Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 4
A. Definisi Budaya .............................................................................................................. 4
B. Karakteristik Budaya ...................................................................................................... 5
C. Perilaku Budaya Kesehatan ............................................................................................ 7
D. Pengertian Transkultural ............................................................................................... 7
E. Konsep Transkultural ...................................................................................................... 8
F. Peran dan Fungsi Transkultural .................................................................................... 10
G. Paradigma Transkultural Nursing ................................................................................. 11
H. Proses Keperawatan Transkultural ............................................................................... 12
BAB III .................................................................................................................................... 17
PEMBAHASAN KASUS ........................................................................................................ 17
A. Kasus ............................................................................................................................. 17
B. Anatomi dan Fisiologi................................................................................................... 17
C. PENGKAJIAN .............................................................................................................. 20
D. Etiologi ........................................................................................................................ 23
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................................ 24
BAB IV .................................................................................................................................... 33
PENUTUP................................................................................................................................ 33
A. SIMPULAN .................................................................................................................. 33
B. SARAN ......................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 34

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat menarik perhatian
masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur, baik itu fraktur tertutup maupun fraktur terbuka. Terjadinya kecelakaan secara
tiba-tiba yang menyebabkan fraktur seringkali membuat orang panik dan tidak tahu
tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya kesiapan dan kurangnya
pengetahuan terhadap fraktur tersebut.
Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat, mungkin dikarenakan
kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya ada seseorang yang mengalami fraktur.
Tetapi, karena kurangnya pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap
fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia menganggap bahwa gejala fraktur
mirip dengan gejala orang yang terkilir. Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak
bagaimana penanganan pada korban fraktur.

B. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
1. Menjelaskan definisi dari konsep keperawatan transkultural M. Leininger
2. Menjelaskan konsep Transkultural Nursing
3. Menjelaskan teori Sunrise Model menurut M. Leininger
4. Menjelaskan hal-hal apa saja yang termasuk di dalam komponen-komponen
teori
5. Sunrise Model
b. Tujuan Khusus
Dapat memahami serta mempraktekkan tentang keperawatan lintas budaya yang
berhubungan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan
asuhan keperawatan lintas budaya khususnya pada kasus Retak Tulang kering
(Fraktur) dengan berkomunikasi yang sesuai dengan budaya klien.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Budaya
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya
misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan
material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat,
perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup barang-
barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan
lagu atau tarian tradisional. Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia
berbeda-beda, perilaku tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat
terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana
kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap
individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari,budaya merupakan
struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog
Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang
dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat (Brunner dan Suddart, 2001).
Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap
dan adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi
berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya.
Budayaan atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis
baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai

4
pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing,
1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat terhadap berbagai peristiwa
kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di
masyarakat. Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978)
bahwa budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai,
kepercayaan, aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi
kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito
(2003) menjelaskan bahwa kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang
berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan
kata ‘cuture’. Kata culture berasal dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau
kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup
berbagai komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan hidupnya sehari-hari.Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur
atau memiliki karakteristik sendiri.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

B. Karakteristik Budaya
Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri esensial budaya
yaitu pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya
mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota
kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku
dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah
adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok
manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya.Adaptasi budaya pada negara
maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses
yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya,

5
misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya.Penelitian batak Toba di Indonesia
yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena
menyesuaikan diri dengan budaya setempat.Menurut Samovar dan
Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :

a. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika
dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah
secara otomatis anak itu dapat berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada
proses pembelajaran oleh orangtuanya.
b. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya, karena generasi
sebelum kita mengajarkan kita tentang hal budaya tersebut. Contohnya upacara
penguburan pla centa bada masyarakat jawa, sehingga banyak masyarakat yang
mengikuti adat istiadat seperti itu.
c. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang
memerlukan symbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar
pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang
mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik,
gelang, yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
d. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis
dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada
sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning,
pada zaman modern tradisi tersebut berubah menjadi kue ulang tahun untuk
merayakan hari kelahirannya.
e. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi
elemen-elemen budaya yang lain.
f. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang
benar,apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi
pada kelompok suku yang lain.Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang
dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain,sebagian
besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai
dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan

6
sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi
lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi
signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga
bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi,hanya belajar
tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat
memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).

C. Perilaku Budaya Kesehatan


Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau
sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan
negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai
suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan
yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada
perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait
dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian,
Menurut Crist (1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi
komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai
kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut. Menurut Bendel (2003) di
Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara
penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine
dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma,
perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang
terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat Indonesia
terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.

D. Pengertian Transkultural

Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan Dr. M. leininger
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
7
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini
dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa
pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum
dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan
pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat
lainnya.

E. Konsep Transkultural

Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing


Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan
keperawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi keperawatan, praktik klinis
keperawatan, komunkasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan
bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah
bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Oleh karenanya tindakan keperawatan harus
didasarkan pada tindakan yang kompereshif. Budaya merupakan salah satu dari
perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat
sosial.Budaya yang berupa norma,adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam

8
kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu
tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.
Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari
suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola
interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan
intervensi keperawatan.
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal
dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai
pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi
diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. Caring act dikatakan sebagai
tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.
Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir, masa perkembangan,
masa pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala meninggal.
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan
bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budaya nya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang
lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada asal muasal
manusia

9
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal
balik di antara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.

F. Peran dan Fungsi Transkultural

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu,
penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat. Misalnya
kebiasaan hidup sehari – hari, seperti tidur, makan, kebersihan diri, pekerjaan,
pergaulan social, praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan
kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur. Kultur juga terbagi
dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak
seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau memberi
makna yang berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan
cultural. Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil

10
mendapat pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap
tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya pengaruh
kultur terhadap pelayanan perawatan.
Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relatif baru ia berfokus pada
studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan
hubungannya dengan perawatannya Leininger (1991) mengatakan bahwa
transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras),
yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan
kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang
ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) Caring practices
adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik
kesehatan dalam berbagai budaya (kultur) baik di masa lampau maupun zaman
sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat , kombinasi
pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat
menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang
banyak dan berbagai kultur.

G. Paradigma Transkultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara


pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand
Boyle, 1995) :
1. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada
(Geiger and Davidhizar, 1995).
11
2. Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4. Keperawatan didalam Leininger menyajikan 3 tindakan yang sebangun dengan
kebudayaan klien yaitu Cultural care preservation, accomodation dan
repatterning.

H. Proses Keperawatan Transkultural

Model konseptual yang dikembangkan


oleh leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya seperti
gambar disamping dalam bentuk matahari
terbit / sunrise model. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi terhadap
12
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dari mulai tahap pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pada proses keperawatan transkultural.

H. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan
memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors). Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak
positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors). Perawat
pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya

13
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut
budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan
yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk
klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang
dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors). Latar belakang pendidikan klien
adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi
saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya
didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara
aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

I. Tahap Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan

14
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

J. Tahap perencanaan dan pelaksaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

1. Cultural care preservation/maintenance:


a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3. Cultual care repartening/reconstruction:
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua,
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

15
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing
melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat
tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga
hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman
budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

K. Tahap Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap


keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

16
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus

An. A 8 tahun suku padang, beragama islam diantarkan orang tuanya di rumah
sakit harapan kita dengan keluhan nyeri pada tulang keringnya. Bp.A mengatakan
nyerinya timbul akibat An.A terjatuh dari pohon keramat didesanya, kemudian menurut
kepercayaan orang sekitar An.A terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon keramat
tersebut. Menurut cerita yang dikatakan Bp.A, saat anak nya jatuh An. A langsung
dibawa ke dukun, lalu An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan
bacaan doa-doa. Bp.A mengatakan An.A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan,
daging, dan telur. Namun An.A masih tampak lemah, lesu, dan tampak kesakitan, pada
saat di berikan perkes Bp.A masih terlihat kebingungan. Setelah dilakukan pemeriksaan
melaluirontgen, pada hasil rontgen terlihat bahwa terdapat adanya retak pada tulang
kering An. A.

B. Anatomi dan Fisiologi


a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh
fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002). Fraktur adalah patahnya
kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan
yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada
orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang.
Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai
daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada

17
dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar
dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan
diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan
pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding
akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak
dibandingkan orang dewasa, yaitu :
1. Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah
dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang.
Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar
terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa
sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak
dapat menahan kompresi.
2. Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis
yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh
procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan
kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi
seperti karet yang besar.
3. Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami
robekan dibandingkan orang dewasa.
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum
bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,

18
trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas.
Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula
fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang
penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber
utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang
femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang
lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak
mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :
1. Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada
pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami
hiperemi pada waktu penyambungan.
2. Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau
angulasi.
3. Fraktur Total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya
sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.
b. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh;
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,otak,dan paru-paru) dan jaringan
lunak;
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan;
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis);
5. Menyimpan garam mineral misalnya kalsium dan fosfor.

19
c. Klasifikasi Fraktur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui
kepala femur (capital fraktur),Hanya di bawah kepala femur, Melalui leher dari
femur.
Fraktur Ekstrakapsuler Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur
yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian
distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

C. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan tanggal : 10 Desember 2016 Jam : 10.00 WIB


Tanggal masuk : 9 Desember 2016 No. CM : -
Ruangan : - Ruangan : -
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 8 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Padang
Pendidikan : SD
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Baru Kel. Pasar Sejantung Kab. Kepahiang
Diagnosa Medis : Fraktur Tibia (Retak tulang kering)

B. Penanggung Jawab
Nama : Bp.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 35 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Padang
20
Pendidikan : Tamat SD
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Alamat : Jl. Baru Kel. Pasar Sejantung Kab. Kepahiang
Hubungan Dengan Pasien : Ayah klien
Keluhan Utama : Nyeri pada Tulang Kering ( Fraktur )

1. Riwayat Kesehatan Saat ini : Saat ini Klien merasakan nyeri pada tulang keringnya.
Bp.A mengatakan nyerinya timbul akibat An.A
terjatuh dari pohon keramat didesanya, kemudian
menurut kepercayaan orang sekitar An.A terjatuh
akibat didorong oleh penunggu pohon keramat
tersebut.
2. Riwayat kesehatan Masa Lalu : Pada masa lalu Klien tidak memiliki riwayat
kesehatan sehingga tidak ada pengaruh dalam
kesehatan saat ini.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga Klien tidak memiliki penyakit apapun
sehingga penyakit klien ditimbulkan bukan dari
keluarga.
4. Riwayat pengobatan : Ada riwayat pengobatan dar keluarga yaitu
pengobatan dari dukun sehingga klien sebelum dibawa
ke tim medis dibawa terlebih dahulu ke dukun
tersebut.

C. Riwayat Kesehatan
Teori Sunrise model :
1. Faktor Tekhnologi
a. Persepsi Sehat Sakit
Persepsi klien mengenai sehat sakit,klien mengatakan biasanya klien
cukup datang ke dukun dalam mengatasi permasalahan kesehatan, selain itu
juga sering menkonsumsi obat tradisional.

21
b. Alasan mencari bantuan kesehatan
Bp.A mengatakan bahwa anaknya didorong oleh pohon penunggu
keramat, sehingga bp.A mencari bantuan kesehatan dengan membawa An.A
kedukun, selain itu keluarga bp.A mempunyai kebiasaan berobat kedukun.

c. Alasan klien memilih pengobatan alternative


Bp.A sebagai keluarga klien mengatakan bahwa sebelum klien dibawa ke
rumah sakit harapan kita, saat anak nya jatuh An. A langsung dibawa ke dukun,
lalu An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan bacaan doa-
doa. Bp.A mengatakan An.A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan,
daging, dan telur. Alasan keluarga klien memilih pengobatan alternative karena
Bp.A sebagi ayah klien mempercayai bahawa anaknya yaitu An.A terjatuh
karena didorong oleh penunggu pohon keramat.
d. Persepsi penggunaan dan pemanfaatan tekhnologi
a. Hasil pemeriksaan rontgen, pada hasil rontgen terlihat bahwa terdapat adanya
retak pada tulang kering An. A
2. An. A akan melakukan operasi.

2. Faktor Agama dan Filosofi


a.) Agama yang dianut klien adalah islam,
b.) Klien & keluarga mempunyai pandangan bahwa sakit yang diderita An.A akibat
gangguan dari makhluk gaib , klien & keluarga biasanya datang kedukun dan
meminta doa-doa agar penyakitnya berkurang .

3. Faktor Sosial dan Ikatan Kekerabatan


a.) Bp.A yaitu ayah dari An. A seorang karyawan
b.) Umur An.A 8 tahun
c.) Suku bangsa padang

4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup klien


a.) Bahasa yang digunakan klien adalah bahasa indonesia
b.) An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan bacaan doa-doa.
c.) An. A terjatuh karena memanjat pohon
d.) An.A tidak mengosumsi makanan seperti ikan, daging, dan telur, karena dukun
setempat melarangnya untuk memakan jenis makanan tersebut

22
5. Faktor hukum dan kebijakan yang berlaku
Jam berkunjung Klien pukul 09.00 sampai 17.00, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu hanya kedua orang tua dan kerabat Klien,cara pembayaran biaya rumah sakit
di peroleh dari penghasilan kedua orang tua klien

6. Faktor Ekonomi
Bp.A seseorang yang berprofesi sebagai karyawan. Biaya rumah sakit ditanggung
oleh keluarga klien. Keluarga klien juga menggunakan asuransi.

7. Faktor Pendidikan
An.A pada saat ini masih duduk di Sekolah Dasar.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi, apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang.Ketika tulang patah, akan terjadi kerusakan di
korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut
adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematoma pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum
dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotis adalah ditandai
dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh
mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini
menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terbentuk bisa
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang
pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang
mensuplai organ-organ yang lain. Hematoma menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot
yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal
ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf,
yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan Syndroma Comportement.

D. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:


1. Penyebab fraktur adalah trauma

23
Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa
trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses yaitu : Osteoporosis Imperfekta,
Osteoporosis dan Penyakit metabolic.
Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu :
a.) Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras.
b.) Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non
trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.

E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi,


hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. Tanda dan Gejala


Nyeri hebat di tempat fraktur,Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah,Rotasi luar
dari kaki lebih pendek dan Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi
berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN BIO, PSIKO, SOSIO, KULTURAL


Dx. KEPERAWATAN
NO DATA ANALISIS DATA BIO, PSIKO, SOSIAL,
CULTURE

24
1. Ds :An.A P : Gangguan rasa Gangguan rasa nyaman
Mengatakannyeri nyaman berupa nyeri berhubungan nyeri berhubungan
pada tulang dengan pergeseran fragmen dengan pergeseran
keringnya tulang fragmen tulang
E : Klien mengatakan merasakan
Do:An.A Tampak nyeri dengan skala 2-3
lemas dan kesakitan S : An.a tampak lesu,lemah,dan
meringis kesakitan.
2. Ds : Bp.A P: Resiko terjadinya infeksi Resiko terjadinya infeksi
mengatakandukun berhubungan dengan kurangnya pada struktur tulang dan
desa melarang pemenuhan nutrisi jaringan lunak sekitarnya
An.A untuk E: Setelah An.A dibawa berhubungan dengan
mengosumsi kedukun Bp.Amengatakan dukun kurangnya pemenuhan
ikan,daging, dan desa melarang An.A untuk nutrisi tehadap An.A
telur mengosumsi ikan,daging, dan telur
S: An.A masih tampak lemah dan
Do: lesu
An.A masihTampak
Lemah dan lesu
3. Ds : Bp.A P: Resiko tinggi cedera Resiko tinggi cedera
mengatakan setelah berhubungan dengan berhubungan dengan
pijat oleh dukun diskontinuitas tulang diskontinuitas tulang
desa An.A masih E:setelah dipijit oleh dukun Bp.A
mengeluh nyeri mengatakan An.A masih
pada tulang merasakan nyeri
keringnya S: An.A tampak lemas dan
Do : An.A tampak meringis kesakitan
meringis kesakitan

25
3.5 INTERVENSI/ RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Dx. Rencana Asuhan
NO. Tujuan Rasional
Keperawatan Keperawatan/Interverensi
1. Gangguan Tujuan Jangka 1. Kaji nyeri secara Mengetahui
rasa nyaman pendek: komprehensif rentang respon
nyeri Setelah dilakukan klien tentang
berhubungan asuhan keperawatan nyeri.
dengan selama 30 menit nyeri 2. Tinggikan posisi Meningkatkan
pergeseran berkurang dengan 1-2 ekstremitas pada aliran balik
fragmen skala bagianyang sakit. vena,
tulang Tujuan Jangka mengurangi
panjang : edema/nyeri.
Setelah dilakukan
Asuhan 3. Lakukan dan awasi Mempertahanka
keperawatanselama 2x latihan gerak pasif/aktif. n kekuatan otot
24 jam tingkat dan
kenyamanan klien meningkatkan
meningkat, tingkat sirkulasi
nyeri terkontrol vaskuler.
dengan
Kriteria Hasil: 4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan
a.Klien melaporkan meningkatkan kenyamanan sirkulasi umum,
nyeri berkurang dg (masase, perubahan posisi). menurunakan
scala1-2 area tekanan
b.Ekspresi wajah lokal dan
tenang kelelahan otot.
c.klien dapat istirahat
dan tidur. 5.Kolaborasi dengan Menurunkan
dokter untuk pemberian nyeri melalui
analgetik untuk mengurangi mekanisme
nyeri. penghambatan
rangsang nyeri
baik secara

26
sentral maupun
perifer.

6.Evaluasi tindakan Menilai


pengurang nyeri/kontrol perkembangan
nyeri klien. masalah klien.

2. Resiko Tujuan Jangka Pendek 1.Kaji Nutrisi secara teratur Mengetahui


terjadinya : perkembangan
infeksi pada Setelah dilakukan nutrisi
struktur tulang asuhan keperawatan
dan jaringan selama 30 menit
lunak kebutuhan nutrisi 2. Berikan penjelasan pada Sebagai
sekitarnya meningkat. klien dan keluarga tindakan awal
berhubungan mengenai pentingnya nutrisi untuk
dengan Tujuan Jangka bagi proses penyembuhan menentukan
kurangnya Panjang : fraktur klien intervensi
pemenuhan Setelah dilakukan selanjutnya
nutrisi tindakan keperawatan
tehadap An.A selama 3 x 24 jam, 3. Berikan penjelasan Sebagai
kebutuhan nutrisi kepada klien dan keluarga tindakan untuk
terpenuhi dengan mengenai kepercayaan mempertimbang
criteria hasil : keluarga pada dukun kan antara
terhadap pemenuhan nutrisi budaya klien
1. Klien tidak terlihat klien. dan jenis
lemah dan lesu makanan
pengganti yang
diperlukan
2. Klien dan keluarga untuk
menerima penjelasan mempercepat
dari perawat tentang proses
kebutuhan nutrisi dan penyembuhan
manfaat nutrisi luka

27
terhadap luka An.A 4. Ajarkan Pola makan Mempercepat
dengan nutrisi yang baik proses
3. Tidak terjadi infeksi penyembuhan
pada fraktur klien luka

4.Pemenuhan nutrisi Antibiotik


tercukupi 5. Kolaborasi dengan mencegah
Dokter untuk pemberian perkembangan
antibiotic mikroorganisme
patogen.

Menilai
6.Evaluasi tindakan dalam perkembangan
pemberian nutrisi masalah klien
3. Resiko tinggi Tujuan Jangka Pendek 1. Pertahankan tirah baring/ meningkatkan
cidera : ekstremitas sesuai indikasi. stabilitas,
berhubungan Setelah dilakukan Berikan sokongan sendi menurunkan
dengan asuhan keperawatan diatas dan dibawahfraktur kemungkinan
diskontinuitas selama 30 menit tidak bila bergerak/membalik. gangguan posisi
tulang terjadi cidera dan cedera

Tujuan Jangka 2.obsevasi pasien, beri Meningkatkan


Panjang : pengaman tempat tidur keselamatan
Setelah dilakukan pasien,
asuhan keperawatan menurunkan
selama 2x24 jam kemungkinan
terjadi peningkatan pasien terjatuh
Status keselamatan
Injuri fisik dengan
Kriteria Hasil : 3. Bantu dan Ajarkan Meningkatkan
a.Bebas dari cidera klienlatihan rentang gerak kemandirian
pasif aktif (imobilisasi) pada klien dalam
b.Mampu mencegah ekstremitas yang sakit perawatan

28
cidera maupun yang sehat sesuai diri melakukan
keadaan klien. imobilisasisesua
c. Dapat melakukan i kondisi
mobilisasi dengan keterbatasan
baik klien

4.Libatkan banyak orang Meningkatkan


dalam memindahkan pasien, tingkat
atur posisi pasien yang kenyamanan dan
nyaman keselamatan
pasien

5. Kaji ulang foto/ Memberikan


Evaluasi. bukti visual
mulainya
pembentukan
kalus/ proses
penyembuhan.

3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Diagnosa Implementasi Rasional Evaluasi
Gangguan rasa 1.Perawat mengkaji skala Perawat mengetahui Pukul 10.00 WIB
nyaman berupa nyeri secara komprehensif rentang respon nyeri Tanggal 10/12/2016
nyeri pada pasien dengan skala pasien. Dengan hasil
akut berhubungan nyeri 0-10 skala nyeri pasien 2-3 S: Klien tidak
dengan pergeseran merasakan nyeri lagi
fragmen tulang pada tulang
2.Perawat meninggikan Perawat dapat keringnya
posisi ekstremitas pada meningkatkan aliran balik O: Klien tampak
bagian yang sakit den vena pasien untuk tenang

29
mengurangi edema/nyeri. A: Tujuan tercapai
3. Perawat melakukan dan P: Hentikan
mengawasi latihan gerak Perawat dapat Intervensi
pasif/aktif pada paien atau Mempertahankan
imobilisasi kekuatan otot pasien dan
meningkatkan sirkulasi
4.Perawat melakukan vaskuler.
tindakan untuk Perawat dapat
meningkatkan meningkatkan sirkulasi
kenyamanan pasien umum danmenurunakan
(masase, perubahan area tekanan
posisi). lokal sertakelelahan otot
pasien
5.Perawat melakukan Perawat dapat
kolaborasi dengan dokter menurunkan nyeri pasien
untuk pemberian analgetik melalui mekanisme
untuk mengurangi nyeri. penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral
maupun perifer
Resiko terjadinya 1. Perawat mengkaji 1. Perawat mengetahui Pukul 14.00 WIB,
infeksi pada Nutrisi pasien secara perkembangan Tanggal 10/12/2016
struktur tulang dan teratur nutrisi pasien.
jaringan lunak S :Klien mengatakan
sekitarnya 2. Perawat memberikan 2. Sebagai tindakan agar nafsu makan
berhubungan penjelasan pada klien dan klien mengerti pentingnya bertambah
dengan kurangnya keluarga mengenai nutrisi bagi proses O :Klien tidaktampak
pemenuhan nutrisi pentingnya nutrisi bagi penyembuhan luka lemah dan lesu
tehadap An.A proses penyembuhan fraktur A: tujuan belum
fraktur klien tercapai.
P: lanjutkan
3. Perawat memberikan 3. Sebagai tindakan agar intervensi
penjelasan kepada klien pasien dapat I : 1. Observasi
dan keluarga mengenai mempertimbangkan kebutuhan nutrisi

30
kepercayaan keluarga dalam pemilihan klien
pada dukun terhadap makanan untuk proses 2. Tinjau kecukupan
pemenuhan nutrisi klien. kesembuhan fraktur dan nutrisi klien
memenuhi kebutuhan 3. Identifikasi
nutrisi. Acupan nutrisi
4 Perawat melakukan 4.
Kolaborasi dengan Membantu meningkatkan
Dokteruntuk nafsu makan pasien
pemberian vitamin

Resiko tinggicidera 1. 1Agar perawat Pukul 10.30 WIB


berhubungan Perawat Mempertahankan dapat.meningkatkan Tanggal 10/12/2016
dengan tirah baring/ ekstremitas stabilitas danmenurunkan
diskontinuitas sesuai kemungkinan gangguan S: Klien mengatakan
tulang indikasi. Memberikan posisi dan cedera pasien sudah tidak
sokongan sendi diatas dan merasakan sakit
dibawahfraktur bila 2.Perawat O: Klien tampak
bergerak/membalik. dapatMeningkatkan lemas
keselamatan A: Tujuan Belum
2. Perawat mengobsevasi pasiendan menurunkan Tercapai
pasien, dan kemungkinan pasien P: Lanjutkan
memberikanpengaman terjatuh. Intervensi
tempat tidur I : 1.Berikan posisi
3. Perawat membantu 3. Perawat yang aman untuk
danMengajarkan klien dapatMeningkatkan pasien dengan
latihan rentang gerak pasif kemandirian pasiendalam meningkatkan
aktif (imobilisasi) pada perawatan 2.obsevasi pasien,
ekstremitas yang sakit diri melakukan beri pengaman
maupun yang sehat sesuai imobilisasi sesuai tempat tidur
keadaan klien. kondisi pasien 2.Menilai ROM
pasien
4.Perawat melibatkan tim 4. Perawat dapat 3.Melakukan

31
medis yang lain dalam membantu mobilisasi
memindahkan Keterbatasan pasien
pasien danmengatur posisi Dan meningkatkan
pasien yang nyaman tingkat kenyamanan dan
keselamatan pasien
5.Perawat mengkaji ulang 5. Memberikan bukti
foto/ Evaluasi. visual mulainya
pembentukan kalus/
proses penyembuhan.

32
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN

Keperawatan Transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan


yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, Meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajari dimulai dari
kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan spiritualnya.
Pelaksanaan dan perencanaan prose keperawatan transkultural tidak dapat dipaksakan
begitu saja kepada klien sebelum perawat memahami, sehingga tindakan yang dilakukan
dapat sesuai dengan budaya klien, penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi
keperawatan traanskultural

B. SARAN

Setelah membaca dan memahami isi makalah diharapkan bisa memahami teori
sunrise model menurut Leininger, serta bagaimana aplikasi teori tersebut dalam proses
keperawatan. Dengan adanya teori leininger tersebut maka perbedaan budaya yang
dimiliki setiap pasien dan perawat itu sendiri, tidak akan berpengaruh pada proses
asuhan keperawatan pada pasien dikarenakan telah mengetahui dan memahami teori
sunrise model dari leininger

33
DAFTAR PUSTAKA

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed,
Philadelphia, JB Lippincot Company
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and Intervention,
2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc
Gunawijaya, J ( 2010), Kuliah umum tentang budaya dan perspektif transkultural dalam
keperawatan Mata ajar KDK II 2010
Iskandar, R ( 2010), Aplikasi teori trancultural nursing dalam proses keperawatan , dimbil
dari http://www.....
Koentjaraningrat (1990), Pengantar ilmu antropologi, Jakarta: Rineka cipta Leininger. M &
McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and Practice,
3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Sya’diyah (2010), Aplikasi asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan transkultural.
diambil dari http://www........
Alimul Hidayat, A. Azis. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Potter A Patricia, Perry G Anne (1992) Fundamentals Of Nursing –Concepts Process &
Practice 3rd ed. London Mosby Year Book.
Harmer, B., & Henderson, V. A. 1955. Buku dari prinsip dan praktik
keperawatan. New York:Macmillan.

34

Anda mungkin juga menyukai