel, buku, dan monograf, Darling-Hammond
bukan hanya mengajar mahasiswa di Teachers College, melainkan juga
masyarakat dan pembuat kebijakan tentang perlunya merumuskan
kebijakan yang mendukung praktik-praktik baru yang lebih profesional.
Ia juga terlibat mengarahkan National Commission on Teaching and
America's Future yang diketuai Gubernur North Carolina, James
Hunt, dan melibatkan para tokoh politik, pengusaha, masyarakat, dan
pendidikan dari pelbagai negara bagian. Selama dua tahun, ia menulis
sebuah laporan yang akan memberikan cetak biru pada negara untuk
mengubah penyiapan, penerimaan, pernilihan, dan penempatan guru
serta kepala sekolah, dan bagaimana sekolah mendukung, menilai, dan
menghargai pekerjaan mereka. Laporan ini mendapat sambutan sangat
baik sebab mewujudkan keinginan para pembuat kebijakan dan praktisi
untuk tak hanya mensintesiskan apa yang menjadi persoalan dalam sekolah,
melainkan juga memasukkan data dan contoh tentang apa yang dapat
menyelesaikan persoalan tersebut. Lima rekomendasinya yang sederhana
dalam laporan tersebut masih mendapat perhatian dari komunitas
pendidikan enam tahun kemudian. Rekomendasi tersebut adalah:

• Buatlah standar secara serius, untuk anak didik dan guru.


• Temukan kembali sistem penyiapan guru dan pengembangan
keahlian.
• Perbaiki sistem penerimaan guru dan tempatkan guru yang memenuhi
syarat di setiap kelas.
• Doronglah dan hargailah pengetahuan dan keterampilan guru.
• Ciptakan sekolah yang diatur derni mencapai kesuksesan guru dan
murid

460
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modern

Laporan tersebut telah mendorong elihasilkannya belasan undang-


undang negara bagian dan federal, pelbagai prakarsa lokal untuk
memperbaiki sistem pengajaran, paling seclikit dua prakarsa penelitian
dan pengembangan yang didanai pemerintah federal, dan lebih dari
1500 artikel yang elitulis di Amerika Serikat maupun eli luar negeri.
Sekurang-kurangnya 18 negara bagian dan sembilan elistrik sekolah
di wilayah perkotaan bertindak sebagai rekanan dengan dukungan
dari komisi tersebut dan partisipasi dari pelbagai pihak (meliputi
gubernur, departemen penelidikan, anggota parlemen, dan penelidik)
mengimplementasikan ide-ide dalam laporan komisi tersebut.
Laporan komisi itu eliterbitkan pada 1996. Setahun kemuelian elisusul
penerbitan buku Darling-Hammond, The Right to Learn. Jika laporan
komisi membahas kebijakan yang harus diwujudkan untuk menyeeliakan
guru-guru yang berkualitas bagi setiap anak didik, buku tersebut
membahas penelitian, praktik, kebijakan, dan alasan untuk membangun
sekolah-sekolah demokratis. Buku ini ditulis selama sepuluh tahun
dan memberikan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menciptakan
"sekolah yang berpusat pada proses belajar dan pelajar". Laporan komisi
dan buku tersebut menunjukkan pengaruh Darling-Hammond yang
kuat terhadap pelbagai pihak meliputi masyarakat, pembuat kebijakan,
peneliti, dan pendidik eli sekolah, eli Amerika Serikat maupun eli luar
Amerika Serikat.
Darling-Hammond memang seorang perintis dengan visi tentang
sekolah dan guru yang berpartisipasi untuk membentuk komunitas
demokratis dalam masyarakat yang lebih adil dan setara. Kemampuannya
menerapkan pengetahuan akademik pada program-program reformasi
sekolah yang fundamental melalui penelitian dan tulisan beserta
kepemimpinan dan usahanya yang keras dalam menyusun kebijakan
yang mendukung praktik-praktik yang memungkinkan anak didik
untuk berhasil, membuatnya-seperti yang elisampaikan oleh Presiden
Claremont College ketika sedang memberikan salah satu dari lima gelar
kehormatan kepadanya-menjaeli teladan bagi sarjana Amerika abad
ke-21.

461
Linda Darling-Hammond (1951 - ...)

Catatan
1. Darling-Hammond, "Reframing the School Reform Agenda: Developing the
Capacity for School Transformation" (Phi Delta Kappan, June 1993), hlm. 754.
2. Darling-Hammond, "New Standards, Old Inequalities: The Current
Challenge for African-American Education", dalam L.A. Daniels (ed.), The
State if Black Ameni:a (New York: National Urban League, 1998), hlm. 109-
171.
3. Dari wawancara dengan Bernard Watson, Maret 1996.
4. Lihat contohnya, Graduation by Portfolio at Central Park East Secondary School,
dengan Jacqueline, A. Ancess (New York: National Center for Restructuring
Education, Schools and Teaching, Teachers College, Columbia University,
1994); dan Authentic Teaching, Learning and Assesment with New English Learners
at International High School, dengan Jacqueline A. Ancess (New York: National
Center for Restructuring Education, Schools and Teaching, Teachers College,
Columbia University, 1994).
5. Lihat contohnya, Ann Lieberman, Visit to Small School (Trying To Do Big Things)
(New York: National Center for Restructuring Education, Schools and Teaching,
Teachers College School, Columbia University, 1996).
6. Lihat contohnya, "Reframing the Schools Reform Agenda: Developing Capacity
for School Transformation" (Phi Delta Kappan, 74, 10,June 1993), hlm. 753-761;
"Policy for Restructuring", dalam A. Lieberman (ed.), The Work if Restructuring
Schools: Buildingfrom the Ground Up (New York: Teachers College Press, 1995),
hlm. 157-175; "Policies that Support Professional Development in a Era of
Reform", dengan l\1ilbrey W McLaughlin, dalam l\1ilbrey W McLaughlin dan Ida
Oberman (ed.), Teacher Learning: New Policies, New Practice (New York: Teachers
College Press, 1996), hlm. 202-235.

Karya-karya utama Darling-Hammond


Darling-Hammond adalah penulis produktif yang telah menghasilkan
lebih dari 200 artikel, monograf, buku, dan artikel jurnal sampai saat ini.
Tulisannya sering dimuat di pelbagai jurnal penelitian dan kebijakan serta
majalah praktisi. Ia juga menulis dan menjadi penyunting delapan buku.

Bryond the Commission Reports: The Coming Crisis in Teaching, Santa Monica: California:
RAND Corporation, 1984.
What Af.atters Af.ost: Teachingfor America's Future, New York: National Commission
on Teaching and America's Future, Teachers College,Columbia University,
September, 1996.
The Right to Learn, San Fransisco, California: Jossey-Bass, Inc., 1997.
"New Standard, Old Inequalities: The Current Challenge for African-American
Education", dalam L.A. Daniels (ed.), The State if Black America, New York:
National Urban League, 1998, hlm. 109-171.

462
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Bacaan lebih lanjut


Lieberman, A. (ed.). 1995. The Work of Restructuring Schools: Buildingfrom the Ground
Up. New York: Teachers College Press.
McLaughlin, M.W 1987. "Learning from Experience: Lessons from Policy
Implementation", Educational Evolution and Policy Anafysis, 9, 2, him. 171-178.
Meier, D. 1987. The Power of their Ideas: Lessons from America from a Small School in
Harlem. Boston, Massachusetts: Beacon Press.

463
PARA PENULIS
-===Ov~~~~~~~l\¢=

Anderson, James D., adalah Profesor dan Ketua Jurusan Kajian


Kebijakan Pendidikan, College of Education, University of Illinois
at Urbana-Champaign, AS.
Apple, Michael W., adalah John Bascom Prrfessor if Curriculum and Instruc-
tion and Educational Poliry Studies di University Wisconsin-Madison,
AS.
Ardichvili, Alexander, adalah Profesor Asisten di Jurusan Pendidikan
Sumber Daya Manusia, College of Education, University of Illinois
at Urbana-Champaign, AS.
Bonnett, Michael, adalah Dosen Senior dalam bidang Pendidikan di
Homerton College, Cambridge, Inggris.
Bragg, Debra D., adalah Associate Prrfessor di College of Education,
University of Illinois at Urbana-Champaign, AS.
Bresler, Liora, adalah Profesor dalam bidang Kurikulum dan Pembelajaran,
University of Illinois at Urbana-Champaign, AS.

464
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Burbules, Nicholas C., adalah Profesor di Jurusan Kajian Kebijakan


Pendidikan, University of Illinois at Urbana-Champaign, AS.
Callan, Eamonn, adalah Profesor dalarn bidang Pendidikan di Standford
University, California, AS.
Cooper, David E., adalah Profesor dalam bidang Filsafat di University
of Durham, Inggris.
Dobbs, Stephen Mark, adalah Wakil Presiden Eksekutif Bernard
Osher Foundation dan Atfjunct Prtfessor dalam bidang Ilmu-Ilmu
Humaniora di San Fransisco State University, AS.
Eisner, Elliot W., adalah Lee Jacks Professor of Education dan Professor
dalam bidang Seni di Standford University, California, AS.
Feinberg, Eleanor, adalah psikolog yang menjalankan praktik pribadi
dengan minat khusus pada Psikologi Diri dan tinggal di California,
AS.
Feinberg, Walter, adalah Profesor dalam bidang Kajian Kebijakan
Pendidikan di College of Education, University of Illinois at
Urbana-Champaign, AS.
Fitz-Gibbon, Carol Taylor, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan
dan Direktur Curriculum, Evaluation and Management Centre di
University of Durham, Inggris.
Flinders, David J., adalah Associate Professor di School of Education,
Indiana University, Bloomington, Indiana, AS.·
Gabbard, David A., adalah Associate Professor di School of Education,
lndiana University, Greenville, North Carolina, AS.
Gandin, Luis Armano, adalah Profesor dalam bidang Sosiologi
Pendidikan, Federal University of Rio Grande do Sul, Porto Alegre,
Brasil.
Gardner, Howard, adalah Profesor di Graduate School of Education,
Harvard University, Cambridge, Massachusetts, AS.
Goodson, Ivor F., adalah Profesor di Centre for Applied Research in
Education, University of East Anglia, Norwich, Inggris.
Grossman, Pam, adalah Profesor dalam bidang Bahasa Inggris di
Stanford University, California, AS.-
Hargreaves, Andrew, adalah Co-Director dan Profesor di International
Centre for Educational Change, University Toronto, Kanada.

465
Para Penulis

Hobson, Peter, adalah Associate Professor di School of Education


Studies, University of New England, Armidale, New South Wales,
Australia.
Hinshelwood, Robert, adalah psikoanalis di London dan Profesor di
Centre for Psychoanalytic Studies di University of Essex, Inggris.
Hughes, Martin, adalah Profesor di Graduate School of Education,
University of Bristol, Inggris.
Husen, Tors ten, adalah Profesor Emeritus di Institute of International
Education, Stockholm, Swedia.
Hypolit~: Alvaro Moreira, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan
di Federal University of Pelotas, Pelotas, Brasil.
Inbar, Dan, adalah Profesor di School Education di Hebrew University
of Jerusalem, Israel.
J6hanesson, Ing6lfur Asgeir, adalah Associate Projessordalam bidang
Pendidikan di University of Akureyri, Islandia.
Kornhaber, Mindy L., adalah Profesor Asisten di Pennsylvania State .
University, AS, dan non-resident Fellow pada Civil Rights Project di
Harvard University.
Kuchinke, K. Peter, adalah Profesor Asisten dalam bidang Pendidikan
Sumber Daya Manusia di College of Education, University of
Illinois at Urbana-Champaign, AS.
Laanan, Frankie S., adalah Profesor Asisten di College of Education,
Univ~rsiJy of Illinois at Urbana-Ch!Ullpaigtl. AS..
Laird, Susan, adalah Associate Professor di Jurusan Kepemimpinan dan
Kajian Kebijakan Pendidikan, University of Oklahoma, AS.
Levin, Tamar, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan di Tel Aviv
University, Israel.
Lieberman, Ann, adalah Ilmuwan Senior di Carnegie Foundation for
the Advancement of Teaching dan Profesor Tamu di Standford
University, California, AS.
McLaughlin, Terence H., adalah Dosen Senior dalam bidang
pendidikan dan Fellow di St. Edmund's College, University of
Cambridge, Inggris.
Morrison, Keith, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan di Inter-
University Institute of Macau.
O'Hear, Anthony, adalah Profesor dalam bidang Filsafat di University
of Bradford, Inggris.

466
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

Olson, David R., adalah Profesor dan Ketua Centre for Applied
Cognitive Science, sekaligus bekerja di Jurusan Linguistik dan
University College di University of Toronto, Kanada.
Osborne, Margery D., adalah Associate Prifessor di Jurusan Kurikulum
dan Pembelajaran, College of Education, University of Illinois at
Urbana-Champaign, AS.
Palmer, Joy A., adalah Profesor dalam bidang Pendidikan dan Pro-Vice
Chancellor di University of Durham, Inggris.
Peters, Michael, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan di Fakultas
Pendidikan, University of Glasgow, Skotlandia, dan di School of
Education, University of Auckland, Selandia Baru.
Popkewitz, Thomas S., adalah Profesor di Jurusan Kurikulum dan
Pembelajaran, University of Wisconsin-Madison, AS.
Postlethwaite, T. Neville, adalah Profesor Emeritus dalam bidang
pendidikan di University of Hamburg, Jerman.
Shen, Jianping, adalah Profesor Asisten di Jurusan Pengajaran, Belajar,
dan Kepernimpinan, College of Education, Western Michigan
University, Kalamazoo, Michigan, AS.
Siegel, Harvey, adalah profesor dalam bidang Filsafat di University of
Miami, Coral Gables, Florida, AS.
Smith, Leslie, adalah Profesor dalam bidang Psikologi dan Epistemologi
Perkembangan di Jurusan Riset Pendidikan, Lancaster University,
Inggris.
Smith, Richard, adalah profesor dalam bidang Pendidikan di University
of Durham, Inggris.
Stuchul, Dana L., adalah Profesor Asisten di Jurusan Kajian Pendidikan,
Berea College, Kentucky, AS.
Thompson, Christine, adalahAssociate Pro.fossordalam bidang Pendidikan
Seni di Pennsylvania State University, A&
Thornton, Stephen J., adalah Associate Professor dalam bidang Kajian
Sosial dan Pendidikan di Teachers College, Columbia University,
New York, AS.
Torre, Carlos Antonio, adalah Profesor dalam bidang Pendidikan di
Southern Connecticut State University, dan Fellow di Yale University,
AS.
Uhrmacher, P. Bruce, adalahAssociate Professordalam bidang Pendidikan
di College of Education, University of Denver, Colorado, AS.

467
Para Penulis

Westbury, Ian, adalah Profesor eli Jurusan Kurikulum dan Pembelajaran,


University of Illinois at Urbana-Champaign, AS.
White, John, adalah Profesor dalam bidang Filsafat Pendidikan di
Institute of Education, University of London, Inggris.
Wineburg, Sam, adalah Profesor dalam bidang Psikologi Pendidikan
danAr!Junct Projessordi]urusan Sejarah, University of Washington,
Seattle, AS.
Zembylas, Michalinos, adalah Profesor Asisten dalam bidang
Pendidikan Sains di Jurusan Pendidikan Guru, Michigan State
University, AS.

468
GLOSARI

-=="'"v"v""'"v"'"'"'"'===

Sebagian besar tokoh yang dimasukkan dalam buku ini adalah


mereka yang hidup di Amerika Serikat. Sejak kecil mereka dididik dalam
sis tern pendidikan Amerika Serikat, sehingga sebagian besar istilah yang
dijelaskan berikut ini terkait dengan sistem pendidikan di sana. Hanya
sebagian kecil saja yang tidak tumbuh dalam sis tern pendidikan Amerika
Serikat.

Assistant Professor (profesor asisten): jabatan guru besar paling


bawah dalam hirarki guru besar.
Associate Professor: jabatan guru besar atau profesor di atas assistant
professor dan di bawah profesor.
Bachelor: gelar yang diberikan college atau universitas untuk mereka yang
sudah menyelesaikan pendidikan pada jenjang undergraduate.
Chancellor: pemimpin universitas, sedangkan di Kanada berarti
pemimpin kehormatan suatu universitas.

469
Glosari

College: lembaga pendidikan tinggi yang diperuntukkan bagi siswa


undergraduate dan dapat memberi gelar bachelor dan, kadang, master.
College adalah bagian dari universitas yang memiliki pengelola dan
dekannya sendiri. Di Inggris, college dapat digunakan sebagai nama
sekolah swasta.
Course: sesi atau serangkaian sesi mengenai topik tertentu yang diikuti
mahasiswa.
Dean: pengelola fakultas, jurusan, atau sekelompok mahasiswa di
universitas atau college.
Elementary school (sekolah dasar): jenjang pendidikan dasar yang
ditempuh selama empat sampai delapan tahun.
Fellow: dapat berarti mahasiswa yang mendapat dukungan dati
universitas untuk mengajar atau melakukan penelitian, atau anggota
komunitas ilmiah.
Fellowship: kedudukan yang diberikan universitas kepada mahasiswa
untuk mengajar atau melakukan penelitian, atau dukungan keuangan
untuk mahasiswa.
Graduate school: jenjang pendidikan yang menjadi bagian dari universitas
untuk mahasiswa yang sudah memperoleh gelar bachelor.
Gymnasium: sekolah menengah eli Eropa, biasanya eli Jerman atau
negara berbahasa Jerman, yang mengajarkan mata pelajaran
akademik, bukan mata pelajaran teknis.
High school: sekolah menengah atas (mulai dari kelas sembilan atau
sepuluh sampai kelas dua belas).
Junior college: college yang menawarkan masa stueli dua tahun.
Junior high school: jenjang sekolah antara high school dan elementary
school (mulai dari kelas enam atau tujuh sampai kelas delapan atau
sembilan).
Lecture: pidato akademik berisi topik-topik tertentu.
Lecturer (pengajar, dosen): pengajar eli universitas atau college.
Lycee: sekolah menengah eli Prancis.
Master: gelar yang eliberikan untuk mereka yang telah lulus dari program
postgraduate.
Middle school: sekolah untuk anak-anak berusia 11-14 tahun. Distrik
sekolah kadang menggantijunior high school dengan middle school sebab
jumlah siswa dengan rentang usia tersebut lebih banyak.
Private school (sekolah swasta): sekolah yang tidak elijalankan oleh

470
50 Pemikir Paling Berpengaruh terhadap Dunia Pendidikan Modem

pemerintah, sehingga memungut biaya pendidikan.


Public school (sekolah publik): sekolah dasar atau menengah yang
dibiayai oleh negara. Di Inggris dan Wales sekolah ini dapat pula
berarti sekolah yang memungut biaya pendidikan, dan biasanya
sekolah khusus untuk murid laki-laki saja atau perempuan saja.
Reader: pengajar di universitas-universitas di Inggris yang berada di atas
pengajarsenior dan di bawah profesor.
Regent: anggota dewan pengurus universitas.
School district (distriksekolah): suatu wilayah yang meliputi sejumlah
sekolah publik yang dikelola bersarha.
Senior lecturer (pengajar senior): pengajar di universitas-universitas
di atas reader dan di bawah profesor.
Undergraduate: mahasiswa universitas atau college yang belum menerima
gelar apa pun.

471

Anda mungkin juga menyukai