Pendahuluan
Payudara merupakan organ yang terdapat pada laki-laki dan wanita dan
terletak dekat dengan kelenjar limfe. Payudara merupakan organ seks sekunder yang
merupakan simbol feminitas wanita. Setelah melahirkan, payudara menghasilkan Air
Susu Ibu (ASI) yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Jika terjadi gangguan pada
payudara maka produksi ASI dapat terganggu dan menyebabkan bayi dapat
mengalami kekurangaran gizi dan menimbulkan berbagai penyakit pada bayi.
Gangguan-gangguan yang dapat timbul pada payudara berupa tumor baik tumor
ganas maupun tumor jinak, radang yang disebut mastitis, dan abses payudara. Abses
payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan nanah yang
terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri. Kondisi ini
menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh. Pada beberapa
kasus, orang-orang dengan abses payudara dapat menderita demam.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan gangguan pada
payudara dapat dilakukan dengan menggunakan tes mammogram yang disebut
sebagai mammografi.1
Abses Payudara
Definisi
Abses payudara adalah area kemerahan (efek peradangan), nyeri tekan serta
pengerasan yang timbul di payudara saat sedang menyusui. Bakteri yang paling
umum dijumpai pada abses adalah Staphylococcus aureus. Infeksi payudara pada
wanita yang tidak sedang menyusui jarang terjadi. 13
1
sehat saja. Sedangkan ASI dari payudara yang sakit diperas sementara (tidak
disusukan). Setelah sembuh bayi bisa disusukan kembali.15
Etiologi
Epidemiologi
Pada penelitian oleh Matheson (1988) melaporkan Staphylococcus aureus
ditemukan Peradangan payudara sering terjadi pada wanita yang menyusui, dan sering
terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan. Mastitis terjadi pada minggu-
minggu pertama setelah melahirkan. Sedangkan absesnya biasa terbentuk setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 10
Patofisiologi
2
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus
(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi
tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI terperangkap
di dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan yang dikenal sebagai
mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko infeksi bakteri selanjutnya pada
saluran tersebut.10, 12, 14
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang pecah.
Ketika bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh akan berusaha
untuk melawan bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel-sel darah putih ke
tempat terjadinya infeksi. Pada proses pembunuhan bakteri-bakteri, beberapa jaringan
dapat mengalami kerusakan membentuk suatu kantung kecil yang akan diisi oleh
nanah (campuran dari jaringan mati, bakteri dan sel-sel darah putih) dan membentuk
abses payudara.10, 12
Manifestasi Klinik
Gejala pada abses payudara tampak lebih parah, payudara lebih mengkilat,
panas dan lebih sakit serta terdapat benjolan yang berisi penuh/bengkak berisi cairan
sehingga teraba adanya benjolan lunak berfluktuasi dan suhu tubuh meningkat.
Penatalaksanaan
Pada abses payudara perlu dirujuk ke dokter ahli yang dapat dilakukan adalah
insisi abses, yang biasanya memerlukan anestesi umum. Pada kasus yang dini, insisi
tunggal pada bagian yang paling berfluktuasi biasanya cukup, namun abses multipel
membutuhkan beberapa insisi dan mengganggu lokulasi. Kavitas yang terbentuk diisi
3
dengan gumpalan kasa secara longgar yang harus diganti setelah 24 jam dengan
gumpalan yang lebih kecil. Alternatif yang kurang invasif adalah aspirasi jarum
yang dipandu dengan sonografik menggunakan anestesia lokal yang mempunyai
angka keberhasilan 80-90%. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.14, 15
Medika Mentosa
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, namun ibu
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.Jenis antibiotik yang
biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara
oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral
lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan
pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap
penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan
klindamisin. 14
2. Analgesik
4
Edukasi
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting karena stasis ASI merupakan
masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih
sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa
sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah
menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula
pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu
tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI.14
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang
lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat
terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui
atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan
bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa
nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman.
Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada
kenyamanan ibu.14
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak
ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat
gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.14
5
Komplikasi
Dengan penanganan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik terhadap
pasien, pada umumnya akan mengecilkan kejadian terjadinya komplikasi. Berikut
beberapa komplikasi yang dapat terjadi: 14
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak
dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat
yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan
dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
Pencegahan
Menurut WHO 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui
dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis
ASI dan bila tanda dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri
puting susu diobati dengan cepat.10
6
guna membantu memperlancar peredaran darah dan limfe di payudara.
c. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh keringat dan
ASI, BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan payudara biasanya dengan
ukuran 2 nomor lebih besar.
d. Metode yang bermanfaat untu mencegah terbentuknya fisura pada putting: (1)
Menyelipkan jari pada sudut mulut bayi untuk menghentikan tenaga mengisap
pada akhir minum; (2) Jangan menyusui pada satu payudara untuk waktu lama
karena akan terjadi maserasi, jadi lakukanbergantian pada kedua payudara
kanan dan kiri
e. Segera mengobati puting susu yang lecet, bila perlu oleskan sedikit ASI pada
puting tersebut.Bila puting bernanah atau berdarah, konsultasikan dengan
bidan di klinik atau dokter yang merawat
f. Seorang ibu harus menjaga tangan dan puting susunya bersih untuk
menghindari kotoran dan kuman masuk ke dalam mulut bayi. Dengan
cara mencuci kedua tangannya dengan sabun dan air sebelum menyentuh
putting susunya dan sebelum menyusui Hal ini juga menghindari puting susu
sakit dan infeksi pada payudara.
g. Biasakan untuk menyusui bayi hingga kedua payudara terasa kosong dan bila
bayi tampak sudah kenyang namun payudara masih terasa penuh atau ASI
menetes deras, segera kosongkan dengan cara memerah secara manual
menggunakan jari - jari tangan menekan pada areola (lingkaran hitam sekitar
puting), simpan ASI di kulkas jangan di buang, bisa diberikan kembali dengan
cara menyuap ke mulut bayi menggunakan sendok atau biarkan bayi
mencecap dengan cawan kecil setelah ASI dihangatkan.
h. Bila menemui kesulitan seperti puting payudara tenggelam atau ASI tidak bisa
lancar keluar tetapi payudara tampak mengeras tanda berproduksi ASI maka
konsultasikan dengan bidan cara memerah ASI dengan benar agar tidak terjadi
penumpukan produksi ASI
Prognosis
7
Prognosis untuk kasus ini baik bila segera dilakukan insisi abses dan
pemberian antibiotik yg adekuat serta analgetik yang diindikasikan untuk ibu
menyusui.
Kesimpulan
8
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates.
Jakarta: EGC; 2009. h. 305, 319
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h.
94.
3. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford: Pemeriksaan fisik dan ketrampilan
praktis. Jakarta: EGC; 2012. h. 372-83.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simbadibrata M, Simbadibrata M, Setiati
S. Buku ajar: Ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jilid 1. Jakarta: Internal
Publishing. h. 29, 31-2
5. Sjamsuhidajat R. De jong: Buku ajar ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2010.
h. 471-5
6. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi-6. Jakarta:
EGC; 2007. h. 477-81, 503, 601, 673.
7. Grace PA, Borley NR. At a glance: Ilmu bedah. Edisi-3. Jakarta: Erlangga;
2006. h. 17-21
8. Townsend CN, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Buku saku: Ilmu
bedah Sabiston. Jakarta: EGC; 2010. h. 413-4.
9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,
Melnick, Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 225-6
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri Williams. Volume 1. Edisi-23. Jakarta: EGC; 2012. h. 681-3.
11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta:
EGC. 2008. h. 286, 491
12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, penyunting. Robbins & Cotran: Dasar
patologis penyakit. Edisi-7. Jakarta: EGC; 2009. h. 1147
13. McPhee SJ, Papadakis MA. Lange: Current medical diagnosis &
treatment.49th ed. New york: Mc Graw Hill. p. 651-2, 720-1
14. Alasiry E. Mastitis: Pencegahan dan penanganan. 26 Agustus 2013. Diunduh
dari:http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-
penanganan.html, pada tanggal 12 April 2013.
15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Kapita
selekta kedokteran. Edisi-3. Jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001.h.324-5.