Oleh:
NABILA ADANI LUBIS
NIM. 110100034
Oleh:
NABILA ADANI LUBIS
NIM. 110100034
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
Nama
NIM
: 110100034
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi Muhammad
SAW karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Tatalaksana Hipertiroid di Layanan Primer sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc.CM-FM, S.Pd.Ked selaku
dosen pembimbing makalah atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di
kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. Atas bantuan
dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual,
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. Latar Belakang...............................................................................
1.2. Tujuan Penelitian...........................................................................
1.3. Manfaat Penelitian.........................................................................
1
1
1
2
3
3
3
3
4
5
7
tahun 2013 jumlah penduduk usia 15 tahun sebanyak 176.689.336 jiwa, maka
terdapat lebih dari 700.000 orang terdiagnosis hipertiroid.3
Oleh karena banyaknya penduduk Indonesia yang terdiagnosis menderita
penyakit hipertiroid dan juga terdeteksi dengan kadar TSH yang rendah, maka
penulis merasa perlu membuat makalah ini, sehingga menambah pengetahuan
dokter umum untuk dapat mendiagnosis dan melakukan tatalaksana awal terhadap
penderita hipertiroid.
1.2. Tujuan Penelitian
Untuk lebih mengerti dan memahami mengenai Tatalaksana Hipertiroid di
Layanan Primer dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertiroid
2.1.1. Definisi
Hipertiroidisme
merupakan
keadaan
yang
disebabkan
kelenjar
tiroid
menghambat
coupling
iodotirosin,
mengubah
struktur
molekul
yaitu
agranulositosis
(metimazol
mempunyai
efek
samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome , yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika. Efek samping lain
yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid
antara lain ikterus kholestatik, angioneurotic edema, hepatocellular toxicity dan
arthralgia akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum
memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan
tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila
ditemukan
efek samping,
tersebut akan
pengobatan yang lain seperti radioiodin atau operasi. Bila timbul efek samping
yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba diganti dengan obat jenis yang
lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.10,11,12,13
Radioiodin menggunakan yodium radioaktif untuk menghancurkan sel-sel
tiroid secara progresif. Radioiodin dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini
pertama maupun sebagai terapi lini kedua pada pasien yang mengalami relaps
setelah pengobatan OAT. Modalitas ini dikontraindikasikan pada ibu hamil dan
menyusui.2,11,14
Tindakan bedah dapat dipertimbangkan pada pasien yang sudah menjalani
pengobatan dengan OAT namun mengalami relaps. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain perdarahan, edema laring, hipoparatiroidisme, dan cedera nervus
laringeus rekurens. Penatalaksanaan bertujuan mencapai remisi, yaitu keadaan
dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid setelah obat antitiroid dihentikan
selama satu tahun.2,11,14
Terapi simptomatis yang diberikan yaitu berupa -adrenergik-antagonis
yang berfungsi mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan, obat ini sebagai
tambahan, kadang sebagai obat tunggal pada tiroiditis. Obat yang dapat diberikan
ialah propanolol, metoprolol, dan atenolol. Selain itu juga dengan bahan yang
mengandung iodine seperti kalium iodida, asam lopanoat, natrium ipodat, yang
berperan menghambat keluarnya T4 dan T3 serta menghambat produksi T3
ekstratiroidal. Bahan ini digunakan untuk persiapan tiroidektomi, pada krisis
tiroid bukan untuk penggunaan rutin.1, 13
2.2. Tatalaksana Hipertiroid di Layanan Primer
Dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter bekerja berdasarkan
keluhan atau masalah pasien/klien, kemudian dilanjutkan dengan penelusuran
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam
melaksanakan semua kegiatan tersebut, dokter harus memperhatikan kondisi
pasien secara holistik dan komprehensif, juga menjunjung tinggi profesionalisme
serta etika profesi di atas kepentingan/keuntungan pribadi.15
ing
kat
10
Kemampuan
Kelenjar Endokrin
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah, maka kesimpulan yang
diperoleh bahwa kompetensi dokter umum dalam tatalaksana penyakit hipertiroid
adalah kompetensi 3A, yaitu dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
Tatalaksana yang dapat diberikan oleh dokter umum adalah tatalaksana
awal yaitu berupa obat-obatan yang dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul
akibat berlebihnya hormon tiroid dan juga menurunkan kadar tirotoksikosis dalam
darah. Selanjutnya dokter umum dapat merujuk ke dokter spesialis penyakit
dalam untuk terapi lanjutan.
11
3.2 Saran
Sebaiknya edukasi dari sarana pelayanan kesehatan semakin diperluas
mengenai pentingnya penanganan hipertiroid sedini mungkin. Tenaga kesehatan
memberikan informasi yang lebih tentang gejala dari penyakit hipertiroid,
sehingga masyarakat menjadi lebih peduli dan berpartisipasi dalam upaya
mendeteksi kemungkinan adanya kelebihan hormon tiroid dalam darah, yang
selanjutnya akan diberi penanganan oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoelijanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Dalam:
A.W. Sudoyo, et al., 2009. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III.
Jakarta: Interna Publishing. 2014.
2. Waspadji S. Pendekatan klinis dan pengelolaan tirotoksikosis. Dalam Naskah
lengkap pelatihan penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter umum.
Jakarta: Interna Publishing, 2008.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar (riskesdas)
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
7. George J, Joshi SR. Drug and Thyroid. japi.org. 2007; 55: 215-223
8. Bahn RS, Burch HR, Cooper DS, et al. Hyperthyroidism and other causes of
thyrotoxicosis: management guidelines of the american thyroid association and
american association of clinical endocrinologist. Hyperthyroidism Management
Guidelines, Endocr Pract. 2011; 17(3): 1-65
9. Gharib H, Papini E, Paschke R, et al. American Association of Clinical
Endocrinologists, Associazione Medici Endocrinologi, and European Thyroid
12
Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and
management of thyroid nodules. Endocrine Practice. 2010; 16(s1)143.
10. Golden SH, Robinson KA, Saldanha I, et al. Prevalence and incidence of endocrine
and metabolic disorders in the United States: a comprehensive review. Journal of
Clinical Endocrinology Metabolism. 2009;94(6):18531878.
13
1. Cefalu, W.T., et al., 2015. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care
38(1): S1-S93.
2. WHO, 2014. Global status report on noncommunicable diseases 2014. Geneva:
Switzerland.
3. CDC, 2014. National diabetes statistics report. Atlanta: Amerika Serikat.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset kesehatan dasar
(riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
5. Ganong, W. F., 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC.
6. Sherwood, L., 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC,
34 42.
7. Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam:
A.W. Sudoyo, et al., 2009. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III.
Jakarta: InternaPublishing, 1880-1883. Bab 292.
8. Waspadji, S., Kaki diabetik. Dalam: A.W. Sudoyo, et al.,2009. Buku Ajar: Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III. Jakarta: InternaPublishing, 1961-1965. Bab
307.
9. Canadian Journal of Diabetes, 2013. Executive summary: organization of
diabetes care. Canadian Diabetes Assosiation. 37(1): S299-300.
10. Pittenger, A.L., et al., 2013. An interprofessional diabetes experience to
improve pharmacy and nursing students competency in collaborative
practice.American Journal of Pharmaceutical Education 2013; 77(9): S197.
14