Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA

APLIKASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL PADA DEWASA

PENYAKIT MALARIA ORANG DEWASA DALAM BUDAYA PAPUA

Dosen Pembimbing:
Setho Hadisuyatmana, S.Kep.,Ns., M.NS (CommHlh&PC)
Anggota kelompok :
1. Putri Alfian Sumarjo (131811133018)
2. Ambrosia Desi Meliana D.L (131811133021)
3. Fauziah Dinda Pratama (131811133022)
4. Yunia Ika Wahyuningsih (131811133074)
5. Febry Hayyu Hanifah (131811133083)
6. Nabilla Farhana Febriyanti (131811133084)
7. Dea Khoirunnisa (131811133121)
8. Fitri Millenia (131811133123)
9. Dina Shifana (131811133128)
10. Hani Salsabila Deva (131811133136)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan nikmat,
rahmat, serta petunjukNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aplikasi Keperawatan Transkultural pada Kelompok Dewasa (Penyakit
Malaria Orang Dewasa dalam Budaya Papua)” dengan tepat waktu. Meskipun ada
banyak hambatan dalam proses pengerjaannya. Dalam pengerjaan makalah ini, kami
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut serta dalam membantu
penyelesaian makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada
SethoHadisuyatmana, S.Kep.,Ns. MNs selaku dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami, dan semua pihak yang sudah memberi kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengerjaan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya dan berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. kami
menyadari masih terdapat kesalahan susunan kalimat dan tata bahasa yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca makalah
ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 14 November 2019

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh protozoa dari genus
Plasmodium. Parasit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Anophelesbetina Pada
manusia, terdapat empat spesiespenyebab malaria, yaitu P. falciparum, P. vivax, P.
ovale, P. Malaria. Penyebaran alami parasit malaria disebabkan oleh nyamuk
Anophelesbetina. (Soedarto, 2009 dalam (Puasa et al., 2018))

Data dari dinas kesehatan Nabire menunjukkan bahwa angka kejadian


malaria berupa AMI (Annual Malariae Incidence) tahun 2010 sebesar 176,9 per 1000
dan tahun 2011 sebesar 168,7 per 1000, angka ini menempatkan Kabupaten Nabire
berada pada level “High Area”. Setidaknya satu juta kematian terjadi setiap tahun
karena malaria. Sekitar 60% dari kasus malaria di seluruh dunia dan lebih dari 80%
dari kematian di seluruh dunia malaria terjadi di Afrika selatan Sahara. Malaria
masih menjadi masalah kesehatan besar dengan 300-500 juta kasus per tahun
dilaporkan.

Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di


Indonesia, terdapat 39 kabupaten/ kota dengan penularan tinggi yang terutama berada
di kawasan timur Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, dan NTT. Lebih dari setengah
penduduk Indonesia masih hidup di daerah dimana terjadi penularan malaria,
sehingga beresiko tertular malaria.
Penularan malaria dibagi menjadi 2 yaitu alamiah dan non alamiah. Alamiah
dengan cara gigitan nyamuk anopheles. Sedangkan non alamiah yaitu penularan
malaria bawaan(bayi dari plasenta ibu), penularan secara mekanik (tranfusi darah),
dan penularan secara oral. Cara penularan tergantung faktor setempat; seperti pola
curah air hujan, kedekatan antara lokasi perkembangbiakan nyamuk dengan manusia,
dan jenis nyamuk di wilayah tersebut.

Penyakit epidemic yaitu berjangkit suatu penyakit pada sekelompok orang di


masyarakat dengan jenis penyakit, waktu dan sumber yang sama di luar keadaan
yang biasa (KLB). Penyakit endemic adalah suatu keadaan berjangkitnya prevalensi
suatu jenis penyakit yang terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi yang rendah di
suatu tempat. Penyakit pandemic adalah Jenis penyakit yang berjangkit dalam waktu
cepat dan terjadi bersamaan diberbagai tempat diseluruh dunia contoh : Flu.(Irwan,
2017). Malaria dikenal dengan penyakit endemic. Endemik yang luas dan berbahaya
dapat terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah di mana
masyarakatnya memiliki kontak dengan parasit namun memiliki sedikit atau bahkan
sama sekali tidak memiliki kekebalan terhadap malaria. Atau, ketika orang dengan
tingkat kekebalan rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap.
Penyakit endemic ini dapat dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau
perpindahan masyarakat akibat konflik.

1.2 Rumusan Masalah


Apa definisi malaria?
Apa faktor dan gejala malaria?
Bagaimana pengobatan malaria menurut kepercayaan di Papua?
Bagaimana pandangan/paradigm malaria menurut di Papua?
Bagaimana asuhan keperawatan malaria pada orang dewasa di Papua?

1.3 Tujuan
Mengetahui penyebab, faktor, gejala malaria.
Mengetahui pandangan Papua terhadap malaria.
Megetahui pengobatan malaria sesuai kepercayaan Papua
Memahami asuhan keperawatan malaria orang dewasa Papua.
1.4 Manfaat
Menambah pengetahuan perawat tentang keperawatan transkultural pada
klien dewasa khusunya malaria.
Perawat dapat memberikan asuhan keperawtan yang tepat pada klien yang
masih terpengaruh dengan transkultural malaria yang tidak baik untuk
kesehatannya

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Malaria

Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan plasmodium falsifarum,


plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yangmix atau
campuran yang penularannya melalui gigitan nyamuk anopheles betina (Kemenkes,
2011). Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “Mal” yang artinya buruk dan “Aria”
yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk. Hal ini disebabkan karena
malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan banyak tumpukan air.

2.2 Faktor yang mempengaruhi penyakit malaria di Papua

Menurut tesis dalam studi kasus di wilayah kerja puskesmas Hemadi kota
Jayapura faktor yang mempengaruhi penyakit malaria ada dua yaitu faktor
manusia dan faktor lingkungan.

2.2.1 Faktor manusia

1. Umur

Anak-anak lebih rentan terkena malaria. Akan di Papua, orang


dewasa juga banyak yang terkena malaria.

2. Jenis Kelamin

Perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki.


Apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil, akan menyebabkan
anemia yang lebih berat.

3. Ras

Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk memiliki kekebalan


alamiah terhadap malaria.

4. Status gizi

Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis


malaria (papua) lebih rentan terhadap infeksi malaria.

2.2.2 Faktor lingkungan

1.Suhu udara
Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Semakin tinggi suhu sampai batas
tertentu semakin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya.
Semakin rendah suhu, semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

2. Kelembaban Udara

Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk.


Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan
mengigit, dan kebiasaan lain dari nyamuk. Pada kelembaban yang
tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan menggigit, sehingga
meningkatkan penularan malaria. Menurut penelitian Baroji 1987
menyatakn bahwa nyamuk anopheles paling banyak menggigit di luar
rumah pada kelembaban 84%-88% dan di dalam rumah 70%-80%.

3. Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin


bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada
ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian
paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di
atas permukaan laut.

5. Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah, adalah
salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia
dengan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek
atau diperpanjang tergantung kepada arah angin. Jarak terbang nyamuk
Anopheles adalah terbatas biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat
perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa
terbawa sampai 30 km.
6. Hujan
Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi
bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan,
derasnya hujan, jumlah hari hujan jenis vektor dan jenis tempat
perkembangbiakan (breeding place). Hujan yang diselingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.
7. Sinar matahari
Sinar matahari memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada
spesies nyamuk. Nyamuk An. aconitus lebih menyukai tempat untuk
berkembang biak dalam air yang ada sinar matahari dan adanya
peneduh. Spesies lain tidak menyukai air dengan sinar matahari yang
cukup tetapi lebih menyukai tempat yang rindang, Pengaruh sinar
matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.
sundaicus lebih suka tempat yang teduh, An. hyrcanus spp dan An.
punctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka, dan An.
barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun yang terang.
8. Keadaan dinding
Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan
kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena
insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menyerap ke dinding
rumah sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan
insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat dari kayu
memungkinkan lebih banyak lagi lubang untuk masuknya nyamuk.

2.3 Penyebab malaria di Papua


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Debora dan kawan-kawan pada
tahun 2018, penyebab malaria di papua sebagai berikut.
1. Kebiasaan berburu di dalam hutan mempunyai risiko untuk menderita malaria
karena suasana hutan yang gelap memberikan kesempatan nyamuk untuk
menggigit.
2. Kebiasaan mengenakan pakaian terbuka yang meningkatkan resiko gigitan
nyamuk
3. Kondisi permukiman berdekatan dengan hutan yang banyak terdapat
genangan air
4. Dinding rumah yang terbuat dari kayu dengan kerapatan yang kurang kedap
tidak dapat menghalau nyamuk masuk ke dalam rumah
5. Kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembang biaknya nyamuk
anopheles sebagai vektor utama penyebab penyakit malaria
6. Adat kebiasaan masyarakat mengadakan kegiatan pada malam hari dimana
vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan
nyamuk.

2.4 Gejala penyakit malaria di Papua


a. Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan
menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi
lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41oC
atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat
menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak.
Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah
itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur
penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali
melakukan kegiatan sehari-hari. Gejala klasik (trias malaria) berlangsung
selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh penderita yang berasal dari daerah
non endemis malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan
(immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama kali
menderita malaria.Di daerah endemik malaria dimana penderita telah
mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak
berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung
spesies parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat
penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami
demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal
ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik. Gejala klasik
(trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada
malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah
tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang
berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria
vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae.
a. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya
ditemukan parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah
Tepi atau Rapid Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau
beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau,
bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah)
2. Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
7. Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8. Nafas cepat atau sesak nafas
9. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11. Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12. Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)
2.5 Paradigma / cara pandang masyarakat Papua mengenai malaria
Sebagian besar masyarakat etnis Papua menuturkan bahwa malaria
disebabkan oleh faktor lingkungan. Di dalam jurnal ester,dkk pada tahun 2018
masyarakat papua menyatakan malaria disebabkan oleh lingkungan kotor berupa
sampah dan lalat singgah di makanan, serta makanan tersebut dimakan sehingga
terkena malaria. Terdapat masyarakat papua memilili pemahaman yang salah terkait
penularan malaria. Terkait pemahaman tersebut, maka upaya cara pencegahan yang
dilakukan masyarakat lebih difokuskan juga dengan upaya menjaga kebersihan
lingkungan. Strategi yang digunakan untuk pencegahan yaitu memberikan edukasi
mengenai cara penimbunan sampah yang benar.
Kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan masih sangat
kurang, karena tingkat ekonomi rendah. Masyarakat Papua mengatakan membeli
kelambu sebagai pencegahan tidak terlalu penting, lebih baik untuk makan dan biaya
anak sekolah. Masyarakat cenderung mengharapkan bantuan dari pemerintah dalam
hal ini puskesmas agar melakukan upaya – upaya pencegahan malaria, seperti
Fogging dan memberikan bantuan kelambu. Hal ini dapat dilihat dari
tidak adanya upaya masyarakat untuk menggunakan kelambu sebagai salahsatu cara
pencegahan. Menurut informan ini disebabkan karena tidak adanya niat dari
masyarakat untuk membeli kelambu karena mereka menganggap ha itu bukan
sesuatu hal yang penting.

2.6 Cara Penularan malaria secara umum


Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:
a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui
gigitan nyamuk anopheles.
b. Penularan yang tidak alamiah.
1. Malaria bawaan (congenital).
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita
malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.
2. Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.
Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan
ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung
pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan
suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang
dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik
itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).

2.7 Cara pengobatan malaria secara medis


Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
1) Pengobatan malaria yang ringan
Malaria Vivax, Ovale dan Malariae
Serangan akut ketiga jenis malaria ini diobati dengan klorokuin, yang
diberikan per oral dosis total per oral untuk orang dewasa adalah 1500 mg
basa klorokuin ( 25mg per kg BB), yang diberikan selama tiga hari. Hari
ke l diberikan dengan dosis awal 600 mg, ditambah 300 mg 6 jam
kemudian. Pada hari ke 2 sesudah 24 jam 300 mg, dan hari ke 3 (sesudah
48 jam) diberikan 300 mg lagi. Dosis per oral untuk anak - anak adalah:
dosis awal 10 mg/ kg BB ( tidak melemihi 600 mg), dan dosis sesudah 24
dan 48 jam masing - masing 5 mg/ kg BB.
Untuk penderita malaria vivax dan ovale yang tinggal dikota atau
didaerah nonendemis, sesudah pemberian klorokuian diberikan pengobat
radikal dengan primakoin untuk membunuh fase eksoerittrositik (EE)
sekunder dalam hati (mencegah relaps). Pengobatan radikal seperti diatas
tidak diberikan kepada penderita yang tinggal di daerah endemis karena
kemungkinan ini terinfeksi sangat besar primakuin tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil, anak-anak dibawah 4 tahun, penderita rheumatoid
arthritis, dan penderita lufus yang aktif (Sutisna, 2004: 76).

2) Pengobatan malaria falciparum yang berat


Penanganan secara umum
Sebagai pegangan secara umum, perawatan dini yang diberikan untuk
kasus malaria falciparum yang berat terdiri dari:
a. Menimbang berat badan penderita
b. Membebaskan saluran nafas untuk menghindari asfiksia dan
menempatkan perawat disamping penderita
c. Membuat penilaian secara cepat terhadap keadaan klinis
penderita.
d. Membuat sediaan darah penderita untuk memastikan diagnosis,
dan mengambil specimen untuk pemeriksaan laboratorium yang
dianggap perlu.
e. Segera memberikan infus dengan kina atau klorokuin.
f. Membuat penilaian tentang status hindrasi penderita, dan
menghitung kebutuhan cairannya.
g. Mencatat produksi urine penderita dalam sehari; jika perlu dengan
memasang kateter uritra.
h. Jika pendenita mengalami hiperpireksia, segera menurunkan panas
badan dengan cara mengipasi, kompres dengan air dingin atau
alcohol, dan memberikan suntikan anti peritika.
i. Mengerjakan fungsi lumbal jika ada gejala kaku kuduk atau
kecurigaan adanya meningitis.
j. Mempertimbangkan keperluan memberikan obat-obat tambahan,
misalnya anti konvolsan dan anti mekroba.
k. Menilai adanya kebutuhan untuk memberikan tranfusi darah. Jika
diduga adanya edema paru, letakkan penderita dalam posisi tegak
ditempat tidur, berikan oksigen dan buat foto roentgen dada
(Sutisna, 2004: 78)

3) Pengobatan spesifik dan pemberian


a. Jika obat bisa diberikan secara intra vena infuse
Untuk malaria falciparum yang berat, obat pilihan utama adalah
kina, yang diberikan secara infuse dengan tetesan lambat. Jika
kemasan kina untuk suntikan intra venal infuse tidak tersedia, dan jika
P. falciparum didaerah itu diketahui masih sensitive terhadap
klorokuin, kina bisa digantikan oleh klorokuin (bidroklorida) yang
diberikan secara infuse. Pemberian kiorokuin melalui infuse
sesungguhnya tidak dianjurkan karena klorokuin yang diberikan
secara parentral mempunyai potensi menyebabkan keaksi toksik
terhadap otot jantung, terutama pada anak- anak. Jika terpaksa,
pemberian klorokuin secara paretral (intra vena) harus dilaksanakan di
bawah pengawasan ketat seorang dokter.

b. Jika obat tidak mungkin diberikan secara intra vena


Dalam kondisi tersebut, demi menolong penderita, kina (di
Indonesia dikenal sebagai kina anti pirin) diberikan secara intra
muskuler (IM). Jika kina tidak tersedia, bisa diberikan fansidar
dengan suntikan IM yang dalam (dosis untuk orang dewasa). Jika
sediaan fansidar IM tidak ada, bisa diberikan kiorokuin ( difusfat)
secara IM. Pemberian klorokuin secara IM sesungguhnya tidak
dianjurkan. Sebisa - bisanya penderita akan dikirim kepusat pelayanan
medis yang memiliki sarana pengobatan melalui infuse. Jika kondisi
penderita bertambah baik (sudah bisa menelan), pengobatan
diteruskan dengan pansidan per oral 3 tablet sekaligus, diteruskan
dengan kina per oral dalam dosis yang efektif.
Perlu diingatakan sekali lagi bahwa: Dosis obat - obat yang tergolong
kuinolin, misalnya klorokuin, amodiakuin, dan kina harus dihitung
berdasarkan jumlah basanya.(Sutisna, 2004: 79-81).

2.5.1 Cara pengobatan malaria menurut kepercayaan di papua


Adapun budaya etnis papua terkait dengan pengobatan malaria, masyarakat
meyakini bahwa semua yang berasa “pahit” merupakan obat malaria. Obat
tradisional dalam pengobatan malaria, seperti daun papaya, daun sambiloto dan kulit
kayu susu. Biasanya budaya etnis papua membuat obat kampung seperti rebusan dari
daun papaya, daun sambiloto dan kulit kayu susu yang menghasilkan air yang
rasanya pahit. Etnis papua menyakini bahwa yan berasa pahit merupakan obat dari
malaria.

Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Johanis F Rehena dari


Universitas Pattimura dengan pengujian in vitro, menunjukkan bahwa pada daun,
bunga dan akar papaya dari dua varietas yang berbeda yakni esktrak papaya varietas
Cibinong dan Solo terdapat kandungan alkaloid carpaine, sehingga bila dikonsumsi
rasanya pahit. Nuri (2005) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid yang terdapat
dalam daun pepaya memiliki berbagai aktivitas farmakologis dan memiliki struktur
kimia yang berbeda dengan obat-obat antimalaria lain. Obat-obat yang dengan
struktur kimia yang berbeda sangat mungkin memiliki target obat yang berbeda.
Ekstrak etanol yang jauh lebih kecil dari batas ideal, dapat dikatakan bahwa secara in
vitro kedua ekstrak daun papaya tersebut aktif sebagai obat antimalaria.

Daun sambiloto disebut-sebut sebagai bahan alami yang dapat mengobati


penyakit malaria. Faktanya menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
Bioteknologi di Bogor, daun ini mengandung senyawa utama yaitu Andrographolide
dan xanthones yang dapat membunuh parasit penyebab malaria yakni plasmodium.
Penggunaan ekstrak daun sambiloto sebagai antimalaria telah dilakukan baik secara
in vitro menggunakan kultur plasmodium, maupun in vivo menggunakan hewan coba
yang telah diinfeksi parasit.

Cara pembuatan daun papaya sebagai obat malaria yaitu petik beberapa daun
pepaya muda secukupnya lalu ditumbuk. Tambahkan air sekitar ¾ gelas dan beri
sedikit garam untuk mengurangi rasa pahitnya. Rebus campuran tersebut lalu saring
dan minum airnya. Warga setempat menyarankan untuk meminum ramuan ini 3 kali
sehari selama 5 hari berturut-turut untuk mengobati penyakit malaria yang sedang
diderita.

Kedua bahan alami ini sudah teruji secara ilmiah melalui penelitian
laboratorium bahwa mampu mengobati penyakit malaria, sehingga penggunaannya
bisa tetap dipertahankan dan cocok untuk masyarakat papua dengan kondisi
lingkungan yang lebih banyak ditemukan berbagai macam jenis tumbuh-tumbuhan di
alam serta keterbatasan fasilitas kesehatan yang ada di daerah tersebut.

Konsep budaya berupa adanya pemberian pengobatan tradisional sebagai upaya


pertolongan pertama terhadap penyakit malaria yang dilakukan masyarakat
berdasarkan kebiasaan yang dilakukan dalam masyarakatnya secara turun temurun
dapat dipertahankan sesuai dengan konsep strategi transcultural yaitu Cultural care
presevation/maintenance mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya
tersebut tidak bertentangan dengan kesehatan. Pengobatan tradisional dari kulit
papaya dan sambiloto terbukti secara ilmiah.
2.6 Asuhan Keperawatan Malaria Papua
Case

Tn. Y berusia 45 th pendidikan terakhir SMP dan bekerja sebagai Petani.Tn. Y pergi
ke rumah sakit dengan keluhan panas, lemas, pucat, pusing, mual dan muntah ketika
makan, serta mengalami diare. Klien mengatakan awal gejalanya yaitu panas dan dua
hari yang lalu muntah , awal muncul gejala kira kira sekitar 6 hari yang lalu dan
berhenti 2 hari setelahitu timbul kembali. Sering timbul pada siang dan malam. Pada
saat peeriksaan di dapatkan suhu tubuh 39o C, denyut nadi 120 x/menit. Setelah
melakuka pemeriksaan klien didiagnosis malaria. Saat ingin diberikan intervensi
klien dan keluaga menolak, menurut etnis mereka yaitu papua obat tradisional seperti
rebusan daun papaya merupakan pertolongan pertama pada penyakit malaria.

Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : Tn Y

TTL : Papua, 28 Juli 1974

Umur : 45

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Kristen

Suku : papua

Alamat : JL. Ikan gurami 3/58, Papua

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama :
keluhan panas, lemas, mual dan muntah ketika makan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengatakan awal gejalanya yaitu panas dan dua hari yang lalu
muntah , awal muncul gejala kira kira sekitar 6 hari yang lalu dan
berhenti 2 hari setelahitu timbul kembali. Sering timbul pada siang dan
malam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada masalah terdahulu

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada penyakit keluarga

5. Faktor keyakinan
Etnis papua percaya bahwa pertolongan pertama pada malaria adalah air
rebusan yang berasa pahit seperti daun pepaya, daun sambiloto dan kulit
kayu susu
6. Faktor pengetahuan
Setelah didiagnosa malaria klien ingin melakuakan pengobatan menurut
kepercayaannya yaitu mengonsumsi rebusan berasa pahit dari daun
pepaya, daun sambiloto dan kulit kayu susu. Pengetahuan klien masih
minim karena pecaya pada keyakinannya.

c. Pemeriksaan Fisik

suhu tubuh 39o C, denyut nadi 120 x/menit. klien didiagnosis malaria.

Asuhan keperawatan

Diagnosis outcomes Intervensi

Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan


pengetahuan(D.011) tindakan (I.12383)
Observasi
b.d. kurang terpapar keperawatan
informasi, d.d. selama 1x24 jam 1. Identifikasi
Menunjukkan diharapkan kesiapan dan
perilaku tidak sesuai tingkat kemampuan
anjuran, pengetahuan menerima
(L.12111)
Menunjukkan informasi
meningkat 2. Identifikasi faktor
persepsi yang keliru
dengan kriteria faktor
terhadap masalah.
Yang dapat
hasil:
Definisi: ketiadaan meningkatkan dan
atau kurangnya 1. Perilaku sesuai menurunkan
informasi kognitif anjuran cukup motivasi perilaku
yang berkaitan meningkat(4) hidup dan sehat
2. Persepsi yang
dengan topik tertentu
keliru terhadap Terapeutik
masalah cukup
1. Sediakan materi
menurun(4)
dan media
kesehatan (edukasi
pasien
mengggunakan
bahasa yang
dimengerti oleh
pasien)
2. Berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi

1. Jelaskan faktor
resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan( menjel
askan
menggunakan
bahasa yang
digunakan oleh
pasien)
2. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat(cuci tangan,
himbau menjaga
kebersihan)
3. Ajarkan srategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.
(cuci tangan,
menggunakan obat
nyamuk dan lotion
anti nyamuk,
selambu dan
fogging )

Tgl Implementasi Evaluasi

14 Edukasi S: pasien mengatakan


November tentangresiko sudah mulai memahami
2019 / penyakit malaria tentang penyakit malaria
O: pasien menerapkan gaya
Pukul
hidup sehat
10.00
A: masalah teratasi
WIT
sebagian
P: lanjutkan intervensi

14 Edukasi tentang S: Pasien mengatakan mau


November pengobatan medis minum obat
O: suhu tubuh 38o C, nadi
2019 / yang akan
110 x/menit
Pukul dilakukan
A: masalah teratasi
10.00
sebagian
WIT P: lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Debora, J., Rinonce, H.T., Pudjohartono, M.F., Astari, P., Winata, M.G., Kasim, F.,
2018. Prevalensi malaria di Asmat, Papua: Gambaran situasi terkini di daerah
endemik tinggi. J. Community Empower. Heal. 1, 11–19.
https://doi.org/10.22146/jcoemph.38309
Ikrayama Babra., 2007., faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malaria.,
semarang., Universitas Diponegoro
Irwan, 2017. UUNo . 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Ketentuan Pidana Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan , dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 ( sepuluh ) tahun dan / atau pidana.
Puasa, R., H, A.A., Kader, A., 2018. Identifikasi Plasmodium Malaria Didesa
Beringin Jaya Kecamatan Oba Tengah Kota Tidore Kepulauan. J. Ris. Kesehat.
7, 21. https://doi.org/10.31983/jrk.v7i1.3056
Nuri, Dachlan YP, Santosa MH, Zaini NC, Widyawaruyanti & Sjafruddin. 2005. Aktivitas
Antimalaria Ekstrak Diklorometana Kulit Batang Artocarpus champeden pada Kulit
Plasmodium falciparum. Majalah Farmasi Airlangga, Vol 5 (3).
Rehena, Johanis F. 2010. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya. LINN) sebagai
Antimalaria in vitro. Jurnal Universitas Jember, 121-1-226-1-10-20130529 (97-99)
Simanjuntak, Partomuan, Eris Septiana, Demitra Gianny. 2017. Toksisitas dan Aktivitas
Antimalaria Melalui Penghambatan Polimerisasi Hem Secara In Vitro Ekstrak Daun
Sambiloto (Andrographis paniculata). Media Litbangkes, Vol, 27 No. 4 (257-259)
Ishak, Hasanuddin, Ester, Ridwan M Thaha. 2013.PERILAKU ETNIS PAPUA MENGENAI
PENYAKIT MALARIA DI KABUPATEN NABIRE PAPUA. Jurnal Politeknik Kesehatan Jayapura (6)
Bahar, Burhanuddin, Yusri Yusuf, Muh. Syafar. 2010. ANALISIS STRATEGI PROMOSI
KESEHATAN DI PUSKESMAS BAMBALAMOTU DALAM PEMBINAAN MASYARAKAT SUKU DA’A
DI DESA KASOLOANG KAB. MAMUJU UTARA. Jurnal MKMI, Vol 6 No.3 Juli 2010 (142-144)

Anda mungkin juga menyukai