Disusun Oleh : Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
yang diampu oleh :
Disusun Oleh :
1. Dewi Murdah Ningrum (1701090474)
2. Khusnul Khotimah
3. Melisa
4. Samantha Olivia Wardhani
5. Yoan Wili Rosa
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II Program Studi
Keperawatan Stikes Kendedes.
Makalah berisikan tentang laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada Anak Korban Pemerkosaan dan Korban KDRT ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan Dosen dalam mata kuliah
Keperawatan Jiwa II, sekaligus salah satu syarat untuk memenuhi nilai kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Jiwa II serta rekan rekan yang telah banyak membantu dalam
membuat makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, kami menyadari
bahwa dalam menyusun makalah ini masih mempunyai kekurangan,oleh sebab itu
dengan dada lapang serta tangan dan hati terbuka kami mengharapkan saran dan
kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan
seksual terhadap anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus
kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es. Hal
ini disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual
enggan melapor. Karena itu, sebagai orang tua harus dapat mengenali
tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada
masalah kesehatan dikemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang
berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-
anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak
terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual (traumatic
sexualization), merasa tidak berdaya (powerlessness), dan stigma
(stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yang harus
dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi
secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan
dendam. Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat
menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan
penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat
perhatian besar dari semua pihak yang terkait, seperti keluarga, masyarakat
maupun negara.
Berbeda dengan kasus perilaku kekerasan dalam keluarga lebih
sering berbentuk kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah segala
bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual,
maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik
penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban menjadi
sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.
Perilaku kekerasan dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang
yang tinggal dalam keluarga, suami, istri, orang tua, anak, usia lanjut,
ataupun pembantu, tanpa membedakan gender ataupun posisi dalam
keluarga.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
Aasuhan Keperawatan pada anak klien dengan kebutuhan khusus:
Anak Korban Pemerkosaan dan juga Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan kebutuhan khusus: Korban KDRT
2. Tujuan Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang Pemerkosaan dan KDRT,
diharapkan mahasiswa dapat :
a. Mahasiswa mampu memahami secara menyeluruh tentang
Perilaku Anak korban Pemerkosaan dan Tindakan KDRT pada
istri dalam rumah tangga.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bentuk serta faktor-faktor
terjadinya pemerkosaan pemada anak dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT).
c. Mahasiswa dapat mengimplikasikan dan mengetahui
bagaimana proses asuhan keperawatan dalam masalah Korban
Pemerkosaan dan Korban KDRT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pemerkosaan
Perkosaan atau verkrachting termasuk kejahatan kesusilaan yang ada di
dalam Buku II KUHP Pasal 285. Menurut Pasal 285 KUHP perkosaan adalah
suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap wanita diluar pernikahan si
pelaku. Salah satu unsur di dalam Pasal 285 adalah kekerasan. Kekerasan yang
dimaksud dalam Pasal 285 adalah kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti
mencari, memaksa, merampas atau membawa pergi. Pemerkosaan adalah
suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang
laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut
moral dan hukum.
Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah
keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi
sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum
negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya
lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak
memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual.
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti
istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual
abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan
atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis
penganiayaan yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku
terdiri dari:
1. Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah,
menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti
orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian
incest. kategori incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan
pada anak. Kategori pertama, sexual molestation (penganiayaan).
Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral atau hubungan
dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis), dan
cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling
fatal disebut forcible rape (perkosaan secara paksa), meliputi kontak
seksual.
2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga
korban, dan hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile,
yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia diartikan
”menyukai anak-anak” sedangkan Pedetrasy merupakan hubungan
seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki. Biasanya ada tahapan
yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual, kemungkinan pelaku
mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban
menuruti, kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa nudity
(dilakukan oleh orang dewasa), disrobing (orang dewasa membuka
pakaian di depan anak), genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa),
observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat membuang air),
mencium anak yang memakai pakaian dalam, fondling (meraba-raba
dada korban, alat genital, paha, dan bokong), masturbasi, fellatio
(stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri), cunnilingus (stimulasi
pada vulva atau area vagina, pada korban atau pelaku), digital
penetration (pada anus atau rectum), penile penetration (pada vagina),
digital penetration (pada vagina), penile penetration (pada anus atau
rectum), dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku atau area genital
lainnya, paha, atau bokong korban).
B. Klasifikasi
Menurut kriminolog Mulyana W. Kusuma menyebutkan macam-macam
perkosaan sebagai berikut:
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam
bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati
kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui
serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2. Angea Rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi
sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan
marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan
objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas
prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan kekecewaan hidupnya.
3. Dononation Rape
Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih
atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah
penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki
keinginan berhubungan seksual.
4. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang,
yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban
memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai
sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai rasa
bersalah yang menyangkut seks.
5. Victim Precipitatied Rape
Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan
korban sebaagi pencetusnya.
6. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan
hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil
keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung
padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya, istri yang diperkosa
oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa
majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan
(mengadukan) kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada
untuk kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan
dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri.
Korban KDRT
1) Cedera ringan
2) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam
kategori berat .
2. Secara psikologis
yaitu penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan,
melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya,
mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan
sebagainya.
a). kekerasan Psikis Berat. Kekerasan ini berupa tindakan
pengendalian, manipulasi, eksploitasi, perendahan dan
penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi
social, tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau
menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis,
yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis
berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut :
1) Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan
obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau
kesemuanya berat dan atau menahun.
2) Gangguan stress pasca trauma.
3) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau
buta tanpa indikasi medis)
4) Depresi berat atau destruksi diri
5) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan
realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6) Bunuh diri.
3. Secara seksual (marital rape), yaitu kekerasan dalam bentuk
pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual. penyerangannya secara
fisik oleh pelaku seringkali diikuti, atau diakhiri dengan kekerasan
seksual dimana korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual
dengan pelaku atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan seksual yang
tidak diinginkannya, termasuk hubungan seks tanpa pelindung.
a. Kekerasan Seksual Berat, berupa :
1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba,
menyentuh organ seksual, mencium secara paksa,
merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban
atau pada saat korban tidak menghendaki
3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku
memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang
seharusnya dilindungi.
6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa
bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
b. Kekerasan Seksual Ringan. Kekerasan ini berupa pelecehan
seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno,
siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang
meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat
melecehkan dan atau menghina korban. (Kusumaningtyas,
Rokhmah, & Nafikadini, 2013)
4. Secara ekonomi, yaitu tidak memberi nafkah istri, melarang istri
bekerja, atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.Membatasi
akses pasangan mereka terhadap keuangan dan informasi akan keadaan
keuangan keluarga, dan mengendalikan keuangan pasangan.
a. Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi
dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa :
1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk
pelacuran.
2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan
korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda
korban.
b. Kekerasan Ekonomi Ringan, Kekerasan ini berupa melakukan
upaya upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau
tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.
E. Jenis Kekerasan
1. Aniaya fisik (physical abuse)
Contoh aniaya fisik adalah anak menjatuhkan gelas yang ada di
meja, maka dihukum dengan memukul tangan anak atau anak disiram
air.
Indikator Anak yang Mengalami Kekerasan secara Fisik :
a. Fisik : memar,luka bakar, lecet dan goresan, kerusakan tulang,
fraktur, serta luka di bibir, mulut, mata dan perineal.
b. Perilaku : takut kontak dengan orang dewasa, prihatin jika anak
menangis, waspada atau ketakutan, agresif/pasif.
ASUHAN KEPERAWATAN
B. Masalah Keperawatan
1. (00142) Sindrom Trauma Perkosaan
Definisi : Respons maladaptive terus-menerus terhadap kekerasan
hubungan seksual secara paksa yang bertentangan dengan keinginan
dan persetujuan korban.
2. (00148) Ketakutan
Definisi : Respons terhadap persepsi ancaman yang secara sadar
dikenali sebagai sebuah bahaya.
C. Strategi Pelaksanaan
1. Pasien
Strategi pelaksanaan 1 :
Identifikasi penyebab menarik diri, siapa yang serumah, siapa
yang dekat, yang tidak dekat dan apa sebabnya.
Melatih berinteraksi dengan keluarga atau teman sebaya dalam
satu kegiatan harian.
Masukkan dalam jadwal untuk kegiatan sehari-hari.
Strategi pelaksanaan 2 :
Evaluasi kegiatan berinteraksi dengan keluarga atau teman
sebaya (beberapa orang). Beri pujian.
Melatih cara berinteraksi dengan orang lain dalam 2 kegiatan
harian (misalnya bermain dengan teman sebaya).
Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan orang lain saat melalukan kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 :
Evaluasi kegiatan berinteraksi dengan orang lain dalam 2
kegiatan harian (misalnya bermain dengan teman sebaya). Beri
pujian.
Melatih cara berinteraksi (4-5 orang) dalam 2 kegiatan harian
baru.
Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan 4-5 orang saat melakukan 4 kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 4 :
Evaluasi kegiatan berinteraksi saat melakukan 4 kegiatan
harian. Beri pujian.
Melatih cara berinteraksi dalam kegiatan sosial (misal meminta
sesuatu atau menjawab pertanyaan).
Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berinteraksi
dengan > 5 orang saat melalukan kegiatan harian.
2. Keluarga
Strategi pelaksanaan 1 :
Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
perkosaan.
Menjelaskan cara merawat : berinteraksi saat melakukan
kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 :
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian.
Menjelaskan kegiatan rumah yang dapat melibatkan pasien
berinteraksi (misal makan, sholat bersama, bermain bersama
saudara).
Melatih cara membimbing pasien berinteraksi dan memberi
pujian.
Strategi pelaksanaan 3 :
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian dan dalam rumah.
Menjelaskan cara melatih pasien dalam melakukan kegiatan
sosial (misal berbelanja bersama orang tua, meminta sesuatu).
Melatih keluarga mengajak pasien pergi kesuatu tempat (misal
pasar, taman bermain).
Strategi pelaksanaan 4:
Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien
berinteraksi saat melakukan kegiatan harian dan dalam rumah.
Menganjurkan membantu pasien sesuai jadwal.
D. EVALUASI
A. Pengkajian
1. Identifikasi Hasil
a. Kecemasan
Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress
b. Gangguan tidur
Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada
melalui perkembangan gejala-gejala fisik.
c. Gangguan seksual
Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang
adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.
2. Perencanaan
a. Kecemasan
Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi
ansietas.
b. Gangguan tidur
Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.
3. Implementasi
a. Kecemasan
Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas
b. Gangguan tidur
Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien.
Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.
c. Gangguan Seksual
Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai
dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual
yang mungkin berebda.
4. Evaluasi
a. Kecemasan
1) Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri
pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?
2) Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas?
3) Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan
dengan adekuat?
4) Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif?
b. Gangguan tidur
1) Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali?
2) Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?
c. Gangguan seksual
1) Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah
lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional?
2) Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan?
3) Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat?
4) Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual
telah dilakukan dengan benar?
5) Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah
digali semua pada pasien?
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 (00148) Ketakutan Setelah dilakukan tindakan (5820) Pengurangan
Definisi : Respon terhadap keperawatan selama 24 Kecemasan
Mengurangi tekanan,
persepsi ncaman, yang jam diharapkan klien anak
ketakutan, firasat, maupun
secara sadar dikenali mampu :
(1210) Tingkat Rasa Takut ketidaknyamanan, terkait
sebagai sebuah bahaya.
Keparahan rasa takut yang
dengan suber-sumber
Batasan Karakteristik :
diwujudkan ketegangan
berbahaya yang tidak
Gelisah atau ketidaknyamanan
Gugup teridentifikasi.
Rasa panic yang muncul dri sumer Aktivitas :
Rasa takut Gunakan pendekatan
yang bisa diidentifiksi
Rasa diteror Kriteria Hasil : yang tenang dan
Rasa terancam 121001 Distress.
meyakinkan
Ditingkatkan dari Nyatakan dengan jelas
cukup berat menjadi harapan perilaku klien
ringan Berada disis klien
121016 Peningkatan untuk meningkatkan
Tekanan darah. rasa aman dan enguragi
ditingkatkan dari cukup ketakutan.
berat menjadi ringan Dorong keluarg untuk
121026 Tidak mampu endampingi kien
tidur. cukup berat dengan cara yang tepat
menjadi ringan Ciptakan atsmosphere
121028 Kelelahan. rasa aman untuk
Ditingkatkan dari meningkatkan
scukup berat ke ringan. kepercayaan.
121032 Menagis. Identifikasi pada saat
Ditingkatkan dari terjadi perubahan
cukup berat/skala 2 ke tingkat kecemasan
ringan skala 4. Berikan aktivitas
121033 Ketakutan. pengganti yang
Ditingkatkan dari skala bertujuna untuk
berat ke ringan. mengurang tekanan.