Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

“HALUSINASI”

A. Kasus (masalah utama)


Perubahan sensori persepsi: halusinasi

B. Proses terjadinya masalah (psikopatologi)


Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada ( Buku Ajar Keperawatan Jiwa )

Faktor presipitasi disebabkan karena klien mengalami masalah dalam


berhubungan, tekanan, putus asa, tidak berdaya, dan kehilangan. Faktor
predisposisi terjadi karena adanya hambatan perkembangan otak, khususnya pada
frontal, temporal, dan limbik (biologis). Dari segi psikologis dimana keluarga dan
lingkungan sangat mempengaruhi respons klien. Kehidupan sosial budaya dapat
pula mempengaruhi. Akibat dari adanya halusinasi, klien cenderung dapat
mencederai diri sendiri maupun orang lain/lingkungan dan menarik diri dari
kehidupan sosialnya.

C. Pohon masalah

Risiko perilaku kekerasan

Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Isolasi sosial
DS : Merasa ingin sendiri
DO : Menarik diri

2. PSP halusinasi
DS : Klien mengatakan ada suara
DO : Menutup telinga

3. Risiko perilaku kekerasan


DS : Klien mengatakan ingin melukai diri sendiri
DO: Ada bekas luka pada tangan klien
E. Diagnosa keperawatan
1. PSP halusinasi
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial

F. Rencana tindakan keperawatan


1. PSP halusinasi
Rencana tindakan :
 Untuk Pasien
 Membina hubungan saling percaya
 Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi
 Melatih pasien cara mengontrol halusinasi

 Untuk keluarga
 Memberikan Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-
cara merawat pasien halusinasi
 Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien.
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
 Membuat perencanaan pulang Bersama keluarga

2. Risiko perilaku kekerasan


Rencana tindakan :
 Untuk pasien
 Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama ( Latihan nafas dalam ).
 Membantu klien Latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik ke dua (evaluasi Latihan nafas dalam, Latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua: pukul
Kasur dan bantal), Menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
 Membantu pasien Latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang du acara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, Latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal Latihan
mengungkapkan marah secara verbal)
 Bantu Klien Latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
( diskusikan hasil Latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal, Latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal
Latihan ibadah/berdoa)
 Membantu klien Latihan mengendalikan PK dengan obat (bantu pasien
minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis)
disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat,
susun jadwal minum obat secara teratur)
 Untuk keluarga
 Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
 Diskusikan Bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
 Diskusikan Bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain
 Latih keluarga merawat pasien dengan prilaku kekerasan

3. Isolasi sosial
Rencana tindakan :
 Untuk pasien
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian jika tidak berinteraksi
dengan orang lain
 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan Latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
 Untuk keluarga
 Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi
sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah
isolasi sosial langsung dihadapan pasien
 Menjelaskan perawatan lanjutan

G. Sumber koping
Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi.

H. Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres. Ada tiga
tipe mekanisme koping, yaitu sebagai berikut.
1. Mekanisme koping problem focus Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha
langsung untuk mengatasi ancaman diri.
Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.
2. Mekanisme koping cognitively focus Mekanisme ini berupa seseorang dapat
mengontrol masalah dan menetralisasinya.
Contoh: perbandingan positif, selective ignorance, substitution of reward, dan
devaluation of desired objects.
3. Mekanisme koping emotion focus Pasien menyesuaikan diri terhadap distres
emosional secara tidak berlebihan.
Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi, atau
proyeksi.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif.
Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal
peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan
masalah. Mekanisme koping destruktif menghindari kecemasan tanpa
menyelasaikan konflik.
Selain dapat dikategorikan dalam tiga tipe di atas, mekanisme koping
dapat dikategorikan sebagai task oriented reaction dan ego oriented reaction.
Task oriented reaction adalah berpikir serta mencoba berhati-hati untuk
menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik, dan memberikan kepuasan.
Task oriented reaction berorientasi dengan kesadaran secara langsung dan
tindakan. Sementara, ego ariented reaction sering digunakan untuk melindungi
diri. Reaksi ini sering disebut sebagai mekanisme pertahanan. Setiap orang
menggunakan mekanisme pertahanan dan membantu seseorang mengatasi
kecemasan dalam tingkat ringan sampai dengan sedang. Ego oriented reaction
dilakukan pada tingkat tidak sadar.

I. Psikopatologi

Efektif Selesai

Stressor/ Masalah Mekanisme koping

Tdk Efektif

Co: Mk. Supressi

Tahapan Halusinasi Bicara pada diri sendiri

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4


-Tahap - Sadar & cemas - Tidak bisa - Halusinasi
menyenangkan karena halusinasi berhenti sempurna
-Sadar halusinasi - Tidak bisa menolak halusinasi
Jika berulang - Halu muncul
Stress berulang Neurotransmiter
Neurotransmiter >> >>>>
Neurotransmiter
J. Psikopathway
Nn R ( TKW) Kekerasan majikan
Ditinggal ibu

Kehilangan Pengangguran

Isolasi Sosial Tekanan ekonomi

Halusinasi Ansietas

HDR Situasional

Keputusasaan Ketidakberdayaan
RPK HDR Kronik
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
TINDAKAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ...

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Nn R, 35 tahun, asal Sukabumi, dirawat di RSMM sejak 2 minggu lalu. Ini
adalah ketiga kalinya klien di rawat; pertama tahun 2000, kedua tahun 2005.
Klien masuk pada tanggal 12 Maret 2011 lalu dengan gejala : marah-marah,
bicara dan tertawa sendiri, mengganggu lingkungan, suka telanjang, sulit tidur,
dan bicara ngawur/tidak nyambung.
Klien sakit sejak tahun 1999, sepulang menjadi TKW di Singapura. Ketika
menjadi TKW klien mengalami perlakuan kasar dari majikannya sehingga
klien memutuskan untuk pulang setelah 3 tahun bekerja. Dirumah ayahnya
sering memarahi dan memukul karena klien tidak bekerja sehingga menambah
beban keluarga. Klien pernah diperkosa saat usia klien 23 tahun dan
diputuskan oleh pacarnya karena klien bekerja di LN. Keluarga membawa
klien ke orang pintar sebelum dirawat tahun 2000, namun tidak ada perbaikan
sehingga klien dibawa berobat jalan di RSJ. Klien sempat putus obat karena
keluarga tidak membawa kontrol ke RS degan alasan jarak jauh dan faktor
ekonomi. Paman klien pernah mengalami gangguan jiwa dengan gejala
menyendiri dan bicara sendiri, namun sekarang sudah mengalami perbaikan
karena berobat teratur ke puskesmas.
Orang yang terdekat dengan klien adalah ibunya tetapi ibunya meninggal sejak
5 tahun lalu. Klien mengatakan sedih dan terkadang menangis jika teringat
ibunya. Saat ini tidak ada orang yang terdekat dengannya hanya adik
bungsunya yang sering memberi perhatian dan menjenguk. Klien adalah anak
kedua dari 4 orang bersaudara dan belum menikah. Kakak dan adiknya yang
laki – laki sudah menikah dan jarang memperhatikannya.
Saat ditanya klien mengatakan sering mendengar bisikan perempuan seperti
suara ibunya yang mengatakan “jangan bandel ya” atau suara laki – laki yang
mengejeknya. Suara itu timbul jika klien sedang melamun atau menyendiri,
dengan frekuensi yang tidak menentu. Kadang – kadang klien terlihat
menyendiri dan bicara sendiri. Klien tampak cukup rapih tetapi rambut dan
kuku panjang dan kotor. Saat sedang berhalusinasi klien sering melihat ke atas
dan menangis atau ngomel – ngomel tanpa alasan. Saat di tanya klien hanya
menjawab tidak apa – apa. Klien tidak mempunyai teman dekat di RS ini
tetapi menurut klien ada 2 orang pasien yang dianggap baik karena tidak
pernah marah – marah.

2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi

3. Tujuan Tindakan Keperawatan


a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan
menghardik.
c. Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat.
d. Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
e. Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi
c. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum, selamat pagi ibu. Perkenalkan nama saya Dika
Ardhia. Saya mahasiswa praktek dari Poltekkes Kemenkes Jakarta 3. Hari
ini saya dinas pagi dari jam 07.00 pagi sampai jam 14.00 siang. Saya akan
merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu siapa ? Dan ibu senang
dipanggil siapa ?”
b. Evaluasi/validasi
“ Baiklah ibu, bagaimana keadaan ibu hari ini ?”
c. Kontrak :
 Topik : “apakah ibu tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol tentang apa? Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang perasaan ibu hari ini?”
Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya
berapa menit?bagaimana kalau 10 menit, bisa?
 Tempat : “Dimana kita duduk? Di teras, di kursi panjang itu atau
dimana?”
 Tujuan : “untuk saling kenal”
2. Fase Kerja
“apa ibu sering mendengar suara tanpa wujud ?”
“Saya percaya ibu mendengar suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak
mendengar suara itu. Apa yang dikatakan oleh suara yang ibu dengar?”
“Kapan yang paling sering ibu mendengar suara itu?”
“Berapa kali dalam sehari ibu mendengarnya?”
“Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu ibu sendiri?”
“Apa yang ibu rasakan ketika mendengar suara itu? Bagaimana perasaan ibu
ketika mendengar suara tersebut?”
“Kemudian apa yang ibu lakukan ?”
“Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang ?”
“Baiklah bu, apa yang alami itu Namanya Halusinasi ada empat cara untuk
mengontrol halusinasi yang ibu alami yaitu menghardik, minum obat,
bercakap-cakap, dan melakukan aktifitas. Hari ini, bagaimana kalau kita latih
cara yang pertama dahulu, yaitu menghardik, apakah ibu bersedia?”
“Bagaimana kalau kita mulai ya. Saya akan mempraktekan dahulu, baru ibu
mempraktekkan Kembali apa yang telah saya lakukan. Begini ibu, jika suara
itu muncul katakan dengan keras “ pergi…pergi saya tidak mau dengar…
kamu suara palsu” sambil menutup kedua telinga ibu. Seperti ini ya bu. Coba
sekarang ibu ulangi lagi seperti yang saya lakukan tadi”
“wah bagus sekali bu, ibu sudah bisa mempraktekkan.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
 Subyektif : “Klien mengatakan merasa baikkan setelah melakukan itu
 Obyektif : Bisa mempraktekkan apa yang sudah diberikan
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)  PR untuk klien
“ Ibu lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama
3 kali sehari yaitu jam 08.00, 14.00, dan jam 20.00 atau disaat ibu
mendengar suara tersebut. Cara mengisi buku kegiatan harian adalah
sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi ya bu. Jika
ibu melakukannya secara mandiri maka ibu menuliskan di kolom M, jika
ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman makan
ibu buat di kolom B, jika ibu tidak melakukannya maka ibu tulis di kolom
T. apakah ibu mengerti?”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik : “Baiklah bu, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang cara kedua yaitu dengan minum obat untuk mencegah suara-
suara itu muncul, apakah ibu bersedia?”
 Waktu : “ Ibu maunya jam berapa ? bagaimana kalau jam 09.00?”
 Tempat : “ Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang ? apa disini
saja ?”
Daftar Pustaka
AH Yusuf, R. F. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta, Salemba: Salemba Medika.
Retrieved April 1, 2020
Hadianingsih, D. (2019, November 12). Strategi Pelaksanaan isolasi sosial. Retrieved April
1, 2020, from slideshare web site: https://www.slideshare.net/DiniHadianingsih/sp-
isolasi-sosial
Ozzyjoema11. (2014, Juni 15). SP keluarga dengan prilaku kekerasan. Retrieved April 1,
2020, from scribd.com: https://www.scribd.com/doc/229715653/Sp-Keluarga-
Dengan-Perilaku-Kekerasan
Saktian, Y. (n.d.). Strategi Pelaksanaan isolasi sosial. Retrieved April 1, 2020, from
Academia web site:
https://www.academia.edu/28333219/STRATEGI_PELAKSANAAN_ISOLASI_SO
SIAL_STRATEGI_PELAKSANAAN_1_SP_1_ISOLASI_SOSIAL
Saktian, Y. (n.d.). Strategi Pelaksanaan Risiko Perilaku Kekerasan. Retrieved April 1, 2020,
from Academia web site:
https://www.academia.edu/28333218/STRATEGI_PELAKSANAAN_RISIKO_PERI
LAKU_KEKERASAN
Yusalia, R. (n.d.). LP dan SP Halusinasi. Retrieved April 1, 2020, from Academia web site:
https://www.academia.edu/12005326/LP_dan_SP_Halusinasi

Anda mungkin juga menyukai