Anda di halaman 1dari 56

BAB IV

TINJAUAN TEORITIS

4.1 TEORI PROGRAM INOVASI


Inovasi sering sekali diterjemahkan sebagai penemuan baru. Definisi dari
inovasi itu sendiri, menurut West & Far (Ancok, 2012) adalah pengenalan dan
penerapan dengan sengaja, gagasa, proses, produk, dan prosedur yang baru pada
unit yang menerapkannya, yang dirancang untuk memberikan keuntungan bagi
individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat luas.
Evert M. Rogers mendefinisikan bahwa inovasi adalah suatu ide,
gagasan, praktik atau objek atau benda yang disadari dan diterima sebagai suatu
hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk di adopsi (Suwarno, 2008).

4.1.1 Inovasi dalam penerapannnya memiliki atribut inovasi yang melekat di


dalam inovasi tersebut. Atribut inovasi yang dimaksud menurut Rogers,
antara lain:
1. Relative Advantage atau keuntungan relative: sebuah inovasi harus
mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi
sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam
inovasi yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
2. Compability atau kesesuaian: inovasi mempunyai sifat kompatibel atau
sesuai dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar
inovasi yang lama tidak serta merta dibuang begitu saja, selain karena
alasan faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang lama
menjadi bagian proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu juga dapat
memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap
inovasi itu secara lebih cepat.
3. Complexity atau kerumitan: ketika adanya sifat yang baru, maka inovasi
mempunyai tingkat kerumitan yang boleh menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena
sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka
tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak menjadi masalah penting.
5
4. Triability atau kemungkinan dicoba: inovasi hanya bisa diterima
apabila telah teruji dan terbukti mempunyai keuntungan atau nilai
lebih dibandingkan dengan inovasi yang lama, sehingga sebuah
inovasi yang baru harus melewati fase “uji coba”, dimana setiap orang
atau pihak mempunyai kesempatan untuk menguji kualitas dari sebuah
inovasi.
5. Observability atau kemudahan diamati: sebuah inovasi harus juga dapat
diamati, dari segi bagaimana inovasi tersebut bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Proses dalam suatu inovasi dapat dijadikan sebagai faktor pendorong maupun
penghambat, hal ini dapat dibedakan dalam dua tahap, yaitu:
1. Initiation (perintisan)
Fase Agenda Setting: dilakukan proses identifikasi dan penetapan prioritas
kebutuhan dan masalah. Fase selanjutnya adalah Matching atau penyesuaian
permasalahan sesuai dengan kebutuhan.
2. Implementation (pelaksanaan)
Pada tahap ini perintisan telah menghasilkan keputusan untuk mencari dan
menerima inovasi yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan suatu
organisasi. Tahapan implementasi ini terdiri atas:
a. Fase redefinisi: inovasi sudah melewati proses reinvention, sehingga
lebih dekat dalam mengakomodasi kebutuhan.
b. Fase klasifikasi: inovasi sudah digunakan secara meluas dalam organisasi
dan mempengaruhi seluruh elemen organisasi dalam keseharian
kerjanya.
c. Fase rutinisasi: inovasi sudah dianggap sebagai bagian dari organisasi.
Faktor yang dapat merangsang inovasi dalam suatu organisasi, antara lain:
a. Organisasi membuhtuhkan orang-orang dan kelompok-kelompok yang
kreatif dalam berorganisasi.
b. Faktor budaya, dimana budaya berperan penting dalam merangsang dan
memelihara inovasi.
c. Faktor manusia, dimana organisasi perlu melakukan investasi dalam
pengembangan sumber daya manusia yang ada pada organisasi memlalui
pelatihan, pengembangan, dan pendampingan.

6
Penjelasan mengenai beberapa inovasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
inovasi adalah suatu gagasan baru, yang baru pertama kali diterapkan oleh suatu
organisasi untuk memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa yang
memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi, dan masyarakat
luas.
Inovasi dalam pelayanan kesehatan adalah suatu gagasan baru yang baru
pertama kalinya diterapkan dipelayanan kesehatan untuk memprakarsai atau
memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa dengan menghadirkan suatu
produk atau jasa baru, teknologi yang baru, proses yang baru, sistem struktur
dan administrasi baru atau rencana baru yang dilakukan oleh organisasi dalam
bidang kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok, atau masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dan memberiakan keuntungan untuk pengguna jasa maupun
organisasi tersebut.

4.2 TEORI MPKP (MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL)


4.2.1 Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan
perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart &
Woods, 2006).

4.2.2 Tujuan dari MPKP


a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan

7
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.

4.2.3 Karakteristik MPKP


a. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien
sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
b. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan
Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang
memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager
(CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis
tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang
bertanggung jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan di
ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai
dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas
dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan perlu ditetapkan, karena
berdasarkan hasil observasi, penulisan rencana asuhan keperawatan
sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14
kebutuhan dasar manusia (Potter & Perry, 2007).Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatan primer, sehingga terdapat
satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran Ners
spesialis pada masa yang akan datang.

4.2.4 Langkah-langkah Dalam MPKP

8
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu: (Sitorus, 2011).
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari
institusi yang berkaitan sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan
kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator
departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta
tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2011).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali
dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi
noksomial (Sitorus, 2011).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil
penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawatan, dan staf lain yang terlibat. Pada
presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan (Sitorus, 2011).
a. Penentuan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan
tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2011) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga
perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat
tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang
nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan
bagi perawat dari ruang rawat lain.
9
b. Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat
ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga
keperawatan di suatu ruangrawat didahului dengan
menghitung jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan
dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut.
(Sitorus, 2011).
a) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan adalah metode modifikasi keperawatan
primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat
terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011):
(1) Kepala ruang rawat
(2) Clinical care manager
(3) Perawat primer
(4) Perawat asosiate

b) Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan


Pengembangan standar rencana asuhan keperawatan
bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis,
sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan
untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien.
Adanya standar rencana asuhan keperawatan
menunjukan asuhan keperawatan yang diberikan
berdasarkan konsep dan teori keperawatan yang kukuh,
yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
profesional. Format standar rencana asuhan
keperawatan yang digunakan biasanya terdiri dari
bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnosa
keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan
keperawatan dan kolom keterangan (Sitorus, 2011).
c) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan

10
Selain standar rencana asuhan keperawatan, format
dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah
(Sitorus, 2011) :
(1) Format pengkajian awal keperawatan
(2) Format implementasi tindakan keperawatan
(3) Format kardex
(4) Format catatan perkembangan
(5) Format daftar infuse termasuk instruksi atau
pesanan dokter
(6) Format laporan pergantian shif
(7) Resume perawatan

d) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang
MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada
suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di
perlukan adalah (Sitorus, 2011) :
(1) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu
identitas tim yang berisi nama PP dan PA dalam tim
tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat
melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
(2) Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nama-nama klien, PP, PA,
dan timnya serta dokter yang merawat klien.

c. Tahap Pelaksanaan

11
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini (Sitorus, 2011):
a) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang
terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
b) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan
setiap hari. Konferensi dilakukan setelah melakukan
operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Sitorus,
2011).
c) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiate (PA).

Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga


dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk
supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus,
2011).
d) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan
standar rencana asuhan keperawatan
Standar rencana asuhan keperawatan merupakan acuan
bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu
pada standar tersebut (Sitorus, 2011).
e) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat
kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan
kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam
12
pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien
dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian
orientasibagi klien dan keluarganya (Sitorus, 2011).
f) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan
presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan
kasus-kasus klien yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP
dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya
secara mendalam. (Sitorus, 2011).

g) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager


(CCM) dalam membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara
berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan,
diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi
sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang
yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada
CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi
CCM tidak diperlukan lagi (Sitorus, 2011).
h) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab
perawat kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan
dokumentasi secara tepat menjadi penting.

d. Tahap Evaluasi
13
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi proses
dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini
bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah-
masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik
atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan
dengan (Sitorus, 2011) :
a) Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga
untuk setiap klien pulang.
b) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang
dinilai berdasarkan dokumentasi.
c) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per
ruang rawat).
d) Penilaian rata-rata lama hari rawat.

e. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai
dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada
ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan
karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya
(Sitorus, 2011).
a) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I.
Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan
meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai
kemampuan sebagai SKep/Ners. Setelah mendapatkan
pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan
PP pemula) Sitorus, 2011).
b) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKep/Ners. Agar PP
14
dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu
dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang
Ners spesialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh
karena itu, kemampuan perawat SKep/Ners ditingkatkan
menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
c) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat dengan kemampuan sebagai ners
spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian
keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan
asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan (Sitorus, 2011).

4.2.5 Tingkatan MPKP menurut Sudarsono (2008)


Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari
berbagai pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP
yang disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada
beberapa jenis model PKP yaitu:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III melalui pengembangan
model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor
dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II. Pada model ini akan mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan
terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang
spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat
primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.

15
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer pada area spesialisnya.
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk
itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan. Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan
metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk
menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan
dan dokumentasi asuhan keperawatan.

4.2.6 Pilar-pilar MPKP


a. Pilar 1: Pendekatan Manajemen Keperawatan
Terdiri dari:
a) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang
MPKP meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan
rencana jangka pendek, harian, bulanan dan tahunan).
b) Pengorganisasian dengan menyusun struktur organisasi, jadwal dinas,
dan daftar alokasi pasien.
c) Pengarahan
Terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim motivasi,
manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencakup pre dan post
conference, dan manajemen konflik.
b. Pilar 2: Sistem Penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang MPKP berfokus pada proses
rekruitmen, seleksi kerja orientasi, penilaian kerja, staf perawat. Proses

16
ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada
penambahan perawatan baru.
c. Pilar 3: Hubungan Profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim
kesehatan) dalam penerimaan pelayanan keperawatan (klien dan
keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan profesional secara internal
artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan
misalnya perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain,
sedangkan hubungan profesional secara eksternal adalah hubungan
antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
d. Pilar 4: Manajemen Asuhan Keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan
keperawatan dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di
MPKP tertentu. Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di
MPKP adalah asuhan keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan.

17
MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL

PROFESSIONAL VALUE

MANAGEMENT COMPENSATORY PROFESSIONAL PATIENT CARE


APPROACH REWARDS RELATIONSHIP DELIVERY SYSTEM

SISTEM REKRUTMEN 1. Tim Keperawatan MANAJEMEN PENKES


MANAJEMEN • Rapat ASKEP KELUARGA
Orientasi • Case Conference
Perencanaan Manajemen 2. Tim Kesehatan Proses Fase 1
Pengorganisasian Kinerja • Rapat Keperawatan Permulaan Hubungan
Pengarahan Standar Kinerja • Case Conference Pedoman
Pengendalian Pengembangan ASKEP Fase 2
SDM Pedoman KeterampilanMerawat
Komunikasi Klien
SOP/IK
Fase 3
Aplikasi Perawatan

Fase 4
Mempertahankan
peran serta keluarga
dalam merawat klien
di
Gambar 4.1 keluarga/masyarakat
Model Praktik Keperawatan Profesional

4.2.7 Proses Rekrutan Tenaga Perawat di Ruang MPKP


Perekutan di ruang MPKP berfokus pada perekrutan perawat yang ada
dirumah sakit bukan mencari tenaga perawat baru dari luar rumah sakit.
Dalam menentukan perawat di ruang MPKP, perlu diketahui kategori ruang
MPKP yang akan dikembangkan. Ruang MPKP dikategorikan menjadi 3
tingkat, yaitu: tingkat Profesional I, II, III, Pemula, dan Transisi.
Proses perekrutan perawat di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Seluruh perawat di rumah sakit harus menyepakati tingkat MPKP yang
akan dipilih, disesuaikan dengan sumber daya keperawatan yang ada di

18
rumah sakit tersebut, dan diharapkan minimal memilih tingkat MPKP
Pemula.
b. Setelah tingkat MPKP disepakati, Kepala Bidang Keperawatan
melakukan sosialisasi pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan
para pejabat struktural yang ada dirumah sakit untuk mendapatkan
komitmen dan dukungan.
c. Kepala Ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada
di ruangan tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat
yang dibutuhkan dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi
kriteria. Kepala Ruangan memotivasi perawat di ruangannya yang
memenuhi kriteria untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir
pendaftaran dan biodata.
Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang
dibutuhkan harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala
Ruangan (KaRu), Perawat Primer sebagai ketua tim, dan Perawat Pelaksana.
Berdasarkan pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM Bogor,
perbandingan pasien Ran perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu.
Kriteria dari tiap tenaga perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki
latar belakang pendidikan D3 Keperawatan.
Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:

a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan
D3 Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja
pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok
(TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
19
7. Lulus tes presentasi
b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum
ada, D3 Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan
minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok
(TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
c. Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja dibagian kesehatan umum minimal 1 tahun
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara

4.2.8 Proses Seleksi Tenaga Perawat di Ruang MPKP


Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti
proses seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi:
a. Proses seleksi dimulai dari peninjauan dokumen untuk menetapkan
perawat yang memenuhi syarat menjadi Kepala Ruangan maupun
Perawat Primer/Ketua Tim dan Perawat Pelaksana (Asosiate).
b. Semua perawat yang memenuhi kriteria, dipanggil untuk tes tulis. Hasil
tes tulis menetapkan perawat pelaksana yang memenuhi kriteria dan
calon ketua tim dan kepala ruangan.
c. Perawat yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara.
d. Tahap seleksi selanjutnya adalah presentasi yang diikuti oleh perawat
yang memenuhi kriteria Karu dan Katim untuk memilih kepala ruangan
dan ketua tim.

20
Tes tulis dilakukan oleh orang yang independen. Materi yang diujikan
adalah pengetahuan perawat terkait konsep MPKP. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan perawat tentang konsep MPKP.
Jumlah yang lulus disesuaikan dengan kebutuhan perawat di ruang MPKP
dengan nilai yang tertinggi. Wawancara dilakukan oleh Tim Rumah Sakit
yang terdiri dari: bagian administrasi dan bidang keperawatan dengan
menggunakan pedoman wawancara. Tes wawancara diikuti oleh calon Karu,
Katim, dan Perawat Pelaksana. Tujuan wawancara calon Karu dan Katim
adalah mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka terhadap konsep
manajemen, asuhan keperawatan, kemampuan menyelesaikan konflik,
motivasi, dan disiplin. Wawancara dengan calon Perawat Pelaksana
bertujuan mengetahui pengetahuannya terhadap pengelolaan asuhan
keperawatan, motivasi dan disiplin. Presentasi dilakukan oleh calon Karu
dan Katim. Tim penilai terdiri dari Konsultan, Bidang Keperawatan, Bagian
Personalia, Pimpinan Rumah Sakit. Presentasi berisi visi, misi dan program
kerja serta sesuai standar MPKP yang akan dijalankan jika terpilih jadi Karu.
Kemudian semua nilai direkapitulasi dan hasilnya dikonsulkan kepada
Pimpinan Rumah Sakit untuk menetapkan Kepala Ruangan. Jika nama dan
jumlah perawat telah ditetapkan sesuai dengan hasil tes, Pimpinan Rumah
Sakit membuat Surat Keputusan (SK) penempatan Perawat yang bekerja di
ruang MPKP. Sebelum perawat bekerja di ruang MPKP, mereka diminta
untuk membuat pernyataan akan kesediaannya bekerja dan mengembangkan
ruang MPKP serta menandatanganinya. Perawat diberi kejelasan tentang
lingkup kerja dan pengembangan karier.

4.2.9 Sarana Manajemen Keperawatan


a. M1 (Man)
Dalam menerapkan model asuhan keperawatan profesional dibutuhkan
tenaga yang mampu memberikan asuhan keperawatan professional.
Untuk itu penataan tenaga keperawatan dalam ruang rawat inap sangat
diperlukan (Simamora, 2013).
a) Ketenagaan
21
Efektifitas dan efisiensi ketenagaan dalam keperawatan sangat
ditunjang oleh pemberian asuhan keperawatan yang tepat dan
kompetensi perawat yang memadai. Oleh karena itu, perlu kiranya
dilakukan perencanaan yang strategis dan sistematis dalam
memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan. Perencanaan yang baik
mempertimbangkan klasifikasi pasien berdasarkan tingkat
ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan, jumlah dan
kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga
keperawatan. Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer
keperawatan dalam menganalisis dan merencanakan.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah menetapkan
standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar
praktik yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA
(PPNI, 2012). Standar praktik keperawatan yang ditetapkan yaitu :
Standar I : perawat mengumpulkan data tentang kesehatan
Standar II klien.
: perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar III
: perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan
untuk setiap klien.
Standar IV :
perawat mengembangkan rencana asuhan
Standar V :
keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk
mencapai hasil yang diharapkan
perawat mengimplementasikan tindakan yang
sudah ditetapkan dalam rencana asuhan
keperawatan.
Standar VI : perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam
mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan.

b. Pengklasifikasian Pasien
Berdasarkan metode triage yakni START (Simple Triage And Rapid
Treatment) untuk pengelompokkan pasien sesuai berat ringannya
masalah pada pasien. Pengklasifikasian pasien, antara lain:
a) Merah (High Priority) pasien cedera berat atau mengancam
jiwa dan memerlukan penanganan segera.
22
(1) Gagal napas
(2) Cedera thoracoabdominal
(3) Syok atau perdarahan berat
(4) Luka bakarderajat III (Full Thickness)
b) Kuning (Intermediate Priority) pasien cedera yang dipastikan tidak
mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa
jam.
(1) Cedera abdomen tanpa syok
(2) Cedera region thorac tanpa gangguan respirasi
(3) Fraktur mayor tanpa syok
(4) Cedera kepala atau servikal tanpa gangguan kesadaran
(5) Lukar bakar derajat I (Superficial)
c) Hijau (Low Priority) pasien cedera ringan yang tidak
memerlukan stabilisasi segera, tidak mengancam jiwa dan tidak
menimbulkan kecacatan.
(1) Cedera jaringan lunak
(2) Fraktur dan dislokasi ekstremitas
(3) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
(4) Gawat darurat psikologis
d) Hitam pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memunginkan
untuk resusitasi.

c. Kebutuhan Tenaga Perawat


Nursalam (2014) memaparkan ada berbagai cara perhitungan kebutuhan
tenaga perawat untuk suatu ruangan. Namun dalam kajian teori ini akan
dipaparkan cara perhitungan kebutuhan tenaga menurut Douglas. Douglas
menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien (tingkat ketergantungan), dimana masing-
masing kategori mempunyai nilai standar per shift, yaitu pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2
Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien

Klasifikasi Pasien
Minimal Partial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20

23
Jumlah tenaga perawat = Jumlah pasien x tingkat ketergantungan
pasien. Contoh perhitungan jumlah tenaga berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3
Contoh Penghitungan Jumlah Ketenagaan sesuai Ketergantungan Pasien

Tingkat Jumlah Kebutuhan Tenaga


Jumlah
Ketergantungan
Pasien Pagi Sore Malam
Minimal 3 3 x 0,17 = 0,51 3 x 0,14 = 0,42 3 x 0,07 = 0,21
Partial 6 6 x 0,27 = 1,62 6 x 0,15 = 0,9 6 x 0,10 = 0,6
Total 3 3 x 0,36 = 1,08 3 x 0,30 = 0,9 3 x 0,20 = 0,6
Jumlah 12 3,21 = 3 orang 2,22 = 2orang 1,41 = 1orang

Jumlah tenaga lepas dinas perhari


86 x 6 = 516 = 1,77 = 2
297 297
Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan untuk bertugas per hari adalah : 6 orang +
2 orang struktural ( kepala ruangan, wakil ruangan ) + 2 orang lepas dinas = 10
orang.

b. M2 (Material)
Di dalam manajemen keperawatan sangat diperlukan adanya pengelolaan
peralatan sebagai faktor pendukung/penunjang terlaksananya pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan merupakan semua bentuk alat kesehatan
atau peralatan lain yang dipergunakan untuk menunjang kelancaran dalam
melaksanakan asuhan keperawatan sehingga diperoleh tujuan pelayanan
keperawatan efisien dan efektif. Jumlah fasilitas dan alat-alat kedokteran
maupun keperawatan dapat dipenuhi dengan standar yang telah ditetapkan
oleh masing-masing institusi dengan memperhatikan jenis alat, bahan, ukuran,
dan jumlah yang dibutuhkan.

c. M3 (Methode)
24
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Metode merupakan cara yang dipergunakan untuk mengelola sistem
pelayanan di suatu instansi. Dalam pengelolaan keperawatan, terdapat
beberapa metode namun dalam kajian teori ini, akan dipaparkan 3 model
pengelolaan keperawatan yang paling sering dipakai saat ini.
a) Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini
digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang
pendidikan dan kemampuannya. Tujuan metode penugasan
keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat pada
pasien. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam
kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama
dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-
kejadian yang dihadapi dalam pemberian askep.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang


berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group
yang terdiri dari tenaga professional, teknikal dan pembantu dalam
satu grup kecil yang saling membantu.

Kelebihan :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan pada anggota tim.
Kelemahan:

25
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep Metode Tim menurut Kron & Gray (2007) pelaksanaan
model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan teknik kepemimpinan.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin.
c. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.

Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim


a. Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan
ketua tim.
b. Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.
c. Membantu ketua tim melakukan pengkajian, menentukan
diagnose keperawatan dan membuat rencana keperawatan.
d. Membantu ketua tim mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
e. Membantu/bersama dengan ketua tim mengorientasikan pasien
baru.
f. Mengganti tugas pembantu keperawatan bila perlu.

Tugas dan Tanggung Jawab Ketua Tim


a. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan
pasien sejak masuk sampai pulang.
b. Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya.
c. Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya.
d. Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan.
e. Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim.
26
f. Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan
tindakan keperawatan.
g. Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan.
h. Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu.
i. Mengembangkan perencanaan pulang.
j. Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh anggota tim.
k. Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim
kesehatan lainnya untuk membahas perkembangan kondisi
pasien.
l. Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota
kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi.
m. Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
pendokumentasiannya.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan


a. Perencanaan
a) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-
masing.
b) Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya.
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua
tim.
d) Mengidentifikasi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan
berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim,
mengatur penugasan/penjadwalan.
e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
f) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,
patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program
pengobatan, dan mendiskusikan dengan doketr tentang tindakan
yang akan dilakukan terhadap pasien.

27
g) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk
kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
membimbing pelaksanaan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan
masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau
keluarga yang baru masuk.

b. Pengorganisasian
a) Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
b) Merumuskan tujuan metode penugasan.
c) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
d) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua
tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat
proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-
lain.
f) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
g) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
h) Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di
tempat kepada ketua tim.
i) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi psien
j) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
k) Identifikasi masalah dan cara penanganannya.

c. Pengarahan
a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
b) Memberi pujian pada anggota tim yang telah melaksanakan
tugas dengan baik.
c) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
28
d) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berkaitan
dengan askep pasien.
e) Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan.
f) Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya.
g) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan
a) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
b) Melalui supervisi: (a) pengawasan langsung dilakukan melalui
inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung
secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-
kelamahanyang ada saat itu juga, (b) pengawasan tidak
langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama atau sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang
pelaksanaan tugas, (c) evaluasi, (d) mengevaluasi upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun bersama ketua tim, (e) audit keperawatan.

Kepala ruangan

Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim

Pasien Pasien
29
Gambar 4.4
Skema penugasan pada metode penugasan tim
(Sumber: Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)

1. Metode Primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian aasuhan
keperawatan dimana perawat professional bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24
jam. Menurut Nursalam (2014), metode penugasan dimana satu
orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap
asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar
rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien
masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang ini merupakan
tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.
Perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas
keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung
jawabkan. Setiap perawat primer biasanya mempunyai 4–6 pasien
dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat
dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan
komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan
dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan. Jika
perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Kelebihan:
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan pengembangan diri.

30
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan
rumah sakit (Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).
d. Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan
dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Kelemahan:
Metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif,
self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

Konsep Dasar Metode Primer


a. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
b. Ada otonomi.
c. Ketertiban pasien dan keluarga.

Tugas Perawat Primer


a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f. Menerima dan menyesuaikan rencana.
g. Meyiapkan penyuluhan untuk pulang.
31
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan
lembaga sosial di masyarakat.
i. Membuat jadwal perjanjian klinis.
j. Mengadakan kunjungan rumah.

Peran Kepala Ruang/Bangsal


a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru.
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten.
d. Evaluasi kerja.
e. Merencanakan/menyelenggarakan perencanaan staf.
f. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi.

Ketenagaan Metode Primer


a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada
dekat dengan pasien.
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer.
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
d. Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofesional sebagai perawat asisten.

Dokter Kepala Ruang Sarana RS

Perawat Primer

Pasien/pasien
32

Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana jika


Sore Malam diperlukanper hari
Gambar 4.5 Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer
(Sumber: Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)

2. Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)


Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode
keperawatan medular. Metode ini adalah suatu variasi dari metode
keperawatan primer dan metode Tim. Di Indonesia
pengembangan metode MPKP modifikasi ini dikembangkan oleh
Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Metode ini
sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat
professional maupun non professional bekerja bersama dalam
memberikan askep di bawah kepemimpinan seorang perawat
profesinal disamping itu dikatakan memiliki kesamaaan dengan
metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk
dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu
follow up care. Dalam memberikan askep dengan menggunakan
metode keperawatan primer modifikasi, satu tim yang terdiri dua
hingga tiga perawat memiliki tanggung jawab penuh pada
sekelompok pasien. Hal ini tentu saja dengan suatu persyaratan
peralatan yang dibutuh perawatan cukup memadai.
Sekalipun dalam memberikan askep dengan menggunakan
metode ini di lakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung

33
jawab yang paling besar tetap ada pada perawat professional.
Perawat professional juga memiliki kewajiban untuk
membimbing dan melatih nonprofessional. Apabila perawat
professional sebagai ketua tim tidak masuk tugas dan tanggung
jawab dapat digantikan oleh perawat professional lainnya. Peran
perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat jadwal dinas
dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerja
sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta
motivator.

Kepala Ruang

PP 1 PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

7-8 7-8 7-8 7-8


pasien pasien pasien pasien

Gambar 4.6 Metode Primer Modifikasi (Nursalam, 2014)

Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pembagian


peran masing-masing komponen yaitu, kepala ruang, perawat
primer, dan perawat asosiate adalah sebagai berikut:
Kepala Ruangan:
a) Menerima pasien baru
b) Memimpin rapat
c) Mengevaluasi kinerja perawat
d) Membuat jadwal dinas
e) Perencanaan, pengarahan, dan pengawasan

34
Perawat Primer
a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan
b) Mengadakan tindakan kolaborasi
c) Memimpin timbang terima
d) Mendelegasikan tugas
e) Memimpin ronde keperawatan
f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan
g) Bertanggung jawab terhadap pasien
h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang
i) Mengisi resume keperawatan

Perawat asosiate
a) Memberikan asuhan keperawatan
b) Mengikuti timbang terima
c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan
d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan

b. Timbang Terima

Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara


untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima pasien harus
dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat,
jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan
kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan
pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
berkesinambungan dan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Timbang terima dilakukan oleh ketua tim keperawatan
kepada ketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam
secara tertulis dan lisan. Manfaat timbang terima yaitu:

35
1) Bagi perawat
a) Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
b) Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar
perawat.
c) Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan.
d) Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara
paripurna.
2) Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada
yang belum terungkap (Nursalam, 2014).

Prosedur Timbang Terima


Tabel 4.1 Prosedur Timbang Terima
TAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA
Persiapan 1. Operan dilaksanakan setiap pergantian 5 menit Nurse Ketua Tim dan
shift Station Perawat
2. Prinsip operan, terutama pada semua Asosiate
pasien baru masuk dan pasien yang
dilakukan operan khususnya pasien
yang memiliki permasalahan yang
belum atau dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih lanjut.
3. Ketua Tim menyampaikan operan pada
Ketua Tim berikutnya mengenai hal
yang perlu disampaikan dalam operan
meliputi:
a. Jumlah pasien
b. Identitas pasien dan diagnosa medis
c. Data (keluhan/subjektif dan objektif)
d. Masalah keperawatan yang masih
muncul
e. Intervensi keperawatan yang sudah
dan belum dilaksanakan (secara
umum)
f. Intervensi kolaborasi dan dependen
g. Rencana umum dan persiapan yang
perlu dilakukan (persiapan operasi,
36
pemeriksaan penunjang, dan lain-
lain)

Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas sudah siap (shift 20 menit Nurse Kepala
jaga). Station Ruangan,
2. Kelompok yang akan bertugas Ketua Tim,
menyiapkan buku catatan. Perawat
3. Kepala Ruangan membuka acara Asosiate
operan.
4. Perawat yang melakukan operan dapat
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan
melakukan validasi terhadap hal-hal
yang telahdioperkan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal yang
kurang jelas.
5. Kepala Ruangan atau Ketua Tim
menanyakan kebutuhan dasar pasien.
6. Penyampaian yang jelas, singkatdan
padat.
7. Perawat yang melaksanakan operan Ruang
mengkaji secara penuh terhadap Perawatan
masalah keperawatan, kebutuhan dan
tindakan yang telah atau belum
dilaksanakan serta hal-hal penting
lainnya selama masa perawatan.
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diserahterimakan kepada
petugas berikutnya.
9. Lama operan untuk tiap pasien tidak
lebih dari lima menit kecuali pada
kondisi khusus dan memerlukan
keterangan yang rumit.
Postoperan 1. Diskusi. 5 menit Nurse Kepala
2. Pelaporan untuk operan dituliskan Station Ruangan,
secara langsung pada format operan Ketua Tim,
yang ditandatangani oleh Ketua Tim Perawat
yang jaga saat itu dan Ketua Tim yang Asosiate
jaga berikutnya diketahui oleh Kepala
Ruangan.
3. Ditutup oleh Kepala Ruangan.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:


1. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).

37
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan menggambarkan
kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
6. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga
pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien. Sesuatu
yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat pasien.
7. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di
nurse station.

Alur Operan

PASIEN

DIAGNOSA MEDIS/MASALAH DIAGNOSA KEPERAWATAN


KOLABORATIF (didukung data)

TINDAKAN

TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN

PERKEMBANGAN/KEADAAN PASIEN

MASALAH:
TERATASI
BELUM TERATASI
TERATASI SEBAGIAN
MUNCUL MASALAH BARU

Gambar 4.7 Alur Operan Pasien


Komunikasi SBAR
1) Pengertian Komunikasi SBAR
Komunikasi SBAR adalah suatu cara atau standar untuk berkomunikasi yang
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien karena membantu individu
38
berkomunikasi satu sama lain untuk mencapai satu tujuan atau harapan (OHio
Medicare, 2009). Komunikasi SBAR adalah suatu strategi komunikasi yang dipakai
oleh tim pelayanan kesehatan dalam melaporkan maupun menyampaikan keadaan
pasien kepada teman sejawat agar pesan yang diberikan dapat diterima dengan baik
(Yasminah, 2006). Komunikasi SBAR dilakukan pada saat timbang terima
(handover), pindah ruang rawat maupun melaporkan kondisi pasien ke dokter atau
tim kesehatan lain seperti tim gizi, radiologi, laboratorium dan lain sebagainya (Tim
KP-RS RSUP Sanglah, 2011).

2) Elemen – elemen dalam komunikasi SBAR


Menurut Yasminah (2006),pembagian komunikasi SBAR adalah memuat
informasi pasien tentang Situation,Background, Assessment dan Recommendation.
Adapun penjelasan dari masing–masing bagian tersebut adalah:
a) S=Situation
Adalah situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu dilaporkan
dan disini juga mengandung informasi tentang identitas pasien, masalah yang
terjadi saat ini dan diagnosa medis.Misalnya: nama lengkap, umur, jenis
kelamin, alamat, keluhan sesak dan gelisah, diagnosa asma berat dan lain lain.
b) B=Background
Adalah gambaran riwayat/hal berhubungan dengan kondisi atau masalah pasien
saat ini, misalnya :
1) Riwayat alergi
2) Riwayat penyakit sebelumnya
3) Riwayat tindakan medis/keperawatan yang sudah dibersihkan
4) Riwayat pengobatan
5) Tanda vital sebelumnya
6) Pemeriksaan penunjang
c) A=Assesment
Adalah gambaran dari analisa terhadap gambaran situasi seperti gambaran
masalah yang terjadi saat ini apakah sudah membaik atau memburuk. Misalnya:
”sepertinya klien mengalami emboli paru”
d) R=Recommendation
Adalah usulan tentang alternatif tindakan apa yang akan dilakukan, kapan
dilakukan dan dimana dilakukan. Misalnya : (a) Tindakan apa yang akan
dilakukan pada klien ini;(b) Kapan dilakukan tindakan tersebut; (c) Dimana
dilakukan tindakan tersebut

39
3) Keuntungan Komunikasi SBAR
Menurut Leonard (2009), bahwa ada beberapa keuntungan dalam
penggunaan komunikasi SBAR diantaranya adalah :
a) Menunjukkan kekuatan perawat dalam melakukan komunikasi efektif
b) Memperbaiki komunikasi sama artinya memperbaiki keamanan pasien
c) Komunikasi efektif akan menghasilkan analisa kerja yang baik karena perawat
sangat mengetahui kondisi pasien.
Metoda komunikasi SBAR sangat penting digunakan di unit gawat darurat
karena akan dapat mengambil keputusan yang cepat, tepat, akurat dan komunikasi
SBAR bisa dilaksanakan dengat singkat, tidak bertele–tele tapi fokus pada
permasalahan (Robby, 2009).Hal ini memungkinkan kita untuk menjelaskan
informasi apa yang harus dikomunikasikan antara anggota tim keperawatan dan
dapat membantu perawat untuk mengembangkan kerjasama serta meningkatkan
upaya keselamatan pasien.

a. Ronde Keperawatan

Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian


pelayanan keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde
keperawatan, yaitu suatu metode untuk menggali dan membahas dan secara
mendalam masalah keperawatan yang terjadi kepada pasien dan kebutuhan
pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh PN/AN, konselor, kepala
ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan melibatkan secara langsung
sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk
membahas lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan
suatu proses belajar bagi perawat dengan harapan dalam meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir
kritis perawat akan tumbuh dan berlatih melalui suatu transfer pengetahuan
dan mengaplikasikan konsep teori ke dalam praktik perawatan. Ronde
keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain melibatkan
40
pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh Ketua Tim dan atau konselor, Kepala
Ruangan, perawat pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim kesehatan (Nursalam, 2014).
Adapun kegiatan ini mempunyai karakteristik yang meliputi:
1) Pasien terlibat secara langsung
2) Pasien merupakan fokus kegiatan
3) Ketua tim dan konselor melakukan diskusi bersama
4) Konselor memfasilitasi kreatifitas
5) Konselor membantu mengembangkan kemampuan PN dan ketua
tim dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Menurut Nursalam (2014), manfaat dari ronde keperawatan adalah :
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat tepenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4) Terjalin kerjasama antara tim kesehatan
5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan
tepat dan benar.
Ketua Tim
Kriteria Pasien:
1) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun
Penetapan Pasien
sudah dilakukan tindakan keperawatan.
2) Pasien dengan kasus baru atau langka
Langkah-langkah Kegiatan Ronde Keperawatan
Tahap Pra

Apa diagnosis keperawatan?


Penyajian Masalah Apa data yang mendukung?
Bagaimana intervensi yang sudah
dilakukan?
Apa hambatan yang ditemukan?

Persiapan Pasien:
- Informed consent
- Hasil Pengkajian/Validasi Data
Validasi Data

41 Ketua Tim, Konselor, Kepala


Ruangan

Kesimpulan dan
Rekomendasi Solusi Masalah Lanjutan –Diskusi di Nurse
Station
Tahap Pelaksanaan
di Nurse Station

Tahap Pelaksanaan
di Kamar Pasien

Pasca Ronde

Gambar 4.8 Langkah-langkah Ronde Keperawatan

Keterangan :
Pra-ronde
1) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tidak teratasi dan masalah
langka).
2) Menentukan tim ronde.
3) Mencari sumber atau literature.
4) Membuat proposal.
5) Mempersiapkan pasien : informed consent dan pengkajian.
6) Diskusi: Apa diagnosis keperawatan?, apa data yang mendukung?,
bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?, dan apa hambatan yang
ditemukan selama perawatan.

Pelaksanaan Ronde
1) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada
masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan
atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
2) Diskusi antar angota tim tentang kasus tersebut.

42
3) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala
ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.

Pelaksanaan Ronde
1) Evaluasi, revisi dan perbaikan.
2) Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.

Peran Masing-masing Anggota Tim


1) Peran Perawat Primer dan Perawat Associate
a)). Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
b)). Menjelaskan diagnosis keperawatan.
c)). Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
d)). Menjelaskan hasil yang didapat.
e)). Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil.
f)). Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
2) Peran Perawat Konselor
a)). Memberikan justifikasi.
b)). Memberikan reinforcement
c)). Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan.
d)). Mengarahkan dan koreksi.
e)). Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.

c. Pengelolaan Sentralisasi Obat

Sentralisasi obat adalah pengolahan obat dimana seluruh obat yang


akan diberikan kepada pasien diserahkan pengolahan sepenuhnya oleh
perawat (Nursalam, 2014). Dalam teknik pengelolaan obat akan dilakukan
sepenuhnya oleh perawat dengan acuan sebagai berikut:

43
1) Penanggung jawab pengelola obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat mendelegasikan kepada staf yang ditunjukkan.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat
serta menandatangani surat persetujuan sentralisasi obat.
3) Penerimaan Obat
 Obat yang telah diresepkan ditunjukan kepada perawat dan obat yang
telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada parawat dengan
menerima lembar serah terima.
 Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan
sediaan dalam kartu kontol obat dan diketahui (ditandatangani) oleh
keluarga atau pasien dalam buku masuk obat, kemudian pasien dan
keluarga mendapat penjelasan tentang kapan/bilamana obat tersebut
akan habis.
 Pasien atau keluarga selanjutnya mendapat kartu kontrol obat.
 Obat yang telah diserahkan selanjutunya disimpan oleh perawat
dalam kotak obat (Nursalam, 2014).
4) Pembagian obat dan penyimpanan persediaan obat
 Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disiapkan untuk diberikan
pada pasien.
 Obat yang telah disiapkan selanjutnya diberikan oleh perawat dengan
terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter.
 Pada saat memberikan obat terlebih dahulu perawat
menginformasikan kepada pasien tentang macam, kegunaan obat,
jumlah obat yang diberikan dan efek samping. Usahakan tempat obat
kembali ke perawat setelah obat dikonsumsi/disuntikan.
 Mencatat kembali dalam buku/lembar pemberian obat setelah obat
diberikan kepada pasien.
 Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala
ruangan atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam
buku obat masuk. Obat yang hampir habis akan diinformasikan pada

44
keluarga dan kemudian akan dimintai resep (jika masih diperlukan)
kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Lemari obat selalu diperiksa dengan keamanan mekanisme kunci,
penempatan obat dipisahkan antara obat oral (untuk diminum)
maupun obat injeksi maupun obat luar (Nursalam, 2014).
5) Penambahan obat baru
 Bilamana tedapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian obat maka informasi ini akan dimasukan
dalam buku / lembar pemberian obat.
 Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada pemberian obat dan kemudian
diinfomasikan pada keluarga (Nursalam, 2014)

Dokter
Pendekatan oleh perawat

Pasien/keluarga

Farmasi/apotek

Pasien/keluarga
Surat persetujuan sentralisasi obat
dari perawat
PN/perawat yang menerima
Lembar serah terima obat
Pengaturan dan pengelolaan oleh
Buku serah terima/masuk obat
perawat

Pasien/keluarga

Gambar 4.9 Alur Pengelolaan Sentralisasi Obat

45
d. Supervisi

Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan


peningkatan kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif
(Sudjana D, 2004 dalam Nursalam, 2014).Menurut Depkes (2009),
supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisi mencakup masalah
pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien
mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.
Unsur–unsur pokok dalam supervisi menurut Azwar (2006) adalah:
1) Pelaksana
Adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan
keterampilan. Tingkat manajer dalam melakukan supervisi adalah:
a) Manajer puncak/top manager (misalnya : Kakanwil Depkes,
Kadinkes daerah dan Direktur RS)
b) Manajer menengah/middle manager (misal: kepala bagian tata
usaha, kepala bidang, Kasubdin Provinsi)
c) Manajer tingkat petama/First Line Manager ( misal: Kepala Seksi
dan Kepala Urusan).
2) Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi
yang dilakukan hanya sekali, bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada
pedoman yang pasti tentang seberapa sering supervisi dilakukan,
tergantung derajat kesulitan pekerjaan.
4) Tujuan

46
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil baik.
5) Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal
pokok yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab
masalah atau prioritas/jalan kelua, melaksanakan jalan keluar, menilai
hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya. Teknik suprevisi ada
dua yaitu dengan pengamatan langsung dan kerjasama.

Langkah – langkah supervisi ada tiga yaitu:


1) Mengadakan persiapan pengawasan
2) Menjalankan pengawasan
3) Memperbaiki penyimpangan
Manfaat supervisi ada dua yaitu:
1) Meningkatkan efektivitas kerja
2) Meningkatkan efisiensi keja
Prinsip Supervisi :
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan
hubungan antarmanusia dan kemampuan menerapkan prinsip
manajemen dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi, dinyatakan
melalui petunjuk dan peraturan, uraian tugas, serta standar.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara
supervisor dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rancana spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,
kreatifitas, dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan pasien, perawat, dan
manajer.

47
Pelaksana Supervisi :
1) Kepala Ruangan
a) Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada
pasien di ruang perawatan
b) Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
c) Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik
keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan yang didelegasikan.
2) Pengawas Keperawatan
Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala
ruangan yang ada di instalasi.
3) Kepala seksi keperawatan
Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.

Alur Supervisi

Kepala Bidang
Keperawatan

Kepala Seksi
Keperawatan

Kepala Instalasi
Rawat Inap
PRA Menetapkan kegiatan dan tujuan serta
instrumen/alat ukur
Kepala Ruangan

Supervisi
Menilai kinerja perawat R-A-A
PELAKSANAAN (RESPONSIBILITY-ACCOUNTABILITY-
AUTHORITHY)
PP 1 PP 2

PA PA

PASCA PEMBINAAN (3-F)


Penyampaian penilaian (Fair) Kinerja Perawat &
Feed back Kualitas Pelayanan
Follow up, pemecahan masalah &reward

48
Gambar 4.10 Alur Supervisi

Langkah Supervisi
1) Pra Supervisi
a) Menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
b) Menetapkan tujuan.
2) Pelaksanaan Supervisi
a) Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau
instrumen yang telah disiapkan.
b) Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
c) Supervisor memanggil Ketua Tim dan AN untuk mengadakan
pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
d) Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara dan memvalidasi
data sekunder.

3) Pasca Supervisi
a) Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
b) Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi.
c) Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.

4) Teknik Supervisi
a) Proses Supervisi keperawatan terdiri atas 3 elemen kelompok, yaitu:
b) Mengacu pada standar asuhan keperawatan
c) Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding untuk
menetapkan pencapain.
d) Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kulitas
asuhan keperawatan

5) Area Supervisi
Secara aplikasi area supervisi keperawatan meliputi:
a) Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada
pasien
b) Pendokumentasian asuhan keperawatan
c) Pendidikan kesehatan melalui Perencanaan Pulang
d) Pengelolaan logistik dan obat.
e) Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan masalah
keperawatan pasien
f) Pelaksanaan timbang terima.

49
Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung
dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan perbaikan.
2) Secara tidak langsung
Supervisi dilakukan nelalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor
tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.

e. Discharge Planning

Discharge planning adalah suatu proses dimana pasien mulai


mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan
perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan
derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke
lingkungannya. Discharge planning menunjukkan beberapa proses formal yang
melibatkan tim atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan
sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP, 2006).Perawat adalah salah satu
anggota tim discharge planner, dan sebagai discharge planner perawat mengkaji
setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan data yang berhubungan
untuk mengidentifikasi masalah aktual dan potensial, menentukan tujuan dengan
atau bersama pasien dan keluarga, memberikan tindakan khusus untuk
mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau
memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan mengevaluasi
kesinambungan asuhan keperawatan.
Tujuan discharge planning adalah untuk memberikan pelayanan terbaik
untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan
komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning
Association, 2008) dalam Siahaan (2009). The royal Marsden Hospital (2004)
dalam Siahaan (2009) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge
50
planning adalah untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan
psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat
disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses
pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan
memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang
tertinggi kepada pasien, teman-teman dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktivitas perawtan diri.
Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke
lingkunganyang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden
Hospital (2004) dalam Siahaan (2009), yaitu :
1) Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-
sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan
kesehatanditempatkan pada satu tempat.
2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan
kualitastinggi pada semua pasien
3) Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4) Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
5) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
6) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara
timkesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan terakhir disediakan
dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan
ketika menyusun discharge planning.

Keuntungan dilakukannya discharge planning adalah


Bagi Pasien:
1) Dapat memenuhi kebutuhan pasien

51
2) Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
3) Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
4) Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support
sebelum timbulnya masalah.
5) Dapat memilih prosedur perawatannya
6) Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya.

Bagi Perawat:
1) Merasakan bahwa keahliannya diterima dan dapat digunakan
2) Menerima informasi kunci setiap waktu
3) Memahami perannya dalam sistem
4) Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru
5) Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yang berbeda.
6) Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif.

Adapun pelaksanaan Discharge Planning yang idealnya dilaksanakan:


1) Ketua Tim memberi Health Education (HE) pada pasien yang akan pulang atau
yang direncanakan pulang, meliputi: obat-obatan yang masih harus diminum di
rumah, diet, aktivitas, istirahat, kapan kontrol kembali dan dimana, apa saja
yang dibawa pulang dan hal-hal yang perlu diperhatikan pasien selama di
rumah.
2) Jika pasien pulang dengan meneruskan perawatan khusus, seperti perawatan
kateter atau perawatan luka, maka pasien dan keluarga dibekali pengetahuan
tentang perawatan kateter dan perawatan luka.
3) Selain memberikan penjelasan secara lisan, Ketua Tim juga memberikan kartu
discharge planning dan leaflet-leaflet lain yang berisi penjelasan yang
diperlukan.

52
4) Setelah pasien dan keluarga mendapatkan discharge planning, maka pasien
atau keluarga menandatangani format discharge planning sebagai bukti telah
mendapatkan discharge planning dari perawat.

f. Metode/Standar/Pedoman/Protap
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan dan
mampu dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Berdasarkan
Clinical Practice Guidline (1990), standar merupakan keadaan ideal atau tingkat
pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan
minimal.Tujuan standar keperawatan menurut Gillies (1989) adalah untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi biaya asuhan
keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas
dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik.
Standar Pelayanan Keperawatan merupakan standar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien. Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) berdasarkan kelompok penyakit: SAK bedah, SAK interna,
SAK Anak, SAK kegawatan dan lain-lain. Masing-masing kelompok SAK akan
dijabarkan sesuai dengan jenis kasus yang ada disuatu ruangan.Standar
administrasi merupakan standar yang berisikan kebijakan-kebijakan dari suatu
rumah sakit.

g. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dari segala macam tuntutan, yang berisi data lengkap, nyata, dan
tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga jenis/tipe,
kualitas dan kuantitas pelayanankesehatan dalam memenuhi kebutuhan pasien
(Fisbach, 1991 dalam Priadi, 2010).
Tujuan Dokumentasi Keperawatan (Potter, 2006 dalam Priadi 2010)
a) Alat komunikasi anggota tim
b) Biling keuangan
c) Bahan pendidikan
d) Sumber data dalam menyusun NCP
e) Audit keperawatan
f) Dokumen yang legal
g) Informasi statistik

53
h) Bahan penelitian

Prinsip-prinsip dokumentasi Keperawatan (Carpenito, 1991 dalam Priadi 2010)


a) Dokumentasi harus dilakukan segera setelah pengkajian pertama dilakukan,
demikian juga pada setiap langkah kegiatan keperawatan.
b) Bila memungkinkan, catat setiap respon pasien/keluarganya tentang
informasi/data yang penting tentang keadaannya.
c) Pastikan kebenaran setiap data data yang akan dicatat.
d) Data pasien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat, dalam
hal ini perawatmencatat apa yang dilihat dari respon pasien pada saat
merawat pasien mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
e) Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: adanya
perubahankondisi atau munculnya masalah baru, respon pasien terhadap
bimbingan perawat.
f) Harus dihindari dokumentasi yang baku sebab sifat individu/pasien adalah
unik dan setiap pasien mempunyai masalah yang berbeda.
g) Hindari penggunaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap catatan yang
dicatat, harusdisepakati atas kebijaksanaan institut setempat.
h) Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan
menggunakan pensil agar tidak mudah dihapus.
i) Untuk merubah atau menutupi kesalahan apabila terjadi salah tulis, coret
dan digantidengan yang benar kemudian ditandatangani.
j) Untuk setiap kegiatan dokumentasi, cantumkan waktu tanda tangan dan
nama jelas penulis.
k) Wajib membaca setiap tulisan dari anggota lain kesehatan yang lain sebelum
menulis data terakhir.
l) Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap

Proses Dokumentasi Keperawatan


a) Pengkajian
b) Diagnosa Keperawatan
c) Perencanaan/intervensi
d) Pelaksanaan/implementasi
e) Evaluasi
Sistem pendokumentasian yang berlaku saat ini adalah SOR (Sources
Oriented Record) yaitu sistem pendokumentasian yang berorientasi kepada lima
komponen (lembar penilaian berisi biodata, lembar order dokter, lembar riwayat
medis/penyakit, catatan perawat, catatan dan laporan khusus).
54
h. Uraian Tugas

1) Pengertian
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas serta tanggung jawab yang
dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan. Pernyataan tertulis untuk semua tingkat
jabatan dalam satu unit yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab, dan kualitas
yang dibutuhkan.

2) Manfaat
a) Seleksi individu yang berkualitas
b) Menyediakan alat evaluasi
c) Menentukan budget
d) Penentuan fungsi departemen
e) Klasifikasi fungsi departemen
3) Lingkup Uraian Tugas
Uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, tidak lengkap dan
kadaluarsa. Penulisan uraian tugas yang sempurna dapat menjadi aset dan dapat
menggambarkan organisasi kerja yang memberikan pandangan operasional secara
keseluruhan dan menunjukkan bahwa uraian tugas telah dirancang dan dianalisa
sebagai suatu bagian integral dari pelayanan organisasi kerja. Dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi, uraian tugas adalah
subyek perubahan. Perawat atau bidang manajer harus memelihara agar pekerjaan
tetap relevan dengan uraian tugas melalui perbaikan secara periodik dan
sistematis.

4) Klasifikasi Uraian Tugas


Terdiri dari lima dimensi:
a) Administrasi: jadwal, permintaan dan pemeliharaan alat, uraian tugas
personil, klarifikasi tanggung jawab dan akuntabilitas.
b) Jaminan mutu: pengetahuan tentang standar, pengembangan staf, peningkatan
motivasi, membangun kerjasama tim, refleksi kasus.
c) Promosi: komunikasi, motivasi, pendidikan dan bimbingan.
55
d) Monitoring kinerja klinik: observasi, memeriksa dokumen, diskusi/pecatatan.
e) Kepemimpinan: pengarahan, pelimpahan wewenang, dan advokasi.

5) Prinsip-prinsip Uraian Tugas


a) Mengidentifikasi fungsi dan tugas yang telah ditetapkan
b) Membuat urutan tugas secara logis dan jelas
c) Mulai dengan kalimat aktif
d) Gunakan kata kerja
Jadi deskripsi tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas tanggung jawab yang
dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan.

1) M4 (Money)
Dalam manajemen keperawatan sangat diperlukan adanya pengelolaan
dalam keuangan sebagai faktor pendukung terlaksananya pelayanan
keperawatan.

2) M5 (Market)
a. Bed Occupation Rate
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat
tidur pada waktu tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur
yang terpakai untuk perawatan pasien di dalam ruangan terhadap jumlah
tempat tidur yang tersedia. Standar nilai BOR menurut Barber Johnson
adalah 75%-85% (Standar Internasional), sedangkan standar nilai Depkes
RI adalah 60%-85%. Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.

Jumlah Tempat Tidur yang Terisi


BOR = x 100%
Kapasitas Tempat Tidur yang Tersedia

b. Mutu Pelayanan Keperawatan

56
Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat
dari beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya.
Indicator peningkatan mutu pelayanan dapat dilihat dari beberapa aspek,
antara lain :
1) Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Enam sasaran patient safety yaitu:
a) Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit megembangkansuatu pendekatan untuk
memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Kebijakan dan atau prosedur, dua cara untuk mengidentifikasi
pasien berupa nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas dengan bar-code, dan lain-lain. Dilarang
identifkasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi. Proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi
dapat diidentifkasi. Contoh: pasien coma tanpa identitas.
Macam-acam gelang ditandai dengan warna Biru: laki-laki,
Pink: perempuan, Merah: Alergi, Kuning: Risiko Jatuh. Saat
pemasangan gelang jelaskan manfaat gelang pasien,jelaskan
bahaya untuk pasien yang menolak,melepas, menutupi gelang
dan lain-lain.
b) Peningkatan komunikasi yang efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Komunikasi efektif akan mengurangi kesalahan dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.Untuk
mengurangi kesalahan perintah lisan/telepon maka perintah yang
diberikan haruslah ditulis kembali (write back), dibaca kembali
(read back), diulang kembali/repeat back (reconfirm).
c) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/high alert
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high
alert). Obat yang perlu diwaspadai: obat yang sering
menyebabkan KTD atau kejadian sentinel. Obat yang perlu
57
diwaspadai: (a) NORUM (nama obat mirip)/LASA (look alike
soung alike); (b) Elektrolit konsentrat, kesalahan bisa terjadi
secara tidak sengaja, bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan sebelum ditugaskan, pada keadaan keadaan gawat
darurat.

Untuk obat elektrolit konsentrat maka : (a) Standarisasi


dosis, unit ukuran, dan terminologi adalah elemen penting dari
penggunaan yang aman; (b) Campuran larutan elektrolit harus
dihindari (misalnya natrium klorida dengan kalium klorida).
Upaya ini memerlukan perhatian khusus, keahlian yang sesuai
antar-profesional kolaborasi, proses verifikasi, dan fungsi yang
akan memastikan penggunaan yang aman.
Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan
pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil
untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut
sesuai kebijakan. Elektrolit konsentratyang disimpan di unit
pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada
area yang dibatasi ketat (restricted).
d) Kepastian tempat lokasi dan tempat prosedur
Sasaran ini menekankan adanya komunikasi yang
efektif/tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site Marking),
tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi,
assesmentpasien yangtidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medik tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antar anggota tim bedah, resep yang tidak terbaca
(illegible handwriting), pemakaian singkatan.
e) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. PPI
(Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) merupakan tantangan
terbesar dalam pelayanan kesehatan, karena adanya peningkatan

58
biaya untuk mengatasi infeksi yang terkait pelayanan kesehatan,
keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional
pelayanan kesehatan.
Pokok-pokok PPI: cuci tangan (hand hygiene) yang tepat
sesuai pedoman hand hygiene dari WHO. Rumah sakit
mempunyai proses kolabortif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk
hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
f) Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat
tidur ke lantai atau ke tempat lainnya yang lebih rendah pada saat
istirahat maupun saat pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh
penyakit stroke, epilepsy, seizure, bahaya karena terlalu banyak
aktivitas (Depkes RI, 2008).
Pasien yang berisiko jatuh adalah pasien yang
dikategorikan mempunyai satu atau lebih faktor risiko jatuh pada
saat pengkajian keperawatan, diantaranya pengkajian faktor
risiko intrinsik meliputi karakteristik pasien dan fungsi fisik
umum, diagnosis/perubahan fisik, medikasi dan interaksi obat,
dan kondisi mental/penggunaan alkohol. sedangkan pengkajian
faktor risiko ekstrinsik meliputi karakteristik lingkungan yang
dapat membahayakan pasien.
Langkah pencegahan pasien risiko jatuh antara lain: (a)
mengupayakan untuk menganjurkan pasien untuk meminta
bantuan yang diperlukan; (b) menggunakan alas kaki anti slip; (c)
menyediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat tidur
pasien; (d) memastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari
hambatan dan terang; (e) memastikan lorong bebas hambatan; (f)
menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam jangkauan
pasien; (g) memasang bed side rell, mengevaluasi kursi dan
tinggi tempat tidur dan (h) mempertimbangkan efek puncak obat

59
yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran;(i)
mengamati lingkungan untuk kondisi kondisi berpotensi tidak
aman dan segera laporkan untuk perbaikan; (j) jangan
membiarkan pasien beresiko jatuh tanpa pengawasan saat
didaerah diagnostic atau terapi; (k) memastikan pasien yang
diangkut dengan brandkad/tempat tidur, posisi bed side relldalam
keadaan terpasang; (l) menginformasikan dan mendidik pasien
dan/ atau anggota keluarga mengenai rencana keperawatan untuk
menceah jatuh; (m) berkolaborasi dengan pasien atau keluarga
untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.

60

Anda mungkin juga menyukai