Anda di halaman 1dari 7

HERPES SIMPLEX VIRUS TYPE 2

Kelas B

Disusun oleh :

Adhinda Resta Camelia 195070607111018

Ardianingrum Ibni Albar 195070600111010

Beauty Multasyamiah Maulyda 195070601111007

Defirst Elfani Damayanti 195070607111006

Fifi Ramadhania 195070600111034

Oida Christina Glory 195070601111026

Rindang Amalia Nugroho 195070600111022

Syahrillah Mardiyyah Ahyani 195070601111013

Syamsiatul Akhyar Riyadz 195070607111030

Program Studi S1 Kebidanan 2019

Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya
Virus herpes simpleks atau yang biasa disebut dengan HSV adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi. Herpes paling
sering muncul pada alat kelamin dan mulut. Ada dua jenis herpes simpleks : HSV-1, terutama menyebabkan herpes oral, dan
umumnya bertanggung jawab untuk luka dingin dan lepuh demam di sekitar mulut dan di wajah dan HSV-2, terutama
menyebabkan herpes genital, dan umumnya bertanggung jawab atas berjangkitnya herpes genital.

Klasifikasi Ilmiah dari HSV sendiri berasal dari Famili Herpesviridae, Subfamili Alphaherpesvirinae, Genus Simpleksvirus,
dan Spesies Virus Herpes Simpleks Tipe 2. HSV memiliki morfologi berupa pembungkus berasal dari selaput inti sel yang
terinfeksi. Pembungkus ini mengandung lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter. Genom ADN beruntai-
6
untai ganda (BM 85-106 X 10 ) berbentuk lurus. Tipe 1 dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi. HSV memiliki
karakteristik dimana Virionnya berselubung, kapsid simetris ikosahedral, dengan 162 kapsomer. Ukuran 45-200 nm (selubung
virus), 110 nm (nukleokapsid) dan memiliki Asam nukleat double-stranded DNA, linear.

Herpes simpleks sudah ada sejak lama, meskipun baru dipahami dalam seratus tahun terakhir ini. Herpes simplex adalah
salah satu infeksi menular seksual tertua yang dikenal manusia dan telah didokumentasikan dan diobati (dengan berbagai
metode dan keberhasilan yang terbatas) selama ribuan tahun. Herpes memiliki sejarah yang sangat menarik, mulai di Yunani
kuno:
1. Herpes di Yunani
Herpes pertama kali dikenalkan oleh Hippocrates (460-370 SM), yang menulis tentang gejala lesi herpes.
Kata herpes diambil dari bahasa Yunani "herpein," yang berarti merayap atau merangkak. Hal ini mengacu pada
cara luka herpes tersebar di daerah yang terkena.
2. Herpes di Roma
Kemudian, pada zaman Romawi, Kaisar Romawi Tiberius mencoba untuk memusnahkan wabah herpes
oral dengan melarang berciuman di didepan umum, peristiwa, dan upacara. Dokter Romawi yang bernama
Celsus mengembangkan metode pengobatan untuk herpes yang melibatkan cauterizing lesi herpes terbuka
dengan besi panas.
3. Herpes dan Shakespeare (1500an -1600-an)
Shakespeare menyebutkan adanya infeksi herpes oral di adegan film Romeo dan Juliet. Ternyata,
herpes diakui tetapi tidak dipahami dengan baik di masa Shakespeare. Dimasa ini diyakini bahwa makan
manisan (permen) tidak akan menularkan herpes oral.
4. Herpes pada 1800-an
Pada tahun 1873, ilmuan Perancis yang bernama Emile Vidal membuktikan melalui eksperimen bahwa
herpes ditularkan dari satu orang ke orang lain. Pada tahun 1884 Louis Duhring, seorang ahli kulit dari Amerika,
menegaskan bahwa herpes berbeda dari eksim dan pemfigus, yang tidak menular dari kulit. Dua tahun
kemudian, pada tahun 1886, dokter Perancis Charles-Paul Diday dan Adrien Doyon menerbitkan buku tebal
tentang herpes yang disebut "The Herpes Genital."Virus yang ditemukan oleh Dimitri Ivanovski di Rusia pada
tahun 1893. Meskipun Ivanovski sedang mempelajari virus tembakau, bukan virus herpes, penelitiannya
menjadi penting untuk mempelajari herpes. Pada tahun 1896 dokter asal Jerman, Paul Unna mengembangkan
cara untuk membedakan herpes dari sifilis di bawah mikroskop. Hal ini penting karena sebelumnya itu tidak
mungkin untuk mengidentifikasi perbedaan antara herpes dan sifilis karena mereka sering terjadi bersamaan.
5. Herpes di tahun 1900-an
- 1913: Wilhelm Grater, seorang dokter mata Jerman, mampu menularkan virus herpes dari orang yang
terinfeksi ke kornea kelinci dan kembali lagi ke manusia. Ini disebut tes Grater, yang digunakan untuk
mendiagnosis herpes sampai 1940-an.
- Pada tahun 1925 seorang ahli virus Amerika, Ernest Goodpasture, membuktikan bahwa perjalanan virus
herpes melalui saraf, bukan darah.
- Pada tahun 1939, Frank LacFarlane Burnet, seorang ahli mikrobiologi Australia, mengembangkan teori
latency, atau fakta bahwa virus herpes berada sementara di ganglions dan tidak ada gejala.Pada tahun 1971
ilmuwan Jack Stevens dan Marjorie Cook membuktikannya.
- Seorang ilmuwan Perancis, Arnaud Tzanck mengembangkan crypto-diagnosis untuk herpes, yang
menggantikan tes Grater.
- Pada tahun 1978, obat anti-virus pertama, Acyclovir, aman, tidak beracun, dan efektif untuk manusia. Ini
dikembangkan oleh Gertrude Elion dan tiga tahun kemudian tersedia secara komersial.

Virus herpes simpleks merupakan virus menular yang dapat ditularkan dari satu individu ke individu lain melalui kontak
langsung. Anak-anak akan sering terkena HSV-1 dari kontak awal dengan orang dewasa yang terinfeksi. Mereka kemudian
membawa virus bersama mereka selama sisa hidup mereka. Sedangkan untuk HSV-2 ditularkan melalui bentuk kontak seksual
dengan seseorang yang menderita HSV-2. Menurut American Academy of Dermatology (AAD) diperkirakan 20 persen orang
dewasa yang aktif secara seksual di Amerika Serikat terinfeksi HSV-2.

Infeksi HSV-2 menyebar melalui kontak dengan herpes sore. Sebaliknya, kebanyakan orang mendapatkan HSV-1 dari
orang yang terinfeksi yang tidak menunjukkan gejala, atau tidak memiliki luka. Siapapun dapat terjangkit HSV, tidak mengenal
usia, jenis kelamin, dan factor lainnya. Resiko terkena HSV hampir sama pada setiap orang didasarkan pada paparan infeksi.

Dalam kasus HSV yang ditularkan secara seksual, orang lebih berisiko ketika mereka melakukan hubungan seks yang tidak
dilindungi oleh kondom atau metode penghalang lainnya. Faktor risiko lain untuk HSV-2 meliputi: memiliki banyak pasangan
seks, berhubungan seks pada usia yang lebih muda, mengalami infeksi menular seksual (IMS) lain, dan memiliki sistem
kekebalan yang melemah. Jika seorang wanita hamil mengalami wabah herpes genital pada saat melahirkan, itu dapat
membuat bayi terkena kedua jenis HSV, dan dapat menempatkan mereka pada risiko komplikasi serius.

Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) adalah infeksi yang lazim dengan variabilitas besar dalam manifestasi klinis dan
virologi di antara individu. Virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) ini termasuk infeksi menular seksual yang merupakan
penyebab utama penyakit ulkus genital (GUD) di seluruh dunia. HSV-2 juga menyebabkan herpes neonatal dan meningkatkan
risiko tertular infeksi HIV. Diperkirakan 417 juta orang berusia 15-49 tahun terinfeksi HSV-2, dengan insiden 19 juta infeksi
per tahun [8]. HSV-2 diperoleh dengan cepat di antara pria dan wanita yang memulai aktivitas seksual dalam pengaturan
dengan seroprevalensi HSV-2 yang tinggi.

Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di
kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara
selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan untuk menginvasi
beragam sel melalui fusi langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan
cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi
sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan
menyebabkan limfadenopati.

Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapat mencegah
kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel -sel
sensorik yang mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang ak son untuk bersembunyi di dalam
ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia. Sekali Anda
mendapat virus ini , ia akan tetap berada pada syaraf di daerah kulit yang terinfeksi. Virus Ini dapat menjadi dormant (tidur)
untuk beberapa waktu dan kemudian merebak kadang-kadang menyebabkan suatu episode sores. Herpes sangat mudah
menular ketika Anda melihat lepuhan atau sores. Tetapi dapat juga menular walaupun tidak terdapat sores, ini sering pada
infeksi pada 2 tahun pertama.

Yang paling penting dari infeksi virus ini pada wanita hamil adalah efek pada kehamilan itu sendiri dan bayi yang
dikandungnya, karena virus dapat melewati plasenta dan menyebabkan gangguan janin. Pada bayi yang lahir dari ibu yang
menderita herpes simplex type 2 pada masa kehamilan, kelainan dapat ditemukan dalam bentuk hepatitis, infeksi berat,
ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit, dan vesikula herpestiformis.
Ketika terjadi pada trimester pertama pada kehamilan, cenderung mengakibatkan aborsi, sedangkan trimester kedua
dapat terjadi kelahiran prematur. Apabila seseorang terinfeksi herpes saat hamil, bisa jadi awalnya tidak akan merasa gejala
yang berarti, tapi ketika infeksi sudah semakin parah, kemungkinan Anda akan mengalami gejala yang harus diwaspadai.
Misalnya, muncul benjolan merah di sekitar vagina yang disertai dengan rasa gatal, terbakar, nyeri, dan kesemutan. Bahkan,
ibu hamil juga bisa mengalami keputihan yang tidak normal, pembengkakan kelenjar getah bening di pangkal paha, demam,
sakit kepala, dan nyeri otot.

Dilansir dari American Sexual Health Association (ASHA), apabila ibu hamil terinfeksi herpes genital, kemungkinan besar
dapat menyebar ke bayi. Alhasil, dapat memicu terjadinya kondisi herpes neonatal. Dokter menyarankan ibu hamil dengan
herpes genital melakukan persalinan dengan operasi caesar. Dengan begitu, bayi tidak akan terpapar virus herpes yang ada
di sekitar vagina sang ibu. Jika bayi terpapar herpes dapat menyebabkan Infeksi kulit, mata, dan mulut, Penyakit sistem saraf
pusat, dan herpes diseminata.

Manifestasi Klinis dari HSV adalah :

1. Inokulasi kompl e k s pri m e r (primary inoculation complex)


Infeksi primer herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama kali terinfeksi virus ini dapat
menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam
waktu 24 jam saja, penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40 oC ), disusul o leh pembesaran kelenjar
limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-80%nya berupa sel
polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada
usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya 3-10 hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.

2. Herpes Gingivostomatiti s

Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda. Manifestasi klinis berupa panas
tinggi, limfadenopati regional dan malaise. Lesi berupa vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak
putih atau ulkus. Kelainan ini dapat meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga mengakibatkan rasa
sakit, bau nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada anak -anak dapat terjadi dehidrasi dan
asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu.

3. Infeksi Herpes kompleks di seminata

Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai dengan herpes
gingivostomatitis berat. Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan menimbulkan viremia masif, yang berakibat
gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada stadium
viremia yang berat.

4. Herpes genitalis (proge nital i s )

Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat melalui hubungan seksual secara
genito-genital, orogenital, maupun anogenital. Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol,
bilateral, pada dasar kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus
yang dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam, malaise,
mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal.

Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk m e ngendalikan gejala dan
m enurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan
ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada gilirannya
menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus. Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak
asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda kekambuhan untuk mengurangi
dan mempersingkat gejala.
Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang mengalami
kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi
kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau
profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan seksioses area pada
wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

Untuk mencegah penularan Herpes, dapat dilakukan dengan cara :

1. Pencegahan transmisi HSV secara horizontal


a) Higiene Personal
 Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih. Idealnya saat musim panas mandi
2 kali pagi dan sore.
 Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis mandi agar tubuh tetap terjaga kebersihannya.
 Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang dipakai dengan air yang bersih dan menggunakan deterjen
 Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan
menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik
yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
b) Sanitasi lingkungan
 Menjaga lingkungan agar tetap bersih
 Menggunakan air bersih yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan.
2. Pencegahan transmisi HSV secara vertikal dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil dengan screning awal di usia
kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur servik setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada
ibu hamil dengan riwayat infeksi HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia
kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara signifikan dapat mengurangi
periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%). Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur
terakhir tetap positif dan terdapat lesi aktif di daerah genital maka kelahiran secara sesar menjadi pilihan utama.
Periode postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini terjadi karena
adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%,
HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan juga karena kontak neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi
HSV. Pemilihan metodepencegahan yang tepat sesuai dengan model transmisinya dapat menurunkan angka kejadian
dan penularan infeksi HSV.
3. Risiko transmisi HSV-2 dari penderita yang terinfeksi ke partner seksualnya lebih tinggi bila terdapat lesi genital,
namun banyak ahli berpendapat bahwa transmisi dapat juga terjadi meski infeksi asimtomatis dan tidak terdapat lesi
genital dari pasangan seksual pasien. Kontak langsung selain hubungan seksual dapat terjadi bila kulit atau membran
mukosa dari orang yang rentan berkontak dengan area penyebaran virus. 5 Hal ini menjelaskan mengapa pasien ini
mengalami infeksi meski suami tidak bergejala dan mengapa pasien disarankan agar tidak berhubungan seksual
terlebih dahulu selama luka-luka di genital tersebut belum sembuh.
4. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pewarnaan gram. Pewarnaan gram yang dilakukan untuk mencari
koinfeksi bakteri dan untuk menyingkirkan diagnosis banding Chancroid.
5. Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis Kelainan yang dapat terjadi pada bayi berupa ensefalitis,
keratokonjungtivitis, atau hepatitis, disamping itu dapat juga timbul lesipada kulit. Beberapa ahli kandungan
mengambil sikap partus secara seksio caesaria bila pada saat melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini
sebaiknya dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat enam jam setelah ketuban pecah. Bila transmisi
terjadi pada trimester I cenderung terjadi abortus, sedangkan bila pada trimester II akan terjadi prematuritas. Selain
itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum
6. Penggunaan kondom merupakan salah satu strategi pencegahan yang cukup efektif. Didapatkan penurunan risiko
transmisi sebesar 60%. Sehingga untuk selanjutnya, dapat disarankan pasien dan suami menggunakan kondom
sebagai menurunkan risiko penularan penyakit.
7. Terapi supresif juga aman dan menurunkan risiko transmisiHSV ke partner yang tidak terinfeksi
8. Pemberian vaksin HSV-2 glycoprotein-D–subunit telah terujiaman dan pada wanita dengan seronegatif untuk HSV-1
dan HSV-2 sebelum vaksinasi cukup efektif dalam mencegah manifestasi dari infeksi HSV-1 dan HSV-2.

Hal-hal di bawah ini dapat menolong apabila terjadi infeksi Herpes kemaluan:

 Paracetamol atau aspirin dapat mengurangi rasa sakit dan soreness.


 Olesan Betadine akan mengeringkan lepuhan dan mencegah sores terinfeksi.
 Cuci sores dengan air garam (2 sendok the garam dalam 1 liter air, atau 1 cup garam dalam air mandi) dapat menolong
penyembuhan
 Olesan salep atau krim penghilang rasa sakit dapat mengurangi rasa sakit, terutama ketika mengeluarkan air seni.
 Bila sakit sewaktu kencing , Anda dapat mengeluarkan air seni sewaktu duduk dalam air mandi yang hangat.

Dokter Anda dapat memberi resep obat anti-viral. Ini akan mengurangi rasa sakit, terutama bila Anda minum obat dalam 2
hari timbulnya tanda lepuhan. Bila Anda mengalami banyak kambuhan Anda perlu makan obat setiap waktu. Obat anti viral
tidak dapat menyembuhkan atau menghentikan penularan kepada orang lain. Bagaimanapun obat ini dapat mengurangi
gejala, dan mengurangi risiko untuk menularkan pada orang lain sewaktu Anda tidak mempunyai gejala apapun.
Daftar Pustaka

1. Dock E. Herpes Simplex [Internet]. Healthline. Healthline Media; 2019 [cited 2019Sep18]. Available from:
https://www.healthline.com/health/herpes-simplex

2. Gottlieb, SL., Johnston, C., Wald, A. 2016. Status of vaccine research and development of vaccines for herpessimplex virus.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0264410X16002978 (diakses 18 September 2019)

3. Agus Wirawa. Herpes Simplek. (online) digilib.unimus ac.id

4. Sumber: Hendrawan, I. W., & Pandu, T. S. (2017). Venereologi G2P1A0H0 32-33 Minggu dengan Herpes Genitalis. Jurnal
Kedokteran Unram, 6(1), 50-54.
5. 12465 GENITAL HERPES INDONESIAN V2 - healthywa.wa.gov.au [Internet]. [cited 2019Sep19]. Available from:
https://www.healthywa.wa.gov.au/~/media/Files/HealthyWA/Original/Sexual-health/Multicultural-fact-
sheets/Indonesian/genital-herpes.pdf
6. Barabai A. MAKALAH HERPES [Internet]. Academia.edu. [cited 2019Sep19]. Available from:
https://www.academia.edu/12956704/MAKALAH_HERPES
7. Damayanti I. Hsv Jadi [Internet]. Academia.edu. [cited 2019Sep19]. Available from:
https://www.academia.edu/6472393/Hsv_Jadi

Anda mungkin juga menyukai