Anda di halaman 1dari 23

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II

PENGERTIAN GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM

2. 1 Pengertian Badan Hukum

2.1.1 Badan Hukum di Indonesia

Pengertian badan hukum sangat beraneka ragam. Dalam menjelaskan apa

yang dimaksud dengan badan hukum mula-mula harus dipandang dari sudut

pandang hukum perdata. Beberapa sarjana memberikan pengertian dan klasifikasi

dari badan hukum1. Menurut Sri Soedewi badan hukum dapat dibedakan menjadi :

1. Badan hukum ketatanegaraan, berupa daerah-daerah otonom :

provinsi, kabupaten dan lembaga-lembaga, majelis, bank-bank.

2. Badan hukum keperdataan, yang terbagi menjadi :

a. Perkumpulan (zadelijk lichaam), yaitu perhimpunan menurut

ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata.

b. Yayasan

c. Badan Hukum yang diatur dalam hukum dagang, yaitu Perseroan

Terbatas, Koperasi, dan lain-lain.

Sedangkan menurut E. Utrecht badan hukum dapat diklasifikasikan sebagai2 :

1. Perhimpunan (vereniging) yang dibentuk dengan sengaja dan dengan

sukarela oleh orang yang bermaksud untuk memperkuat kedudukan

ekonomis mereka, memelihara kebudayaan, mengurus soal-soal

sosial, dan lain-lain.

1
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, h. 73
2
Ibid. , h. 75

10

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11

2. Persekutuan orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk

karena faktor-faktor kemasyarakatan dan politik dalam sejarah.

3. Organisasi orang yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi

bukan perhimpunan.

4. Yayasan.

Menurut Chidir Ali, dalam menjelaskan badan hukum dapat dilakukan

menurut ketentuan dasar hukum, golongan hukum dan sifat badan hukum.

Badan hukum menurut landasan atau dasar hukumnya dikenal dua

macam, yaitu3 :

1. Badan hukum orisinil (murni), yaitu negara.

2. Badan hukum tidak orisinil (tidak murni), yaitu badan hukum yang

berwujud perkumpulan berdasarkan ketentuan Pasal 1653 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Badan hukum tidak

orisinil ini dapat dibagi menjadi4 :

a. Badan hukum yang didirikan oleh kekuasaan umum;

b. Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum;

c. Badan hukum yang diperkenankan karena diizinkan;

d. Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud atau tujuan

tertentu.

Badan hukum menurut penggolongan hukum, dapat dibedakan menjadi :

3
http://www.jurnalhukum.com/, Wibowo Tunardy, Penggolongan Badan Hukum,
dikunjungi pada tanggal 18 Desember 2014.
4
Chidir Ali , Op. Cit, h. 55

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12

1. Badan hukum publik yaitu, badan hukum yang mempunyai teritorial

atau wilayah serta dimungkinkan juga suatu badan hukum yang

hanya menyelenggarakan kepentingan beberapa orang dan atau

badan hukum yang tidak mempunyai wilayah teritorial namun

dibentuk hanya untuk tujuan tertentu.

2. Badan hukum perdata yaitu, badan hukum yang terjadi atau didirikan

atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan.

Badan hukum menurut sifatnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu5 :

1. Korporasi (corporatie), yaitu suatu gabungan orang yang dalam

pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subyek

hukum tersendiri.

2. Yayasan (stichting), yaitu kepemilikan harta kekayaan yang tidak

merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan diberi tujuan

tertentu.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa badan hukum merupakan

pengertian dari Korporasi dalam arti sempit6, tapi menurut penjelasan diatas jelas

bahwa badan hukum tidak bisa serta merta dikatakan sebagai korporasi, karena

badan hukum belum tentu adalah korporasi.

Badan hukum adalah subyek hukum yang diakui oleh hukum perdata di

Indonesia karena dalam konsep hukum perdata badan hukum memiliki

kewenangan melakukan suatu perbuatan hukum apabila eksistensinya diakui oleh

5
Chidir Ali , Op. Cit., 63-64
6
Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, PT. Grafiti Pers,
Jakarta, 2007, h. 43

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13

hukum. Sehingga timbul dan berakhirnya badan hukum dinilai bergantung kepada

hukum yang mengatur badan hukum itu sendiri.

Badan hukum merupakan bagian dari badan usaha. Karakteristik untuk

beberapa badan usaha yang merupakan badan hukum yaitu terdapat pemisahan

kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya

bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya. Badan usaha yang berbentuk

badan hukum terdiri dari, Perseroan Terbatas (PT); Yayasan; dan Koperasi7.

2.1.2 Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum Pidana

Bila dalam pembahasan sebelumnya diuraikan mengenai pengertian dan

karakteristik dalam secara umum maka dalam sub bab ini akan diuraikan lebih

lanjut bagaimana badan hukum tersebut dapat masuk menjadi subyek hukum

pidana. Konsep hukum pidana di Indonesia memberikan pengertian badan hukum

dari arti yang luas8. Maksudnya adalah bahwa badan hukum tidak diakui sebagai

subyek hukum dalam tindak pidana biasa namun diakui sebagai subyek hukum

pidana hanya diatur dalam tindak pidana khusus seperti, tindak pidana narkotika,

tindak pidana pencucian uang, tindak pidana ekonomi dan lain sebagainya.

Menurut konsep dasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(selanjutnya disingkat KUHP), suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh

manusia alamiah (natuurlijke persoon). Konsep ini sejalan dengan asas para

penyusun KUHP di negeri Belanda (wetboek van strfrecht) dimana secara

7
http://www.hukumonline.com/ Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya Bimo
Prasetyo, Pamela Permatasari,dkk, dikunjungi pada 18 Desember 2014.
8
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., h. 13

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14

konkordasi diterapkan keberlakuannya dalam KUHP Indonesia pada tahun 1981,

yaitu asas Societas atau universitas delinquere non potest yang artinya badan

hukum tidak dapat melakuan tindak pidana9. Namun seiring berjalannya waktu

kemudian muncul kekosongan hukum, sebab di dalam berbagai tindak pidana

khusus timbul perkembangan yang pada dasarnya menganggap bahwa tindak

pidana juga dapat dilakukan oleh badan hukum.

Dalam pasal 59 KUHP mengatur “Dalam hal-hal yang, karena tindak

pidana, pelanggaran hukum ditentukan terhadap para pengurus atau para

komisaris, tidak dijatuhkan hukuman atas pengurus atau komisaris jika ternyata

bahwa ia tidak ada peranan dalam melakukan pelanggaran itu”. Menurut Wiryono

Prodjodikoro, perumusan pasal tersebut dibuat pada waktu masih adanya kesatuan

pendapat mengenai suatu badan hukum tidak dapat dikenai hukuman sehingga

pada Pasal 59 dimana ada pelanggaran oleh suatu badan hukum, para pengurus

atau komisaris badan hukum tersebut harus membuktikan bahwa mereka tidak ada

peranan dalam pelanggaran itu, bila tidak bisa membuktikan maka para pengurus

atau komisaris itulah yang dapat dimintai pertanggungjawaban, jadi bukan badan

hukumnya secara keseluruhan10.

Sehingga disini Pasal 59 KUHP bukan membahas tentang badan hukum

sebagai subyek hukum tersendiri melainkan membahas tentang para pengurus

atau komisaris badan hukum sebagai subyek hukum menggantikan badan hukum.

9
Muladi, Demokratisasi, Hak Asasi manusia dan Reformasi Hukum Di Indonesia, The
Habibie Center, Jakarta, 2002, h. 157.
10
Prodjodikoro,Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT.Refika Aditama,
Bandung, 2003, h. 135.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15

Sehingga jelas subyek hukum pidana adalah orang-perorangan dalam bentuk

jasmani manusia (natuurlijk persoon) menurut KUHP.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 1 Maret

1969, Nomor 136/Kr/1966 dalam perkara PT. Kosmo dan PT Sinar Sahara,

menyatakan, “Suatu badan hukum tidak dapat disita”. Menurut Setiyono

pandangan Mahkamah Agung RI tersebut benar, karena penyitaan hanya dapat

dilakukan atas barang atau benda, sedangkan PT. Kosmo dan PT. Sinar Sahara

bukan barang atau benda namun merupakan subyek hukum 11 . Dengan putusan

Mahkamah Agung RI tersebut berarti ada pengakuan yuridis bahwa badan hukum

merupakan subyek hukum pidana.

Untuk selanjutnya didalam perkembangan peraturan perundang-

undangan pidana khusus, didalamnya ada beberapa undang-undang yang

menempatkan badan hukum sebagai subyek hukum pidana, seperti :

No. Nama Undang-undang Pasal


1. Undang-Undang Nomor 41 pasal 78 ayat ( 14) ditegaskan
Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa “Tindak Pidana
(Lembaran Negara Republik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Indonesia Tahun 1999 Nomor 50 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
167 Tambahan Lembaran apabila dilakukan oleh dan atau
Negara Republik Indonesia atas nama badan hukum atau
Nomor 3888) badan usaha, tuntutan dan sanksi
pidananya dijatuhkan terhadap
pengurusnya, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama, dikenakan
pidana sesuai dengan ancaman
pidana masing-masing ditambah
dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana

11
Setiyono, Kejahatan Korporasi: Analisis Viktimologi dan pertanggungjawaban
korporasi dalam hukum pidana Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, h.11.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16

yang dijatuhkan”
2. Undang-Undang Nomor 15 Pasal 17 ayat (1), “ Dalam hal
Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme dilakukan
Pemberantasan Tindak Pidana oleh atau atas nama suatu
Terorisme (Lembaran Negara korporasi, maka tuntutan dan
Republik Indonesia Tahun 2003 penjatuhan pidana dilakukan
Nomor 45) terhadap korporasi dan/ atau
pengurusnya”
3. Undang-Undang Nomor 28 Pasal 1 angka 3 menyebutkan
Tahun 2007 tentang perubahan “Badan adalah sekumpulan orang
ketiga atas Undang- Undang dan/atau modal yang merupakan
Nomor 6 Tahun 1983 tentang kesatuan baik yang melakukan
Ketentuan Umum dan Tata Cara usaha maupun yang tidak
Perpajakan (Lembaran Negara melakukan usaha yang meliputi
Republik Indonesia Tahun 2007 perseroan terbatas, perseroan
Nomor 85) komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga
dan bentuk badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap”
4. Undang-Undang Nomor 20 Pasal 1 ke-1, “ Korporasi adalah
Tahun 2001 perubahan atas kumpulan orang dan atau kekayaan
undang-undang nomor 31 tahun yang terorganisasi baik merupakan
1999 tentang Pemberantasan badan hukum maupun bukan
Tindak Pidana Korupsi badan hukum”
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor
134 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4150)
5. Undang-Undang Nomor 8 Pasal 1 ke-10, “ Korporasi adalah
Tahun 2010 tentang Pencegahan kumpulan orang dan/ atau kekayaan
dan Pemberantasan Tindak yang terorganisasi, baik merupakan
Pidana Pencucian Uang badan hukum maupun bukan

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17

(Lembaran Negara Republik badan hukum”


Indonesia Tahun 2010 Nomor
122) Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5164)
6. Undang-Undang Nomor 35 Pasal 1 angka 21, “Korporasi
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah kumpulan terorganisasi dari
(Lembaran Negara Republik orang dan/ atau kekayaan baik
Indonesia Tahun 2009 Nomor merupakan badan hukum maupun
143) bukan badan hukum”
7. Undang-undang Nomor. Pasal 15, jika suatu tindak pidana
7/Drt/1995 tentang Pengusutan, ekonomi dilakukan oleh atau atas
Penuntutan dan Peradilan nama badan hukum, perseroan,
Tindak Pidana Ekonomi suatu perikata orang yang lainnya
(Lembaran Negara Nomor 27 atau suatu yayasan, maka tuntutan
dan Tambahan Lembaran pidana dilakukan… “
Negara Nomor 801 Tahun 1955
yang telah dicetak ulang)

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18

2. 2 Gereja sebagai Badan Hukum

2.2.1 Latar Belakang Gereja sebagai Badan Hukum

Gereja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan spiritual dalam suatu

masyarakat yang menganut keyakinan Kristiani. Dilihat dari sudut pandang

teologis menurut Injil Yohanes, Gereja adalah persekutuan orang-orang yang

dipanggil keluar dari, dan sekaligus juga diutus ke dalam dunia (Yohanes 20:21).

Sehingga yang dipandang sebagai Gereja adalah “persekutuan umat-Nya” bukan

gedung bangunannya. Hal ini membuat esensi Gereja sejatinya dipandang sebagai

suatu hal yang imanen atau tidak dapat dilihat secara harafiah.

Konsep Gereja sebagai badan hukum adalah konsep dari sudut pandang

institusional dalam Gereja12. Pandangan institusional ini mendefinisikan Gereja

menurut struktur-strukturnya yang kelihatan, khususnya hak-hak dan wewenang

dari para pejabat Gereja serta para jemaatnya atau anggota Gereja.

Gereja dipandang sebagai suatu perkumpulan yang berdiri dengan status

badan hukum. Status tersebut berdasarkan Keputusan Raja tanggal 29 Juni 1925

No. 80 (Staatsblad 1927 No. 156, 157, dan 532) tentang Regeling van de

Rechpositie der Kerkgenootschappen (Peraturan Kedudukan Hukum Perkumpulan

Gereja), sehingga Gereja atau Perkumpulan Gereja, termasuk bagian-bagian yang

berdiri sendiri, dan dianggap sebagai badan hukum. Dari sini terlihat bahwa

Lembaga Gereja adalah suatu badan hukum berbentuk perkumpulan. Dan

12
Dulles.Avery, Model-Model Gereja, Nusa Indah, Yogyakarta, 1990, (diterjemahkan
oleh : Frater Seminari Tinggi St. Paulus), h.33

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19

perkumpulan merupakan salah satu jenis dari Organisasi Kemasyarakatan

berbentuk badan hukum.

Menurut Undang-undang nomor 8 tahun 1985 sebagaimana diubah

dengan undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi

Kemasyarakatan selanjutnya disingkat Undang-undang Ormas menyebutkan

bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah

organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela

berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan

tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba (tidak mencari laba atau

untung), dan demokratis. Sifat ormas tersebut lahir dari tujuan, dan fungsi

dibentuknya ormas dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang Ormas yaitu, bertujuan :

a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;


b. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
c. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa;
d. melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya
yang hidup dalam masyarakat;
e. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
f. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi
dalam kehidupan bermasyarakat;
g. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa; dan
h. mewujudkan tujuan negara.

Dan berfungsi :

a. penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan


organisasi;
b. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan
organisasi;
c. penyalur aspirasi masyarakat;

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20

d. pemberdayaan masyarakat;
e. pemenuhan pelayanan sosial;
f. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ormas didirikan dapat berbentuk badan hukum dan tidak badan hukum.

Ormas yang berbentuk badan hukum dapat berbasis anggota dan tidak berbasis

anggota. Perkumpulan adalah ormas yang berbadan hukum yang berbasis anggota,

sedangkan ormas berbadan hukum yang tidak berbasis anggota dibentuk sebagai

yayasan.

Ruang lingkup badan hukum yaitu yang menurut sifatnya berbentuk

Yayasan (stichting) diatur melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang

diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 112, yang kemudian

diubah dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 yang diumumkan dalam

Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 115 tentang Yayasan (selanjutnya disingkat

dengan Undang-Undang Yayasan). Pada pasal 1 ayat (1) Undang-undang Yayasan

menyebutkan :

“ Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan


yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota.”

Karakteristik yayasan adalah sebagai badan hukum yang dibentuk

dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba (tidak untuk

mencari laba) namun untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan 13. Unsur-

unsur yayasan menurut Utrecht adalah14 :

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21

1. Adanya suatu harta kekayaan (vermogen);

Harta kekayaan yayasan adalah modal bagi suatu yayasan dalam

mengatur biaya operasionalnya. Modal ini biasanya berasal dari

usaha sendiri dan atau berasal dari sumbangan pihak lain, sehingga

yayasan biasanya tidak mempunyai sumber penghasilan yang tetap

dan pasti.

2. harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang memilikinya;

Pemisahaan harta kekayaan yayasan dengan harta kekayaan para

pendiri yayasan ini menunjukan adanya kemandirian dalam

menyelenggarakan usaha dan tujuan yayasan dibentuk. Sebagaimana

dikemukakan oleh Rochmat Soemitro bahwa harta kekayaan

Yayasan dipisahkan dengan harta kekayaan para pendirinya 15 ,

sehingga disini harta kekayaan yayasan tidak boleh dikuasai

pengurus bahkan pendiri yayasan.

3. harta kekayaan diberi suatu tujuan tertentu;

Tujuan dari dibentuknya yayasan sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 1 ayat (1) UU Yayasan yaitu untuk tujuan tertentu di bidang

sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

4. dan dalam melaksanakan tujuan dari harta kekayaan tersebut

diadakan suatu pengurus.

13
Susanto, et. all. Reformasi Yayasan: Prespektif Hukum dan Manajemen, Andi,
Yogyakarta, 2002, h. 3
14
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ictiar, Jakarta, 1961, h. 278
15
Rochmad Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco,
Bandung, 1993, h. 10.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22

Secara yuridis yayasan tidak mempunyai anggota dan hanya

mempunyai pengurus untuk mengelola yayasan untuk mewujudkan

tujuan yayasan. Pengurus ini dapat juga disebut sebagai

penyelenggara yayasan.

Berdasarkan uraian tersebut meskipun dijelaskan tujuan yayasan salah

satunya adalah untuk tujuan keagamaan, namun menurut Victorianus M.H. Randa

Puang, tujuan keagamaan dari yayasan bukan merupakan tujuan didirikan Gereja

karena Gereja adalah badan hukum secara otomatis sebagaimana dimaksudkan

dalam Staatblad 1927 No. 156, 157, dan 532 yang menempatkan Gereja sebagai

badan hukum16. Badan hukum secara otomatis maksudnya adalah badan hukum

yang dibentuk karena adanya peraturan perundang-undangan yang

menyatakannya secara langsung sebagai badan hukum.

Apabila kita sering menjumpai Gereja yang memiliki yayasan seperti

yayasan panti asuhan, yayasan musik Gereja atau yayasan pendidikan, hal tersebut

bukan merupakan Gereja namun hanya merupakan bentuk usaha tersendiri atas

nama Gereja dan segala urusan yayasan terpisah dari segala urusan pendirian serta

pembangunan Gereja, sebab urusan yayasan atas nama Gereja tersebut harus

berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Yayasan dengan anggaran dasar

tersendiri sehingga tidak terkait dalam Anggaran Dasar- Anggaran Rumah Tangga

Gereja (selanjutnya disingkat AD-ART Gereja).

16
Puang,Victorianus M.H. Randa, Tinjauan Yuridis Gereja Sebagai Badan Hukum
Mempunyai Hak Milik atas Tanah, Jakarta: Softmedia, 2012, h. 201.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23

2.2.2 Unsur-Unsur Gereja sebagai Badan Hukum

Dalam penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa Gereja secara yuridis

merupakan sebuah perkumpulan berbentuk badan hukum. Dan berdasarkan

Undang-undang Ormas, perkumpulan berbadan hukum tersebut termasuk dalam

Organisasi Kemasyarakatan. Sebelum menjelaskan apa yang membuat Gereja bisa

dikatakan sebagai perkumpulan yang berbadan hukum, maka perlu untuk

mengkaji unsur-unsur dari suatu perkumpulan.

Selain dalam suatu Perkumpulan harus memiliki Anggota sebab

merupakan badan hukum yang berbasis anggota, pada pasal 12 ayat (1) Undang-

undang Ormas menyebutkan bahwa Perkumpulan yang berbadan hukum harus

memenuhi persyaratan:

a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD/ART;

b. program kerja;

c. sumber pendanaan;

d. surat keterangan domisili;

e. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan (NPWP); dan

f. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau

dalam perkara di pengadilan.

Jadi dalam hal ini Gereja bisa dikatakan sebagai Lembaga Gereja

berbentuk Perkumpulan yang berbadan hukum apabila memenuhi persyaratan

sesuai dengan pasal 12 ayat (1) Undang-undang Ormas tersebut, yaitu memiliki

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24

anggota dan pengurus, anggaran dasar dan rumah tangga (AD-ART) yang termuat

dalam akta pendirian dihadapan notaris, program kerja, sumber pendanaan, surat

keterangan domisili, NPWP dan surat pernyataan sebagai perkumpulan yang sehat.

Selain itu, menurut buku Tinjauan Yuridis Gereja Sebagai Badan Hukum

Mempunyai Hak Milik atas Tanah, implikasi Gereja dapat sebagai badan hukum

adalah Gereja menjadi subjek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban,

dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan orang (naturlijk person)

sehingga Gereja dapat memiliki harta kekayaan baik itu asset bergerak dan aset

tidak bergerak (dalam hal ini tanah dan bangunan) sesuai dengan ketentuan Pasal

36 ayat (1) dan Pasal 42 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria ( selanjutnya disingkat dengan UUPA) sepanjang

asset Gereja tersebut digunakan untuk keperluan yang kegiatan

pokoknya/kegiatan utama dalam bidang keagamaan sesuai dengan ketentuan

didalam AD-ART Gereja.

2.2.3 Pendirian Gereja Sebagai Badan Hukum

Pendirian badan hukum perkumpulan disahkan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia

atau disebut dengan Menteri Hukum dan HAM yang dilakukan setelah meminta

pertimbangan dari instansi terkait. Instansi terkait bisa meliputi departemen-

departemen yang dibentuk oleh pemerintah yang terkait dengan tujuan

perkumpulan tersebut didirikan.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25

Ketika melihat contoh AD-ART Gereja, dapat diketahui bahwa dasar

hukum mengingat dalam AD-ART tersebut adalah :

- Staatsblad tahun 1927 Nomor 155,156,157 dan 531 tentang Regeling

van de Rechtpositie der Kerk/ Kerkgenootschappen;

- Undang-Undang Ormas;

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 165 Tahun 2000

tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Departemen yang telah diubah dengan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 172 Tahun 2000;

- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 tahun 2000

tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen;

- Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2001

tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Agama.

Dengan tembusan surat keputusan Pendaftaran dari Direktur Jenderal Bimbingan

Masyarakat Kristen Departemen Agama Republik Indonesia ditujukan kepada :

- Menteri Agama Republik Indonesia;

- Menteri Hukum Dan HAM Republik Indonesia.

- Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

Maka dapat disimpulkan bahwa pendaftaran Gereja sebagai perkumpulan

dalam bentuk Lembaga Gereja disahkan oleh menteri Agama Republik Indonesia

karena urusan perkumpulan berkaitan dengan urusan keagamaan dalam hal ini

perkumpulan berbasis lembaga keagamaan, Menteri Hukum dan HAM Republik

Indonesia karena terkait urusan pengesahan AD-ART Gereja di hadapan Notaris

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26

dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia karena terkait dengan status asset

kepemilikan Gereja dalam hal ini adalah asset tidak bergerak berupa hak milik

tanah. Pengesahan tersebut dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi

terkait. Dalam hal ini Instansi terkait tersebut adalah Departemen Agama

Republik Indonesia bagian Bimbingan Masyarakat Kristen.

2.2.4 Struktur Badan Hukum Gereja

Berdasarkan Akta Pendirian Gereja Kristen Indonesia dapat dilihat

bahwa wujud Gereja dapat digambarkan sebagai berikut :

JEMAAT KLASIS

GEREJA

SINODE
SINODE
WILAYAH

Berikut adalah penjelasan dari Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan sinode secara

kelembagaan Gereja17 :

a. Jemaat adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keselurhan

17
Gereja Kristen Indonesia,2003, Tata Dasar Gereja Kristen Indonesia Nomor : 8.
Jakarta.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27

anggota Gereja di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Jemaat

ada pada Gereja dalam suatu wilayah atau suatu kota, misalkan dalam

Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Surabaya ada jemaat GKI Ngagel yang

terletak di wilayah atau daerah Ngagel. Lingkup tersebut dapat menjadi

nama kedudukan suatu Gereja dalam wujud jemaat.

b. Klasis adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan

Jemaat Gereja di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Klasis

adalah berdasarkan kesatuan wilayah-wilayah Gereja antar kota, misalkan

dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) ada GKI klasis Madiun yang terdiri

dari GKI Madiun, GKI Sidoarjo, GKI Mojokerto, GKI Manyar, GKI

Mojoagung, GKI Batu dan GKI Kebonagung.

c. Sinode Wilayah adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan

melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan

dari keseluruhan klasis di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud

Sinode wilayah adalah berdasarkan wilayah provinsi dalam gabungan

Klasis, misalkan dalam Gereja Kristen Indonesia (GKI) ada GKI Sinode

Wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Klasis Madiun, Klasis Banyuwangi,

Klasis Bojonegoro.

d. Sinode adalah wujud kesatuan Gereja yang hadir dan melaksanakan

misinya di wilayah tertentu dan merupakan persekutuan dari keseluruhan

Sinode Wilayah di wilayah tersebut. Lingkup Gereja dalam wujud Sinode

misalkan Gereja Kristen Indonesia.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28

Hubungan antara Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah dan sinode bukanlah hubungan

hirarki namun adalah hubungan fungsional yang dialasi dengan kasih, jadi saling

membangun dan melengkapi satu sama lain serta bersama-sama merupakan

perwujudan satu Gereja yang lengkap dan utuh, oleh karena itu Gereja tidak

dimungkinkan memisahkan diri dari Jemaat, Kasis, Sinode Wilayah dan Sinode.

Kepemimpinan Gereja dapat digambarkan sebagai berikut :

GEREJA

Jabatan Kepemimpinan
Gerejawi Fungsional

MAJELIS
PENDETA PENATUA
JEMAAT

JEMAAT KLASIS SINODE SINODE


WILAYAH

Jabatan Gerejawi adalah kepemimpinan dalam Gereja yang berfokus

pada hal-hal peribadatan Gerejawi. Pendeta dan Penatua sebagai pemegang

jabatan Gerejawi berfungsi memimpin Gereja yang diwujudkan dalam kerangka

pembangunan Gereja. Sehingga jabatan Gerejawi ini bersifat kearah internal

Gereja.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29

Kepemimpinan fungsional adalah kepemimpinan dalam Gereja yang

berfokus pada hal-hal kelembagaan Gereja dalam hubungannya dengan pihak

dalam maupun luar dari Gereja. Majelis Jemaat Gereja dibentuk dalam bentuk

jemaat yang anggota-anggotanya terdiri dari semua pejabat Gerejawi dalam

jemaat yang bersangkutan. Majelis Jemaat Gereja terdiri atas18 :

a. Majelis Jemaat majelis yang beranggotakan pejabat Gerejawi dari

jemaat yang bersangkutan, memiliki Badan Pekerja Majelis

Jemaat sebagai pimpinan harian, yang diangkat oleh dan

bertanggungjawab kepada majelis jemaat.

b. Majelis Klasis yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan

Majelis Jemaat dalam klasis yang bersangkutan, memiliki Badan

Pekerja Majelis Klasis yang diangkat oleh dan bertanggungjawab

kepada Majelis Klasis.

c. Majelis Sinode Wilayah yang anggota-anggotanya terdiri dari

keseluruhan Majelis Jemaat dalam Sinode Wilayah yang

bersangkutan, memiliki Badan Pekerja Sinode Wilayah yang

diangkat oleh dan bertanggungjawab kepada Majelis Klasis.

d. Majelis Sinode yang anggota-anggotanya terdiri dari keseluruhan

Majelis Jemaat dalam Sinode yang bersangkutan, memiliki Badan

Pekerja Majelis Sinode yang diangkat oleh dan bertanggungjawab

kepada Majelis Sinode.

18
Ibid.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Struktur Badan

Hukum Gereja adalah berupa perkumpulan yang terdiri dari anggota dan

kepengurusan. Dalam Gereja, anggota nya meliputi seluruh masyarakat beragama

Kristen, namun secara kelembagaan Gereja membagi anggotanya menjadi :

1. Anggota tidak tetap adalah jemaat tamu, hanya mengunjungi kegiatan

Gereja namun tidak mengikuti setiap urusan dan kegiatan-kegiatan Gereja

secara tetap dan rutin.

2. Anggota tetap adalah jemaat Gereja, yang terdaftar dan mengikuti setiap

urusan dan kegiatan-kegiatan Gereja secara tetap dan rutin. Anggota

Gereja ini dalam beberapa Gereja dapat dibedakan menjadi :

a. Anggota Baptisan (anggota yang terdaftar karena inisiatif dalam diri

nya sendiri mendaftar).

b. Anggota Sidi (anggota yang terdaftar karena didaftarkan keluarga

sejak lahir)

Pendaftaran untuk menjadi Anggota sebuah Gereja secara umum disahkan

melalui sakramen yang dinamakan Baptisan Kudus yang dilakukan di Gereja

tersebut sehingga, anggota tersebut terikat untuk terlibat segala urusan kerohanian

dan keagamaan serta melaksanakan misi dalam Gerejanya.

2.2.5 Tugas dan Wewenang Pengurus Gereja

Pengurus Gereja dalam bagian jabatan Gerejawi yang dilaksanakan oleh

Pendeta dan Penatua, memiliki tugas untuk melaksanakan kepemimpinan internal

didalam Gereja berkaitan dengan urusan-urusan keagamaan mulai dari ibadah,

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31

sakramen dan sebagainya. Wewenang Pendeta di dalam Gereja di dalam AD-ART

Gereja tidak dijelaskan secara spesifik dan jelas, oleh karena itu dapat

disimpulakn bahwa wewenang Pendeta hanya terbatas pada pembangunan Gereja.

Pendeta tidak memiliki kewenangan untuk mengurus harta Gereja, dan hal-hal

lain yang diluar kepentingan Gerejawi.

Pengurus Gereja dalam bagian jabatan fungsional sebagai Majelis Jemaat

yang mana terdiri dari semua pejabat Gerejawi dalam jemaat yang bersangkutan

(dalam hal ini adalah pendeta dan penatua) memiliki tugas dan wewnang sebagai

berikut19 :

- Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode Wilayah dan Majelis

Sinode bertugas memimpin jemaat baik dalam jemaat-jemaat klasis,

sinode wilayah dan jemaat-jemaat sinode agar mereka melaksanakan

pembangunan Gereja pada lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah dan

sinode untuk mencapai tujuan Gereja pada lingkup masing-masing.

Majelis Jemaat juga berwenang memimpin Persidangan Gerejawi yaitu

persidangan majelis jemaat yang dihadiri oleh anggota Majelis Jemaat dari

jemaat yang bersangkutan.

- Badan Pekerja Majelis bertugas sebagai pimpinan harian majelis dalam

lingkup masing-masing yaitu lingkup jemaat, klasis, sinode wilayah

maupun sinode. Badan Pekerja Majelis mendapat wewenang dari majelis

jemaat untuk melaksanakan tugasnya.

19
Ibid.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32

Persidangan Majelis Jemaat dilakukan oleh Majelis Jemaat atas dasar

pembahasan program kerja tahunan Gereja maupun permasalahan-permasalahan

dalam Gereja baik secara internal maupun eksternal yang berkaitan dengan

pembangunan Gereja. Dalam persidangan ini, majelis jemaat mengeluarkan

keputusan yang disebut dengan Keputusan Majelis Jemaat.

Apabila Keputusan Majelis Jemaat dianggap salah maka keputusan ini

dapat dilakukan upaya peninjauan ulang oleh majelis yang mengambil keputusan,

kemudian dapat dilakukan upaya banding kepada majelis dari lingkup yang lebih

luas. Untuk keputusan Majelis Jemaat Sinode yang dianggap salah hanya dapat

dilakukan peninjauan ulang. Sehingga melihat hal ini jelas bahwa Majelis Jemaat

memiliki peran ganda dalam Gereja, yaitu selain berperan dalam hal operasional

pembangunan Gereja, majelis jemaat juga berperan secara yudisiil di dalam

Gereja persidangan Gerejawi.

Skripsi PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA YANG MEGA AYU WERDININGSIH


MELIBATKAN PIHAK GEREJA SEBAGAI BADAN HUKUM

Anda mungkin juga menyukai