Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Maqamat Dalam Tasawuf”

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-


banyaknya untuk Bapak Rohmatulloh Salis,M.Pd selaku dosen mata kuliah
Teosofi yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.

Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Malang, 19 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….... i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang …………………………………………………………………... 1

Rumusan Masalah ……………………………………………………………….. 1

Tujuan Pembahasan ……………………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian
…………………………………………………………...……………………… 2

Macam-macam Maqamat ………………………………………………………. 2

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………... 7

Saran ………………………………………………………………...........……... 7

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….... 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Tasawuf merupakan salah satu fenomena dalam Islam yang


memusatkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia, yang
selanjutnya menimbulkan akhlak mulia. Tinjauan analitis terhadap tasawuf
menunjukkan bahwa para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya
memiliki suatu konsepsi tentang jalan (thariqat) menuju Allah. Jalan ini
dimulai dengan latihan-latihan rohaniah (riyadhah), lalu secara bertahap
menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan maqam (tingkatan) dan hal
(keadaan), dan berakhir dengan mengenal (ma’rifat) kepada Allah. Tingkat
pengenalan (ma’rifat) menjadi jargon yang umumnya banyak dikejar oleh para
sufi. Dalam makalah ini, kami akan memaparkan tinjauan teoritis yang
diambil dari berbagai sumber pustaka guna mengetahui lebih dalam apa yang
dimaksud dengan maqamat beserta penjelasannya. Sehingga mahasiswa dapat
memahami dan dapat menjelaskan kembali nilai-nilai luhur dari ajaran
tersebut.

B. Perumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan maqamat?

2. Apa saja macam-macam maqamat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan maqamat.

2. Untuk memahami dan dapat menjelaskan macam-macam maqamat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Maqamat Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang secara bahasa
berarti pangkat atau derajat. Dalam bahasa Inggris, maqamat disebut dengan
istilah stations atau stages. Sementara menurut istilah tasawuf, maqamat adalah
kedudukan seorang hamba di hadapan Allah, yang diperoleh dengan melalui
peribadatan, mujahadat dan lain-lain, latihan spiritual serta (berhubungan) yang
tidak putus-putusnya dengan Allah.

Secara teknis maqamat juga berarti aktivitas dan usaha maksimal seorang sufi
untuk meningkatkan kualitas spiritual dan kedudukannya (maqam) di hadapan
Allah dengan amalan-amalan tertentu sampai adanya petunjuk untuk mengubah
pada konsentrasi terhadap amalan tertentu lainnya, yang diyakini sebagai amalan
yang lebih tinggi nilai spiritualnya di hadapan Allah

B. Macam-macam Maqamat
1. Taubat

Taubat berarti ar-ruju’ min adz-dzanbi, ar-ruju’ an adz-dzanbi, yang berarti


kembali dari berbuat dosa menuju kebaikan atau meninggalkan dosa. Langkah
pertama yang harus dilakukan seseorang adalah taubat dari dosadosanya. Karena
itu, stasiun pertama dalam tasawuf adalah taubat. Pada mulanya seorang calon sufi
harus taubat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya. Kalau ia telah berhasil
dalam hal ini, ia akan taubat dari dosadosa kecilnya, kemudian dari perbuatan
makruh dan selanjutnya dari perbuatan syubhat. Taubat yang dimaksud adalah
taubat an-nasuha, yaitu taubat yang membuat orang menyesal atas dosa-dosanya
yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosa lagi walau sekecil apapun.Taubat
ini terus dilakukan selama hidup, karena manusia tidak lepas dari dosa, baik
dalam anggota tubuh maupun dalam hatinya yang kosong dari mengingat Allah.
Jika hatinya hadir (selalu ingat Allah) maka tidak luput dari menempuh tahapan
(maqam) yang rendah menuju tahap yang tinggi.

2
Taubat diawali dengan mengetahui dua hal, yakni dosa-dosa yang dilakukan
dan kedudukan Allah azza wa jalla. Hati yang mengetahui kedudukan Allah, maka
akan timbul rasa takut dalam dirinya. Rasa takut ini merupakan keinginan untuk
bertaubat.

Orang awam bertauat dari dosa-dosa lahir dan orang saleh bertaubat dari sifat-
sifat batin yang tercela, orang yang bertakwa bertaubat dari posisi-posisi keraguan
dan taubat para pecinta Allah (muhibbin) adalah taubat dari kelalaian zikir.
Sedang orang arif bertaubat untuk berhenti dari suatu maqam, yang di depannya
masih terdapat maqam-maqam lagi. Maqam-maqam dalam hal kedekatan dari
Allah tidak ada batasnya. Maka taubat seorang yang arif tidak ada batasan akhir.

Taubat merupakan awal berangkatnya seorang salik menuju kepada tingkatan


berikutnya. Karena itu, membangun taubat harus dengan kuat, yakni harus
didasari dengan taqwa yang kuat pula. Taqwa yang kuat akan selalu mendasari
setiap tingkatan maqam selanjutnya hingga pada maqam yang lebih tinggi

2. Sabar

Sabar berarti tabah hati. Sabar secara etimologi adalah suatu keadaan jiwa yang
kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Menurut pandangan Dzun Nun al-
Misri, sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak Allah SWT, tetap tenang ketika mendapat cobaan dan menampakkan
sikap cukup, walaupun sebenarnya berada dalam kefakiran. Berdasarkan
pengertian tersebut, maka sabar erat hubungannya dengan pengendalian diri,
pengendalian sikap, pengendalian emosi. Oleh sebab itu sikap sabar tidak bisa
terwujud begitu saja, akan tetapi harus melalui latihan yang sungguh-sungguh.

Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu


dan amarah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr annafs), sedangkan
menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-
badani). Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya,
untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.

3
Orang yang telah berhasil membentuk dirinya menjadi seorang yang sabar
maka orang tersebut akan mendapatkan status yang tinggi dan mulia, sabar juga
sangat penting peranannya dalam rangka mencapai tujuan, dan orang yang sabar
akan mendapatkan kesejahteraan dengan mendapat nikmatnya balasan akhirat.

3. Syukur

Syukur sangat diperlukan karena semua yang ada adalah karunia Allah.
Syukur adalah ungkapan rasa terima kasih atas nikmat dan kesenangan yang telah
diterimanya. Syekh Abdul Kadir Jaelani membagi syukur menjadi 3 macam,
yaitu :

 Syukur dengan lisan, mengakui adanya nikmat dan rasa tenang.


 Syukur dengan badan
 Syukur dengan hati

Dengan demikian, syukur merupakan perpaduan antara perilaku hati, lisan,


dan raga.

4. Takut (al-khauf)

Abu al-Qasim al-Hakim mengatakan, “khauf memiliki dua bentuk : rahbah


yakni orang yang berlindung kepada Allah Swt; dan Khassyah yakni orang yang
ditarik kendali ilmu dan melaksanakan kebenaran.” Al-khauf adalah sikap mental
yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdian/ibadahnya.
Makna takut kepada Allah Swt adalah takut kepada siksaannya, baik didunia
maupun diakhirat. Menurut al-Ghozali Khauf adalah rasa sakit dalam hati karena
khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenangi dimasa sekarang. Adapun
beberapa ulama tasawuf mengemukakan makna khauf sebagai berikut :

 Hasan al-Bashri
Khauf adalah sikap mental merasa takut kepada Allah Swt karena kurang
sempurna pengabdiannya. Misalnya : Seseorang yang takut dan khawatir
kalau Allah tidak senang kepadan ya.
 Bishr al-Hafi

4
Ketakutan akan terjadi bila dimiliki oleh hati para hambanya yang benar-benar
bertakwa.
 Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi
Khauf adalah suatu keadaan yang menggambarkan resahnya hati karena
menunggu sesuatu yang tidak disukai dan diyakini akan terjadi dikemudian
hari.

Apabila khauf kepada Allah Swt berkurang dalam diri seseorang, maka ini
sebagai tanda berkurangnya pengetahuan dirinya kepada Rabb-Nya, sebab orang
yang paling tahu tentang Allah adalah orang yang paling takut kepada-Nya.
Faktor-faktor munculnya rasa Khauf :

1. Pertama, bila seorang hamba mengetahui dan meyakini hal-hal yang tergolong
dalam dosa-dosanya serta kejelekan-kejelekan pada dirinya.
2. Kedua, pembenarannya akan adanya ancaman Allah Swt bahwa Allah Swt
akan menyiapkan siksa atas segala kemaksiatan.
3. Ketiga, mengetahui akan adanya kemungkinan penghalang antara dirinya dan
taubatnya.

5. Al-Raja
Secara bahasa raja artinya mengharapkan. Syaikh Utsaimin berkata “Raja
adalah keinginan seorang insan untuk mendapatkan sesuatu baik dalam jangka
dekat maupun jangka panjang. Maksudnya yaitu mengharap ridha Allah Swt yang
berguna untuk mempertebal iman dan taqwa kepada Allah Swt. Ibnu Qayyim
membagi raja’ menjadi tiga bagian diantaranya :
1. Pertama, seseorang yang senantiasa mengharapkan pahala-Nya dari Allah Swt
dengan amalan dan ketaatan mereka terhadap Allah Swt.
2. Kedua, seseorang yang berbuat dosa lalu bertobat dan ia senantiasa mengharap
ampunan kepada Allah Swt dan kebaikan serta kemurahan-Nya.

Namun apabila ada seseorang yang melakukan perbuatan tercela secara terus-
menerus lalu mengharap rahmat allah tanpa dibarengi amalan, maka raja’ seperti
ini hanyalah sebuah harapan yang dusta. Itulah sebabnya mengapa raja’ menuntut
adanya khauf dalam diri seorang mukmin, yang dengan itu akan melakukan

5
amalan sholeh atau berbuat kebaikan dan tidak mengulangi kesalahan yang pernah
ia buat. Jadi khauf dan raja’ harus senantiasa menyatu dalam diri seorang mukmin
dalam menyeimbangkan hidupnya untuk tetap istiqomah melaksanakan
perintahnya dan menjauhi larangannya. Keduanya diibaratkan seperti burung yang
harus menyeimbangkan sayapnya, agar bisa terbang.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Maqamat dapat diartikan sebagai aktivitas dan usaha maksimal seorang sufi
untuk meningkatkan kualitas spiritual dan kedudukannya (maqam) di hadapan
Allah dengan amalan-amalan tertentu sampai adanya petunjuk untuk mengubah
pada konsentrasi terhadap amalan tertentu lainnya, yang diyakini sebagai amalan
yang lebih tinggi nilai spiritualnya di hadapan Allah. Maqamat merupakan
tingkatan-tingkatan yang menjadi konsentrasi seorang sufi untuk menggapai
Tuhannya melalui jalan: 1) Taubat; 2) Sabar; 3) Syukur; 4) khouf; 5) Raja. Kelima
maqam tersebut dipraktikkan sesuai dengan konsentrasi yang dapat dicapai
seorang salik sebelum menuju maqam yang lebih tinggi.

B. Saran

Untuk memahami ilmu tasawuf, diperlukan sumber referensi yang terpercaya


disertai studi komprehensif tasawuf sehingga ilmu dapat diterima dengan baik dan
mencegah timbulnya kesalahpahaman.

7
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ja’far, Ma, Gerbang Tasawuf (Medan : Perdana Publishing, 2016).


‘Abuddin Nata, 2000 Akhlak Tassawuf (Jakarta: PT Raju Grafindo Persada
Departemen Agama RI, 2005).
http://hakamabbas.blogspot.com/2014/10/khauf-dan-raja-dalam-tasawuf.html

Abudin Nata, Prof. Dr. 2010. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia cet. 12, Jakarta
: PT. Raja Grafindo

Anwar, M.Ag., Prof.Dr.Rosihon., 2010. Akhlaq Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai