Anda di halaman 1dari 7

1.

Pendekatan Pembelajaran
Ketika melakukan review tentang konsep pendekatan pembelajaran, penulis
menemukan banyak pembahasan tentang pendekatan pembelajaran yang tidak
terlepas dari pembahasan tentang metode, strategi, model, teknik, dan gaya
pembelajaran. Bahkan tidak jarang istilah-istilah di atas digunakan secara bergantian.
Sanjaya mengemukakan bahwa pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap pembelajaran. Istilah ini merujuk kepada cara
pandang tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, oleh
karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau
tergantung dari pendekatan tertentu.1 Sejalan dengan itu Sani berpendapat bahwa
pendekatan pembelajaran adalah sekumpulan asumsi yang saling berhubungan dan
terkait dengan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang
guru terhadap proses pembelajaran secara umum berdasarkan teori tertentu yang
kemudian mendasari pemilihan strategi dan metode pembelajaran. 2 Pendapat diatas
menjelaskan bahwa pendekatan dalam pembelajaran merupakan cara pandang tentang
bagaimana terjadinya proses pembelajaran, yang menjadi landasan bagi guru dalam
memilih metode dan strategi penyampaiannya.
Roy Killen mengemukakan dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan
yang berpusat pada siswa (student-teacher centred).3 Demikian halnya Edward
Anthony menjelaskan bahwa pendekatan adalah seperangkat asumsi korelatif yang
berhubungan dengan sifat pengajaran dan pembelajaran. Sebuah pendekatan
aksiomatik yang menggambarkan sifat materi pelajaran yang akan diajarkan. 4
Selanjutnya Corcoran dan Silander mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran
ditandai dengan keteraturan tertentu dalam cara di mana guru dan siswa berinteraksi
satu sama lain dan dengan bahan ajar yang dapat digambarkan, dievaluasi, dan
direplikasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang baik harus
mempertimbangkan partisipasi, ketekunan, dan kesuksesan dalam akademis siswa
pada umumnya.5
Richards dan Rodgers berpendapat bahwa metode dibentuk oleh tiga konsep
utama yakni pendekatan, desain, dan prosedur. Pendekatan mengacu pada keyakinan
dan teori tentang pembelajaran dan pengajaran yang mendasari metode, desain
menentukan bagaimana materi dan proses pembelajaran dilaksanakan dalam sebuah
kegiatan pembelajaran di kelas, dan prosedur menyangkut teknik dan praktek yang
digunakan di dalam kelas sebagai konsekuensi dari desain dan pendekatan tertentu. 6
Dilihat dari perspektif teknologi pendidikan, pembelajaran merupakan sebuah
sistem dengan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk melakukan suatu
sinergi, yakni mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.7 Menurut Miarso,
memandang pembelajaran sebagai sebuah sistem dikenal dengan istilah pendekatan

1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Perdana
Media Group, 2006), h. 127.
2 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 91.
3 Wina Sanjaya, loc.it.
4 Edward M. Anthony, Approach, Method, and Technique, originally published in English Language
Teaching Journal, Vol. 17, hh. 63-67, http://www.sala.org. br/index. php/artigos/615-approach-method-
and-technique. (diakses 31 januari 2014).
5 Tom Corcoran dan Megan Silander, Instruction in High Schools: The Evidence and the Challenge,
(Journal Issue America's High Schools:Volume 19 Number 1 Spring 2009). http://futureofchildren.org,
(diakses 30 Januari 2014).
6 Jack C. Richards, dan Theodore S. Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching: A
description and analysis (Cambridge: Cambridge University Press, 1986), h. 15.
7 Benny A. Pribadi, Model Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Dian, 2009), h. 30.
sistem (system approach). Miarso mencontohkan pendekatan sistem yang paling
sederhana yang dikemukakan oleh Briggs yang disebut “three anchor points” dan
Kaufman yang disebut “system analysis steps”. Pendekatan itu meliputi tiga konsep
dasar yakni: (1) adanya arah serta tujuan yang ingin dicapai; (2) dengan merumuskan
strategi, teknik, media; dan (3) menentukan ukuran/kriteria keberhasilan.8
Selanjutnya Reigeluth dan Merril mengatakan bahwa pembelajaran yang baik
adalah pembelajaran yang didasari teori pembelajaran yang bersifat preskriptif, yaitu
teori yang memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah belajar. Mereka
mengidentifikasi tiga variabel yang harus di masukkan dalam kerangka teori
instruksional yaitu variabel kondisi pembelajaran, metode pembelajaran, dan hasil
pembelajaran.9
Berdasarkan kerangka teori tersebut setiap metode pembelajaran harus
mengandung rumusan pengorganisasian bahan pelajaran, strategi penyampaian, dan
pengelolaan kegiatan, dengan tidak mengesampingkan tujuan belajar, hambatan
belajar, karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektifitas, efisiensi, dan daya tarik
pembelajaran.10 Kerangka teorinya diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Teori Pembelajaran11


Griffin dan Jarvis yang dikutip Banning mengemukakan perubahan pengajaran
menyebabkan kecenderungan pendekatan dalam memfasilitasi belajar juga menjadi
berubah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk memainkan peran yang
berbeda dan menggunakan teknik-teknik baru.12
Sebuah studi yang dilaksanakan di Swedia dan Inggris menemukan bahwa
secara umum, pilihan satu pendekatan pembelajaran tampaknya tergantung pada
konten, konteks, dan tuntutan tugas-tugas tertentu, lebih lanjut dijelaskan bahwa
keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang guru mendesain

8 Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), hh.
528-529.
9 Charles M. Reigeluth, Instructional-Design Theories and Models: An Overview of their Current Status
(New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 1983), h. 18.
10 Yusufhadi Miarso, op. cit., h. 530.
11 Ibid, h. 19.
12 Maggi Banning, Approaches to Teaching:Current Opinion and Related Research, Publish by Elsevier,
Nurse Education Today, Volume 25, Issue 7, p. 502-508,
http://dspace.brunel.ac.uk/bitstream/2438/1534/1/appproaches%20to%20teaching.pdf (diakses 31
januari 2014)
pembelajaran yang tepat, bagaimana menggunakan metode pengajaran yang menarik,
dan bentuk penilaian yang sesuai.13
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran dipandang sebagai titik awal dalam merencanakan sebuah proses
pembelajaran secara umum yang dilandasi teori pembelajaran dengan melibatkan
seperangkat asumsi serta karakteristik kondisi pembelajaran. Ketepatan dalam memilih
pendekatan yang sesuai dapat memberikan arah yang jelas terhadap proses
pengajaran. Disamping itu, guru dapat merancang dan menetapkan aturan atau prinsip
umum sehingga pembelajaran berjalan sesuai yang diinginkan. Pembelajaran pada
dasarnya adalah interaksi antara guru, siswa, lingkungan belajar serta konten
pembelajaran. Oleh karena itu guru sebagai fasilitator seyogyanya memiliki upaya yang
lebih komprehensif dalam rangka menciptakan lingkungan belajar yang sebaik-baiknya
bagi siswa. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat tidak sekedar memberikan
arah yang jelas terhadap proses pengajaran tetapi juga dapat menjamin pembelajaran
menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.
a. Pendekatan Saintifik.
Kata Saintifik dalam bahasa inggris adalah “scientific” dengan kata dasar
“Science” dan berasal dari bahasa Latin "scientia," yang berarti pengetahuan. Menurut
Webster New Collegiate Dictionary, definisi science adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui studi atau praktek, atau pengetahuan meliputi kebenaran umum yang
dilandasi beberapa aturan umum, yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah dan
berkaitan dengan alam.14 Sedangkan menurut kamus ilmiah populer “sains” berarti ilmu
pengetahuan; yang digunakan sebagai kata kolektif untuk menunjukkan berbagai
macam pengetahuan yang sistematik dan obyektif serta dapat diteliti kebenarannya. 15
Elemen dasar dari ilmu pengetahuan adalah bagaimana mengetahui dan
menjelaskan tentang alam ini. Menurut Bybee bahwa pengetahuan ilmiah harus
didasarkan oleh pengamatan dan data eksperimen, artinya bahwa penjelasan tentang
fenomena yang terjadi harus dibuktikan dengan data empiris. Beberapa literatur
menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan dimulai dengan pengamatan, selanjutnya
berdasarkan pengamatan mereka menyatakan hipotesis, biasanya dinyatakan dengan
bentuk proposisi “jika…maka…” artinya hipotesis tersebut memiliki kualitas prediksi
yang bisa dikonfirmasi melalui pengamatan lebih lanjut melalui eksperimentasi. Jika
pengamatan atau percobaan mengkonfirmasi prediksi, hipotesis bertahan dan
investigasi terus berlanjut. Lebih lanjut mereka menjelaskan bahwa tidak ada
kesepakatan umum tentang metode atau cara para ilmuwan melakukannya, namun
sebuah metode ilmiah perpegang pada hukum bahwa pemerolehan pengetahuan ilmiah
harus logis, obyektif, dan imparsial. Mereka juga sepakat bahwa dalam menjelaskan
dan memahami fenomena, menggunakan penalaran, data empiris, menghindari
prasangka, dan menyajikan penjelasan sebagai proses ilmiah.16 Sejalan dengan itu
Cozby mengemukakan bahwa karakteristik mendasar dari metode ilmiah adalah

13 John T. E. Richardson, Students' Approaches to Learning and Teachers' Approaches to Teaching in


Higher Education. http://www.science.smith.edu/~jcardell/
Courses/EGR325/Readings/StudApprLrng.pdf. (diakses 31 januari 2014).
14 Science Made Simple, Inc. http://www.sciencemadesimple.com/science-definition.html. (diakses 7
Februari 2014).
15 Pius A. Partanto, dan M. Dahlan Al-Barry , Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), h. 687.

16 Rodger W. Bybee, Scientific Inquiry and Nature of Science: Implications for Teaching, Learning, and
Teacher Education, ed. Flick Lawrence B. dan Lederman Norman G. (Dordrecht, Netherlands:
Springer, 2006), hh. 2-3.
empirisme-pengetahuan didasarkan pada pengamatan, pengumpulan data untuk
membentuk kesimpulan dasar tentang sifat yang diamati.17
Semiawan mengemukakan bahwa pengetahuan memiliki tiga ciri yang harus
dimiliki untuk bisa disebut ilmu pengetahuan. Pertama, dasar pembenaran, artinya
pemerolehan pengetahuan tersebut menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan
pada perolehan derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus diarahkan pada
dua cara berpikir ilmiah yakni berpikir deduktif dan induktif; kedua, sistematis artinya
susunan pengetahuan didasarkan pada penyelidikan ilmiah yang terencana, teratur,
dan terarah, sistemik menunjuk pada adanya hubungan yang merupakan suatu
kebulatan melalui komparasi dan generalisasi, dan ketiga, sifat intersubyektif ilmu
artinya pengetahuan ilmiah tidak didasarkan atas intuisi dan sifat subyektif seseorang,
namun adanya kesepakatan dan pengakuan akan adanya kebenaran. 18 Dengan kata
lain pendekatan ilmiah adalah proses berpikir dimana kita bergerak secara induktif dari
pengamatan menuju pembentukan hipotesis dan kemudian berbalik secara deduktif
membuat verifikasi atas hipotesis kita tadi pada penerapan logis.
Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmiah, syarat yang harus dipenuhi
pengetahuan agar dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan
metode ilmiah.19 Menurut Abruscato, Pengetahuan merujuk pada sebuah proses
dimana kita memperoleh dan mengumpulkan informasi secara sistematis tentang alam
disekitar kita, ditandai dengan nilai-nilai dan sikap yang dimiliki oleh orang-orang yang
menggunakan proses ilmiah untuk mengumpulkan pengetahuan.20 Pendekatan ilmiah
merupakan gabungan antara penalaran induktif dan penalaran deduktif, Kerlinger
memberi definisi pendekatan ilmiah sebagai “penyelidikan yang sistematik, terkontrol,
empiris, dan kritis tentang fenomena-fenomena alami dengan dipandu oleh teori dan
hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang dikira terdapat antara fenomena itu.”21
Dalam pengajaran tradisional guru melibatkan para siswa dalam serangkaian
tugas yang tidak memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan pemahaman
yang mendalam tentang bagaimana membangun argumentasi ilmiah yang meyakinkan
melalui pengumpulan bukti-bukti. Pemerolehan pengetahuan harus dibangun melalui
pengalaman hidup, khususnya melalui partisipasi dan interaksi dengan orang lain
dalam kegiatan yang berarti. Guru perlu melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran
di mana mereka benar-benar melakukan sendiri dengan pengalaman-pengalaman yang
diciptakan guru.22
Selanjutnya Bowen menyarankan lima kondisi yang perlu dipertimbangkan guru
dalam merancang lingkungan pembelajaran saintifik yang dapat membantu siswa
mengembangkan kompetensinya.
1. Siswa diajak melalui aktifitas menemukan masalah.
2. Pemahaman siswa tentang pengetahuan ilmiah dalam pembelajaran belum jelas
dan ambigu.

17 Paul C. Cozby, Method in Behavioral Research 8th Edition (New York: McGraw-Hill Companies Inc.,
2003), h. 5.
18 Conny R. Semiawan, Catatan Kecil tentang Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
(Jakarta: Kencana, 2007), h. 4.
19 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinat Harapan,
2003), h. 119.
20 Joseph Abruscato, dan Donald A. DeRosa, Teaching Children Science: A Discovery Approaches
Seventh Edition (Boston: Perason Education Inc., 2010), h. 11.
21 Fred. E Kerlinger, Asas-Asas penelitian behavioral, (Yogyakara:UGM Press 1986): h.37.
22 Randy Yerrick dan Wolff-Michael Roth, (Edited), Establishing Scientific Classroom Discourse
Communities Multiple Voices of Teaching and Learning Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc., 2005), hh. 126-127.
3. Mempertimbangkan pengetahuan awal siswa dapat mendorong mereka belajar
lebih baik.
4. Menciptakan lingkungan belajar agar mereka merasa sebagai bagian dari sebuah
komunitas, di mana pengetahuan, keterampilan, dan wacana dapat dikembangkan
melalui interaksi.
5. Menciptakan strategi agar setiap siswa dalam komunitas ini dapat saling mengisi
kekurangan masing-masing dalam meningkatkan kemampuan mereka.23
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik
adalah suatu cara memperoleh pengetahuan ilmiah dengan mengikuti langkah-langkah
metode ilmiah, seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan dalam menemukan
pengetahuan menjadi sebuah pengetahuan ilmiah. Sedangkan pendekatan
pembelajaran saintifik dapat diartikan sebagai cara pandang seorang guru dalam
melakukan proses pembelajaran yang mengacu pada proses pemerolehan
pengetahuan, keterampilan dan sikap berdasarkan metode ilmiah. Dengan kata lain
bahwa siswa diarahkan untuk mengkonstruksi atau menemukan sendiri
pengetahuannya.
Berkaitan dengan proses belajar penemuan, Bruner dalam Schunk Dale
mengemukakan bahwa belajar menemukan mengacu pada penguasaan pengetahuan
untuk diri sendiri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses belajar penemuan
melibatkan perumusan dan pengujian hipotesis-hipotesis, bukan sekedar membaca dan
mendengarkan guru menerangkan. Penemuan adalah sebuah tipe penalaran induktif
karena siswa mengamati dan mempelajari contoh spesifik kemudian merumuskan
aturan-aturan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip umumnya. Belajar menemukan juga
dikenal sebagai pembelajaran berbasis masalah, penelitian, eksperiensial, dan
konstruktivis.24
Selanjutnya menurut Carin dan Sund, penyelidikan ilmiah didefinisikan sebagai
cara mencari kebenaran dan pengetahuan. Agar pengetahuan tersebut ilmiah dilakukan
dengan mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, dan melakukan penyelidikan
yang berhubungan dengan permasalahan. Kata kunci dalam melakukan proses
penyelidikan menurut mereka adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
signifikan, membentuk perilaku yang diarahkan pada sikap ilmiah dengan
menggunakan metode-metode tertentu yang sering disebut scientific processes.25
Dengan melakukan pembelajaran yang mengacu pada proses ilmiah juga menjadikan
pembelajaran lebih aktif, mandiri, serta membiasakan siswa untuk berpikir logis. 26

23 Ibid.
24 Dale, H. Schunk, Learning Theories: An Educational Perspective 6th Edition (Boston: Allyn & Bacon,
2012), h. 266.
25 Arthur A. Carin dan Robert B. Sund, Teaching Science Through Discovery 6th Edition (Ohio: Merrill
Publishing Company, 1989), h. 11.
26 Bruce Joyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun, Models of Teaching 8th Edition terjemahan: Fawaid, A.,
Mirza A. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hh. 213-214.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah penting pendekatan saintifik dalam pembelajaran dapat dikemukakan pada
Tabel 2. 1.

Tabel 2. 1: Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik.

Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik

Kegiatan Awal

1. Mengajukan Permasalahan (Identify problem)

Guru Siswa

 Mendiskusikan tujuan dan  Mendengarkan penjelasan, dan


prosedur-prosedur penyelidikan mencatat prosedur
yang akan dilakukan. penyelidikan.
 Mendiskusikan beberapa  Mendengarkan, mencatat dan
fenomena-fenomena alam atau mengajukan permasalahan
sosial sebagai sumber yang disajikan.
permasalahan.

Kegiatan Inti

2. Melakukan pengamatan (Observing)


Guru Siswa
 Membimbing siswa dalam  Mengumpulkan informasi
melaksanakan oservasi. tentang permasalahan
berdasarkan pengamatan.
 Membantu siswa yang
mengalami kesulitan dalam  Membuat deskripsi terbatas
menghubungkan antara fakta antara fakta & konstruk. Pada
dan konstruk. tahap ini siswa menggunakan
pola pemikiran induktif untuk
 Membantu siswa membuat
membuat deskripsi.
hipotesis dan hubungan sebab
 Membuat hipotesis tentang
akibat berdasarkan obervasi.
hubungan sebab akibat
permasalahan yang ada.

3. Melakukan Penyelidikan (Eksperiments)


Guru Siswa
 Membimbing siswa dalam  Menentukan tujuan
melaksanakan penyelidikan. penyelidikan.
 Membantu siswa menentukan  Melakukan penyelidikan
tujuan penyelidikan. dan/atau percobaan terhadap
variabel-variabel yang relevan.
 Membantu siswa menentukan
data dan informasi yang tepat  Mengumpulkan data dan
dalam pelaksanaan informasi berdasarkan
eksperimen. fenomena yang terjadi.

4. Menganalisis Data (Analyze & interpretate)


Guru Siswa
 Membimbing siswa dalam  Menganalisis data hasil
menganalisis data, . investigas.
 Membantu siswa melakukan  Memverifikasi kembali fakta
interpretasi berdasarkan hasil dan konstruk.
analisis data.
 Menyimpulkan temuan
 Membantu siswa membuat sementara.
kesimpulan sementara
 Mereview strategi penyelidikan
 Membimbing pembuatan
 Membuat laporan.
laporan
Kegiatan Penutup

5. Menyimpulkan (Conclution)
Guru Siswa
 Membantu siswa dalam  Mempublikasikan temuan
membuat kesimpulan akhir dan penyelidikan.
memfasilitasi publikasi temuan
 Menghasilkan Pengetahuan
penyelidikan.
Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai