Anda di halaman 1dari 22

Telaah Ilmiah

KATARAK TRAUMATIKA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Alderiantama Akhmad, S.Ked 04084821921136

Pembimbing:
dr. Alie Solahuddin, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah

Topik
KATARAK TRAUMATIKA

Disusun oleh:

Alderiantama Akhmad, S.Ked 04084821921136

Telaah ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 20 Januari
2020 s.d 24 Februari 2020

Palembang, Februari 2020


Pembimbing

dr. Alie Solahuddin, Sp.M(K)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan telaah ilmiah ini
dengan judul “Katarak Traumatika” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Terima kasih kepada dr. Alie Solahuddin, Sp.M(K) yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan telaah ilmiah yang serupa dimasa yang akan
datang. Penulis berharap sekiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Aamiin.

Palembang, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv

BAB I.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

I. Embriologi Lensa....................................................................................................... 2

II. Anatomi Lensa ..................................................................................................... 4

III. Fisiologi Lensa ...................................................................................................... 6

IV. Definisi …………………………………………………………………………. 7

V. Etiologi ................................................................................................................... 8

VI. Epidemiologi ......................................................................................................... 8

VII. Klasifikasi ………………………………………………………………………. 9

VIII. Patofisiologi .................................................................................................... 12

XI. Gejala Klinis. ……………………………………………………………….… 14

X. Diagnosis ……………………………………………………………………... 16

XI. Tatalaksana. ………………………………………………………………… 17

XII. Komplikasi …………………………………………………………………. 21

XIII. Prognosis. …………………………………………………………………….. 21

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...... 22


BAB 1

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat
keduanya. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses
degenatif.1,2,3
Katarak traumatik merupakan kekeruhan pada lensa yang muncul akibat
trauma pada mata. Katarak traumatik dapat terjadi akibat trauma tumpul,
perforasi, atau penetrasi (tembus). Katarak traumatik dapat menjadi salah satu
penyebab hilangnya penglihatan akut atau kronis. Pada anak-anak, gangguan
visual karena katarak traumatik dapat menyebkan ambliopia deprivasional
ireversibel.2,3

Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami


kebutaaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangakan untuk negara maju
sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh
zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul, epitel
lensa, korteks, dan nucleus. 4, 5

1. Kapsul

Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastik yang terdiri dari
kolagen tipe IV. Lapisan paling luar dari kapsul lensa, zonullar lamella, juga
berperan sebagai titik perlekatan untuk serabut zonular. 5

2. Epitel lensa

Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel. Sel-
sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang normal,
yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak; mereka juga
menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan energy lensa.5

3. Nucleus dan korteks

Nucleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya


usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nukleus dan korteks
terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang. 4
Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.4

Gambar 2. Struktur lensa normal


II. Fisiologi Lensa
 Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. 3,4
 Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi
terjadi akubat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat
m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga
lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin
kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III.
Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh
karena terjadinya kekakuan pada nukleus.4
Pada anak dan orang muda, lensa dapat merubah kekuatan dioptrinya
saat melihat dekat agar bayangan jatuh diretina. Makin tinggi umur
seseorang, maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya, dan
penambahan kekuatan dioptri ini akan hilang setelah umur 60 tahun.
Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan
positifnya) disebut akomodasi.4

III. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti
air terjun. Asal kata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan melihat
sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya. Seorang dengan katarak
akan melihat benda seperti ditutupi kabut.2
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik trauma
tembus maupun trauma tumpul pada bola mata yang terlihat sesudah beberapa
hari atau beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut,
ataupun gejala sisa dari trauma mata. Energi inframerah, aliran listrik, dan radiasi
ion jarang menjadi penyebab katarak traumatik. 2,3

IV. Etiologi
Katarak dapat disebabkan atau memiliki faktor resiko sebagai berikut: 4
- Fisik, misalnya bahan toksis khusus
- Kimia, misalnya keracunan obat (eserin, kortikosteroid, ergot,
antikolinesterase topical), merokok, radiasi sinar UV-B, kekurangan
antioksidan (vitamin E, riboflavin), peminum alkohol, paparan ionizing
radiation (X-ray, terapi radiasi kanker)
- Penyakit predisposisi, misalnya diabetes mellitus, hipertensi, obesitas,
peningkatan asam urat serum, miopi tinggi, glaucoma, ablasi, uveitis, dan
retinitis pigmentosa
- Genetik dan gangguan perkembangan
- Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
- Usia, merupakan suatu penyakit degenerasi
- Riwayat inflamasi atau trauma mata
- Riwayat pembedahan mata

V. Epidemiologi
Prevalensi kebutaan di Indonesia tahun 1998 sebesar 1,62% dengan
kebutaan karena katarak sebesar 1,88%. Katarak terjadi karena lensa mata
berubah menjadi keruh dengan berbagai penyebab terutama proses ketuaan
atau katarak senilis. Dengan bertambahnya angka harapan hidup maka
diperkirakan pada tahun 2010 prevalensinya akan meningkat menjadi dua
kali.1

VI. Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan perkembangan,
etiologi, lokasi di lensa, bentuk serta derajat opfikasinya.2,3,5
Berdasarkan waktu perkembangannya katarak diklasifikasikan
menjadi katarak kongenital, katarak juvenil dan katarak senilis.
1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi
prenatal dimana kelanan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan
sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir dan
umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan keruhnya
seluruh lensa.
2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah
lahir. Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan
serat-serat lensa. Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan
disebut sebagai “soft cataract”. Katarak juvenil biasanya merupakan
bagian dari satu sediaan penyakit keturunan lain.
3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah
diketahui bahwa katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia
dan berkaitan dengan proses penuaan lensa.
Berdasarkan lokasinya di lensa ada tiga mayor katarak yaitu mengenai
korteks, nuklear dan subkapsular posterior. Pada tipe inti bagian sentral
menjadi lebih keras dan secara optik menjadi lebih padat sehingga berwarna
kuning sampai coklat. Katarak ini akan berkembang lambat dan selalu
diasosiasikan dengan menurunnya penglihatan dekat yang disebabkan oleh
perubahan lensa.2,8,9
1. Katarak kortikal merusak lapisan lensa terluar. Kekeruhan yang tampak
seperti gelombang rreguler dan perifer ke sentral lensa. Kekeruhan terus
berkembang hingga mengganggu penglihatan jauh dan dekat.
2. katarak subkapsular poterior dikarakteristikan oleh gumpalan sel-sel
epitel yang abnormal pada kutub posterior lensa tepat didalam kapsul.
Sel-sel tersebut secara cepat membentuk plak yang keruh di pusat aksis
visual. Ketajaman penglihatan seringkali memburuk pada cahaya yang
terang ketika pupil mengecil.
3. Katarak traumatik dapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik
(radiasi, arus listrik, panas dan dingin) serta pengaruh osmotik. Sebagian
besar katarak traumatik dapat dicegah. Di dunia industri tindakan
pengamanan terbaik adalah sepasang kacamata pelindunga dengan mutu
baik
4. Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus terjadi pada tahun 1930-an
sebagai akibat penelanan dinitrifenol (suatu obat yang dipakai untuk
menekan nafsu makan). Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu
lama baik sistemik maupun dalam bentuk tetes dapat menyebabkan
kekeruhan lensa.
Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur.
1. Stadium insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus.
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan
aksis relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang
nyata bila pupil dilebarkan.
2. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai eluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama
terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau
tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa
ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan di bagian posterior lensa,
maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan
lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang
sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan
ini disebut shadow test (+).
3. Stadium matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua
sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.
Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti
mutiara. Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan
syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika, oleh karena pada
katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan
terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa
kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang,
walaupun masih stadium imatur, dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya
dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu per
tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belum keruh
seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.
4. Stadium hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga
nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil,
pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran
di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang diatasnya,
yaitu kecoklatan. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa,
yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar
dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa.
Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

VII. Patofisiologi
Trauma okuli dapat menyebabkan kekeruhan lensa baik secara akut maupun
lambat. Katarak yang terjadi dapat melibatkan sebagian atau seluruh lensa.
Kerusakan lensa secara traumatik dapat disebabkan oleh suatu cedera mekanis dan
kekuatan fisika (radiasi, kimia, dan elektrik). Trauma terkadang menyebabkan
pigmentasi dari pupillary ruff pada permukaan anterior lensa dari yang disebut
“cincin Vossius”. Cincin Vossius merupakan epitel pigmen iris yang melekat pada
kapsul anterior lensa saat terjadinya kontusio. Cincin Vossius tidaklah bermakna
dan dapat sembuh seiring dengan berjalannya waktu, tapi merupakan suatu
indikator dari trauma tumpul okuli(8)
Pembentukan katarak pada trauma merupakan suatu rangkaian kejadian
yang biasa terjadi. Mekanisme yang dipostulasikan meliputi adanya kerusakan
traumatik pada serat-serat lensa dan kapsul lensa yang mengakibatkan influx
akuos humor, hidarasi serat lensa dan kekeruhan lensa.
Kontusio pada bola mata adalah cedera tertutup yang disebabkan oleh
trauma tumpul. Pada kontusio berat, dapat terjadi ruptur lensa. Pada kontusio yang
tidak terlalu berat dapat terjadi katarak superfisial atau kekeruhan terlihat pada
kortex subkapsular posterior di sepanjang sutura posterior sehingga berbentuk
seperti bunga mawar (rosette) yang dapat menghilang atau menetap.(8)

Gambar 3. Cincin Vossius (kiri), katarak berbentuk rosette(kanan)

Pada tahap awal, lensa menunjukkan zona serat lensa superfisial yang
ukuran, bentuk, dan kepadatan sitoplasmanya berubah menjadi iregular dan
terlihat halus di permukaan dengan berkurangnya interdigitasi. Perubahan
morfologi awal ditandai dengan pembengkakan serat lensa yang kemudian
mengalami degenerasi. Beberapa gangguan morfologis yang menandai terjadinya
proses degenerasi terlihat pada area lebih dalam dari lapisan edema. Akumulasi
globula dan droplet menandakan terjadinya pemecahan seluler. Penumpukan
materi berlebihan sel-sel terdegenerasi menyebabkan abnormalitas pengaturan
membran, seperti pembentukan badan multilamellar, membran whorls, atau
undulasi beramplitudo tinggi. (10)
Pembengkakan osmotik dari serat lensa dapat terlihat pada berbagai tipe
katarak, Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan stimulus pompa ion pada sel
epitel lensa sehingga terjadi influx cairan ke dalam jaringan lensa. Proses ini
mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan kerusakan sel-sel kortikalis.(10, 11)

Gambar 4. Gambar skematik pembentukan katarak traumatik. Epitel dan serat


lensa normal (kiri), serat lensa yang superfisial membengkak dan vakuolisasi epitel
lensa (tengah), seiring dengan perjalanannya serat-serat lensa berdegenerasi dan
mengkerut meninggalkan sisa sitoplasma dan membran diantara lubang-lubang
interselular di antara serat lensa yang datar yang lama-kelamaan akan masuk lebih
dalam ke arah kortex (kanan).

Trauma tumpul okuli memiliki efek osmotik langsung pada daerah


superfisial lensa. Gaya kontusio dapat menyebabkan cedera mekanik membran
epitel sehingga terjadi abnormalitas ambilan. Pada sel epitel dapat terlihat
pembengkakan dan vakoul interselular yang jelas. Hal ini menandakan
ketidakmampuan sel menjaga hidrasi lensa. Serat lensa hidrofik ini lalu
mengalami degenerasi dan pengerutan yang selanjutnya menghasilkan bentukan
vakuolik dari rossete.

VIII. Gejala Klinik


Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan
signifikan pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya
akan ditemui penurunan tajam penglihatan dekat signifikan dibanding
penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis
katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang berbeda pula.
Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi ketajaman
penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh. Sebaliknya
katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap
baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak
kortikal cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.4,10
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan
sinar langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak
subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak
nuklearis.4,10
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai
kehilangan signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding
menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit
membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga
menunjukkan adanya gangguan penglihatan. 4,10
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak
dekat akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan
refraksi lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada
pasien yang tidak menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa
penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan
kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau penglihatan
sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.4,10
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang
ia lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki
indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain
itu, dengan menggunakan retinoskopi atau oftalmoskopi langsung, akan
ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas terlihat dan tidak terlalu
jelas.10

Gejala objektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik oftalmologikus.


a. Visus dan pupil – adanya RAPD menunjukkan adanya neurpoati optic
post trauma
b. Gerakan bola mata – fraktur orbital atau kelumpuhan saraf akibat trauma
c. Tekanan bola mata – glaucoma sekunder dan perdarahan retrobulbar
d. Bilik mata depan – hifema, iritis, sudut sempit, iridodonesis, sudut
tertutup
e. Lensa – subluksasi, dislokasi, robek kapsul ( anterior dan posterior ),
katarak ( bentuk dan jenis ), edema, fakodenesis
f. Vitreous – ada tidaknya perdarahan, lepasnya vitreous posterior
g. Fundus – lepasnya retina, rupture koroid, komosio retina, perdarahan
preretinal, perdarahan intraretinal, perdarahan subretinal,
Tampak kekeruhan lensa dalam bermacam bentuk dan tingkat. Kekeruhan
ini juga ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan
nukleus.

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis katarak traumatik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
riwayat trauma okuli. Trauma dapat berupa trauma tembus atau trauma tidak
tembus pada bola mata. Trauma tidak tembus meliputi kontusio dan konkusio
orbita, kepala atau tubuh. Riwayat terkena kejutan listrik, radiasi atau cedera
kimia menyebabkan terjadinya katarak traumatik. Pasien dengan kontusio atau
subluksasi lensa jarang segera mencari pertolongan medis. Gejala penglihatan
yang dirasakan pasien berupa diplopia monokular, silau, dan perburukan
ketajaman penglihatan. (9, 11)
Open globe injury terutama yang disebabkan oleh trauma tumpul
memperlihatkan beberapa tanda pada pemeriksaan seperti penurunan gerak bola
mata, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, penurunan tekanan intraokular, dan
bilik mata depan yang dangkal atau sangat dalam. Pada lensa didapatkan
kekeruhan khas untuk katarak traumatik. Morfologi katarak traumatik yang dapat
ditemukan adalah berbentuk seperti rosette, diskret, pungtata atau perubahan
subepitel yang tersebar. Lokasinya biasanya terdapat di anterior, segmental,
subkapsular dan dapat terlihat adanya cincin Vossius. Tanda-tanda dari trauma
dapat ditemukan pada kornea, iris, zonula dan kutub posterior yaitu subluksasi
lensa, iridodenesis, phacodenesis, bilik mata depan dangkal atau dalam,
peningkatan tekanan intraokular dan hifema. Selain itu dapat pula terjadi dislokasi
lensa, robekan kapsul, dan terlihat vitreus pada bilik mata depan. (9, 11)

X. Penatalaksanaan
Jenis-jenis bedah katarak
A. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
ICCE adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan. ICCE menggunakan peralatan sederhana dan
hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan ICCE, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi,
cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.12 Meskipun sudah
banyak ditinggalkan, ICCE masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi
lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa.10 Kontraindikasi absolut
ICCE adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan
ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia
tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera
okuli anterior.13

B. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)


ECCE adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan
korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. ECCE meninggalkan
kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa
intraokuler (IOL). Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma
irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan
astigmatisma lebih kecil, dan penyembuhan luka lebih cepat.10 Pada ECCE,
kapsul posterior yang intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema
kornea, serta mencegah penempelan vitreus ke iris, IOL, atau kornea.13

C. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Teknik ECCE telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan,
teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil,
penyembuhan relative lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil
dibandingkan ECCE konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus
lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara
berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang
mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus
nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah sklerosis nucleus
derajat II dan III, katarak subkapsuler posterior, dan awal katarak
kortikal.10

D. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks
lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,
fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang
cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap
tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.6
IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke
dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah
IOL, dapat menghasilkan pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit
kehilangan persepsi dalam atau tajam penglihatan perifer.

Gambar 5. IOL
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan
khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah
IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan
dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk penglihatan jauh.12
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang,
retinopati diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler.
Gambar 6. Teknik pemasangan IOL pada mata

Berikut ini dapat dilihat beberapa keuntungan dan kerugian dari


beberapa tehnik bedah katarak tersebut:12
Keuntungan ECCE:
- incisi kecil
- tidak ada komplikasi vitreus
- kejadian endophtalmodonesis lebih sedikit
- edema sistoid makula lebih jarang
- trauma terhadap endotelium kornea lebih sedikit
- retinal detachment lebih sedikit
- lebih mudah dilakukan
Kerugian ECCE:
- kekeruhan pada kapsul posterior
- dapat terjadi perlengketan iris dengan kapsul
Keuntungan ICCE:
- semua komponen lensa diangkat
Kerugian ICCE:
- incisi lebih besar
- edema cistoid pada makula
- komplikasi pada vitreus
- sulit pada usia <40 tahun
- endopthalmitis
Keuntungan fakoemulsifikasi:
- incisi paling kecil
- astigmatisma jarang terjadi
- pendarahan lebih sedikit
- teknik paling cepat
Kerugian fakoemulsifikasi:
- memerlukan dilatasi pupil yang baik
- pelebaran luka jika ada IOL

XI. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan
katarak traumatic
b. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti fakolitik,
fakomorfik, blok pupil, glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal
detachment, rupture koroid, hifema, perdarahan retrobulbar, neuropati
optik traumatic

XII. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya traumna yang terjadi pada
saat terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San
Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2007). General
Ophthalmology, 17th Edition. Mc Graw Hill, Lange.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2017
4. Robert H Graham, Hampton Roy Sr. Traumatic Cataract. Update: sep
2, 2014. Medscape. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1211083-overview#a0101
5. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada; 2012.
6. James C. Bobrow, et al. Lens And Cataract. On: American Academy
of Ophtalmology. (2011-2012). P53-60
7. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11.
American Academy of Ophthalmology. 2002.
8. Wayne F. Age Related Cataract. Last updated 15-08-2004.
www.medem.com download at 04-12-2010
9. Leedez J. Guide to Eye Cataract and Cataract Surgery. Last updated 27-09-
2005. www.allaboutvision.com download at 04-12-2010
10. Anonymous. Cataract. Last updated 27-12-2005. www.eyemedlink.com
download at 04-12-2010
11. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and
clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2015.
12. Allison M. Juvenile Cataract. Last updated 04-07-2005.
www.springereye.com download at 04-12-2010

Anda mungkin juga menyukai