Anda di halaman 1dari 30

RANDA

DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………………
………………………………………..

KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………
………………………………

DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………
………………………….…

BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………
………………………………
A.LATAR
BELAKANG………………………………………………………………………………
…………………………
B.RUMUSAN
MASALAH……………………………………………………………………………………
……………...

BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………
…………………………….
A.MEMAHAMI PERJUANGAN DAKWAH NABI MUHAMMAD
SAW…………………………………...
B.SUSTANSI DAKWAH NABI SAW DI
MADINAH……………………………………………………………
C.STRATEGI DAKWAH NABI SAW DI
MADINAH……………………………………………………………
D.Meneladani perjuangan dakwah rasulullah di
madinah…………………………………………..

BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………………………
……………………………..
A.KESIMPULAN……………………………………………………………………………
……………………
B.SARAN……………………………………………………………………………………
………………………

DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………………………
……………………………

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di Madinah ini.
Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk dari golongan yang
kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah Meneladani Perjuangan
Dakwah Rasulullah SAW di Madinah ini. Harapan kami semoga makalah Meneladani Perjuangan
Dakwah Rasulullah SAW di Madinah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga
nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah Meneladani Perjuangan Dakwah
Rasulullah SAW di Madinah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari aspek
kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh
keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada
segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Jakarta, 17 Agustus 1945
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lingkungan yang baik semestinya menjadi tempat ideal bagi kaum muslimin untuk dijadikan
tempat tinggal. Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pribadi dan perilaku
seseorang. Orang yang tinggal di lingkungan yang baik akan memiliki karakter dan pribadi yang baik
pula. Sementara orang yang hidup dan tinggal di lingkungan yang buruk, maka lambat atau cepat
akan terpengaruh perilaku buruk dari lingkungannya. Orang yang baik adalah orang yang berada di
lingkungan yang buruk, namun dia tidak begitu saja akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk.
Bahkan lebih dari itu, ia akan berupaya mengubah lingkungan buruk tersebut menjadi lingkungan
yang baik.
Demikian halnya dengan Rasulullah SAW, Ia hidup dan tinggal di dalam lingkungan yang saat
itu jauh dari peradaban. Lingkungan yang oleh para sejarawan disebut dengan lingkungan jahiliah.
Ia lahir di tengah-tengah masyarakat yang sangat jauh dari nilai-nilai kesusilaan. Mabuk-mabukan,
merampok, memperkosa, membunuh, berzina, dan bahkan mereka menyembah benda yang sama
sekali tidak memberikan kebaikan buat mereka sendiri, yaitu berhala. Namun demikian, lingkungan
yang buruk tersebut sama sekali tidak menjadikan Nabi Muhammad SAW terpengaruh karenanya.
Ia bahkan menjadi orang yang sangat membenci perilaku jahiliah lingkungannya tersebut. Bahkan,
tidak hanya membencinya, Nabi Muhammad SAW pun, berupaya memberikan pemahaman kepada
masyarakat jahiliah agar meninggalkan perbuatan-perbuatan jahil tersebut.
Keteladan Rasulullah SAW dalam membina lingkungannya, mestilah menjadi perhatian kaum
muslimin sebagai umatnya. Rasulullah SAW mengajarkan bagaimana sikap yang harus ditunjukkan
oleh orang-orang yang beriman agar ia tidak ikut terbawa arus negatif lingkungan sekitarnya. Ia
bahkan diwajibkan menjadi bagian perubahan positif bagi lingkungan sekelilingnya. Tentu saja hal
tersebut memerlukan usaha-usaha cerdas agar mencapai hasil yang maksimal.
Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah sesungguhnya adalah upaya cerdas beliau dalam
membangun kekuatan dakwah yang lebih baik. Kekuatan dan strategi yang beliau bangun atas
dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. mampu mengubah keadaan Mekah menjadi
masyarakat yang hidup dalam kedamaian dan rahmat Allah SWT.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perjuangan dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
2. Bagaimana substansi dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
3. Bagaimana strategi dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Memahami Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad SAW

1. Hijrah Rasulullah SAW di Madinah


Wafatnya istri tercinta Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib, yang selalu menjadi pembela
utama dari ancaman para kafir Quraisy, beban Rasulullah SAW dalam berdakwah menyebarkan
ajaran Islam makin berat. Di sisi lain, kesediaan penduduk Madinah (Yașrib) memikul tanggung
jawab bagi keselamatan Rasulullah SAW merupakan tanda yang jelas bagi kelanjutan dakwah
Rasulullah SAW. Beberapa faktor yang mendorong Rasulullah SAW hijrah ke Madinah antara lain
sebagai berikut.
a. Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui Rasulullah SAW di bukit
Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam.
b. Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari Madinah ke Mekah yang terdiri
atas suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi
kemudian menjumpai Rasulullah SAW dan mengajak beliau agar hijrah ke Madinah. Mereka
berjanji akan membela dan mempertahankan Rasulullah SAW dan pengikutnya serta melindungi
keluarganya seperti mereka melindungi anak dan istri mereka.
Faktor lain yang mendorong Rasulullah SAW untuk hijrah dari Kota Mekah adalah pemboikotan
yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan
Bani Mutolib). Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy mencakup hal-hal berikut.
a. Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi Muhammad SAW.
b. Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan orang muslim.
c. Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
d. Musuh Nabi Muhammad SAW harus didukung dalam keadaan bagaimana pun.

2. Titik Awal Dakwah Rasulullah SAW di Madinah


Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas sahifah atau plakat yang digantungkan di dinding
Ka’bah dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Teks
perjanjian tersebut disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan sangat ketat.
Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan sangat dirasakan dampaknya oleh kaum
Muslimin. Kaum Muslimin merasakan derita dan kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. Namun,
semua itu tidak menyurutkan kaum muslimin untuk tetap bertahan dan membela Rasulullah SAW.
Setelah melalui pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung dari Allah SWT. untuk
berhijrah ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah SAW dan seluruh kaum muslimin untuk hijrah
ke Madinah. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah dilakukan dengan
perencanaan yang sangat matang. Kaum muslimin diperintahkan terlebih dahulu untuk menuju
Madinah tanpa membawa harta benda yang selama ini menjadi milik mereka. Sementara Rasulullah
SAW dan beberapa sahabat merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan
mengingat begitu sulitnya beliau keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy.

B. Substansi Dakwah Nabi SAW di Madinah

1. Membina Persaudaraan Antara Kaum Ansar Dan Kaum Muhajirin


Kehadiran Rasulullah SAW dan Kaum Muhajirin (sebutan bagi pengikut Rasulullah SAW yang
hijrah dari Mekah ke Madinah) mendapat sambutan hangat dari penduduk Madinah (Kaum Ansar).
Mereka memperlakukan Nabi Muhammad SAW dan para Muhajirin seperti saudara mereka sendiri.
Mereka menyambut Rasulullah SAW dengan kaum Muhajirin dengan penuh rasa hormat selayaknya
seorang tuan rumah menyambut tamunya. Bahkan, mereka mengumandangkan syair yang begitu
menyentuh kalbu. Bunyi syair yang mereka kumandangkan adalah seperti berikut.
“Telah muncul bulan purnama dari Șaniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang
menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang
harus kami taati.”
Sejak itulah, Kota Ya¡rib diganti namanya oleh Rasulullah SAW dengan sebutan “Madinatul
Munawwarah”.
Strategi Nabi mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar untuk mengikat setiap pengikut Islam
yang terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat yang kuat,
senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam. Rasulullah SAW mempersaudarakan
Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Ţalib dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khaţţab
dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi Ţalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya,
setiap kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Ansar dan persaudaraan itu dianggap seperti
saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang mencari nafkah dengan
berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan milik kaum Ansar.
Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi Muhammad SAW mulai mengatur strategi
untuk membentuk masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian
hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Ansar) dan kaum Muhajirin dipererat
dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan non-muslim.
Nabi Muhammad SAW juga mulai menyusun strategi ekonomi, sosial, serta dasar-dasar
pemerintahan Islam.
Kaum Muhajirin adalah kaum yang sabar. Meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam
kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi, namun mereka selalu sabar dan tabah dalam
menghadapinya dan tidak berputus asa. Nabi Muhammad SAW dalam menciptakan suasana agar
nyaman dan tenteram di Kota Madinah, dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi. Dalam
perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan
menjalankan agamanya. Isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi
sebagai berikut.
a. Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin.
b. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
c. Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam melawan siapa saja yang
memerangi mereka.
d. Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri dan sebaliknya kaum
muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
e. Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan tolong-menolong dalam
mengerjakan kebajikan dan keutamaan.
f. Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh mereka yang terikat dengan
perjanjian itu.
g. Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum muslimin yang dikhawatirkan akan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah SWT.
dan Rasul-Nya.
h. Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya
kecuali orang zalim dan bersalah sebab Allah SWT. menjadi pelindung bagi orang-orang yang
baik dan berbakti.

2. Membentuk Masyarakat yang Berlandaskan Ajaran Islam

a. Kebebasan Beragama

Tujuan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah memberikan ketenangan kepada
penganutnya dan memberikan jaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani
dalam menganut kepercayaan agama masing-masing. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW
memberikan jaminan kebebasan beragama kepada Yahudi dan Nasrani yang meliputi kebebasan
berpendapat, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya, dan kebebasan mendakwahkan
agamanya. Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam mencapai kebenaran dan kemajuan
menuju kesatuan yang integral dan terhormat.
Menentang kebebasan berarti memperkuat kebatilan dan menyebarkan kegelapan yang pada
akhirnya akan mengikis habis cahaya kebenaran yang ada dalam hati nurani manusia. Cahaya
kebenaran yang menghubungkan manusia dengan alam semesta (sampai akhir zaman), yaitu
hubungan rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa kebencian dan kehancuran.

b. Azan, Salat, Zakat, dan Puasa


Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, bila waktu salat tiba, orang-orang berkumpul
bersama tanpa dipanggil. Lalu terpikir untuk menggunakan trompet, seperti Yahudi, tetapi Nabi tidak
menyukainya; lalu ada yang mengusulkan menabuh genta, seperti Nasrani. Menurut satu sumber
atas usul Umar bin Khaţţab dan kaum muslimin serta menurut sumber lain berdasarkan perintah
Allah SWT. melalui wahyu, panggilan salat dilakukan dengan azan. Selanjutnya Nabi Muhammad
SAW memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk membacakan lafaz azan kepada
Bilal dan menyerukannya manakala waktu salat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu.
Kewajiban salat yang diterima pada saat mi’raj, menjelang berakhirnya periode Mekah terus
dimantapkan kepada para pengikut Nabi Muhammad SAW Sementara itu, puasa yang telah
dilakukan berdasarkan syariat sebelumnya, kini telah pula diwajibkan setiap bulan Ramadhan.
Demikian pula halnya dengan zakat. Bahkan, setelah kekuasaan Islam berkembang ke seluruh
jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW mengutus pasukannya ke negeri di luar Madinah untuk
memungut zakat.

b. Prinsip-prinsip Kemanusiaan
Pada tahun ke-10 H (631 M) Nabi Muhammad SAW melaksanakan haji wada’ (haji terakhir).
Dalam kesempatan ini, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbah yang sangat bersejarah.
Ketika matahari telah tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’, Nabi
Muhammad SAW berangkat dan tiba di lembah yang berada di Uranah. Di tempat ini, dari atas
untanya Nabi Muhammad SAW memanggil orang-orang dan diulang-ulang panggilan itu oleh
Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah berucap syukur dan puji kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW menyampaikan
pidatonya. Khotbah Nabi SAW itu antara lain berisi larangan menumpahkan darah kecuali dengan
hak dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil karena nyawa dan harta benda adalah
suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik
dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliah
harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku dalam zaman
jahiliah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan;
hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya
dan berpakaian seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus
selalu berpegang kepada al-Qur’ān dan sunah.
Badri Yatim, dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, menyimpulkan isi
khotbah Nabi tersebut dengan menyatakan bahwa khotbah Nabi Muhammad SAW berisi prinsip-
prinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.

d. Mengajarkan Pendidikan Politik, Ekonomi, dan Sosial


Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah, Michael H. Hart
yang menempatkan Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama menyatakan
bahwa beliau adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat berhasil, baik dalam hal
keagamaan maupun keduniaan. Dalam urusan politik Rasulullah SAW menjadi pemimpin politik
yang amat efektif. Hingga saat ini, empat belas abad pasca wafatnya, pengaruhnya sangat kuat dan
merasuk.
C. Strategi Dakwah Nabi SAW di Madinah
1. Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat
Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat. Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yang dibangun Nabi adalah seperti berikut.
a. Membangun masjid. Masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW tidak saja dijadikan sebagai pusat
kehidupan beragama (beribadah), tetapi sebagai tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum
muslimin agar memiliki jiwa yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
b. Membangun ukhuwah Islamiyah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan Kaum Ansar
(Muslim Madinah) dengan Kaum Muhajirin (Muslim Mekah). Beliau m
c. mempertemukan dan mengikat Kaum Ansar dan Muhajirin dalam satu hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW telah membangun sebuah ikatan persaudaraan
tidak saja semata-mata dikarenakan hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi).
d. Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang non-muslim. Untuk menjaga stabilitas di Madinah,
Nabi Muhammad SAW menjalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih
menganut agama nenek moyangnya. Sebuah piagam pun dibuat yang kemudian dikenal dengan Piagam
Madinah. Dalam piagam itu ditegaskan persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi orang-
orang Yahudi. Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan dalam hak-hak politik dan
keagamaan. Setiap orang wajib menjaga keamanan Madinah dari serangan luar. Dalam piagam itu
dicantumkan pula bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi kepala pemerintahan dan karena itu otoritas
mutlak diserahkan kepada beliau.
Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat. Pada sisi lain, timbul kekhawatiran dan
kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya. Kenyataan ini
mendorong orang Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam bentuk ancaman dan gangguan.
Untuk itu, Nabi Muhammad SAW mengatur siasat dan membentuk pasukan perang serta mengadakan
perjanjian dengan berbagai kabilah yang ada di sekitar Madinah. Upaya kaum muslimin mempertahankan
Madinah melahirkan banyak peperangan. Berikut diuraikan beberapa peperangan yang terjadi antara kaum
muslimin dengan musuh-musuh mereka.

A. Perang Badar
Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Perang ini
berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy. Peperangan ini terjadi pada tanggal 8
Ramadhan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana, Nabi Muhammad SAW dengan 305
orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar, pasukan
Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 9001.000 orang. Dalam peperangan ini, Nabi
Muhammad SAW dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan.

Pertempuran antara kaum islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW melawan kaum Musyrikin
Quraisy yang dipimpin Amar bin Hisyam alias Abu Jahal di Lembah Badar (Makkah) ini sendiri telah
digariskan dalam sejarah Islam sebagai kemenangan yang disebabkan oleh bantuan Allah, dan menjadi
salah satu dari beberapa pertempuran yang secara khusus disebutkan dalam kitab suci umat Islam, yakni
Al-Quran.

 Penyebab Terjadinya Perang Badar


Dalam Sejarah Perang Badar sendiri telah mencatat, bahwa ada beberapa penyebab Perang Badar yang
sangat mendasar, seperti sering adanya terror, penindasan dan perampasan rumah serta harta, bahkan
hingga terjadinya pengusiran Kaum Muslimin di wilayah tersebut (Kota Makkah). Selain itu, Kaum Quraisy
juga mendzalimi, menyiksa dan merebut barang dagangan kaum muslimin, sehingga Perang Badar ini
terjadi untuk memberikan pelajaran atau pembalasan terhadap kaum Quraisy atas kekejamannya dan
mengembalikan harta benda milik kaum muslim. Dan pernah suatu ketika, Seorang anak muda Quraisy
melemparkan kotoran kedapa Rasulullah SAW.

Saat tiba di rumah anak perempuannya yang masih kecil yaitu Fatimah Azahra, melihat ayahnya yang
berlumuran kotoran, Ia pun menangis. Sesegera mungkin Nabi berusaha menenangkan gadis
kesayangannya tersebut, dan Rasulullah pun berkata, “Jangan menangis gadis kecilku, karena Allah akan
melindungi ayahmu”. Kalimat tersebut, kemudian ditambahkan oleh Nabi untuk dirinya sendiri : “Quraisy
tak pernah memperlakukan Aku seburuk ini ketika Abu Tholib masih hidup”.

 Rencana Pembunuhan Nabi Muhammad SAW

Puncaknya, pada September 622 M, dalam satu pertemuan yang melibatkan para pembesar Qurisy, Abu
Jahal mengusulkan pembunuhan terhadap Nabi. Agar tidak menciptakan permusuhan di keluarga bani
Hasyim, pembesar tersebut meminta setiap pemuda berpengaruh yang ada di bani-bani Quraisy turut
terlibat, sehingga setiap bani akan bertanggung jawab memberikan yang ganti darah untuk memuaskan
bani Hasyim. Namun, rencana tersebut telah diketahui oleh Malaikat Jibril, dan dengan cerdik, Nabi hijrah
meninggalkan rumahnya bersama Abu Bakar menuju Yastrib (Madinah).

Di saat itulah, Ia mengizinkan Ali untuk mengisi tempat tidurnya guna mencegah para pemuda Quraisy
yang telah mengepung rumahnya. Namun perjalanan ini sebagai pengamanan diri saja, bukan sejarah
peristiwa isra mi’raj. Meskipun begitu, bukan berari pertikaian dengan Quraisy Mekkah telah reda. Kaum
Muhajirin (penduduk Mekkah muslim yang ikut hijrah) mengalami kesusahan dalam mencari nafkah di
Madinah, sehingga sebagian dari mereka menggantungkan hidupnya kepada penduduk islam di Madinah
atau kaum Anshar.

Dan saat itulah, turun sebuah wahyu, Surat Al Hajj ayat 39-40 yang mengizinkan Nabi bersama
pengikutnya memerangi orang yang memerangi mereka.
ini ayat Al Quran yang berisi perintah jihad. Setelah adanya wahyu tersebut, Nabi bersama kaum Muhajirin
telah menerapkan Ghazwu atau serangan demi bertahan hidup yang biasa dilakukan masyarakat Arab
Nomaden. Namun, serangan yang dimulai sejak 623 ini kerap mengalami kegagalan karena umat islam
memiliki sedikit informasi, baik mengenai waktu dan rute perjalanan musuh, sehingga tidak ada kerugian
dan korban di pihak musuh.

 Penyerbuan Terhadap Kaum Qurays Dengan Strategi Ghoswu

Dan pada September 623, rosulullah memutuskan untuk memimpin langsung kaum muslimin untuk
penyerbuan rombongan dagang kaum Qurasy yang dipimpin Ummayah ( yang pernah menyiksa Abu
Bakar), namun lagi-lagi usaha menyergap kafilah yang membawa 2.500 unta itu mengalami kegagalan.

Namun bukan semuanya dalam setrategi ghoswu mengalami kegagalan, karena pada Januari 624 insiden
serius terjadi tepatnya pada akhir bulan Rajab yang dianggap suci. Kala itu satu dari pedagang Quraisy
mekah yang sedang berkemah di lembah nakhlah (antara mekah dan toif) tewas terkena panah pasukan
Abdullah bin jahsy dalam sebuah misi ghazwu. Sontak saja Peristiwa ini menimbulkan kemarahan dan
dendam dikalangan qurasy mekah. Bagi mereka. hal ini bukan saja ancaman keamanan. Tapi juga
dianggap penghinaan terhadap keyakinan masyarakat arab yang mensucikan bulan rojab dari peperangan.

Sampai disini perang besar pun dimulai antara kaum muslimin di madinah dengan kaum quraisy mekah.
Pada 2 hijriah (maret 624) caravan dagang besar pimpinan Abu Sufyan hendak kembali dari suriah.dan
nabi pun memimpin langsung aksi ghazwu dengan melibatkan sekitar 313 orang muslim, diriwayatkan 8
pedang. 6 baju perang. 70 ekor unta dan 2 kuda. Didalam pasukan tersebut juga terdapat paman nabi. Dan
tiga calon khalifah. Yaitu Abu bakar.Umar bin khotob. Dan Ali bin abu tholib. Bertepatan peristiwa tersebut
salah satu sahabat nabi dan juga calon khalifah yaitu ustman bin afan tidak ikut dan harus dirumah sebab
istrinya ruqoyah lagi sakit.

Dan Orang orang quraisy murka. Dikarenakan mendengar rencana penyergapan nabi terhadap abu
sufyan, dibawah komando abu jahal mereka mengerahkan seluruh klan dan menyiapkan pasukan
menuju lembah badar.untuk menghadang pasukan nabi yang akan menghadang caravan abu sufyan dan
rombongan dagangnya yang akan melintasi di sekitar sumur terdekat di lembah badar. Dengan jumlah
pasukan perag sekitar 1.000, 600 persenjataan lengkap. 700 unta. Dan 300 pasukan kuda yang siap untuk
menghadapi pasukan rosulullah. Disaat yang sama, abu sufyan dengan cerdik merubah rute caravan
dagangnya, melalui yanbu’ menyusuri pesisir laut merah.dan ia pun berhasil selamat.

 14 Sahabat Nabi Yang Telah Gugur Dalam Perang Badar

Dengan demikian Sejarah Perang Badar tersebut telah menewaskan 14 sahabat Nabi, seperti Umair bin
Abi Waqas, Safwan bin Wahab, Dhu-Shimalayn bin ‘Abdi, Mihja bin Shalih, ‘Aqil bin al-Bukayr, ‘Ubaydah
bin Al-Harith, Sa’ad bin Khaythama, Mubashir bin ‘Abd al-Mundhir, ‘Haritsah ibn Suraqah, Rafi’ ‘ibn Muala,
‘Umayr ibn Humam, Yazid bin al-Harits, Mu’awidh ibn al-Harith dan ‘Awf ibn al-Harits. Sementara 70 orag
dari pasukan Qurays terbunuh termasuk Abu Jahal.
Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai
dengan Nabi Muhammad SAW Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’
yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. Orang-orang Yahudi ini akhirnya meninggalkan
Madinah dan menetap di Aḍri’at, perbatasan Syria.

b.Perang Uhud
Keberangkatan pasukan Orang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan terjadi setahun setelah Perang Badar, tepatnya pada
625 Masehi bulan Syawal tahun ke-tiga Hijriyah. Rombongan pasukan ini berjalan dari Makkah hingga tiba di dua mata air
Lembah Sabkhah, dari saluran air di atas lembah yang menuju Madinah dan naasnya, pasukan Muslimin tidak mengetahui
bahwa, ada pemukiman pasukan dari Makkah yang dipimpin oleh Abu Sufyan telah berkemah dengan jarak tidak begitu
jauh dari Madinah.

Baru sampai dua-tiga hari kemudian, Kaum Muslimin akhirnya mengetahui informasi, bahwa Kaum
Muslimin Madinah sedang berada dalam ancaman. Hal ini diberitahukan oleh Abbas (Paman Nabi yang
masih berada di Makkah) dengan diam-diam mengirimkan surat kepada keponakannya (Nabi Muhammad).
Pada akhirnya, setelah informasi dari mata-mata yang dikirim Nabi untuk menandai musuh, Kaum Muslimin
pun mengadakan sebuah pertemuan pada Jumat 6 Syawal, 3 Hijriyah.

Di dalam pertemuan tersebut, Nabi mengatakan untuk tetap bertahan di dalam Kota dengan membiarkan
pasukan musuh menyerbu Kota, tentunya ini menjadi pilihan yang lebih bijak. Dengan harapan, strategi ini
mampu memukul mundur pasukan musuh daripada harus meladeni pertempuran di tempat terbuka,
mengingat musuh sudah berada sangat dekat dari Kota Madinah. Selain itu, disebabkan juga karena
jumlah pasukan, pengalaman tempur dan persiapan musuh jauh lebih unggul dari Kaum Muslimin,
sehingga kemungkinan kecil untuk mengalahkannya di medan terbuka. Strategi dan keajaiban dalam
perang ini kurang lebih sama dengan sejarah perang badar.

Di dalam hal ini, Rasulullah juga melihat pada Kaum Muslimin masih terdapat Euforia kegemilangan pada
Perang Badar, satu tahun sebelumnya. Beberapa diantaranya begitu bersemangat untuk menyambut
kedatangan musuh di luar Kota Madinah. “Rasulullah, kami tidak ingin bertempur di jalan-jalan Madinah.
Pada zaman Jahiliyah, kami selalu menjaga agar hal itu tidak terjadi. Ada baiknya, setelah kedatangan
Islam, hal itu tetap dilestarikan” ujar seorang Anshar.

Mendengar pernyataan tersebut, Nabi tanpa bicara langsung mengenakan baju Zirah, dan mempersiapkan
persenjataan untuk menuju ke medan perang. Melihat reaksi Nabi, membuat para sahabat lain merasa
terkejut. Ada yang merasa bahwa, yang baru saja terjadi tidaklah pantas, karena terkesan seperti
membangkang perintah Nabi. Terkait hal ini, mengakibatkan perdebatan kecil diantara mereka, “Bukankah
Rasulullah sebenarnya telah menjelaskan sesuatu pada kalian, tetapi kalian menghendaki yang lain. Jadi,
Hamzah temuilah Rasulullah dan katakan kepada beliau, segala keputusan kami serahkan kepada
Rasulullah.” Ujar salah satu sahabat kepada Hamzah bin Abdul Mutholib (Paman Rasulullah).

Segera Hamza menemui Nabi dan menyampaikan pesan tersebut. Mendengar pesan demikian, Nabi
bersabda, “Bukanlah seorang Nabi, bila Ia telah memakai baju Zirahnya, lalu menanggalkannya dan surut
sebelum perang terlaksana”. Maka, dengan sabda tersebut, Kaum Muslimin berangkat dari Madinah ke
pegunungan Uhud dengan jumlah pasukan yang hanya sepertiga dari pasukan Quraisy (1000). Rupanya,
masih harus berkurang, karena ada perselisihan saat berada di perjalanan, dan ketika pasukan ini sampai
di wilayah Syauth, Abdullah bin Ubay bin Salul bersama pasukannya yang berjumlah 300 orang memilih
pulang ke Madinah. Mereka memiliki 2 alasan, pertama. Peperangan ini tidak mungkin terjadi karena
perjalanan sudah cukup jauh tetapi mereka belum menemukan perkemahan musuh. Kedua, mereka tidak
ingin bertempur di luar teritori Madinah.

Dengan pulangnya pasukan yang di pimpin oleh Ibnu Salul yang berjumlah 300 orang. Maka Rosulullah
hanya memiliki 700 pasukan dan harus melawan pasukannya Orang Quraisy Madinah (pimpinan Abu
Sufyan) dengan jumlah 3.000 Orang. Bukan hanya demikian, jumlah pasukan Kaum Muslimin pun kembali
berkurang. Saat Nabi memulangkan beberapa pasukan di barisannya yang dianggap masih terlalu muda,
diantaranya : Abdullah bin Amru, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid dan masih banyak lagi, yang
dijumlahkan ada sekitar 14 remaja.

Kekalahan Kaum Muslimin

Sesampainya di Bukit Uhud, Nabi Muhammad SAW mengatur pasukannya menjadi beberapa formasi, 50
untuk pemanah di bawah pimpinan Abdullah bin Jubair di posisi puncak Bukit, dan lainnya di bawah antara
bukit untuk menyerang musuh. Dari riwayat Imam Muslim (terj. As-Sirah An-Nabawiyyah, 2005: 492),
peperangan terjadi begitu dahsyat. Situasi awal pertempuran di dominasi oleh pasukan Rasulullah,
terutama karena keberadaan pasukan pemanah di atas bukit yang bisa melihat pergerakan musuh di
bawah, untuk membangkitkan semangat pasukan di tengah-tengah pertempuran.

Rasulullah mengambil sebilah pedang yang jatuh dan menawarkannya kepada pasukannya “Siapa yang
akan mengambil pedang ini dariku?, kemudian pasukan Nabi berebut untuk mengambilnya. “Aku ya
Rasulullah, Akuu…”. Rasulullah pun melanjutkan kalimatnya, “Siapa yang mengambil pedang ini, dan
menggunakannya dengan benar?”. Sontak para pasukan yang tadi berebutan terdiam. Hingga akhirnya,
Abu Dujannah maju dan mengatakan bahwa dirinya akan mengambil pedang tersebut, “Aku akan
mengambil pedang itu dan menggunakannya dengan benar”.

Namun, situasi menjadi berbalik ketika Kaum Muslimin di Bukit melihat kemenangan seperti sudah di ujung
mata, Ashab bin Jabir berkata dari puncak bukit, “Mari kita ambil harta rampasannya!”. Ibnu Jubair
(pemimpin pasukan pemanah) mencoba mengingatkan, “Apa kalian lupa pesan Nabi?”. Tanpa
memperdulikan peringatan tersebut, mereka pun turun dari bukit. Sehingga, kemenangan di periode
pertama di bukit Uhud pun hilang saat Kholid bin Walid bersama pasukan Kavalerinya menyadari
kecerobohan pasukan pemanah Nabi dengan mengitari bukit, Kholid bin walid menyerang pasukan ini dari
belakang.

Hal yang membuat kemudian lembah Uhud menjadi jebakan sempurna bagi Kaum Muslimin, kini menjadi
membuat mereka terdesak dari arah depan dan belakang. Dengan begitu, para pasukan Nabi susah
membedakan mana lawan dan kawan, sehingga mereka juga saling serang dan mengakibatkan memakan
korban yang sangat banyak hingga 70-75 orang Muslim. Sementara korban Kaum Qurays hanya 22-37
orang. Selain itu, perlu diketahui beberapa sejarah lainnya tentang islam, seperti sejarah perang salib,
penyebab perang Yaman dan Arab Saudi, serta masih banyak lagi lainnya.

c. Perang Ahzab/Khandaq
Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah.
Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan. Pasukan ini berangkat ke Madinah pada tahun
ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Oleh karena itu, perang
ini disebut dengan Perang Khandaq (Parit). Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu
beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan
beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam.
Perang Khandak atau Perang Ahzab yang terjadi tahun 5 H/627 M. Ketika itu pengaruh Nabi SAW sudah
cukup luas sampai ke arah utara wilayah kekuasaannya mencapai Daumat Al Jandal. Yahudi bani Nadzir
bergabung dengan pasukan Quraisy Mekkah untuk menyerang Umat Islam di Madinah.

Mereka terdiri dari beberapa kabilah, kemudian digabungkan dengan beberapa suku yang jumlahnya
kurang lebih 10.000 pasukan. Pasukan kafir Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan, mereka bergerak menuju
Madinah.

Ketika Nabi Muhammad saw mendengar berita tersebut, beliau mengadakan musyawarah dengan para
shahabatnya. Salman Al Farisi mengusulkan agar dibangunkan parit besar mengintari perbatasan kota
Madinah sebagai pertahanan kota. Nabi saw dan para shahabat menyetujui usulan Salman al Farisi.
Seluruh pasukan Umat Islam, termasuk Nabi saw, bekerjasama menggali parit besar.

Pasukan Kafir Quraisy dan sekutunya keheranan melihat strategi yang diterapkan oleh pasukan Umat
Islam. Karena mereka belum pernah dilakukan dalam peperagan besar bangsa-bangasa Eropa. Setiap kali
pasukan kafir Quraisy dan sekutunya berusaha menerobos, pasukan umat Islam mudah
menggagalkannya. Serangan dan pengepukan berjalan berhari-hari sampai perbekalan mereka berkurang.

Pada suatu hari, Allah memberikan pertolongan bagi umat Islam dengan mengirim angin kencang disertai
badai pasir yang merobohkan tenda-tenda musuh. Peristiwa tersebut Allah sampaikan di surat al Ahzab
ayat 9.

‫يرا‬
ً ‫ص‬ِ َ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا اذْ ُك ُروا نِ ْع َمةَ هللاِ َعلَ ْي ُك ْم إِذْ َجآ َءتْ ُك ْم ُجنُود ُُُ فَأ َ ْر َس ْلنَا َعلَ ْي ِه ْم ِري ًحا َو ُجنُودًا لَّ ْم ت ََر ْوهَا َو َكانَ هللاُ بِ َما ت َ ْع َملُونَ ب‬
}9{
Artinya : "9. Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu
ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang
tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan."

Melihat kondisi seperti itu, Pasukan kafir Quraisy tidak dapat bertahan mengepung kota Madinah. Akhirnya
Abu Sufyan pemimpin Pasukan kafir Quraisy membubarkan sekutunya untuk kembali ke tempatnya
masing-masing.

Setelah memenangkan perang Khandak, Yahudi Bani Quraidhah melanggar perjanjian yang telah
disepakati dengan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad menunjuk Sa’ad bin Mu’adz sebagai hakim
yang akan memutuskan hukuman kepada Bani Quraidhah. menurut Sa’ad, ada yang dihukum mati, ada
yang diusir ke Syiria, dan harta benda mereka akan disita. Sedangkan perempuan dan anak-anak mereka
yang masih kecil dijadikan budak.

Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit. Karena itu, mereka mengepung
Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit. Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan
dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memorak-porandakan kemah-kemah mereka. Kenyataan
ini memaksa pasukan Ahzab menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa
mendapat hasil apa pun.
Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad
melakukan pengkhianatan. Setelah musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para
pengkhianat itu dihukum mati.

d. Perang Hunain
Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad
SAW. Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad SAW, yaitu Bani Ţaqif
di Ţaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ţaif. Kedua suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad
SAW dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan
oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah.

Usut punya usut, kaum Hawazin mencoba dengan menyerang kaum muslimin terlebih dahulu sebelum
kejadian itu terjadi.

Malik bin ‘Auf al-Nashry mengumpulkan masyarakat dari kaum Hawazain dan Tsaqif. Ia lalu berjalan
dengan membawa pasukannya ke Wadi Authas (lembah Authas).

Seketika itu, berita ini sampai ke telinga kaum muslimin setelah 15 hari penaklukan kota Mekkah. Sehingga
para kaum muslimin pun segera bersiap-siap menghadapi kabilah Hawazin dan Tsaqif.

Malil bin ‘Auf dengan cerdiknya memerintahkan pasukannya meninggalkan lembah Wadi Authas untuk
segera pergi ke puncak Hunain.

Di tempat Wadhi Authas, Malik kembali mengatur kepada masyarakat Hawazin dan Tsaqif serta memberi
sedikit pengarahan yakni jika kaum muslimin sudah tiba di lembah, maka secara serentak pasukannya
harus segera menyerang mereka dengan memberi pukulan mematikan hingga barisan mereka bubar.

Dengan adanya serangan ini, diharapkan barisan pasukan pemburu dan pemanah kaum muslimin. Malik
akhirnya menetapkan strategi ini sembari menunggu kedatangan Pasukan Islam.

 Kedatangan Pasukan Muslimin dalam Perang Hunain

Tak lama kemudian pasukan Muhammad beserta kaum muslimin lainnya berangkat. Rasulullah datang
dengan membawa 10.000 pasukan yang baru saja menaklukan kota Makkah.

Ditambah lagi dengan 2.000 pasukan yang terdiri dari orang Quraisy mualaf di Makkah. Saat mereka tiba
di lembah Hunain pada sore hari, kaum muslimin rencananya akan beristirahat disana hingga fajar tiba.

Namun tiba-tiba para kabilah musuh menyerang mereka di tengah suasana keheningan malam. Dengan
segera Malik bin ‘Auf memberikan perintah kepada kaumnya untuk menyerang kaum muslimin secara
mendadak.

Kondisi seperti inilah yang menyebabkan kaum muslimin merasa panik dan bingung karena dihujani anak
panah dalam kondisi yang sangat gelap dan secara tiba-tiba di waktu fajar.
Pasukan muslimin mencoba untuk mundur meskipun dalam posisi yang terus terserang. Hingga akhirnya
mereka terpaksa untuk meninggalkan perang hunain tanpa menunggu komando apapun dan dari
siapapun.

 Kondisi Pasukan Muslimin Semakin Terdesak dalam Perang Hunain

Dengan ketakutan dan kecemasan yang telah menguasai hati mereka, tentunya tiap orang akan
mempunyai sifat takut terhadap musuh.

Rasulullah SAW pun dibiarkan tertinggal di ujung belakang pasukan. Tidak ada yang bertahan kecuali
Rasulullah dan ‘Abbas serta beberapa kelompok kecil pasukan lainnya.

Sementara itu pasukan Rasulullah yang masih bertahan pun tetap melakukan perlawanan.

Rasulullah berdiri di tengah sebuah lingkaran kecil yang dikelilingi oleh kalangan Muhajirin dan Ansor serta
Ahlul Bait. Di tengah penjagaan ketat oleh segelintir sahabatnya, beliau memanggil manggil kaum muslimin
yang lari.

Sayangnya, kaum muslimin tidak menghiraukan panggilan beliau. Bahkan, mereka pun tidak pernah
menoleh sama sekali kepada Nabi Muhammad karena rasa takut akan hantaman maut sehingga membuat
mereka untuk terus berlari dan meninggalkan pasukan induk.

Detik-detik yang dijalani oleh Rasulullah SAW adalah waktu yang paling sulit dan mengkhawatirkan.
Hampir semua pasukannya tega meninggalkan beliau.

Namun Rasulullah SAW tidak pernah putus asa, secara terus menerus beliau mengajak para sahabatnya
yang kabur untuk segera kembali dan turun dalam medan peperangan.

Di antara para sahabat dari kaum Muhajirin yang tetap bertahan bersama dengan beliau adalah Abu Bakar
dan Umar bin al-Khaththab; dari Ahlul Bait adalah Ali bin Abu Thalib, Abbas bin Abu Thalib, Abu Sufyan bin
al-Harits bersama anaknya al-Fadhl bin Abbas, Rabiah bin al-Harits, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin
Ummu Aiman bin Ubaid yang saat itu gugur sebagai syahid.

Salah satu penduduk Makkah yang masih menaruh dendam kepada Rasulullah, Abu Sufyan bin Harb
berkata, “Kekalahan mereka tidak akan berakhir sekalipun hingga di lautan.”

Jabalah bin al-Hanbal juga berkata, “Ketahuilah, sihir (Muhammad) telah dikalahkan pada hari ini.”

Meski sebagian besar pasukannya berlarian tercerai-berai,Rasulullah saw. tetap bertahan dari tempat
berdirinya.

Beliau lalu bersabda, “Hai Abbas, berteriaklah”. Abbas berteriak “Hai seluruh orang-orang Anshar, wahai
seluruh orang-orang pemilik pedang.”

Mereka lalu menjawab bersahutan, “Ya, kami menyambut panggilanmu.” Tidak lama kemudian, pasukan
mampu dikonsolidasikan kembali.
 Titik Kemenangan Pasukan Muslimin dalam Perang Hunain

Kemenangan Perang Hunain kini berbalik arah, tentara kaum muslimin berhasil memukul mundur kaum
Hawazin dalam Perang Hunain untuk memberikan kemenangan kepada Rasulullah saw.

Ketika orang-orang dari kabilah Hawazin kalah, sebanyanyak 70 orang dari pihak Tsaqif (Bani Malik)
menjadi korban dalam perang hunain. Termasuk Utsman bin Abdullah bin Rabiah bin al-Harits bin Habib.

Para pasukan musyrikin yang kalah dalam Perang Hunain melarikan diri ke Thaif bersama Malik bin Auf
an-Nashri. Karena sebagian dari mereka memang bermarkas di lembah Authas.

Sementara itu Bani Ghiyarah (Tsaqif) melarikan diri dari Perang Hunain untuk menuju Nakhla. Pasukan
berkuda Rasulullah SAW memanfaatkan kesempatan ini dengan segera mengejar beberapa orang yang
kabur ke daerah ats-Tsunaya.

Rasulullah saw. juga memerintahkan Abu Amir al-Asy‘ari untuk mengejar kaum musyrik yang melarikan diri
ke lembah Authas.

Di sana mereka menjumpai beberapa pertempuran pasukan musyrik yang masih berlanjut di lembah itu.
Abu Amir al-Asy‘ari gugur sebagai syahid dalam perang tersebut.

Bendera perang kemudian diambil-alih oleh Abu Musa al-Asy‘ari, yang tak lain adalah anak dari paman
Abu Amir al-Asy‘ari.

Kemudian beliau melanjutkan peperangan melawan orang-orang musyrik itu hingga Allah memberikan
jalan kemenangan kepada kaum muslimin.

Rasulullah saw. mememerintahkan Mas‘ud bin Amr al-Ghifari untuk menjaga seluruh harta rampasan
Perang Hunain, termasuk tawanan kaum wanita dan anak-anak.

Rasulullah saw. juga memerintahkan kaum muslimin untuk membawa dan menjaga para tawanan ke al-
Ji’ranah beserta harta rampasannya.

Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW, tentara Islam berangkat
menuju Hunain. Dalam waktu singkat Nabi Muhammad SAW dan pasukannya dapat menumpas pasukan
musuh. Dengan takluknya Bani Ţaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi
Muhammad SAW.

e. Perang Tabuk
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad SAW. Perang ini terjadi
karena kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad SAW menguasai
seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan
Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani
Lachmides.
Ketika itu, cuaca sangat panas dan musuh pun sangat besar. Nabi SAW mengumumkan kepada pasukan
Muslim bahwa mereka akan berangkat untuk menghadapi Raja Romawi dan mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Maka untuk itu, Beliau menganjurkan pengumpulan dana.

Pertempuran inilah yang menyebabkan Abu Bakar ra mengorbankan seluruh hartanya, sehingga ketika ia
ditanya oleh Nabi SAW, “Apa yang kamu tinggalkan di rumahmu? Ia menjawab, “Kutinggalkan Allah dan
Rasul-Nya bersama mereka.”

Umar ra juga telah mengorbankan setengah hartanya. Begitupun dengan Utsman ra yang mengorbankan
perlengkapan perang untuk sepertiga pasukan. Beserta sahabat lainnya, menginfakkan lebih dari
kemampuan mereka.

Padahal, pada masa itu keadaan para sahabat sedang susah, sehingga seekor unta harus dikendarai oleh
sepuluh orang sahabat bergantian. Oleh sebab itu, perang ini pun disebut sebagai Jaysyul-‘Usrah yaitu
pasukan kesulitan.

Jarak nya sangat jauh dan berlangsung pada musim yang sangat panas. Seiring dengan itu, kebun-kebun
kurma di Madinah sendang musim panen, dan sebagian besar penduduk Madinah bergantung pada
bertanam kurma. Itulah jalan rezeki mereka selama setahun.

 Merupakan Ujian Keimanan Terberat

Inilah ujian iman yang sangat berat bagi kaum Muslimin. Di satu sisi, rasa takwa kepada Allah dan perintah
Nabi SAW yang tidak mungkin mereka abaikan, dan di sisi lain berbagai kesulitan yang setiap waktu
datang menghadang, khususnya terhadap usaha mereka selama setahun.

Mereka telah berusaha keras terhadap tanaman mereka, sehingga sulit untuk meninggalkan kebun yang
dalam keadaan siap panen tersebut tanpa ada yang memeliharanya. Namun, karena ketakwaan mereka
kepada Allah lebih besar dari hal-hal yang lain, mereka segera menyambut seruan Rasulullah SAW.

Maka, saat itu yang tinggal di Madinah hanyalah kaum munafik, orang-orang udzur, perempuan, anak-
anak, dan sebagian sahabat tidak ada kendaraan yang dapat ditunggangi. Padahal, mereka sangat ingin
menyertai pasukan itu. Hingga mereka pun menangisi hal ini

Allah mengabadikan hal ini dengan berfirman: “Mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air
mata karena sedih tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan.” (At-Taubah:92)

Di tengah perjalanan, mereka melewati puing-puing perkampungan kaum Tsamud. Nabi SAW menutupi
wajahnya yang penuh nur sambil mempercepat untanya dan memerintahkan para sahabat berbuat serupa.

Beliau bersabda, “Kita harus segera melewati tempat ini. Menangislah dan tanamkan rasa takut setiap
melewati tempat orang-orang zhalim. Semoga adzab tersebut tidak diturunkan ke atas kalian,
sebagaimana telah diturunkan ke atas mereka.”

Walaupun Rasulullah SAW adalah kekasih Allah, Beliau tetap merasa takut ketika melewati tempat orang-
orang yang pernah diadzab oleh Allah. Begitu pula para sahabat, walaupun keadaan mereka sangat
memprihatinkan, mereka tetap menunjukkan kesetiaan. Beliau menyuruh mereka pergi sambil menangis,
jangan-jangan adzab turun kepada mereka.

Inilah keistimewaan para sahabat dimata Allah dan Rasul-Nya. Mereka siap menerima seruan Rasul dalam
memperjuangkan agama Allah.

 Melawan Pasukan Romawi

Perang Tabuk terjadi sekitar bulan Rajab tahun 9 Hijriyah. Perang yang terjadi antara Rasulullah beserta
para sahabat melawan pasukan Romawi ini terjadi di wilayah Tabuk. Perang ini jadi perang terakhir rasul.
Rasul kembali dari perang Tabuk pada 26 Ramadan.

Ada banyak penyebab yang mengakibatkan pecahnya perang Tabuk, diantaranya adanya ancaman dari
Ukaidir bin Abdul Malik, yakni seorang nasrani dan juga seorang pemimpin dari daerah Dumah, dia
mengancam akan memberontak dengan bantuan dari pasukan Romawi, namun oleh Nabi ancaman ini
mampu dibendung dan akhirnya dihilangkan atas bantuan Khalid bin walid. Ukaidir akhirnya kalah dan
ditawan.

Penyebab lainnya yakni ada beberapa orang yang munafik terhadap ajaran-ajaran nabi, kemudian mereka
mendirikan masjid yang bernama Masjid Dirar atau masjid bencana. Kaum munafik ini sering datang ke
masjid dengan tujuan hendak mengubah ajaran Allah dan ingin memecah belah kaum muslimin.

Kaum munafik meminta nabi untuk meresmikan masjid dan sekalian salat di masjid tersebut. Permintaan
mereka diajukan sebelum terjadi peristiwa tabuk. Tapi oleh nabi mereka diminta menunggu sampai nabi
kembali dari ekspedisi Tabuk. Namun setelah kembali, nabi mengetahui masalah tentang tujuan dan
maksud didirikannya masjid tersebut. Kemudian nabi memerintahkan untuk membakar masjid tersebut.

Perjalanan untuk menempuh perang pun dimulai. Rasulullah SAW dan pasukan kemudian meninggalkan
Madinah menuju Tabuk yang wilayahnya berjarak 800 km dari Madinah. Perjalanan ini memakan waktu
hingga 20 hari. Medan yang mereka tempuh juga sangat sulit. Selain keterbatasan bahan makanan, kaum
muslimin juga harus menghadapi panasnya gurun pasir. Perang ini bahkan dijuluki “Pasukan Jaisyul
Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW berdiri di hadapan pasukan dan menyampaikan pidato yang
penuh semangat hingga membuat jihad prajurit semakin membara.

Pasukan Romawi yang ditunggu-tunggu tak kunjung terlihat. Rupanya mereka takut dan khawatir melihat
keberanian pasukan Muslimin. Mereka lari berpencar di perbatasan wilayah. Kejadian ini membuat
pasukan Muslimin semakin dihormati di Jazirah Arab.

Rasulullah SAW didatangi oleh Yuhanah bin Rubbah dari Ailah untuk menawarkan perjanjian perdamaian.
Rasulullah menulis selembar surat perjanjian dan memberikan kepada mereka. Akhirnya peperangan pun
tidak jadi terjadi.
Berbagai kabilah yang dulunya tunduk pada Romawi berbalik mendukung kaum Muslimin. Wilayah
kekuasaan pemerintah Islam semakin bertambah luas, hingga berbatasan dengan wilayah kekuasaan
bangsa Romawi.

 Kembali ke Madinah

Setelah 30 hari meninggalkan Madinah, akhirnya umat Islam kembali ke Madinah tanpa terjadi
peperangan. Rasulullah kembali dari peperangan pada tanggal 26 Ramadan, dan perang ini merupakan
perang terakhir beliau.

Nabi memang kerap diiringi dengan berbagai peperangan. Namun peperangan tersebut memiliki alasan
kuat mengapa sampai terjadi.

Sebagaimana kita ketahui, pertama kali Nabi berdakwah secara terbuka di Makkah. Sejak saat itu, jihad
Nabi penuh tekanan dan ancaman dari kaum Quraisy yang gemar mengintimidasi Nabi dan kaum muslim.

Tak hanya itu, mereka juga menerapkan strategi perang psikologis lewat berbagai tipu muslihat; Nabi
diminta menunjukkan mukjizat, diolok-olok, misi yang dibawa diejek dan dicemooh. Tekanan kaum Quraisy
mencapai puncaknya lewat perang ekonomi dan sosial secara bersamaan yang mereka lakukan terhadap
kaum muslim.

Perang ekonomi dan sosial tersebut ialah kaum Quraisy bersekongkol dalam satu sumpah untuk tidak
berniaga dengan keluarga Nabi, tidak berinteraksi dengan mereka, tidak berkomunikasi, tidak akan
berdamai, dan tidak akan berbelas kasih pada mereka. Kecuali, mereka menyerahkan Nabi untuk
dipenggal.

Kondisi tersebut, membuat Makkah menjadi begitu sempit bagi Rasulullah. Namun, beliau tetap tabah dan
ikhlas. Selama di Makkah, Nabi berhasil menahan kaum muslim agar tidak melakukan perlawanan.

Setelah hijrah ke Madinah, dan tujuh bulan “bertahan” dan bersabar, Nabi mulai mengirim datasemen
beserta pasukan untuk memantau situasi sekitar. Beliau masih sama sekali tidak melakukan persiapan
perang atau penyerangan. Hanya sekadar mewaspadai gerakan pengacau yang sesekali menyerang dan
bisa berdampak buruk bagi keadaan Madinah.

 Motif dan Tujuan Peperangan Nabi

Pertama, melayani serangan musuh. Nabi mengangkat senjata sebagai reaksi atas musuh yang telah lebih
dulu menyerang. Hal ini bisa dilihat dalam perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Kedua, memberi pelajaran
terhadap musuh yang menacari gara-gara atau bersekongkol mengganggu kaum muslim meski sudah ada
nota perjanjian atau kerja sama. Hal ini terjadi pada perang Bani Quraizah. Khaibar, Mu’tah, dan beberapa
penggerebekan terhadap kaum Badui.

Motif ketiga adalah untuk menggagalkan rencana musuh yang mengancam kaum muslim, seperti dalam
perang Tabuk dan sejumlah ekspedisi datasemen yang dikirim Nabi untuk mencegah penyerangan oleh
suku-suku terhadap kaum muslim di Madinah .
Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang.
Oleh karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan
Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya. Nabi Muhammad SAW tidak
melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam
barisan Islam.

3. Surat Nabi Muhammad SAW kepada Para Raja

Shulhu Hudaibiyyah (perjanjian damai) yang terjadi antara Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
kaum Muslimin di satu pihak dengan kaum kafir Quraisy dipihak yang lain; Perjanjian yang awalnya
dipungkiri oleh sebagian shahabat karena isinya dianggap merendahkan derajat kaum Muslimin itu
ternyata telah memberikan peluang besar bagi kaum Muslimin untuk mendakwahkan Islam secara damai.
Pada fase ini dakwah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki era baru. Geliat dakwah pada era
ini tidak hanya terbatas pada wilayah Arab, tapi mulai merambah daerah lain di luar wilayah Arab. Ini
merupakan realisasi dari firman Allâh Azza wa Jalla yang menunjukkan bahwa Islam itu tidak terbatas
waktu dan ruang. Artinya Islam itu layak untuk semua manusia dimanapun dan kapanpun berada. Allâh
Azza wa Jalla berfirman :

‫س ْلنَاكََ َو َما‬
َ ‫ّل أَ ْر‬
ََ ِ‫اس كَافَةَ إ‬
َ ِ َ‫َونَذِيرا بَ ِشيرا ِللن‬

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan [Saba’/34:28]

َ‫اس أَيُّ َها يَا قُ ْل‬


َُ َ‫ل ِإنِي الن‬
َُ ‫سو‬ ََِ ‫َج ِميعا إِلَ ْي ُك َْم‬
ُ ‫ّللا َر‬

Katakanlah, “Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allâh kepadamu semua [al-A’râf/7:158]

‫س ْلنَاكََ َو َما‬ ََ ‫ِل ْلعَالَ ِمينََ َرحْ َمةَ ِإ‬


َ ‫ّل أَ ْر‬

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [al-
Anbiya/21:107]

Realisasi dari firman Allâh Azza wa Jalla tersebut, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan
utusan yang membawa surat-surat dakwah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para tokoh,
penguasa dan Raja kafir. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang penyebutan waktu pengiriman
surat-surat itu secara detail. Ibnu Ishak rahimahullah tidak menyebutkan waktu pengiriman itu secara
detail. Beliau rahimahullah hanya mengatakan bahwa pengiriman ini terjadi dalam rentang waktu yan
panjang yaitu sejak kepulangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perang Khaibar sampai waktu
wafat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Diantara yang dikirimi surat oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam untuk mendakwahi mereka adalah Kisra (gelar untuk para penguasa Persia), Qhaishar (gelar
untuk para penguasa Romawi), Najashy (gelar untuk para penguasa Habasyah) dan para penguasa yang
lainnya[1] .
SURAT UNTUK RAJA HABASYAH NAJASYI
az-Zaila’i dan yang lainnya membawakan riwayat dari al-Waqidi yang menjelaskan teks surat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikirimkan ke an-Najasy. Surat ini dibawa ke raja Habasyah oleh
shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama ‘Amr bin Umayyah ad-Dhamri[2]

Setelah membaca surat ini, an-Najasy beserta orang-orang yang ada disekitarnya menyatakan keimanan
mereka dan mereka mengirimkan sesuatu sebagai hadiah buat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

SURAT KE KISRA (PARA PENGUASA PERSIA)


Imam al-Bukhari membawkan riwayat dengan sanad beliau rahimahullah yang bersambung sampai ke
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat ke Kisra
melalui shahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Abdullah bin Khuzafah as-Sahmi, lalu
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menyerahkan surat tersebut ke pembesar
Bahrain. Kemudian oleh penguasa Bahrain, surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu diserahkan ke
Kisra. Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah itu, dengan penuh kesombongan dia merobek-
robek surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia tidak menyangka bahwa akibat dari perbuatan
buruknya itu akan begitu dahsyat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi raja
tersebut, sehingga kekuasaan yang selama ini dia bangun dan banggakan hancur berantakan.

SURAT UNTUK HERACLIUS


Dalam shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkirim
surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-
Kalbi Radhiyallahu anhu . Teksnya berbunyi :

“Dengan nama Allâh, Pengasih dan Penyayang.


Dari Muhammad, hamba Allâh dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi
yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan untuk mengikuti ajaran Islam.
Peluklah agama Islam, tuan pasti akan selamat ! Peluklah Islam, Allâh Azza wa Jalla pasti akan memberi
pahala dua kali kepada tuan ! Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin[3] menjadi
tanggungiawab tuan.

Katakanlah, “Wahai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang berhak kita ibadahi kecuali Allâh dan tidak kita
persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai tuhan selain Allâh”. jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allâh)”[4]

Begitu menerima surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Kaisar berkeinginan untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui orang-
orang yang memiliki hubung erat dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pilihannya jatuh pada orang-
orang yang berasal dari kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kaum Quraisy. Saat itulah, Kaisar
mendengar berita kedatangan sekelompok pedagang, diantara mereka ada Abu Sufyan dari Quraisy. Lalu
Kaisar menyuruh agar orang-orang itu dibawa menghadap beliau dengan ditemani penerjemah. Waktu itu
Abu Sufyan masih kafir.
Lalu, berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan. Kaisar bertanya kepada Abu
Sufyan, “Siapakah diantara kalian yang paling dekat hubungan kekelurgaannya dengan orang yang
mengaku Nabi ini ?” Abu Sufyan, “Saya orang yang paling dekat.”

Lalu Kaisar memintanya untuk mendekat dan akhirnya terjadilah dialog yang panjang tentang cirri-ciri
kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kisah ini diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan
Muslim. Di akhir dialog dia menyimpulkan bahwa semua ciri-ciri nabi yang dijelaskan dalam kitab Injil, Nabi
yang mereka tunggu-tunggu ada pada diri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Heraklius
mengatakan, “Jika benar apa yang engkau beritakan, maka dia (maksudnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini. Saya yakin dia akan
datang, namun saya tidak pernah menduga kalau dia berasal dari kalian”

Heraclius berkata kepada utusan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin al-Kalbi,
“Sungguh saya tahu bahwa temanmu itu adalah seorang nabi yang diutus. Nabi yang kami tunggu-tunggu
dan nabi yang kami dapatkan (keterangannya) dalam kitab kami. Namun saya takut orang-orang romawi
akan membunuhku. Kalau bukan karena itu, tentu saya sudah mengikutinya.”
Kesimpulan yang bisa ditarik dari percakapan antara Heraclius dengan Abu Sufyan juga dengan Dihyah al-
Kalbi Radhiyallahu anhu yaitu Heraclius sudah mengetahui dan meyakini kenabian Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam , namun dia tetap tidak beriman. Ini menunjukkan kecintaan terhadap kekuasaan telah
menghalangi dia dari memiliki jalan yang haq ini yaitu Islam.

SURAT-SURAT YANG LAIN


1. Surat kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi, penguasa Yamamah.
Surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dibawa oleh Sulaith bin ‘Amr al-‘Amiri. Saat menerima dan
membaca surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, penguasa Yamamah itu bersedia
menerima Islam tapi dengan mengajukan beberapa syarat, namun Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menolak persyaratan tersebut.

2. Surat kepada Muqauqis, penguasa al-Iskandariyah.


Surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dibawa oleh Hatib bin Abi Balta’ah Radhiyallahu anhu.
Penguasa ini membaca surat ini dan memberikan tanggapan dengan baik namun dia tetap tidak menerima
Islam. Bahkan dia sempat menghadiahkan seorang budak kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
. Dia juga mengirimkan surat balasan, namun ditolak oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

3. Dan masih ada beberapa surat lain lagi yang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kirimkan kepada
para raja dan tokoh yang masih belum memeluk Islam.

 RESPONS PARA PENGUASA KETKA MENERIMA SURAT DARI NABI MUHAMMAD SAW

Respons para penguasa tersebut ketika menerima surat dari Nabi Muhammad bermacam-macam. Ada
yang mengikuti ajakan Nabi dan ada pula yang menolak bahkan sampai membunuh utusan yang diutus
Nabi untuk mengantarkan surat tersebut. Merujuk The Great Episodes of Muhammad saw (Said
Ramadhan al-Buthy, 2017) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-
hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut beberapa reaksi dan respons para penguasa terhadap
surat Nabi Muhammad: Pertama, Raja Heraclius, Penguasa Romawi Timur (Byzantium). Heraclius dikenal
sebagai raja yang digdaya. Di bawah pemerintahannya, Romawi Timur memiliki wilayah kekuasaan yang
sangat luas. Ia berhasil mengalahkan Persia yang mencoba menyerang wilayahnya. Bahkan menyerang
balik hingga ke jantung wilayah Persia. Heraclius juga berhasil merebut Palestina dan menegakkan
kekuasaannya berlandaskan agama Kristen di sana. Adalah Dihyah al-Kalbi yang ditugaskan Nabi
Muhammad untuk menyampaikan surat kepada Raja Heraclius. Dihyah menyampaikan surat itu kepada
Gubernur Bashra untuk kemudian disampaikan kepada Raja Heraclius. Setelah membaca surat dari Nabi,
Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan. Semula Heraclius disebutkan ‘mempercayai’
kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad. Namun karena para pembesar dan rakyatnya tidak
menghendaki rajanya menjadi seorang Muslim, maka Heraclius tetap mempertahankan agama lamanya,
Kristen. Dalam satu kesempatan, Heraclius juga pernah berbicara dengan Abu Sufyan bin Harb tentang
Nabi Muhammad. Dalam obrolan itu, Heraclius menyampaikan beberapa pertanyaan terkait Nabi
Muhammad—mulai dari nasab hingga akhlaknya. Abu Sufyan mengonfirmasi semua pertanyaan yang
diajukan Heraclius tersebut. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Heraclius mengaku kalau
Rasulullah akan keluar. Namun ia tidak menyangka kalau Rasulullah muncul dari bangsa Arab Makkah.
“Seandainya aku tahu bahwa aku akan sampai kepada (masa)nya, pasti aku sangat ingin bertemu
dengannya. Seandainya aku ada di hadapannya, pasti aku basuh kakinya,” kata Heraclius. Kedua, Raja
Negus, Penguasa Abessinia. Nabi Muhammad memerintahkan Amr bin Umayyah ad-Dhamiri untuk
menyampaikan surat kepada Raja Negus. Sang Raja menyambut utusan Nabi tersebut dengan sangat
baik. Dia juga mengetahui kalau akan datang seorang Nabi, setelah Nabi Isa As. Lantas apakah Raja
Negus memeluk Islam setelahnya itu? Ada riwayat yang menyebutkan kalau Raja Negus akhirnya
memeluk Islam setelah peristiwa itu. Ada juga yang menyebut kalau Raja Negus hanya berbuat baik
kepada umat Islam, termasuk menyediakan kapal untuk mereka berhijrah ke wilayahnya. Riwayat lain juga
menyatakan bahwa Negus ini bukanlah Negus yang memeluk Islam dan yang Nabi Muhammad shalat
ghaib untuknya ketika dia wafat. Ketiga, al-Muqauqis, Penguasa Koptik Agung Mesir. Al-Muqauqis
menyambut baik ketika Hathib bin Abi Balta’ah datang untuk menyampaikan surat Nabi Muhammad. Dia
kemudian mengajukan beberapa pertanyaan perihal Nabi Muhammad. Di antaranya mengapa Nabi
Muhammad tidak mendoakan binasa kaumnya yang mengsusirnya. “Beliau seperti Isa As. yang tidak
mendoakan kebinasaan kaumnya ketika kaumnya bermaksud menyalipnya,” jawab Hathib bin Abi Balta’ah.
Karena puas dengan jawaban-jawaban yang disampaikan Hathib, al-Muqauqis membalas surat Nabi
Muhammad dengan penuh hormat. Dia juga memberikan Nabi sejumlah hadiah, termasuk dua orang gadis
Koptik. Salah satunya Maria al-Qibtiyah yang nantinya dipersunting Nabi Muhammad. Di samping itu,
sebetulnya al-Muqauqis tahu bahwa akan ada Nabi baru yang diutus Allah. Semula Nabi baru dianggap
akan berasal dari Syam, namun ternyata dari Makkah. Keempat, Munzir bin Sawi, Penguasa Bahrain. Al-
Ala bin al-Hadhrami ditugaskan untuk mengantar surat kepada Munzir bin Sawi. Penguasa Bahrain ini
menerima baik ajakan Nabi Muhammad untuk memeluk Islam. Meski demikian, Nabi Muhammad
memeringatkan sang raja agar tidak memaksa seseorang untuk memeluk Islam. Bagi pemeluk Yahudi atau
Majuzi, mereka tetap diperbolehkan untuk menetap di Bahrain, asal membayar jizyah untuk keamanan dan
kesejahteraan. Kelima, Raja Kisra, Penguasa Persia. Respons Raja Kisra begitu keras ketika menerima
surat Nabi yang dibawa Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi. Ia langsung menyobek surat Nabi setelah
mengetahui isinya. Ketika mengetahui respons Raja Kisra atas suratnya, Nabi berdoa agar Allah
mengoyak kerajaannya. Tidak hanya itu, dia juga menyurati gubernurnya di Yaman, Badzan, agar
mengirim dua orang terkuatnya kepada Nabi Muhammad. Selang beberapa saat, mereka berdua tiba di
Madinah dan menyerahkan surat Badzan untuk Nabi Muhammad. Nabi tersenyum setelah mengetahu isi
suratnya. Mereka kemudian diperintahkan untuk pulang dan balik keesokan harinya. “Sampaikan kepada
teman kalian (Badzan) bahwa Tuhanku sudah membunuh Kisra, tuannya, malam ini, tujuh jam yang lalu,”
kata Nabi Muhammad kepada dua utusan tersebut. Benar saja, putra Kisra yang bernama Syuriyah sendiri
lah yang membunuhnya. Kekuasaan Kerajaan Kisra juga terkikis sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya
hilang total setelah kalah menghadapi serangan pasukan umat Islam pada 637 M atau delapan tahun
setelah Nabi berdoa. Di samping itu, Nabi Muhammad juga mengirimkan surat kepada para penguasa
wilayah di sekitar semenanjung Arab. Di antaranya Gubernur Bashra, Syurahbil bin Amr al-Ghassani.
Namun sayangnya, Harits bin Umair al-Azadi, utusan Nabi yang bertugas menyampaikan surat kepada
penguasa Bashra, dibunuh sebelum sampai ke tempat tujuan—riwayat lain menyebutkan dia dibunuh
ketika tiba di hadapan Syurahbil. Dan Harits lah satu-satunya utusan Nabi yang dibunuh.

3. Penaklukan Mekah
Pada tanggal 20 Ramadhan 8 H, pasukan kaum muslimin berangkat dari Madinah menuju Mekkah. Rasulullah
‫ ﷺ‬memimpin pasukan besar yang berjumlah 10.000 sahabat. Dan Abu Dzar al-Ghifari ditugasi menjadi
pengganti beliau di Madinah. Sesampainya di daerah Juhfah, Rasulullah ‫ ﷺ‬berjumpa dengan pamannya, al-
Abbas bin Abdul Muthalib, ia hijrah keluar Mekah sebagai seorang muslim. Kemudian al-Abbas mengendari
bighal putih milik Rasulullah ‫ ﷺ‬. Ia mencari salah seorang Quraisy agar meminta jaminan keamanan kepada
Rasulullah ‫ ﷺ‬sebelum beliau memasuki Mekah.

Di saat bersamaan Abu Sufyan pun sibuk mengendap-endap, mencari tahu perkembangan keadaan. Al-Abbas
bertemu dengannya. Lalu ia mengajak Abu Sufyan menemui Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk meminta jaminan keamanan.
Keduanya pun berangkat menemui Rasulullah ‫ ﷺ‬.

Ketika keduanya berjumpa dengan Rasulullah ‫ ﷺ‬, beliau bersabda, “Celaka engkau Abu Sufyan, bukankah
sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain
Allah? Bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?”

Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tertahan dan tidak
boleh masuk ke Mekah. Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi SAW dan kaum muslimin berkemah di sana.
Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian
Hudaibiyah.
Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu (1) kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun
ini dan ditangguhkan sampai tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja, (3) kaum muslimin wajib
mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk
mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, (4) selama sepuluh tahun dilakukan gencatan senjata antara
masyarakat Madinah dan Mekah, dan (5) tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum
muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada
dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad SAW untuk menguasai Mekah. Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan
bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua,
orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Dengan dikuasainya
Mekah, kemungkinan besar orang-orang Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad SAW sendiri, akan memeluk
Islam. Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. Setahun kemudian, Nabi
Muhammad SAW bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perjanjian. Dalam kesempatan ini
banyak penduduk Mekah yang masuk Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah.

 Saat Nabi Memasuki Ka’bah


Saat peristiwa penaklukan kota Mekkah, pasukan Islam memasuki Kota Mekah dan tidak ada kabilah Quraisy
yang mampu menghadang mereka. Kemudian Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabatnya masuk ke dalam Masjid al-
Haram. Beliau pun mencium Hajar Aswad. Saat itu kondisi Ka’bah begitu mengenaskan, setidaknya ada 360
berhala di sekelilingnya. Beliau pun menghancurkan Tuhan-Tuhan selain Allah tersebut. Beliau membaca
firman Allah ‫ ﷻ‬,

َُّ ‫ل َوزَ هَقََ ْال َح‬


َ‫ق َجا َء‬ َُ ِ‫ن ْالبَاط‬ ََ ِ‫زَ هُوقا كَانََ ْالبَاط‬
ََ ‫ل ِإ‬

Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81)

َُّ ‫ئ َو َما ْال َح‬


َ‫ق َجا َء‬ َُ ِ‫يُعِي َُد َو ََما ْالبَاط‬
َُ ‫ل يُ ْب ِد‬

“Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’:
49).

Berhala-berhala itu hancur lebur di hadapan beliau. Setelah itu, barulah beliau melaksanakan thawaf.

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬memanggil Utsman bin Thalhah dan menyerahkan kunci Ka’bah kepadanya. Beliau
meminta Utsman agar membuka Ka’bah, lalu beliau memasukinya. Nabi ‫ ﷺ‬melihat gambar-gambar di
dalamnya. Segera gambar tersebut beliau hapus. Kemudian melaksanakan shalat di dalam Ka’bah.

 Khutbah Nabi dalam Fathu Mekkah

Di hari kedua, Rasulullah ‫ ﷺ‬berkhutbah:

“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah kota suci
dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Tidak halal bagi orang sebelumku (berperang
di dalamnya), ataupun orang sesudahku, demikian juga atas diriku, kecuali hanya sementara waktu. Tidak
boleh diburu hewan-hewannya. Tidak boleh dicabut durinya. Tidak boleh menebang pepohonanya. Dan tidak
boleh diambil barang temuannya, kecuali bagi mereka yang hendak mengumumkannya.” (HR. al-Bukhari, Kitab
al-Maghazi, 4059). Selanjutnya

Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat
tanggapan positif. Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, secara
sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad SAW segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang
tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut
negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW berkhotbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy.
Dalam khotbah itu Nabi Muhammad SAW menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang
masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” Setelah khotbah
itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. Sejak peristiwa itu, Mekah berada
di bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW.
Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab.
Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan ke-10 Hijrah (630–631 M) Nabi Muhammad SAW menerima berbagai delegasi suku-
suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi
saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah. Ia mengatur organisasi
masyarakat Arab yang telah memeluk Islam. Petugas keamanan dan para dai dikirim ke daerah-daerah untuk mengajarkan
Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad SAW jatuh sakit, dan pada 12
Rabiul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.

D.Meneladani Perjuangan Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat di


Madinah
Sebelum bernama Madinah, wilayahMadinah bernama Yatsrib. Hanya saja setelah Islam datang, ilmu
pengetahuan dimuliakan sehingga ilmu berkembang dengan pesat. Ilmu pengetahuan itulah yang akan
membuat Yatsrib menjadi sebuah kota yang dipenuhi dengan kemajuan peradaban. Kemajuan ekonomi
dan budaya menjadi ciri khas dari Yatsrib. Perekonomian maju pesat karena diatur dengan sistem Islam.
Selain itu, budaya yang berkembang juga sangat pesat. Budaya diatur dengan sistem social budaya Islam.
Wanita yang biasanya membuka aurat, setelah Islam datang ditutup auratnya dengan kerudung dan jilbab.
pergaulan antara pria dan wanita yang tanpa batas, sekarang dibatasi untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Singkatnya,Madinah adalah bentuk lain kota Yatsrib yang lebih maju setelah Islam
ditegakkan di sana.

Reaksi masyarakat Mekkah terhadap kedatangan Islam sungguh tidak baik. Dengan berbagai cara mereka
menghentikan dakwah Rasulullah SAW, bahkan mencoba membunuh Rasulullah SAW. Semangat dan
usaha Nabi Muhammad SAW untuk menyebarkan agama Islam tidak pernah pupus. Melihat peluang
dakwah yang begitu sempit di Kota Mekkah, beliau berpikir untuk hijrah ke Yatsrib atau Madinah. Setelah
Nabi Muhammad SAW behijrah ke Madinah yang pertama dipikirkan oleh beliau adalah bagaimana
membangun masyarakat Islam. Nabi Muhammad SAW segera membangun Masjid, kemudian menyusun
barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka. Untuk memudahkan maksud tersebut, Nabi
mempersaudarakan kaum Muslimin dengan umat Islam yang lainnya. Dengan persaudaraan ini kaum
muslimin bertambah kuat dan merasa senasib dan seperjuangan.

Nabi Muhammad SAW juga membangun masyarakat Islam di Madinah melalui kegiatan ekonomi dan
perdagangan. Hal ini dikarenakan setelah meninggalkan kota Mekkah, kaum muhajirin meninggalkan kota
Mekkah, kaum muhajirin sama sekali tidak memiliki harta kekayaan. Semua harta kekayaan mereka
ditinggalkan di kota Mekkah. Nabi Muhammad SAW bertekad memajukan sektor ekonomi dan
perdagangan dan hal ini didukung oleh semua masyarakat Islam. Orang-orang Mekkah sebenarnya
memang pandai dalam bidang perdagangan, sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangannya,
penduduk Mekkah dapat mengubah pasir sahara menjadi emas. Selain berdagang, kegiatan ekonomi
lainnya adalah bertani. Hal ini didukung oleh tanah Madinah yang subur dengan kebun-kebun anggur dan
kurmanya yang terkenal. Nabi Muhammad SAW berhasil menyatukan penduduk Yatsrib dan membangun
masyarakatnya melalui sektor ekonomi dan perdagangan, untuk menuju masyarakat yang adil dan
sejahtera.

Hijrahnya Rasulullah SAW memberikan hikmah yang besar terhadap perkembangan dakwah Islamiah, di
antaranya :
1. Kemenangan dakwah Rasulullah SAW dan kaum muslimin terhadap kaum Quraisy.
2. Terbentuknya agama Islam yang beribu kota di Madinah dengan Nabi Muhammad SAW
sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahannya.
3. Terbesarnya agama Islam ke pelosok penjuru dunia.
Nab Muhammad SAW tiba di kota Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awwal tahun pertama
hijrah, yakni bertetapan dengan tanggal 24 September 622 M. kedatangan beliau sangat dinanti-nantikan
oleh masyarakat Madinah. Adapun hal-hal yang dapat kita teladani dari perjuangan Nabi Muhammad SAW
dan para sahabat di Madinah adalah :

1. Bersikap baik kepada semua masyarakat Madinah


Ketika perjalanan menuju kota Madinah, Nabi Muhammad SAW selalu diminta masyarakat untuk singgah
di rumah mereka. Nabi Muhammad SAW berkata, “Saya akan menginap di mana untaku akan berhenti.
Biarkanlah ia berjalan sekehendak hatinya”. Akhirnya unta itu berhenti di sebuah tempat jemuran kurma
milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar. Di tempat itulah Nabi Muhammad SAW membangun Masjid
serta tempat tinggalnya di situ. Beliau selalu bersikap amah dan baik kepada setiap masyarakat yang ada
di kota Madinah.

2. Mendirikan Masjid di Kota Madinah


Masjid yang pertama didirikan oleh Nabi Muhammad SAW dikenal dengan sebutan Masjid Nabawi. Tanah
pembangunan Masjid ini berasal dari kedua anak yatim bernama Sahal dan Suhail. Nabi membeli tanah
tersebut dengan harga yang pantas untuk mereka. Pembangunan masjid tersebut dikerjakan secara
gotong royong oleh seluruh masyarakat Madinah, baik kaum Anshar dan kaum Muhajirin, begitu juga Nabi
Muhammad SAW ikut terjun langsung membantu pembangunan masjid tersebut.

3. Mempersaudarakan kaum Anshar dan kaum Muhajirin


Setelah Nabi Muhammad SAW diterima penduduk Madinah dan menjadi pemimpin penduduk kota
tersebut, beliau segera meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembentukan suatu masyarakat baru.
Dasar pertama yang beliau letakkan adalah ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam), yaitu antara
kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Kaum Muslimin yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah disebut
“Muhajirin” dan kaum Muslimin penduduk Madinah disebut “Anshar”. Benda dan kekayaan mereka
ditinggalkan di Mekkah, di waktu mereka berhijrah ke Madinah demi agama dan keyakinan yang mereka
anut.

Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan antara kedua golongan kaum muslimin ini. Ali Ibnu Abi Thalib
dipilih menjadi saudara beliau sendiri. Abu Bakar beliau persaudarakan dengan Kharijah Ibnu Zuhair. Ja’far
Ibnu Abi Thalib dengan Mu’az Ibnu Jabal. Demikianlah Rasulullah SAW telah mempertalikan keluarga-
keluarga Islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar. Masing-masing keluarga mempunyai pertalian yang
erat dengan keluarga-keluarga yang banyak, karena ikatan persaudaraan yang diadakan Rasulullah SAW.
Dengan persaudaraan tersebut telah menciptakan suatu persatuan yang berdasarkan agama dan
mempertalikan jiwa mereka.

4. Membuat suatu perjanjian tertulis


Nabi Muhammad SAW membuat suatu perjanjian tertulis antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-
orang Yahudi yang terkenal dengan nama Piagam Madinah. Isi dari Piagam Madinah tersebut adalah :
a. Kelompok masing-masing berhak menghukum orang yang membuat kerusakan dan memberikan
keamanan bagi orang yang patuh.
b. Kebebasan beragama terjamin untuk semua kelompok
c. Menjadi suatu kewajiban bagi penduduk Madinah Muslim dan Yahudi untuk saling membantu dan
menolong.
d. Saling mengadakan kerja sama dengan mempertahankan Negeri Madinah dari segala serangan.
e. Rasulullah SAW menjadi pemimpin tertinggi di Negeri Madinah, segala perkara dan perselisihan
besar diserahkan kepada beliau untuk memutuskannya.

Rasulullah SAW menemui beberapa kesulitan pada masa awal pembentukan pemerintah Islam
di Madinah. Kesulitan yang terbesar adalah adanya serangan-serangan dari orang-orang kafir Quraisy
secara tidak manusiawi. Melihat kondisi tersebut beliau menyusun kekuatan untuk mempertahankan dii.
Langkah tersebut diambil Rasulullah SAW berdasarkan wahyu yang diterimanya yaitu Al Quran surat Al
Baqarah ayat 190 : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad SAW langsung membangun masjid. Masjid ini berfungsi
sebagai pusat peribadatan dan pemerintahan. Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di
Madinah adalah mempersatukan suku Aus dan Khazraj serta mempersaudarakan orang Ansar (Madinah)
dan Muhajirin (Mekah). Setelah itu, Nabi Muhammad SAW pun membuat perjanjian damai dengan orang-
orang Yahudi dan suku-suku yang berada di sekitar Madinah. Berkembangnya dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah menimbulkan kekhawatiran orang-orang Quraisy. Karena itu, terjadilah Perang Badar.
Peperangan ini terjadi pada 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana
Nabi Muhammad SAW dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. Kira-kira 120 km dari
Madinah, tepatnya di Badar pasukan Nabi Muhammad SAW bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah
antara 900–1.000 orang. Dalam peperangan ini, Nabi dan kaum muslimin berhasil memperoleh
kemenangan. Kekalahan dalam perang Badar semakin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum
Muslimin. Karena itu, mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3 Hijrah
mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3.000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700
orang di antara mereka memakai baju besi. Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan
Quraisy ini disambut Nabi Muhammad SAW dengan sekitar 1.000 pasukan.
Pada tahun ke-5 Hijrah, terjadilah Perang Ahzab/Khandaq. Bani Nadir yang menetap di Khaibar
berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan mereka berkekuatan
24.000 pasukan. Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tetapi Bani Ţaqif di Ţaif dan Bani Hawazin di antara
Mekah dan Ţaif tidak mau tunduk. Bahkan, mereka menyerang Mekah dan menuntut bela atas perusakan
berhala-berhala. Dengan kekuatan 12.000 pasukan, Nabi Muhammad SAW menyambut kedatangan
pasukan Bani Ţaqif dan Bani Hawazin. Perang ini dikenal dengan Perang Hunain.
Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Nabi Muhammad SAW. Perang ini melawan
Raja Gasan yang telah membunuh secara sadis utusan yang membawa surat Nabi Muhammad SAW
Peperangan ini terjadi di Mu’tah dan Nabi Muhammad SAW datang dengan membawa 3.000 pasukan.
Orang-orang Mekah telah membatalkan secara sepihak Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, Nabi
Muhammad SAW segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi
Muhammad SAW dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di seluruh sudut negeri
dihancurkan. Setelah itu Nabi berkhotbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. Peristiwa
ini dikenal dengan Fatdu Makkah (penaklukan Mekah).

B. Saran

Melalui persaudaraan, ketakutan, dan kekerdilan dapat pula dihapuskan. Oleh karena itu, jalinlah
ukhuwah, sambungkan tali persaudaraan sebanyak-banyaknya. Ingatlah ungkapan seribu teman itu sedikit
dan satu musuh itu banyak. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum
Anshardapat memberikan rasa aman dan tentram.Persatuan dan saling menghormati antar agama.
Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin. Memahami
bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt memahami dan menyadaribahwa kita wajib
agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara manusia dengan manusia Kita mendapatkan warisan
yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat Menjadikan inspirasi dan motivasi
dalam menyiarkan agama Islam dan Terciptanya hubungan yang kondusif
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian
Agama RI.
Kementerian Agama RI. 2012. Tafsir al-Qur’ān Tematik. Jakarta: Kementerian
Agama RI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Khairiyah, Nelty & Zen, Endi Suhendi. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
https://almanhaj.or.id/4248-surat-dakwah-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-kepada-para-
penguasa-dan-raja-kafir.html
https://islam.nu.or.id/post/read/112317/respons-para-raja-ketika-menerima-surat-nabi-
muhammad

Anda mungkin juga menyukai