TINJAUAN TEORITIS
Proses dalam suatu inovasi dapat dijadikan sebagai faktor pendorong maupun
penghambat, hal ini dapat dibedakan dalam dua tahap, yaitu:
1. Initiation (perintisan)
Fase Agenda Setting: dilakukan proses identifikasi dan penetapan prioritas
kebutuhan dan masalah. Fase selanjutnya adalah Matching atau penyesuaian
permasalahan sesuai dengan kebutuhan.
2. Implementation (pelaksanaan)
Pada tahap ini perintisan telah menghasilkan keputusan untuk mencari dan
menerima inovasi yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan suatu
organisasi. Tahapan implementasi ini terdiri atas:
a. Fase redefinisi: inovasi sudah melewati proses reinvention, sehingga
lebih dekat dalam mengakomodasi kebutuhan.
b. Fase klasifikasi: inovasi sudah digunakan secara meluas dalam organisasi
dan mempengaruhi seluruh elemen organisasi dalam keseharian
kerjanya.
c. Fase rutinisasi: inovasi sudah dianggap sebagai bagian dari organisasi.
Faktor yang dapat merangsang inovasi dalam suatu organisasi, antara lain:
a. Organisasi membuhtuhkan orang-orang dan kelompok-kelompok yang
kreatif dalam berorganisasi.
b. Faktor budaya, dimana budaya berperan penting dalam merangsang dan
memelihara inovasi.
c. Faktor manusia, dimana organisasi perlu melakukan investasi dalam
pengembangan sumber daya manusia yang ada pada organisasi memlalui
pelatihan, pengembangan, dan pendampingan.
6
Penjelasan mengenai beberapa inovasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
inovasi adalah suatu gagasan baru, yang baru pertama kali diterapkan oleh suatu
organisasi untuk memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa yang
memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat
luas.
Inovasi dalam pelayanan kesehatan adalah suatu gagasan baru yang baru
pertama kalinya diterapkan dipelayanan kesehatan untuk memprakarsai atau
memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa dengan menghadirkan suatu
produk atau jasa baru, teknologi yang baru, proses yang baru, sistem struktur
dan administrasi baru atau rencana baru yang dilakukan oleh organisasi dalam
bidang kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok, atau masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dan memberiakan keuntungan untuk pengguna jasa maupun
organisasi tersebut.
7
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
8
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu: (Sitorus, 2011).
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari
institusi yang berkaitan sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan
kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator
departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta
tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2011).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali
dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi
noksomial (Sitorus, 2011).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawatan, dan staf lain yang terlibat. Pada
presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).
a. Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan
tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga
perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat
tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang
nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan
bagi perawat dari ruang rawat lain.
9
b. Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga
keperawatan di suatu ruangrawat didahului dengan
menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan
dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut.
(Sitorus, 2011).
a) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan adalah metode modifikasi keperawatan
primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat
terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
(1) Kepala ruang rawat
(2) Clinical care manager
(3) Perawat primer
(4) Perawat asosiate
10
Selain standar rencana asuhan keperawatan, format
dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah
(Sitorus, 2011) :
(1) Format pengkajian awal keperawatan
(2) Format implementasi tindakan keperawatan
(3) Format kardex
(4) Format catatan perkembangan
(5) Format daftar infuse termasuk instruksi atau
pesanan dokter
(6) Format laporan pergantian shif
(7) Resume perawatan
d) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang
MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada
suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di
perlukan adalah (Sitorus, 2011) :
(1) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu
identitas tim yang berisi nama PP dan PA dalam tim
tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat
melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
(2) Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nama-nama klien, PP, PA,
dan timnya serta dokter yang merawat klien.
c. Tahap Pelaksanaan
11
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini (Sitorus, 2011):
a) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
b) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan
setiap hari. Konferensi dilakukan setelah melakukan
operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus,
2011).
c) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiate (PA).
d. Tahap Evaluasi
13
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi proses
dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini
bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah-
masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik
atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan
dengan (Sitorus, 2011) :
a) Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga
untuk setiap klien pulang.
b) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang
dinilai berdasarkan dokumentasi.
c) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per
ruang rawat).
d) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
e. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai
dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada
ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan
karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya
(Sitorus, 2011).
a) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I.
Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan
meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai
kemampuan sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan
pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan
PP pemula) Sitorus, 2011).
b) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKep/Ners. Agar PP
14
dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu
dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang
Ners spesialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh
karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners ditingkatkan
menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
c) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat dengan kemampuan sebagai ners
spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian
keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan
asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan (Sitorus, 2011).
15
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer pada area spesialisnya.
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk
itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan. Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan
metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk
menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan
dan dokumentasi asuhan keperawatan.
16
ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada
penambahan perawatan baru.
c. Pilar 3: Hubungan Profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim
kesehatan) dalam penerimaan pelayanan keperawatan (klien dan
keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan profesional secara internal
artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan
misalnya perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain,
sedangkan hubungan profesional secara eksternal adalah hubungan
antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
d. Pilar 4: Manajemen Asuhan Keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan
keperawatan dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di
MPKP tertentu. Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di
MPKP adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan.
17
MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL
PROFESSIONAL VALUE
Fase 4
Mempertahankan
peran serta keluarga
dalam merawat klien
di
Gambar 4.1 keluarga/masyarakat
Model Praktik Keperawatan Profesional
18
rumah sakit tersebut, dan diharapkan minimal memilih tingkat MPKP
Pemula.
b. Setelah tingkat MPKP disepakati, Kepala Bidang Keperawatan
melakukan sosialisasi pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan
para pejabat struktural yang ada dirumah sakit untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan.
c. Kepala Ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada
di ruangan tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat
yang dibutuhkan dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi
kriteria. Kepala Ruangan memotivasi perawat di ruangannya yang
memenuhi kriteria untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir
pendaftaran dan biodata.
Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang
dibutuhkan harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala
Ruangan (KaRu), Perawat Primer sebagai ketua tim, dan Perawat Pelaksana.
Berdasarkan pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM Bogor,
perbandingan pasien Ran perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu.
Kriteria dari tiap tenaga perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki
latar belakang pendidikan D3 Keperawatan.
Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan
D3 Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja
pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok
(TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
19
7. Lulus tes presentasi
b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum
ada, D3 Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan
minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok
(TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
c. Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja dibagian kesehatan umum minimal 1 tahun
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
20
Tes tulis dilakukan oleh orang yang independen. Materi yang diujikan
adalah pengetahuan perawat terkait konsep MPKP. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan perawat tentang konsep MPKP.
Jumlah yang lulus disesuaikan dengan kebutuhan perawat di ruang MPKP
dengan nilai yang tertinggi. Wawancara dilakukan oleh Tim Rumah Sakit
yang terdiri dari: bagian administrasi dan bidang keperawatan dengan
menggunakan pedoman wawancara. Tes wawancara diikuti oleh calon Karu,
Katim, dan Perawat Pelaksana. Tujuan wawancara calon Karu dan Katim
adalah mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka terhadap konsep
manajemen, asuhan keperawatan, kemampuan menyelesaikan konflik,
motivasi, dan disiplin. Wawancara dengan calon Perawat Pelaksana
bertujuan mengetahui pengetahuannya terhadap pengelolaan asuhan
keperawatan, motivasi dan disiplin. Presentasi dilakukan oleh calon Karu
dan Katim. Tim penilai terdiri dari Konsultan, Bidang Keperawatan, Bagian
Personalia, Pimpinan Rumah Sakit. Presentasi berisi visi, misi dan program
kerja serta sesuai standar MPKP yang akan dijalankan jika terpilih jadi Karu.
Kemudian semua nilai direkapitulasi dan hasilnya dikonsulkan kepada
Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan Kepala Ruangan. Jika nama dan
jumlah perawat telah ditetapkan sesuai dengan hasil tes, Pimpinan Rumah
Sakit membuat Surat Keputusan (SK) penempatan Perawat yang bekerja di
ruang MPKP. Sebelum perawat bekerja di ruang MPKP, mereka diminta
untuk membuat pernyataan akan kesediaannya bekerja dan mengembangkan
ruang MPKP serta menandatanganinya. Perawat diberi kejelasan tentang
lingkup kerja dan pengembangan karier.
b. Pengklasifikasian Pasien
Berdasarkan metode triage yakni START (Simple Triage And Rapid
Treatment) untuk pengelompokkan pasien sesuai berat ringannya
masalah pada pasien. Pengklasifikasian pasien, antara lain:
a) Merah (High Priority) pasien cedera berat atau mengancam
jiwa dan memerlukan penanganan segera.
22
(1) Gagal napas
(2) Cedera thoracoabdominal
(3) Syok atau perdarahan berat
(4) Luka bakarderajat III (Full Thickness)
b) Kuning (Intermediate Priority) pasien cedera yang dipastikan tidak
mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa
jam.
(1) Cedera abdomen tanpa syok
(2) Cedera region thorac tanpa gangguan respirasi
(3) Fraktur mayor tanpa syok
(4) Cedera kepala atau servikal tanpa gangguan kesadaran
(5) Lukar bakar derajat I (Superficial)
c) Hijau (Low Priority) pasien cedera ringan yang tidak
memerlukan stabilisasi segera, tidak mengancam jiwa dan tidak
menimbulkan kecacatan.
(1) Cedera jaringan lunak
(2) Fraktur dan dislokasi ekstremitas
(3) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
(4) Gawat darurat psikologis
d) Hitam pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memunginkan
untuk resusitasi.
Tabel 4.2
Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal Partial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
23
Jumlah tenaga perawat = Jumlah pasien x tingkat ketergantungan
pasien. Contoh perhitungan jumlah tenaga berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Contoh Penghitungan Jumlah Ketenagaan sesuai Ketergantungan Pasien
b. M2 (Material)
Di dalam manajemen keperawatan sangat diperlukan adanya pengelolaan
peralatan sebagai faktor pendukung/penunjang terlaksananya pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan semua bentuk alat kesehatan
atau peralatan lain yang dipergunakan untuk menunjang kelancaran dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga diperoleh tujuan pelayanan
keperawatan efisien dan efektif. Jumlah fasilitas dan alat-alat kedokteran
maupun keperawatan dapat dipenuhi dengan standar yang telah ditetapkan
oleh masing-masing institusi dengan memperhatikan jenis alat, bahan, ukuran,
dan jumlah yang dibutuhkan.
c. M3 (Methode)
24
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Metode merupakan cara yang dipergunakan untuk mengelola sistem
pelayanan di suatu instansi. Dalam pengelolaan keperawatan, terdapat
beberapa metode namun dalam kajian teori ini, akan dipaparkan 3 model
pengelolaan keperawatan yang paling sering dipakai saat ini.
a) Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini
digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang
pendidikan dan kemampuannya. Tujuan metode penugasan
keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat pada
pasien. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam
kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama
dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-
kejadian yang dihadapi dalam pemberian askep.
Kelebihan :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan pada anggota tim.
Kelemahan:
25
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep Metode Tim menurut Kron & Gray (2007) pelaksanaan
model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan teknik kepemimpinan.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin.
c. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
27
g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk
kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
membimbing pelaksanaan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan
masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau
keluarga yang baru masuk.
b. Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
b) Merumuskan tujuan metode penugasan.
c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
d) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua
tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat
proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-
lain.
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
h) Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di
tempat kepada ketua tim.
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi psien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
k) Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c. Pengarahan
a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
b) Memberi pujian pada anggota tim yang telah melaksanakan
tugas dengan baik.
c) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
28
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berkaitan
dengan askep pasien.
e) Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan.
f) Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya.
g) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d. Pengawasan
a) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
b) Melalui supervisi: (a) pengawasan langsung dilakukan melalui
inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung
secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-
kelamahanyang ada saat itu juga, (b) pengawasan tidak
langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama atau sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang
pelaksanaan tugas, (c) evaluasi, (d) mengevaluasi upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun bersama ketua tim, (e) audit keperawatan.
Kepala ruangan
Pasien Pasien
29
Gambar 4.4
Skema penugasan pada metode penugasan tim
(Sumber: Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)
1. Metode Primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian aasuhan
keperawatan dimana perawat professional bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24
jam. Menurut Nursalam (2014), metode penugasan dimana satu
orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar
rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien
masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang ini merupakan
tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.
Perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas
keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung
jawabkan. Setiap perawat primer biasanya mempunyai 4–6 pasien
dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat
dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan
dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Kelebihan:
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan pengembangan diri.
30
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan
rumah sakit (Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).
d. Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan
dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan:
Metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif,
self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.
Perawat Primer
Pasien/pasien
32
33
jawab yang paling besar tetap ada pada perawat professional.
Perawat professional juga memiliki kewajiban untuk
membimbing dan melatih nonprofessional. Apabila perawat
professional sebagai ketua tim tidak masuk tugas dan tanggung
jawab dapat digantikan oleh perawat professional lainnya. Peran
perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat jadwal dinas
dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerja
sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta
motivator.
Kepala Ruang
PP 1 PP 2 PP 3 PP 4
PA PA PA PA
PA PA PA PA
PA PA PA PA
34
Perawat Primer
a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan
b) Mengadakan tindakan kolaborasi
c) Memimpin timbang terima
d) Mendelegasikan tugas
e) Memimpin ronde keperawatan
f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan
g) Bertanggung jawab terhadap pasien
h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang
i) Mengisi resume keperawatan
Perawat asosiate
a) Memberikan asuhan keperawatan
b) Mengikuti timbang terima
c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan
d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan
b. Timbang Terima
35
1) Bagi perawat
a) Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
b) Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar
perawat.
c) Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan.
d) Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara
paripurna.
2) Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada
yang belum terungkap (Nursalam, 2014).
Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas sudah siap (shift 20 menit Nurse Kepala
jaga). Station Ruangan,
2. Kelompok yang akan bertugas Ketua Tim,
menyiapkan buku catatan. Perawat
3. Kepala Ruangan membuka acara Asosiate
operan.
4. Perawat yang melakukan operan dapat
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan
melakukan validasi terhadap hal-hal
yang telahdioperkan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas.
5. Kepala Ruangan atau Ketua Tim
menanyakan kebutuhan dasar pasien.
6. Penyampaian yang jelas, singkatdan
padat.
7. Perawat yang melaksanakan operan Ruang
mengkaji secara penuh terhadap Perawatan
masalah keperawatan, kebutuhan dan
tindakan yang telah atau belum
dilaksanakan serta hal-hal penting
lainnya selama masa perawatan.
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diserahterimakan kepada
petugas berikutnya.
9. Lama operan untuk tiap pasien tidak
lebih dari lima menit kecuali pada
kondisi khusus dan memerlukan
keterangan yang rumit.
Postoperan 1. Diskusi. 5 menit Nurse Kepala
2. Pelaporan untuk operan dituliskan Station Ruangan,
secara langsung pada format operan Ketua Tim,
yang ditandatangani oleh Ketua Tim Perawat
yang jaga saat itu dan Ketua Tim yang Asosiate
jaga berikutnya diketahui oleh Kepala
Ruangan.
3. Ditutup oleh Kepala Ruangan.
37
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan menggambarkan
kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
6. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga
pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien. Sesuatu
yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat pasien.
7. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di
nurse station.
Alur Operan
PASIEN
TINDAKAN
PERKEMBANGAN/KEADAAN PASIEN
MASALAH:
TERATASI
BELUM TERATASI
TERATASI SEBAGIAN
MUNCUL MASALAH BARU
39
3) Keuntungan Komunikasi SBAR
Menurut Leonard (2009), bahwa ada beberapa keuntungan dalam
penggunaan komunikasi SBAR diantaranya adalah :
a) Menunjukkan kekuatan perawat dalam melakukan komunikasi efektif
b) Memperbaiki komunikasi sama artinya memperbaiki keamanan pasien
c) Komunikasi efektif akan menghasilkan analisa kerja yang baik karena perawat
sangat mengetahui kondisi pasien.
Metoda komunikasi SBAR sangat penting digunakan di unit gawat darurat
karena akan dapat mengambil keputusan yang cepat, tepat, akurat dan komunikasi
SBAR bisa dilaksanakan dengat singkat, tidak bertele–tele tapi fokus pada
permasalahan (Robby, 2009).Hal ini memungkinkan kita untuk menjelaskan
informasi apa yang harus dikomunikasikan antara anggota tim keperawatan dan
dapat membantu perawat untuk mengembangkan kerjasama serta meningkatkan
upaya keselamatan pasien.
a. Ronde Keperawatan
Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil Pengkajian/Validasi Data
Validasi Data
Kesimpulan dan
Rekomendasi Solusi Masalah Lanjutan –Diskusi di Nurse
Station
Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station
Tahap Pelaksanaan
di Kamar Pasien
Pasca Ronde
Keterangan :
Pra-ronde
1) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tidak teratasi dan masalah
langka).
2) Menentukan tim ronde.
3) Mencari sumber atau literature.
4) Membuat proposal.
5) Mempersiapkan pasien : informed consent dan pengkajian.
6) Diskusi: Apa diagnosis keperawatan?, apa data yang mendukung?,
bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?, dan apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan.
Pelaksanaan Ronde
1) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan
atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
2) Diskusi antar angota tim tentang kasus tersebut.
42
3) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala
ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.
Pelaksanaan Ronde
1) Evaluasi, revisi dan perbaikan.
2) Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.
43
1) Penanggung jawab pengelola obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat mendelegasikan kepada staf yang ditunjukkan.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat
serta menandatangani surat persetujuan sentralisasi obat.
3) Penerimaan Obat
Obat yang telah diresepkan ditunjukan kepada perawat dan obat yang
telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada parawat dengan
menerima lembar serah terima.
Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan
sediaan dalam kartu kontol obat dan diketahui (ditandatangani) oleh
keluarga atau pasien dalam buku masuk obat, kemudian pasien dan
keluarga mendapat penjelasan tentang kapan/bilamana obat tersebut
akan habis.
Pasien atau keluarga selanjutnya mendapat kartu kontrol obat.
Obat yang telah diserahkan selanjutunya disimpan oleh perawat
dalam kotak obat (Nursalam, 2014).
4) Pembagian obat dan penyimpanan persediaan obat
Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disiapkan untuk diberikan
pada pasien.
Obat yang telah disiapkan selanjutnya diberikan oleh perawat dengan
terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter.
Pada saat memberikan obat terlebih dahulu perawat
menginformasikan kepada pasien tentang macam, kegunaan obat,
jumlah obat yang diberikan dan efek samping. Usahakan tempat obat
kembali ke perawat setelah obat dikonsumsi/disuntikan.
Mencatat kembali dalam buku/lembar pemberian obat setelah obat
diberikan kepada pasien.
Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala
ruangan atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam
buku obat masuk. Obat yang hampir habis akan diinformasikan pada
44
keluarga dan kemudian akan dimintai resep (jika masih diperlukan)
kepada dokter penanggung jawab pasien.
Lemari obat selalu diperiksa dengan keamanan mekanisme kunci,
penempatan obat dipisahkan antara obat oral (untuk diminum)
maupun obat injeksi maupun obat luar (Nursalam, 2014).
5) Penambahan obat baru
Bilamana tedapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian obat maka informasi ini akan dimasukan
dalam buku / lembar pemberian obat.
Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada pemberian obat dan kemudian
diinfomasikan pada keluarga (Nursalam, 2014)
Dokter
Pendekatan oleh perawat
Pasien/keluarga
Farmasi/apotek
Pasien/keluarga
Surat persetujuan sentralisasi obat
dari perawat
PN/perawat yang menerima
Lembar serah terima obat
Pengaturan dan pengelolaan oleh
Buku serah terima/masuk obat
perawat
Pasien/keluarga
45
d. Supervisi
46
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil baik.
5) Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal
pokok yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab
masalah atau prioritas/jalan kelua, melaksanakan jalan keluar, menilai
hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya. Teknik suprevisi ada
dua yaitu dengan pengamatan langsung dan kerjasama.
47
Pelaksana Supervisi :
1) Kepala Ruangan
a) Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada
pasien di ruang perawatan
b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik
keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan yang didelegasikan.
2) Pengawas Keperawatan
Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala
ruangan yang ada di instalasi.
3) Kepala seksi keperawatan
Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.
Alur Supervisi
Kepala Bidang
Keperawatan
Kepala Seksi
Keperawatan
Kepala Instalasi
Rawat Inap
PRA Menetapkan kegiatan dan tujuan serta
instrumen/alat ukur
Kepala Ruangan
Supervisi
Menilai kinerja perawat R-A-A
PELAKSANAAN (RESPONSIBILITY-ACCOUNTABILITY-
AUTHORITHY)
PP 1 PP 2
PA PA
48
Gambar 4.10 Alur Supervisi
Langkah Supervisi
1) Pra Supervisi
a) Menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
b) Menetapkan tujuan.
2) Pelaksanaan Supervisi
a) Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau
instrumen yang telah disiapkan.
b) Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
c) Supervisor memanggil Ketua Tim dan AN untuk mengadakan
pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
d) Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara dan memvalidasi
data sekunder.
3) Pasca Supervisi
a) Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
b) Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi.
c) Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.
4) Teknik Supervisi
a) Proses Supervisi keperawatan terdiri atas 3 elemen kelompok, yaitu:
b) Mengacu pada standar asuhan keperawatan
c) Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding untuk
menetapkan pencapain.
d) Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kulitas
asuhan keperawatan
5) Area Supervisi
Secara aplikasi area supervisi keperawatan meliputi:
a) Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada
pasien
b) Pendokumentasian asuhan keperawatan
c) Pendidikan kesehatan melalui Perencanaan Pulang
d) Pengelolaan logistik dan obat.
e) Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan masalah
keperawatan pasien
f) Pelaksanaan timbang terima.
49
Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung
dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan perbaikan.
2) Secara tidak langsung
Supervisi dilakukan nelalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor
tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.
e. Discharge Planning
51
2) Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
3) Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
4) Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support
sebelum timbulnya masalah.
5) Dapat memilih prosedur perawatannya
6) Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya.
Bagi Perawat:
1) Merasakan bahwa keahliannya diterima dan dapat digunakan
2) Menerima informasi kunci setiap waktu
3) Memahami perannya dalam sistem
4) Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru
5) Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yang berbeda.
6) Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif.
52
4) Setelah pasien dan keluarga mendapatkan discharge planning, maka pasien
atau keluarga menandatangani format discharge planning sebagai bukti telah
mendapatkan discharge planning dari perawat.
f. Metode/Standar/Pedoman/Protap
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan dan
mampu dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Berdasarkan
Clinical Practice Guidline (1990), standar merupakan keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan
minimal.Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989) adalah untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan
keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas
dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik.
Standar Pelayanan Keperawatan merupakan standar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien. Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) berdasarkan kelompok penyakit: SAK bedah, SAK interna,
SAK Anak, SAK kegawatan dan lain-lain. Masing-masing kelompok SAK akan
dijabarkan sesuai dengan jenis kasus yang ada disuatu ruangan.Standar
administrasi merupakan standar yang berisikan kebijakan-kebijakan dari suatu
rumah sakit.
g. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dari segala macam tuntutan, yang berisi data lengkap, nyata, dan
tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe,
kualitas dan kuantitas pelayanankesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Fisbach, 1991 dalam Priadi, 2010).
Tujuan Dokumentasi Keperawatan (Potter, 2006 dalam Priadi 2010)
a) Alat komunikasi anggota tim
b) Biling keuangan
c) Bahan pendidikan
d) Sumber data dalam menyusun NCP
e) Audit keperawatan
f) Dokumen yang legal
g) Informasi statistik
53
h) Bahan penelitian
1) Pengertian
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas serta tanggung jawab yang
dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan. Pernyataan tertulis untuk semua tingkat
jabatan dalam satu unit yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab, dan kualitas
yang dibutuhkan.
2) Manfaat
a) Seleksi individu yang berkualitas
b) Menyediakan alat evaluasi
c) Menentukan budget
d) Penentuan fungsi departemen
e) Klasifikasi fungsi departemen
3) Lingkup Uraian Tugas
Uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, tidak lengkap dan
kadaluarsa. Penulisan uraian tugas yang sempurna dapat menjadi aset dan dapat
menggambarkan organisasi kerja yang memberikan pandangan operasional secara
keseluruhan dan menunjukkan bahwa uraian tugas telah dirancang dan dianalisa
sebagai suatu bagian integral dari pelayanan organisasi kerja. Dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, uraian tugas adalah
subyek perubahan. Perawat atau bidang manajer harus memelihara agar pekerjaan
tetap relevan dengan uraian tugas melalui perbaikan secara periodik dan
sistematis.
1) M4 (Money)
Dalam manajemen keperawatan sangat diperlukan adanya pengelolaan
dalam keuangan sebagai faktor pendukung terlaksananya pelayanan
keperawatan.
2) M5 (Market)
a. Bed Occupation Rate
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat
tidur pada waktu tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur
yang terpakai untuk perawatan pasien di dalam ruangan terhadap jumlah
tempat tidur yang tersedia. Standar nilai BOR menurut Barber Johnson
adalah 75%-85% (Standar Internasional), sedangkan standar nilai Depkes
RI adalah 60%-85%. Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.
56
Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat
dari beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya.
Indicator peningkatan mutu pelayanan dapat dilihat dari beberapa aspek,
antara lain :
1) Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Enam sasaran patient safety yaitu:
a) Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit megembangkansuatu pendekatan untuk
memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Kebijakan dan atau prosedur, dua cara untuk mengidentifikasi
pasien berupa nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas dengan bar-code, dan lain-lain. Dilarang
identifkasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi. Proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi
dapat diidentifkasi. Contoh: pasien coma tanpa identitas.
Macam-acam gelang ditandai dengan warna Biru: laki-laki,
Pink: perempuan, Merah: Alergi, Kuning: Risiko Jatuh. Saat
pemasangan gelang jelaskan manfaat gelang pasien,jelaskan
bahaya untuk pasien yang menolak,melepas, menutupi gelang
dan lain-lain.
b) Peningkatan komunikasi yang efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Komunikasi efektif akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.Untuk
mengurangi kesalahan perintah lisan/telepon maka perintah yang
diberikan haruslah ditulis kembali (write back), dibaca kembali
(read back), diulang kembali/repeat back (reconfirm).
c) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/high alert
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high
alert). Obat yang perlu diwaspadai: obat yang sering
menyebabkan KTD atau kejadian sentinel. Obat yang perlu
57
diwaspadai: (a) NORUM (nama obat mirip)/LASA (look alike
soung alike); (b) Elektrolit konsentrat, kesalahan bisa terjadi
secara tidak sengaja, bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan sebelum ditugaskan, pada keadaan keadaan gawat
darurat.
58
biaya untuk mengatasi infeksi yang terkait pelayanan kesehatan,
keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional
pelayanan kesehatan.
Pokok-pokok PPI: cuci tangan (hand hygiene) yang tepat
sesuai pedoman hand hygiene dari WHO. Rumah sakit
mempunyai proses kolabortif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk
hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
f) Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat
tidur ke lantai atau ke tempat lainnya yang lebih rendah pada saat
istirahat maupun saat pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh
penyakit stroke, epilepsy, seizure, bahaya karena terlalu banyak
aktivitas (Depkes RI, 2008).
Pasien yang berisiko jatuh adalah pasien yang
dikategorikan mempunyai satu atau lebih faktor risiko jatuh pada
saat pengkajian keperawatan, diantaranya pengkajian faktor
risiko intrinsik meliputi karakteristik pasien dan fungsi fisik
umum, diagnosis/perubahan fisik, medikasi dan interaksi obat,
dan kondisi mental/penggunaan alkohol. sedangkan pengkajian
faktor risiko ekstrinsik meliputi karakteristik lingkungan yang
dapat membahayakan pasien.
Langkah pencegahan pasien risiko jatuh antara lain: (a)
mengupayakan untuk menganjurkan pasien untuk meminta
bantuan yang diperlukan; (b) menggunakan alas kaki anti slip; (c)
menyediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur
pasien; (d) memastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari
hambatan dan terang; (e) memastikan lorong bebas hambatan; (f)
menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam jangkauan
pasien; (g) memasang bed side rell, mengevaluasi kursi dan
tinggi tempat tidur dan (h) mempertimbangkan efek puncak obat
59
yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran;(i)
mengamati lingkungan untuk kondisi kondisi berpotensi tidak
aman dan segera laporkan untuk perbaikan; (j) jangan
membiarkan pasien beresiko jatuh tanpa pengawasan saat
didaerah diagnostic atau terapi; (k) memastikan pasien yang
diangkut dengan brandkad/tempat tidur, posisi bed side relldalam
keadaan terpasang; (l) menginformasikan dan mendidik pasien
dan/ atau anggota keluarga mengenai rencana keperawatan untuk
menceah jatuh; (m) berkolaborasi dengan pasien atau keluarga
untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.
60