Anda di halaman 1dari 6

Iman Bukan Hanya

Harapan dan Basa-basi


Beranjak dari salah satu sabda Nabi Muhammad saw yang
hanya satu dan tiada duanya dan jika tidak mau mengerti yang
satu ini, yang mana lagi yang mesti kita amalkan. Hadits tersebut
ialah:

Artinya: “Katakanlah! Aku telah beriman lalu istiqomahlah!” (HR.


Ahmad Muslim, Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah, dari Sufyan bin
Abdillah ats Tsaqofi, [hadits shahih])

Berujar bahwa “Aku telah beriman”, tentu bukan hal yang


sulit. Jangankan orang dewasa dan orang pintar, anak kecil dan
orang bodoh sekalipun bisa, lebih jauh lagi bahkan burung beo
pun bisa. Tetapi untuk benar-benar memiliki iman, harus mengacu
kepada apa yang ditegaskan Alloh dalam Al Qur’an. Ukurannya
bukan hanya indah di lidah dan enak didengar saja, bukan pula
karena iramanya tetapi harus merujuk pada sumber yang akurat
dan tidak dapat diubah oleh siapa pun, yaitu berdasarkan wahyu,

Iman Bukan Hanya Harapan dan Basa-basi


61
bukan ro’yu/pendapat sendiri. Keterangan ini sesuai
dengan yang tercantum dalam kitab Faidl al Qodir:

Artinya: “Iman itu bukan hanya harapan yang tak kunjung tiba/ tamanni
dan bukan pula hanya hiasan di ujung lidah, tapi iman itu ialah, Sesuatu
Yang Tertanam Di Lubuk Hati dan dibuktikan pada amal perbuatan.”

Harapan yang tak kunjung tiba itu adalah bagi seseorang


yang dihadapkan kepada sesuatu yang sangat tidak ia harapkan,
seperti halnya orang kafir yang kelak menghadapi siksa.

Artinya: “Sesungguhnya Kami (Alloh) telah memperingatkan kepadamu


(hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang
telah diperbuat dengan kedua tangannya. Dan orang kafir itu berkata:
Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.” (QS. An Naba’: 40)

Harapan yang tak kunjung tiba ini, umumnya dialami oleh


orang-orang yang larut dalam kesibukan duniawi semata. Sehingga
pada hari kiamat mereka akan mengalami penyesalan yang
mendalam. Sebagaimana firman Alloh dalam Surat Al Fajri 23-24:

Artinya: “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka jahannam, pada hari
itu juga ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu
baginya. Dan dia mengatakan alangkah baiknya kiranya aku dahulu
mengerjakan (amal shaleh) untuk kehidupanku sekarang ini.” (QS. Al
Fajri: 23-24)
Lautan Tanpa Tepi
62
Penyesalan seperti ini pun akan dirasakan oleh orang beriman
yang imannya hanya di ujung lidah sampai tenggorokan, tidak
sampai ke hati. Penyesalan terjadi ketika nafas hanya sampai di
tenggorokan. Ketika semua anggota tubuh tak lagi berfungsi
sebagaimana mestinya, maka saat itulah dia akan meratap meminta
pertolongan untuk menunjukkan jalan ke tempat asalnya yaitu
kepada Alloh.

Pada zaman Nabi Muhammad saw, iman itu tidak hanya di


mulut, di lidah dan di bibir saja, tapi ditanamkan ke dalam hati
para sahabat. Iman adalah sesuatu yang tetap/tertanam kuat
dalam hati. Hal ini tampak jelas dari bantahan Alloh terhadap
orang Arab, sebagaimana tersurat dalam Al Qur’an surat Al Hujurat
ayat 14:

Artinya: “Telah berkata orang Arab itu, bahwasanya, ‘Kami telah


beriman’. Katakanlah (Muhammad): ‘Kalian belum beriman, tapi baru
Islam, karena iman belum masuk ke dalam hatimu.” (QS. Al Hujurat: 14)

Pertanyaannya, bagaimana agar iman masuk ke dalam hati,


bukan hanya sebatas di mulut saja seperti halnya orang munafik?
Mengapa jika iman hanya sekedar sebatas lisan kemudian
dikatakan seperti orang munafik? Jawabnya adalah karena Alloh
telah berfirman:

Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman


kepada Alloh dan hari kiamat/hari kemudian’, padahal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah: 8)

Sungguh sebuah kerugian besar ketika bibir berkomat-kamit


tetapi Alloh SWT menyatakan bahwa dia belum beriman, malah
dinyatakan bukan orang beriman. Kelebihan Abu Bakar as Shiddiq

Iman Bukan Hanya Harapan dan Basa-basi


63
dari shahabat lainnya adalah karena sesuatu yang mengendap
dalam hatinya, sebagaimana sabda Rosululloh saw:

Artinya: “Tidak ada kelebihan Abu Bakar as Shiddiq dari kamu sekalian
karena banyak shaumnya dan sholatnya, tapi kelebihannya itu dengan
sesuatu yang telah mengendap dan sampai mengeras dalam hatinya.”
(Miftahus Shudur, 14)

Sabda rosul ini tidak mengenyampingkan bahasa iman/


pernyataan melalui lisan dan buktinya dengan amal perbuatan,
karena ketiga-tiganya harus menjadi kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:

Artinya: “Iman adalah ma’rifat dengan hati, diucapkan dengan lisan


dan dibuktikan dengan amal perbuatan.” (HR. Ibnu Majah dan At
Thabrani dari Ali ra)

Membuktikan iman dengan perbuatan bukanlah hal yang


terlalu sulit. Jadi tak heran jika banyak orang yang mampu mela-
kukannya, terlebih jika perbuatan yang dimaksud adalah dengan
mengucapkannya. Hal ini sangat berbeda dengan memiliki iman
secara batiniah seperti Abu Bakar as Shiddiq tadi. Pasti ada yang
mengajarkan dan menanamkan ke dalam hati, karena yang di-
maksudkan dengan batin itu adalah hati. Tidak akan bisa masuk ke
dalam hati tanpa perantaraan seorang ahlinya yaitu melalui talqin.
Talqin artinya mengajarkan, hampir dekat dengan ta’lim yang artinya
mengajarkan. Nabi Muhammad saw pun menerima pengajaran
Alloh melalui kalam-Nya, yaitu malaikat Jibril as ketika di gua
Hiro. Sebagaimana firman-Nya:

Lautan Tanpa Tepi


64
Artinya: “Yang mengajarkan dengan kalam, Dia mengajarkan kepada
manusia yang belum mengetahui.” (QS. Al Alaq: 4-5)

Yang dimaksud dengan kalam pada ayat tersebut adalah


lisan malaikat Jibril as. Bukan kalam yang selalu dipegang dengan
tangan manusia. Lisan malaikat Jibril adalah kalam Alloh untuk
Nabi Muhammad saw, sedangkan kalam Alloh untuk mengajarkan
Al Qur'an kepada para sahabat adalah lisan Nabi Muhammad
saw dan kalam Alloh untuk mengajarkan Al Qur'an kepada para
pengikut Nabi Muhammad saw adalah dengan lisan orang-
orang yang ma'rifat kepada Alloh yakni para Mursyid. Syekh
Daud al Kabir bin Makhola ra menyatakan:

Artinya: "Lisan ahli ma'rifat adalah kalam Alloh untuk menulis/


menetapkan sesuatu di dalam hati para murid yang seumpama papan tulis."

Ada kalanya kalam Alloh tersebut tertuliskan ke dalam hati


tanpa diketahui makna dan penjelasannya ketika melihat tanda-
tanda kebesarannya, baik secara tanziliyyah maupun secara kauniyah.
Tanziliyyah maksudnya adalah sesuatu yang turun ke dalam hati
berupa ilham, sedangkan kauniyah merupakan kejadian aneh
yang tidak diduga-duga sebelumnya, berupa karunia dhohir.
Berkenaan dengan ini Syekh Daud menjelaskan:

Artinya: "Rasa itu punya lisan, ruh juga punya lisan dan akal juga
punya lisan." (Ath Thobaqotul Qubro/I/191)

Iman Bukan Hanya Harapan dan Basa-basi


65
Surat Al Baqarah ayat 8 sampai dengan ayat 20 menjelaskan
tentang keadaan orang-orang munafik serta perilakunya. Dalam
untaian ayat tersebut dinyatakan bahwa keimanan orang munafik
hanyalah sebatas di lidah saja. Bahkan lebih jauh lagi Alloh
menyatakan:

Artinya: "Mereka itu tuli, bisu, dan mereka itu buta" (QS. Al Baqarah: 18)

Dari ayat ini, kita mendapat kejelasan bahwa sesungguhnya


yang dinyatakan sebagai orang munafik adalah bukan mereka
yang tuli, bisu, dan buta panca inderanya melainkan mereka yang
tuli, bisu, dan buta hatinya. Karena itulah mereka merasa telah
beriman padahal hakikatnya belum beriman. Mereka menebar
pesona dalam berbicara padahal hatinya kosong tanpa kekuatan
iman. Inilah salah satu ciri orang munafik. Mereka memperkokoh
kekuatan di luar, sedangkan hatinya kosong. Itulah sebabnya
mengapa Alloh menyatakan mereka sebagai "penipu Alloh".

Lautan Tanpa Tepi


66

Anda mungkin juga menyukai